MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 137/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA SENIN, 23 NOVEMBER 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 137/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah [Pasal 9 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 11 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 13 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 15 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 21, Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 251 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (8) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) 2. Pemerintah Daerah Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara 3. Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, dkk ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Senin, 23 November 2015 Pukul 15. 10 – 16.26 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Patrialis Akbar 2) Suhartoyo 3) Aswanto Syukri Asy’ari
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Marukan 2. Mohamad Muraz 3. Kherlani 4. Ahmad Zaki 5. Ibnu Jandi 6. Ok Arya Zulkarnain B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Andi Syafrani 2. Muhammad Ali Fernandez 3. Fajrul Rahman
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 15.10 WIB 1.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Bismillahirrahmanirrahim. Sidang pendahuluan dalam Perkara Nomor 137/PUU-XIII/2015 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon silakan memperkenalkan diri, siapa yang hadir? Silakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Pada kesempatan sidang pendahuluan ini, kami Kuasa Hukum Para Pemohon yang hadir yang pertama saya sendiri, Andi Syafrani, Yang Mulia. Di sebelah kiri saya ada Muhammad Ali Fernandez. Dan kemudian yang paling kiri adalah Fajrul Rahman. Sedangkan untuk Prinsipal, Para Pemohon yang hadir di sini ada beberapa bupati dan walikota, Yang Mulia. Yang pertama adalah Bupati Lamandau Bapak Ir. Marukan.
3.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Yang mana? Ya.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Kemudian ada Bapak Mohamad Muraz (Walikota Sukabumi). Selanjutnya, Bapak H. Kherlani (Bupati Lampung Selatan). Kemudian Bapak Ahmad Zaki (Bupati Tangerang). Dan ada kuasa perseorangan, Bapak Ibnu Jandi. Serta utusan dari beberapa Para Pemohon yang juga ikut menyaksikan sidang pendahuluan ini, Yang Mulia. Demikian, Yang Mulia.
5.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Pak Ahmad Zaki ke depan saja, Pak. Di sini juga boleh, enggak apa-apa. Ya, silakan. Ada lagi Prinsipal yang lain?
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Sementara yang hadir itu, Yang Mulia.
1
7.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Oke, baik.
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ada satu lagi, Yang Mulia. Bapak Bupati Batubara, Bapak OK.
9.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Batubara, ya?
10.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Batubara.
11.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Sumatera Utara, ya?
12.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Sumatera Utara.
13.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Cukup?
14.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Cukup, Yang Mulia.
15.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Baik. Baiklah Para Pemohon, ini Pemohonnya banyak sekali ini, ya. Andi Syafrani, ini sudah lama enggak muncul, sekarang muncul lagi. Jadi hari ini sidang pendahuluan, setelah kami bertiga membaca permohonan dari Para Pemohon, ya, ada beberapa hal yang ... pertama, kami ingin dengar dulu dari Saudara tentang pokok-pokok permohonannya tentang apa saja, garis besarnya saja. Kemudian nanti kami bertiga akan memberikan nasihat setelah kami baca permohonan ini, silakan.
2
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Terima kasih, Yang Mulia. Permohonan ini diajukan sebanyak 47 Pemohon, Yang Mulia. Yang hadir sudah kami sebutkan tadi, pada bagian pertama kami menuliskan pendahuluan, dalam pendahuluan ini kami menyampaikan dua pokok penting. Yang pertama adalah tentang poin otonomi daerah sebagai amanah reformasi dan mekanisme penjaga keutuhan NKRI. Ada beberapa aspek yang kami garis bawahi di sini. Yang pertama adalah aspek historis bahwa sejarah otonomi daerah ini dimulai sejauh sebelum Indonesia merdeka, sejak pemerintahan Belanda menduduki Nusantara dan itu sudah ditetapkan oleh penguasa saat itu tentang langkah-langkah hukum untuk memberikan kewenangan kepada daerah. Ketika memasuki fase kemerdekaan kita juga telah membuat beberapa ketentuan-ketentuan dalam konstitusi kita, mulai dari konstitusi yang pertama sampai perubahan yang terakhir dan semua itu dimaksudkan sebagai langkah untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya pada poin yang kedua di pendahuluan ini kami menyampaikan tentang politik hukum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Yang Mulia dan Para Pemohon, serta Hadirin yang berbahagia, kalau kita melihat pada proses pembentukan dan pembuatan UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 ini adalah merupakan undang-undang yang satu paket dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Nah, kita ketahui bahwa Undang-Undang Nomor 22 telah mengalami beberapa perubahan bahkan melalui perpu seiring dengan desakan opini publik tentang pemilihan langsung atau tidak langsung kepala daerah. Nah, berdasarkan desakan opini publik inilah kemudian kita ketahui bersama Presiden saat itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menerbitkan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 yang mengubah UndangUndang Nomor 22, pada intinya mengubah mekanisme pemilihan yang sebelumnya ditetapkan bahwa kepala daerah gubernur, bupati, maupun walikota dipilih melalui DPR berubah menjadi pemilihan secara langsung. Nah, ini adalah salah satu esensi penting yang tidak bisa dilepaskan dengan konsep otonomi daerah karena pemilihan secara langsung itu adalah sebuah mekanisme yang harusnya dipahami sebagai pemberian legitimasi dan kewenangan kepada kepala daerah untuk bisa berbuat lebih banyak, memakmurkan, dan mencapai tujuan dari pemerintahan daerahnya sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi. Setelah Undang-Undang Nomor 22 ini berubah terakhir melalui Undang-Undang Nomor 8, kita lihat posisi Undang-Undang Nomor 23 sama sekali belum mengalami perubahan, padahal ini adalah satu paket dalam sistem pemerintahan. Itu di poin pendahuluan, Yang Mulia. Selanjutnya, tentang kewenangan Mahkamah kami anggap dibacakan, Yang Mulia. 3
Tentang legal standing, ada Pemohon yang pertama adalah APKASI (Asosiai Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) yang dalam hal ini diwakili oleh ketua umum dan sekretaris jenderalnya. Asosiasi ini berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya adalah asosiasi yang terdiri dari kepala daerah kabupaten seluruh Indonesia yang karenanya di dalam anggaran dasarnya salah satu tugas fungsi dan juga tujuannya adalah untuk memperjuangkan otonomi daerah yang karenanya di sini APKASI merasa keberadaan Undang-Undang Nomor 23, khususnya pasal-pasal yang kami ujikan di sini ini bertentangan dengan hak-hak konstitusional APKASI dan seluruh anggota Apkasi seluruh Indonesia, Yang Mulia. Kemudian, yang kedua di sini ada pemerintahan kabupaten yang terdiri dari kepala daerahnya, yaitu Bupati Batubara dan juga DPRD dari Kabupaten Batubara, ini adalah pemerintahan daerah. Selanjutnya, di kategori yang ketiga, Para Pemohon yang terdiri dari pemerintah daerah, dalam hal ini adalah kepala daerah, Yang Mulia. Nah, berdasarkan Pasal 65 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan adalah, “Pemerintah daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang mempunyai tugas dan wewenang mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangundangan. Artinya, berdasarkan ketentuan ini, kepala daerah, dalam hal ini adalah bupati ataupun walikota atau gubernur secara perseorangan berdasarkan posisi dan kedudukannya itu bisa bertindak untuk dan atas nama demi hukum di muka pengadilan maupun di luar pengadilan tanpa harus bersama-sama dengan DPRD, Yang Mulia. Itu di halaman 27. Selanjutnya, adalah perseorangan, Bapak Ibnu Jandi, beliau adalah orang yang concern terhadap masalah perkembangan daerah dan juga merasa dirugikan tentang keberadaan pasal-pasal yang kami ujikan di sini, Yang Mulia. Adapun kerugian yang kami maksud di sini, pada poin 7 halaman 27, yang pertama adalah pasal-pasal yang diujikan telah atau setidaknya berpotensi menghambat hak-hak konstitusional Para Pemohon, khususnya Pemohon 1 sampai dengan Pemohon ke-47 untuk melaksanakan otonomi daerah dan pengembangan daerah dengan keragaman dan kekhasannya masing-masing yang diamanatkan konstitusi, yaitu Pasal 18 ayat (2), Pasal 18 ayat (5), Pasal 18A ayat (1). Sebagai organisasi dan perseorangan yang memiliki tugas dan fungsi memperjuangkan mengawal otonomi daerah dalam hal ini adalah Pemohon 1 dan Pemohon 47 memiliki hak-hak konstitusional untuk memajukan dirinya dan memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya sebagaimana dimaksudkan Pasal 28C Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Selain itu juga dilindungi hak konstitusinya atas pengakuan, jaminan, 4
