BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Perusahaan milik negara merupakan suatu perusahaan yang dimiliki oleh
pemerintah atau negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Perusahaan milik negara, merupakan suatu bentuk badan usaha yang sahamnya dimiliki oleh negara dimana terdapat variasi pembiayaan negara untuk operasional perusahaan-perusahaan tersebut. Adapun tujuan dari pembentukan perusahaan ini, disamping berorientasikan kepada profit, juga berorientasi kepada pelayanan publik terutama dalam penyediaan public goods yang sebaiknya disediakan oleh negara bagi rakyatnya. Contoh dari public goods yang disediakan oleh negara melalui perusahaan milik negara ataupun daerah adalah diantaranya: perumahan, air minum, listrik, transportasi dan infrastrukturnya (darat, laut dan udara), bahan bakar minyak, logistik, persenjataan, kesehatan dan lain sebagainya. Perusahaan negara dalam tata kelolanya sering dihadapkan kepada dilema klasik. Dilema tersebut adalah pada satu sisi perusahaan milik negara dituntut untuk memberikan pelayanan publik yang prima dengan kinerja perusahaan yang prima, tetapi disisi yang lain aspek politis dan hukum membatasi gerak langkah perusahaan milik negara tersebut untuk bergerak seagresif dan seefisien perusahaan swasta. Akibat dilema tersebut beberapa perusahaan milik negara terpaksa harus tetap mengalami defisit anggaran dari tahun ke tahun dengan resiko peremajaan infrastrukur perusahaan yang yang hampir tidak ada. Contohnya: PJKA yang tidak kunjung meremajakan armada kereta apinya, Pertamina yang sering mengalami kekurangan pasokan dari kilangnya, PT. PLN yang sering melakukan pemadaman bergilir dengan alasan penghematan pasokan listrik, dan lain sebagainya. 1
Dilema tersebut tidak hanya dialami oleh perusahaan milik negara dengan level nasional saja, melainkan dialami juga oleh perusahaan milik pemerintah yang berada pada level daerah. Salah satu perusahaan milik pemerintah daerah yang mengalami dilema tersebut adalah Perusahaan Daerah Jati Mandiri Kota Cimahi, selanjutnya di sebut PDJM. PDJM pada awalnya dibentuk dengan maksud untuk menyediakan public goods dan juga untuk memberikan kontribusi positif bagi APBD Kota Cimahi. Namun sejak dibentuk pada tahun 2006 hingga sekarang, PDJM belum dapat memberikan kontribusi positif bagi APBD Kota Cimahi. Tahun 2011 merupaan tahun yang krusial bagi PDJM Kota Cimahi,karena pada tahun tersebut PDJM direncanakan untuk meletakan pondasi menjadi satu perusahaan daerah yang mandiri. Dengan kata lain penyertaan modal dari Pemerintah Kota Cimahi sudah tidak akan diberikan lagi. Upaya merealisasikan rencana tersebut ternyata tidaklah mudah. Kenyataan yang terjadi, di tengah perjalanan banyak hal yang mempengaruhi pencapaian rencana tersebut. Oleh sebab itulah PDJM dengan segala daya dan upaya terus berupaya untuk agar kemandirian PDJM pada tahun 2012 dapat terwujud. Cukup lama PDJM megusahakan eksistensi usaha di Bandung Cimahi Junction (BCJ), dan cukup lama pula PDJM ingin mengembangkan sayap dengan mengelola unit-unit usaha lain. sejalan dengan kebijakan Pemerintah Kota Cimahi yang akan menyerahkan sebagian aset-aset usaha untuk dikelola PDJM, tidak kurang dari 13 (tiga belas) aset usaha yang akan diserahkelolakan, yaitu: 1. Baros Information Technology Creative (BITC), 2. Pasar Atas Baru,
3. Pasar Kuda, 4. Pasar Benih Ikan (PBI), 5. Rumah Desain Kemasan Cimahi (RDKC), 6. Rusunawa Cigugur, 7. Rusunawa Cibeureum, 8. GOR Sangkuriang, 9. Rumah Potong Hewan (RPH). Akan tetapi pada kenyataannya masih mengalami berbagai kendala, antara lain: •
Bandung Cimahi Junction pasca pengakhiran KSO lingga Jati Mandiri pada tanggal 3 Desember 2009, untuk meneruskan program pembangunan Ruko ternyata terkendala dengan prospek pemasaran, disebabkan tanah dengan status milik PDJM yang nota bene merupakan tanah negara tidak bisa dijual lepas sesuai dengan Peraturan yang berlaku. Berdasarkan kajian business yang dilakukan oleh Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama menyimpulkan adanya ketimpangan antara daya beli pelaku bisnis untuk Ruko yang dibangun dengan batas keuntungan wajar yang mesti diperoleh oleh PDJM. Apalagi Tanah tidak bisa menjadi hak milik sehingga dengan rekomendasi tersebut PDJM melakukan perubahan peruntukan dari Rencana Pembangunan Ruko menjadi Bangun Guna Serah (BGS) Pembangunan Pusat Niaga. Di lain pihak dengan seringnva timbul berita kurang baik tentang tanah Cibeureum agak menyurutkan pihak investor untuk menanamkan modalnya .
