3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Pengukuran kedalaman laut atau pemeruman pada penelitian ini dilakukan di perairan Selat Sunda yang dimaksudkan untuk mendapatkan data kedalaman laut, morfologi dasar laut dan sebaran sedimaen yang terdapat pada perairan tersebut. Survei ini perlu dilakukan terutama untuk memperoleh gambaran kedalaman dasar laut dan hubungannya dengan konstruksi jembatan yang akan dibangun sebagai penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatra. Pemeruman dilakukan dengan menggunakan intrumen multibeam tipe SEA BEAM 1050 D yang terdapat pada kapal riset Baruna Jaya IV (Lampiran 2) milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tanggal 27 Desember 2010 sampai dengan 1 Januari 2011 di perairan Selat Sunda yaitu pada kordinat 5052’-6002’ LS dan 105045’-106054’ BT. Pemeruman ini dilakukan untuk mendapatkan morfologi dasar perairan Selat Sunda sebagai perencanaan dalam pembangunan Jembatan Selat Sunda yang rencananya akan mulai dijalankan pada awal tahun 2014. Pengolahan data akustik dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Balai Teknologi Survei Kelautan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta. Gambar 6 menunjukkan lokasi pemeruman di perairan Selat Sunda.
17
18
Gambar 6. Peta lokasi penelitian di perairan Selat Sunda
3.2. Perolehan Data Penelitian 3.2.1 Data Pasang Surut Data pasang surut diperoleh dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) yang diambil pada bulan Desembar 2010. Stasiun pengamatan pasang surut terletak di perairan Ciwandan, Banten yaitu pada kordinat 6001’09” LS dan 105057’03” BT. Stasiun tersebut merupakan tempat yang sangat dekat dengan daerah peneliatian. Menurut Hasanudin (2009) data pasang surut yang digunakan sebaiknya data pasang surut lokasi penelitian atau dari lokasi yang terdekat dengan daerah penelitian. Instrumen yang digunakan adalah Tide Gauge Valeport 740 (Gambar 7), pengukuran dilakukan selama 30 hari dengan interval waktu pengambilan setiap 1 jam. Pengukuran pasang surut dilakukan sesuai dengan ketetapan Special Publication No. 44 (S.44)-IHO yang mejelaskan bahwa pengukuran pasang surut dilakukan minimal 29 hari untuk mendapatkan data pasang surut yang akurat.
19
Gambar 7. Tide gauge valeport 740
3.2.2 Data Sampel Coring Data sampel coring diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). Pengambilan sampel tersebut dilakukan pada pertengahan bulan Maret sampai dengan awal bulan April tahun 2010. Peralatan yang digunakan dalam pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut adalah Gravity core dan grab sampler (Gambar 8). Spesifikasi dari gravity core yang digunakan dapat terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Spesifikasi gravity core No 1 2 3 4 5
Spesifikasi Diameter tabung Panjang Pemberat Panjang kabel Penggerak
Satuan Alat 2,5 inchi 100 cm 60 kg 150 m winch (penggerak mesin)
Penggunaan gravity core dan grab sampler bergantung pada kondisi sedimen di lokasi pengambilan sampel. Penggunaan kedua peralatan dalam pengambilan sampel juga dilakukan untuk mendapatkan hasil sampel sedimen
20
yang maksimal, sehingga data yang dihasilkan dapat mewakili dan menginterpretasikan sebaran sedimen di perairan Selat Sunda.
a
b
Gambar 8. Peralatan sampling sedimen pada kapal survei PPPGL; (a)gravity core, (b) grab sampler
3.2.3 Data Pemeruman Pengambilan data akustik atau pemeruman dilakukan dengan menggunakan instrumen SEA BEAM 1050 D multibeam sonar yang dioperasikan dengan frekuensi 50 kHz. Sebelum dilakukan pemeruman, kapal yang digunakan harus dilakukan koreksi offset, yaitu penentuan titik referensi kapal. Nilai offset dari setiap sensor yang digunakan harus dihitung terhadap center line. Nilai offset tersebut penting untuk melakukan koreksi dari beberapa sensor yang digunakan terhadap sumbu salib kapal. Berikut merupakan offset dari multibeam ELAC SEA BEAM 1050 D, DGPS Sea star 8200 VB yang digunakan untuk penentuan posisi kapal dengan metode Real Time Differensial GPS (RTDGPS) dan Coda Octopus F180 yang berfungsi untuk melakukan koreksi terhadap pengaruh perubahan vertikal pada beam (heading, pitching dan rolling) (Gambar 9).