perlindungan, dan kepastian hukum sebagaimana dimaksud Pasal 28D ayat (1). Secara spesifik terkait dengan pasal-pasal yang kami ujikan di sini, kami membagi 3 klasifikasi, yang pertama adalah Pasal 9 dan seterusnya. Nah, menurut kami pasal-pasal yang kami ujikan, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 21, Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, pertama, menutup ruang bagi terselenggaranya otonomi daerah secara luas, sebagaimana dimaksud oleh konstitusi Pasal 18 ayat (5) karena membatasi secara rigid dan tegas kewenangan, peran, dan serta keterlibatan pemerintah daerah dalam mengelola serta memaksimalkan potensi yang ada di daerah masing-masing. Yang kedua, menghilangkan atau setidaknya mengaburkan esensi norma konstitusi sebagaimana dimaksud frasa mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan bagi pemerintah daerah, yaitu Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan menambahkan urusan pemerintahan konkuren dan pemerintahan umum yang tidak diberikan oleh konstitusi yang secara substantif menjadi pintu masuk bagi pemerintah pusat untuk menarik dan mengambil urusan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang seharusnya diatur dan diurus sendiri sebagaimana diperintahkan oleh konstitusi. Yang ketiga, memperluas dan memperbesar campur tangan dan keterlibatan pemerintah pusat dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dalam pelaksanaan urusan pemerintahan yang semestinya diberikan kepada pemerintah daerah yang karenanya memasung kreativitas dan pengembangan potensi daerah sesuai keragaman, keunikan, dan kekhasannya masing-masing daerah yang telah dilindungi oleh konstitusi, yaitu Pasal 18A ayat (1). Kemudian pola keempat adalah pola relasi pemerintah yang terbangun melalui aturanaturan yang ada, secara keseluruhan telah berubah dari pola terstruktur, berjenjang yang mandiri, fleksibel, dan saling menopang dalam konteks terciptanya ruang demokratisasi menjadi pola yang hierarkis, sub ordinat, sentralistis, dan berdasarkan pada pemberian, bukan pembagian yang adil dan selaras, serta setara sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (1) juncto Pasal 18A ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dan terakhir adalah kerugian yang menurut kami akan kami rasakan, yaitu mengembalikan situasi orang-orang daerah sebagai penonton dalam pembangunan sebagaimana yang pernah terjadi pada masa sebelumnya pada masa era Orde Baru dan padahal ini adalah sesuatu yang telah diubah dan diamanatkan oleh perubahan konstitusi yang terakhir, Yang Mulia. Terkait dengan kewenangan pemerintah pusat dan gubernur dalam membatalkan perda dan perkada, dalam hal ini objek kami adalah Pasal 251 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (8). Menurut kami, kami mengalami kerugian dengan keberadaan pasal-pasal ini. Kerugian yang pertama adalah menegasikan arti penting legitimasi dan suara rakyat 5
yang secara langsung memilih kepala daerah dan wakil daerahnya di DPRD secara demokratis melalui pemilihan. Hal ini sebagaimana kita lihat dalam Pasal 18 ayat (3) dan ayat (4) konstitusi, dengan mengambil seluruh kewenangan dan hak konstitusional mereka dalam hal pengaturan dan pelaksanaan otonomi daerah, serta mengatur daerahnya masing-masing yang khas dan unik melalui peraturan daerah dan perkada dalam rangka menjalankan prinsip otonomi daerah yang diberikan konstitusi, yaitu dituangkan dalam Pasal 18 ayat (6). Mengambil alih kewenangan konstitusional Mahkamah Agung yang diberikan pada Pasal 24A ayat (1) sebagai pemegang kekuasaan kehakiman dalam hal pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, yang pada gilirannya menciptkan ketidakpastian hukum terkait dengan mekanisme pengujian dan pembatalan perda dan perkada. Itu adalah kerugian-kerugian kami, Yang Mulia. Selanjutnya pada pokok permohonan. Kami sampaikan bahwa pasal-pasal yang kami uji di sini, Pasal 9 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), Pasal 11 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 12 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 13 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 15 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 28 ayat (1), ayat (2), serta Pasal 25 … 251 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (8), Yang Mulia. Itu adalah pasal-pasal yang kami ujikan di permohonan ini. Adapun alasan-alasan kami terkait dengan pengujian konstitusionalitas pasal-pasal tersebut. Yang pertama adalah terkait dengan pembagian klasifikasi urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud Pasal 9 dan seterusnya, menurut kami ini adalah bentuk sentralisme kekuasaan pembatasan kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota, serta ini adalah model otonomi fiktif. Pasal-pasal yang ada dalam Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 21, Pasal 27, dan Pasal 28 menurut kami ini memberikan batasan yang sangat rigid terhadap kewenangan pemerintahan daerah dan batasan ini sebanyak 5 kali, Yang Mulia. Jadi, ada 5 pembatasan yang ditentukan di dalam pasal-pasal tersebut yang karenanya menurut kami ini membuat pemerintahan daerah kabupaten/kota tidak bisa bergerak dalam melaksanakan hak konstitusional mereka untuk mengembangkan daerah mereka masingmasing. Selanjutnya, Yang Mulia, pasal-pasal tersebut menurut kami bukanlah bentuk dari otonomi daerah luas sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi. Di sini kami sebutkan pada halaman 47 karena; pertama, terdapat pembagian urusan pemerintahan secara kategoris yakni 6
absolut, konkuren, dan pemerintahan pusat dalam Pasal 9. Bahkan ini kemudian dirinci dalam pasal-pasal selanjutnya dengan lampiran yang berbentuk matriks lengkap, Yang Mulia. Di sana dibagi secara spesifik tentang apa saja kewenangan dari pemerintah pusat, propinta … pemerintah provinsi, kemudian kabupaten/kota. Yang kedua adalah ada supervisi dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang dilakukan oleh pemerintahan daerah secara tegas ditentukan dalam Pasal 18 ayat (1) melalui penetapan norma standar, prosedur, dan kriteria, serta pelaksanaan pembinaan dan pengawasan. Bahkan dalam melaksanakan otonomi daerah melalui perda dan perkada, pemerintahan daerah diancam dengan pembatalan perda dan perkada oleh gubernur dan menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 251 a quo. Selain itu, Yang Mulia, di sini ada tiga pembagian kekuasaan, salah satunya adalah kekuasaan … kewenangan konkuren. Frasa konkuren yang digunakan oleh undang-undang a quo secara eksplisit menegaskan tidak adanya urusan pribadi pemerintahan daerah karena konkuren berasal dari bahasa Inggris, concurrent, berarti memiliki kewenangan (join authority, simultaneously, and converging). Dengan menggunakan frasa ini secara denotatif pembuat undang-undang memang menghendaki ketiadaan pemberian kewenangan (suara tidak terdengar jelas) kepada pemerintah daerah secara otonom dan mandiri terkait dengan fungsi dan tugas pemerintahan di daerah. Melalui frasa ini urusan pemerintahan daerah diartikan secara eksplisit sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah pusat yang bersama-sama dilaksanakan dengan pemerintahan daerah karenanya secara verbatim penggunaan frasa konkuren, kata konkuren telah mengalami contradictio in terminis dengan arti dan makna otonomi yang berarti self rechgeling yaitu mengatur dirinya sendiri yang menurut ajaran Van Vollenhoven itu salah satu pengertiannya adalah melaksanakan sendiri pemerintahannya. Frasa … kata konkuren juga secara tegas bertentangan secara harfiah dengan makna dari frasa mengatur dan mengurus sendiri sebagaimana ditegaskan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan penafsiran hukum secara gramatikal ini ketentuan Pasal 9 ayat (4) undang-undang a quo yang menegaskan urusan konkuren sebagai dasar pelaksanaan otonomi daerah telah kehilangan makna intrinsiknya karena mengandung unsur kontradiksi dan secara intrinsik … ekstrinsik menunjukkan dan membuka tabir tujuan politik hukum dari pembuat undang-undang untuk menghilangkan atau setidaknya mengaburkan esensi otonomi daerah yang dikandung dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5). Itu alasan yang pertama, Yang Mulia, terkait dengan pembagian kewenangan. Selanjutnya menurut kami pasal-pasal ini juga telah membelenggu hak kolektif kami di sini Para Pemohon dan secara umum 7
adalah masyarakat Indonesia untuk membangun bangsa dan negara sebagaimana dijamin dalam Pasal 28C ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Yang ketiga, Yang Mulia. Tentang pengelolaan sumber daya alam Pasal 18, Pasal 27, Pasal 28 menurut kami ini bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5), serta Pasal 18A ayat (2), dan Pasal 28C ayat (2). 17.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Yang pasal berapa? Pengelolaan sumber daya alam itu yang mana, pasal berapa?
18.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Pasal 14, Yang Mulia, di halaman 51.
19.
KETUA: PATRIALIS AKBAR 51, ya.
