ANALISIS PERAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI BAYAM
SITI NABILA YUNIAR
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul analisis peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap produksi dan pendapatan usahatani bayam adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2016 Siti Nabila Yuniar NIM H3410009
5 ABSTRAK SITI NABILA YUNIAR. Analisis Peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Bayam. Dibimbing oleh DWI RACHMINA. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu, mendeskripsikan pemanfaatan KUR oleh petani bayam serta menganalisis peran kredit terhadap produksi dan pendapatan usahatani bayam di Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan dengan metode survey melalui wawancara kepada 31 petani dengan bantuan kuesioner. Petani bayam dikelompokkan berdasarkan pemanfaatan kreditnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisis deskriptif dalam menganalisis pendapatan petani dengan metode R/C rasio. Hasil penelitian menunjukan dalam pelaksanaannya rata-rata penggunaan kredit berkisar sebesar 60.18%, masih banyak petani yang memanfaatkan kreditnya untuk kebutuhan lain, terutama konsumsi keluarga. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat fungibility of credit, yaitu suatu kondisi adanya penggunaan kredit selain untuk kebutuhan usahatani. Selisih jumlah produksi bagi petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah dan dan pemanfaatan kredit yang tinggi adalah sebesar 73 kg/1000 m² luas lahan yang digunakan. Sedangkan selisih jumlah pendapatan total yang diperoleh petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah dan petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi adalah sebesar Rp220 862.00/1000 m² luas lahan yang digunakan. Kata kunci: pemanfaatan kredit, pendapatan, produksi ABSTRACT SITI NABILA YUNIAR. Analysis of role of the People's Business Credit (KUR) to Spinach Farming Production and farming Income. Supervised by DWI RACHMINA. This research consisted two main aims, that are to describe KUR utilization by spinach farmers which used by them and to analyze roles of credit in spinach farming production and revenues. Research method which used in this research is survey method through interviews to 31 farmers with questionnaires. Spinach farmers were grouped by the credit utilizations. The analysis tools which used in this research methods were descriptive qualitative, and analysis R/C ratio. The results showed that in practice, the average of credit utilization around 60.18%, which are still many farmers who used the credit for other needs, especially in family consumption. Based on the result, there was fungibility of credit which it is a condition of credit’s usage outside of farming activities. The difference of the production number for farmers with low credit utilization and utilization and high credit is equal to 73 kg/1000 m² of used area. While the difference of the number of farmers' total income earned by a low credit utilization and farmers with high credit utilization was Rp220 862.00/1000 m² area is used. Keyword : credit utilization, farming income, production
6
7
ANALISIS PERAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI BAYAM
SITI NABILA YUNIAR
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
8
10
11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2016 ini ialah Pembiayaan, dengan judul Analisis Peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Bayam. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis mulai dari penulisan proposal hingga penyelesaian skripsi. Terima kasih juga untuk Dr Ir Joko Purwono, MS dan Tintin Sarianti, SP MM selaku dosen penguji sidang skripsi yang telah memberikan masukan dan komentar membangun bagi perbaikan karya ilmiah penulis. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Muhammad Ilham selaku pembahas pada seminar hasil penelitian skripsi penulis. Disamping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mochammad Suratin beserta staffnya di BRI unit Cibungbulang yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data pada penulisan karya ilmiah ini. Penulis ucapkan terima kasih juga kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan berupa beasiswa bidikmisi kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan untuk kedua orang tua Ayahanda Agus Gumelar dan Ibunda Euis Muhafillah atas dukungan, semangat dan doa yang diberikan. Terima kasih juga untuk adik-adik Widia Puspa Meilani dan Moch. Dava Abdillah Gumelar yang selalu memberikan semangat dan doa. Terima kasih kepada Ibu Dewi atas bantuannya selama ini. Terima kasih kepada seluruh keluarga Agribisnis 49, Pondok Inspirasi, Paguyuban Bidikmisi IPB dan teman teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas doa, semangat dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, November 2016
Siti Nabila Yuniar
12
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Kredit pada Kegiatan Usahatani Peran Kredit Terhadap Produksi Peran Kredit Terhadap Pendapatan Petani KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Penentuan Sampel Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data GAMBARAN UMUM Keadaan Umum Desa Ciaruteun Ilir Budidaya bayam di lokasi penelitian Gambaran Umum Kredit Usaha Rakyat di BRI unit Cibungbulang Karakteristik Responden HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan KUR oleh Petani Bayam Peran Kredit terhadap Produksi Usahatani Bayam Peran Kredit terhadap Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
ii ii ii 1 1 4 4 5 5 5 5 7 8 8 14 16 16 16 16 17 17 19 19 20 23 25 28 28 30 37 39 39 39 40 44
ii DAFTAR TABEL 1 Alokasi kredit formal berdasarkan sektor ekonomi tahun 2012-2014 2 Target, realisasi dan produksi tanaman sayuran menurut jenis tanaman di Bogor tahun 2013-2014 3 Penentuan sampel penelitian berdasarkan pemanfaatan kredit 4 Penggunaan lahan di Desa Ciaruteun Ilir 5 Karakteristik petani responden berdasarkan status usaha 6 Karakteristik petani responden berdasarkan usia 7 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan 8 Karakteristik petani responden berdasarkan tanggungan keluarga 9 Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan 10 Proporsi pemanfaatan kredit secara umum oleh petani responden di Ciaruteun Ilir tahun 2015-2016 11 Jumlah kebutuhan rata-rata input produksi per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit dalam satu musim tanam periode 2015-2016 12 Jumlah kebutuhan rata-rata tenaga kerja (HOK) per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit dalam satu musim tanam periode 2015-2016 13 Penerimaan rata-rata petani bayam per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit dalam satu musim tanam periode 2015-2016 14 Struktur biaya per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit dalam satu musim tanam periode 2015-2016 15 Produksi rata-rata per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit dalam satu musim tanam periode 2015-2016 16 Analisis pendapatan dan R/C rasio per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit dalam satu musim tanam periode 2015-2016 17 Rata-rata return to labor dan return to capital per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit dalam satu musim tanam periode 2015-2016
1 2 17 20 25 26 27 27 28 29 31
33 34 35 36 38
38
DAFTAR GAMBAR 1 Kurva Penggunaan Input dan Faktor Produksi 2 Kurva penggunaan input Xi dengan Nilai Produk Marjinal (NPM) 3 Kerangka Pemikiran Operasional
10 11 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 Perbandingan pendapatan petani ushatani bayam berdasarkan pemanfaatan kredit (per musim tanam per 1000 m²) 2 Pemanfaatan kredit oleh petani bayam di Ciaruteun Ilir periode tanam 2015-2016
42 43
PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya permodalan yang dimiliki oleh petani. Para petani dalam pelaksanaanya kesulitan dalam akses terhadap permodalan formal, hal ini juga dikarenakan skala usaha pertanian yang dimiliki masih relatif kecil. Skala usaha yang relatif kecil ini membuat para petani tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan akumulasi modal. Pengalokasian kredit perbankan di sektor pertanian masih relatif kecil. Berdasarkan data dari Bank Indonesia (2014) dari Rp3 676 triliun kredit untuk sektor perekonomian, penyaluran kredit terbesar ke sektor perdagangan mencapai 21.49 persen, sedangkan ke sektor pertanian hanya 5.98 persen atau sebesar Rp220 triliun. Alokasi kredit formal menurut sektor ekonomi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Alokasi kredit formal berdasarkan sektor ekonomi tahun 2012-2014 Sektor Ekonomi Pertanian, perikanan, kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas, dan air Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan Real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan Jasa-Jasa Tidak Teridentifikasi Jumlah
Posisi Kredit (Juta Rp) 2012 2013 2014 147 944 703 183 533 074 220 084 761
104 207 308
126 826 171
141 823 518
445 807 195 59 073 096 95 948 401 544 441 033
577 881 328 79 493 077 116 090 490 703 643 870
660 537 091 81 130 105 147 266 181 790 391 919
122 326 713
163 498 376
171 873 407
292 612 254
370 521 375
363 007 723
62 124 076 850 671 016 2 725 155 804
83 850 748 913 401 268 3 318 759 777
100 338 756 1000 000 000 3 676 453 461
Sumber: Bank Indonesia 2014
Rendahnya penyaluran kredit di sektor pertanian, dikarenakan sektor ini dinilai pihak perbankan memiliki risiko tinggi sehingga perlu sikap berhati-hati yang tinggi juga. Alasan lain perbankan menyalurkan kredit ke sektor pertanian dalam jumlah yang kecil, karena di sektor ini sering terjadi gagal panen, fluktuasi harga dan usahanya sebagian besar dipengaruhi oleh faktor cuaca. Seharusnya perbankan memberikan porsi lebih besar pada kredit pertanian, karena pertanian merupakan salah satu sektor usaha yang bisa diandalkan (Ashari 2007). Hal ini didukung dari beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa bahwa petani masih mengalami kesulitan dalam memperoleh modal atau kredit, dan
2 keterbatasan ini disebabkan sulitnya prosedur pengajuan kredit dan syarat agunan yang ditetapkan perbankan, sehingga petani lebih mengandalkan pinjaman dari tengkulak dengan suku bunga yang tinggi. Menurut Nwaru et al. (2006), kredit menjadi faktor penting pada kegiatan produksi. Pentingnya kredit didasarkan pada kenyataan bahwa kredit dapat meningkatkan akumulasi modal usahatani. Keberadaan kredit benar-benar dibutuhkan oleh petani untuk tujuan produksi, pengeluaran hidup sehari-hari sebelum hasil panen terjual. Penguasaan lahan yang tergolong sempit, upah yang mahal dan kesempatan kerja terbatas di luar musim tanam, menyebabkan sebagian besar petani tidak dapat memenuhi biaya hidupnya dari satu musim ke musim lainnya tanpa pinjaman. Penyaluran kredit kepada petani diharapkan dapat berdampak pada peningkatan produksi dan pendapatan usahatani. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Oleh Dewi (2016) melihat adanya peranan kredit yang berperan terhadap peningkatan produksi padi sebesar 18,93 persen. Peningkatan produksi terjadi karena adanya pengaruh kredit dengan meningkatkan penggunaan input. Kredit berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usahatani. Selain kredit, variabel lainnya seperti harga output dan harga pupuk KCl juga berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani. Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah berbasis pertanian dengan kondisi alam yang cocok untuk dilakukan budidaya berbagai tanaman pertanian sehingga daerah ini sangat potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan hasil sensus pertanian yang dilakukan oleh BPS (2015), menunjukkan bahwa lahan pertanian di Kabupaten Bogor sebagian besar berada pada lahan bukan sawah besar 2 476 ha atau sekita 76.75 persen. Hal ini menjadi salah satu alasan pertanian di Kabupaten Bogor sangat potensial untuk dikembangkan khususnya dalam mengembangkan komoditas yang cocok ditanam pada lahan bukan sawah, salah satunya hortikutura. Tabel 2 Tahun 2012 2013 2014
Perkembangan realisasi kredit perbankan umum di sektor pertanian Kabupaten Bogor tahun 2012-2014 (dalam miliar Rp) Kredit Perbankan Kredit sektor Proporsi kredit untuk pertanian sektor pertanian (%) 147 944 703 302 163 0.002042 183 553 074 288 277 0.001571 220 084 761 241 408 0.001097
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor (2015)
Berdasarkan Tabel 2, mengenai kinerja perbankan umum yang ada di Bogor diketahui bahwa dari sekitar Rp220 084 761 milyar kredit yang disalurkan oleh perbankan hanya berkisar kurang dari satu persen saja yang disalurkan untuk sektor pertanian. Keseluruhan total kredit yang disalurkan untuk sektor pertanian hanya sekitar Rp241 408 milyar. Padahal sektor pertanian memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap PDRB di Kabupaten Bogor. Jumlah PDRB yang dihasilkan dari sektor pertanian pada tahun 2013 mencapai Rp33 147.45 milyar.
3 Perumusan Masalah Kredit merupakan salah satu alternatif utama untuk para petani mendapatkan tambahan modal dalam menjalankan kegiatan usahataninya. Dengan adanya kredit diharapkan mampu membantu petani untuk meningkatkan skala usaha maupun produktivitas usahanya. Fungsi dari kredit dapat dilihat melalui peningkatan jumlah penggunaan input produksi, meningkatnya penggunaan input diharapkan juga dapat meningkatkan jumlah produksi. Jika produksi meningkat dan diikuti dengan harga produk yang sesuai tentunya akan berdampak pada peningkatan pendapatan petani. Peningkatan pendapatan yang diterima petani dapat mengisyaratkan kepada perbankan bahwa sebenarnya usahatani yang dijalankan bisa berkembang karena adanya kredit, dan selanjutnya diharapkan kepada perbankan agar dapat menambah proporsi kreditnya untuk sektor pertanian khususnya usahatani bayam. Salah satu jenis kredit yang disalurkan kepada petani untuk mengantisipasi kekurangan modal tersebut yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR). Realisasi KUR secara nasional pada tahun 2012 mencapai Rp34 239 milyar, kemudian meningkat sebesar 159.16% pada triwulan 1 tahun 2013 atau sebesar Rp34.54 milyar. Sampai saat ini plafon kredit usaha rakyat yang sudah disalurkan per 31 Desember 2012 sebesar Rp97,6 trilyun dengan jumlah debitur mencapai Rp7.68 juta. Rata-rata kredit per nasabah sekitar Rp12.7 juta dan rata-rata kredit usaha dari BRI KUR mikro sebesar Rp6.6 juta per debitur. Penyalur kredit terbesar saat ini adalah Bank Rakyat Indonesia atau 60.6 persen dari total seluruh realisasi kredit, yang saat ini memiliki jaringan terbesar ke pelosok daerah. KUR yang disalurkan oleh BRI kepada usaha mikro adalah terbesar mencapai 47,79 persen dari total keseluruhan KUR yang disalurkan. Jumlah debitur mikro yang dilayani juga mencapai sekitar 7,0 juta orang atau 91,84 persen dari seluruh debitur di Indonesia. Dengan demikian, usaha mikro yang mendapatkan kredit usaha rakyat sebesar 12,68 persen dari total usaha mikro di Indonesia (KomiteKUR, 2014). Rendahnya bunga kredit KUR disebabkan adanya subsidi bunga yang diberikan oleh pemerintah sebesar 9% juga menjadi alasan masyarakat dalam memilih kredit usaha rakyat ini menjadi salah satu solusi untuk menambah permodalan bagi usahatani bayam yang dijalankannya. Peningkatan jumlah KUR dan bunga kredit yang rendah diharapkan dapat membantu petani dalam peningkatan produksi dan pendapatan yang dihasilkan. Penyaluran KUR secara keseluruhan di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan. Jika dibandingkan dengan kondisi produksi dan realisasi tanaman hortikultura ataupun produksi bayam menunjukkan kondisi yang berlawanan yaitu terjadinya penuruan produksi. Kabupaten Bogor memang memberi kontribusi terbesar produksi bayam dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Jawa Barat. Hal lainnya yang mendukung adalah bahwa bayam merupakan sayuran yang paling banyak ditargetkan pada setiap tahunnya. Hal ini menunjukan tanaman bayam yang sangat diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi PDRB Bogor.. Salah satu hal yang menyebabkan sulitnya menaikan realisasi target produksi pada usahatani bayam diduga adalah modal pertanian yang terbatas. Menurut Suryana et al. (2001), keberadaan kredit benar-benar dibutuhkan oleh petani untuk tujuan produksi, pengeluaran hidup sehari-hari sebelum hasil panen
4 terjual dan untuk pertemuan sosial lainnya. Dengan demikian hal ini berkolerasi dengan penyaluran kredit pertanian di Kabupaten Bogor yang cenderung megalami penurunan setiap tahunnya. Peningkatan realisasi KUR yang tidak sejalan dengan produksi dan realisasi penanaman bayam, kemungkinan disebabkan penyalurannya yang masih rendahpada sektor pertanian. Selain itu, adanya dugaan bahwa kredit yang disalurkan pada petani tidak selalu digunakan untuk usahataninya tetapi digunakan untuk usaha-usaha non pertanian yang tidak sesuai dengan alokasi pemanfaatan kredit yang seharusnya (fungibility of credit). Permasalahan tersebut juga diduga menjadi salah satu penyebab tidak optimalnya peran kredit terhadap peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bayam. Pemanfaatan kredit yang baik diharapkan bisa memberikan peran yang optimal bagi usahatani. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian tentang peran kredit usaha rakyat terhadap pendapatan usahatani bayam sangat relevan dan penting untuk dilaksanakan. Untuk itu permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pemanfaatan kredit untuk usahatani bayam? 2. Apakah kredit berperan terhadap peningkatan produksi usahatani bayam ? 3. Apakah terjadi berperan terhadap peningkatan pendapatan petani bayam? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berperan atau mempengaruhi dan memiliki keterkaitan dengan peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap produksi dan pendapatan usahatani bayam. 1. Mengetahui pemanfaatan kredit yang diperoleh untuk usahatani bayam. 2. Menganalisis peranan kredit terhadap peningkatan produksi usahatani bayam. 3. Menganalisis peranan kredit terhadap pendapatan petani bayam. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Menjadi masukan bagi pihak Bank untuk terus meningkatkan sumber permodalan salah satunya melalui kredit program dengan bunga rendah untuk membantu petani. Serta dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pemberian dan penyaluran kredit dari lembaga keuangan kepada petani. 2. Memberikan informasi kepada kepada petani bahwa dengan penggunaan kredit dapat membantu petani memenuhi kebutuhan input serta meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani. 3. Secara akademis manfaat dari penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi dan bahan masukan bagi penelitian sejenis untuk menyempurnakan penelitian selanjutnya.
