1
ANALISIS KETERKAITAN INKLUSI KEUANGAN DENGAN PEMBANGUNAN DI ASIA
BINTAN BADRIATUL UMMAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
2
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Keterkaitan Inklusi Keuangan dengan Pembangunan di Asia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Bintan Badriatul Ummah H14090122
i
ABSTRAK BINTAN BADRIATUL UMMAH. Analisis Keterkaitan Inklusi Keuangan dengan Pembangunan di Asia. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO. Inklusi keuangan saat ini menjadi fokus utama pembangunan dalam sektor keuangan di berbagai negara. Dengan sistem keuangan yang inklusif, masyarakat dapat mengakses jasa keuangan dengan mudah. Meskipun pertumbuhan ekonomi di Asia memiliki tren meningkat, namun masih banyak masyarakat di kawasan Asia yang belum dapat mengakses jasa keuangan. Dengan menggunakan perhitungan Index of Financial Inclusion yang dikembangkan oleh Sarma (2008) maka tingkat inklusi keuangan di suatu negara dapat diketahui, khususnya di Asia. Dari delapan negara yang diteliti dari tahun 2004-2011, Jepang dan Korea Selatan merupakan negara yang memiliki indeks inklusi keuangan tertinggi yaitu 0.9 dan O.5, sedangkan Pakistan berada di posisi terendah dengan indeks rata-rata sebesar 0.1. Dengan demikian akses dan pelayanan jasa keuangan di Jepang dan Korea lebih baik dibandingkan dengan Negara lain dalam penelitian. Regresi Tobit digunakan untuk melihat faktor pembangunan yang memengaruhi inklusi keuangan. Hasil yang diperoleh adalah tingkat pendapatan per kapita dan jumlah populasi di desa memengaruhi inklusi keuangan. Sedangkan pengangguran tidak signifikan memengaruhi inklusi keuangan. Kata kunci: inklusi keuangan, pembangunan
ABSTRACT BINTAN BADRIATUL UMMAH. Correlation Analysis Financial Inclusion and Development in Asia. Supervised by NUNUNG NURYARTONO. Financial inclusion recently has become the main focus of development in financial sector in various country. People can access financial services easily by inclusiveness in financial system. Despite economic growth has positive trend in Asia, there are Asian population who could not access financial services. Financial inclusion can be measured by Index of Financial Inclusion that has been developed by Sarma (2008). This paper observe eigth countries in Asia from 2004-2011. Japan and South Korea are the country that has the highest index of financial inclusion that is 0.9 and 0.5 respectively, while Pakistan that has the lowest index that is 0.1. Thus, financial system in Japan and South Korea more inclusive than other countries. This study uses Tobit Regression to determine development idicators that influence index of financial inclusion. The result is GDP per capita and rural population influnce index of financial inclusion. While unemployment doesn’t affect financial inclusion. Keyword : Financial inclusion, development
ii
ANALISIS KETERKAITAN INKLUSI KEUANGAN DENGAN PEMBANGUNAN DI ASIA
BINTAN BADRIATUL UMMAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
iii
iv
Judul Skripsi : Analisis Keterkaiitan Inklusi Keuangan dengan Pembangunan di Asia Nama : Bintan Badriatul Ummah NIM : H14090122
Disetujui oleh
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
v
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah, “Analisis Keterkaitan Inklusi Keuangan dengan Pembangunan di Asia”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk menganalisis keterkaitan inklusi keuangan dengan pembangunan serta menganalisis indikator pembangunan yang memengaruhi inklusi keuangan di kawasan Asia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nunung Nuryartono, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, yakni Bapak Sulaeman dan ibu Patonah, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Iman Sugema, M.Ec selaku dosen penguji utama dan Ranti Wiliasih, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini; Para dosen, staff dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi; Teman-teman satu bimbingan Fikria Ulfa Wardani, Dea Rizki, dan Niki Nurhayati yang telah menjadi partner diskusi dalam penyusunan skripsi ini; Sahabat penulis Indah Rizki Anugrah, Evanti Andriani, dan Nidaa Nazaahah yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis; Serta teman-teman Ilmu Ekonomi 46 yang selalu memberikan masukan dan semangat kepada penulis; serta semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan sehingga saran dan kritik sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2013 Bintan Badriatul Ummah
vi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR............................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 Perumusan Masalah ....................................................................................... 3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 4 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 4 Konsep Inklusi Keuangan .............................................................................. 4 Akses terhadap Jasa Keuangan ...................................................................... 5 Index Of Financial Inclusion (IFI) ................................................................. 6 Pengelompokan Negara berdasarkan Pendapatan.......................................... 7 Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 7 Kerangka Pemikiran ....................................................................................... 8 Hipotesis......................................................................................................... 9 METODE ................................................................................................................ 9 Jenis dan Sumber Data ................................................................................... 9 Metode Analisis Data ................................................................................... 10 Index of Financial Inclusion (IFI) ...................................................... 10 Model Regresi Tobit ........................................................................... 13 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 15 Dimensi Inklusi Keuangan ........................................................................... 15 Penetrasi Perbankan ........................................................................... 15 Ketersediaan Jasa Perbankan.............................................................. 16 Penggunaan ........................................................................................ 17 Perbandingan Indeks Inklusi Keuangan antar Negara ................................. 18 Pengaruh Pembangunan terhadap Inklusi Keuangan ................................... 20 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 22
vii
Simpulan ...................................................................................................... 22 Saran ............................................................................................................ 22 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23 RIWAYAT HIDUP............................................................................................... 34
viii
DAFTAR TABEL 1 Data, Satuan, dan Sumber Data 2 Sebaran setiap Dimensi 3 Dimensi dalam Perhitungan IFI 4 Indikator Pembangunan yang Memengaruhi Inklusi Keuangan 5 Hasil Estimasi Regresi Tobit 6 Hasil Estimasi Regresi Tobit tanpa GDP per Kapita
9 12 12 14 20 21
DAFTAR GAMBAR 1 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Beberapa Negara Asia, Amerika Serikat, dan Eropa Tahun 2000-2011 (persen) 1 2 Akses Terhadap Jasa Keuangan Tahun 2011 di Beberapa Negara Asia 2 3 Akses terhadap Jasa Keuangan 6 4 Kerangka Pemikiran 8 5 Penjelasan Grafik dari 3 Dimensi IFI 11 6 Rata-rata Jumlah Rekening Deposit di Bank Komersial per 1000 orang dewasa dari tahun 2004-2011 15 7 Rata-rata Jumlah Cabang Bank Komersial per 100.000 orang dewasa dari tahun 2004-2011 16 8 Rata-rata Jumlah Pinjaman dari Bank Komersial dan Jumlah Deposit di Bank Komersial (% terhadap GDP) dari tahun 2004-2011 17 9 Index of Financial Inclusion Jepang dan Korea Selatan dari Tahun 20042011 18 10 Index of Financial Inclusion Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan India dari Tahun 2004-2011 19 11 Index of Financial Inclusion Pakistan dari Tahun 2004-2011 19 12 Rata- rata GDP Per Kapita Tahun 2004-2011 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Perhitungan Indeks Inklusi Keuangan Hasil Pengolahan Regresi Tobit Hasil Pengolahan Regresi Tobit Tanpa GDP per Kapita Distribusi Data setiap Dimensi Jumlah Rekening Deposit di Bank Komersial per 1000 Populasi Dewasa dari Tahun 2004-2011 6 Jumlah Cabang Bank Komersial per 100.000 Populasi Dewasa 7 Outstanding Loans from Commerial Banks (% of GDP) 8 Outstanding Deposits with Commercial Banks (% of GDP)
25 27 28 29 30 31 32 33
ix
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kekuatan ekonomi dunia saat ini sedang mengalami pergeseran dari barat ke timur, khususnya Asia. Perekonomian negara-negara di Asia semakin menguat saat negara-negara barat mengalami krisis. Saat terjadi krisis ekonomi global tahun 2008/2009 di Amerika Serikat, beberapa negara di Asia justru mengalami pertumbuhan. Menurut International Monetary Fund (IMF) pada tahun 2012 emerging market, seperti negara berkembang di Asia, akan terus menunjukkan pertumbuhan yang kuat. Dampak krisis dapat diperkecil selain karena sifat eksternalitas krisis, sebagian besar perekonomian di Asia Timur telah mengambil pelajaran setelah Krisis Keuangan Asia Timur 1997 dengan memperkuat fundamental ekonomi, didukung kredibilitas dan akuntabilitas pemerintah yang lebih baik (Raz 2012). 20 15 10 5 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 ‐5 ‐10 Cina
Indonesia
India