20.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Halaman 51. Kemudian yang ketiga, Yang Mulia. Terkait dengan kewenangan dari menteri dan juga gubernur untuk membatalkan perda menurut kami ini bertentangan dengan Pasal 18 ayat (6) dan Pasal 28D ayat (1), serta Pasal 28A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dengan argumen-argumen yang telah kami tuliskan, Yang Mulia. Selanjutnya, Yang Mulia. Setelah kami meneliti norma-norma yang ada di dalam ... pasal dalam Undang-Undang Nomor 23 ternyata beberapa norma tersebut bertentangan dengan undang-undang yang masih berlaku dan eksis, dan spesialis terkait dengan hal-hal tertentu. Di sini di halaman 65 dan 66 kami menyebutkan ada beberapa aspek, beberapa bidang yang itu sudah diatur oleh undang-undang secara spesifik, pertama terkait dengan Undang-Undang Kelistrikan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Kelistrikan, dimana Pasal 5 ayat (3) nya telah mengatur tentang adanya ruang bagi pemerintahan daerah untuk membangun bersama-sama dalam bidang kelistrikan, akan tetapi di dalam Undang-Undang Nomor 23 khususnya di dalam lampiran cc di situ tidak disebutkan lagi tentang kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Yang kedua adalah terkait pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014. Selanjutnya adalah tentang pertambangan mineral dan batu bara dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, kemudian tentang kehutanan 8
diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, serta tentang pembatalan peraturan daerah sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 2004, serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Yang Mulia, itu adalah pokok-pokok dari permohonan kami dan terkait dengan pokok-pokok ini kami memohon kepada Yang Mulia untuk mempertimbangkan bahwa pertama, pasal-pasal yang kami ujikan di sini adalah pasal inti yang mengatur tentang dasar dari pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, khususnya di Pasal 9 karena pasal ini adalah pasal yang pertama kali menyebutkan tentang adanya 3 pembagian kewenangan pemerintahan yang kemudian diturunkan dengan pasal-pasal yang selanjutnya termasuk Pasal 14, Pasal 15, dan lampiran yang merupakan tambahan dari penjelasan Pasal 14. Nah, karena itu kami mohon dipertimbangkan juga, Yang Mulia, kalau kemudian ini dianggap bertentangan dengan konstitusi maka kami meminta kepada Yang Mulia untuk mempertimbangkan agar UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 ini bisa dibatalkan secara keseluruhan dan karenanya untuk mengisi kekosongan, kami meminta kepada Yang Mulia untuk mempertimbangkan kembali pemberlakuan undang-undang yang lama tentang pemerintahan daerah yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014. Sepanjang hal-hal yang terkait dengan … tahun 2004 sepanjang terkait dengan aspek-aspek pembagian kewenangan pemerintahan daerah. Yang kedua ada yang kami mohon dipertimbangkan adalah terkait dengan proses pemeriksaan ini, Yang Mulia. Karena saat ini sedang berlangsung pemilihan kepada daerah di seluruh Indonesia pada tanggal 9 Desember nanti. Yang mana ketika nanti mereka dilantik tahun depan sekitar bulan Maret. Mereka akan menjalankan fungsi-fungsi mereka sebagai kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh masyarakatnya. Dan pedoman mereka dalam melaksanakan pemerintahan daerah ini adalah Undang-Undang Nomor 23 ini. Karena itu kami berharap sebelum mereka nanti menjalankan pemerintahan daerah, sudah ada kejelasan dari Mahkamah Konstitusi tentang norma apa yang berlaku dan tentunya kita berharap norma itu adalah norma yang sesuai dengan konstitusi kita dalam memberikan perlindungan kepada daerah melalui otonomi daerah. Nah, itu yang ingin kami sampaikan, Yang Mulia. Terakhir petitum, Yang Mulia, kami bacakan. Bahwa berdasarkan uraian, alasan, dan fakta hukum di atas. Para Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan: 1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya. 2. Menyatakan Pasal 9 ayat (1), (2), (3), (4), (5), Pasal 11 ayat (1), (2), (3), Pasal 12 ayat (1), (2), (3), Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4), Pasal 14 ayat (1), (2), (3), (4), Pasal 15 ayat (1), (2), (3), (4), (5), Pasal 16 ayat (1), (2), Pasal 17 ayat (1), (2), (3), Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), 9
(2), Pasal 28 ayat (1), (2), Pasal 251 ayat (2), (3), ayat (4) sepanjang frasa pembatalan perda kabupaten/kota dan peraturan
bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Serta
Pasal 251 ayat (8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5.587 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Menyatakan Pasal 9 ayat (1), (2), (3), (4), (5), Pasal 11 ayat (1), (2), (3), Pasal 12 ayat (1), (2), (3), Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4), Pasal 14 ayat (1), (2), (3), (4), Pasal 15 ayat (1), (2), (3), (4), (5), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), (2), (3), Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), (2), Pasal 28 ayat (1), (2), Pasal 251 ayat (2), (3), dan ayat (4) sepanjang pembatalan perda kabupaten/kota dan peraturan frasa
bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Serta
Pasal 251 ayat (8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5.587 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, Yang Mulia. Secara alternatif kami mohon diputuskan. Yang pertama, mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5.587, dan perubahan-perubahannya bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tiga, menyatakan undang-undang tersebut dan perubahannya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Empat, menyatakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan perubahanperubahannya berlaku kembali untuk sementara waktu sampai ada undang-undang baru yang mengatur tentang otonomi daerah dan pemerintahan daerah. Lima, memerintahkan pemuatan putusan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya atau ex aequo et bono. Demikianlah, Yang Mulia. Ringkasan dari permohonan kami ini yang seluruhnya kami anggap dibacakan yang telah tertulis di dalam permohonan kami ini. Terima kasih, Yang Mulia.
10
21.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Baik, apa yang dijelaskan secara langsung di persidangan ini memang sama dengan apa yang dimohonkan di dalam permohonannya. Ini berapa bulan nih bikin permohonan ini? Kok banyak sekali.
22.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Habis satu minggu, Yang Mulia.
23.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Satu minggu? Luar biasa. Jadi kalau kita ikuti dari … saya ikuti dari beberapa pokok masalah yang Saudara sampaikan. Berkaitan dengan klasifikasi urusan pemerintahan. Kemudian berkaitan dengan persoalan sumber daya alam. Dan terakhir mengenai judicial review, ya. Kewenangan gubernur untuk membatalkan perda yang kaitannya dengan kewenangan Mahkamah Agung. Tiga besaran itu kalau kami lihat ini. Ya, yang dijelaskan cukup jelas. Tetapi, di dalam persidangan Mahkamah ini, ada beberapa aturan yang memang harus diikuti. Pertama, itu menggambarkan kedudukan seseorang atau Pemohon, apakah memiliki legal standing, apa tidak? Kemudian, tentu juga dikaitkan dengan kewenangan Mahkamah itu sendiri, kaitannya, dan tentu juga pokok-pokok permohonan yang berkaitan dengan norma yang dipersoalkan. Terakhir, masalah petitum. Nah, kami akan memberikan beberapa nasihat. Ya, coba tolong dicatat dengan baik. Namun, persoalan Pemohon tadi ingin mengajukan permohonan prioritas agar segera diputus, mengingat pilkada mau dilaksanakan. Nah, ini agak repot ini, agak berat. Dan boleh saya katakan, tidak mungkin, ya. Karena permohonannya ini sangat substantif dan ini cukup panjang, ya. Apalagi kita akan … Mahkamah ini akan concern juga untuk menangani pilkada, Saudara Andi akan panen. Biasa kalau pilkada, panen dia, ya. Lebih baik kita sampaikan itu, ya. Nah, sekarang berkaitan dengan permohonannya, kami akan berikan nasihat. Silakan, yang pertama Yang Mulia Bapak Suhartoyo. Silakan, Pak.
24.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Capai saya membacanya, apalagi mau memberi nasihat ini. Banyak sekali … tapi, ini pertama saya ingin tanya dulu. APKASI termasuk walikota, apa bukan? (Suara tidak terdengar jelas) kabupaten?
11
25.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Tidak, Yang Mulia. Tidak, hanya bupati, Yang Mulia.
26.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Oh. Pak walikota yang hadir tadi?
27.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ini atas nama walikotanya.
28.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Penggembira saja atau (…)
29.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Memang Pemohon, Yang Mulia.
30.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Pemohon juga?
31.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Pemohon. Beliau utusan dari asosiasi walikota.
32.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Asosiasi?
33.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya. Ada asosiasi walikotanya, Yang Mulia.
34.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Sebentar.
35.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Dalam hal ini, di sini sebagai walikota.
12
36.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Sebentar dulu, saya lihat dulu. Pertama, APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten). Dua, Pemerintah Daerah Kabupaten Batubara. Mana yang walikota, ya? Asosiasi walikota, di mana?
37.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Tidak asosiasi, tapi atas nama pemerintah kota … pemerintahan … Pemerintah Daerah Kota Sukabumi.
38.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Pemerintah daerah … yang nomor berapa?
39.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Nomor 13, halaman 2, Yang Mulia.
40.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Pemerintah Daerah Kota Sukabumi. Oh, gitu. Baik. Yang pertama begini, supaya dicermati putusan … beberapa putusan dari Mahkamah tentang apa yang dimaksud dengan pemerintahan daerah. Argumentasi Anda tadi bahwa itu bisa diwakili oleh bupati, supaya dicermati kembali, apakah firm begitu? Kalau tidak, nanti … daripada … ini yang memenuhi syarat hanya nomor 1. Yang ada bupati dan ketua DPRD hanya satu, nomor 1 saja dari Kabupaten Batubara. Ya, kan? Selebihnya hanya bupati.
