BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Judul laporan tugas akhir yang dipilih oleh peneliti akan dijabarkan sebagai berikut: •
Redevelopment adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran sarana dan prasarana pada sebagian atau seluruh kawasan tersebut yang telah dinyatakan tidak dapat dipertahankan lagi kehadirannya (Prof. Danisworo dalam Sihono, 2003).
•
Pasar ikan merupakan pasar yang digunakan untuk memasarkan ikan dan produk ikan (wikipedia.org).
•
Higienis adalah berkenaan dengan atau sesuai dengan ilmu kesehatan; bersih; bebas penyakit (kbbi.web.id).
•
Muara Angke Merupakan kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan yang berada di kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara (Paramitha, 2013).
Berdasarkan tinjauan umum tersebut, judul laporan tugas akhir “Redevelopment Pasar Ikan Higienis di Muara Angke Jakarta” memiliki arti pembangunan kembali pasar ikan yang saat ini telah ada di Muara Angke Jakarta menjadi pasar ikan yang mempunyai kriteria yang berkenaan dengan kebersihan maupun kesehatan.
2.2
Tinjauan Umum
2.2.1
Improving urban economies
9
10 Ekonomi
perkotaan
merupakan
bagian
integral
dari
proses
transformasi ekonomi dan pembangunan. Mereka adalah prasyarat bagi terciptanya basis ekonomi yang beragam yang mampu menghasilkan kesempatan kerja. Pembangunan ekonomi dan penyediaan layanan dapat ditingkatkan melalui peningkatan kegiatan permukiman manusia, seperti revitalisasi perkotaan, konstruksi, peningkatan dan pemeliharaan fasilitas infrastruktur, dan bangunan. Kegiatan ini juga merupakan salah satu faktor pertumbuhan yang penting dalam penciptaan lapangan pekerjaan, pendapatan dan efisiensi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Pada gilirannya, dalam kombinasi dengan kebijakan perlindungan lingkungan yang tepat, mereka menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan dari kondisi kehidupan warga kota
serta
efisiensi
dan
produktivitas
negara
(Sumber:
http://un-
documents.net/). Pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 tahun 2012 tentang pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional, tercantum pada bab 3 yaitu mengenai pengelolaan pasar tradisional. Dalam pasalnya yang ke 16 ayat 1 dan 2 (khusus pada bagian keempat) disebutkan bahwa: (1) Bupati/walikota dapat melakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk pembangunan pasar baru, rehabilitasi pasar lama, dan pengelolaan pasar tradisional. (2) Kerjasama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan pola Bangun Guna Serah, Bangun Serah Guna, dan Kerja Sama Pemanfaatan lainnya. (3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2006 mengenai pengelolaan barang milik negara atau daerah, pada bagian kelima (kerjasama pemanfaatan) pasalnya yang ke 24 mengatakan: Kerjasama pemanfaatan barang milik negara/daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka: (a) Mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik negara/daerah. (b) Meningkatkan penerimaan negara /pendapatan daerah. Kemitraan
Pemerintah-Swasta
(Public
Private
Partnership)
merupakan suatu model kemitraan yang didasarkan pada kerangka penyedia
11 terbaik (best sourcing). Menurut Mahmudi (2005 dan 2007), organisasi sektor publik atau organisasi pemerintahan perlu mengadopsi mekanisme pasar untuk
menciptakan
persaingan
di
lingkungan
internalnya.
Tujuan
menciptakan persaingan di sektor publik tersebut adalah untuk menghemat biaya (efisiensi) dan meningkatkan kualitas. Disisi lain, hal tersebut mendorong sektor swasta dan sektor ketiga untuk berkembang (Danto Sukmajati, John Hardi, Edy Muladi, 2013). Lebih jauh menurut Mahmudi (2007), Sciulli (1997), Hughes (1998), dan Hale (2004), potensi keuntungan yang didapatkan pemerintah dalam kemitraan antara lain: penghematan dan efisiensi anggaran dan biaya, pengurangan resiko (risk sharing), perbaikan kualitas pelayanan, peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi daerah, serta mendorong pertumbuhan sektor swasta. Di samping memberikan keuntungan yang potensial, menurut Flynn (1997) apabila tidak didasarkan perencanaan yang matang, kemitraan juga berpotensi untuk menimbulkan kerugian diantaranya: kehilangan kontrol (loss of control) oleh pemerintah daerah, pembengkakan biaya karena estimasi harga atau biaya yang tidak akurat, dan penurunan kualitas pelayanan (mitra ternyata tidak kompeten).
Improving urban economies dalam pasar ikan Pasar
merupakan
salah
satu
penggerak
dinamika
ekonomi.