•
Penyerahan aset usaha dari Pemerintah Kota Cimahi kepada PDJM baru keluar Peraturan Daerahnya pad a bulan Maret 2011, hal itupun tidak serta
merta diserahkan, harus menunggu proses Berita Acara Penyerahan Formal dari Walikota Cimahi kepada PDJM dan sampai bulan Desember 2011 Penyerahan Formal belum dilakukan, maka PDJM secara de facto belum bisa mengelola aset-aset tersebut. Walaupun pada beberapa unit usaha telah dilakukan persiapan-persiapan dengan bekal Surat Penge!olaan Sementara akan tetapi belum bisa optimal melakukan kegiatan usaha sehingga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi cash-flow keuangan PDJM . •
Kendala lain yang dihadapi sebagian besar unit usaha kondisi sarana dan prasarananya harus diperbaiki terlebih dahulu dengan biaya eukup tinggi. Berdasarkan hitungan awal diperlukan dana ± 35 milyar rupiah untuk menjadikan aset-aset tersebut layak usaha, Permohonan dan ajuan Penyertaan Modal telah diajukan akan tetapi hanya memperoleh suntikan dana penyertaan modal tambahan pada tahun 2011 sebesar 4 milyar rupiah yang sebagian besar digunakan untuk pemenuhan kewajiban atas pembayaran sebagai konsekuensi dari Pengakhiran KSO Lingga Jati Mandiri. Di lain pihak pada tahun 2011 PDJM telah menyiapkan perangkat manajemen Pengelolaan untuk beberapa unit usaha dengan rekruitmen pegawai, dengan konsekuensi menimbulkan biaya tinggi untuk biaya gaji dan upah akan tetapi SDM belum bisa dioptimalkan. Hal itulah yang menghambat kemandiri PDJM sebagaimana dikemukakan di atas.
Investasi bagi suatu badan usaha merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan pada setiap periode. Hal tersebut dapat berupa ekspansi maupun pengembangan
dari
usaha
yang
sudah
berjalan
sehingga
Direksi
memperhitungkan kemampuan dana yang bisa dimanfaatkan untuk aktiva tetap yang menjadi kegiatan investasi tersebut. Setiap investasi diharapkan akan memberikan nilai tambah sesuai dengan jumlah atau nilai yang ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian setiap investasi sesuai dengan sifat usahanya, minimal mampu menutup biaya atau modal yang ditanamkan. Permasalahan yang utama pada tahun 2011 biaya investasi sangat tidak memungkinkan mengingat penyertaan modal tidak memadai untuk melakukan investasi, sehingga Direksi mengambil suatu kebijakan untuk mengadakan kerjasama investasi dengan pihak lain dengan modal aset-aset yang dimiliki, beberapa kerjasama telah terjalin untuk keperluan jangka panjang. Walaupun demikian investasi dalam rangka pertumbuhan tetap dilakukan terutama untuk melengkapi infrastruktur pada unit usaha baru seperti BITe dan Pasar Atas Baru. Menghadapi informasi yang tidak dapat diperkirakan dengan pasti, model keputusan yang diambil dengan keadaan risiko (risk), sehingga rangkaian keputusan mempunyai sejumlah kemungkinan hasil dan profitabilitas yang akan terjadi bahkan model keputusan dengan keadaan ketidakpastian ini menimbulkan hasil yang sulit ditentukan. Bentuk ketidakpastian yang dihadapi misalnya: 1.