Thailand
Amerika Serikat
Eropa
Sumber : World Bank, 2013 (diolah)
Gambar 1 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Beberapa Negara Asia, Amerika Serikat, dan Eropa Tahun 2000-2011 (persen) Menurut Kepala Ekonom ADB (2012)1, negara-negara berkembang di Asia akan mencapai angka pertumbuhan sebesar 6.0 persen pada tahun 2012 dan 6.6 persen pada tahun 2013. Faktor utama pertumbuhan di Asia didukung oleh tingkat konsumsi yang sangat besar di Asia Tenggara dan adanya pemulihan ekonomi ringan di Cina. Dalam setahun terakhir, negara-negara di kawasan Asia justru menunjukkan perkembangan positif di tengah perlambatan ekonomi global. Cina, India, dan Indonesia tetap bisa mempertahankan pertumbuhan ekonominya 1
Dalam www.investor.co.id
2
masing-masing dengan kekuatan konsumsi domestik. Salah satu faktor tingginya tingkat konsumsi yang terjadi di Cina, India, dan Indonesia adalah jumlah populasi negara tersebut hampir setengah dari penduduk di dunia, yaitu sekitar 2,8 miliar penduduk atau sekitar 40 persen dari jumlah penduduk dunia (World Bank 2013). Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi salah satunya didukung oleh sektor keuangan baik perbankan maupun non-bank. Pembangunan sektor perbankan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi (Cheng dan Degryse 2006). Sektor perbankan merupakan lembaga intermediasi antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan modal. Sistem keuangan yang berfungsi dengan baik dapat meningkatkan keadaan konsumen yang memungkinkan untuk melakukan pembelian lebih baik (Mishkin 2008). Meskipun perekonomian terus menguat, namun masih banyak masyarakat beberapa negara di Asia yang belum dapat mengakses jasa keuangan terutama perbankan. Berdasarkan data dari World Bank (2013), kurang dari 20 persen masyarakat Pakistan dan Indonesia memiliki rekening di lembaga keuangan formal. Berbeda dengan Jepang dan Korea yang dua per tiga masyarakatnya memiliki akses terhadap jasa keuangan. Selain jumlah rekening, proporsi jumlah orang menabung dan meminjam di negara high income dan upper middle income juga lebih banyak daripada negara lainnya. Pakistan India Korea, Rep. Japan
Loan in the past year (% age 15+)
Thailand
Saved any money in the past year (% age 15+)
Philippines
Account at a formal financial institution (% age 15+)
Malaysia Indonesia 0
20
40
60
80
100
Sumber : World Bank, Global Financial Index (2013)
Gambar 2 Akses Terhadap Jasa Keuangan Tahun 2011 di Beberapa Negara Asia
Kelompok masyarakat belum dapat menjangkau jasa keuangan khususnya perbankan, atau yang disebut dengan unbankable people, dikarenakan masih terdapat hambatan untuk mengaksesnya. Menurut Beck et al (2008), hambatan terhadap akses perbankan dapat disebabkan oleh model bisnis bank itu sendiri, posisi pasar, tingkat kompetisi yang dihadapi, kondisi makroekonomi, serta perjanjian dan peraturan yang dijalankan. Selain di karenakan kondisi pasar sektor
3
perbankan, hambatan terhadap akses perbankan juga dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap fungsi lembaga keuangan dan produk yang ditawarkan perbankan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat berpendapatan rendah.
Perumusan Masalah Hasil kesepakatan dalam KTT negara G-20 menetapkan inklusi keuangan (financial inclusion) sebagai pilar penting dalam pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di negara-negara anggotanya. Negara yang memiliki masalah terkait kemiskinan berupaya untuk menciptakan sistem keuangan yang inklusif. Hal ini menjadikan inklusi keuangan salah satu fokus pembangunan di sektor keuangan diberbagai negara karena sistem keuangan yang baik dapat mendorong pertumbuhan dan mengurangi kemiskinan (Kunt et al 2008). Tersedianya layanan jasa keuangan dan kemudahan dalam mengakses jasa keuangan merupakan salah satu aspek penting untuk meningkatkan peran sektor keuangan di suatu negara. Akses jasa keuangan dipengaruhi oleh hambatanhambatan yang dikategorikan ke dalam hambatan sosial ekonomi, makroekonomi, karakteristik bank, institusi, dan regulasi (Sunani 2010). Namun, dalam satu kawasan ekonomi seperti Asia tingkat pertumbuhan ekonomi beragam. Terdapat gap antara pertumbuhan di negara berkembang dengan pertumbuhan di negara maju. Hal ini pula yang menunjukkan bahwa peranan sektor keuangan di setiap negara berbeda. Sektor keuangan merupakan inti dari proses pembangunan (Kunt et al 2008). Sistem keuangan yang berfungsi dengan baik dapat menyediakan produk bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhan yang beragam. Dengan adanya inklusi keuangan --kegiatan menyeluruh yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan baik yang bersifat harga maupun non harga terhadap akses jasa keuangan-- memberikan keuntungan bagi masyarakat miskin atau kelompok lain yang tidak dapat mengakses jasa keuangan. Tanpa inklusi keuangan, masyarakat miskin harus mengandalkan tabungan mereka yang terbatas untuk investasi pendidikan serta pengusaha kecil harus mengandalkan laba mereka untuk meneruskan usaha. Hal ini akan mengakibatkan kesenjangan pendapatan tidak berkurang dan pertumbuhan ekonomi yang lambat (Allen et al 2012). Inklusi keuangan merupakan topik menarik untuk dikaji karena isu yang berkembang saat ini apakah negara-negara maju yang memiliki pendapatan per kapita cukup tinggi menjamin ketersediaan dan kemudahan akses terhadap layanan jasa keuangan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan sistem keuangan yang inklusif dengan pembangunan di suatu negara. Berdasarkan uraian singkat diatas, ada beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1) Bagaimana perbandingan tingkat inklusi keuangan di negara-negara Asia saat ini? 2) Indikator pembangunan apa yang dapat mempengaruhi inklusi keuangan?
4
Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kondisi sosial ekonomi dan inklusi keuangan di Asia. Namun, secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa permasalahan, yaitu: 1) Menjelaskan perbandingan tingkat inklusi keuangan di negara-negara Asia saat ini, 2) Menganalisis indikator pembangunan yang dapat memengaruhi inklusi keuangan.
Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat member manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi informasi dan masukan untuk perumusan kebijakan maupun program dalam rangka mewujudkan sistem keuangan yang inklusif, 2) Bagi pelaku di sektor keuangan, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam menciptakan sistem keuangan yang inklusif, 3) Bagi masyarakat dan akademisi, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan serta informasi mengenai inklusi keuangan dan dapat dijadikan sumber acuan untuk penelitian lebih lanjut.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk mengidentifikasi indikator-indikator pembangunan yang diduga dapat mempengaruhi inklusi keuangan di kawasan Asia dari tahun 2004-2011. Negara-negara yang diteliti adalah delapan negara di Asia yaitu empat negara kawasan Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand), dua negara Asia Timur (Jepang dan Korea Selatan), dan dua negara Asia Selatan (India dan Pakistan). Sedangkan negara lain yang juga masuk ke dalam kawasan Asia belum dapat diteliti karena keterbatasan akses data terhadap peubah yang akan digunakan.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Inklusi Keuangan Konsep inklusi keuangan muncul setelah adanya konsep financial exclusion. Leyshon dan Thrift (1995) mendefinisikan financial exclusion sebagai sebuah proses yang melayani untuk mencegah kelompok sosial dan individu dari memperoleh akses terhadap sistem keuangan formal.
5
Berdasarkan European Commision (2008), Financial exclusion merupakan sebuah proses dimana orang menghadapi kesulitan dalam mengakses dan/atau menggunakan jasa keuangan dan produk di pasar pada umumnya yang sesuai dengan kebutuhan mereka sehingga mereka tidak dapat menjalani kehidupan sosial dalam masyarakat di tempat mereka berada. Sedangkan National Australian Bank Report (2011) mendefinisikan Financial exclusion itu terjadi saat individu tidak dapat mengakses jasa keuangan dan produk yang tepat dan terjangkau – jasa utama dan produk adalah rekening untuk transaksi, asuransi, dan kredit jumlah sedang. Menurut Allen et al (2012), financial exclusion dapat disebabkan oleh adanya kegagalan pasar. Kegagalan pasar tersebut diantaranya informasi tidak sempurna, pasar yang tidak kompetitif, kelemahan dalam contractual environment, serta buruknya infrastruktur fisik. Definisi terkait financial exclusion menekankan pada sulitnya akses terhadap jasa keuangan. Sehingga berbagai peneliti mendefinisikan financial inclusion sebagai kebalikan dari financial exclusion. Menurut Sarma (2008) financial inclusion adalah sebuah proses yang menjamin kemudahan dalam akses, ketersediaan, dan manfaat dari sistem keuangan formal bagi seluruh pelaku ekonomi. Menurut United Nation (2006) tujuan yang ingin dicapai dari keuangan yang inklusif, yaitu: a)
b) c) d)
Akses dengan biaya yang rasional bagi seluruh rumah tangga dan pengusaha terhadap berbagai jasa keuangan yang bankable, termasuk tabungan, kredit jangka pendek dan panjang, sewa guna usaha dan anjak piutang, hipotek, asuransi, pensiun, pembayaran, transfer dan remitansi. Kelembagaan yang sehat, dipandu oleh sistem manajemen internal yang tepat, standar kinerja industri, dan pengawasan kinerja oleh pasar, misalnya oleh peraturan kehati-hatian yang sehat. Kesinambungan finansial dan kelembagaan sebagai sarana untuk memberikan akses terhadap layanan keuangan dari waktu ke waktu. Pelayanan jasa keuangan dapat dilakukan oleh penyelenggara di manapun, sehingga biaya akan lebih efektif dan berbagai alternatif produk dapat ditawarkan kepada pelanggan (penyedia jasa dapat berupa gabungan pihak swasta, non-profit, dan publik).