Berfungsinya lembaga pasar sebagai institusi ekonomi tidak lepas dari aktivitas yang dilakukan oleh pengguna pasar yakni pembeli dan pedagang (Heri Hermanto, 2009). Menurut Drs. Damsar, MA, dalam Heri Hermanto (2009) di dalam teori ekonomi keberadaan budaya dan hubungan sosial pembeli juga penjual dapat diabaikan. Para ekonom mengasumsikan bahwa aktor ekonomi (pembeli dan penjual) bertindak untuk mencapai kepentingan pribadinya sendiri, dalam isolasi dari setiap faktor budaya dan hubungan sosial yang ada, sehingga latar belakang budaya dan hubungan sosial pembeli dan penjual dalam pandangan teori ekonomi bisa diabaikan. Lebih jauh, Damsar dalam Heri Hermanto (2009) mengatakan bahwa aktor ekonomi adalah homo sosiologicus. Ini bukan berarti bahwa aktor mengikuti secara otomatis atau mekanis adat istiadat, kebiasaan atau norma
12 yang dimilikinya tetapi dia menginterprestasikan kesemuanya itu dalam sistem hubungan sosial yang sedang berlangsung. 2.2.2
Redevelopment Menurut Prof. Danisworo dalam Sihono (2003), redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran sarana dan prasarana pada sebagian atau seluruh kawasan tersebut yang telah dinyatakan tidak dapat dipertahankan lagi kehadirannya. Biasanya, dalam kegiatan ini terjadi perubahan secara struktural terhadap peruntukan lahan, profil sosial ekonomi, serta ketentuan-ketentuan pembangunan lainnya yang mengatur intensitas pembangunan baru. Tujuan tersebut dimaksudkan agar wilayah yang diremajakan tersebut dapat menyumbang kontribusi yang lebih positif kepada kehidupan kota baik dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya, fisik, dan bahkan segi politik. Upaya peremajaan umumnya selalu mengambil tempat pada kawasan yang dianggap memiliki potensi ekonomi yang paling besar untuk dikembangkan. Maksud dari proses pembangunan kembali tergantung kepada kondisi wilayah yang akan di redevelopment, pada dasarnya menyangkut tiga hal pokok : 1. Memberikan vitalitas baru. 2. Meningkatkan vitalitas yang ada. 3. Menghidupkan kembali vitalitas yang lama telah pudar. Tujuan tersebut dimaksudkan agar wilayah yang diremajakan tersebut dapat menyumbangkan kontribusi yang lebih positif kepada kehidupan kota baik dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya, fisik dan bahkan segi politik. Upaya peremajaan umumnya selalu mengambil tempat pada kawasan yang dianggap memiliki potensi ekonomi yang paling besar untuk dikembangkan (Noviarman, 2014).
2.3
Tinjauan Khusus
2.3.1 Pasar ikan higienis Pasar ikan higienis merupakan pasar khusus ikan yang dirancang sebagai pusat perdagangan hasil perikanan dengan standar sesuai dengan
13 syarat kesehatan, higienitas bahan pangan serta syarat sanitasi lingkungan (Dinas Perikanan dan Kelautan, 2007). Higienis disini terbagi atas tiga ketentuan yaitu, syarat kesehatan, higienitas bahan pangan, dan sanitasi lingkungan. Syarat kesehatan mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat. Higienitas bahan pangan mengacu dengan standar HACCP (Hazard Analysis Crytical Control Point). Sanitasi lingkungan mengacu kepada penerapan SSOP (Sanitation Standard Operating Prosedured). Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang setempat. 2. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti: bantaran sungai, aliran lahar, rawan longsor, dan sebagainya. 3. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan atau daerah jalur pendaratan penerbangan, termasuk sempadan jalan. 4. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir sampah atau bekas lokasi pertambangan. 5. Mempunyai batas wilayah yang jelas, antara pasar dan lingkungannya.
B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Penataan Ruang Dagang a. Setiap los memiliki lorong yang lebarnya minimal 1,5 meter. b. Setiap los memiliki papan identitas yaitu nomor, nama pemilik, dan mudah dilihat. 3. Ruang Kantor Pengelola
14 a. Ruang kantor memiliki ventilasi minimal 20% dari luas lantai. b. Tingkat pencahayaan ruangan minimal 100 lux. c. Tersedia ruangan kantor pengelola dengan tinggi langitlangit dari lantai sesuai ketentuan yang berlaku. d. Tersedia toilet terpisah bagi laki-laki dan perempuan. e. Tersedia tempat cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir. 4. Tempat Penjualan Bahan Pangan Basah a. Mempunyai meja tempat penjualan dengan permukaan yang rata dengan kemiringan yang cukup sehingga tidak menimbulkan
genangan
air
dan
tersedia
lubang
pembuangan air. Setiap sisi memiliki sekat pembatas dan mudah dibersihkan, dengan tinggi minimal 60cm dari lantai dan terbuat dari bahan tahan karat dan bukan dari kayu. b. Penyajian karkas daging harus digantung. c. Alas pemotong (talenan) tidak terbuat dari bahan kayu, tidak mengandung bahan beracun, kedap air, dan mudah dibersihkan. d. Pisau untuk memotong bahan mentah harus berbeda dan tidak berkarat. e. Tersedia tempat penyimpanan bahan pangan menggunakan cold chain atau bersuhu rendah (4-10 °C). f. Tersedia tempat untuk pencucian bahan pangan dan peralatan g. Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir. h. Saluran pembuangan limbah tertutup, dengan kemiringan sesuai ketentuan yang berlaku sehingga memudahkan air limbah serta tidak melewati area penjualan. i. Tersedia tempat sampah kering dan basah, kedap air, tertutup dan mudah diangkat.