41.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Betul, Yang Mulia.
42.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Ya?
43.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya.
13
44.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Kalau Anda punya argumentasi bahwa itu bisa diwakili berdasarkan argumentasi Anda tadi, kepentingan pemda itu oleh bupati. Tapi, tidak demikian dengan putusan Mahkamah.
45.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Di undang-undang yang baru, Yang Mulia, tadi saya sudah sebutkan.
46.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Oh, ya. Tapi, Mahkamah punya yurisprudensi yang (…)
47.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya. Terima kasih, Yang Mulia (…)
48.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Bisa dicermati. Nanti silakan Anda kalau tetap bertahan dengan seperti ini, nanti apakah Mahkamah yang bisa (…)
49.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Terima kasih, Yang Mulia.
50.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Legowo memperbaiki putusan-putusan sebelumnya, tapi supaya Anda … apa … prepare dulu, jangan nanti kemudian seperti yang saya sampaikan tadi, nanti mubazir.
51.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya, Yang Mulia.
52.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Kemudian yang kedua … ini sudah firm, ya? Bahwa di AD/ARTnya sudah … bahwa ini yang bisa mewakili kepentingan di pengadilan hanya Mardani Maming sama … sebagai ketua umum dan Nurdin Abdullah sebagai sekretaris umum (…)
14
53.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya, Yang Mulia.
54.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Di AD/ART. Karena saya belum dapatkan kopi dari AD/ART dan Surat Kuasanya pun saya enggak mendapatkan. Tetapi setelah saya pinjam Kepaniteraan, tadi kok ada yang … surat kuasa yang di halaman pertamanya asli, yang belakangnya … materainya ada yang asli, ada yang kopian. Gimana ini?
55.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Oh, itu, Yang Mulia, nanti akan kami perbaiki. Karena kemarin dikirimkan via scan, Yang Mulia, dari (…)
56.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Nah, kalau via scan juga di mana Anda ber … anu … penetapan domisili surat kuasa itu dibuat?
57.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Di Jakarta, Yang Mulia.
58.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Di Jakarta. Padahal, orangnya di sana, dikirim?
59.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Kan memilih domisi kuasa hukumnya.
60.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Ya, tapi pemilihan domisili kan dituangkan dalam surat kuasa itu? Pemberian kuasa itu, baru memilih domisili, kan?
61.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya, Yang Mulia.
15
62.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Nah, bagaimana ijab kabul pemberian kuasa untuk domisili sekaligus itu?
63.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya.
64.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Jangan nanti dipersoalkan oleh Mahkamah ini, mengenai legal standing akhirnya, kan?
65.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Siap, Yang Mulia.
66.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Itu dicermati, Mas, nanti. Ini dibelakangnya juga Para Pakar-Pakar jugakan, meskipun lawyer yang maju tapikan lawyerkan bidang hukumnya, bidang pemerintah daerah ada sendiri ini. Kemudian pendahuluan, pendahuluan ini coba dipertimbangkan kembali apa penting apa enggak nih. Kalau disertasi atau kalau dosendosen, guru besar, doktor-doktor yang punya apa … pemikiran pakai … tadi juga ada permohonan semacam ini yang diajukan Bupati Donggala tadi, itu juga masuk asosiasi bukan itu?
67.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Anggota, Yang Mulia.
68.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Anggota juga? Bagaimana itu Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (1) dan ayat (3) Pasal 15. Anda sudah ketinggalan start itu, dia lebih dulu, kecolongan itu asosiasinya.
69.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Kita pasalnya lebih banyak, Yang Mulia.
16
70.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Anggotanya lebih aktif, lebih rajinkan. Ini dikoreksi ini, bagaimana pengurus organisasi bisa ketinggalan dengan salah satu anggota yang justru di pelosok sana. Bapak dari Tangerang … kalau dulu saya kenal dengan Bapak, Beliau ini waktu saya hakim di Tangerang, Bapaknya bupati, ya. Itu. Itu artinya coba dicermati nanti jangan ini tumpang tindih dengan permohonan yang Donggala itu. Kemudian yang berikutnya, Mas, apakah semua pasal-pasal dimintakan pengujiannya ini memang mengandung frasa yang diminta ini? Ada frasa tentang pembatalan perda oleh gubernur ini, mewakili pemerintah pusat?
71.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Itu kan hanya di Pasal 251, Yang Mulia.
72.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Ya. Yang lainnya apa? Koma, koma, itu apa maksudnya?
73.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Koma itu maksudnya kan sudah beda pasal, Yang Mulia.
74.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Ya. Artinya bahwa kalau itu dimaknai untuk 251 yang lain apa?
75.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Berbeda, Yang Mulia.
76.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Konstitusional bersyarat ataukah inkonstitusional murni atau apa? Yang lain? Kalau ini kan frasa ini dianggap sepanjang frasa ini saja yang inkonstitusional.
77.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya, Yang Mulia.
17
78.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Kalau yang lain?
79.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Inkonstitusional semua.
80.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Bebas-bebas semua, inkonstitusional semua.
81.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya.
82.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Oh begitu ya, oke. tapi sebenarnya ini pakai dan juga ya, pakai.
83.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Itu kan ada titik, koma, kalau di halaman depan.
84.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Ya, tapi Anda sebenarnya bisa mempertegas dengan jangan titik, koma, lebih baik itu dipisah saja. Titik koma bisa juga nanti multi tafsir dan khusus Pasal 251, ya kan, begitu kan? Bahasa sederhananya saja. Dan Pasal 251 sepanjang frasa ini, itu. Jadi pasal-pasal ini yang koma, koma, ini tidak mempunyai kekuatan yang mengikat dan khusus Pasal 251 sepanjang frasa … coba nanti direnungkan apakah pas yang seperti ini ataukah harus ada orang lain capai-capai mengartikan gitu? Coba nanti di di … kalau saya sih sepertinya lebih firm, gitu ya, kalau yang lain mau disikat habis, ini kembali ke hati nurani Anda-Anda ini loh artinya, kalau mau disikat habis ya sudah kelompokan saja. Kemudian yang ada syarat khusus frasa itu pisahkan. Kemudian yang keempat atau kelima, kalau Anda minta petitum itu biasanya orang minta itu yang banyak dulu, kalau yang banyak itu tidak dikasih, baru minta yang sedikit, ya kan? Ini mestinya anda minta yang formil dulu, primer saja enggak usah pakai alternatif. Petitum primer mohon agar undang-undang ini dinyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat atau bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat, di kamar berikutnya, dipetitum berikutnya. Baru subsidernya minta pengujian 18
materiil ini. Kan kebalik orang minta kok yang sedikit dulu baru … nanti kalau Anda minta yang banyak itu sudah dikabulkan, yang kedua enggak usah perlu di … kalau Anda meminta alternatif, kalau minta dua-duanya itu yang susah. Bagusnya primer atau subsider permintaan. Kemudian yang terakhir itu, itu saja dulu, nanti kalau ada tambahan saya tambahkan. Yang Mulia, Terima kasih. 85.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Yang Mulia Pak Suhartoyo. Silakan, Yang Mulia Pak Aswanto.