Faktor image masyarakat terhadap masalah tanah Cibeureum,
walaupun secara hukum sudah memperoleh kepastian yang tidak terbantahkan. 2.
Faktor infrastruktur unit usaha yang dimiliki belum memadai untuk
layak usaha, dan memerlukan investasi yang tinggi, 3.
Faktor penyerahan aset yang tertunda.
Menghadapi ketidakpastian tersebut Direksi tetap menjalankan kebijakan dan strategi sehingga kegiatan usaha tetap berjalan. Salah satu strategi utama PDJM agar kegiatan usaha tetap berjalan adalah dengan melakukan restrukturisasi organisasi dengan menambah beberapa perangkat organisasi yang dibutuhkan oleh PDJM untuk mengembangkan kapasitasnya. Berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan berbagai pihak di Perusahaan Daerah Jati Mandiri (PDJM) Kota Cimahi, peneliti menemukan fakta berupa: 1.
“Struktur Organisasi PDJM Kota Cimahi yang didasarkan pada Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Jati Mandiri Kota Cimahi Nomor 73.a/Kep.Perusda/VIII/2010 Tanggal 16 Agustus 2010 tentang Susunan Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi dan Hubungan Kerja pada Perusahaan Daerah Jati Mandiri Kota Cimahi, ternyata tidak sesuai dengan struktur organisasi yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Walikota Cimahi No: 7 tahun 2006 tentang Nama, Jenis Usaha dan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah”.
Adapun Struktur Organisasi PDJM Kota
Cimahi yang didasarkan pada Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Jati Mandiri Kota Cimahi Nomor 73.a/Kep.Perusda/VIII/2010 adalah sebagai berikut:
Gambar 1.1. Struktur Organisasi PDJM Kota Cimahi yang didasarkan pada Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Jati Mandiri Kota Cimahi No: /KEP PERUSDA/XI/2010
Padahal, seharusnya keputusan direksi harus didasarkan kepada Peraturan Walikota Cimahi No: 7 tahun 2006 tentang Nama, Jenis Usaha dan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah, yakni sebagai berikut:
Gambar 1.2. Struktur Organisasi PDJM Kota Cimahi yang didasarkan pada Peraturan Walikota Cimahi No: 7 tahun 2006
Dengan Demikian Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Jati Mandiri Kota Cimahi Nomor 73.a/Kep.Perusda/VIII/2010 tentang Susunan Organisasi,
Tugas Pokok, Fungsi dan Hubungan Kerja telah melanggar Peraturan Walikota Cimahi No: 7 tahun 2006 tentang Nama, Jenis Usaha dan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah. 2. Namun pihak direksi PDJM Kota cimahi menyadari bahwa pada dasarnya Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Jati Mandiri Kota Cimahi Nomor 73.a/Kep.Perusda/VIII/2010 tentang Susunan Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi dan Hubungan Kerja, secara materiil telah melanggar Peraturan Walikota Cimahi No: 7 tahun 2006 tentang Nama, Jenis Usaha dan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah. Namun Keputusan Direksi tersebut
terpaksa harus diterbitkan dengan alasan tuntutan kebutuhan
organisasi pada masa transisi menuju PDJM mandiri pada tahun 2012. Pihak direksi PDJM Kota Cimahi menyatakan menggunakan freies ermessen atau diskresi dikarenakan kebutuhan yang semakin mendesak dikarenakan strutur organisasi PDJM yang ada pada sebelum Keputusan Direksi diterbitkan, dirasakan sudah tidak memadai lagi,seperti: a. Dalam struktur organisasi tidak terdapat staf yang membidangi Humas dan Pemasaran, Legal serta Teknisi. Padahal bidang tersebut sangat dibutuhkan oleh PDJM Kota Cimahi. Dalam Perwal No.7 tahun 2006, tidak ada satu point pun yang menyatakan tugas dari Bagian Umum dan Keuangan PDJM Kota Cimahi untuk melakukan tindakan pemasaran dan hubungan masyarakat. Padahal bagaimana mungkin suatu perusahaan daerah dapat mencapai neraca keuangan yang baik apabila tidak didukung oleh tindakan pemasaran dan hubungan masyarakat yang baik. Sejak digulirkannya proyek Bandung Cimahi Junction oleh PDJM Kota