15 j. Tempat penjualan bebas vector penular penyakit dan tempat perindukannya, seperti: lalat, kecoa, tikus, nyamuk. 5. Tempat Penjualan Makanan Jadi / Siap Saji a. Tempat penyajian makanan tertutup dengan permukaan yang rata dan mudah dibersihkan, dengan tinggi minimal 60cm dari lantai dan terbuat dari bahan yang tahan karat dan bukan dari kayu. b. Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir. c. Tersedia tempat cuci peralatan dari bahan yang kuat, aman, tidak mudah berkarat dan mudah dibersihkan. d. Saluran pembuangan air limbah dari tempat pencucian harus tertutup dengan kemiringan yang cukup. e. Tersedia tempat sampah kering dan basah, kedap air, tertutup dan mudah diangkat. f. Tempat penjualan bebas vector penular penyakit dan tempat perindukannya, seperti: lalat, kecoa, tikus, nyamuk. g. Pisau yang digunakan untuk memotong bahan makanan basah/matang tidak boleh digunakan untuk makanan kering atau mentah. 6. Area Parkir a. Adanya pemisah yang jelas pada batas wilayah pasar. b. Adanya parkir yang terpisah berdasarkan jenis alat angkut. c. Tersedia area bongkar muat khusus yang terpisah dari tempat parkir pengunjung. d. Tidak ada genangan air. e. Tersedia tempat sampah yang terpisah antara sampah kering dan basah dalam jumlah yang cukup, minmal radius 10 meter. f. Ada tanda masuk dan keluar kendaraan secara jelas. g. Adanya tanaman penghijauan. h. Anya area resapan air di pelataran parkir. 7. Konstruksi •
Atap
16 a. Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat berkembang biaknya binatang penular penyakit. b. Kemiringan atap harus sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan terjadinya genangan air pada atap. c. Atap yang mempunyai ketinggian 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir. •
Dinding a. Permukaan dinding harus bersih, tidak lembab dan berwarna terang. b. Permukaan dinding yang selalu terkena percikan air harus terbuat dari bahan yang kuat dan kedap air. c. Pertemuan lantai dengan dinding serta pertemuan dua dinding lainnya harus berbentuk lengkung.
•
Lantai a. Terbuat dari bahan yang kedap air, permukaan rata, tidak licin, tidak retak dan mudah dibersihkan. b. Lantai yang selalu terkena air, misalnya kamar mandi,
tempat
cuci,
dan
sejenisnya
harus
mempunyai kemiringan ke arah saluran dan pembuangan air sehingga tidak terjadi genangan air. 8. Ventilasi Harus memenuhi syarat minimal 20% dari luas lantai dan saling berhadapan. 9. Pencahayaan a. Intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup untuk melakukan pekerjaan pengelolaan bahan makanan secara efektif dan kegiatan pembersihan makanan. b. Pencahayaan cukup terang dan dapat melihat barang dagangan dengan jelas minimal 100 lux. C. Sanitasi
17 1. Air bersih a. Tersedia air bersih dengan jumlah yang cukup setiap hari secara berkesinambungan, minimal 40 liter per pedagang. b. Kualitas air bersih yang tersedia memnuhi persyaratan. c. Tersedia tendon air yang menjamin berkesinambungan ketersediaan air dan dilengkapi dengan kran air yang tidak bocor. d. Jarak sumber air bersih dengan pembuangan limbah minimal 10 meter. e. Kualitas air bersih diperiksa setiap enam bulan sekali. 2. Kamar Mandi dan Toilet a. Harus tersedia toilet laki-laki dan perempuan yang terpisah dilengkapi dengan tanda yang jelas dengan proporsi sebagai berikut: •
Jumlah pedagang 1 s/d 25 mempunyai 1 kamar mandi dan toilet.
•
Jumlah pedagang 26 s/d 50 mempunyai 2 kamar mandi dan toilet.
•
Jumlah pedagang 51 s/d 100 mempunyai 3 kamar mandi dan toilet.
•
Setiap penambahan 40-100 orang harus ditambah 1 kamar mandi dan toilet.
b. Di dalam kamar mandi harus tersedia bak dan air bersih dalam jumlah cukup dan harus bebas jentik. c. Di dalam toilet harus tersedia jamban, peturasan, dan bak air. d. Tersedia tempat cuci tangan dengan jumlah yang cukup yang dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir. e. Air limbah dibuang ke septic tank, roil atau lubang perserapan yang tidak mencemari air tanah dengan jarak 10 meter dari sumber air bersih.
18 f. Lantai dibuat kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan dengan
kemiringan
sesuai
ketentuan
yang
berlaku
sehingga tidak terjadi genangan. g. Letak toilet terpisah minimal 10 meter dengan tempat penjualan makanan dan bahan pangan. h. Luas ventilasi minimal 20% dari luas lantai dan pencahayaan 100 lux. i. Tersedia tempat sampah yang tertutup. 3. Pengelolaan Sampah a. Setiap kios/los/lorong tersedia tempat sampah basah dan kering. b. Terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, kuat, tertutup dan mudah dibersihkan. c. Tersedia alat angkut sampah yang kuat, mudah dibersihkan dan mudah dipindahkan. d. Tersedia TPS kedap air, kuat, mudah dibersihkan dan mudah dijangkau petugas pengangkut sampah. e. TPS tidak menjadi tempat perindukan binatang penular penyakit. f. Lokasi TPS tidak berada di jalur utama pasar dan berjarak minimal 10 meter dari bangunan pasar. g. Sampah diangkut minimal 1 x 24 jam.
4. Drainase a. Selokan/drainase sekitar pasar tertutup dengan kisi yang terbuat dari logam sehingga mudah dibersihkan. b. Limbah cair yang berasal dari setiap los disalurkan ke instalasi pengolahan air limbah, sebelum akhirnya dibuang ke saluran pembuangan umum. c. Kualitas limbah outlet harus memenuhi baku mutu sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Kualitas Air Limbah.