5 Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup yang akan dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada masalah penggunaan kredit terhadap peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bayam. Kredit yang digunakan pada penelitian ini adalah Kredit Kredit Usaha Rakyat (KUR) Peranan kredit pada usahatani bayam dibatasi pada produksi dan pendapatan usahatani. Analisis yang akan digunakan adalah Analisis yang digunakan adalah pendapatan petani, R/C rasio, return to labor, dan return to capital.
TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Kredit pada Kegiatan Usahatani Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memberikan sumbangan terbesar bagi pendapatan suatu negara maupun sebagai sumber pendapatan mayoritas penduduk. Namun, saat ini usaha-usaha di sektor pertanian sudah banyak beralih kepada usaha non-pertanian. Modal yang kurang memadai dari lembaga keuangan atau sumber formal, dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat memengaruhi penurunan kinerja usaha maupun pengalihan usaha di sektor ini. Sehingga lembaga pembiayaan yang bertugas menyediakan modal tersebut dianggap belum mampu memberikan peranan yang baik. Hal lain yang dapat menyebabkan kurang optimalnya suatu kegiatan usahatani adalah penggunaan modal (kredit) yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Modal atau kredit yang diperoleh seringkali tidak sepenuhnya digunakan untuk usahatani, sehingga bisa menyebabkan adanya fungibility of credit pada suatu usahatani. Hasil penelitian oleh Purnamayanti (2014), adanya pengajuan kredit oleh petani yang tidak mengalami keterbatasan modal menyebabkan penggunaan kredit lebih banyak untuk usaha non-pertanian. Kondisi tersebut menyebabkan adanya fungibility of credit dan kredit tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan pendapatan. Penelitian lainnya tentang penggunaan kredit pada suatu usahatani masih lebih besar untuk usaha non pertanian dan kebutuhan konsumtif. Menurut Karyanto (2008) menyebutkan bahwa pemanfaatan dana kredit dapat memberikan dampak yang positif terhadap usahatani padi, namun petani sering mengalami penunggakan pengembalian kredit yang salah satunya penyebabnya adalah penggunaan kredit untuk kebutuhan lain seperti, membiayai sekolah anak, membeli perabotan rumah dan kebutuhan konsumsi sehari-hari.
Peran Kredit Terhadap Produksi Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pengembangan usahatani. Pengembangan usahatani dapat ditunjukkan oleh adanya peningkatan penggunaan input maupun peningkatan produksi. Peningkatan produksi (output) dapat dicapai dengan cara menambah jumlah input atau menerapkan suatu teknologi baru. Penambahan input maupun penggunaan teknologi baru akan diikuti dengan penambahan modal. Sehingga, untuk melaksanakan peningkatan kinerja pada
6 usahatani berarti juga harus meningkatkan penggunaan modal. Modal yang digunakan dapat bersumber dari modal sendiri maupun modal pinjaman (kredit). Tetapi, modal sendiri relatif dimiliki dalam jumlah sedikit, maka sebagai penambah modal usaha para petani beralih pada kredit yang tersedia pada saat diperlukan. Berkaitan dengan program perkreditan produksi pertanian, pemerintah mengutamakan untuk menyediakan sejumlah pinjaman dengan suku bunga yang rendah dan prosedur penyaluran yang mudah. Namun, masih banyak petani yang terikat dengan sumber pinjaman tidak formal dengan suku bunga yang sangat tinggi. Oleh karena itu, untuk membantu petani diperlukan adanya lembaga perkreditan formal yang menyediakan pinjaman dengan beban yang ringan. Kebiasaan petani di Indonesia tidak biasa melakukan perencanaan anggaran yang baik untuk kegiatan produksi sehingga anggaran yang seharusnya untuk modal kerja terpakai untuk kegiatan lainnya seperti kebutuhan rumah tangga. Hal tersebut menyebabkan saat petani tersebut membutuhkan modal kerja mereka tidak memilikinya sehinga membutuhkan tambahan modal kerja dari yang lainnya. Salah satu pihak yang memberi bantuan adalah Bank.. Seperti yang diungkapkan Ana verawati, 2012 dalam penelitiannya “Pengaruh Pemberian Kupedes PT. Produksi BRI (Persero) Tbk Terhadap Tingkat Pendapatan Pengusaha Kecil di Sidikalang " menyatakan bahwa penggunaan besarnya output produksi yang dihasilkan tergantung dengan jumlah input yang digunakan, inputinput tersebut didapatkan dengan adanya modal dari sendiri dan modal dari pihak ke tiga yaitu bank berupa pemberian kredit. Dampak pemberian kredit dapat bersifat positif maupun negatif, seperti yang dikemukaan Dina et al. (2012) pada penelitian “Dampak Pemberiaan Kredit terhadap Produksi dan Pendapatan usahatani Jagung di Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur, mengemukakan bahwa hasil produksi jagung petani yang menggunakan kredit per ha sebesar 6 587.30 kg lebih besar daripada petani non kredit yaitu 5 528.93 kg. Pernyataan tersebut membuktikan bahwa adanya penambahan modal kerja akan berpengaruh positif terhadap hasil produksi. Menurut Dewi (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi dalam Peningkatan Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Kampar Riau” mengemukakan bahwa kredit yang digunakan berperan terhadap peningkatan produksi padi sebesar 18.93%. Peningkatan produksi terjadi karena adanya pengaruh kredit dengan meningkatkan penggunaan input. Hal lainnya didukung pula oleh penelitian Ramdhanu (2014) yang berjudul “Pengaruh Kredit Kupedes BRI terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi di Kecamatan Kroya, Indramayu” menyatakan bahwa setelah mendapatkan kredit produksi padi di Kecamatan Kroya mengalami kenaikan, yang awalnya hanya dapat menghasilkan 7.92 ton tetapi setelah mendapatkan kredit menjadi 8.7 ton. Hasil tersebut diperkuat dengan hasil uji-t yang menyatakan kredit berpengaruh terhadap produksi. Adakalanya peningkatan produksi yang dipengaruhi oleh kredit juga tidak berdampak banyak pada produksi, jika jumlah kredit yang disalurkannya tidak terlalu besar. Seperti yang diungkapkan oleh Wati (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Akses dan dampak kredit mikro terhadap produksi dan pendapatan padi organik di Kabupaten Bogor” bahawa akses kredit dapat memberikan dampak positif terhadap produksi padi organik. Dampak tersebut masih relatif
7 rendah mengingat jumlah kredit hanya memenuhi sebesar 19.59% dari biaya usahatani padi organik. Peran Kredit Terhadap Pendapatan Petani Kredit merupakan salah satu sumber modal dalam usahatani., pada umumnya kredit berperan dalam pengadaan faktor-faktor produksi, sehingga dapat dikatakan kredit secara tidak langsung termasuk dalam kegiatan produksi. Fitrianingsih (2008) menyatakan bahwa pemberiaan kredit terhadap sektor pertanian berpengaruh postif terhadap pendapatan petani. Dikarenakan adanya penambagan modal untuk membeli input produksi, sehingga produksi usahataninya berjalan dengan baik. Usahatani bayam bisa berjalan dengan baik jika petani dalam menjalankan usahanya menggunakan input-input produksi yang memadai, seperti jika terjadi kekurangan hara pada tanaman bayamnya maka petani tersebut dapat langsung merespon kekurangan hara tersebut dengan penambahan pupuk. Petani dapat melakukan pencegahan karena mempunyai modal untuk membeli input-input produksinya. Dina et al. (2012) pada penelitian dampak pemberian kredit terhadap produksi dan pendapatan usahatani jagung di kecamatan bandar sribhanwono Kabupaten Lampung Timur mengemukakan bahwa hasil pendapatan per ha sebesar Rp4 528 948.20, sedangkan bahwa hasil pendapatan per ha petani kredit sebesar Rp3 846 228.18. Hal tersebut menunjukan kondisi kredit tidak selalu memberikan korelasi yang positif terhadap pendapatan, sehingga setelah menggunakan kredit pendapatan yang didapat mengalami penurunan. Menurut Dewi (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi dalam Peningkatan Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Kampar Riau” mengemukakan bahwa Kredit berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usahatani. Selain kredit, variabel lainnya seperti harga output dan harga pupuk KCl juga berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani. Kemudian penelitian lainnya yang dikemukaan oleh ramdhanu (2014) yang berjudul “Pengaruh Kredit Kupedes BRI terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi di Kecamatan Kroya, Indramayu” juga mendukung bahwa kredit berperan dalam peningkatan pendapatan yang diperoleh oleh petani. Pada penelitian tersebut menghasilkan pendapatan usahatani padi setelah mendapatkan kredit mengalami kenaikan sebesar Rp3 672 748 dibandingkan dengan kondisi sebelum menerima kredit. Berbeda halnya dengan penelitian yang lain, penelitian Sari C (2011) yang berjudul “Pengaruh Kredit Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) terhadap produksi dan pendapatann petani belimbing” mengemukakan bahwa Pengaruh kredit PKBL yang diperoleh petani responden tidak memberikan dampak terhadap peningkatanpendapatan petani responden. Halini dikarenakan pada tahun 2010 banyak petani yang mengalami serangan HPT dan cuaca buruk yang menyebabkan gagal panen sehingga terjadi penurunan jumlah produksi. Selain itu, kredit tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan dikarenakan banyak petani yang tidak menggunakan dana kredit untuk kegiatan usahatani, melainkan untuk keperluan rumah tangga.
8 Peranan kredit juga dapat dilihat dari perubahan kondisi usahatani sebelum dan setelah adanya pembiayaan atau membandingkan kondisi usahatani yang mendapatkan pembiayaan dengan tidak mendapatkan pembiayaan. Berbagai hasil penelitian sebelumnya mengenai pengaruh kredit dalam peningkatan usahatani baik dari sisi produksi, pendapatan, penyerapan tenaga kerja dan sebagainya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kredit dapat meningkatkan produksi namun belum dapat meningkatkan pendapatan atau pendapatan. Meskipun terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kredit dapat meningkatkan pendapatan, namun masih sangat minim. Penyebab tidak berpengaruhnya kredit terhadap produksi dan pendapatan adalah dapat disebabkan karena penggunaan kredit yang tidak optimal, dimana kredit digunakan untuk kebutuhan konsumsi. Selain itu, juga adanya faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap produksi maupun pendapatan usahatani seperti pengalaman ataupun keahlian petani dalam mengelola usahatani dan kemampuan menggunakan modal untuk memenuhi kebutuhan input secara tepat. Meskipun kredit tidak selalu berpengaruh positif terhadap peningkatan usaha, namun kredit akan selalu dibutuhkan oleh petani dalam perbaikan usahanya. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Prinsip Pemberian Kredit Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, maka bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Kriteria penilaian kredit yang harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan dilakukan dengan analisis 5C (Kasmir, 2004). Penilaian kredit dengan metode analisis 5C, yaitu: 1. Character Sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit harus dapat dipercaya yang tercermin dari latar belakang nasabah baik latar belakang yang bersikap pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti: cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan sosial standingnya. Character merupakan ukuran untuk menilai kemauan nasabah membayar kreditnya. Menurut Dendawijaya (2005) informasi mengenai calon debitur dapat diperoleh dengan cara bekerjasama dengan kalangan perbankan maupun kalangan bisnis lainnya. Informasi dari kalangan perbankan diperoleh melalui surat menyurat atau koresponden antar bank yang dikenal dengan bank informasi, termasuk permohonan resmi kepada Bank Indonesia (BI) untuk memperoleh informasi tentang calon debitur, baik mengenai pribadinya maupun perusahaan atau bisnis yang dimiliki. 2. Capacity Untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit yang dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta kemampuannya mencari laba. Sehingga akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.
