3
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan selama bulan Januari hingga April 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Penelitian 1 dan Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Terpadu dan Ruang Steril, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada preparasi bahan baku antara lain nitrogen cair sedangkan alat yang digunakan adalah talenan, plastik, aluminium foil, kertas label lalu tempat penyimpanan dingin (freezer). Alat yang digunakan pada ekstraksi DNA menggunakan metode CTAB antara lain mortar dan penggerus steril, wadah es batu, ice maker, microtube 1,5 ml, water bath, pipet mikro, pipette tips, sentrifuse, dan vortex. Bahan yang digunakan pada ekstraksi DNA menggunakan metode CTAB adalah ikan tuna (Thunnus sp), es batu, nitrogen cair, larutan Buffer TE, larutan lisis, kloroform, larutan presipitasi, larutan NaCl 1,2 M, etanol dingin, dan Aquabidestilata. Bahan baku berupa tuna steak (Thunnus obesus, T. alalunga, T. macoyyi, T. albacores) berasal dari PT. Samudra Besar Bali dan PT. Lautan Bahari Sejahtera Muara Baru serta berasal pasar swalayan Bogor dalam bentuk steak. Tuna steak beku merupakan produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan sebagai berikut: penerimaan bahan baku, pencucian, penyiangan, pembuatan loin, pengkulitan dan perapihan, sortir mutu, pembungkusan (wrapping), pembekuan, pembentukan steak, penggelasan atau tanpa pengelasan, penimbangan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Tuna Steak yang berasal pasar swalayan Bogor dalam keadaan beku dimana pembekuan bertujuan untuk menghambat kemunduran mutu pada produk yang disebabkan oleh mikroorganisme, proses kimiawi dan fisik, sehingga dapat memperpanjang daya simpan dan mempertahankan mutu produk. Pembekuan dan penyimpanan beku
17
(cold storaging) adalah cara terbaik untuk penyimpanan jangka panjang (Ilyas 1993). Bahan yang digunakan pada ekstraksi DNA menggunakan metode kit (Vivantis) antara lain ikan tuna (Thunnus sp), buffer STL, OB protease, buffer BL, buffer equlibration, buffer HB, DNA wash buffer, dan buffer elution sedangkan alat yang digunakan antara lain microtube 1,5 ml, vortek, water bath, sentrifuse, colum, dan collection tube. Alat yang digunakan pada proses PCR antara lain pipet mikro, wadah es batu, ice maker, pipette tips, marker pen, tabung PCR 50 µl sedangkan Bahan yang digunakan adalah es batu, aquabidestilata (ddH 2 O), primer forward dan primer reverse, DNA hasil ekstraksi, dan larutan mix (PCR kit commercial). Alat yang digunakan pada pembuatan gel agarosa antara lain gelas ukur, labu ukur, timbangan digital, microwave, cetakan agar, electrophoresis comb, dan alumunium foil. Bahan yang digunakan adalah bubuk Agarosa dan larutan Buffer TBE 1x. Alat yang digunakan pada elektroforesis antara lain casting tray, pisau bedah, seperangkat alat katoda-anoda, alat sinar UV. Bahan yang digunakan adalah gel agarosa, larutan buffer TBE, loading dye, DNA marker, ethidium bromida, aquades. 3.2 Pengumpulan Bahan Baku Bahan yang digunakan pada penelitan ini menggunakan ikan tuna yang diperoleh dari perusahaan ekportir ikan tuna maupun dari pasar swalayan di daerah Bogor. Bahan yang digunakan dan asal bahan baku dapat dilihat pada Tabel 3. 3.3 Preparasi Bahan Baku Bahan baku disiapkan dengan cara dibuat fillet dan skinless. Setelah sampel dipreparasi lalu dimasukkan dalam plastik dan disimpan dalam freezer jika tidak langsung dilakukan ekstraksi DNA. Bahan baku diberi nitrogen cair lalu digerus hingga halus. Bahan baku yang diproses menggunakan kit Vivantis, tidak perlu menggunakan nitrogen cair, sebab dalam kit sudah terkandung larutan untuk melisis jaringan. Namun ada kit yang tidak menyediakan larutan untuk melisis