19 d. Saluran drainase memiliki kemiringan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga mencegah genangan air. e. Tidak ada bangunan los/kios di atas saluran drainase. f. Dilakukan pengujian kualitas limbah cair secara berkala setiap 6 bulan sekali. 5. Tempat Cuci Tangan a. Fasilitas cuci tangan ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau. b. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir dan limbahnya dialirkan ke saluran pembuangan yang tertutup. 6. Binatang Penular Penyakit a. Pada los makanan siap saji dan bahan pangan harus bebas dari lalat, kecoa, dan tikus. b. Pada area pasar angka kepadatan tikus harus nol. c. Angka kepadatan kecoa maksimal 2 ekor per plate di titik pengukuran sesuai dengan area pasar. d. Angka kepadatan lalat di tempat sampah dan drainase maksimak 30 oer gril net. e. Container Index jentik nyamuk Aedes Aegypty tidak melebihi 5%. 7. Kualitas Makanan dan Bahan Pangan a. Tidak basi. b. Tidak mengandung bahan berbahaya seperti pengawet borax, formalin, pewarna tekstil yang berbahaya sesuai dengan peraturan yang berlaku. c. Tidak mengandung residu pestisida di atas ambang batas. d. Kualitas makanan siap saji sesuai dengan Kepmenkes nomor 942 tahun 2003 tentang Makanan Jajanan. e. Makanan dalam kemasan tertutup disimpan dalam suhu rendah (4-10 °C) ; telur, susu dan olahannya disimpan dalam suhu 5-7 °C.
20 f. Penyimpanan bahan makanan harus ada jarak dengan lantai, dinding dan langit-langit : jarak dengan lantai 15cm, dengan dinding 5cm, dengan langit-langit 60cm. g. Kebersihan peralatan makanan ditentukan dengan angka total kuman maksimal 100 kuman per cm2 permukaan dan kuman Eschericia-Coli nol. 8. Desinfeksi Pasar a. Desinfeksi pasar harus dilakukan secara menyeluruh 1 hari dalam sebulan. b. Bahan desinfektan yang digunakan tidak mencemari lingkungan. D. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 1. Pedagang dan Pekerja a.
Bagi pedagang daging, ikan dan pemotong unggas menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan pekerjaannya (sepatu boot, sarung tangan, celemek, penutup rambut, dll).
b. Berpola hidup bersih dan sehat. c. Dilakukan pemeriksaan kesehatan bagi pedagang secara berkala, minimal 6 bulan sekali. d. Pedagang makanan siap saji tidak sedang menderita penyakit menular langsung. 2. Pengunjung a. Berpola hidup bersih dan sehat seperti tidak buang sampah sembarangan, tidak merokok, tidak meludah dan buang dahak sembarangan, dll. b. Cuci tangan dengan sabun terutama setelah memegang unggas/hewan hidup, daging, ikan. 3. Pengelola a. Mempunyai pengetahuan dan keterampilan di bidang hygiene sanitasi dan keamanan pangan. E. Keamanan 1. Pemadam Kebakaran
21 a. Tersedia peralatan pemadam kebakaran yang cukup dan berfungsi serta tidak kadaluarsa. b. Tersedia hydran air dengan jumlah cukup menurut ketentuan berlaku. c. Letak peralatan pemadam kebakaran mudah dijangkau dan ada petunjuk arah penyelamatan diri. d. Adanya petunjuk prosedur penggunaan alat pemadam kebakaran. 2. Keamanan Tersedia pos keamanan dilengkapi dengan personil dan peralatannya. F. Fasilitas Lain 1. Tempat Sarana Ibadah a. Tersedia tempat ibadah dan tempat wudhu dengan lokasi yang mudah dijangkau dengan sarana yang bersih dan tidak lembab. b. Tersedia air bersih dengan jumlah dan kualitas yang cukup. c. Ventilasi dan pencahayaan sesuai dengan persyaratan. 2. Tempat Penjualan Unggas Hidup a. Tersedia tempat khusus yang terpisah dari pasar utama. b. Mempunyai akses masuk dan keluar kendaraan pengangkut unggas tersendiri. c. Kandang tempat penampungan sementara unggas terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan. d. Tersedia fasilitas pemotongan unggas umum yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian. e. Tersedia sarana cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air bersih yang cukup. f. Terseda saluran pembuangan limbah cair khusus. g. Tersedia penampungan sampah yang terpisah dari sampah pasar.
22 h. Tersedia peralatan desinfektan khusus untuk membersihkan kendaraan pengangkut dan kandang unggas. i. Tersedianya pos pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan yang memadai.
Selain itu, untuk menjaga kehigienisan produk, terdapat penerapan SSOP dalam HACCP. Menurut Mayes dalam Anonim (2009), Standard Sanitation Operating Procedures (SSOP) merupakan suatu prosedur standar yang dapat mencakup seluruh area dalam memproduksi suatu produk pangan mulai dari kebijakan perusahaan, tahapan kegiatan sanitasi, petugas yang bertanggung
jawab
melakukan
sanitasi,
cara
pemantauan,
hingga
pendokumentasiannya. Sedangkan HACCP dapat mengidentifikasi critical control points (CCP) dalam sistem produksi yang potensial dapat menurunkan mutu produk. Titik-titik kritis ini harus dikontrol secara ketat untuk menjamin mutu produk dan menjaga kadar kontaminan tidak melebihi critical limit (Prasetyono, 2009). Mengacu pada peraturan dalam Sea Food HACCP Regulation oleh FAD (2013), ketentuan-ketentuan dalam penerapan SSOP terdapat 8 (delapan) kunci SSOP, yaitu : 1)
Keamanan air proses dan es yang dipergunakan terutama yang kontak langsung dengan ikan. Air yang dipergunakan berasal dari air yang sumbernya cukup aman dan dikelola dengan sistem yang baik.