86.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Ketua Yang Mulia. Saudara Pemohon ya, Kuasa dan Para Prinsipal. Tadi Ketua sudah menyampaikan bahwa ini permohonannya tebal sekali ada 73 halaman ya, 73 halaman ini sebenarnya kalau bisa kan bukan tipis atau tebalnya yang menentukan apakah bisa diterima tidak, gitu. Tapi yang menentukan bisa tidaknya dikabulkan kan Hakim bisa yakin, gitu. Saya secara pribadi kalau baca malah enggak yakin saya. Karena memang kelihatannya Pemohon masih ragu-ragu, gitu. Misalnya soal legal standing ya atau saya mulai dari … supaya sistematis. Saya mulai dulu dari sistematisasi, ya. Sebenarnya kalau kita merujuk ke PMK Nomor 6 Tahun 2005 kan sudah jelas di situ bagaimana sistematisasi sebuah permohonan pengujian undang-undang. Tadi Yang Mulia juga Pak Suhartoyo sudah menyampaikan, sebenarnya tidak lazim dalam permohonan itu ada pendahuluan. Tetapi setelah kami baca, memang apa yang Saudara tuangkan di dalam pendahuluan itu penting. Nah, menurut saya karena ini penting, mestinya tidak di pendahuluan, tapi dia justru di posita. Itu bisa dimasukkan dalam mengelaborasi atau paling tidak menguatkan lagi apa yang Anda sudah uraikan di posita. Itu soal … apa namanya … sistematisasikan sudah jelas, ya. Pertama, identitas para pihak ya, kemudian kewenangan Mahkamah, lalu kedudukan hukum atau legal standing. Nah, di legal standing ini saya kira kalau kedudukan … kewenangan Mahkamah kan Saudara menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, ya itu masuk dalam lingkup kewenangan mahkamah. Tapi kemudian soal legal standing, sebenarnya di legal Standing ini mestinya Saudara harus mengelaborasi lebih apa … lebih meyakinkan lagi atau lebih mudah kami tangkap bahwa memang Para Pemohon ini dirugikan dengan norma itu dan harus diingat bahwa kerugian yang dimaksud adalah kerugian konstitusional sehingga sebenarnya kalau boleh saya sarankan disederhanakan, misalnya ada berapa … ada 13, ya? Kalau enggak salah pasal yang Saudara uji. Nah, misalnya pasal yang pertama Saudara uji 19
itu Saudara uraikan bahwa dengan norma yang ada di Pasal 9 ini ya, itu kerugian konstitusional yang dialami atau potensial dialami oleh Para Pemohon adalah bla, bla, bla. Itu lebih mudah kami pahami, sehingga itu, “Oh ini benar dia punya legal standing.” Karena legal standing harus selalu dikaitkan dengan kerugian konstitusional. Kalau Saudara lihat di dalam … apa namanya … Saudara lihat di dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi bahkan di dalam … apa namanya … di dalam PMK itu kan sudah jelas, ya. Apa syarat-syarat kerugian konstitusional, gitu? Ada 5 syarat untuk dianggap seseorang mengalami kerugian konstitusional. Nah, kalau bisa itu dielaborasi. Misalnya adanya … yang pertama adanya hak atau kewenangan konstitusional Pemohon yang dirugikan ya yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tapi kemudian dengan adanya norma itu menjadi rugi gitu atau menjadi terhalangi. Nah, kalau Saudara bisa mengurai … apa … lebih detail per pasal, per ayat, itu menurut saya lebih enak, gitu. Sehingga ini kalau kita baca juga nanti bolak-balik itu kita. “Wah ini kabur ini,” bisa saja gitu. “Wah, ini kabur ini, enggak jelas ini apa maunya ini.” Kenapa misalnya saya mengatakan bisa saja kita katakana kabur karena soal misalnya Pemohon … di catatan saya ada Pemohon 1 ya? Pemohon 1 itu kan atas nama APKASI, tapi di dalam uraian Saudara ada … pada halaman 15 Pemohon 1 itu dianggap sebagai perseorangan. Kan jadi enggak jelas jadinya. Di awal Pemohon 1 sebagai APKASI, tetapi kemudian di uraian selanjutnya di halaman 15 itu Pemohon 1 itu saya bacakan beberapa frasanya. Jadi Pemohon 1 mengkualifikasi diri sebagai perseorangan warga negara Indonesia, ya. Padahal tadi sudah disampaikan. Nah, ini mungkin karena anu … karena terlalu tebal, gitu. Coba, mungkin karena terlalu tebalnya, akhirnya bolak-balik, gitu. Nah, mungkin lebih efektif kalau Saudara misalnya, pertama Pasal 9 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon … masingmasing Pemohon, misalnya. Nah, dan sesudah itu Saudara harus mengelaborasi lagi bahwa kalau norma yang Saudara minta untuk diuji, norma yang ada dalam Pasal 9 ayat (1), (2), (3), (4) itu, dan (5) ya, ada 5 ayat di Pasal 9 yang Saudara minta untuk diuji, Saudara menguraikan juga bahwa kalau norma ini dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat atau bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka kerugian yang akan dialami atau potensi kerugian yang akan dialami oleh Para Pemohon itu menjadi hilang. Nah, itu jika dikaitkan dengan persyaratan kerugian konstitusional. Jadi, kerugian konstitusional itu di samping Saudara harus mengelaborasi bahwa kalau memang dibatalkan akan terjadi perubahan Saudara juga harus menyatakan bahwa inilah kerugian kami. Ini ya mungkin terus terang saya baca … baca apa namanya … baca sambil ini tidak mencermati secermat-cermatnya, saya belum sempat mencermati secermat-cermatnya, saya baca sudah dua tiga kali saya baca, tapi baca sambil lalu gitu ya kelihatannya agak susah kita 20
tangkap, gitu. Ini saran ya terserah Saudara ini kan amanat undangundang saja kami harus memberi nasihat soal mau diakomodasi atau tidak ya itu kan … apalagi saya yakin Pengacaranya ini Pak Ketua sudah menyampaikan. Ini sebentar lagi concern di 269 daerah apalagi ini sudah jadi kuasanya bupati ini mungkin ada incumbent ini yang … yang nanti tidak hanya kuasa di sini tapi kuasa di sengketa hasil juga nanti. Nah, itu yang tolong di kemudian tadi sistematisasi PMK Nomor 6, identitas para pihak, kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum atau legal standing, kemudian posita, petitum, gitu ya. Saya mengerti Anda menambahkan pendahuluan karena ini mengantar kita tapi sebenarnya saya baca apa yang ada di dalam pengantar itu sebenarnya justru penting. Oleh sebab itu, menurut saya lebih … lebih bagus dimasukan di posita untuk menguatkan. Kemudian ya saya kira tadi petitum sudah disampaikan oleh Beliau. untuk sementara, Yang Mulia, dari saya cukup. 87.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Yang Mulia Pak Aswanto. Jadi, Saudara Andi Kuasa Hukum ya Andi Syafrani memang banyak hal, enaknya … Pak Zaki enaknya sidang di Mahkamah Konstitusi itu begitu, Pak Zaki. Jadi, dikasih tahu, Pak. Harusnya bagaimana gitu, diluruskan. Ini Pak Zaki ini teman lama saya dulu sama-sama di DPR. Saya juga mencatat beberapa hal, ya. Jadi, kalau saya lihat dari identitas Para Pemohon ini saya lihat ini ada 6 klasifikasinya di dalam ini, kelihatannya. Pertama ada APKASI itu sendiri ya, yang kedua ada bupati bersama dengan DPRD, yang ketiga hanya kepala daerahnya saja tanpa DPRD, kemudian ada pejabat bupati ya … ada pejabat bupati apa memang sampai di sini tugasnya? Kemudian ada juga pelaksana tugas harian ya dari bupati, memang ini agak panjang jadi kita buka-buka ini Andi, kemudian ada juga yang hanya wakil bupati ya, ada dua itu. Jadi, tolong Saudara Andi baca Putusan Mahkamah Nomor 70/PUU-XII/2014 halaman 29. Jadi, kita kasih tahu baik-baik ini supaya permohonannya ini sempurna. Jadi, kalau segala sesuatu permohonan yang berkaitan dengan persoalan kepentingan daerah ini semua yang disampaikan tadi absolute adalah kepentingan daerah, enggak ada kepentingan pribadi ini, ya kan. Karena kan bicara tentang masalah otonomi. Di dalam putusan Mahkamah Nomor 70 itu menegaskan semua hal yang berkaitan dengan kepentingan daerah, maka yang mempunyai legal standing itu adalah kepala daerah dan DPRD. Dua-duanya harus ada, enggak boleh timpang. Ya, jadi kalau pun Saudara Andi tadi punya alasan sendiri kita luruskan ya karena itu sudah merupakan putusan tetap yang bersifat erga omnes oleh Mahkamah. Kalau ada undang-undang yang mengatur lain dari itu berarti undang-undangnya bertentangan dengan putusan Mahkamah. 21
Tidak berlebihan kita memang Mahkamah ini bisa memberikan format sistem ketatanegaraan ke depan. Jadi, DPR dan Presiden pun tidak boleh melawan. Jadi, kalau justru bertentangan dengan putusan Mahkamah itu ya norma yang itu mesti dibatalkan, gitu ya. Jadi, enggak boleh sendirisendiri. Semangat kita ketika reformasi kalau kita baca Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B semua pasal-pasal yang ada di sana adalah hasil semangat dari reformasi, yang enggak diubah cuma judul babnya saja pemerintahan daerah. 18. 18A, 18B. Itu semangat kita menampung salah satu dari tuntutan reformasi adalah dengan masalah otonomi daerah. Kan begitu ya, Pak Zaki? Semangat otonomi daerah itu ditampung, salah satu tuntutan dari 5, tuntutan reformasi adalah otonomi daerah. Pemerintahan daerah di sini luar biasa tetapi meskipun kita memberikan otonomi dan tugas-tugas bantuan kepada daerah, temanya tetap bungkusannya adalah negara kesatuan. Lima pasal berkenaan dengan masalah NKRI, ini perhatikan termasuk bagian intisari permohonan Pemohon. Pasal 1 ayat (1) bicara masalah NKRI. Pasal 18 ayat (1) bicara masalah NKRI. Pasal 18B ayat (2) bicara masalah NKRI. Pasal 25A, Pasal 37 … 18, ya kemudian Pasal 37 ayat (5), satu-satunya itu yang tidak bisa diubah adalah prinsip negara kesatuan. Nah, sebaiknya dalam permohonan ini, Saudara mengelaborasi tentang masalah pengakuan secara konstitusional terhadap keberadaan kabupaten/kota. Di dalam konstitusi kita tidak hanya itu, tetapi juga provinsi, ya kan. Makanya di sini dikatakan, “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah.” Dibagi itu menunjukan ini ada NKRI, kalau terdiri atas, berarti dia negara serikat. Dibagi atas apa? Ya, provinsi, kabupaten, kota. Jadi eksistensinya diakui oleh konstitusi secara nyata dan jelas, terang-benderang. Untuk apa? Provinsi, kabupaten, kota itu adalah dalma rangka memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, oleh karena itu tidak mungkin semua penyelenggaraan pemerintahan ini dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu, diberikan didistribusikan, bahkan diberikan kewenangan konstitusional kepada daerah untuk melaksanakan tugas-tugas daerah yang kita bagi oleh Undang-Undang Dasar ini Pasal 18 ayat (2), yaitu menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Nah, Saudara elaborasi secara nyata apa yang dimaksudkan dengan asas otonomi. Ini kan arahnya tadi ke sana, baru masuk mempersoalkan pasal-pasal yang tadi. Sekaligus diuraikan, diuraikan satu persatu misalnya Pasal 9 ayat (1), apa yang bertentangan dengan konstitusi? Ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dimana pertentangannya yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar? Karena di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10 Tahun 2012, bisa dicata juga, di sini Mahkamah juga sudah menuntun bagaimana pembagian pelaksanaan otonomi ke depan, ya. Bagaimana pelaksanaan 22