Akses terhadap Jasa Keuangan Masyarakat miskin dan berpendapatan rendah juga membutuhkan akses terhadap jasa keuangan untuk menjalani kehidupan dan mengelola usaha yang dijalankan. Namun, terkadang produk yang ditawarkan oleh jasa keuangan, khusunya lembaga keuangan formal, tidak sesuai dengan yang mereka butuhkan. Hal ini mengakibatkan mereka tidak dapat mengakses jasa keuangan yang layak. Selain dari sisi penawaran, permasalahan dari sisi permintaan terkait norma dan budaya, jenis kelamin, usia, pemahaman, tempat tinggal, tingkat pendapatan, jenis
6
pekerjaan, dan kepercayaan terhadap lembaga keuangan juga menjadi hambatan dalam mengakses jasa keuangan (UN 2006). Tidak semua populasi dapat mengakses jasa keuangan. Hal ini dapat dikarenakan mereka tidak membutuhkan atau ada alasan lain tidak ingin menggunakan jasa keuangan. Namun, ada kelompok rumah tangga dan perusahaan yang ingin menggunakan tetapi tidak dapat mengakses jasa tersebut, atau disebut involuntary exclusion, karena beberapa hambatan. Hambatan tersebut diantaranya dapat berupa pendapatan yang tidak mencukupi; adanya diskriminasi terhadap kelompok tertentu berdasarkan sosial, agama, atau etnis; biaya untuk menjangkau populasi tertetntu terlalu mahal untuk komersial; serta produk yang ditawarkan tidak sesuai dengan kebutuhan (Kunt 2008).
User of formal financial services
No need voluntary selfexclusion
Population non-user of formal financial services
cultural / religious reasons not to use / indirect access insufficient income / high risk Discrimination
involuntary exclusion
Access to Financial services No access to Financial services
contractual / informational framework price / product features
Sumber : dalam Kunt (2008)
Gambar 3 Akses terhadap Jasa Keuangan
Index Of Financial Inclusion (IFI) Inklusi keuangan sebuah negara dapat diukur dengan indeks inklusi keuangan atau Index of Financial Inclusion (IFI). Beberapa peneliti mengukur inklusi keuangan dengan menghitung proporsi dari populasi dewasa atau rumah tangga yang memiliki akses terhadap jasa keuangan formal. Perhitungan IFI yang dikembangkan oleh Sarma (2008) berdasarkan tiga dimensi, yaitu penetrasi perbankan, ketersediaan jasa perbankan, dan kegunaan. a. Penetrasi Perbankan Sistem keuangan yang inklusif harus memiliki pengguna sebanyak mungkin. Oleh karena itu sistem keuangan harus menjangkau secara luas diantara penggunanya. Ukuran populasi bank, misalkan proporsi populasi
7
yang memiliki rekening di bank adalah sebuah ukuran dari penetrasi perbankan. Penetrasi perbankan merupakan indikator utama dalam inklusi keuangan. b. Ketersediaan jasa keuangan Dalam sistem keuangan yang inklusif, jasa keuangan harus tersedia bagi semua pengguna. Indikator ketersediaan ini adalah jumlah outlet (kantor cabang, ATM, dll). Ketersediaan jasa dapat diindikasikan dengan jumlah cabang lembaga keuangan atau jumlah ATM (Aoutomatic Teller Machine). Saat ini ATM memiliki peranan yang cukup penting bagi jasa perbankan dalam melayani nasabahnya. Selain memberikan kemudahan dalam mengambil uang tunai, ATM juga dapat digunakan untuk pembayaran. Dengan adanya kantor cabang dan ATM, masyarakat dengan mudah menjangkau jasa keuangan. Selain ATM, di beberapa negara telah menggunakan mobile bangking dan internet banking dalam melayani nasabahnya. c. Kegunaan Meskipun memiliki akses terhadap jasa keuangan, masih terdapat sekelompok orang belum dapat memanfaatkan keberadaan jasa keuangan. Hal tersebut dapat dikarenakan beberapa alasan diantaranya, jauhnya outlet bank atau memiliki pengalaman buruk dengan penyedia jasa. Oleh karena itu, memiliki rekening tidak cukup untuk menunjukkan sistem keuangan yang inkusif, namun juga harus dapat digunakan. Kegunaan tersebut diantaranya dapat dalam bentuk kredit, deposit, pembayaran, remitansi, dan transfer.
Pengelompokan Negara berdasarkan Pendapatan Berdasarkan besar GNI per kapita negara di dunia dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kategori (World Bank 2013), yaitu: 1) Low Income Countries, negara yang memiliki GNI per kapita kurang dari $1.035 US. 2) Lower-middle-income Countries, negara yang memiliki GNI per kapita $1.306 – $4.085 US. 3) Upper-Middle-Income Countries, negara yang memiliki GNI per kapita $4.086 – $12.615 US. 4) High Income Countries, negara yang memiliki GNI per kapita diatas $12,616. Negara lower-middle-income dan upper-middle-income dikategorikan ke dalam negara yang sedang berkembang (developing country). Negara-negara ini masih dalam tahap proses pembangunan dimana tujuan pembangunan belum tercapai seluruhnya.
Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian Sarma dan Pais (2012) terkait inklusi keuangan dan pembangunan dengan menggunakan metode OLS, tingkat pembangunan manusia
8
dan inklusi keuangan memiliki hubungan positif. Negara yang memiliki GDP per kapita rendah, kesenjangan pendapatan yang tinggi, tingkat melek huruf dan urbanisasi yang rendah menunjukkan rendahnya jaminan dalam mengakses sektor keuangan. Ketersediaan informasi yang dicerminkan oleh panjang jalan, penggunaan telepon dan internet juga memiliki peranan penting dalam meningkatkan inklusi keuangan. Dari variabel perbankan, proporsi non performing assets dan capital asset ratio (CAR) memiliki hubungan negatif dengan inklusi keuangan. Sedangkan kepemilikan asing maupun pemerintah di sektor perbankan, dan suku bunga tidak memiliki keterkaitan dengan inklusi keuangan. Berdasarkan penelitian secara analisis empiris baik pada tingkat perusahaan, industri, rumah tangga, maupun perbandingan antar negara, yang dilakukan oleh Levine (1997), terdapat hubungan positif antara fungsi sistem keuangan dengan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Sistem keuangan dibentuk oleh pembangunan di sektor non-keuangan. Perkembangan dalam telekomunikasi, teknologi komputer, kebijakan di sektor non-finansial, institusi dan pertumbuhan ekonomi itu sendiri memengaruhi kualitas jasa keuangan dan struktur sistem keuangan.
Kerangka Pemikiran Negara di Asia
Inklusi Keuangan
Pembangunan
Penetrasi Perbankan, Jangkauan layanan perbankan, Penggunaan
Pendapatan per kapita, Tingkat pengangguran, Populasi penduduk desa
IFI Regresi Tobit
Gambar 4 Kerangka Pemikiran
9
Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka, hipotesis dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Negara yang termasuk ke dalam kelompok negara maju (high income) memiliki sistem keuangan yang inklusif dibandingkan dengan negara lainnya dalam penelitian. 2. Pendapatan per kapita diharapkan berpengaruh posistif terhadap inklusi keuangan. Karena semakin besar pendapatan seseorang, semakin besar pula kesempatan mengakses jasa keuangan. Sedangkan jumlah populasi di desa dan tingkat pengangguran diharapkan berpengaruh negatif terhadap inklusi keuangan. Pada umumnya kondisi pedesaan masih memiliki kekurangan terutama dalam perekonomian. Kondisi infrastruktur juga tidak lebih baik dari perkotaan. Oleh karena itu, semakin banyak penduduk di desa, semakin banyak pula orang yang sulit dalam mengakses jasa keuangan. Orang yang bekerja memiliki kesempatan untuk mengakses jasa keuangan. Seseorang yang menerima upah dapat melalui lembaga keuangan. Oleh karena itu, semakin sedikit tingkat pengangguran, semakin sedikit pula orang yang tidak dapat mengakses jasa keuangan.