2)
Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan produk meliputi alat, sarung tangan dan pakaian kerja. Pengendalian dan pengawasan : a) Permukaan yang kontak dengan pangan harus bersih dan diinspeksi oleh Supervisor sanitasi untuk memastikan bahwa kondisinya cukup bersih. b) Permukaan yang kontak pangan harus bersih dan disanitasi. • Sebelum kegiatan dimulai, permukaan yang kontak dengan pangan dibersihkan dengan air dingin dan disanitasi dengan jenis sanitizer • Selama istirahat, kotoran dalam bentuk padatan harus dihilangkan dari lantai, peralatan dan permukaan yang kontak dengan pangan.
23 Peralatan dan permukaan yang kontak dengan pangan dibersihkan dengan sikat dengan pembersih alkalin terklorinasi pada air hangat. Permukaan dan lantai dibersihkan dengan air dingin. • Di akhir kegiatan, padatan dibersihkan dari lantai, peralatan dan permukaan yang kontak dengan pangan. c) Karyawan memakai sarung tangan dan pakaian luar yang bersih • Karyawan yang bekerja di ruang bahan baku dan proses menggunakan sarung tangan dan pakaian luar yang bersih dan sepatu yang ditentukan. Pakaian karyawan dibersihkan dan disanitasi setiap dua hari sekali dan setiap pergantian shift. • Karyawan yang bekerja di bagian lainpun apabila akan masuk ke area proses harus menggunakan baju luar dan sepatu yang ditentukan. 3)
Pencegahan cross contamination. Pengendalian dan pengawasan : a) Kegiatan karyawan tidak boleh menghasilkan kontaminasi pangan. • Karyawan menggunakan tutup kepala, sarung tangan (ganti sesuai kebutuhan) dan tidak diperbolehkan memakai perhiasan. • Karyawan harus mencuci tangan dan sarung tangan serta mensanitasinya sebelum pekerjaan dimulai. • Karyawan tidak diperbolehkan memakan makanan dan minuman serta merokok di area produksi. b) Lantai pabrik harus pada kondisi dimana adanya perlindungan untuk menghindari kontaminasi pada pangan dengan frekuensi monitor setiap hari sebelum kegiatan mulai. c) Sampah dipindahkan dari area proses selama kegiatan produksi berlangsung dengan frekuensi monitor setiap 4 jam. d) Lantai dalam bentuk sudut untuk memudahkan pembersihan dengan frekuensi monitor setiap hari sebelum kegiatan dimulai.
4)
Perawatan cuci tangan (bak cuci tangan), sanitizer (bahan sanitasi) dan fasilitas toilet. Selalu terpelihara dengan baik dan tetap bersih, disanitasi setiap hari pada akhir operasional. Bak cuci tangan dan fasilitasnya harus ada air mengalir, sabun pembersih berbentuk cair dan penyediaan handuk atau lap.
24 5)
Perlindungan produk, bahan packing produk yang berhubungan dengan permukaan bahan yang memakai minyak, pestisida, solar, sanitizer, dll. Pengendalian dan pengawasan : a) Bahan kimia disimpan secara terpisah di luar area proses dan pengemasan. b) Makanan, bahan kemasan makanan dan permukaan yang kontak langsung dengan pangan harus terlindung dari bahaya biologi, fisik dan kimia. Lampu yang berpelindung digunakan di area proses dan pengemasan dengan frekuensi pengawasan setiap sebelum kegiatan dan setiap 4 jam sekali. c) Kotoran tidak boleh mengkontaminasi makanan atau bahan kemasan dengan frekuensi pengawasan setiap 4 dan 8 jam.
6)
Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan-bahan harus sesuai petunjuk. Pengendalian dan pengawasan bahan-bahan pembersih, bahan sanitasi, minyak pelumas, bahan kimia/pestisida dan bahan kimia beracun lainnya harus diberi label dan disimpan dalam ruangan khusus yang kering dan dapat dikunci, terpisah dari ruang pengolahan dan pengepakan.
7)
Pengawasan kesehatan karyawan. Pada saat bekerja kondisi karyawan harus bersih dan sehat, karena kondisi kesehatannya dapat mengkontaminasi bahan makanan.
8)
Pengawasan pest/hama, perlu dilakukan pada bagian dalam bangunan dengan
menggunakan
bahan-bahan
kimia
yang
dianjurkan,
lingkungan harus dijaga tetap bersih dan kondisi yang menjadi daya tarik hama/pest.
Di Jakarta sudah terdapat beberapa pasar ikan higienis. Pasar Lenteng Agung menjadi pasar pertama di Jakarta Selatan sebagai pasar ikan higienis. Kemudian pembangunannya terus berlanjut ke pasar ikan higienis di Pejompongan, pasar mayestik, pasar santa, pasar bata putih dan pasar cipete.