18
dinding sel maka perlu penambahan nitrogen cair ataupun menggunakan sonikator. Bahan baku dipreparasi dengan memperhatikan sanitasi dan higiene. Tuna Steak dipotong menjadi beberapa bagian kecil dengan pisau yang telah diberi alkohol, disimpan dalam lemari pendingin (– 20 0C) agar aktivitas enzimatis dan mikrobiologi diperlambat. Ketika preparasi bahan baku tempat preparasi diberi alkohol serta menggunakan sarung tangan (glove) agar DNase tidak bercampur dan merusak DNA ikan tuna. Bahan baku yang berasal dari Muara Baru juga dikirim dengan menggunakan es dan dipreparasi menggunakan pisau yang telah diberi alkohol dan saat preparasi menggunakan sarung tangan (glove). Bahan baku berupa steak yang berasal dari pasar swalayan Bogor berupa tuna steak beku. Diagram alir preparasi bahan baku dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram alir proses preparasi bahan baku Tabel 3 Jenis dan asal bahan baku ikan tuna Bahan baku
Asal bahan baku
Yellow fin
PT Samudera Besar Bali PT Lautan Bahari Sejahtera
Albacore
PT Samudera Besar Bali
Big eye
PT Samudera Besar Bali PT Lautan Bahari Sejahtera
Blue fin
PT Samudera Besar Bali
Tuna steak
Pasar swalayan Bogor
dan
dan
19
3.4 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dapat dilakukan dengan menggunakan metode manual (CTAB) dan kit komersial yaitu Fermentas, Qiagen, dan Vivantis. Sampel ikan tuna diekstraksi dengan metode CTAB dan kit Vivantis. Metode ekstraksi dengan CTAB maupun menggunakan kit untuk membuang protein dan komponen lainnya. Proteinase berfungsi untuk mendegradasi protein seluler dan membuang protein (Baker 2000), selain itu penambahan kloroform berfungsi untuk membersihkan protein dan polisakarida dari larutan, dengan hilangnya protein dan senyawa pengotor lainnya seperti lemak dan RNA maka DNA dapat diekstraksi secara utuh (Muladno 2002). Ikan tuna yang berasal dari Bali serta tuna steak yang berasal dari pasar swalayan Bogor diektraksi menggunakan CTAB sedangkan Ikan tuna yang berasal dari Muara Baru diisiolasi dengan menggunakan kit Vivantis. Dinding sel juga dapat dipecah dengan penggerusan menggunakan bufer ekstraksi diikuti dengan penghangatan pada suhu 65 °C. Detergen seperti sodium dodesil sulfat (SDS),
sarkosil,
dan
CTAB
dapat
digunakan
untuk
proses
lisis
(Subandiyah 2006 dalam Ardiana 2009). 3.4.1 Metode CTAB Ekstraksi DNA menggunakan CTAB diawali dengan melisis dinding sel menggunakan nitrogen cair yang selanjutnya dilakukan penambahan larutan CTAB 500 µl. Sampel yang digunakan sebanyak 0,1-0,5 gram. Kemudian ditambahkan 14 µl proteinase K dan diinkubasi pada suhu 55 0C selama dua jam kemudian disentrifuse selama sepuluh menit pada 13000 rpm (rotation per minute). Sampel yang telah disentrifuse diberi 500 µl PCI, dikocok sekitar lima menit agar larutan tercampur, kemudian disentrifuse selama lima menit pada 13000 rpm. Larutan PCI kemudian dibuang, ditambah 400 µl kloroform isoamilalkohol dan disentrifuse selama lima menit pada 13000 rpm. Bagian yang mengandung kloroform isoamilalkohol dibuang, ditambah 600 µl isopropanol dan dipresipitasi pada suhu 4 0C selama satu malam, disentrifus selama sepuluh menit pada 13000 rpm. Bagian yang mengandung isopropanol dibuang, ditambah 500 µl etanol 70 % kemudian disentrifuse selama sepuluh menit pada 13000 rpm. Bagian