METODE Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, World Development Indicator dari World Bank, Asian Development Bank (ADB), dan Financial Access Survey dari IMF. Tahun yang dijadikan dasar analisis adalah tahun 2004-2011. Peubah yang akan digunakan adalah jumlah sebagai berikut: Tabel 1 Data, Satuan, dan Sumber Data Peubah
Satuan
Sumber
Jumlah rekening deposit di bank komersial per 1000 populasi dewasa Jumlah cabang dari bank komersial per 100.000 populasi dewasa Outstanding loans from commercial banks (% terhadap GDP) Outstanding deposits with commercial banks (% terhadap GDP) GDP per kapita (konstan US$ tahun 2000) Jumlah populasi di desa (% total) Tingkat pengangguran
Unit
IMF
Unit
IMF
Persen
IMF
Persen
World Bank
US dollar persen persen
World Bank World Bank ADB
10
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menguraikan inklusi keuangan di berbagai negara. Sedangkan metode kuantitatif yang digunakan adalah metode analisis Index of Financial Inclusion (IFI) dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan metode regresi tobit dengan menggunakan STATA 11. Metode Index of Financial Inclusion (IFI) yang telah dikembangkan oleh Sarma (2008) digunakan untuk mengukur tingkat inklusi keuangan di masing-masing negara. Sedangkan metode regresi tobit akan digunakan untuk mengetahui indikator pembangunan yang mempengaruhi inklusi keuangan. Index of Financial Inclusion (IFI) Indeks inklusi keuangan atau dalam bahasa inggris index of financial inclusion (IFI) merupakan ukuran untuk tingkat iklusi keuangan. Indeks inklusi keuangan mencakup tiga dimensi. Indeks dari setiap dimensi, , dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: 1
: bobot untuk dimensi i, 0 ≤ ≤1 : nilai terkini dari peubah i : nilai minimum (batas bawah) dari peubah i : nilai maksimum (batas atas) dari peubah i Persamaan (1) akan menghasilkan nilai 0 < < 1. Semakin tinggi nilai di, semakin tinggi pula perolehan negara di dimensi i. jika terdapat n dimensi dari inklusi keuangan yang dihitung, maka perolehan suatu negara dari dimensi tersebut direpresentasikan dengan titik X = (d1,d2,d3,…,dn) pada ruang n-dimensi. Dalam ruang n-dimensi, titik O = (0,0,0,…,0) menunjukkan titik kondisi inklusi yang buruk, sedangkan titik W = (w1,w2,w3,…,wn) menunjukkan kondisi yang ideal dalam setiap dimensi. Letak titik X, O, dan W merupakan faktor penting dalam mengukur tingkat inklusi keuangan suatu negara. Semakin besar jarak antara titik O dengan titik X, semakin tinggi pula tingkat inklusi keuangan. Semakin kecil jarak antara titik X dengan titik W, semakin tinggi tingkat inklusi keuangan. Kedua jarak tersebut dinormalisasi dengan jarak antara W dan O agar nilainya antara 0 dan 1. Oleh karena itu, nilai IFI akan berada antara 0 dan 1. Semakin tinggi nilai indeks, sistem keuangan semakin inklusif. Jika jarak antara titik O dengan titik X dilambangkan dengan X1, yaitu:
2
11
dan jarak antara titik X dengan titik W dilambangkan dengan X2, 1
3
Maka nilai IFI adalah rata-rata keduanya,
1 2
4
Jika digambarkan ke dalam ruang tiga dimensi, maka IFI adalah sebagai berikut:
Availability (A)
W (w1,w2,w3)
(0,w2,0)
Usage (U) 1 - X2 X(p,a,u) X1
(0,0,w3)
a
u p (w1,0,0) 1 2
1 – X1 X2 1
2
Penetration (P)
Sumber: dalam Sarma (2012)
Gambar 5 Penjelasan Grafik dari 3 Dimensi IFI Nilai IFI berada di antar 0 dan 1. Jika diasumsikan seluruh dimensi memiliki bobot yang sama besar, maka masing-masing dimensi memiliki bobot sebesar 1. Memiliki bobot yang sama artinya setiap dimensi memiliki peranan yang sama dalam menentukan tingkat inklusi keuangan. Dalam perhitungan IFI, dibutuhkan nilai tetap dari Mi (batas atas) dan mi (batas bawah) untuk setiap dimensi. Agar dapat membandingkan IFI antar tahun dan negara, batas atas maupun batas bawah harus dijadikan nilai tetap. Batas bawah setiap dimensi dalam penelitian ini adalah 0. Sedangkan untuk menentukan batas atas setiap peubah, ditentukan oleh sebaran masing-masing peubah.
12
Tabel 2 Sebaran setiap Dimensi Jumlah Standar Rataan Minimum Observasi Deviasi
Dimensi Penetrasi Perbankan Ketersediaan Jasa Perbankan Kegunaan
Maximum
64
2055.433 2413.229
7.410605
7984.237
64
12.4726
9.263808
0.7255651
34.58984
64
62.77597 31.36933
23.17233
117.5252
Berdasarkan distribusi data di atas, penetrasi perbankan memiliki nilai maksimum 7984.237. Dengan pertimbangan nilai distribusi tersebut, batas atas untuk perhitungan dimensi penetrasi perbankan dibulatkan menjadi sebesar 8000 (rata-rata setiap orang dewasa memiliki 8 rekening). Pembulatan ke atas juga dilakukan untuk menentukan bbatas atas setiap dimensi. Untuk ketersediaan jasa perbankan batas atasnya adalah 35 (dari 100.000 populasi dewasa dilayani oleh 35 cabang bank) dan kegunaan adalah 118 (rata-rata deposit dan pinjaman sebesar 118 persen terhadap GDP). Berikut adalah rangkuman dari seluruh dimensi yang digunakan dalam penelitian ini: Tabel 3 Dimensi dalam Perhitungan IFI Dimensi Indikator Bobot (wi) Nilai Minimum (mi) Nilai Maksimum (Mi)
Penetrasi Perbankan Jumlah rekening deposit di bank per 1000 populasi dewasa 1
Ketersediaan Jasa keuangan
Kegunaan
Jumlah cabang dari bank per 1000 populasi
Proporsi kredit dan tabungan terhadap GDP
1
1
0*
0*
0*
8000
35
118
*dalam penelitin Sarma (2013) Dengan bobot yang telah diberikan, di ruang tiga deminsi dapat ditunjukkan letak titik negara K(pk, ak, uk), dimana 0 ≤ pk ≤ 1, 0 ≤ ak ≤ 1, dan 0 ≤ uk ≤ 1. Indeks dari inklusi keuangan dari negara K dapat dihitung dengan: 1 2
√3
1
1
1
1 √3
5
Hasil dari perhitungan IFI merupakan perbandingan relatif antar negara. Karena penentuan batas atas dan batas bawah hanya dari distribusi data yang diobservasi yaitu 8 negara selama 8 tahun, maka nilai IFI hanya menunjukkan perbandingan inklusi keuangan antar 8 negara selama 8 tahun. Hasil perhitungan
13
mungkin saja berbeda jika jumlah negara dan tahun yang diobservasi juga ditambah. Model Regresi Tobit Hayashi (2000) menjelaskan bahwa regresi Tobit disebut juga regresi tersensor, hal ini dikarenakan variabel dependen dari regresi tobit nilainya berada pada rentang tertentu. Berikut model tobit secara umum : ′
,
1,2, … ,
6
Dimana εt | xt menyebar N(0,σ02) dan {Yt , Xt } (t = 1,2,…,n). Model tobit juga dapat juga ditulis: ′
max
,
7
Dalam mengestimasi variabel dengan menggunakan model tobit digunakan metode Maximum Likelihood Estimation (Hansen, 2004). Untuk menentukan likelihood, variabel tersensor yang diobservasi memiliki probabilitas: 0|
0| ′
0| ′
Φ
|
′
Tujuan utama dari pembentukan model adalah untuk memilih variabel yang sesuai dan memberikan hasil yang terbaik dalam menjelaskan masalah yang dihadapi. Semakin banyak variabel yang masuk kedalam model, maka semakin kompleks model yang dihasilkan. Begitu juga semakin banyak variabel prediktor yang diperlukan untuk menduga respon. Hal ini diatasi dengan menyeleksi variabel yang masuk ke model secara bertahap agar didapatkan model yang layak digunakan. Sarma dan Pais (2012) dalam penelitiannya mencoba untuk menganalisis hubungan inklusi keuangan dengan pembangunan antar negara di dunia. Dari hasil perhitungan korelasi antara indeks inklusi keuangan dengan indeks pembangunan manusia, yang merupakan ukuran pembangunan, terdapat hubungan yang cukup erat dengan nilai korelasi 0.74. Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa negara yang memiliki tingkat pembangunan manusia yang tinggi juga memiliki tingkat inklusi keuangan yang tinggi. Dalam penelitiannya juga dilakukan analisis indikator pembangunan yang memengaruhi inklusi keuangan dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Berikut adalah persamaan yang digunakan dalam penelitian tersebut dengan peubah terikat merupakan transformasi logit dari IFI:
14
ln
IFI 1 IFI
8
Bentuk umum persamaan regresinya adalah: 9 Besarnya perubahan Y akibat Xi berubah adalah: exp 1 exp
10
Dimana Xi adalah indikator pembangunan yang diduga memengaruhi inklusi keuangan. Di dalam penelitian, indikator pembangunan yang diduga memengaruhi inklusi keuangan dibagi kedalam tiga bagian yaitu, sosial ekonomi, infrastruktur fisik, dan sektor perbankan. Masing-masing sub-indikator di regresikan dengan peubah terikat transformasi logit dari IFI. Tabel 4 Indikator Pembangunan yang Memengaruhi Inklusi Keuangan Indikator
Variabel dan satuan
Sosial Ekonomi
GDP per kapita Jumlah penduduk di atas 15 tahun (persen) Tingkat pengangguran (persen) Jumlah penduduk desa (persen) Koefisien Gini
Infrastuktur
Panjang jalan yang diaspal Jumlah telepon per 1000 populasi Jumlah koran harian per 1000 populasi Jumlah radio per 1000 populasi Jumlah televisi kabel per 1000 populasi Jumlah komputer pribadi per 1000 populasi Jumlah pengguna internet per 1000 populasi