25
G Gambar 2.1 Pasar ikan higienis di Pejompongan, Tanah Abang (Sumber: store.tempo.co, diakses 12 Maret 2014)
2.3.2 Tata ruang pasar a. Penataan Komoditi Barang Dagangan Dalam kaitannya penataan sebuah pasar terutama kaitannya dengan komoditi barang dagangan dibedakan penempatannya sesuai sifat barang tersebut. Barang-barang yang memiliki karakter hampir sama seperti buahbuahan sayur, ditempatkan pada tempat yang berdekatan juga daging dan ikan, telur, dsb. Penempatan barang-barang yang memiliki karakter sejenis ini dengan alasan bahwa (D.Dewar dan Vanessa.W dalam Heri Hermanto, 2009): • Para konsumen / pembeli bisa dengan mudah untuk memilih dan membandingkan harganya. • Perilaku pembeli begitu banyak kemungkinannya, konsentrasi dari sebagian barang-barang dan pelayanan memberikan efek image dari pasar pada konsumen. • Setiap barang mempunyai karakter penanganan, seperti tempat bongkarnya, drainage, pencuciannya, dsb. • Setiap barang mempunyai efek-efek samping yang berlainan seperti bau dan pendangan. • Setiap barang membutuhkan lingkungan yang spesifik untuk mengoptimalkan penjualannya seperti butuh pencahayaan, butuh penataan khusus seperti pakaian, sepatu, dsb. b. Ruang Terpinggirkan Masalah yang paling sering dijumpai berhubungan dengan lay out fisik ruang adalah problem ruang terpinggirkan / spatial marginalization (D.Dewar dan Vanessa W dalam Heri Hermanto, 2009). Lay out ini
26 berhubungan dengan pergerakan populasi pengunjung di dalam sebuah pasar yang terkait dengan tata ruang los atau kios-kiosnya. Penyebaran dari flow atau pergerakan pedestrian dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni: lingkungan, orientasi dari pasar pada pola sirkulasi pedestrian yang dominan, dan kontak visual. Pergerakan
atau sirkulasi di dalam pasar akan
berpengaruh pada sering atau jarangnya suatu tempat atau kios atau los dikunjungi atau dilewati oleh calon pembeli, sehingga di dalam sebuah pasar tidak menutup kemungkinan dijumpai tempat-tempat yang mati atau jarang dikunjungi oleh pembeli (dead spots). Ada 4 bentuk dari dead spots ini yang perlu diperhatikan untuk diamati pada sebuah pasar yakni : •
Dead spots disebabkan oleh bentuk pasar yang tidak bersebelahan atau terpecah (caused by a non contiguous, fragmented market form).
•
Dead spots terjadi ketika toko dan kios saling berhadapan.
•
Dead spots yang disebabkan oleh banyaknya pertemuan jalur sirkulasi pengunjung.
•
Ruang mati yang disebabkan terlalu lebarnya jalur sirkulasi pengunjung.
Selain masalah dead spots, panjang kios / los (stalls) dan lebar jalur sirkulasi berpengaruh pada pergerakan konsumen pasar, adapun hubungan beberapa contoh fenomenanya adalah sebagai berikut :
2.3.3
•
Terlalu pendeknya jarak pertemuan untuk pergerakan pembeli.
•
Terlalu lebar dan panjang jalur untuk pergerakan pembeli.
•
Terlalu sempit jalur untuk pergerakan pembeli.
Pangkalan pendaratan ikan Pangkalan Pendaratan Ikan merupakan tempat bertambat dan labuh perahu atau kapal perikanan, tempat pendaratan hasil perikanan dan melelangkannya yang meliputi areal perairan dan daratan, dalam rangka memberikan pelayanan umum serta jasa, untuk memperlancar kegiatan usaha perikanan baik penangkapan ikan mauoun pengolahannya. Pangkalan Pendaratan Ikan sebagai salah satu unsur prasarana ekonomi, dibangun
27 dengan tujuan untuk menunjang keberhasilan pembangunan perikanan (Abdurrahim, 2011).
Aktivitas pangkalan pendaratan ikan Pangkalan pendaratan ikan dapat mempunyai beberapa aktivitas mulai dari pendaratan sampai pemasaran hasil tangkapan. Dalam hal ini pelabuhan perikanan lebih diutamakan sebagai pemusatan kegiatan pendaratan serta penjualan hasil tangkapan. Menurut Pane dalam Rio (2011) aktivitas pendaratan hasil tangkapan meliputi pembongkaran hasil tangkapan dari palkah ke dek, penurunan hasil tangkapan dari dek ke dermaga dan pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga menuju TPI. 1. Pembongkaran Hasil Tangkapan Pembongkaran hasil tangkapan merupakan proses sebelum hasil tangkapan didaratkan di dermaga. Proses ini memerlukan waktu yang cukup lama karena hasil tangkapan terlebih dahulu disortir berdasarkan jenis dan ukurannya. Mekanisme pembongkaran hasil tangkapan yang baik adalah pembongkaran
dengan
memperhatikan
kualitas
hasil
tangkapan.
Pembongkaran merupakan proses mengeluarkan hasil tangkapan dengan menggunakan alat bantu atau tanpa alat bantu dari dalam palkah kapal ke atas dek kapal yang selanjutnya dilakukan penyortiran kemudian diangkut menuju tempat lain (dermaga, TPI dan atau konsumen) (Rio, 2011). 1. Penurunan Hasil Tangkapan Penurunan hasil tangkapan merupakan proses setelah hasil tangkapan dilakukan pembongkaran dari dalam palkah, penyortiran di atas dek menuju ke dermaga. Penurunan hasil tangkapan ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu, yaitu papan peluncur yang terbuat dari kayu maupun fiberglass. Hasil tangkapan sebelumnya diletakkan di dalam basket-basket sesuai ukuran dan jenis ikan. Menurut Pane dalam Rio (2011), penurunan hasil tangkapan dari dek ke dermaga yaitu dengan: a. Menggunakan tenaga pengangkut (ABK, buruh angkut di banyak pelabuhan perikanan di Indonesia). Tenaga pengangkut dalam hal ini adalah ABK atau buruh angkut, yaitu orang yang bertugas mengangkut hasil tangkapan setelah didaratkan dari dek ke dermaga untuk dibawa ke TPI.
