BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Yogyakarta mempunyai keindahan alam yang menarik, transportasi dari luar propinsi DIY menuju objek dan daya tarik wisata yang relatif murah dan mudah didapatkan, banyaknya pelajar dari dalam maupun luar daerah yang sebagian besar di antaranya mendalami pendidikan kesenian, serta banyaknya pengrajin dan seniman, dan lain-lain. Oleh karena itu Yogyakarta dikenal sebagai Kota Budaya, Kerajinan, Sejarah, Pendidikan, dan Pariwisata. Istilah-istilah tersebut berasal dari berbagai macam potensi yang ada di Yogyakarta, baik secara fisik maupun secara psikis1. Secara geografis, propinsi DIY terletak di antara lintasan Daerah Tujuan Wisata (DTW) Utama, yaitu DKI Jakarta dan Bali. Selain itu, DIY terletak di bagian Selatan Pulau Jawa yang merupakan kota transit antar kota besar di Pulau Jawa. DTW Utama lainnya antara lain propinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur yang relatif dekat jika dijangkau dari Yogyakarta2. Yogyakarta berpotensi besar sebagai tujuan wisata nusantara, khususnya wisata remaja karena memiliki sarana wisata yang murah dan mudah dijangkau. Wisata remaja tersebut antara lain kemah, lintas alam, panjat tebing, dan kegiatan lainnya yang menggunakan tenaga fisik lainnya yang menarik, menyenangkan, dan menantang bagi para remaja3. Untuk itu, pengembangan kawasan pariwisata di Yogyakarta diharapkan
Tontje Tnunay, Yogyakarta Potensi Wisata. Klaten: CV. Sahabat, 1991, p. 1. Badan Pusat Statistik DIY, Yogyakarta Dalam Angka. Yogyakarta: BPS DIY, 2003, p. 115. 3 Ibid. 1 2
1
mampu mewadahi kegiatan wisata remaja tersebut mengingat banyaknya pelajar dan mahasiswa yang mendiami kota Yogyakarta. Namun Yogyakarta yang menyandang predikat dan memiliki potensi wisata yang besar dan didukung dengan lokasi yang cukup strategis ternyata belum dapat menjaring kunjungan wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri dalam jumlah yang besar. Dari 112 objek wisata di Yogyakarta, tiap tahun mempunyai jumlah kunjungan wisata yang relatif sama, yaitu ± 5.870.101 orang yang terdiri dari ± 290.376 orang wisatawan mancanegara dan ± 4.920.296 orang wisatawan nusantara4. Beberapa kendala yang mengakibatkan kurangnya jumlah kunjungan pariwisata di Yogyakarta antara lain5: •
Citra pariwisata Indonesia saat ini dinilai tidak menguntungkan, terutama oleh faktor keamanan bagi negara-negara penghasil wisatawan mancanegara seperti USA, Jepang, dan Australia yang menerapkan Travel Brand bagi Pulau Jawa. Maka walaupun Yogyakarta sendiri aman dan nyaman, tetapi karena letaknya berada di Pulau Jawa, akan terkena dampaknya.
•
Trade mark Yogyakarta sebagai DTW masih perlu dimantapkan melalui upaya-upaya pembenahan ke dalam maupun melalui upaya pemasaran dan promosi langsung ke pasar sehingga para wisman langsung membeli paket wisata Yogyakarta.
•
Aksesibilitas, terutama penerbangan kiranya perlu mendapat perhatian untuk dapat langsung ke Yogyakarta dari luar negeri.
•
Untuk dapat mempertahankan kelestarian objek wisata perlu diadakan berbagai macam pembenahan baik secara fisik maupun keadaan lingkungan sekitar objek wisata.
4 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Statistik Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2002, p. 2. 5 Badan Pusat Statistik DIY, op. cit., p. 116.