9 3. Capital Penggunaan modal yang efektif dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya. Capital adalah untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank. 4. Collateral Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu masalah, jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin. 5. Condition Kondisi ekonomi pada masa sekarang dan yang akan datang harus dinilai sesuai dengan sektor masing-masing. Prospek usaha dari sektor yang dijalankan oleh nasabah juga harus dinilai. Penilaian prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil. Peranan Kredit dalam Peningkatan Produksi Menurut Muljono (1990) kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pembelian atau peminjaman dengan janji pembayaran akan dilakukan atau ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati. Beberapa literatur menyebutkan bahwa istilah kredit berasal dari bahasa Latin credo atau credere, yang berarti kepercayaan atau trust. Kredit mengandung pengertian adanya suatu kepercayaan dari pihak pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman, bahwa di masa datang akan mampu memenuhi segala kewajiban yang telah diperjanjikan (Rivai dan Veithzal 2007). Kredit merupakan suatu alat atau cara untuk menciptakan modal, kenyataannya memang terjadi dilapangan bahwa tidak semua petani dapat memenuhi modalnya dari kekayaan yang dimilikinya, karena itu petani memerlukan kredit untuk mendapatkan modal yang mereka inginkan. Kredit yang disalurkan untuk usaha pertanian ada beberapa macam jenisnya, yang disalurkan oleh pemerintah dengan tujuan membangun pengadaan modal petani agar upaya peningkatan produksi dapat dicapai (Daniel 2002). Kredit sebagai sumber modal erat kaitannya dengan kegiatan usaha pertanian untuk meningkatkan produksi, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan serta keuntungan petani. Dana pinjaman yang diperoleh membuat petani mempunyai lebih banyak dana tunai sebagai input modal. Jika dikaitkan dengan pemakaian input, maka tambahan modal dari kredit dapat digunakan untuk membeli lebih banyak input sampai tercapai kondisi optimal. Manfaat kredit ditunjukkan dengan peranan teknologi baru yang lebih produktif. Peranan kredit dapat dikaitkan dengan peranan teknologi baru yang dijelaskan dengan menggunakan konsep penggunaan input optimal berdasarkan pendekatan marginal. Terjadinya peningkatan teknologi, produktifitas faktor faktor produksi akan meningkat dan dengan harga produksi yang tetap akan menyebabkan nilai produk marjinal akan bertambah besar. Adanya penambahan modal melalui kredit dapat mendorong atau memacu petani untuk meningkatkan penggunaan input. Sehingga, dengan adanya kondisi tersebut akan terjadi permintaan input oleh petani. Permintaan
10 input oleh petani artinya adanya perubahan input baik itu peningkatan jumlah input atau perubahan teknologi pada suatu input. Perubahan input yang digunakan oleh petani akibat kredit akan berpengaruh pada produksi maupun pendapatan. Dengan demikian, kredit diartikan dapat meningkatkan produktivitas usahatani. Produksi adalah kegiatan perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dengan biaya yang minimum. Untuk memproduksi barang dan jasa tersebut digunakan sumber daya yang disebut sebagai faktor produksi atau input yang terdiri dari faktor produksi tetap (fixed) dan tidak tetap (variable) (Lipsey et al. 1995). Faktor produksi variabel adalah faktor produksi atau input yang penggunaannya dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi. Terdapat tiga tahapan dalam kurva produksi neoklasik, meliputi: Tahap I : Increasing AP (Average Product), Tahap II : Decreasing AP saat MP (Marginal Product) adalah positif; dan Tahap III : MP negatif. Pada kurva penggunaan input dan total produksi diasumsikan bahwa tidak terjadi perubahan teknologi pada usahatani, perubahan hanya terjadi pada jumlah penggunaan input terhadap peningkatan produksi. Bentuk operasi tahap kedua merupakan keadaan memaksimumkan keuntungan, sedangkan tahap I dan III menunjukkan ketidakefisienan proses produksi. Non efisiennya tahap III karena adanya tambahan unit input Xi yang berlebihan sehingga terjadi penurunan output, sedangkan ketidakefisiennya tahap I ialah tambahan unit input X1 masih dapat terus ditingkatkan atau ditambah. Pada tahap II tidak saja pengetahuan teknologi produksi yang optimal untuk mencapai keuntungan maksimum (profit maximising) namun informasi (pengetahuan) harga input dan output juga perlu diketahui dan diperlukan (Coelli et al. 1998).
Gambar 1 Kurva Penggunaan Input dan Faktor Produksi Sumber: Coelli et al. 1998
Penggunaan kredit juga dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan penggunaan input, dengan asumsi petani masih berada di daerah irrasional (daerah I). Penggunaan input pada daerah I diasumsikan sebesar X1, dan menunjukkan keadaan produksi yang belum optimal. Selanjutnya dengan adanya kredit, petani dapat meningkatkan penggunaan input sebesar X2 yaitu pada daerah rasional (daerah II) sehingga dapat mencapai total produksi yang optimal.
11 Peran Kredit terhadap Peningkatan Pendapatan Aktivitas atau kegiatan usahatani selalu memerlukan input. Adanya kebutuhan input oleh petani akan berdampak pada adanya permintaan input yang tidak bisa dipisahkan dari biaya atau modal yang ditawarkan dari bank. Jika ingin meningkatkan produksi, maka perlu peningkatan juga dalam penggunaan input dan selanjutnya menimbulkan kebutuhan petani terhadap kredit sehingga terjadi permintaan kredit dari petani kepada sumber permodalan. Pada dasarnya ada dua sumber permodalan usaha, yaitu modal sendiri dan pinjaman atau kredit. Kredit sebagai modal usaha mencerminkan bahwa secara tidak langsung kredit berkaitan dalam kegiatan produksi, yang mana kredit berperan dalam membantu meningkatkan pengadaan faktor-faktor produksi (input) yang dijelaskan melalui permintaan input. Permintaan input (derrived demand) merupakan permintaan untuk input oleh suatu perusahaan yang jumlahnya tergantung pada tingkat output yang akan dihasilkan dan biaya input yang dimiliki (Pindyck and Rubinfeld 1995). Tambahan modal dari kredit selain meningkatkan penggunaan input, juga dapat merubah rasio modal dan tenaga kerja yang dimiliki petani. Jika semakin besar penambahan modal, maka hal ini dapat memacu terjadinya peningkatan produksi. Keputusan pengusaha untuk meningkatkan produksi umumnya didasarkan pada pengamatan harga dan keyakinan bahwa harga produk akan naik di waktu mendatang. Kenaikan harga input dan upah tenaga kerja juga akan mempengaruhi peningkatan kebutuhan modal, sehingga kebutuhan terhadap kredit semakin meningkat. Pada prinsipnya peranan kredit terhadap produksi atau pada usaha-usaha produktif adalah sebagai penambah modal, sehingga produsen dapat meningkatkan produksinya pada tingkat yang lebih tinggi. Hubungan atau pengaruh adanya kredit dalam penggunaan input terhadap keuntungan maksimum yang akan diperoleh petani, dapat dilihat melalui kurva Nilai Produk Marjinal (NPM) pada Gambar 2. Titik C merupakan nilai produk marjinal dengan penggunaan input optimal sebanyak X1 dan dengan harga per satuan adalah sebesar Px.
Gambar 2 Kurva penggunaan input Xi dengan Nilai Produk Marjinal (NPM) Sumber: Eastwood 1997
Tambahan modal yang salah satunya berasal dari kredit, dapat menyebabkan peningkatan penggunaan input secara optimal. Perubahan input dari X0 ke X1
12 merupakan jumlah penggunaan input yang menguntungkan dan memberikan kenaikan produksi total. Pada gambar tersebut juga dijelaskan, dengan terbatasnya jumlah kredit dari sumber formal, petani hanya bersedia menggunakan input sebanyak X0, meskipun tambahan likuiditas mungkin dapat diusahakan petani. Tetapi, petani lebih menekankan pada cadangan untuk jaminan jika terjadi kegagalan maka tidak seluruh pinjaman dipakai untuk menambah penggunaan input. Jika tersedia kredit untuk produksi maka petani mungkin juga bersedia menambah biaya input yang digunakan tersebut sebesar X1, yang akan memberikan keuntungan sebelumnya sebesar luasan daerah aboPX (diarsir miring) kemudian bergeser ke daerah abCPx (diarisir garis horizontal) dengan luasan daerah yang lebih besar (aboPX>abCPX) dan menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan keuntungan. Secara keseluruhan Gambar 2 di atas menjelaskan bahwa petani akan menaikkan penggunaan input atau menaikkan produksi total dengan adanya tambahan modal salah satunya melalui kredit, agar dapat mencapai keuntungan usaha yang maksimum. Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan jumlah produk (volume produk) yang dihasilkan dari usahatani dikalikan dengan tingkat harga produk tersebut. Penerimaan tersebut kemudian digunakan untuk menghitung pendapatan yang diperoleh petani. Pendapatan usahatani yang didapatkan akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikannya dalam berbagai kegunaan atau keperluan petani itu sendiri, misalnya biaya produksi periode selanjutnya, tabungan, dan pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Hernanto 1996 dalam Situmeang 2012). Menurut Soekartawi (2011), pendapatan usahatani dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern usahatani. Faktor intern usahatani meliputi kesuburan tanah, luas tanah garapan, ketersediaan tenaga kerja keluarga, ketersediaan modal, penggunaan teknologi, pola tanam, lokasi tanaman, fragmentasi lahan, status penguasaan lahan, cara pemasaran output, efisiensi penggunaan input serta tingkat pengetahuan dan keterampilan (petani dan tenaga kerja). Sedangkan faktor ekstern usahatani meliputi sarana transportasi, sistem tataniaga, penemuan teknologi baru, fasilitas irigasi, tingkat harga output dan input, ketersediaan lembaga perkreditan, adat istiadat masyarakat serta kebijakan pemerintah. Beberapa definisi dikemukakan oleh Soekartawi et al (2011) berkaitan dengan pendapatan dan keuntungan yaitu: 1. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. 2. Pengeluaran tunai (farm payment) adalah jumalh biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani, dan tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. 3. Pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) adalah selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani. 4. Penerimaan total usahatani (total farm revenue) adalah penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil dan nilai penggunaan untuk konsumsi keluarga.
13 5. Pengeluaran total usahatani (total farm expensive) adalah semua biaya-biaya operasional dengan tanpa menghitung bunga dari modal usahatani dan nilai kerja dari pengelolaan usahatani. Pengeluaran ini meliputi pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayar atau tenaga kerja keluarga. Analisis pendapatan pada kegiatan usahatani dilakukan untuk menilai dua hal, yaitu untuk menggambarkan keadaaan yang terjadi saat ini serta menggambarkan keadaan di masa datang pada usahatani yang dijalankan. Pendapatan usahatani dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan usahatani yang dijalankan (Soekartawi, 2011). Pendapatan usahatani merupakan balas jasa terhadap penggunaan faktor-faktor produksi (lahan, modal, tenaga kerja dan pengelolaan). Sedangkan keuntungan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran atau biaya produksi usahatani. Penerimaan usahatani didapatkan melalui nilai produk yang dijual serta kenaikan nilai inventaris. Sedangkan Pengeluaran usahatani terdiri dari biaya produksi (biaya tetap dan biaya variabel), biaya tunai, biaya diperhitungkan, penurunan nilai inventaris dan bunga modal. Penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani juga akan berpengaruh pada pendapatan petani. Pendapatan kotor dalam usahatani (gross farm income) adalah nilai output total usahatani dalam jangka waktu satu tahun atau satu periode tanam, baik yang dijual maupun tidak dijual. Pendapatan bersih (net farm income) adalah pendapatan kotor yang diterima petani dikurangi dengan biaya dalam usaha tersebut baik tunai maupun non tunai. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur balas jasa atau imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Petani yang menjalankan usahatani tentu telah memilih untuk mengalokasikan sumberdaya milik keluarganya untuk kelangsungan usaha tersebut, sehingga akan ada balas jasa atas penggunaan sumberdaya tersebut yang dinyatakan dalam penghasilan bersih usahatani (net farm earnings). Penghasilan itulah yang akan digunakan oleh keluarga untuk pemenuhan kebutuhan keluarga petani. Namun tidak semua petani menggantungkan penghasilannya dari usahatani. Tidak semua petani menjadikan usaha ini sebagai mata pencaharian utama mereka, tetapi mereka juga berkerja diluar usaha ini. Penghasilan yang petani terima tidak hanya dari usahatani melainkan dari usaha yang lainnya yang memang dijalankan oleh petani tersebut. Total penghasilan (family earnings) yang diterima oleh petani adalah penghasilan bersih dari usahatani dan pendapatan dari luar usahatani baik dalam bentuk uang atau benda. Bentuk dan jumlah pendapatan yang diperoleh petani memiliki manfaat yang sama, yakni untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta sebagai pembentukan modal usahatani. Apabila pendapatan yang diperoleh seorang petani semakin besar, maka menggambarkan usahatani yang dijalankan semakin baik. Modal merupakan faktor produksi yang digunakan petani dalam usahatani. Seluruh modal dalam usahatani berasal dari modal sendiri, sehingga akan ada balas jasa terhadap modal, baik modal total (return to total capital) maupun modal sendiri (return to farm capital). Selain modal, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tenaga kerja dalam keluarga perlu diperhitungkan dalam usahatani, karena berpengaruh pada besarnya keuntungan dari usaha
14 tersebut. Disamping itu, agar dapat diketahui besarnya pendapatan petani sebagai tenaga kerja dalam usahatani (return to family labor) (Soekartawi, 2011). Efisiensi Usahatani Selain menilai pendapatan tunai berupa nilai nominal, analisis pendapatan usahatani dapat dilakukan dengan mengukur nilai efisiensi. Untuk mengukur efisiensi biaya usahatani dapat menggunakan rasio R/C. Semakin besar nilai R/C maka semakin efisien usaha yang dilakukan. Rasio antara besar penerimaan dengan total biaya (R/C) dalam usahatani bisa digunakan untuk melihat apakah kegiatan usahatani menguntungkan (profitable) atau tidak. Nilai R/C dapat menunjukkan besaran penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran satu satuan biaya (Idani, 2012). Jika nilai R/C >1, menunjukkan penerimaan yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, artinya usahatani tersebut efisien dan menguntungkan. Nilai R/C =1, menunjukkan penerimaan dan biaya terjadi impas, sehingga usahatani tidak memperoleh pendapatan. Sedangkan jika nilai R/C <1, menunjukkan biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh, artinya usahatani tersebut tidak efisien dan tidak menguntungkan
Kerangka Pemikiran Operasional Kerangka pemikiran yang digunakan yaitu untuk mengkaji dan melihat pengaruh pemanfaatan kredit usaha rakyat terhadap produksi dan pendapatan usahatani bayam, yaitu dengan cara kredit yang didapatkan digunakan untuk penambahan modal kerja oleh petani untuk membeli input-input produksi baik input tetap dan variabel. Penambahan jumlah input akan berpengaruh terhadap penambahan biaya yang dikeluarkan oleh petani, tetapi dengan bertambahnya input ini diharapkan dapat berpengaruh terhadap penambahan output yang dihasilkan, sehingga akan menyebakan penerimaan petani pun meningkat. Oleh karena itu perlu dikaji mengenai analisis pendapatan usahatani serta R/C rasio dari mengusahakan sayuran bayam. Setelah hasil analisis diketahui, akan diperoleh data mengenai pendapatan keluarga petani, imbangan penerimaan dan biaya, serta pengembalian terhadap modal dan tenaga kerja. Serta diharapkan terlihat adanya peran kedit usaha rakyat terhadap peningkatan produksi dan pendapatan yang diperoleh petani. Kredit merupakan salah satu sumber untuk menambah modal usaha petani. Kredit secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap peningkatan jumlah produksi melalui peningkatan jumlah input yang digunakan. Namun, tidak selamanya kredit yang diperoleh digunakan petani untuk meningkatkan penggunaan input (fungibility of credit) dan kredit yang diminta atau diajukan petani belum tentu karena terbatasnya modal. Kredit yang diterima seringkali tidak digunakan untuk usahatani tetapi untuk keperluan yang lain atau untuk usaha-usaha non pertanian. Oleh karena itu, kredit belum tentu meningkatkan produksi, hal ini juga didasarkan pada hasil-hasil penelitian sebelumnya. Berdasarkan asumsi tersebut, jika memang kredit yang diminta oleh petani bukan karena keterbatasan modal dan kredit tidak digunakan sepenuhnya untuk modal usahatani, maka perlu dilihat untuk apa saja penggunaan KUR oleh petani.