pembagaian otonomi ke depan sebagian diantaranya sudah diatur diberikan tuntunan oleh Mahkamah dalam Putusan Nomor 10. Nah, itu berkenaan dengan persoalan otonominya. Nah, berkenaan dengan persoalan apa namanya ... keberadaan pengakuan provinsi, kabupaten/kota itu Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (3). Dalam Pasal 18 ayat (3) itu menyatakan, “Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota memiliki Dewan Perwakilan Daerah.” Jadi, pemerintahan daerah itu dua kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, ya. Ini enggak boleh ditinggal, kalau ditinggal nanti raktyat daerahnya berontak. Nah kalau memang kawan-kawan di DPRD sepakat dengan persoalan yang ada di dalam undang-undang yang dilakukan uji materiil hari ini, itu kan bisa saja untuk berkordinasi antara kepala daerah dengan DPRD. Jadi saya juga mengingatkan kepada Kepala-Kepala Daerah bahwa DPRD itu adalah bagian yang sangat substantif dipertimbangkan untuk kepentingan daerah yang lebih besar. Begitu juga dengan persoalan otonominya itu, maksud saya asas-asas yang memang harus diberi ... disemangati dalam reformasi itu, ditampung dalam Pasal 18 ayat (2), Pasal 18 ayat (5), Pasal 18 ayat (6), Pasal 18A ayat (2), ya itu berbicara tentang masalah bagaimana pelaksanaan otonomi yang seluasluasnya. Nah, ini dielaborasi apakah betul semangat konstitusi ini terhalang dengan pasal-pasal yang diujikan ini? Ya, apakah itu potensi? Kalau peotensinya di mana? Di mana letak kerugiannya itu? Intinya di situ, ya, intinya di situ. Tapi kalau kerugian itu enggak kelihatan, maka dia menjadi kabur, ya, menjadi kabur. Kemudian yaitu ... ya, saya kira yang lain tadi sudah disampaikan, jadi saya berharap baca beberapa referensi kapan perlu risalah rapat Badan Pekerja MPR, ya, berkenaan dengan pembagian pemerintahan daerah ini, saya ingin sampaikan saya ini terlibat langsung di dalam merumuskan konstitusi ini, ya, pada tahun 1999. Pak Zaki 1999 apa 2004, ya? Setelah itu, ya? Pak Zaki waktu itu tim sosialisasi, tim sosialisasi. Nah, jadi semangat pemberian otonomi daerah itu tidak boleh juga keluar dari prinsip-prinsip … apa namanya ... negara kesatuan, apalagi di dalam permohonan ini pemerintah daerah provinsi, ya, ini kan juga tidak terlibat, ya, tidak terlibat di dalam ini, meskipun salah satu persoalan yang dimasalahkan adalah keterlibatan semacam otoriter apa ... otoritas dari provinsi untuk bisa membatalkan peraturan-peraturan daerah. Nah, ini sebetulnya memang bisa saja langsung dikaitkan dengan konstitusi yang lebih utama, yaitu dalam Pasal 24, ya kan. Bahwa kekuasaan kehakiman itu dilaksanakan oleh 2 badan, Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Nah, Mahkamah Agung itu kan jelas tugasnya selain daripada memutuskan perkara kasasi juga menguji undangundang, di bawah undang-undang, terhadap undang-undang. Kan ke 23
sana saja, ya, arahnya. Lho, kenapa kok tiba-tiba … apa namanya ... gubernur bisa membatalkan. Lho, kok tiba-tiba kenapa bisa menteri bisa membatalkan peraturan daerah yang berkaitan dengan perda provinsi, misalnya kan. Tapi itu kan juga tidak semudah itu, ada kajian dari perspektif sistem ketatanegaraannya, tapi kalau Saudara bisa meyakinkan Mahkamah ini apapun kajiannya jelas dalam konstitusi tidak mengenal karena ketika kita mengatakan membatalkan satu putusan kepala daerah, berarti itu sudah berkaitan juga dengan fungsi-fungsi yustisial, ya kan. Buat apa Mahkamah Agung dinyatakan di situ mempunyai kewenangan menguji undang-undang di bawah undangundang, ya kan, terhadap undang-undang, sementara di dalam UndangUndang Tata Cara Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan ada hirarkis perundang-undangan itu yang secara jelas itu juga saya tanda tangan dulu undang-undangnya itu. Coba Saudara kaitkan hirarkisnya itu, ya bahwa di situ enggak kelihatan, gitu ya. Nah, kajian-kajian secara ketatanegaraan ini juga sangat penting, ya. Kita paham sebetulnya apa yang dimaksudkan ini, kita paham, cuma memang harus lebih disempurnakan lagi. Paham Saudara Andi, ya? Itu kira-kira, apalagi ini mau membabat habis ini, undang-undang ini, ya, sapu bersih ini, ya, ngeri kali ini. Mahkamah ini sering di-bully juga, sapu bersih. Tapi kalau memang jantungnya menjadi persoalan, ya, bisa saja kan tapi ini kan juga belum tentu, ya. Itu yang bisa kami nasihati, silakan kalau ada hal yang mau disampaikan baik kuasa hukum maupun juga para bupati, walikota ini kesempatan yang terbaik juga enggak apa-apa, kita kasih kesempatan. Silakan. 88.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Terima kasih, Yang Mulia, atas masukannya yang luar biasa. Memang tentu tidak ada yang sempurna, Yang Mulia, dalam pembuatan ini dan kami sangat senang sekali mendapatkan poin-poin penting terkait dengan perbaikan dari permohonan ini. Nah, terkait dengan beberapa masukan tadi, ada satu hal penting yang kami ingin pertanyakan juga kepada Yang Mulia, terkait dengan posisi atau legal standing dari beberapa kepala daerah yang sudah hadir di sini. Kita baru satu, Yang Mulia, yang lengkap pemerintahan daerahnya dan terdiri dari kepala daerah dan juga DPRD, apakah kami masih diberikan kesempatan untuk melengkapi juga untuk daerahdaerah yang lainnya untuk DPRD-nya. Nah, itu juga kami minta petunjuk dari Yang Mulia, agar kesempurnaan dari legal standing ini bisa lebih maksimal gitu, ya.
24
89.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya, mengenai itu Mahkamah ini memberikan kesempatan (...)
90.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Oke, terima kasih, Yang Mulia (...)
91.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Kepada Para Pemohon, ya, dalam waktu 14 hari. Nah, pertanyaan selanjutnya kenapa enggak seluruh bupati, walikota se-Indonesia itu?
92.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Yang Mulia (...)
93.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Enggak, ini cuma ini saja (...)
94.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya, terima kasih, Yang Mulia. Memang kami inginnya seluruh anggota APKASI bisa berpartisipasi karena ini kepentingan bersama begitu, ya, akan tetapi pertama, Yang Mulia, karena ada pilkada serentak, tidak semua bupati ini yang anggota Apkasi masih menjadi anggota karena sudah ada yang habis berbagai jabatan, Yang Mulia.
95.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Kalau kota apa namanya?
96.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Kalau kota namanya APEKSI, Yang Mulia.
97.
KETUA: PATRIALIS AKBAR APEKSI.
98.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI APEKSI.
25
99.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Saya dulu sering diundang itu.
100. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Oke. Yang kedua, Yang Mulia. Kita tahu nusantara ini sangat luas, tidak mudah untuk mengumpulkan kepala daerah dengan kesibukan dan perioritas kerja mereka masing-masing, begitu ya. Apalagi anggota APKASI yang sudah merasa posisi mereka ini di periode yang terakhir, Yang Mulia, tentu akan berbeda atensi mereka terkait dengan apa yang harus mereka jadikan prioritas kerja. Alhamdulillah segini sudah dapat kami kumpulkan dan alhamdulillah mereka Para Pemohon juga bisa hadir dalam kesempatan ini adalah suatu yang luar biasa buat kami, Yang Mulia. Kami inginya semua bisa hadir agar menunjukkan komitmen dan perjuangan bersama kami dalam ... apa namanya ... judicial review terkait dengan otonomi daerah ini. Itu yang terkait dengan legal standing, Yang Mulia. Hal-hal yang lain kami akan pertimbangkan terkait dengan masukan memang untuk pendahuluan kami sudah sebutkan di halaman 30 bahwa itu adalah bagian tidak terpisahkan dari pokok permohonan, Yang Mulia. Karena itu kami tidak melakukan pengulangan lagi terhadap nilai ... apa namanya ... inti-inti dalam pendahuluan dan kami anggap itu sudah menjadi satu kesatuan dalam pokok permohonan. 101. KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya, mungkin permohonannnya saja.
pendahuluannya
masukkan
ke
pokok
102. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Oh, begitu, Yang Mulia. 103. KETUA: PATRIALIS AKBAR Supaya lebih praktis. 104. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Oke.