2
Salah satu objek wisata di Yogyakarta yang tergolong sebagai wisata budaya di Yogyakarta adalah Purawisata6. Pada awal berdirinya sampai akhir tahun 1990, Purawisata tidak pernah sepi dari pengunjung. Namun karena adanya masalah manajemen pengelolaan yang berhubungan dengan tingginya nilai properti dan pajak bangunan, sedangkan pembangunan untuk rencana pengembangan Purawisata tinggi, maka mengakibatkan gedung dan fasilitas di Purawisata tersebut ada beberapa yang fungsinya sudah tidak optimal dan dinilai tidak terawat, bahkan ada fasilitas seperti Pasar Seni (terletak di dalam Taman Wisata Ria) yang pada akhirnya ditutup. Hal-hal tersebut mengakibatkan semakin lama Purawisata sepi pengunjung7. Data jumlah pengunjung dapat dilihat pada Lampiran 1. Berbagai kendala lain yang mengakibatkan kurangnya optimalisasi fungsi dan daya tarik wisata di Purawisata antara lain: •
Karena kondisi bangunan yang buruk / kurang terawat, maka Purawisata dinilai kurang nyaman sebagai bangunan yang berfungsi sebagai tempat rekreasi.
•
Terdapat bangunan yang sudah beralih fungsi dan tidak terpakai lagi sehingga fungsi secara kawasan dinilai tidak optimal.
•
Kawasan Gondomanan sebagai lokasi dari Purawisata ini merupakan kawasan komersial, sehingga pengunjung kawasan Gondomanan dominan berkunjung ke fasilitas komersial bukan ke fasilitas wisata.
•
Belum ada karakteristik dan potensi yang jelas, sehingga informasi menganai fungsi Purawisata sebenarnya belum diketahui secara jelas.
6 7
Ibid., p. 85. Ibid.
3
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu perancangan kembali (redesain) guna mengoptimalisasikan fungsi kawasan per bangunan dan fasilitas wisata di Purawisata. Selain itu juga untuk menghidupkan kembali kegiatan pariwisata dan menyerap pengunjung yang lebih banyak ke Purawisata yang merupakan ikon pusat seni dan budaya di Yogyakarta.
1.2.
Rumusan Masalah Bagaimana merancang kembali berbagai jenis dan fasilitas wisata sehingga mampu mendukung keberadaan Purawisata sebagai pusat wisata seni dan budaya.
1.3.
Tujuan Merancang kembali (meredesain) kawasan Purawisata sebagai pusat seni dan budaya Yogyakarta dengan mengenal potensi wisata yang ada di Yogyakarta, khususnya potensi di dalam Purawisata sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengoptimalisasi fungsi ruang Purawisata dan merancang fasilitas untuk mengembangkan Purawisata.
1.4.
Sasaran •
Melakukan studi tentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang perlu diperhatikan dalam bidang wisata dan perancangan wisata.
•
Melakukan studi tentang pariwisata seni dan budaya di Yogyakarta.
•
Melakukan studi tentang kebutuhan para wisatawan dalam berwisata.
4
1.5.
Lingkup Pembahasan •
Kebudayaan Yogyakarta dibahas menurut hal yang berhubungan dengan seni dan budaya asli dan budaya modern yang berkembang di kota Yogyakarta serta potensipotensi masyarakat yang ada di Yogyakarta yang dapat dijadikan acuan dalam mengoptimalisasi fungsi ruang kawasan dan merancang serta mengembangkan fasilitas di Purawisata.
•
Wisata dibahas menurut jenis wisata budaya dan aktivitas yang ada di dalamnya.
•
Perancangan Purawisata yang disesuaikan dengan keinginan masyarakat, kebutuhan wisatawan dalam berwisata, dan komponen-komponen wisata yang harus ada dalam mendirikan bangunan fungsi wisata pada suatu kawasan.
•
Perancangan Purawisata dibahas menurut sudut pandang arsitektural tentang program dan standar ruang yang dibutuhkan untuk aktivitas wisata dan disesuaikan dengan hasil studi banding dengan kawasan wisata lain yang sudah ada.