Sektor perbankan
Non performing Asset Capital Asset Ratio Share bank asing terhadap total aset sektor perbankan Share bank asing terhadap total aset sektor perbankan Suku bunga riil yang berlaku dalam perekonomian
Karena keterbatasan dalam mengakses data, indikator pembangunan yang diduga memengaruhi inklusi keuangan yang dianalisis dalam penelitian ini hanya
15
indikator sosial ekonomi. Berlandaskan penelitian yang telah dilakukan oleh Sarma dan Pais, model regresi dalam penelitian ini adalah: ln _
unemp
ruralpop
11
ε
Dengan IFI [0,1] Dimana : IFIit Ln_GDPit Unempit Ruralpopit Eit
= index of financial inclusion negara i tahun ke t = nilai logaritma natural GDP per kapita negara i tahun ke t = tingkat pengangguran (persen) negara i tahun ke t = jumlah penduduk di pedesaan (persen) negara i tahun ke t = error term
HASIL DAN PEMBAHASAN Dimensi Inklusi Keuangan Penetrasi Perbankan Sebuah sistem keuangan yang inklusif harus memiliki pengguna sebanyak mungkin, oleh karena itu sistem keuangan yang inklusif harus menjangkau secara luas di antara pengguna. Proporsi dari populasi yang memiliki rekening bank merupakan sebuah ukuran untuk penetrasi perbankan. Salah satu variabel yang dapat mencerminkan ukuran ini adalah jumlah rekening deposit di bank komersial per 1000 orang dewasa. Jepang dan Korea Selatan merupakan dua negara yang memiliki tingkat penetrasi perbankan tertinggi dibandingkan dengan 6 negara Asia lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di kedua negara tersebut telah mengenal sistem perbankan. 7431
8000 7000 6000 5000
4303
4000 3000 1733
2000 1000
502
1333
726
408
8
0 indonesia malaysia
filipina
thailand
jepang
korea
india
pakistan
Sumber : IMF, Financial Access Survey 2013 (diolah)
Gambar 6 Rata-rata Jumlah Rekening Deposit di Bank Komersial per 1000 orang dewasa dari tahun 2004-2011
16
Jumlah rekening deposit di negara berpendapatan tinggi, cenderung konstan yaitu sekitar 7400 per tahun di Jepang dan 4300 per tahun di Korea Selatan. Jumlah ini jauh berbeda dengan negara yang sedang berkembang seperti Malaysia, Indonesia, Filipina, Thailand, India dan Pakistan yang jumlah rekening depositnya masih di bawah 2000. Selain Malaysia, kelima negara lainnya jumlah rekening deposit terus megalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan di negara yang sedang berkembang terdapat perbaikan dalam pembangunan sektor perbankan sehingga masyarakat semakin mengenal sistem perbankan. Ketersediaan Jasa Perbankan Selain penetrasi perbankan, ukuran lain dalam sistem keuangan yang inklusif adalah ketersediaan jasa perbankan. Ukuran ini menggambarkan jangkauan jasa perbankan sehingga di mana pun masyarakat berada dapat mengakses jasa keuangan. Indikator dari ketersediaan jasa perbankan adalah jumlah outlet (baik itu kantor, kantor cabang, ATM, dan sebagainya). Dalam penelitian ini, ketersediaan jasa perbankan diukur dengan jumlah cabang bank komersial per 100.000 orang dewasa. Tidak jauh berbeda dengan penetrasi perbankan, Jepang dan Korea Selatan memiliki jangkauan jasa keuangan yang relatif lebih luas dibandingkan 6 negara Asia lainnya. Tidak seperti Pakistan dimana 100.000 orang dari populasi dewasa hanya dapat terlayani oleh 3 bank. 40 34
35 30 25
18
20 15 10
11 7
8
10
9 3
5 0 indonesia malaysia
filipina
thailand
jepang
korea
india
pakistan
Sumber : IMF, Financial Access Survey 2013 (diolah)
Gambar 7 Rata-rata Jumlah Cabang Bank Komersial per 100.000 orang dewasa dari tahun 2004-2011 Di negara Jepang, jumlah cabang dari bank komersial cenderung konstan dari tahun 2006 sampai 2011. Sedangkan di Korea Selatan, meskipun mengalami penambahan setiap tahunnya, namun tidak sukup besar. Hal ini menunjukkan pembangunan fisik akses di sektor perbankan, khususnya dalam penambahan jumlah kantor cabang di negara maju tidak lagi dilakukan. Selain itu, tidak ada penambahan kantor cabang dapat mencerminkan adanya perkembangan teknologi. Untuk menjangkau seluruh masyarakat, perbankan di negara maju juga
17
menggunakan sistem mobile banking dan internet banking. Sehingga untuk melakukan transaksi, nasabah tidak perlu datang ke bank terdekat. Berbeda dengan jumlah cabang dari bank komersial negara yang sedang berkembang, khususnya negara lower middle income dan low income, yang setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal tersebut mencerminkan bahwa di negara-negara tersebut masih dilakukan pembangunan fisik dalam akses perbankan. Jumlah kantor cabang yang terus bertambah juga menunjukkan bahwa perkembangan teknologi perbankan belum sebaik di negara maju. Penggunaan Memiliki rekening di bank tidaklah cukup untuk menunjukkan sistem keuangan yang inklusif. Keberadaan jasa keuangan pun harus memiliki cukup manfaat bagi masyarakat. Manfaat bagi masyarakat dapat dalam berbagai bentuk, untuk kredit, deposito, pembayaran, remitansi, transfer, dan lain-lain. Oleh karena itu, penggunaan harus dimasukkan ke dalam pengukuran sistem keuangan yang inklusif. Dalam penelitian ini, penggunaan dilihat dari proporsi jumlah pinjaman dan deposit oleh rumah tangga dan perusahaan terhadap GDP. 140 120 100 80 60 40 20 0
118
118
94
83 81
82
88 69 55
27
39
39
34 19
Indonesia Malaysia
Filipina
Thailand
Korea Selatan
Jepang
India
26
34
Pakistan
Outstanding loans from commercial banks (% of GDP) Outstanding deposits with commercial banks (% of GDP)
Sumber : IMF, Financial Access Survey 2013 (Diolah)
Gambar 8 Rata-rata Jumlah Pinjaman dari Bank Komersial dan Jumlah Deposit di Bank Komersial (% terhadap GDP) dari tahun 2004-2011 Salah satu kegunaan dari sistem keuangan oleh IMF diproksikan dalam beberapa indikator diantaranya adalah proporsi jumlah pinjaman dan deposit di bank komersial terhadap GDP. Baik deposit maupun pinjaman ini digunakan oleh rumah tangga dan pengusaha. Selain Thailand dan Korea Selatan, rata-rata jumlah deposit di bank komersial lebih besar dari rata-rata jumlah pinjaman di bank komersial dari tahun 2004-2011. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pinjaman di bank komersial di kedua negara tersebut belum banyak dibayarkan baik oleh rumah tangga maupun pengusaha.
18
Perbandingan Indeks Inklusi Keuangan antar Negara Perkembangan sektor perbankan berbeda di setiap negara. Pembangunan sektor perbankan di negara maju lebih cepat dibandingkan dengan negara berkembang. Hal ini dapat dilihat dari setiap dimensi yang membentuk indeks inklusi keuangan di negara-negara maju nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang. Perbedaan nilai di setiap dimensi mengakibatkan indeks inklusi keuangan di negara-negara tersebut juga berbeda. 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 2004
2005
2006 Jepang
2007
2008
2009
2010
2011
Korea selatan
Gambar 9 Index of Financial Inclusion Jepang dan Korea Selatan dari Tahun 2004-2011 Jepang dan Korea Selatan adalah dua negara high income yang tingkat inklusi keuangannya relatif tinggi dengan nilai indeks 0.9 dan 0.5. Tingginya tingkat inklusi keuangan di Jepang dan Korea Selatan dikarenakan tingginya nilai dari setiap dimensi dalam inklusi keuangan. Penetrasi perbankan yang di cerminkan dengan jumlah rekening deposit di bank komersial, memiliki rata-rata 7431 dan 4303 untuk masing-masing negara dari tahun 2004-2011. Jumlah ini relatif paling tinggi dibandingkan negara lain dalam penelitian. Tingkat inklusi keuangan Jepang dari tahun ke tahun cenderung konstan. Hal ini dikarenakan faktor pembentuk indeks inklusi keuangan, yaitu jumlah rekening deposit dan jumlah kantor cabang bank komersial, juga cenderung konstan. Berbeda dengan Korea Selatan yang memiliki tren cenderung meningkat meskipun peningkatannya tidak begitu besar. Perbedaan tren di kedua negara tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam setiap dimensi inklusi keuangan. Tingginya indeks inklusi keuangan di kedua negara tersebut juga menunjukkan terdapat kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses jasa keuangan. Jasa perbankan telah menjangkau mayoritas masyarakat di kedua negara tersebut. Baik Jepang maupun Korea Selatan sudah mampu menghilangkan hambatan-hambatan dalam akses jasa keuangan, sehingga masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya melalui pemanfaatan lembaga keuangan, khususnya perbankan. Meskipun relatif tinggi, terdapat perbedaan yang cukup besar antara indeks inklusi keuangan Jepang dengan indeks inklusi keuangan Korea Selatan. Dengan demikian, berdasarkan nilai indeksnya, sistem keuangan di Jepang lebih inklusif dibandingkan dengan sistem keuangan di Korea Selatan. Artinya, akses jasa keuangan di Jepang lebih mudah dibandingkan dengan Korea Selatan.