Cimahi (proyek pusat perbelanjaan di Kota Cimahi), Bagian Umum dan Keuangan PDJM Kota Cimahi mendapatkan tambahan beban pekerjaan berupa tugas untuk melakukan tindakan-tindakan pemasaran dan hubungan masyarakat, mempersiapkan dan memastikan proses legal dan teknis berjalan dengan baik. Hal tersebut jelas merupakan beban yang berat bagi Bagian Umum dan Keuangan mengingat jumlah personil Bagian Umum dan Keuangan hanya berjumlah 4 orang dengan latar belakang bukan dari bidang pemasaran, humas, legal maupun teknisi. Disamping itu, berdasarkan observasi dan interview dengan sub bagian umum PDJM Kota Cimahi, beliau mengakui hanya untuk menyelesaikan administrasi umum (pengrasipan, korespondensi, tata laksana perkantoran serta inventarisasi dan pemeliharaan aset) PDJM Kota Cimahi yag semakin berkembang saja sudah kerepotan. Apalagi bila ditambah dengan tugas hubungan masyarakat, pemasaran ataupun urusan legal. b. Dengan digulirkannya proyek Bandung Cimahi Junction, Beban Kerja Sub. Bagian Keuangan yang semakin bertambah. Sub Bagian Keuangan hanya memiliki personil 1 orang Sehingga perlu di bantu oleh staf yang berfungsi sebagai bendahara untuk mengantisipasi peningkatan transaksi keuangan yang dilakukan oleh PDJM Kota Cimahi. c. Upaya revisi terhadap
Peraturan Walikota Cimahi No: 7 tahun 2006
tentang Nama, Jenis Usaha dan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah menemukan kendala secara politis dan memerlukan waktu dalam perubahannya karena harus di dasarkan kepada kesepakatan politis antara eksekutif dengan legislatif Kota Cimahi. Upaya negosiasi
perubahan peraturan daerah dan peaturan walikota yang mendasari gerak langkah hukum PDJM Kota Cimahi sudah diupayakan sejak tahun 2009. Namun hingga 2010 belum membuahkan hasil. Oleh sebab itu direksi berupaya untuk melakukan pendekatan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan executive review terhadap langkah apa yang harus dilakukan oleh PDJM Kota Cimahi. Kemudian diikuti dengan tindakan dialog dengan pemerintah Kota Cimahi untuk menjajaki kemungkinan dilakukannya diskresi pada struktur organisasi serta tugas pokok dan fungsi PDJM Kota Cimahi. d. Upaya untuk berdialog dengan pihak Pemerintah Kota Cimahi mengenai kebutuhan
PDJM
terhadap
Struktur
Organisasi
yang
memadai
memberikan titik temu bahwa pihak Pemerintah Kota Cimahi memahami tindakan yang dilakukan oleh Direksi PDJM, bahkan mendorong pihak PDJM melaksanakan keputusan tersebut. Dorongan Pemerintah Kota Cimahi dilandaskan bahwa PDJM harus didorong untuk penyesuaian
struktur
organisasi
dalam
rangka
melakukan
mengembangkan
kapasitasnya untuk dapat mengelola 13 aset Pemerintah Kota Cimahi pada tahun 2011, serta dalam rangka menuju PDJM yang mandiri pada tahu 2012. Berlandaskan hal tersebut, maka pada rentang waktu bulan Mei – Juli 2011, PDJM melakukan kerjasama penyusunan “Standar Operational Procedure Administrasi Perkantoran PDJM” dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran. Dari Kerjasama tersebut, disepakati suatu struktur organisasi yang dianggap ideal bagi PDJM, dan PDJM memiliki niat yang kuat untuk