26
105. KETUA: PATRIALIS AKBAR Kalua itu prinsipnya masuk dalam pokok permohonan, itu dapat dipahami juga. 106. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Oke, kami di sini menyebutkan itu masuk, Yang Mulia. 107. KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya, ya. 108. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Terus yang terakhir terkait dengan beberapa putusan Mahkamah Konstitusi, ada yang memang sudah kami masukkan, Yang Mulia. Sudah kami pertimbangkan di dalam permohonan kami ini, akan tetapi memang ada yang belum kami elaborasi dan dalam perbaikan kami akan tambahkan, Yang Mulia. Yang terkait dengan petitum, Yang Mulia, tadi. Nah, ini memang kami di sini tidak membaginya primer subsider, makanya kami menyebut alternatif dengan pemikiran kami pertama ingin konsisten dulu pada objek pokok permohonannya. Kemudian barulah kemudian kami sesuaikan dengan permohonan yang di akhir, jadi ini lebih kepada sistematika posisi saja dan karena tidak mengambil posisi primer dan subsider, tapi bersifat alternatif biasa. Saya kira itu, Yang Mulia, yang dapat kami sampaikan. 109. KETUA: PATRIALIS AKBAR Kami ingin minta konfirmasi saja, ini semua Pemohon dari kepala daerah ini, ini ada yang incumbent atau memang sudah enggak maju lagi dari semua Pemohon ini? 110. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Kalau terkait dengan posisi mereka yang jelas mereka masih menjabat semua. 111. KETUA: PATRIALIS AKBAR Enggak, maksudnya jadi calon lagi apa enggak?
27
112. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ada yang ikut, ada yang tidak, Yang Mulia. 113. KETUA: PATRIALIS AKBAR Oke. Berarti ada yang ikut ada yang enggak? 114. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya. 115. KETUA: PATRIALIS AKBAR Karena ini kan berkaitan dengan apakah kerugian konstitusional, apakah potensi kerugiannya, ya. Jadi ada yang ikut ada yang enggak? 116. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ada yang ikut, ada yang tidak. 117. KETUA: PATRIALIS AKBAR Bias nanti disampaikan dalam permohonan itu, diberikan keterangan ikut … apa enggak ikut calon pada periode ini, begitu ya. 118. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Oke, di dalam bukti kami sampaikan bukti surat mereka untuk … apa namanya … dari Mendagri, Yang Mulia, di sana kan disebutkan periode waktunya mereka, Yang Mulia, di dalam buktinya. Nah, Yang Mulia, terakhir kami ingin (…) 119. KETUA: PATRIALIS AKBAR Enggak, nanti dulu, rekap saja. Soalnya baca lagi itu buktinya bayangin saja, banyak. 120. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya, Yang Mulia. Kami juga bacanya juga (…) 121. KETUA: PATRIALIS AKBAR Kalua bisa dibantu malah lebih baik. 28
122. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Terima kasih, nanti kami akan kasih keterangan di dalam posisinya sampai jabatannya. Terakhir tentang kerugian konstitusional per pasal, Yang Mulia. Memang awalnya kami mendesainnya itu dibikin per pasal, tapi seperti tadi disebutkan oleh Yang Mulia Aswanto, ini tambah tebal posisinya, bukan tambah sedikit kan karena harus mengurai satu per satu apa substansi pasal dan kemudian dikoneksikan dengan kerugian konstitusional. Itu awal formula … apa … format permohonan kami, tapi ternyata lebih tebal dan menurut kami akhirnya ini tidak efisien. 123. KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya karena pasal yang diuji banyak benar soalnya. 124. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Makanya kami melakukan klasifikasi, di sini kami bikiin tiga klasifikasi besar, pengelompokkan berdasarkan isu utama dari pasalpasal itu. Pertama adalah isu tentang kewenangan, pembagian kewenangan. Yang kedua adalah isu tentang pengelolaan sumber daya alam. Yang ketiga adalah isu tentang pembatalan perda dan terakhir terkait dengan pertentangan antara norma yang ada di dalam pasalpasal di dalam undang-undang ini dengan undang-undang yang lainnya. Itu adalah empat isu besarnya. 125. KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya, boleh. Besarannya juga boleh, tapi Saudara harus mampu menunjukkan dengan pasal ini apa yang menjadikan yang bersangkutan itu dirugikan? 126. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya, Yang Mulia. 127. KETUA: PATRIALIS AKBAR Enggak hanya bisa bilang, “Ini merugikan hak konstitusional,” apanya yang dirugikan? Enggak apa-apa kalua mau diklasifikai seperti itu, boleh juga, tapi harus jelas. Kenapa dikatakan dirugikan? Kenapa normanya apakah betul bertentangan dengan konstitusi? Sebab kalau enggak, yang mau diadili itu apa? Kan kerugian konstitusional.
29
128. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya, Yang Mulia. 129. KETUA: PATRIALIS AKBAR Kan begitu. Kalau enggak jelas kerugiannya hanya sekedar mengatakan ini kami dirugikan, dirugikan, dirugikan itu apa? Kenapa? Ya, kan. Makanya kaitkan dengan asas-asas otonomi daerah tadi. 130. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya, Yang Mulia. 131. KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya, silakan. 132. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Oke, terima kasih, Yang Mulia. Saya kira cukup, Yang Mulia. 133. KETUA: PATRIALIS AKBAR Cukup, ya. Prinsipal ada yang mau bicara, silakan. Pak Zaki ada? Ini nanti dibilang Pak Patrialis, “Teman kok enggak dikasih kesempatan saya.” Boleh saja di sini enggak apa-apa, Pak. 134. PEMOHON: AHMAD ZAKI Izin, Yang Mulia. 135. KETUA: PATRIALIS AKBAR Ini terbuka saja. 136. PEMOHON: AHMAD ZAKI Terima kasih banyak atas waktu dan kesempatannya. Mohon atas saran-saran tersebut sebetulnya kami juga mempersiapkan sebetulnya kerugian-kerugian dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ini terhadap kewenangan kita di otonomi daerah. Salah satu contohnya adalah mengenai pendidikan sekolah menengah atas negeri, dimana sebetulnya pelayanan pendidikan terhadap masyarakat itu lebih cepat dan lebih baik manakala kewenangannya berada di tingkat II, dibanding 30
yang ada di tingkat I. Seperti misalkan, di Provinsi Banten, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan untuk SMA dan SMK itu mereka menggratiskan biaya, disubsidi oleh APBD-nya masing-masing. Di Kabupaten Tangerang ada beberapa program kartu pintar Kabupaten Tangerang yang memberikan subsidi kepada anak-anak SMA yang berasal dari keluarga tidak mampu. Nah, ini tidak terjadi di kabupaten lain di Banten, manakala kewenangan terhadap pengelolaan sarana, prasarana SMA dan SMK negeri ditarik ke provinsi terjadi kebingungankebingungan mengenai ketetapan bagaimana pengelolaan SMA, SMK ini dikelola oleh provinsi. Apabila provinsi memberikan seluruhnya kewenangan ini untuk anak-anak SMA dan SMK gratis seperti Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, artinya 8 daerah tingkat II di Banten harus gratis. Kalau mereka menarik program gratis tersebut di Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan begitu juga yang ada di Kabupaten Tangerang tentunya terjadi kerugian di masyarakat. Nah, di sinilah beberapa hal, beberapa (…) 137. KETUA: PATRIALIS AKBAR Padahal waktu kampanye dulu bupatinya janji itu, ya? 138. PEMOHON: AHMAD ZAKI Ya, kartu pintar gratis untuk anak-anak tidak mampu, begitu juga dengan walikota. 139. KETUA: PATRIALIS AKBAR Nah, itu kan jelas itu, Andi, salah satu bentuk, makanya saya juga mengatakan tadi memang ada hal yang mesti ditekankan, kalau enggak, enggak kelihatan begitu, lho besarannya itu. 140. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya, terima kasih, Yang Mulia. Nanti akan (…) 141. KETUA: PATRIALIS AKBAR Itu kan salah satu contoh konkret itu. 142. PEMOHON: AHMAD ZAKI Biar coba nanti dimasukkan saran-saran tersebut, Yang Mulia. Terima kasih, Yang Mulia.