15 Selanjutnya, kredit yang digunakan untuk usahatani, apakah dapat berpengaruh secara positif atau tidak terhadap produksi bayam serta pendapatan usahatani bayam. Hal ini didapat dengan cara membandingkan peran kredit tersebut terhadap petani yang memanfaatkan kredit dengan baik serta petani yang kurang baik dalam pemanfaatan kreditnya Secara sistematis kerangka pemikiran penelitian ini terdapat pada Gambar 3. Analisis peranan kredit terhadap produksi dan pendapatan usahatani bayam ini dilakukan melalui pendekatan peningkatan input yang digunakan, struktur biaya usahatani dan perhitungan R/C rasio pada usahatani yang dijalankan. Alur pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3 sebagai berikut : KUR
Pemanfaatan Kredit Peningkatan Modal Usahatani
Peningkatan jumlah input yang digunakan
Harga Output
Harga Input
Produksi
Penerimaan Petani
Pengeluaran Petani
Pendapatan Petani bayam -Analisis R/C rasio -analisis return to labor and return to capital Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional
16 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai peran kredit usaha rakyat terhadap produksi dan pendapatan usahatani bayam dilakukan di wilayah kerja BRI Cibungbulang, dengan petani Desa Ciaruteun ilir sebagai pengguna kredit tersebut. Pemilihan tempat ini dilakukan secara purposive sampling, dengan berbagai pertimbangan pihak manajemen yaitu salah satu Bank Unit yang nasabahnya sebagian besar merupakan pelaku usaha sektor Agribisnis. Pertimbangan lainnya yaitu karena Kecamatan Cibungbulang khususnya desa Ciaruteun ilir merupakan sentra penghasil bayam terbanyak di Kabupaten Bogor. Pengumpulan data primer dan sekunder dilapangan dilakukan selama Bulan April hingga Mei 2016. Kegitan penelitian ini meliputi penyusunan rencana penelitian, pengumpulan literatur data, pengolahan data dan penulisan skripsi. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan memberikan kuesioner kepada petani responden yang merupakan petani bayam pengguna KUR mikro di BRI unit Cibungbulang. Data primer yang diambil adalah data karakteristik petani dan usahatani sayuran bayam pada satu musim tanam. Data yang diambil meliputi luas pengusaan lahan, penggunaan input (benih, pupuk, pestisida , herbisida, tenaga kerja dan input lainnya), harga input, harga output, penerimaan usahatani bayam dan permasalahan yang dihadapi petani. Untuk mendukung penelitian ini diperlukan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari kantor pusat BRI yang merupakan data kuantitatif yang diperoleh dari data terkait debitur KUR mikro serta laporan BRI unit Cibungbulang yang berkaitan dengan KUR, studi pustaka, jurnal, laporan penelitian yang relevan dengan topik penelitian. Metode Penentuan Sampel Penentuan responden menggunakan teknik non probability sampling dengan metode purposive sampling yaitu dengan cara sengaja mencari informasi kepada pihak Bank Rakyat Indonesia unit Cibungbulang khususnya yang bergerak pada sektor pertanian. Pada bulan April 2015 hingga 2016 terdapat 131 debitur yang tercatat melakukan usaha di sektor pertanian. Dari 131 debitur ini tidak semuanya bergerak pada usahatani bayam, dari data yang diperoleh hanya 31 debitur yang merupakan petani bayam. Dalam penelitian ini jumlah responden yang diambil adalah 31 petani bayam. Jumlah tersebut sudah dianggap dapat mempresentasikan keadaan petani sayuran di Desa Ciaruteun Ilir. Setelah terpilih kemudian sejumlah sampel di kategorikan berdasarkan tingkat presentase pemanfaatan kreditnya yaitu sebesar 60.18%. Petani yang memanfaatkan kurang dari rata-rata yang kemudian disebut
17 petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah sedangkan petani yang memanfaatkan lebih dari rata-rata yang kemudian disebut petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi. Berdasarkan itu, petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah sebanyak 17 orang sedangkan petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi sebanyak 14 orang. Adapun Penentuan sampel berdasarkan pemanfaatan kredit dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Penentuan sampel penelitian berdasarkan pemanfaatan kredit Kelompok Sampel Persentase Pemanfaatan Kredit Rendah ≤60.18 Pemanfaatan Kredit Tinggi ≥60.18
Metode Pengumpulan Data Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan mengguanakan panduan kuesioner kepada petani bayam yang merupakan debitur di BRI unit Cibungbulang, serta wawancara singkat kepada staff BRI unit Cibungbulang Bogor. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengolah hasil penelitian dengan tujuan memperoleh suatu kesimpulan. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif diuraikan secara deskriptif untuk menggambarkan dan menguraikan usahatani bayam oleh petani yang mendapatkan bantuan permodalan KUR dari BRI unit Cibungbulang. Analisis data kuantitatif dilakukan berdasarkan hasil kuesioner yang diolah menggunakan Microsoft Excel kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel untuk mengklasisfikasi data. Pengolahan data menggunakan analisis pendapatan usahatani yang diketahui dengan melakukan analisis terhadap struktur biaya, struktur penerimaan, pendapatan usahatani, analisis Return/Cost Ratio (R/C Rasio) serta analisis return to capital and return to equity labor. Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Biaya usahatani bayam terdiri dari biaya tetap (fixed costs), biaya variabel (variable costs), biaya tunai dan biaya tidak tunai(diperhitungkan) (Hermanto 1989). Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya sedangkan biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi. Cara menghitung biaya tetap adalah : FC = ∑
......................................................................................(1)
Keterangan : FC = Biaya Tetap Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap Pxi = Harga input (Rp) n = Macam input
18 Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (TFC), maka : TC = FC +VC...........................................................................................(2) Keterangan : TC = Total Biaya FC = Biaya Tetap VC = Biaya Variabel
Perhitungan penyusutan dalam penelitian ini menggunakan metode garis lurus dengan asumsi peralatan tidak laku dijual setelah habis umur ekonomis. Penyusutan menggunakan metode garis lurus dirumuskan sebagai berikut : Penyusutan (Rp) =
........................................................(3)
Penerimaan usahatani terbagi menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai usahatani menurut Soekartawi et al. (2011) adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai usahatani adalah produk hasil usahatani yang tidak dijual secara tunai, tetapi digunakan untuk konsumsi sendiri dan atau untuk keperluan lain. Penerimaan total dari suatu usahatani merupakan nilai produksi dari usahatani, yaitu harga jual dari produksi dikalikan total produksi, dengan rumus : TR = P x Q..................................................................................................(4) Keterangan : TR P Q
: Penerimaan total (Rp) : Harga jual produk (Rp) : Produksi yang diperoleh dalam usahatani (kg)
Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya total. Perhitungan pendapatan atas biaya total adalah sebagai berikut : Pd = TR – TC..............................................................................................(5) Pd = (PxQ) – (Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan)............................(6) Keterangan : Pd = Pendapatan total usahatani bayam sawah TR = Penerimaan total TC = Biaya total P = Harga Jual (Rp) Q = Total Produksi (kg)
Perhitungan pendapatan tunai dapat dituliskan sebagai berikut : Pendapatan tunai = TR – Biaya tunai......................................................(7) Keterangan : TR = Penerimaan total
Penerimaan dari usahatani bayam yang dihasilkan petani dihitung dalam satuan ikat gabung yang dikonversi menjadi satuan kilogram (satu ikat gabung = 100 ikat kecil) dengan asumsi tujuh kilogram per ikat gabung. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio) Penilaian besarnya penerimaan yang dihasilkan dari setiap uang yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usahatani dapat menggunalan perhitungan rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio). R/C rasio merupakan pebandingan antara penerimaan dan biaya. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut:
19 R/C Rasio atas biaya tunai =
.........................................................(8)
Keterangan : TR Tunai = Penerimaan tunai TC Tunai = Pengeluaran tunai
R/C Rasio atas biaya total =
...........................................................(9)
Keterangan : TR Total = Penerimaan total TC Total = Pengeluaran total
Analisis Return to Labor dan Return to Capital Menurut Soekartawi et al. (2011), perhitungan return to labor dan return to capital merupakan patokan yang baik untuk menilai penampilan usahatani. Jika hasil return to labor lebih tinggi daripada upah rata-rata maka keputusan petani responden sudah tepat untuk mengusahakan usahatani bayam daripada menjadi buruh tani. Perhitungan return to labor pada penelitian ini adalah fokus pada tenaga kerja keluarga (family labour) dan dijabarkan dalam rumus : Return to labor =
...........................................................(10)
Selain itu, jika return to capital lebih tinggi daripada suku bunga kredit yang berlaku maka pilihan petani responden untuk menginvestasikan modalnya di sektor pertanian sudah tepat dibandingkan menginvestasikan modalnya di Bank. Perhitungan return to capital ini dijabarkan dalam rumus : Return to capital =
........................................(11)
GAMBARAN UMUM Keadaan Umum Desa Ciaruteun Ilir Desa Ciaruteun Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa ini juga merupakan daerah dataran tinggi dengan tingkat suhu rata-rata 240400ºC. Curah hujan rata-rata pertahun di daerah ini sekitar 240.08 mm dengan rata-rata 14 hari hujan per bulannya. Kondisi tersebut menyebabkan Desa Ciaruteun Ilir sesuai untuk budidaya sayuran. Batas wilayah Desa Ciaruteun Ilir adalah sebagai berikut : Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Rumpin Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ciampea Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Leuweng Kolot Sebelah barat berbatasan dengan Desa Cijujung Desa Ciaruteun Ilir berada pada ketinggian 250 meter diatas permukaan laut (dpl), dengan kemiringan 10–20 persen (miring/berbukit) dan tingkat kemasaman tanah 5–7 (pH). Klasifikasi jenis tanah adalah tanah Latosol. Desa Ciaruteun Ilir
20 mempunyai luas 319 hektar yang terdiri dari lahan darat 282 hektar dan lahan sawah 37 hektar. Lahan sawah yang digunakan untuk budidaya padi sawah dan palawija sekitar 56 hektar dan budidaya tanaman sayuran sekitar 171 hektar, 51 hektar untuk pemukiman, 21 hektar untuk pekarangan, 12 hektar untuk hutan rakyat dan 34 hektar lahan yang tidak ditanami. Tabel 4 Penggunaan Lahan di Desa Ciaruteun Ilir No Uraian Luas lahan (ha) 1. Lahan darat : a. Tegalan 156 b. Pekarangan 21 c. Kolam 8 d. Pemukiman 51 e. Hutan Rakyat 12 f. Lain-lain 34 2. Lahan sawah a. Pengairan teknis 37 JUMLAH 319
Persentase (%) 48.9 6.6 2.5 16.0 3.8 10.7 11.6 100.0
Sumber : Profil Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2015
Desa Ciaruteun Ilir terdiri dari 4 Dusun, 35 RT dan 10 RW. Luas wilayah Desa Ciaruteun Ilir secara keseluruhan adalah 360 Ha, yang terdiri dari 200 Ha lahan sawah, 105 Ha lahan perumahan dan pekarangan, 40 Ha ladang, 2 Ha empang, dan 13 Ha lain-lain. Jumlah penduduk Desa Ciaruteun Ilir berdasarkan data terakhir dari kantor desa adalah 10.120 jiwa. Jumlah penduduk Desa Ciaruteun Ilir terdiri dari 5.107 jiwa penduduk pria dan 5.013 jiwa penduduk wanita. Penduduk Desa Ciaruteun Ilir lebih banyak berada pada usia produktif. Dilihat dari struktur mata pencahariannya, penduduk Desa Ciaruteun Ilir sebagian besar bekerja sebagai petani yaitu sekitar 88% dari jumlah penduduk yang bekerja (5.623 jiwa) atau sekitar 5.135 jiwa. Sedangkan penduduk yang lain diantara bekerja sebagai penjual jasa dan pedagang. Jenis pertanian yang diusahakan oleh petani Desa Ciaruteun Ilir adalah sayuran dan padi. Budidaya bayam di lokasi penelitian Teknik budidaya sayuran bayam petani responden di Desa Ciaruteun Ilir cenderung tidak memiliki banyak perbedaan dengan budidaya sayuran bayam di daerah lain khususnya di daerah Jawa Barat. Teknik yang digunakan merupakan teknik konvensional. Secara garis besar proses yang dilakukan sama, yaitu meliputi pengolahan tanah, pemupukan, penebaran benih bayam, pengairan, panen, dan pascapanen (meliputi proses pembersihan dan penggabungan ikat bayam). Namun terdapat karakteristik-karakteristik tersendiri dari beberapa proses tersebut. Secara lebih rinci dijelaskan dalam poin-poin berikut: Pengolahan tanah Pengolahan tanah dilakukan beberapa hari sebelum proses penebaran benih bayam dilakukan. Aktivitas yang dilakukan dalam pengolahan tanah ini adalah tanah yang akan digunakan untuk menanam sayuran bayam dicangkul agar
21 tanah tersebut gembur. Setelah dilakukan pengolahan tanah petani responden membuat garitan dalam memudahkan penanaman sayuran bayam. Jarak antar garitan yang dibuat petani di lokasi penelitian berkisar antara 80100 cm dengan tinggi antara 30-50 cm. Lamanya pembuatan garitan tergantung kondisi tanah sebelumnya dan berada pada kisaran 7-15 hari per ha. Aktivitas penggaritan ini pada golongan petani lahan sempit maupun lahan luas biasanya dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki dari luar keluarga atau buruh tani, hanya sedikit penggunaan tenaga kerja dalam keluarganya. Seluruh petani responden melakukan pengerjaan penggaritan ini dengan sistem harian, jadi tidak ada yang melakukan pekerjaan borongan. Hal ini karena pertimbangan jika dilakukan borongan seringkali pekerjanya tidak memperhatikan kualitas dari hasil kerjanya, karena mereka ingin menyelesaikannya secepat mungkin. Penanaman (penyebaran benih) Benih bayam lokal yang biasa digunakan petani berukuran sangat kecil dan tidak mungkin dilakukan proses penanaman per lubang tanam karena tentu akan memakan banyak waktu dan tidak efisien sehingga petani di lokasi penelitian melakukan proses penanaman benih dengan cara penebaran atau penyemaian benih. Benih bayam disemai dengan jumlah sekitar 1-2 genggam per garit (ukuran 1 x 7 m²). Kegiatan penyebaran atau penyemaian benih ini pada usahatani petani responden dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki yang sudah berpengalaman dalam menebar benih. Dampak dari penebaran benih bayam berdasarkan pengalaman ini berbeda hasilnya antara petani yang satu dengan petani lainnya sehingga jarak tanam bayam ada yang jarang namun juga ada yang berdekatan tergantung penerapan budidaya pada masing-masing petani responden. Pemupukan Perlakukan pemupukan sebenarnya harus memperhatikan kondisi lahan. Namun lahan di lokasi penelitian pada umumnya sudah cukup bagus dan merupakan lahan pertanian yang sangat cocok untuk budidaya berbagai macam sayuran terutama sayuran bayam yang telah banyak dibudidayakan petani pada lahan yang cukup luas. Kegiatan pemupukan ini dilakukan untuk mempertahankan unsur hara tanah. Pada umumnya pemupukan dilakukan pada 2 tahap yaitu pemupukan I dan II. Pemupukan I dilakukan pada saat setelah dilakukannya proses pengolahan tanah. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang yaitu pupuk ayam. Pemupukan II dilakukan pada saat daun bayam berbentuk bulat, biasanya pada saat tanaman bayam berumur 7-10 hari. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kimia yaitu Urea, TSP, dan NPK Phonska. Seluruh proses pemupukan ini dilakukan dengan cara menaburkannya langsung di sekitar tanaman bayam berdasarkan pengalaman dari masing-masing petani. Perawatan Tanaman Kegiatan perawatan tanaman ini pada umumnya berupa kegiatan pengairan dan penyiangan. Pengairan berupa penyiraman tanaman diperlukan agar tanaman bayam tidak mengalami kekeringan dan tumbuh dengan subur. Seluruh petani responden baik petani lahan sempit maupun lahan luas melakukan kegiatan
22 penyiraman dua kali sehari pada musim kemarau yaitu pada pagi dan sore hari. Sedangkan pada musim penghujan dimana tanaman bayam cenderung terserang hama penyakit, petani lebih intensif melakukan penyiraman dibandingkan pada musim kemarau. Namun ada pula petani responden yang melakukan penyiraman hanya dua hari sekali. Penyiangan merupakan proses pembersihan lahan dari tanaman penganggu tanaman inti seperti rumput di sekitar tanaman bayam dengan menggunakan alat berupa kored. Proses penyiangan ini biasanya dilakukan setelah panen dan jarang sekali petani yang melakukannya pada saat proses budidaya tanaman. Kegiatan penyiangan ini dilakukan oleh buruh tani wanita bagi sebagian petani yang tidak melakukan penyemprotan herbisida dan lebih menyukai penyiangan sebagai kegiatan pembersihan lahan yang lebih ramah lingkungan. Perawatan tanaman lain yang dilakukan oleh beberapa petani di lokasi penelitian adalah pembuatan tudung plastik agar tanaman bayam lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Pada musim hujan tanaman bayam memerlukan perawatan yang intensif sehingga petani perlu melakukan upaya agar tanaman bayam tidak banyak yang mati dan dapat dipanen. Pembuatan tudung plastik dapat melindungi tanaman bayam dari pengaruh lingkungan sekitar. Walaupun modal pembuatan tudung ini cukup besar dan memakan waktu cukup lama namun hasil produksi yang didapat petani juga akan banyak dan tak kalah memuaskan. Penyemprotan Kegiatan ini dilakukan untuk membasmi hama dan penyakit yang menyerang tanaman bayam. Penyemprotan pestisida dan herbisida menggunakan alat berupa headsprayer dengan komposisi satu tutup botol pestisida atau herbisida dengan satu ember air pada setiap sekali penyemprotan. Kegiatan ini dilakukan pada saat tanaman setelah dipanen agar penanaman tanaman selanjutnya terbebas dari serangan hama dan pada saat tanaman terserang hamapenyakit. Panen dan Pascapanen Tanaman bayam dapat dipanen pada umur 20-22 HST (Hari Setelah Tanam) pada musim kemarau dan umur 30-45 HST pada musim hujan karena pada saat intensitas hujan tinggi maka pertumbuhan tanaman bayam terhambat dan berukuran kecil. Proses panen ini baik golongan petani lahan sempit maupun lahan luas dilakukan oleh buruh tani wanita yang dilakukan secara manual atau dicabut tangan. Proses pascapanen biasa dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga dan dibantu oleh petani bayam sendiri. Kegiatan ini berupa proses pembersihan atau pencucian bayam yang setelah selesai dicabut. Setelah dicuci maka bayam diikat kecil sebesar ukuran ibu jari dan digabung kembali pada satu ikat gabung besar (1 ikat gabung = 100 ikat kecil) dengan asumsi satu ikat gabung memiliki berat sebesar 7 kilogram. Setelah proses pascapenen ini maka bayam siap dijual ke tempat pedagang pengumpul di sekitar desa dengan harga yang sedang berlaku di pasar dan bahkan ada petani bayam yang merangkap bekerja sebagai pedagang pengumpul sehingga memperoleh harga yang lebih tinggi karena bayam langsung dijual ke pasar.