1.6.
Metode
1.6.1
Metode Pencarian Data •
Wawancara Pada pengguna fasilitas wisata Purawisata, pengembang Purawisata, pengelola Purawisata, penduduk setempat sekitar Purawisata.
•
Melakukan studi literatur/pustaka yang berkaitan dengan judul penulisan, untuk mencari kelayakan dan koherensi yang dapat mendukung dan memperkuat penulisan skripsi.
5
1.6.2
Metode Analisis Data •
KUANTITATIF Metode secara kuantitatif terhadap jumlah pengunjung Purawisata dan potensi wisata di Yogyakarta bagian Selatan dapat dijelaskan melalui data statistik. Masing-masing data statistik diakumulasikan dalam perhitungan menurut kebutuhan dengan membandingkan atau mengambil angka rasio. Dengan demikian dapat diketahui tingkat kebutuhan dari jumlah pengunjung yang ada dengan fasilitas wisata yang terdapat dalam Purawisata.
•
KUALITATIF Dengan metode secara kualitatif dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Menurunnya minat wisatawan untuk berkunjung ke Purawisata karena tidak ditunjang dengan fasilitas yang memadahi dan kondisi yang buruk, sehingga diperlukan redesain Purawisata yang disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan. b. Kondisi Purawisata yang tidak memungkinkan untuk menjadi landmark bagi kawasan Yogyakarta Selatan dikarenakan tampak bangunan yang tidak menarik dan fasilitas di dalamnya yang sudah tidak terawat dan memadahi bahkan sebagian terbengkalai, maka dibutuhkan seuatu pemecahan melalui perancangan gerbang Purawisata dan perbaikan serta penambahan fasilitas yang dapat menyedot wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara. c. Terjadinya dekadensi moral yang dikarenakan perubahan fungsi utama Purawisata yang merupakan pusat seni dan budaya menjadi ajang para kelompok masyarakat yang tidak sesuai dengan kebudayaan asli Yogyakarta, bahkan dapat merusak moralitas generasi muda di Yogyakarta yang dikenal sebagai kota
6
pelajar. Maka dibutuhkan suatu tindak preventif salah satunya yaitu dengan cara merancang kembali untuk menciptakan suasana yang optimal bagi fungsi utama Purawisata sebagai pusat seni dan budaya di Yogyakarta.
1.7.
Sistematika Penulisan Bab 1 : Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup pembahasan, metoda, dan sistematika penulisan Redesain Pusat Kesenian dan Kebudayaan Purawisata.
Bab 2 : Tinjauan Teoritis Bab ini meninjau teori mengenai pengertian pariwisata dan potensinya di Indonesia, pengertian wisata seni dan budaya, potensi wisata di Yogyakarta, perancangan .
Bab 3 : Tinjauan Taman Hiburan Rakyat Bab ini menjelaskan mengenai Taman Hiburan Rakyat (THR) secara umum, tinjauan eksisting Purawisata, dan studi banding untuk menemukan keistimewaan dalam merancang kembali THR Purawisata.
Bab 4 : Pendekatan Re-desain Taman Hiburan Rakyat Purawisata Bab ini menjelaskan tentang pendekatan perancangan yang dianalisis dari potensi kegiatan kawasan Purawisata, kegiatan di Purawisata, program ruang,
7
penzoningan ruang, sirkulasi, gubahan massa, tata ruang luar, tata ruang dalam, struktur, dan utilitas.
Bab 5 : Konsep Dasar Re-desain Taman Hiburan Rakyat Purawisata Bab ini menjelaskan tentang konsep dasar perancangan kembali THR Purawisata, yaitu konsep redesain berdasarkan potensi, program ruang, penzoningan ruang, sirkulasi, gubahan massa, tata ruang luar, tata ruang dalam, struktur, dan utilitas.
8