21
Gambar 9. Posisi offset sensor pada Kapal Baruna Jaya IV
Coda Octopus F180 diasumsikan berada tepat pada posisi center line. Mekanisme koreksi offset dilakukan dengan pendekatan jarak dari masing-masing instrumen tersebut dibuat nol sehingga ketiga instrumen tersebut diasumsikan berhimpit (Djunarsjah, 2005). Pada sumbu x nilai -0,530 m artinya posisi offset Seastar 8200 VB digeser ke arah kiri sejauh 0,530 m sedangkan pada sumbu z, draft transduser dinaikan sejauh 3,40 m sehingga diasumsikan berhimpit pada center line. Sistem navigasi yang digunakan dalam Kapal Baruna Jaya IV diatur dalam perangkat lunak Hypack yang secara langsung terhubung dengan sistem akuisisi data multibeam ELAC SEA BEAM 1050D. Pengambilan sampel sedimen atau coring dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) pada pertengahan bulan Maret sanpai dengan awal bulan Mei 2010. Pengambilan sampel sedimen tersebut dilakukan dengan menggunakan Gravity core dan grab sampler. Secara umum
22
alat yang digunakan untuk mendapatkan data dan pengolahannya pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini: Tabel 3. Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Perangkat Keras Perangkat lunak Multibeam Sonar (SEA BEAM 1050 D) MB System (Basis Linux) Personal Computer (PC) Generic Mapping Tool (GMT) Gravity core Caris HIPS & SIPS 6.1 ArcGis 7.2 Grab sampler Microsoft Excel 2007
Akuisisi data multibeam dilakukan menggunakan perangkat lunak Hydrostar. Data yang telah diakuisisi selanjutnya diolah menggunakan perangkat lunak CARIS HIPS and SIPS 6.1 dan MB Systems. Perangkat lunak CARIS HIPS and SIPS 6.1 digunakan untuk mengolah nilai kedalaman sehingga didapatkan produk akhir berupa peta batimetri yang divisualisasikan menggunakan perangkat lunak Generic Mapping Tool (GMT ) baik secara dua dimensi maupun tiga dimensi. Perangkat lunak MB Systems digunakan untuk melakukan klasifikasi dasar perairan dengan mencocokan nilai amplitudo yang sudah diinterpolasi dengan data hasil coring. Informasi yang telah didapatkan kemudian digunakan sebagai informasi utama dalam perencanaan peletakan tiang jembatan. Gambar 10 merupakan diagram alir sistem akuisisi dan pengolahan data multibeam ELAC SEABEAM 1050D.
23
Navigasi (Hypack)
CodaOctopus F 180
Sea star 8200 VBS
Transducer LSE 237
CTD/SVP
Akuisisi Data (Hydrostar)
XSE* Data Processing MB system
XSE* Data Processing Caris HIPS and SIPS
Export Amplitudo
Export Kedalaman (xyz)
GMT
GMT 2D dan 3D
Gambar 10. Diagram alir perolehan data multibeam sonar
3.3. Pemrosesan Data 3.3.1 Pemrosesan Data Pasang Surut Data pasang surut diolah dengan menggunakan Metode admiralty. Metode admiralty merupakan metode pengolahan data pasut yang disederhanakan untuk menentukan amplitudo (A) dan fase (G) dari komponen-komponen utama pasang surut. Pengolahan data pada metode admiralty sangat sederhana yaitu hanya dengan memasukkan nilai tinggi pasang surut pada program admiralty. Proses ini akan menghasilkan konstanta pasang surut yang akan digunakan dalam penentuan tipe pasut dengan bilangan formzahl. Penentuan tipe pasut dengan menggunakan rumus Formzahl adalah sebagai berikut :
24
………………………………………….…(4) Keterangan: F K1 dan O1 M2 dan S2
= nilai Formzahl = amplitudo komponen pasut diurnal = amplitudo komponen pasut semidiurnal
Dengan kisaran nilai Formzahl: 0.00 < F ≤ 0,25 = tipe pasut semidiurnal = tipe pasut campuran cenderung semidiurnal 0,25 < F ≤ 1,50 1,50 < F ≤ 3,00 = tipe pasut campuran cenderung diurnal = tipe pasut diurnal F ≥ 3,00
Setelah bilangan formzahl diperoleh, maka dapat ditentukan tipe pasang surut pada lokasi penelitian. Secara garis besar langkah yang digunakan pada metode admiralty tampak seperti pada diagram alir di bawah ini. Open Admiralty.Xls
Input Data Pasang Surut
Diperoleh Konstanta Pasang Surut
Hitung Konstanta dengan Rumus Formzahl
Lihat Kisaran Bilangan Formzahl
Tipe Pasang Surut
Gambar 11. Diagram alir pengolahan data pasang surut dengan metode admiralty
25
3.3.2 Pemrosesan Data Kedalaman Pengolahan data kedalaman dilakukan menggunakan perangkat lunak CARIS HIPS&SIPS 6.1 milik BPPT dengan nomor seri CW9605878. Tahap awal pengolahan data adalah pembuatan file kapal (Vessel file). Vessel file berisi nilai jarak setiap sensor yang direferensikan terhadap titik pusat kapal (centre line). Proses berikutnya, yaitu pembuatan proyek baru (create new project) denga menggunakan vessel file yang telah dibuat. Setelah proyek dibuat, data kedalaman dalam bentuk *XSE diubah menjadi hsfmenggunakan menu Conversion Wizard sehingga data tersebut dapat diproses dalam perangkat lunak CARIS HIPS&SIPS 6.1. Data kedalaman tersebut selanjutnya dikoreksi (Clean Auxiliary Sensor Data) menggunakan menu Swath Editor untuk menghilangkan ping yang dianggap buruk, menu Altiutde Editor dan Navigation Editor kemudian digunakan untuk menghilangkan pengaruh pergerakan dan kecepatan kapal yang memiliki nilai diluar kisaran. Setelah koreksi data dilakukan kemudian masukan parameter yang mempengaruhi nilai kedalaman, yaitu pasang surut dan kecepatan gelombang suara masing-masing melalui menu Load Tide dan Sound Velocity Correction. Data tersebut kemudian digabungkan (Merging) untuk mendapatkan hasil akhir berupa peta batimetri. Peta batimetri tersebut kemudian diexport kedalam bentuk ASCII sehingga dapat divisualisasikan menggunakan GMT secara tiga dimensi. Gambar 12 merupakan diagram alir pemrosesan data data kedalaman dengan CARIS HIPS&SIPS 6.1.