23 Pemasaran Sayuran Bayam Mayoritas para petani di desa Ciaruteun Ilir biasanya menjual hasil panen langsung ke pedagang pengumpul di sekitar desa. Hal ini sudah merupakan kebiasaan dan telah membudidaya, alasannya adalah faktor kemudahan. Petani merasa kesulitan untuk membawa hasil panen mereka langsung ke pasar karena alasan jarak, biaya, dan alat transportasi. Harga beli bayam di tingkat pedagang pengumpul bervariasi tapi pada dasarnya harga yang diterapkan pedagang pengumpul lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar. Para pedagang pengumpul di sekitar desa pada umumnya langsung menjual hasil panen yang telah dijual oleh petani tersebut ke pasar, seperti pasar Anyar, pasar Bogor, dan pasar Cibinong di Kabupaten Bogor. Gambaran Umum Kredit Usaha Rakyat di BRI unit Cibungbulang BRI Unit Cibungbulang merupakan salah satu dari 31 Unit yang ada di wilayah Kantor Cabang BRI Bogor. BRI Unit Cibungbulang berdiri pada tahun 1974 bersamaan dengan berdirinya BRI Unit di seluruh Indonesia. BRI Unit Cibungbulang terletak di Kecamatan Cibungbulang tepatnya di Kampung Babakan Cibatok, Desa Cibatok I, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Wilayah kerja BRI Cibungbulang meliputi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Pamijahan. Kecamatan Cibungbulang terdiri dari 15 desa, yaitu Ciaruteun Ilir, Leuweng Kolot, Girimulya, Cibatok I, Cibatok II, Ciaruteun Udik, Cijujung, Cimanggu I, Cimanggu II, Dukuh, Galuga, Cemplang, Sukamaju, Situ Ilir, dan Situ Udik. Begitupula dengan Kecamatan Pamijahan terdiri dari 15 desa, yaitu Pamijahan, Ciasmara, Purwabakti, Ciasihan, Gunung Sari, Gunung Bunder II, Gunung Bunder I, Cibening, Picung, Cibitung Kulon, Pasarean, Gunung Menyan, dan Cimayang, Cibunian, Parabakti. BRI unit Cibungbulang mengeluarkan berbagai program kredit, salah satunya KUR. KUR merupakan sebuah kredit program pemerintah dan BRI sebagai salah satu bank yang dipercaya untuk menyalurkannya. KUR dapat berupa Kredit Modal Kerja dan atau Kredit Investasi dengan plafon kredit sampai dengan 25 juta rupiah untuk usaha mikro yang memiliki usaha produktif yang akan mendapat penjaminan dari Perusahaan Penjamin. BRI Unit Cibungbulang merupakan salah satu Unit dalam penyaluran KUR secara umum melewati dua tahap yaitu tahap pengajuan permohonan atau tahap pemberian kredit dan tahap pembayaran kembali. Pada tahap pengajuan permohonan kredit atau pemberian kredit diawali dengan mengisi formulir yang tersedia di BRI Unit Cibungbulang. Selanjutnya akan ada penilaian kredit yang dilakukan oleh Mantri KUR BRI Unit Cibungbulang. Setelah itu, Kaunit Cibungbulang meneliti data kredit yang telah dikumpulkan dan mengambil keputusan, apabila usaha tersebut dinilai layak, maka Kaunit dapat langsung memutuskan pemberian kredit. Plafon KUR di BRI Unit Cibungbulang adalah minimal lima juta rupiah. Bila permohonan kredit tersebut dinilai tidak layak, maka Kaunit dapat langsung memberikan keputusan penolakan. Mekanisme penyaluran kredit di BRI Unit Cibungbulang sama halnya dengan mekanisme penyaluran kredit yang ada di bank unit yang lain, yaitu tidak terlepas dari persyaratan maupun prosedur yang harus dipenuhi oleh debitur.
24 Secara lebih jelas prosedur penyaluran kredit yang dilakukanoleh BRI Unit Cibungbulang adalah: 1. Persyaratan Awal Pendaftaran awal harus dilakukan di kantor BRI Unit Cibungbulang pada jam kerja dan petugas yang melayani adalah Deskman. Calon nasabah harus membawa kelengkapan identitas diri untuk permohonan pinjaman yaitu: a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami istri jika sudah menikah b. Pas foto suami istri bila sudah menikah c. Fotokopi Kartu Keluarga dan Surat Nikah jika sudah menikah d. KUR tidak diwajibkan menggunakan agunan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan pihak bank meminta jaminan atau agunan ringan. e. Surat Keterangan Tanah dari Desa/Kelurahan SPPT/STTS tahun terahir f. Surat Keterangan Usaha (SKU) Desa g. Calon nasabah punya usaha minimal 6 bulan yang bisa menerima KUR Calon nasabah dapat memilih jumlah serta jangka waktu pengembalian KUR sesuai dengan kemampuannya berdasarkan prosedur KUR yang berlaku. Jangka waktu angsuran KUR yang dapat dipilih calon debitur yaitu selama 12, 18, 24 dan 36 bulan. Pada saat itu, deskman turut membantu nasabah dalam memberikan pilihan pinjaman sesuai dengan kemampuan usahanya. 2. Pendaftaran Setelah proses pengajuan kredit dilakukan, selanjutnya dilaksanakan proses administrasi. Dalam hal ini, deskman bertugas untuk memeriksa apakah calon debitur termasuk dalam daftar hitam atau tidak. Selain itu, deskman juga harus mempersiapkan pemeriksaan di tempat nasabah sesuai dengan besar KUR dan memastikan pinjaman lama dengan memeriksa berkas pinjaman yang lalu dan kartu pelunasannya, apabila pernah atau sedang meminjam di BRI. Setelah itu, seluruh berkas diberikan kepada Kaunit untuk diproses lebih lanjut. Kaunit akan memeriksa kelengkapan persyaratan yang diperlukan dan berkas pengajuan dari deskman. Sebelum memutuskan permohonan, Kaunit harus menugaskan Mantri atau Kaunit sendiri yang melakukan pemeriksaan kebenaran laporan usaha yang diberikan oleh calon debitur. Dalam hal ini diharapkan Kaunit lebih mengenal karakter calon debitur. 3. Peninjauan terhadap usaha calon debitur Peninjauan terhadap aspek-aspek usaha calon debitur juga sangat diperlukan untuk meminimalkan risiko terjadinya penunggakan pada pinjaman. Peninjauan dapat dilakukan secara langsung oleh Mantri terhadap keadaan usaha calon debitur, untuk memperoleh informasi tersebut, Mantri dapat melakukan wawancara baik langsung terhadap calon nasabah maupun tetangga atau relasinya. Prinsip Lima C perlu diperhatikan dalam pemeriksaan ini. Oleh karena itu, Mantri harus giat mengamati dan mewawancarai orang-orang yang tepat guna mendapatkan data yang akurat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menganalisis usaha calon nasabah. Peninjauan ini dilakukan oleh Mantri BRI unit menentukan kelayakan calon debitur dalam menerima kredit. Selain itu, peninjauan ini dilakukan untuk memastikan data yang dilaporkan oleh calon nasabah benar-benar sesuai dengan keadaan yang terjadi tidak direkayasa oleh calon debitur.
25 4. Pencairan Pencairan dilakukan oleh BRI Unit setelah proses peninjauan dan menurut laporan dari Mantri dan analisis Kaunit yang menyatakan layak untuk diberikan kredit, baru setelah itu calon nasabah bisa langsung mengambil uang pencaiaran di Bank Unit. Produk yang ditawarkan oleh BRI Unit Cibungbulang adalah Simpedes, Kupedes, KUR, tabungan Britama, Deposito BRI (D epobri), tabungan haji, dan Simaskot (Simpanan Masyarakat Kota, pada akhir tahun 2005 ditiadakan dan dilebur menjadi satu dengan Simpedes). Untuk lebih menarik minat nasabah terhadap produk-produk yang ditawarkan BRI Unit Cibungbulang, maka BRI Unit Cibungbulang memberikan fasilitas-fasilitas yang memudahkan nasabah, yaitu untuk produk peminjaman, tidak ada persyaratan khusus hanya surat izin usaha yang otentik dan jelas serta layak dan juga identitas diri. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah nasabah KUR yang melakukan usahatani bayam yang berjumlah 31 orang dengan 17 orang yang memanfaatkan kredit kurang dari 60.18% disebut petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah dan 14 orang yang memanfaatkan kredit lebih dari 60.18% yang kemudian disebut petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi, berdomisili di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Beberapa karakteristik petani responden yang akan di bahas pada penelitian ini terdiri dari status usaha, usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan luas pengusahaan lahan. Dengan mengetahui seluruh karakteristik tersebut diharapkan dapat mengetahui perilaku dan keputusan petani dalam memanfaatkan kredit untuk kegiatan usahataninya. Status Usaha Pada umumnya petani responden menjadikan pekerjaan berusahatani sayuran khususnya sayuran bayam sebagai sumber mata pencahariaan utama bagi keluarga petani. Dari 17 responden yang memanfaatkan kredit kurang dari 60.18% dan untuk 14 petani responden yang memanfaatkan kredit lebih dari 60.18%, berturut-turut sebesar 94.11% dan 92.85% menjadikan bertani sebagai mata pencaharian utama, sedangkan sisanya sebesar 5.88% dan 7.15% menjadikan bertani sebagai usaha sampingan. Bagi petani yang menjadikan bertani sebagai mata pencaharian sampingan, pekerjaan utamanya adalah sebagai pedagang pengumpul. Tabel 5 Karakteristik petani responden berdasarkan status usaha dan pemanfaatan kredit Pemanfaatan kredit rendah Pemanfaatan kredit tinggi Status Usaha Jumlah persentase Jumlah persentase responden responden (orang) (orang) Utama 16 94.11 13 92.85 Sampingan 1 5.88 1 7.14 Jumlah 17 100.00 14 100.00
26
Usia Petani Responden Karakteristik lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah usia responden. Usia petani responden yang diambil dibagi atas lima kategori, dimana persentase terbanyak adalah kisaran umur 41-47 tahun dengan jumlah persentase yaitu 41.17% untuk petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah dan 28.15% untuk petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi, untuk umur 34-40 tahun secara berturut-turut berdasarkan persentase pemanfaatan kredit dengan persentase 29.21% untuk petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah dan 14.28% untuk petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi. Selanjutnya umur 27-33 dengan persentase sekitar 17.64% dan 21.42%, kemudian umur 55-60 dengan persentase sebesar 11.76% dan 21.42%, kemudian 48-54 memiliki persentase sekitar 14.28% untuk petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi. Gambaran keadaan tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar petani bayam termasuk ke dalam umur produktif. Tabel 6 Karakteristik petani responden berdasarkan usia dan pemanfaatan kredit Pemanfaatan kredit rendah Pemanfaatan kredit tinggi No Kelompok Jumlah persentase Jumlah persentase Usia responden responden (Tahun) (orang) (orang) 1 27-33 3 17.64 3 21.42 2 34-40 5 29.41 2 14.28 3 4 41-47 7 41.17 28.57 4 48-54 0 0.00 2 14.28 5 55-60 2 11.76 3 21.42 Jumlah 17 100.00 14 100.00 Berdasarkan usianya, semakin banyak petani yang mengajukan kredit dengan usia produktif dapat memanfaatkan kredit untuk usahataninya lebih baik dibandingkan dengan petani responden dengan kategori usia lainnya. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan petani responden berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki petani dan penyerapan teknologi dalam melakukan usaha di bidang pertanian. Tingkat pendidikan sebagian besar responden yang diperoleh melalui kuesioner ini adalah Sekolah Dasar (SD) yaitu sejumlah 9 orang untuk yang memanfaatkan kredit kurang dari 60.18% dan 8 orang untuk petani responden yang memanfaatkan kredit lebih besar dari 60.18% dengan persentase masing masing sebesar 52.94% dan 57.14%. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan petani responden masih tergolong rendahTingkat pendidikan sebagian besar responden yang diperoleh melalui kuesioner ini adalah Sekolah Dasar (SD) yaitu sejumlah 9 orang untuk yang memanfaatkan kredit kurang dari 60.18% dan 8 orang untuk petani responden yang memanfaatkan kredit lebih besar dari 60.18% dengan persentase masing masing sebesar 52.94% dan 57.14%. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan petani responden masih tergolong rendah. Adapun karakteristik petani responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7.