19
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 2004
2005
Indonesia
2006 Malaysia
2007
2008 Filipina
2009
2010
Thailand
2011 India
Gambar 10 Index of Financial Inclusion Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan India dari Tahun 2004-2011 Berbeda dengan negara high income, negara middle income seperti Indonesia, Filipina, Thailand, Malaysia, dan India memiliki tren inklusi keuangan yang meningkat. Indeks inklusi keuangan di negara upper middle income lebih dari 0.4. Sedangkan negara lower middle income seperti India, Indonesia, dan Filipina, indeks inklusi keuangannya kurang dari 0.4. Perbedaan nilai indeks inklusi keuangan antara negara upper middle income dengan lower middle income dikarenakan jumlah rekening deposit dan kantor cabang bank komersial di negara upper middle income lebih banyak dibandingkan dengan negara lower middle income. Meskipun tingkat inklusi keuangan di negara middle income masih di bawah high income, terdapat kecenderungan perbaikan dalam akses sektor perbankan setiap tahunnya. Usaha-usaha dalam menghilangkan hambatan akses jasa keuangan, seperti meningkatkan jumlah cabang bank, dilakukan sehingga masyarakat pedesaan pun dapat mengakses perbankan. Selain itu, untuk mendukung pengusaha kecil dan menengah, perbankan pun menyediakan kredit mikro sehingga usaha kecil dan menengah dapat bertahan dan berkembang. kemudian, dengan berkembangnya perbankan dengan sistem syariah, hambatan dikarenakan agama dapat dikurangi. 0.15 0.14 0.13 0.12 0.11 0.1 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 11 Index of Financial Inclusion Pakistan dari Tahun 2004-2011
20
Indeks inklusi keuangan di negara low income, Pakistan, rata-rata nilainya 0.1, lebih kecil dari negara lower middle income. Pakistan memiliki nilai terkecil pada setiap dimensi pembentuk indeks inklusi keuangan dibandingkan dengan negara lainnya. Jumlah pemilik rekening deposit di bank komersial pada tahun 2011 kurang dari 10 dari 1000 orang. Berbeda dengan Jepang, setiap orang dewasa rata-rata memiliki 7 rekening deposit. Terdapat rentang yang sangat besar antara Pakistan dengan Jepang, sehingga tingkat inklusi keuangan antara Jepang dengan Pakistan jauh berbeda. Rendahnya indeks inklusi keuangan di Pakistan menunjukkan akses terhadap jasa keuangan masih sulit. Masih terdapat hambatan bagi masyarakat untuk menjangkau jasa keuangan terutama perbankan. Selain karena jumlah perbankan yang belum memadai, produk perbankan yang ditawarkan juga belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pendidikan yang masih rendah juga mengakibatkan kurangnya pemahaman terkait manfaat jasa keuangan.
Pengaruh Pembangunan terhadap Inklusi Keuangan Banyak faktor pembangunan yang memengaruhi inklusi keuangan di suatu negara, baik dari kondisi sosial ekonomi, infrastruktur fisik, maupun pembangunan di sektor perbankan. Dalam penelitian ini faktor pembangunan yang dianalisis hanya dilihat dari kondisi sosial ekonomi di negara yang diobservasi. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengaruhnya terhadap inklusi keuangan, dalam penelitian ini dilakukan dengan regresi tobit, berikut hasil pengolahan regresi tobit: Tabel 5 Hasil Estimasi Regresi Tobit Variabel Koefisien lngdpkap 0.0391 unemp 0.0099 ruralpop -0.0073 C 0.3560
P>|z| 0.022* 0.007* 0.000* 0.098
*signifikan pada taraf nyata 5%,
Berdasarkan hasil estimasi yang dijelaskan dalam tabel 3, peubah yang signifikan memengaruhi indeks inklusi keuangan adalah GDP per kapita, tingkat pengangguran, dan jumlah penduduk di pedesaan. GDP per kapita signifikan memengaruhi positif terhadap indeks inklusi keuangan. Hal ini dapat dilihat dari koefisien GDP per kapita yang positif dan signifikan pada taraf nyata 5% dengan koefisien 0.0391. artinya, apabila GDP per kapita meningkat 1 persen, maka indeks inklusi keuangan akan meningkat 0.0391. Jadi, tingkat pendapatan dapat menjelaskan kondisi inklusi keuangan suatu negara. Semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita suatu negara, semakin tinggi pula tingkat inklusi keuangannya. Negara yang berhasil mencapai tujuan pembangunan memiliki GDP per kapita yang tinggi. Kondisi infrastruktur yang lebih baik dibandingkan dengan negara berpendapatan rendah, mendukung dalam peningkatan akses terhadap jasa keuangan. Pelayanan jasa keuangan di negara-negara high income pun lebih baik.
21
Sehingga terbukanyya akses jasa keuang gan dapat mendoronng pertumb buhan ekonomi. Indeks inkllusi keuanggan di negarra-negara inni juga cukuup tinggi, seeperti Jepang daan Korea Seelatan, yangg indeksnyaa mencapai 0.9 dan 0.5 untuk maasingmasing neegara. Sedanngkan Pakisstan yang memiliki m GD DP per kapiita terendah h juga memiliki tingkat t inkluusi keuangaan yang rendah pula. Pakkistan
631 1.8
India
685 5.3
Jeepang
396 639.6
Korea Selatan Thaailand Fillipina
15030 0.6 3653.1 17 706.4
Malaysia Indonesia
7244..0 2 2092.1 GDP Per Kapita (2000 US$) G
Sumber : World W Bank, World Deveelopment Ind dicator 2013 (diolah) (
Gam mbar 12 Rataa- rata GDP P Per Kapitaa Tahun 20004-2011 Darii hasil reggresi, pengangguran berpengaruh b h positif tterhadap in nklusi keuangan.. Hal ini tiddak sesuai dengan d hipotesis dimaana penganggguran mem miliki perngaruhh yang negaatif terhadapp inklusi keeuangan. Seetelah di reggresikan kem mbali dan mengghilangkan peubah peendapatan per p kapita, hasil regrresi menuju ukkan sebaliknyaa. Tabel 6 Hasil H Estimaasi Regresi Tobit T tanpa GDP per K Kapita Variabbel Koefissien P>|zz| Unem mp 0.0049 9 0.120 Ruralpoop -0.0090 0 0.0000* C 0.7775 5 0.000 *siggnifikan padaa taraf nyata 5% %,
Seteelah diregresi ulang daan menghilaangkan variabel pendappatan per kapita, k jumlah peenganggurann tidak mem miliki peng garuh yang signifikan terhadap in nklusi keuangan.. Sedangkann jumlah populasi p di desa signiffikan memeengaruhi neegatif terhadap inklusi i keuuangan baikk saat peub bah pendappatan per kkapita masu uk ke dalam moodel ataupunn tidak. Arttinya, semak kin banyak masyarakatt yang tingg gal di pedesaan, inklusi keuuangan di neegara terseb but makin reendah. Mennurut Leyshhon dan thrrift (1995), masyarakaat yang tingggal di pedesaan cenderungg tidak teerjangkau oleh o aksess jasa keuuangan. Daerah pedesaan merupakann daerah yaang masih dalam d tahap p pembanguunan. Kemiskinan di dareah d pedesaan umumnyaa lebih tinnggi darip pada daeraah perkotaaan. Pendaapatan masyarakaat desa yaang lebih rendah r dibandingkan masyarakaat kota. Haal ini menjadi hambatan h bagi masyyarakat dessa untuk mengakses m jasa keuaangan, sehingga permintaann terhadap jasa j keuang gan di daeerah pedesaaan juga rendah.