26
Create a Vessel File
Create New Project
Convert Raw Data Swath Editor
Clean Auxiliary Sensor Data
Altitude Editor
Navigation Editor
Load Tide Merge Sound Velocity Correction New Field Sheet
Base Surface
Product Surface
Export to ASCII
GMT 3D
Gambar 12. Diagram alir pemrosesan data kedalaman pada perangkat lunak CARIS HIPS&SIPS 6.1
27
3.3.3 Pemrosesan Data Amplitudo Data amplitudo yang diperoleh harus dilakukan beberapa kalibrasi menggunakan softwawe MB System. Beberapa kalibrasi yang dilakukan adalah kedalaman perairan, kecepatan suara dan navigasi kapal. Masing-masing beam akan memancarkan gelombang suara hingga mengenai dasar perairan yang kemudian dipantulkan kembali dan diterima oleh receiver. Sinyal yang diterima receiver akan disimpan dengan format *.XSE, data ini merupakan data mentah. MBCLEAN merupakan proses penyaringan secara otomatis yang dilakukan oleh alat untuk beam yang menghasilkan nilai buruk. MBEDIT merupakan tindak lanjut MBCLEAN dengan memberikan visualisasi terhadap nilai kedalaman yang akan dikoreksi. MBNAVEDIT merupakan kalibrasi yang dilakukan terhadap gerakan kapal seperti heave, picth dan roll. MBVELOCITYTOOL merupakan proses kalibrasi terhadap besarnya kecepatan suara selama pengambilan data berlangsung. MBBACKANGEL merupakan kalibrasi yang dilakukan dengan cara memunculkan tabel amplitudo dengan grazing angel yang digunakan sebagai acuan untuk nilai amplitudo dengan kedalaman. MBPROSES meruapakan proses yang dilakukan untuk mengabungkan semua kalibrasi dan menghasilkan keluaran data dengan format *.mb94. Klasifikasi dasar perairan merupakan pemetaan sebaran jenis sedimen yang terdapat pada suatu perairan. Sedimen pada suatu perairan cenderung didominasi oleh satu atau beberapa jenis partikel, akan tetapi mereka tetap terdiri dari ukuran yang berbeda-beda (Hutabarat dan Evants, 1985). Setiap sampel meliliki posisi berupa bujur dan lintang, nilai amplitudo jenis sedimen dapat
28
diketahui dengan cara mencocokkan posisi atau kordinat pada sampel coring dengan data hasil ekstrak. Penentuan nilai amplitudo dilakukan pada titik kordinat pada beam yang memiliki kordinat sama dengan posisi sampel coring, kemudian diambil beberapa penarikan contoh nilai amplitudo di sekitar titik sampel coring serta pada ping sebelum dan sesudah pada beam yang sama di pengambilan coring. Proses berikutnya adalah menampilkan peta sebaran sedimen berdasarkan nilai amplitudonya. Gambar 13 merupakan diagram alir pemrosesan nilai amplitudo pada perangkat lunak MB System. Peletakan tiang jembatan Selat Sunda disesuaikan dengan melihat sebaran jenis sedimen yang ada pada perairan tersebut.
MBCLEAN
Raw Data (*XSE)
Koreksi (*XSE)
MBEDIT
MBPROCESS
MBNAVEDIT
Output *mb94
MBVELOCITYTOOL
Data Acoustic
MBBACKANGLE
Data Hasil Coring
Klasifikasi jenis sedimen dasar laut
Peta klasifikasi dasar perairan
Gambar 13. Diagram alir pemrosesan data amplitudo pada perangkat lunak MB System