27 Tabel 7
Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan dan pemanfaatan kredit Pemanfaatan kredit rendah Pemanfaatan kredit tinggi No Tingkat Jumlah persentase Jumlah persentase Pendidikan responden responden (orang) (orang) 1 Tidak Sekolah 3 17.64 3 21.42 2 8 SD 9 52.94 57.14 3 2 SMP 2 11.76 14.28 4 1 SMA 3 17.64 7.14 14 100.00 Jumlah 17 100.00
Berdasarkan tingkat pendidikannya, Petani yang mengajukan kredit dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi dapat mengalokasikan pemanfaaatan kredit yang lebih banyak untuk usahataninya dibandingkan dengan petani responden dengan kategori tingkat pendidikan lainnya. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga merupakan total dari jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami sebagai kepala keluarga, istri, anak-anak, sanak saudara serta orang tua yang tidak mampu lagi untuk bekerja yang hidup menetap bersama keluarga tersebut. Banyak sedikitnya jumlah anggota keluarga dapat menentukan beban ekonomi keluarga, karena jumlah tanggungan keluarga berkaitan dengan penghasilan atau penerimaan petani. Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan memacu petani untuk meningkatkan penghasilan demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Jumlah tanggungan keluarga petani responden di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Karakteristik petani responden berdasakan jumlah tanggungan dan pemanfaatan kredit Pemanfaatan kredit rendah Pemanfaatan kredit tinggi No Jumlah Jumlah persentase Jumlah persentase Tanggungan responden responden (orang) (orang) 1 1-2 2 11.76 2 14.28 2 3-4 9 52.94 9 64.28 3 3 5-6 4 23.52 21.42 4 7-8 2 11.76 0 0.00 Jumlah 17 100.00 14 100.00 Berdasarkan Tabel 8, menunjukkan terdapat minimum tanggungan keluarga sebanyak 1 sampai 2 orang, dan maksimum tanggungan keluarga petani responden sebanyak 7 sampai 8 orang. Terdapat 9 petani pada masing-masing kondisi petani berdasarkan pemanfaatannya yang memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak 3 sampai 4 orang.
28 Luas lahan Luas lahan yang digarap petani sangat beragam mulai petani yang mengolah lahan lebih kecil dari 1 250 m² sampai petani yang mengolah lahan lebih besar dari 2500 m². Persentase (%) luas lahan yang digunakan untuk usahatani bayam tertinggi berada pada 1 250- 2 500 m² untuk petani sebesar 64.70% sedangkan untuk petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi sebesar 50.00%. Adapun karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9
No
1 2 3 4
Karakteristik petani responden berdasakan luas lahan dan pemanfaatan kredit Luas Lahan Pemanfaatan kredit rendah Pemanfaatan kredit tinggi (1000 m²) Jumlah persentase Jumlah persentase responden responden (orang) (orang) <1.25 6 35.29 3 21.42 1.25-2.5 11 64.70 7 50.00 3 >2.5-5 0 0.00 21.42 >5 0 0.00 1 7.14 Jumlah 17 100.00 14 100.00
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan KUR oleh Petani Bayam Kredit sebagai salah satu sumber modal diberikan dengan tujuan untuk memenuhi atau mencukupi kebutuhan akan modal dalam suatu usaha. Kredit pada berbagai Bank dikemas dengan nama yang berbeda. Kredit diberikan sesuai dengan jenis usaha masing-masing. Biasanya kredit usaha perbankan dibedakan menjadi kredit Investasi dan kredit modal kerja, atau mungkin gabungan dari keduanya. Kredit yang diterima oleh petani responden pada penelitian ini adalah kredit usaha rakyat (KUR). KUR merupakan salah satu produk pinjaman yang dikeluarkan oleh bank BRI. Suku bunga KUR pada saat penelitian berlangsung adalah 9-13% per tahunnya. Kredit Usaha Rakyat adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan program peningkatan usaha-usaha mikro. Pemanfaatan modal yang berasal dari pinjaman kredit sangat efektif untuk membantu petani dalam memenuhi kebutuhan untuk kegiatan usahataninya. Jika diperhitungkan jumlah kredit yang dikuasai masing-masing petani, rata-rata sekitar Rp12 352 941 untuk petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah dan Rp11 857 142 untuk pemanfaatan kredit yang tinggi. Besar pinjaman tersebut digunakan untuk kepentingan usahatani terutama untuk memenuhi kebutuhan input seperti benih dan pupuk. Selain itu, petani juga menggunakan kredit untuk menambah peralatan usahatani lainnya seperti cangkul, sabit, dan hand sprayer. Kredit juga dimanfaatkan untuk menambah jumlah kebutuhan benih dan pupuk serta upah tenaga kerja. Selain untuk kegiatan usahatani, kredit juga digunakan
29 petani untuk kebutuhan hidup mereka sehari-hari pada saat musim tanam atau sebelum panen. Sisa kredit yang ada digunakan oleh sebagian petani responden untuk membayar untuk kebutuhan rumah tangga lainnya atau membuka usaha yang bukan di bidang pertanian. Tabel 10 No 1
2 3
Proporsi pemanfaatan kredit oleh petani responden di Ciaruteun Ilir tahun 2016 Bentuk Pemanfaatan Kredit Proporsi a. Pembelian mesin dan alat pertanian 5.59 b. Lahan 16.37 c. Pembelian sarana produksi (pupuk kandang, pestisida dan herbisida) 24.36 d. Benih 4.39 e. Upah tenaga kerja 9.45 Total kebutuhan usahatani 60.18 Kebutuhan sehari-hari (rumah tangga) 23.43 Kebutuhan lainnya (non pertanian) 16.37 Jumlah 100.00
Berdasarkan Tabel 10 dapat disimpulkan sekitar 60.18% kredit digunakan untuk kepentingan usahatani. Sebesar 24.36% untuk pembelian pupuk dan 9.86% untuk pembayaran upah tenaga kerja. Sebesar 5.59% kredit digunakan untuk modal investasi seperti pembelian alat pertanian yang baru dan 16.37% digunakan untuk pembayaran sewa lahan yang digunakan. Dengan penggunaan alat dan mesin yang lebih baru dan lebih modern diharapkan dapat berpengaruh pada peningkatan pendapatan usahatani. Penggunaan kredit juga digunakan untuk meningkatkan jumlah input seperti pupuk yang memiliki persentase yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena petani paling banyak menggunakan pupuk yang juga disesuaikan dengan kebutuhan per luas lahan. persentase penggunaan benih masih tergolong rendah. Penggunaan kredit sisanya sebesar 23.43% untuk tambahan kebutuhan sehari-hari selama musim tanam dan sisanya 16.37% untuk kebutuhan atau usaha lain yang bukan di sektor pertanian. Dapat disimpulkan dari hasil tersebut, bahwa kredit yang diterima petani sebagian besar sudah digunakan untuk kebutuhan usahatani dibandingkan untuk kebutuhan lainnya. Penggunaan kredit untuk kebutuhan usaha lain jika dilihat dari sisi pengalokasiannya memang menyimpang dari yang seharusnya. Meskipun demikian, kredit yang diterima petani dan digunakan untuk modal usaha lainnya ini secara tidak langsung juga dapat memberikan manfaat pada kegiatan usahatani. Hal ini dikarenakan sebagian penerimaan dari usaha tersebut dapat digunakan oleh petani untuk pembelian input pada musim tanam selanjutnya jika petani tidak lagi menerima kredit. Sehingga dapat disimpulkan, meskipun terjadi penyalahgunaan kredit oleh petani, namun secara tidak langsung dapat memberikan benefit yang positif dalam kegiatan usahatani. Hasil penelitian oleh Dewi (2010) menunjukkan jumlah kredit yang direalisasikan relatif kecil untuk usahatani padi yaitu sekitar 46.98% dari total keseluruhan kredit. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian oleh Dewi, kredit untuk kebutuhan usahatani di daerah penelitian sudah cukup bagus dilihat dari tingkat realisasinya.
30 Petani juga menggunakan kredit untuk kebutuhan sehari-hari dalam persentase yang cukup besar. Hal ini disebabkan karena proses produksi dilakukan petani hanya menghasilkan disetiap bulannya masa panen, sehingga untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari petani akhirnya menggunakan sebagian kredit yang mereka terima. Sesuai dengan tujuan pemberian kredit KUR bahwa kredit tersebut merupakan kredit investasi dan atau kredit modal kerja, sehingga apabila terdapat penggunaan kredit selain untuk kebutuhan investasi ataupun modal kerja pada usahatani maka dapat disimpulkan bahwa adanya penyalahgunaan kredit. Kondisi ini menunjukkan bahwa adanya fungibility of credit. Kondisi dimana petani menggunakan kredit tidak hanya untuk keperluan usahatani tetapi juga untuk kebutuhan lainnya. Cara dan waktu penyaluran kredit kepada petani juga menjadi salah satu penyebab penggunaan kredit yang tidak optimal pada usahatani. Penelitian oleh Batubara et al. (2007) juga menunjukkan adanya hasil penyimpangan penggunaan kebutuhan kredit untuk kegiatan produktif kepada kebutuhan konsumtif. Biaya usahatani yang harus dikeluarkan pada saat awal musim tanam tidak diikuti dengan penyaluran kredit, sehingga pada saat petani sudah kehabisan biaya untuk konsumsi akhirnya menggunakan dana dari kredit. Menurut Karyanto (2008) menyebutkan bahwa pemanfaatan dana kredit dapat memberikan dampak yang positif terhadap usahatani padi, namun petani sering mengalami penunggakan pengembalian kredit yang salah satu penyebabnya adalah penggunaan kredit untuk kebutuhan lain seperti, membiayai sekolah anak, membeli perabotan rumah dan kebutuhan konsumsi sehari-hari. Sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya, pada hasil penelitian ini menunjukan adanya penggunaan kredit yang kurang optimal dikarenakan penyaluran kredit yang tidak sesuai dengan waktu periode masa tanam petani responden. Dana kredit yang relatif besar seharusnya dapat dimanfaatkan oleh petani untuk kegiatan usahatani bayam, dengan memperbesar skala usahanya ataupun membeli lebih banyak input produksi yang akan digunakan. Peran Kredit terhadap Produksi Usahatani Bayam Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan oleh petani. Metode yang dilakukan untuk menganalisis pendapatan usahatani bayam adalah dengan cara membandingkan penggunaan input, produksi, penerimaan serta pendapatan usahatani petani responden yang memanfaatkan kredit kurang dari 60.18% yang kemudian disebut petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah dan petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi dengan kondisi memanfaatkan kredit lebih dari 60.18%. Pembahasan dilakukan dengan menganalisis dan menggabungkan data semua petani responden. Analisis pendapatan usahatani ini menggunakan hasil perhitungan rata-rata dari responden dalam periode satu musim per 1000 m². Hasil dari analisis ini diharapkan dapat menggambarkan bagaimana peran dari kredit usaha rakyat terhadap produksi yang diperoleh oleh petani bayam.
31 Penggunaan Input Produksi Usahatani Bayam Penggunaan sarana produksi merupakan input pokok yang menjamin terjadinya suatu proses usahatani. Dalam proses produksi terdiri dari beberapa faktor produksi dan sarana produksi. Faktor produksi terdiri dari lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen. Sarana produksi terdiri dari benih, pupuk, pestisida, alat pertanian. Tabel 11 Rata-rata penggunaan input produksi usahatani bayam per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit dalam satu musim tanam periode 2015-2016 Input Produksi Satuan Pemanfaatan Pemanfaatan Rekomendasi kredit rendah kredit tinggi Benih kg 1.05 1.30 0.5-1.00 Pupuk Kandang kg 644.52 637.21 1 000 Urea kg 12.24 12.58 10-30 TSP kg 5.91 6.85 15-20 NPK Phonska kg 4.71 5.67 8-10 -Curacron 500EC ml 42.10 44.91 -Gramaxone276SL ml 24.60 30.51 20-30 Sumber : Panduan Budidaya Tanaman Sayuran, IPB (2006)
Benih bayam yang digunakan oleh petani responden merupakan benih varietas lokal yang biasa tersedia di kios tani yang menjual benih lokal di Desa Ciaruteun Ilir. Petani responden menggunakan benih bayam lokal karena cocok ditanam pada lahan yang dimiliki petani dan jika tidak tersimpan dalam jangka waktu lama (kualitasnya bagus) maka benih ini dapat menghasilkan 100 ikat gabung bayam untuk satu kilogramnya. Jumlah benih bayam yang disebar pada usahatani bayam petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah adalah 1.05 kg pada setiap 1000 m² lahan yang dikelolanya, sedangkan pada petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi adalah 1.30 kg per 1000 m² lahannya. Kedua petani menggunakan benih lebih banyak dibandingkan dengan jumlah yang direkomendasikan yaitu sebesar 0.5-1.00 kg. Kondisi petani pada saat memiliki tambahan modal untuk membeli benih ini membuat para petani meningkatkan jumlah benih bayam yang disebar pada lahannya. Pemupukan merupakan kegiatan dalam usahatani yang penting dilakukan petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah agar tanaman yang diusahakan petani dapat tumbuh subur dan tetap terjaga kandungan unsur hara pada tanah yang dibutuhkan untuk perkembangan tanaman sayuran terutama tanaman bayam. Pupuk yang dipakai oleh petani responden adalah pupuk kandang yaitu pupuk ayam dan pupuk kimia. Pupuk ayam merupakan pupuk yang memerlukan kuantitas yang cukup banyak dan tergantung pada budidaya masing-masing petani. Pembelian pupuk ayam ini biasanya bukan dalam eceran satuan kilogram melainkan satuan karung dimana satu karung biasanya memiliki berat 20 kg dengan harga yang berbeda-beda. Jenis pupuk kimia yang dipakai petani responden adalah Urea, TSP, dan NPK Phonska.. Penggunaan rata-rata kebutuhan pupuk relatif berbeda antara petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah dan petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi. Kebutuhan Pupuk kandang petani
32 dengan pemanfaatan kredit yang rendah lebih banyak yaitu 644.52 kg sedangkan petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi yaitu 637.21. Penggunaan pupuk oleh kedua petani masih kurang jika dibandingkan dengan jumlah yang direkomedasikan yaitu sebesar 1 000 kg. Penggunaan Pupuk Urea, TSP dan NPK phonksa berturut-turut untuk petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah sebanyak 12.24 kg, 5.91 kg, dan 4.71 kg. Sedangan untuk petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi relafif lebih banyak yaitu 12.58 kg, 6.84 kg, 5.67 kg. Mayoritas petani responden di lokasi penelitian menggunakan pestisida atau obat-obatan untuk mengendalikan hama dan penyakit. Cuaca yang tidak menentu dapat menyebabkan tanaman bayam rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Pestisida yang dipakai petani responden adalah sama jenisnya untuk keseluruhan petani yaitu Curacron 500EC. Pestisida jenis ini mudah didapat di toko-toko tani dengan harga yang dapat dijangkau oleh petani yaitu Rp 27 000 per 100 ml. Selain penggunaan pestisida, petani juga menggunakan herbisida atau biasa dikenal dengan nama obat rumput. Herbisida dipakai untuk membasmi rumput liar di lokasi lahan penanaman sayuran bayam. Herbisida yang digunakan petani terdiri dari dua jenis yaitu jenis Gramoxone 276SL. Proporsi penggunaan pestisida dan herbisida bagi kedua kelompok petani relatif berbeda. Petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi menggunakan lebih banyak penggunaan pestida dan herbisida dibandingkan petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah yaitu 44.91 ml dan 30.5 ml. Sedangkan petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi menggunakan pestida dan herbisida sebanyak 42.1 ml dan 24.6 ml. Jenis alat pertanian yang digunakan dalam kegiatan usahatani bayam di Desa Ciaruteun Ilir meliputi cangkul, kored, tahang, headsprayer (semprotan), dan keranjang. Cangkul digunakan untuk mengolah tanah berupa pembuatan garitan, pembongkaran sementara, dan penurunan tanah kembali. Kored dibutuhkan untuk proses penyiangan yaitu untuk membersihkan rumput-rumput atau tanaman pengganggu di sekitar tanaman bayam. Tahang terbuat dari seng dan digunakan untuk menyiram tanaman bayam yang dilakukan pada pagi dan sore hari. Headsprayer merupakan semprotan yang digunakan petani untuk menyemprot pestisida atau herbisida. Selanjutnya keranjang yaitu tempat yang biasa digunakan untuk menampung hasil panen dari lahan ke pedagang pengumpul di sekitar desa. Luas lahan yang dimiliki petani responden cukup beragam. Kelompok petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah rata-rata mengelola lahan untuk usahatani bayam sebesar 1400 m², sedangkan petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi sebesar 4400 m². Status kepemilikan lahan yang digarap oleh petani responden terdiri dari lahan milik sendiri, sistem sewa atau kontrak, dan bahkan ada petani yang memiliki lahan sekaligus menyewa dari pihak lain. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan lahan tersebut diketahui dari informasi yang didapatkan saat pelaksanaan wawancara kepada petani dengan asumsi jika lahan milik sendiri tersebut disewakan oleh petani yang bersangkutan. Tenaga kerja pada usahatani terbagi atas dua jenis yaitu tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Pada kasus petani responden di Desa Ciaruteun Ilir, petani sebagian besar menggunakan tenaga kerja dalam Keluarga. Tenaga kerja yang digunakan dalam budidaya bayam banyak dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki. Tenaga kerja perempuan hanya digunakan