20
yang mengandung etanol dibuang dan selanjutnya dikeringkan kurang lebih selama satu jam, ditambahkan 100 µl Tris EDTA dan disimpan pada suhu 4 0C. 3.5.2 Metode kit Vivantis Bahan baku yang diekstraksi dengan menggunakan kit Vivantis diawali dengan penimbangan bahan yang telah dipreparasi sebanyak 20 mg, dimasukkan kedalam microtube 1,5 ml, ditambahkan buffer STL sebanyak 250 µl, kemudian ditambahkan OB protease sebanyak 25 µl dan di kocok serta diinkubasi pada suhu 60 0C selama tiga puluh menit. Sampel yang telah diinkubasi ditambahkan buffer BL sebanyak 250 µl, di kocok, ditambahkan etanol absolut sebanyak 250 µl lalu di kocok. Langkah selanjutnya sampel dipindahkan kedalam kolom yang dipasang dengan collection tube, ditambahkan buffer equibration dan disentrifuse pada 13000 rpm selama dua puluh detik, kemudian bahan baku dipindahkan kedalam kolom yang telah dipasang collection tube sebanyak 600 µl, disentrifuse pada 8000 rpm selama satu menit, kemudian collection tube dilepaskan. Sampel lalu ditambah buffer HB sebanyak 500 µl dan sentrifuse pada 8000 rpm selama satu menit lalu collection tube dilepaskan. Bahan baku yang telah disentrifuse dipasang dengan collection tube yang baru kemudian kedalam bahan baku ditambahkan dengan DNA wash buffer sebanyak 750 µl dan disentrifuse pada 8000 rpm selama satu menit lalu lepaskan collection tube kemudian sentrifuse pada 13000 rpm selama dua menit untuk menghilangkan etanol lalu kolom ditempatkan ke dalam microtube kemudian ditambahkan buffer elution sebanyak 500 µl dimana sebelumnya buffer elution telah dipanaskan pada suhu 70 0C lalu disentrifuse pada 8000 rpm selama satu menit lalu DNA disimpan pada suhu 4-20 0C. Bahan baku yang telah diekstraksi dengan menggunakan CTAB ataupun dengan kit Vivantis ditempatkan dalam tabung PCR lalu dilakukan proses amplifikasi dengan kondisi optimum serta melalui beberapa siklus antara 25-35 siklus. Produk hasil PCR selanjutnya dilakukan visualisasi dengan elektroforesis dan dilihat dibawah sinar UV, jika hasil elekroforesis berhasil maka ditandai dengan adanya pita DNA yang spesifik lalu dilakukan PCR sequencing untuk penentuan urutan nukleotida. Proses analisis produk PCR berupa sequencing dilakukan oleh lembaga yang berkompeten (Macrogen) yang hasilnya dicocokan dengan bank data (http://www.ncbi.nlm.nih.gov). Hasil berupa urutan nukleotida
21
akan dicocokan dengan data yang tersedia sehingga akan diketahui spesies yang diuji. Diagram alir proses autenikasi DNA dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Diagram alir autentikasi DNA ikan tuna
3.6 Metode PCR Sampel yang telah diekstraksi dipersiapkan untuk PCR sebanyak 2 µl. Bahan untuk PCR adalah ddH 2 O, DNA polimerase, primer, DNA, dan dNTP dicampur dalam tabung PCR. ddH 2 O berfungsi untuk melarutkan komponen PCR agar bercampur setelah itu primer baik forward maupun reverse masing-masing 1,5 µl yang berfungsi untuk proses penggandaan pada PCR, primer yang telah dimasukkan dalam tabung PCR kemudian ditambahkan DNA sebanyak 2 µl dan yang terakhir adalah mix, terdiri dari dNTP yang berfungsi agar pada proses PCR dapat membuat untai baru serta Taq polimerase. Komponen yang berada pada
22
tabung PCR dimasukkan ke thermocycler yang sebelumnya harus diatur suhu dan siklus yang akan digunakan. Proses PCR secara garis besar dibagi menjadi lima bagian mulai dari pre denaturation, denaturation, annealing, extension, post ekstension dan preservation. Pada tahap pre denaturation dimana suhu untuk persiapan denaturasi pada 94