28 b. Menggunakan papan peluncur (di PPS Nizam Zachman Jakarta, PPN Pekalongan). Papan peluncur merupakan alat yang digunakan untuk mempermudah penurunan hasil tangkapan dari atas dek ke dermaga. Bahan papan peluncur ini biasanya terbuat dari lempengan kayu atau fiberglass. c. Menggunakan ban berjalan (di PP di Eropa seperti Prancis, Inggris dan Jerman). Ban berjalan digunakan untuk membawa hasil tangkapan yang dimasukkan ke dalam basket setelah diturunkan ke dermaga menuju ke TPI (Rio, 2011). 2. Pengangkutan Hasil Tangkapan Pengangkutan merupakan proses pemindahan sesuatu dari satu tempat ke tempat
lain
dengan
menggunakan
media
angkut
yang
bertujuan
mempermudah pemindahan ke tempat lain. Pengadaan alat bantu untuk pengangkutan hasil tangkapan, sangat penting dalam aktivitas pendaratan. Menurut Djulaeti dalam Rio (2011), alat bantu yang digunakan dalam pengangkutan hasil tangkapan di PPN pelabuhan ratu adalah sebagai berikut: a. Gerobak dorong Digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan dari dermaga ke daerah sekitar pelabuhan ratu. b. Tong-tong plastik (blong) Alat ini dilengkapi dengan es dan diangkut dengan kendaraan pick up untuk daerah luar pelabuhan ratu. c. Keranjang Digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan yang akan diolah. d. Traise (keranjang plastik) Alat ini digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan ke daerah di sekitar pelabuhan ratu.
Aktivitas pemasaran Pelelangan ikan adalah salah satu mata rantai tata niaga ikan. Aktivitas pelelangan ikan di tempat pelelangan ikan merupakan salah satu aktivitas di suatu pelabuhan perikanan yang termasuk dalam kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pendaratan dan pemasaran ikan. Pelelangan ikan memiliki peran yang cukup penting untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pemasaran ikan. Pelelangan ikan adalah suatu kegiatan
29 di tempat pelelangan ikan guna mempertemukan penjual dan pembeli sehingga terjadi tawar-menawar harga ikan yang disepakati bersama (Rio, 2011). Fungsi tempat pelelangan ikan adalah untuk melelang ikan, dimana terjadi pertemuan antara penjual (nelayan atau pemilik kapal) dengan pembeli (pedagang atau agen perusahaan perikanan). Menurut Lubis dalam Rio (2011), letak dan pembagian ruang di gedung pelelangan harus direncanakan supaya aliran produk berjalan dengan cepat. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa produk perikanan merupakan produk yang cepat mengalami penurunan mutu, sehingga apabila aliran produk ini terganggu akan menyebabkan terjadinya penurunan mutu ikan. Ruangan yang ada pada gedung pelelangan adalah: a. Ruang sortir, yaitu tempat membersihkan, menyortir, dan memasukkan ikan ke dalam peti atau keranjang; b. Ruang pelelangan, yaitu tempat menimbang, memperagakan dan melelang ikan; c. Ruang pengepakan, yaitu tempat memindahkan ikan ke dalam peti lain dengan diberi es, garam, dan lain-lain selanjutnya siap untuk dikirim; dan d. Ruang administrasi pelelangan, terdiri dari loket-loket, gudang peralatan lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum.
Pengolahan hasil perikanan Setelah penanganan ikan di atas kapal dan sesampainya ikan-ikan tersebut di tempat pendaratan ikan, terdapat prinsip penanganan ikan yang harus diperhatikan, yaitu: -
Penambahan es selama penyimpanan di palka dapat dilakukan jika jumlahnya telah berkurang. Frekwensi dan jumlahnya sangat ditentukan oleh kekedapan konstruksi palka terhadap penetrasi panas dari luar.
-
Selama proses penanganan lindungi ikan dari cahaya (panas) matahari langsung.
-
Selama proses penanganan ikan harus dihindarkan dari perlakuan kasar maupun benturan fisik yang dapat membuat ikan luka atau memar. (Ghulam, 2013)
30 2.4
Studi literatur
2.4.1
Berkaitan dengan topik The Pathmark supermarket di Newark Central Ward, Montvale, New Jersey memberikan contoh tentang bagaimana toko kelontong baru dapat berkontribusi untuk meningkatkan ekonomi di kawasan tersebut. The Central Ward adalah komunitas Afrika-Amerika yang menderita kemiskinan yang parah. Ketika Pathmark membuka pintunya pada tahun 1990, itu adalah supermarket pertama yang melayani masyarakat sebanyak 55.000 orang dalam 25 tahun. Supermarket ini dimiliki dan dioperasikan oleh Pathmark dan New Community Corporation (NCC), sebuah organisasi masyarakat berbasis agama. The Pathmark supermarket telah menciptakan ribuan pekerjaan.