33 oleh petani responden ketika proses penyiangan (pembersihan gulma dengan kored) dan proses panen. Jumlah kebutuhan rata-rata tenaga kerja (HOK) per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit periode tanam 2015-2016 dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini : Tabel 12
Jumlah kebutuhan rata-rata tenaga kerja (HOK) per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit dalam satu musim tanam periode 2015-2016 Pemanfaatan kredit rendah Pemanfaatan kredit tinggi Kegiatan Usahatani TKDK TKLK TKDK TKLK Pengolahan Lahan 2.00 4.00 6.00 Penanaman 0.50 0.75 Pemupukan 3.00 2.75 Penyiraman 6.25 6.25 Perawatan 2.00 1.75 Panen 2.00 4.75 1.75 6.25 Total 13.75 10.75 11.50 14.00
Berdasarkan Tabel 11 Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam dan luar keluarga usahatani bayam. Penggunaan tenaga kerja pada petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah yaitu 24.5 HOK sedangkan petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi yaitu 25.5 HOK. Upah rata-rata untuk tenaga kerja laki-laki di lokasi penelitian adalah sebesar Rp60 000/hari kerja laki-laki, sedangkan upah rata-rata untuk tenaga kerja perempuan adalah Rp45 000/hari kerja perempuan. Perbedaan upah ini dikarenakan kegiatan usahatani yang dilakukan oleh tenaga kerja perempuan lebih ringan dan tidak seberat kegiatan usahatani tenaga kerja laki-laki. Jam kerja untuk laki-laki maupun perempuan adalah sama yaitu sekitar delapan jam per hari yang dimulai dari pukul 07.0012.00 WIB (hingga waktu Adzan Dzuhur) kemudian dilanjutkan kembali dari jam 13.00 -16.00 WIB. Proporsi penggunaan kombinasi tenaga kerja dalam dan luar keluarga sedikit berbeda antara Petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah dan petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi. Pada petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi penggunaan tenaga kerja luar lebih tinggi dibandingkan dengan Petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah. Hal ini karena ketesedian alokasi modal lebih tinggi dan digunakan untuk kegiatan usahatani. Jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi pun lebih banyak dan menyebabkan penggunaan tenaga kerja pada saat panen lebih banyak dibutuhkan. Berdasarkan hasil diatas, dapat disimpukan penggunaan input antara Petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah dan petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi memiliki perbedaan. Dalam penggunaan input, petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi relatif lebih banyak menggunakan inputnya dibandingkan Petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah. Perlakuan input produksi yang berbeda juga dikarenakan ketika petani belum menggunakan kredit modal untuk membeli input-input produksi sangatlah terbatas, mereka hanya menggunakan input yang benar-benar mereka butuhkan. Tetapi kondisi berbeda tampak ketika petani responden dapat membeli input-input tambahan serta dapat
34 membeli persedian input-input yang dibutuhkan dengan harga yang lebih rendah karena mereka membeli input-input tersebut dengan pembayaran langsung. Penerimaan Usahatani Bayam Penerimaan usahatani bayam terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang langsung diterima oleh petani dalam bentuk tunai sebagai hasil dari penjualan bayam. Sedangkan penerimaan tidak tunai adalah penerimaan yang diterima petani dalam bentuk tidak tunai seperti hasil panen yang digunakan untuk pembibitan ataupun konsumsi. Penerimaan tunai usahatani didapatkan dengan mengalikan antara jumlah output bayam dengan harga jual bayam. Penerimaan hasil penjualan bayam ini merupakan nilai perhitungan rata-rata dari setiap kategori petani responden per 1000 m² pada satu musim tanam. Penerimaan rata-rata petani bayam per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit periode tanam 2015-2016 dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini : Tabel 13
Penerimaan rata-rata petani bayam per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit dalam satu musim tanam periode 2015-2016 Uraian Pemanfaatan kredit Pemanfaatan kredit rendah tinggi Penerimaan tunai bayam 2 850 292.70 3 289 230.00 Penerimaan diperhitungkan 14 678.10 13 720.00 Total 2 864 970.80 3 302 950.00
Berdasarkan Tabel 12, Penerimaan tunai petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah sebesar Rp2 850 292.70, sedangkan petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi sebesar Rp3 289 230.00. Adanya perbedaan hasil penerimaan tersebut dikarenakan para petani menggunakan tambahan input dalam kegiatan produksinya mulai dari penambahan dosis pemupukan hingga penggunaan herbisida atau pestisida bagi tanaman bayamnya. Biaya Usahatani Biaya usahatani merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani pada periode tanam tertentu. Pada penelitian ini, biaya dalam usahatani bayam dikelempokan menjadi biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai dan berkaitan langsung dengan kegiatan produksi bayam. Biaya tunai meliputi pengeluaran kebutuhan benih, pupuk kandang atau kompos, TKLK, dan biaya sewa lahan. Sedangkan biaya non tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tidak tunai namun diperhitungkan sebagai biaya imbangan atas kegiatan produksi bayam yang dilakukan. Adapun yang termasuk kedalam komponen biaya yang diperhitungkan diantaranya TKDK, biaya sewa lahan milik sendiri, penyusutan alat, dan biaya lain-lain. Struktur biaya per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit periode tanam 2015-2016 dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini :
35 Tabel 14 Struktur biaya per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit dalam satu musim tanam periode 2015-2016 Pemanfaatan kredit rendah
Uraian Satuan Biaya Tunai Benih Pupuk -Kandang -Urea -TSP -NPK Phonska Pestisida -Curacron 500EC Herbisida -Gramaxone 276SL Biaya tali Tenaga kerja luar keluarga Biaya transportasi Sewa Lahan Pajak Lahan Total Biaya tunai Biaya diperhitungkan Sewa Lahan milik sendiri Tenaga kerja dalam keluarga Penyusutan alat Cangkul Kored Tahang Headsprayer Keranjang Total biaya diperhitungkan TOTAL BIAYA
Jumlah
Harga
Total
Pemanfaatan kredit tinggi Jumlah
Harga
Total
kg
1.05
54 764
57 502.20
1.30
55428
72 056,40
kg kg kg kg
644.52 12.24 5.91 4.71
400 3 000 3 500 1 250
257 808.00 36 720.00 20 685.00 5 887.50
637.21 12.58 6.84 5.67
400 3000 3500 1250
254 884.00 37 740.00 23 940.00 7 087.50
ml
42.10
270
11 367.00
44.91
270
12 125.70
ml Rp
24.60
72
1 771,20 3 383.00
30.50
72
2 196.00 3 820.71
HOK
10.75
52 500
564 375.00
14.00
52500
735 000.00
Rp Rp Rp
33 039.00 132 352.94 2 647.00 1 127 537.84
6 782.07 214 285.71 1 071.00 1 370 989.10
Rp
105 882.35
571 42.85
HOK Rp Rp Rp Rp Rp
13.75
52 500
721 875.00
11.50
52500
603750.00
13 877.45 3 289.22 15 849.67 2 156.86 3 627.45
1476.9 2672.61 12490.08 3125.00 3214.28
866 558.00
697156.72
1994 095.84
2068145.80
Berdasarkan Tabel 14, komponen biaya terbesar pada biaya tunai adalah biaya upah untuk tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dari total jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan petani. Hal ini dikarenakan petani responden lebih banyak menggunakan buruh tani untuk proses pengolahan lahan, pemupukan, dan pengangkutan hasil panen. Komponen biaya terbesar kedua setelah TKLK pada biaya tunai adalah biaya untuk pupuk kandang ayam dari biaya total. Seluruh petani responden di Desa Ciaruteun Ilir lebih banyak menggunakan pupuk kandang ayam dibandingkan pupuk kimia seperti pupuk urea, TSP, maupun NPK Phonska. Harga rata-rata pupuk ayam di desa penelitian adalah sebesar Rp400 per kilogram dimana pupuk ini biasa dibeli petani dalam satuan karung. Setiap karung pupuk ayam memiliki berat pupuk yang berbedabeda mulai dari 20-25 kg/ karungnya dan setiap karung ini memiliki harga yang berkisar mulai dari Rp8 000 hingga Rp10 000 per karungnya yang tergantung dari kualitas pupuk kandang ayam itu sendiri. Komponen biaya yang paling rendah pada biaya tunai adalah biaya untuk herbisida jenis Gramaxone yang hanya menyumbang sebesar dari biaya total. Penyebab hal ini adalah bahwa mayoritas petani responden lebih memilih untuk melakukan proses penyiangan (kored) dengan mempekerjakan
36 buruh tani wanita dibandingkan dengan menyemprotkan obat rumput yang tentunya tidak ramah lingkungan. Adapun total biaya tunai petani responden A adalah sebesar Rp1 127 537.84. Sedangkan petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi sebesar Rp1 370 989.10. Pada Tabel 14 menunjukkan selain biaya tunai, juga terdapat biaya diperhitungkan sebesar Rp866 558.00 untuk petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah dan sebesar Rp697 156.72 untuk petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi. Biaya ini merupakan biaya yang tidak langsung dibayarkan secara tunai oleh petani tapi tetap diperhitungkan sebagai biaya yang dikeluarkan oleh petani pada proses usahatani. Komponen biaya terbesar pada biaya diperhitungkan adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Hal ini dikarenakan petani responden melakukan proses pengairan dengan tenaga kerja dalam keluarga yaitu penyiraman tanaman bayam yang dilakukan 2 kali sehari pada musim kemarau dan 2 hari sekali saat musim hujan serta petani responden juga ikut langsung mengolah lahan milik mereka setelah proses panen untuk penanaman sayuran pada periode selanjutnya selain mempekerjakan buruh tani tersebut. Adapun total biaya yang dikeluarkan oleh petani responden baik untuk biaya tunai dan biaya diperhitungkan di lokasi penelitian adalah sebesar Rp1 994 095.84 untuk petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah dan Rp2 068 145.80 untuk petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi. Peran Kredit Terhadap Produksi Peranan kredit terhadap jumlah produksi bayam, dapat dilihat pengaruhnya dengan melakukan analisis melalui jumlah produksi yang dihasilkan. Produksi bayam berkaitan dengan input-input yang digunakan dalam usahatani seperti lahan, tenaga kerja, benih, pupuk ataupun pestisida. Kredit tidak berpengaruh langsung terhadap produksi tetapi melalui peningkatan input yang dapat dilakukan dengan penambahan modal untuk pembelian input tersebut diharapkan dapat mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan. Rata-rata penggunaan seluruh input dengan adanya kredit mengalami peningkatan kecuali pada luas lahan. Begitu juga hasil produksi bayam secara aktual mengalami peningkatan dengan adanya kredit. Pengaruh pemberian kredit terhadap produksi jika mengacu terhadap analisa pendapatan memberikan pengaruh yang positif. yaitu pada petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah saat kondisi petani memanfaatkan kreditnnya lebih besar dari 60.18%, produksi yang dihasilkan sebesar 938 kg. Sedangkan pada kondisi petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi produksi yang dihasilkan relatif lebih kecil yaitu 821 kg. Hal ini membuktikan bahwa kredit berpengaruh terhadap produksi. Produksi rata-rata per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit per satu periode tanam 2015-2016 dapat dilihat pada Tabel 15 dibawah ini : Tabel 15 Produksi rata-rata per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit dalam satu musim tanam periode 2015-2016 Uraian Pemanfaatan kredit Pemanfaatan kredit rendah tinggi Produksi 821.41 939.78 Harga 3470.00 3500.00 Penerimaan Tunai 2 850 292.70 328 9230.00
37 Berdasarkan Tabel 15, terdapat perbedaan rata-rata antara petani yang memanfaatkan kredit dengan baik dan petani yang kurang baik dalam pemanfaatanya. Kekurangan jumlah produksi yang belum dicapai oleh kredit diduga disebabkan adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi meningkatnya jumlah produksi bayam. Faktor-faktor lainnya yang dapat berpengaruh terhadap produksi bayam salah satunya dapat berasal dari karakteristik petani seperti usia dan pendidikan. Faktor usia dapat berpengaruh terhadap produksi karena petani dengan usia produktif dapat melakukan pekerjaan yang lebih efektif dan efisien, sehingga dalam pengelolaan usahataninya lebih baik dan menghasilkan produksi yang cukup tinggi, serta dapat mengalokasikan kredit dengan baik untuk usahataninya. Selanjutnya, faktor pendidikan petani baik formal maupun informal yang juga dapat berpengaruh terhadap produksi karena terkait dengan pengetahuan petani dalam mengelola usahatani untuk menghasilkan produksi yang optimal Adanya fungibility of credit yang cukup besar pada kebutuhan lain juga menjadi salah satu penyebab belum optimalnya peningkatan produksi. Jika persentase fungibility of credit dapat diturunkan dengan berbagai upaya salah satunya dengan memberikan kredit kepada petani pada saat yang tepat, penggunaan kredit oleh petani dengan pemanfaatan kredit yang rendahkan digunakan secara maksimal untuk usahatani bayam sehingga produksi juga dapat meningkat. Peran Kredit terhadap Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Analisis pendapatan usahatani bayam dilakukan bertujuan mengetahui tingkat pengeluaran dan penerimaan petani responden serta perbandingan dari penerimaan dan pengeluaran antara dua kondisi pemanfaatan kredit. Selanjutnya dapat diketahui tingkat keuntungan yang diperoleh oleh petani responden. Analisis yang dilakukan meliputi analisis pendapatan serta analisis R/C rasio usahatani bayam. Pendapatan usahatani merupakan suatu balas jasa eterhadap penggunaan faktor-faktor produksi dan salah satu indikator dalam suatu periode usahatni yang dijalankan. Analisis pendapatan ini sendiri dapat dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Kredit usaha rakyat diharapkan juga dapat memberikan peran positif terhadap pendapatan usahatani bayam di Kabupaten Bogor. Indikator lain yang digunakan untuk melihat keberhasilan usahatani petani responden adalah R/C rasio. Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang akan diperoleh petani dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani sayuran bayam. Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa petani responden yang memanfaatkan kredit lebih besar dari 60.18% memperoleh R/C rasio dan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan kondisi petani yang memanfaatkan kredit kurang dari 60.18%. Pendapatan total petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi sebesar Rp1 234 804.20, sedangkan pendapatan total petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah sebesar Rp870 874.96. Analisis pendapatan dan R/C rasio per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit periode tanam 2015-2016 dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah ini :