merealisasikan struktur organisasi tersebut dan berupaya agar struktur organisasi tersebut segera ditetapkan dalam bentuk Peraturan Walikota. Namun hal tersebut menemui kendala. Kondisi keuangan PDJM belum memadai untuk melakukan restrukturisasi tersebut pada tahun 2011. Restrukturisasi dengan dasar terbitnya Peraturan Walikota yang baru, diperkirakan baru bisa dilakukan paling cepat pada tahun 2012. Itupun jika PDJM dapat segera meningkatkan kinerja keuangan untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan proses restrukturisasi organisasi tersebut. Berdasarkan hal diatas, penulis melihat inisiatif diskresi jajaran Direksi PDJM merupakan salahsatu tindakan strategis dalam mempertahankan kondisi bisnis PDJM agar dapat terus berkembang dalam kondisi transisi. Sehingga penulis merasa perlu untuk mengkaji lebih lanjut tentang diskresi yang dilakukan oleh PDJM tersebut. Adapun Struktur Organisasi ideal yang hendak dituju oleh PDJM adalah sebagai berikut:
Gambar 1.3. Struktur Organisasi PDJM Kota Cimahi yang hendak direalisasikan.
Berdasarkan observasi dan interview, peneliti mendapatkan fakta-fakta dampak dari diskresi sebagai berikut: a. Setelah struktur organisasi menyediakan staf yang membidangi Humas dan Pemasaran, maka bidang pekerjaan hubungan masyarakat dan pemasaran PDJM Kota Cimahi
menjadi lebih progresif bergerak
dibandingan dengan sebelumnya. Disamping itu, Sub Bagian Umum yang semula menjadi tumpuan beban pekerjaan dapat kembali berkonsentrasi kepada pekerjaan pokoknya yang menjadi amanat dari Peraturan Walikota No.7 Tahun 2006. b. Dengan adanya staf Legal, maka Sub Bagian Umum yang semula menjadi konseptor dari berbagai draft legal PDJM Kota Cimahi dapat kembali
berkonsentrasi kepada pekerjaan pokoknya yang menjadi amanat dari Peraturan Walikota No.7 Tahun 2006. c. Dengan Adanya staf teknisi, Sub Bagian Umum yang semula menjadi tumpuan beban pekerjaan dapat kembali berkonsentrasi kepada pekerjaan pokoknya yang menjadi amanat dari Peraturan Walikota No.7 Tahun 2006. Hal tersebut sangat membantu Bagian Umum dan Keuangan, karena permasalahan teknis akan ditangani oleh yang menjadi ahlinya. d. Beban Kerja Sub. Bagian Keuangan semakin bertambah telah terbantu dengan adanya bantuan staf yang berfungsi sebagai bendahara. Sehingga Sub Bagian Keuangan dapat lebih berkonsentrasi dalam proses pengelolaan neraca keuangan tanpa harus terganggu konsenatrasinya dengan fluktuasi proses transaksi keuangan PDJM Kota Cimahi. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka peneliti mendapatkan indikasi permasalahan bahwa diskresi pada Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Jati Mandiri Kota Cimahi Nomor 73.a/Kep.Perusda/VIII/2010 tentang Susunan Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi dan Hubungan Kerja telah meningkatkan kinerja PDJM Kota Cimahi dalam masa transisi tersebut. Pada dasarnya diskresi tersebut merupakan tindakan yang dianggap melanggar hukum, namun keadaan transisi ini memaksa PDJM melakukan hal tersebut . Oleh sebab itu, peneliti bermaksud untuk meneliti diskresi pada Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Jati Mandiri Kota Cimahi Nomor: 73.a/Kep.Perusda/VIII/2010 tentang Susunan Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi dan Hubungan Kerja pada Perusahaan Daerah Jati Mandiri Kota Cimahi, untuk mengetahui lebih lanjut tentang realitas Diskresi pada PDJM Kota Cimahi dalam perspektif administrasi publik.