22
Selain dari sisi permintaan, kondisi infrastruktur yang buruk menyebabkan penyedia jasa keuangan sulit menjangkau daerah pedesaan. Kalau pun membuka akses, hal ini akan menimbulkan biaya transaksi yang cukup besar bagi penyedia jasa keuangan, sehingga penyedia jasa keuangan tidak lagi membuka akses bagi masyarakat desa. Selain karena biaya transaksi yang besar, produk yang diawarkan oleh penyedia jasa keuangan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. Hal ini menyebabkan masyarakat desa tidak mengakses jasa keuangan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan dari penelitian ini adalah: 1. Tingkat inklusi keuangan di negara Asia beragam. Untuk negara high income, khususnya Jepang dan Korea Selatan memiliki indeks inklusi keuangan yang relatif tinggi yaitu 0.9 dan 0.5. Selanjutnya diikuti oleh negara-negara middle income dan yang terendah indeks inklusi keuangannya adalah negara low income, khususnya Pakistan. Negaranegara high income seperti Jepang dan Korea memliki rataan IFI yang tertinggi diantara negara lainnya. Kemudian negara upper middle income seperti Malaysia dan Thailand memiliki rataan IFI > 0.4. Hal ini dapat menunjukkan bahwa di negara yang memiliki pendapatan tinggi terdapat jaminan kemudahan dalam mengakses lembaga keuangan. Hampir seluruh masyarakat di negara high income mengenal dan memanfaatkan lembaga keuangan. Tingginya akses terhadap jasa keuangan karena pembangunan yang dilakukan di negara-negara tersebut telah memudahkan masyarakat untuk mengakses jasa keuangan. Berbeda dengan Pakistan yang indeksnya rata-rata 0.1. artinya, masih terdapat hambatan bagi masyarakat untuk mengakses jasa keuangan. Hal ini karena pembangunan di sektor keuangan, terutama perbankan belum cukup baik. 2. Pendapatan per kapita signifikan memengaruhi positif indeks inklusi keuangan. Semakin tinggi pendapatan per kapita suatu negara, semakin tinggi pula tingkat inklusi keuangan di negara tersebut. Sedangkan jumlah populasi di desa memengaruhi negatif terhadap tingkat inklusi keuangan. Artinya, adanya urbanisasi dapat meningkatkan inklusi keuangan di suatu negara. Sedangkan tingkat pengangguran tidak memengaruhi tingkat inklusi keuangan.
Saran Saran dari penelitian ini adalah: 1. Lembaga keuangan memiliki peranan penting dalam meningkatkan efisiensi ekonomi karena membantu pasar keuangan dalam menyalurkan
23
dana dari pemberi pinjaman kepada pihak yang memiliki peluang investasi produktif. Oleh karena itu, agar semakin efisien akses terhadap jasa keuangan harus ditingkatkan agar sistem keuangan semakin inklusif. Peningkatan akses terhadap jasa keuangan dapat didukung dengan kebijakan pemerintah dalam mengurangi hambatan terhadap akses jasa keuangan. Pemerintah dapat menerapkan program inklusi keuangan sehingga masyarakat dapat memanfaatkan jasa keuangan. Contohnya Kenya berhasil menerapkan program M-Pesa, salah satu program inklusi keuangan, yaitu mobile money yang diperdagangkan melalui agen-agen yang bertindak sebagai tempat penukaran uang. 2. Agar dapat menjangkau seluruh masyarakat, sistem perbankan sebaiknya mampu menyediakan produk yang dibutuhkan oleh masyarakat pendapatan rendah, misalnya kredit mikro untuk usaha kecil dan menengah. Selain dari produk, layanan jasa keuangan juga harus menjangkau berbagai daerah, contohnya adalah outlet perbankan yang menjangkau pedesaan. Selain produk, perbankan dapat memanfaatkan kemajuan teknologi saat ini agar di mana pun masyarakat berada dapat mengakses jasa keuangan, misalnya mobile banking dan internet bangking. 3. Selain dari sisi penawaran, peningkatan inklusi keuangan juga harus dilakukan dari sisi permintaan. Salah satunya adalah peningkatan efisiensi informasi dan teknologi dalam akses jasa keuangan. Selain itu, perlu adanya peningkatan pemahaman terkait manfaat jasa keuangan melalui pendidikan ataupun himbauan baik dari pemerintah maupun lembaga keuangan kepada masayarakat. 4. Terkait keterbatasan akses data, perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang keterkaitan inklusi keuangan dengan pembangunan di kawasan Asia dengan penambahan jumlah negara dan indikator pembangunan sehingga dapat merepresentasikan Asia secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA Allen F, Kunt DA, Klapper L, Peria MSM. 2012. The Foundations of Financial Inclusion: Understanding Ownership and Use of Formal Accounts. Policy research Working paper 6290, Development Research Group, Finance and Private Sector Development Team, World Bank. (ADB) Asian Development Bank. 2013. Tersedia pada www.adb.org [ 22 April 2013 ] Beck T, Kunt AD, Peria MSM. 2006. Reaching Out: Access to and Use of Banking Services Across Country. World Bank Working paper Cheng X, Degryse H. 2006. The Impact of Bank and Non-Bank Financial Institutions on Local Economic Growth in China European Commision Report. 2008. Financial Services Provision And Prevention of Financial Exclusion
24
Hayashi Fumio. 2000. Econometrics. United States (US) : Princeton University Press Hansen BE. 2004. Econometrics. Madison (US) : University of Wisconsin [IMF] International Monetary Fund. Financial Access Survey. Tersedia pada www.imf.org [22 April 2013] Kekuatan Asia Tenggara Faktor Pertumbuhan Asia. 2012. tersedia pada http://www.investor.co.id/home /kekuatan-asia-tenggara-faktor-pertumbuhanasia/50355 [Maret 2013] Kunt D, Asli, Beck T, Honohan P. 2008. Finance for All? Policies and Pitfalls in Expanding Access. Washington, DC (US): World Bank. Levine Ross. Juni 1997. Financial Development and Economic Growth: Views and Agenda. Journal of Economic Literature; 35, 2; ABI/INFORM Global pg. 688-726 vol XXXV Leyshon A. and Thrift N. 1995. Geographies of Financial Exclusion: Financial Abandonment in Britain and the United States. Transactions of the Institute of British Geographers Mishkin Federic S. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Lana S dan Beta YG, penerjemah; Ika PS, editor. Jakarta (ID): Penerbit Salemba Empat. Terjemahan dari: The Economic of Money, Banking, and Financial Market. Ed Ke-8. National Australian Bank Report. 2011. Measuring Financial Exclusion in Australia. Raz A, Indra T, Artikasih D, Citra S. 2012 Okt. Krisis Keuangan Global dan Pertumbuhan Ekonomi: Analisa dari Perekonomian Asia Timur. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia Sarma Mandira, 2012.Index of Financial Inclusion – A measure of financial sector inclusiveness. Berlin Working Papers on Money, Finance, Trade and development Sarma Mandira, Pais Jasim. 2012. Financial Inclusion and Development: a Cross country Analysis. World Bank Working paper Sunani Avi. 2010.Analisis Akses terhadap Jasa Keuangan serta dampaknya dalam Pengentasan Kemiskinan : studi kasus Negara Asean 6 - China, india tahun 1998-2007 [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor (UN) United Nation. 2006. Building Inclusive Financial Sectors for Development. Tersedia pada www.uncdf.org/sites/default/files/Download/bluebook_0.pdf [12 Mei 2013] (WB) Global Financial Index. World Bank. 2013. Tersedia pada http://data.worldbank.org/data-catalog/financial_inclusion [17 Februari 2013] (WB) World Development Indicator. World Bank. 2013. Tersedia pada http://data.worldbank.org/data-catalog/world-development-indicators [25 April 2013] (WB) How We Classify Country. World Bank. 2013. Tersedia pada http://data.worldbank.org/about/country-classifications [5 Juli 2013]
25
Lampiran 1 Perhitungan Indeks Inklusi Keuangan Negara
Tahun
Banking Penetration
Availability
Usage
IFI
Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Thailand Korea Selatan Korea Selatan Korea Selatan Korea Selatan Korea Selatan Korea Selatan Korea Selatan Korea Selatan
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
0.06013 0.06169 0.05599 0.05681 0.05808 0.06066 0.07049 0.07797 0.22260 0.23525 0.23591 0.23448 0.20404 0.19706 0.19820 0.20528 0.04473 0.04740 0.04895 0.04808 0.05111 0.05303 0.05344 0.06160 0.13916 0.15081 0.16261 0.17259 0.17528 0.17520 0.18016 0.17679 0.53522 0.49985 0.51417 0.51555 0.53336 0.54364 0.56147 0.59956
0.14484 0.14762 0.16036 0.16757 0.18488 0.21468 0.22788 0.24352 0.38001 0.33830 0.31152 0.30706 0.30197 0.29834 0.29301 0.29965 0.23686 0.23105 0.22576 0.21886 0.22074 0.21939 0.22214 0.23049 0.22048 0.23496 0.25758 0.27519 0.29185 0.30520 0.31090 0.32255 0.48217 0.49736 0.51248 0.52723 0.54090 0.52763 0.52871 0.53710
0.28101 0.27852 0.26386 0.26950 0.26209 0.25792 0.27079 0.32887 0.86365 0.90364 0.92518 0.87943 0.80006 0.93225 0.89304 0.99598 0.21072 0.19638 0.20290 0.19923 0.23341 0.24540 0.24460 0.26830 0.72611 0.71407 0.68063 0.63645 0.67670 0.69257 0.67467 0.73796 0.56695 0.57585 0.60250 0.60707 0.65732 0.67825 0.67239 0.72656
0.17144 0.17166 0.16849 0.17313 0.17615 0.18514 0.19675 0.22520 0.49013 0.49344 0.49223 0.47718 0.44277 0.47979 0.46716 0.50025 0.17231 0.16585 0.16653 0.16253 0.17604 0.18036 0.18113 0.19457 0.37827 0.38121 0.37930 0.37184 0.39129 0.40054 0.39755 0.42110 0.52804 0.52429 0.54290 0.54979 0.57669 0.58241 0.58685 0.61951
26
Jepang Jepang Jepang Jepang Jepang Jepang Jepang Jepang India India India India India India India India Pakistan Pakistan Pakistan Pakistan Pakistan Pakistan Pakistan Pakistan
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
0.99803 0.97821 0.94774 0.91127 0.90218 0.89712 0.89655 0.90034 0.07595 0.07591 0.07726 0.08101 0.08895 0.09930 0.10807 0.11913 0.00093 0.00094 0.00096 0.00099 0.00103 0.00104 0.00104 0.00109
0.98828 0.98221 0.97564 0.97047 0.96987 0.96981 0.97097 0.97208 0.25690 0.25601 0.25521 0.25840 0.26702 0.27520 0.28711 0.30414 0.02073 0.03257 0.05242 0.07649 0.09597 0.11078 0.12188 0.13810
0.82622 0.81750 0.82327 0.81516 0.86000 0.95379 0.93419 0.95273 0.31256 0.33271 0.35577 0.38615 0.43013 0.43792 0.42537 0.50925 0.26290 0.27823 0.27403 0.28245 0.26571 0.22919 0.21492 0.23503
0.92013 0.91127 0.90531 0.89082 0.90584 0.93668 0.93082 0.93826 0.22317 0.23022 0.23877 0.25195 0.27288 0.28094 0.28239 0.32098 0.11965 0.12856 0.13119 0.14046 0.13861 0.12788 0.12548 0.13844
27
Lampiran 2 Hasil Pengolahan Regresi Tobit
Random-effects tobit regression Group variable: country2
Number of obs Number of groups
= =
64 8
Random effects u_i ~ Gaussian
Obs per group: min = avg = max =
8 8.0 8
Log likelihood
=
Std. Err.