0
C selama lima menit kemudian masuk pada tahap
denaturation pada suhu 94 0C selama 40 detik. Pada tahap denaturasi DNA cetakan yang awalnya untai ganda didenaturasi menjadi untai tunggal agar primer dapat menempel (annealing). Kemudian pada suhu 50-55 0C merupakan suhu penempelan (annealing) pada DNA untai tunggal, primer akan membentuk jembatan hidrogen dengan DNA cetakan untai tunggal pada daerah sekuen yang komplementer dengan sekuen primer. Primer yang telah menempel pada daerah sekuens kemudian suhu dinaikkan menjadi 72 0C selama 80 detik untuk proses persiapan polimerasi. Proses polimerasi pada suhu 72 0C selama 7 menit agar pada suhu ini DNA polimerase akan melakukan proses polimerasi rantai DNA baru sehingga pada hasil akhir akan terdapat jutaan salinan DNA. Setelah proses polimerase suhu diturunkan menjadi 4 0C, dimana pada suhu ini DNA disimpan. Siklus PCR dapat dilihat pada Gambar 7. Proses PCR akan menghasilkan jutaan salinan DNA dimana saat proses pengerjaan PCR dilakukan dengan memperhatikan kontaminasi. Volume yang digunakan dalam PCR yaitu 25 µl. Keberhasilan proses PCR dapat dilakukan dengan optimasi dimana diperlukan suhu penempelan (annealing) yang tepat agar primer dapat menempel pada DNA untai tunggal, tanpa adanya optimasi maka kemungkinan berhasil pun akan semakin kecil.
Gambar 7. Siklus PCR
23
3.7 Elektroforesis Elektroforesis bertujuan untuk melihat pita DNA dibawah sinar UV. Elekroforesis merupakan suatu metoda standar yang digunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi dan memurnikan fragmen DNA. Teknik ini sederhana, cepat terbentuk, dan mampu memisahkan campuran potongan DNA sesuai dengan ukurannya secara akurat. Elekroforesis dilakukan dengan menggunakan gel agarosa 2 % dengan melarutkan buffer TBE 1x sampai volume 100 ml lalu penambahan ethidium bromida 5 µl pada gel agarosa lalu dipanaskan menggunakan microwave dan dituang kedalam cetakan. Hasil amplifikasi PCR dimasukkan sebanyak 5 µl ke dalam gel agarosa. Setelah sampel dimasukkan ke dalam gel agarosa, alat elektroforesis di setting pada 100 volt, 400 mA selama satu jam. Pita DNA dapat dilihat jika gel agarosa ditambahkan pewarna yang berflouresence seperti ethidium bromida. Fungsi gel agarosa adalah untuk mellihat pita DNA hasil proses PCR maupun DNA genom dengan bantuan sinar UV (Subandiyah 2006 dalam Adriana 2009). Pada proses elektroforesis digunakan DNA ladder 100 base pair (bp) yang berfungsi sebagai penanda untuk mengetahui ukuran DNA. Molekul DNA akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif sebab DNA bermuatan negatif. Penggunaan etidium bromida bertujuan untuk membantu visualisasi karena etidium bromida dapat memendarkan sinar UV. Hasil elektroforesis akan divisualisasi menggunakan sinar UV, pita yang terlihat pada gel merupakan molekul DNA yang bergerak sepanjang gel setelah dielektoforesis. Hasil elektroforesis DNA genom akan divisualisasi untuk melihat pita yang ada. 3.8 Analisis Produk PCR Amplifikasi gen target menggunakan gen sitokrom b menghasilkan 750 pasang basa. Analisis produk PCR dilakukan penentuan urutan nukleotida dengan metode Sanger yang didasarkan pada pendekatan sintesis molekul DNA baru dan pemberhentian sintesis tersebut pada basa tertentu. Hasil sekuensing berupa grafik yang menyatakan kandungan adenin, timin, guanin, dan sitosin yang terdapat pada fragmen DNA yang telah dilabel. Hasil sekuensing berupa urutan nukleotida akan dicocokkan
ke
bank
data
(http://www.ncbi.nih.nlm/gov).
dengan
menggunakan
metode
BLAST