38 Tabel 16
Analisis pendapatan dan R/C rasio per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit dalam satu musim tanam periode 2015-2016 Uraian
Penerimaan tunai Penerimaan diperhitungkan Penerimaan total Biaya tunai Biaya diperhitungkan Biaya total Pendapatan atas biaya tunai Pendapatan atas biaya total R/C rasio atas biaya tunai R/C rasio atas biaya total
Pemanfaatan kredit rendah 2 850 293.00 14 678.10 2 864 971.10 1 127 537.84 866 558.00 1 994 095.84 1 722 754.86 870 874.96 2.54 1.43
Pemanfaatan kredit tinggi 3 289 230.00 13 720.00 3 302 950.00 1 370 989.10 697 156.70 2 068 145.80 1 918 240.90 1 234 804.20 2.40 1.59
Hasil perhitungan R/C rasio memperlihatkan bahwa penerimaan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi memiliki R/C rasio lebih besar dibandingkan Petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah. Nilai rata-rata R/C rasio petani yang memanfaatkan kredit lebih dari 60.18% adalah 1.59 yang artinya dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan petani yang memanfatkan kredit lebih besar untuk usahataninya dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.59 dan pada kondisi petani yang kurang baik dalam pemanfaatan kreditnya, R/C rasionya adalah sebesar 1.43 yang artinya dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.43. Oleh karena itu kondisis petani yang memanfaatkan kredit dengan baik lebih efisien dalam menjalankan usahatani bayam daripada kondisi petani yang kurang baik dalam pemanfaatan kredit yang diperoleh. Return to Labor dan Return to Equity Capital Perhitungan return to labor (imbalan terhadap tenaga kerja) dan return to capital (imbalan terhadap modal) digunakan dalam penelitian ini agar dapat menilai pendapatan investasi petani responden baik petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah maupun petani dengan pemanfaatan kredit yang tinggi terhadap penggunaan tenaga kerja dan modal usahatani bayam. Rata-rata imbalan tenaga kerja keluarga (return to labour) yang diperoleh dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah kerja luar usahatani. Rata-rata imbalan bagi total modal (return to capital) merupakan pengurangan dari pendapatan bersih terhadap nilai tenaga kerja keluarga perpetani mengusahakan usahatani bayam. Hasil perhitungan return to labor dan return to capital petani responden dapat dilihat pada Tabel 17 di bawah ini : Tabel 17 Rata-rata return to labor dan return to capital per 1000 m² berdasarkan pemanfaatan kredit dalam satu musim tanam periode 2015-2016 Satuan Pemanfaatan kredit Pemanfaatan kredit rendah tinggi Return to labour Rp/HOK 114 768.88 158 681.23 % Return to capital 7.47 30.51
39 Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata return to labor petani dengan pemanfaatan kredit yang rendah maupun petani yang pemanfaatan kreditnya lebih tinggi memiliki return to labour yang lebih besar dibandingkan nilai upah rata-rata tenaga kerja di Desa Ciaruteun Ilir yaitu sebesar Rp 52 500 per hari. Hal ini menunjukkan bahwa pilihan petani responden untuk melakukan usahatani bayam sudah tepat daripada menjadi buruh tani. Sementara itu, hasil perhitungan return to capital menunjukkan bahwa pilihan petani yang memanfaatkan kredit lebih tinggi dalam menginvestasikan modalnya pada kegiatan usahatani bayam yang dilakukan sudah tepat. Hal ini dikarenakan nilai rata-rata return to capital yang diperoleh petani lebih besar dari nilai suku bunga pinjaman yang berlaku, yakni 9% (suku bunga kredit KUR 2015). Sedangkan bagi petani yang pemanfaatan kreditnya rendah memiliki nilai rata-rata return to capital yang lebih kecil dibandingkan suku bunga kredit. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai peranan Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap produksi dan pendapatan usahatani Bayam maka dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1. Penggunaan kredit oleh petani responden menunjukan adanya fungibilty of credit. Pemanfaatan KUR oleh petani bayam digunakan untuk kebutuhan usahatani (60.18%), kebutuhan konsumtif (23.43%) dan untuk usaha lainnya (16.37%). 2. Kredit Berperan terhadap produksi petani bayam. Kredit yang dimanfaatkan dengan baik oleh petani dan digunakan untuk penambahan input produksi usahataninya akan berperan dalam peningkatan produksi. 3. Kredit berperan positif dalam peningkatan pendapatan petani bayam. Meningkatatnya produksi akan berkolerasi pada peningkatan jumlah pendapatan yang dihasilkan. Saran 1. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir fungibity of credit pada KUR salah satunya dengan memperhatikan waktu pengajuan kredit oleh Petani. Sebaiknya kredit diajukan sebelum atau pada saat musim tanam akan dilakukan agar selisih waktu antara pengajuan dan penyaluran kredit tidak terlalu lama, sehingga kredit yang diberikan kepada petani sesuai dengan waktu pelaksanaan kegiatan usahatani. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KUR dapat meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani. Sehingga, program KUR sebaiknya terus dilanjutkan dan ditingkatkan jumlahnya untuk membantu petani sebagai salah satu sumber modal dengan tingkat suku bunga yang rendah.
40 DAFTAR PUSTAKA Ashari. 2007. Peran lembaga mediator dalam membantu penyediaan modal usaha tani. Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 29(2): 8-9. [BI] Bank Indonesia. 2014. Undang-undang Republik Indonesia tentang Perbankan. Bank Indonesia. www.bi.go.id [2 Juni 2016] [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Bogor. Kota Bogor Dalam Angka. Bogor (ID): BPS. Batubara MM. 2007. Peran lembaga permodalan dalam pembiayaan sektor agribisnis di tingkat pertanian rakyat di Sumatera Selatan. JurnalFordema. 7(1): 69-76. Coelli T, Rao DSP, Bettese GE. 1998. An Introduction to Efficiency and Productivity Analysis. Boston (US): Kluwer Academic Publishers. Daniel M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Dewi IS. 2016. Peranan kredit ketahanan pangan dan energi dalam peningkatan produksi dan pendapatan usahatani padi di Kabupaten Kampar Riau [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dina, Haryono, Soelaeman. 2012. Dampak pemberian kredit terhadap produksi dan pendapatan usahatani jagung di Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur [catatan penelitian]. Hayati. Eastwood DB.1997. The Microeconomics of Consumer Behavior. Houston (US): Dame Publications Inc. Fitrianingsih S. 2008. Kinerja penyaluran kredit umum pedesaan (Kupedes) serta dampaknya terhadap peningkatan pendapatan usaha nasabaah di PT BRI unit Citeurep [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kamiliah W. 2009. Imbalan bagi faktor-faktor produksi pada usahatani sayuran di Desa Batulicin Irigasi Kabupaten Tanah Laut. JIPI. 16(3):191-194. Kasmir. 2004. Managemen Perbankan. Edisi 9. Jakarta(ID): Raja Grafindo Persada. Karyanto. 2008. Kajian kredit usahatani (KUT) dalam peningkatan produksi dan pendapatan usahatani padi (studi kasus KUT di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang) [tesis]. Malang(ID): Universitas Brawijaya. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2014. Data Kredit Usaha Rakyat (KUR) per Maret 2014. Jakarta: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Lipsey RG, Steiner PO, Purvis DD. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Jakarta (ID): Erlangga. Muljono PT. 1990. Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersial. Edisi Ketiga. Yogyakarta (ID): BPFE Yogyakarta Nwaru JC, Onyenweaku CE, Nwosu AC. 2006. Relative technical efficiency of credit and non-credit user crop farmers. African Crop Science Journal. 14(3): 241-251. Purnamayanti NWA. 2014. Pengaruh pemberian kredit dan modal terhadap pendapatan UKM. e Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha. Jakarta (ID): Universitas Pendidikan Ganesha. Rivai V, Veithzal AP. 2007. Credit Mangement Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.
41 Ramdhanu P. 2014. Pengaruh kredit Kupedes BRI terhadap produksi dan pendapatan usahatani padi di Kecamatan Kroya, Indramayu. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sari A. 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian Kredit Usaha Rakyat Mikro dan Kredit Pedesaan (Studi kasus BRI unit Cibungbulang, Cibungbulang Bogor). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sari C. 2011. Pengaruh kredit program kemitraan dan bina lingkungan terhadap produksi dan pendapatan petani belimbing dewa studi kasus kelompok tani Sari Jaya Kota Depok [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Situmeang. 2012. Analisis Pendapatan usahatani Padi Sehat di Deda Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, A Soeharjo, John L, Brian H. 2011. Ilmu Usahatani dan Penelitin untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta (ID): UI- Press. Suratiyah K. 2008. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Suryana A, Mardianto S, Ikhsan M. 2001. Dinamika Kebijakan Perberasan `Nasional: Sebuah Pengantar. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Susila A.D. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Bogor (ID) : Fakultas Pertanian, institut Pertanian Bogor. Verawati A. 2012. Pengaruh pemberian kupedes PT. BRI (persero) Tbk terhadap tingkat pendapatan pengusaha di Sidikalang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wati DR. 2015 Wati (2015). Akses dan dampak kredit mikro terhadap produksi dan pendapatan padi organik di kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1
Perbandingan pendapatan petani ushatani bayam berdasarkan pemanfaatan kredit (per musim tanam per 1000 m²) Pemanfaatan Kredit Rendah
Uraian Satuan Penerimaan Petani Bayam Penerimaan tunai Bayam segar (dijual) Penerimaan non tunai Bayam segar (dikonsumsi) Total Penerimaan Biaya Biaya Tunai Benih Pupuk -Kandang -Urea -TSP -NPK Phonska Pestisida -Curacron 500EC Herbisida -Gramaxone 276SL Biaya tali Tenaga kerja luar keluarga Biaya transportasi Sewa Lahan Pajak Lahan Total Biaya tunai Biaya diperhitungkan Sewa Lahan milik sendiri Tenaga kerja dalam keluarga Penyusutan alat Cangkul Kored Tahang Headsprayer Keranjang Total biaya diperhitungkan TOTAL BIAYA Pendapatan atas biaya tunai Pendapatan atas biaya total R/C Rasio atas biaya tunai R/C Rasio atas biaya total
Total
Pemanfaatan Kredit Tinggi Jumlah Harga Total
Jumlah
Harga
kg/ha
821.41
3470
2850 292.70
939.78
3500
3289 230.00
kg/ha
4.23
3470
146 780.10
3.92
3500
13 720.00
2864 970.80
3302 950.00
kg
1.05
54764
575 020.20
1.3
55428
72 056.40
kg kg kg kg
644.52 12.24 5.91 4.71
400 3000 3500 1250
257 808.00 36 720.00 20 685.00 5 887.50
637.21 12.58 6.84 5.67
400 3000 3500 1250
254 884.00 37 740.00 23 940.00 7 087.50
ml
42.10
270
11 367.00
4491
270
12 125.70
ml Rp HOK Rp Rp Rp
24.60
72
30.50
72
10.75
52500
1 771.20 3 383.00 564 375.00 33 039.00 132 352.94 2 647.00
14.00
52500
2 196.00 3 820.71 735 000.00 6 782.07 214 285.71 1 071.00
Rp HOK Rp Rp Rp Rp Rp
13.75
52500
1127 537.84
1370 989.10
105 882.35 721 875.00
57 142.85 603 750.00
11.50
52500
13 877.45 3 289.22 15 849.67 2 156.86 3 627.45
14 761.90 2 672.61 12 490.08 3 125.00 3 214.28
866 558.00
697 156.72
1994 095.84
2068 145.80
1722754.86 870874.96
1918240.90 1234804.20
2.54 1.43
2.40 1.59
43 Lampiran 2 Pemanfaatan kredit oleh petani bayam di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam 2015-2016 Pemanfaatan Kredit untuk Non Usahatani
Pemanfaatan Kredit untuk Usahtani Pupuk dan sarana Produksi
No.Resp
Alat-alat pertanian
Lahan
1
1 500 000
3 000 000
2
3 000 000
10 000 000
3
1 000 000
4
Benih
3 000 000
Tenaga kerja
Persentase Pemanfaatan kredit untuk Usahatani
Akebutuhan Rumah Tangga
Kebutuhan lainnya
Total Kredit
1 000 000
85.00
1 500 000
10 000 000
2000 000
6 000 000
84.00
4 000 000
25 000 000
2 000 000
500 000
500 000
40.00
2 000 000
2 000 000
2 000 000
1000 000
50.00
5 000 000
4 000 000
10 000 000 10 000 000
5
500 000
2 000 000
2 000 000
2 000 000
65.00
2 500 000
1 000 000
10 000 000
6
1 000 000
2 000 000
4 000 000
2 000 000
56.25
3 000 000
4 000 000
16 000 000
7
1 500 000
2 000 000
1 000 000
45.00
2 000 000
3 000 000
10 000 000
8
500 000
3 000 000
1 000 000
45.00
5 500 000
9 10
1 000 000
10 000 000
3 000 000
1000 000
500 000
45.00
3 500 000
2 000 000
10 000 000
4 000 000
2000 000
1 000 000
53.33
3 000 000
4 000 000
15 000 000
2 000 000
15 000 000
11
4 000 000
4 000 000
1 000 000
60.00
4 000 000
12
6 000 000
8 000 000
3 000 000
85.00
3 000 000
13
2 000 000
1 500 000
1 000 000
45.00
14
8 000 000
2 000 000
500 000
2 000 000
62.50
7 500 000
20 000 000
15
2 000 000
1 000 000
500 000
70.00
1 500 000
5000 000
60.00
1 000 000
70.00
3 000 000
10 000 000
70.00
4 500 000
15 000 000
41.66
4 000 000
2 000 000
63.33
5 500 000
17
1 000 000
3 000 000
2 000 000
18
1 000 000
4 500 000
4 000 000
19
1 000 000
20
500 000
3 000 000
4 000 000
21
1 000 000
6 000 000
5 000 000
1000 000
2 000 000
60.00
2 000 000
8 000 000
25 000 000
22
1 000 000
2 000 000
2 000 000
1000 000
1 000 000
70.00
1 000 000
2 000 000
10 000 000
23
1 000 000
2 500 000
2 500 000
1000 000
46.66
5 000 000
3 000 000
15 000 000
1 000 000
2 000 000
1000 000
66.66
2 000 000
2 000 000
500 000
64,28
1 000 000
1 500 000
7 000 000
40.00
4 000 000
2 000 000
10 000 000
64.28
2 500 000
25
1 000 000
1000 000 1 000 000 1000 000
26
2 000 000
2 000 000
27
2 000 000
1 000 000
500 000
28
1 500 000
2 000 000
500 000
29
3 000 000
2 000 000
500 000
1000 000
1000 000
3 000 000
10 000 000
2 000 000
3 000 000
1 000 000
5 500 000
16
24
3 000 000
20 000 000
3 000 000
10 000 000
12 000 000 15 000 000
6 000 000
7 000 000
57.00
3 000 000
7 000 000
500 000
40.00
9 000 000
15 000 000
1 500 000
10 000 000
30
1 000 000
2 500 000
500 000
2000 000
60.00
2 500 000
31
500 000
1 000 000
500 000
2000 000
66.66
2 000 000
6 000 000
44
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kabupaten Sukabumi Jawa Barat pada tanggal 8 Juli 1994 dari ayah yang bernama Agus Gumelar dan ibu bernama Euis Muhafillah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan di TK. Tarbiyatusunnah pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 1 Selajambe pada tahun 2000 dan lulus pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 1 Cibadak dan tamat pada tahun 2009. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Cisaat hingga lulus pada tahun 2012. Setelah tamat SMA, penulis kemudian diterima di Institut Pertanian Bogor di departemen Agribisnis. Selama menempuh pendidikan S1, penulis pernah tergabung dalam kepengurusan paguyuban bidikmisis IPB. Selanjutnya, penulis juga menjadi salah satu anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasisiwa IPB tahun 2015. Penulis juga aktif dalam berbagai kepenulisan salah satunya Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) dan merupakan anggota dari LSM inovasi Untuk Indonesia.