z
P>|z|
= =
36.67 0.0000
ifi3
Coef.
lngdpkap unemp ruralpop _cons
.0390982 .0098749 -.0073157 .3560321
.0170533 .0036765 .002053 .2150905
2.29 2.69 -3.56 1.66
0.022 0.007 0.000 0.098
.0056744 .0026691 -.0113395 -.0655375
.072522 .0170807 -.003292 .7776017
/sigma_u /sigma_e
.1627105 .0173951
.0471862 .0016833
3.45 10.33
0.001 0.000
.0702272 .0140958
.2551938 .0206943
rho
.9886998
.007052
.9651537
.9969868
Observation summary:
Wald chi2(3) Prob > chi2
142.27852
[95% Conf. Interval]
0 left-censored observations 64 uncensored observations 0 right-censored observations
28
Lampiran 3 Hasil Pengolahan Regresi Tobit Tanpa GDP per Kapita Random-effects tobit regression Group variable: country2
Number of obs Number of groups
= =
64 8
Random effects u_i ~ Gaussian
Obs per group: min = avg = max =
8 8.0 8
Log likelihood
=
Std. Err.
z
P>|z|
= =
33.52 0.0000
ifi3
Coef.
ruralpop unemp _cons
-.0090426 .0048856 .7775376
.0016167 .0031463 .0830994
-5.59 1.55 9.36
0.000 0.120 0.000
-.0122114 -.001281 .6146658
-.0058739 .0110522 .9404094
/sigma_u /sigma_e
.1371966 .0186945
.0345413 .0017677
3.97 10.58
0.000 0.000
.0694968 .01523
.2048964 .0221591
rho
.9817715
.0096399
.9524959
.994032
Observation summary:
[95% Conf. Interval]
0 left-censored observations 64 uncensored observations 0 right-censored observations
Wald chi2(2) Prob > chi2
139.60504
29
Lampiran 4 Distribusi Data setiap Dimensi
Variable
Obs
Mean
penetration availability usage
64 64 64
2055.433 12.4726 62.77597
Std. Dev. 2413.229 9.263808 31.36933
Min 7.410605 .7255651 23.17233
Max 7984.237 34.58984 117.5252
30
Lampiran 5 Jumlah Rekening Deposit di Bank Komersial per 1000 Populasi Dewasa dari Tahun 2004-2011 High Income 10000 8000 6000 4000 2000 0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Korea Selatan 4281.79 3998.81 4113.39 4124.40 4266.90 4349.11 4491.75 4796.45 Jepang
7984.24 7825.70 7581.90 7290.19 7217.40 7176.99 7172.37 7202.75 Korea Selatan
Jepang
Middle Income 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
2004
Indonesia 481.06
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
493.56
447.89
454.52
464.66
485.31
563.92
623.74
Malaysia 1780.83 1882.01 1887.26 1875.81 1632.31 1576.49 1585.61 1642.23 Filipina
357.87
Thailand
1113.30 1206.49 1300.90 1380.71 1402.22 1401.61 1441.27 1414.30
India
607.61
379.17 607.30
Indonesia
391.63 618.04 Malaysia
384.65 648.07
408.87 711.59
Filipina
424.28 794.42
427.55 864.52
Thailand
492.78 953.06
India
low Income 9 8 7 6 Pakistan
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
7.41
7.51
7.66
7.91
8.24
8.32
8.35
8.74
Pakistan
31
Lampiran 6 Jumlah Cabang Bank Komersial per 100.000 Populasi Dewasa high income and upper middle income 40 35 30 25 20 15 10 5 0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Malaysia
13.30
11.84
10.90
10.75
10.57
10.44
10.26
10.49
Thailand
7.72
8.22
9.02
9.63
10.21
10.68
10.88
11.29
Korea Selatan
16.88
17.41
17.94
18.45
18.93
18.47
18.50
18.80
Jepang
34.59
34.38
34.15
33.97
33.95
33.94
33.98
34.02
Malaysia
Thailand
Korea Selatan
Jepang
Lower middle income dan low income 12 10 8 6 4 2 0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Indonesia
5.07
5.17
5.61
5.86
6.47
7.51
7.98
8.52
Filipina
8.29
8.09
7.90
7.66
7.73
7.68
7.77
8.07
India
8.99
8.96
8.93
9.04
9.35
9.63
10.05
10.64
Pakistan
0.73
1.14
1.83
2.68
3.36
3.88
4.27
4.83
Indonesia
Filipina
India
Pakistan
32
Lampiran 7 Outstanding Loans from Commerial Banks (% of GDP) 120
100
80
60
40
20
0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Indonesia
24.37
25.07
23.73
25.36
26.42
25.66
27.49
34.25
Malaysia
91.98
96.49
94.67
91.23
82.79
94.86
93.59
104.23
Filipina
23.77
21.11
19.60
18.91
16.53
16.32
16.64
21.39
Thailand
83.72
81.72
76.66
73.26
81.42
85.07
85.18
95.37
Korea Selatan
68.41
70.95
76.97
82.43
89.35
89.53
84.17
90.65
Jepang
85.51
82.69
83.97
83.04
87.54
98.06
92.76
93.46
India
27.15
31.21
35.26
39.05
43.30
43.47
42.47
51.75
Pakistan
26.09
28.56
28.83
28.93
29.42
23.41
20.58
21.00
Indonesia
Malaysia
Filipina
Thailand
Korea Selatan
Jepang
India
Pakistan
33
Lampiran 8 Outstanding Deposits with Commercial Banks (% of GDP)
140
120
100
80
60
40
20
0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Indonesia
41.95
40.66
38.55
38.24
35.43
35.21
36.41
43.36
Malaysia
111.84
116.77
123.67
116.31
106.03
125.15
117.17
130.82
Filipina
25.96
25.24
28.29
28.11
38.56
41.60
41.09
41.93
Thailand
87.64
86.81
83.97
76.94
78.28
78.38
74.04
78.79
Korea Selatan
65.39
64.95
65.22
60.84
65.78
70.54
74.51
80.82
Jepang
109.48
110.24
110.32
109.34
115.42
127.03
127.71
131.39
India
46.61
47.31
48.70
52.08
58.22
59.88
57.91
68.43
Pakistan
35.95
37.10
35.85
37.73
33.29
30.68
30.14
34.47
Indonesia
Malaysia
Filipina
Thailand
Korea Selatan
Jepang
India
Pakistan
34
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 31 Desember 1990, putri tunggal dari ayah Sulaeman dan Ibu Patonah. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tarogong (sekarang SMA Negeri 1 Garut) dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui SNMPTN dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai staf Kementerian Lingkungan Hidup Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) IPB, staf Administrasi dan Keuangan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FEM IPB, serta Bendahara DPM FEM IPB. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan, diantaranya staf divisi acara Investment 2010 BEM KM IPB, ketua divisi acara Economic Contest 2011 FEM IPB, staf acara Masa Perkenalan Fakultas (Orange FEM) dan Masa Perkenalan Departemen 2011 FEM IPB, dan Manager Duta Lingkungan Hidup IPB tahun 2011. Selain itu, Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa. Beberapa prestasi yang pernah diraih oleh penulis antara lain ialah Juara II Economic Championship tahun 2011 Departemen Ilmu Ekonomi IPB, Peringkat II Mahasiswa Berprestasi Departemen Ilmu Ekonomi tahun 2012, dan Juara I 1st Bachelor Journey tingkat nasional oleh Bank Indonesia dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 2012.