1.2.
Rumusan Masalah
Dari identfikasi masalah tersebut maka terindikasi terjadi diskresi pada susunan organisasi, tugas pokok, fungsi dan hubungan kerja pada Perusahaan Daerah Jati Mandiri Kota Cimahi telah meningkatkan kinerja PDJM Kota Cimahi. Beranjak dari hal tersebut, dapat dikemukakan pernyataan masalah (problem statement) sebagai berikut: “Diskresi susunan organisasi, tugas pokok, fungsi dan hubungan kerja pada Perusahaan Daerah Jati Mandiri Kota Cimahi telah meningkatkan kinerja PDJM Kota Cimahi, namun di sisi lain tindakan diskresi tersebut dianggap suatu tindakan melanggar hukum”. Berkaitan dengan pernyataan masalah tersebut maka dirumuskan masalah (problem questions) utama sebagai landasan penelitian yaitu: “Bagaimana pelaksanaan diskresi pada susunan organisasi, tugas pokok, fungsi dan hubungan kerja pada PD Jati Mandiri Kota Cimahi dalam perspektif administrasi publik”.
1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian Maksud Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang realitas pelaksanaan diskresi pada susunan organisasi, tugas pokok, fungsi dan hubungan kerja pada PD Jati Mandiri Kota Cimahi dalam perspektif administrasi publik.
1.3.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan bagaimana pelaksanaan diskresi pada susunan organisasi, tugas pokok, fungsi dan hubungan kerja pada PD Jati Mandiri Kota Cimahi dalam perspektif administrasi publik, sehingga dapat diketahui dan dipahami kelemahan dan kekeliruan yang terjadi. Disamping itu, secara keilmuan, penelitian ini bertujuan untuk pengembangan studi administrasi publik tentang diskresi dalam perspektif administrasi publik. Dengan memahami secara mendalam pelaksanaan diskresi pada susunan organisasi, tugas pokok, fungsi dan hubungan kerja pada PD Jati Mandiri Kota Cimahi dalam perspektif administrasi publik disertai dengan permasalahannya, diharapkan akan memunculkan konsep diskresi yang lebih tepat untuk menjawab perkembangan administrasi publik, terutama bagi perusahaan-perusahaan milik pemerintah daerah dalam menjawab berbagai tantangan yang dihadapinya. 1.4.
Kegunaan Penelitian 1. Dari aspek keilmuan (secara teoritik) penelitian ini berguna dalam rangka pengembangan ilmu administrasi, dengan cara menjelaskan fenomena diskresi. Penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal bagi studi yang lebih mendalam untuk mencapai pemahaman-pemahaman baru dalam studi diskresi. 2. Dari aspek guna laksana (secara praktis) penelitian ini bermanfaat dalam melakukan upaya pendalaman teori-teori diskresi, dan menghadapkan hasil studi yang mendalam ini pada situasi konkrit dan aktual. Hasil analisis dari penelitian ini secara umum dapat dimanfaatkan untuk
diagnosis kasus diskresi di tempat lainnya. Secara spesifik penelitian ini bermanfaat untuk mempertajam pemahaman mengenai diskresi yang dilakukan oleh perusahaan milik pemerintah daerah, dimana perusahaan milik pemerintah daerah selalu dihadapkan pada potensi melakukan diskresi dikarenakan kecepatan perkembangan tuntutan publik terhadap perusahaan daerah tersebut mungkin saja tidak dapat terakomodasi oleh peraturan daerah yang memayungi perusahaan daerah tersebut, seperti apa yang dialami oleh PD Jati Mandiri Kota Cimahi pada saat ini. Penelitian ini terbuka untuk dievaluasi dan dimanfaatkan bagi kepentingan perkembangan kajian diskresi perusahaan milik daerah di masa yang akan datang.