Gambar 2.2 Pathmark Supermarket (Sumber: http://pathmark.apsupermarket.com/. Diakses 12 Maret 2012)
2.4.2
Berkaitan dengan obyek a. Tsukiji Fish Market, Tokyo, Jepang. Kehigienisan terlihat pada budaya perdagangan dari negara Jepang. Pedagang di Tsukiji Fish Market selalu mengelompokkan dan memberi tanda pada ikan yang sudah terlelang agar lebih teratur. Setiap pagi, siang dan sore selalu membersihkan dan menyemprotkan air pada jalan-jalan di pasar agar tidak berbau amis.
Gambar 2.3 Tsukiji Fish Market
31 (Sumber: www.japan-guide.com, diakses 12 Maret 2014
Untuk menambah kehigienisan dari pasar di Jepang, mereka memiliki kiat-kiat khusus selain menjaga kebersihan dari lingkungan pasar tersebut. Penggunaan box khusus yang tidak menyebabkan air ikan menetes kemanamana, membuat lingkungan pasar tersebut tidak menjadi becek maupun bau amis.
Gambar 2.4 Tsukiji Map (Sumber: www.japan-guide.com, diakses 12 Maret 2014)
b. Sydney Fish Market yang terletak di Blackwattle Bay, Pyrmont merupakan pasar ikan terbesar kedua di dunia setelah Tsukiji Fish Market, Tokyo, Jepang. Pasar ikan ini menggunakan konsep kawasan wisata sehingga di kawasan tersebut terdapat pelabuhan, tempat memancing, open space, boardwalk, dan restoran. Oleh sebab itu, kenyamanan pengunjung sangat diutamakan.
32
Gambar 2.5 Sydney Fish Market (Sumber: www.sydneyarchitecturearchive.wordpress.com, diakses 12 Maret 2014)
Bentuk bangunannya modern dan fasilitas bangunannya yang selalu bersih, maka terlihat kehigienisan tempat dan produk yang ditawarkan.
Gambar 2.6 Tempat penjualan ikan dan restoran di SFM (Sumber: www.sydneyfishmarket.com.au, diakses 12 Maret 2014)
33
Gambar 2.7 SFM Map (Sumber: www.sydneyfishmarket.com.au, diakses 12 Maret 2014)
c. Selain itu, di Jakarta juga terdapat pasar ikan dengan konsep pasar ikan higienis yang juga menyediakan sajian kuliner, bernama Everfresh. Pasar ikan ini terletak di Pejompongan. Pasar ikan higienis yang dikelola Everfresh Fish Market bekerja sama dengan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini telah ada sejak tahun 2006. Seiring perkembangan tuntutan kebutuhan masyarakat, maka pada tahun 2007 disediakan pula fasilitas restoran yang dapat menampung kapasitas 250 orang di tengah pasar ikan ini (Natalia, 2014).
34
Gambar 2.8 Pasar ikan higienis Everfresh (Sumber: www.ochansan.com, diakses 12 Maret 2014)
Kesimpulannya, pada zaman sekarang, permintaan konsumen terhadap tingkat kenyamanan dan perhatian akan kualitas produk sudah mulai berubah. Kondisi tempat perbelanjaan yang bersih dan tertata dengan baik paling banyak menarik perhatian konsumen. Kondisi fisik dari sebuah tempat perbelanjaan dapat sedikit mencerminkan kualitas produk yang dijualnya.
35 2.6
Kerangka berpikir Judul Tugas Akhir Redevelopment Pasar Ikan Higienis di Muara Angke Jakarta
Latar Belakang Masalah Pasar ikan yang belum memenuhi standar pasar sehat dan standar higienis produk
Maksud dan Tujuan Melakukan redevelopment dengan menciptakan karya arsitektur yang dapat mencapai kriteria pasar ikan higienis dan menciptakan pusat kuliner makanan laut untuk meningkatkan perekonomian di bangunan tersebut
Tinjauan Umum
Permasalahan - Sarana dan prasarana yang belum memenuhi kebutuhan pasar ikan higienis
-Improving urban economies -Redevelopment Tinjauan Khusus -Pasar ikan higienis
Analisa Analisa dengan mengumpulkan studi literatur, wawancara, observasi, dan survey lapangan
Konsep Perancangan Perencanaan Pasar Ikan Higienis
Skematik Desain
Perancangan
2.7
Sistematika pembahasan Tujuan Redevelopment Pasar Ikan dengan konsep pasar ikan higienis agar dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi
Pendahuluan
Landasan Teori
- Usaha pemerintah dalam meningkatkan ekonomi perkotaan - Penjelasan pemilihan lokasi
- Definisi yang berkaitan dengan topik - Definisi PIH - Kriteria PIH - Improving urban economies
BAB 1
BAB 2
Metodologi Penelitian - Tahap persiapan - Sumber data - Analisis data
Hasil dan Bahasan - Analisa aspek lingkungan (potensi sekitar, orientasi, matahari, angin, entrance, sirkulasi, utilitas). - Analisa aspek manusia (pengguna, jenis dan urutan kegiatan, kebutuhan ruang, program ruang, parkir, hubungan ruang). - Analisa aspek lingkungan (gubahan massa, zoning bangunan, tata ruang bangunan, struktur bangunan).
BAB 3
BAB 4
BAB 5
Proses mencari data
Analisa data disertai kesimpulan sementara
Rangkuman hasil analisa dan saran bagi peneliti selanjutnya
Kesimpulan dan Saran Latar belakang permasalahan, latar belakang pemilihan lokasi
Teori terkait dengan PIH