31
143. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Memang fakta-fakta belum kami masukkan semua, Yang Mulia, karena (…) 144. KETUA: PATRIALIS AKBAR Tapi fakta itu dikaitkan dengan norma. 145. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Nah, itu dia karena itu (…) 146. KETUA: PATRIALIS AKBAR Kalau hanya fakta, nah itu berarti kasus konkret, tapi ini bermasalah karena normanya ini, begitu. 147. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Terima kasih, Yang Mulia. Insya Allah, Yang Mulia, kami masukkan nanti. 148. KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya, oke. Cukup? Sudah, Pak Bupati, Pak Walikota sudah semua, ya? Ini di MK ini kita sidang santai saja, Pak, karena Bapak enggak berperkara dengan siapa-siapa karena permohonannya ini kan untuk kepentingan rakyat banyak. Jadi, boleh santai begini, boleh dikasih tahu, kalau di pengadilan negeri dulu Beliau jadi ketua enggak pernah kayak begini, dimarahi sama pihak-pihak apalagi perdata, memihak namanya, ini enggak. Ini, dikasih tahu betul baik-baik. Tapi kalau dikasih tahu baikbaik enggak bisa juga, ya selesai urusannya. Oke, demikian, ya. Jadi, diberikan waktu untuk perubahan, paling lambat itu Senin, 7 Desember, aturannya 6 Desember, tapi hari Minggu, 7 Desember 2015, jam 10.00 WIB. Kalau bisa sebelumnya karena Mahkamah ini pertengahan Desember kami sudah concern mempersiapkan diri untuk pilkada, ya. Jadi, sudah concern, jadi kira-kira sidangnya entah kapan lagi nanti enggak tahu ini karena ada tugas-tugas tambahan, itu bukan tugas MK, tapi tugas tambahan dikasih oleh undang-undang, bukan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang kasih, tapi ya enggak apa-apa kita patuh, kan. Kalau memang sudah enggak ada lagi.
32
Sidang hari ini kita cukupkan dan sidang kita tutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 16.26 WIB Jakarta, 23 November 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
33
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 137/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PERBAIKAN PERMOHONAN (II)
JAKARTA SENIN, 7 DESEMBER 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 137/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah [Pasal 9 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 11 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 13 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 15 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 21, Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 251 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (8) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) 2. Pemerintah Daerah Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara 3. Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, dkk ACARA Perbaikan Permohonan (II) Senin, 7 Desember 2015 Pukul 14.00-14.26 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Anwar Usman 2) Patrialis Akbar 3) Suhartoyo Syukri Asy’ari
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Mohamad Muraz 2. Sudiono 3. Iffah Mufidati B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Andi Syafrani 2. Muhammad Ali Fernandez 3. Fajrul Rahman
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.00 WIB 1.
KETUA: ANWAR USMAN Sidang Perkara Nomor 137/PUU/XIII/2015 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Agenda persidangan sesuai dengan penundaan yang lalu adalah untuk perbaikan permohonan, namun sebelumnya dipersilakan memperkenalkan diri, siapa saja yang hadir.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Dalam kesempatan sidang kedua ini dengan agenda perbaikan permohonan, hadir Kuasa Hukum, Yang Mulia, saya sendiri Andi Syafrani, didampingi oleh Muhammad Ali Fernandez, dan Fajrul Rahman sebelah kiri. Sedangkan dari Prinsipal, Yang Mulia, hadir Walikota Sukabumi, Bapak Mohamad Muraz sebelah kanan saya, dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo ada perwakilannya dari kabag hukum, kemudian dari Kabupaten Majalengka juga, Yang Mulia, ada perwakilannya. Itu saja, Yang Mulia. Terima kasih.
3.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, terima kasih. Silakan menyampaikan hal-hal apa yang diperbaiki tentu sesuai dengan masukan atau nasihat dari Majelis Panel pada sidang yang lalu, yang diperbaiki saja pokok-pokoknya. Silakan.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Terima kasih, Yang Mulia. Banyak masukan yang telah disampaikan oleh Majelis Hakim pada Persidangan Pendahuluan, Yang Mulia dan di sini kami akan menyampaikan beberapa aspek perubahan terkait dengan masukan dan usulan yang disampaikan oleh Majelis Hakim. Yang pertama, Yang Mulia, menyangkut posisi Pemohon, kami menambahkan ada beberapa Pemohon yang awalnya hanya diajukan oleh kepala daerah atau bupati kemudian dilengkapi dengan persetujuan dan juga Surat Kuasa dari DPRD kabupaten. Nah, yang sudah masuk di dalam perbaikan permohonan kami ini, pertama adalah dari Pemerintahan Daerah Kota Sukabumi, di nomor 13, Yang Mulia, halaman 1
2, kemudian Pemerintah Kabupaten Banjarnegara nomor 14, Pemerintah Daerah Kolaka nomor 30. Dan kemudian, Yang Mulia, dalam kesempatan yang baik ini kami juga sampaikan karena terkait dengan proses komunikasi dan juga transportasi sampai hari ini ada 2 tambahan lagi, Yang Mulia. Untuk Surat Kuasa dari DPRD, yang pertama adalah Kabupaten Lamandau, kami bawa, Yang Mulia, surat kuasa aslinya di sini dan kemudian DPRD Kabupaten Kulon Progo. Kalau nanti diperkenankan kami ingin juga menyerahkan bukti Surat Kuasa ini dalam persidangan. Nah, itu yang terkait dengan tambahan dari Pemohon, Yang Mulia. Selanjutnya, terkait dengan legal standing sesuai dengan masukan dan juga usulan dari Majelis Hakim, kami di sini menambahkan beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan posisi legal standing dari pemerintah daerah, yaitu bupati atau walikota tanpa disertai dengan persetujuan atau Surat Kuasa dari ketua DPRD, Yang Mulia. Yang pertama adalah Putusan Nomor 10/PUU-I/2003, di situ terkait dengan permohonan yang diajukan oleh H. Jefri Noer selaku Bupati Kampar. Yang kedua adalah Putusan Nomor 70/PUU-II/2014 di sini terkait dengan permohonan yang diajukan oleh H. Amin Syam selaku Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan. Yang ketiga adalah Putusan Nomor 10/PUU-X/2012 yang diajukan oleh H. Isran Noor selaku Bupati Kutai Timur dan kemudian yang keempat adalah Putusan Nomor 9/PUUXI/2011 … 2013 yang diajukan oleh Bapak Mardani H. Maming selaku Bupati Tanah Bumbu. Nah, itu adalah empat yurisprudensi yang kami masukkan di sini terkait dengan legal standing Pemohon dalam kapasitasnya sebagai pemerintah daerah atau kepala daerah tanpa disertai dengan DPRD. Kemudian terkait dengan kerugian konstitusional yang dirasakan oleh Pemohon terkait dengan pasal-pasal yang diujikan pada halaman 35, Yang Mulia, sampai dengan halaman 50, kami di sini membuat tabel ada beberapa isi tabel. Yang pertama adalah pasal yang diuji di dalam permohonan ini kemudian norma yang dikandung dalam pasal yang diuji, kemudian kolom hak konstitusional Para Pemohon terkait dengan pasal-pasal yang terdapat di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menurut kami ini relevan dengan hak kami selaku Para Pemohon. Dan kemudian kolom yang terakhir adalah kerugian konstitusional apa yang diakibatkan oleh pasal yang diuji ini dikaitkan dengan hak-hak yang kami miliki yang diberikan oleh konstitusi. Selanjutnya Yang Mulia, kami juga menambahkan terkait dengan masukan dari Hakim Yang Mulia pada sidang yang pertama, terkait dengan beberapa fakta-fakta penting menyangkut operasionalisasi atau penerapan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang saat ini sedang dihadapi oleh pemerintahan daerah khususnya di tingkat kabupaten/kota. Nah, disini kami masukkan pada subbab tersendiri pada poin G mulai dari halaman 92 sampai dengan halaman 97 Yang Mulia. Ada beberapa aspek yang menurut kami ini penting untuk disampaikan 2
dan kami nanti akan buktikan juga di persidangan terkait dengan beberapa fakta-fakta empirik mengenai implementasi dari pasal-pasal yang diujikan. Yang pertama adalah terkait dengan pendidikan menengah. Di dalam undang-undang ini disebutkan bahwa pendidikan menengah ke atas itu merupakan kewenangan dari pemerintahan provinsi. Nah, pemerintahan kabupaten/kota hanya diberikan kewenangan terkait dengan pemerintahan dasar. Nah, saat ini Yang Mulia sedang terjadi proses menarik mengenai posisi apa namanya ... urusan pendidikan menengah karena di satu sisi ini adalah dulunya merupakan kewenangan dari pemerintah kabupaten/kota dan bahkan beberapa pemerintah kabupaten/kota telah menjalankan program pendidikan gratis sampai tingkat pendidikan menengah. Ketika ini ditarik ke tingkat provinsi, maka di sini kemudian menjadi persoalan bagaimana pemerintah kabupaten/kota bisa meneruskan program yang telah dijalankan selama ini terkait dengan pendidikan gratis sampai dengan tingkat SMA Sederajat. Dan yang kedua adalah terkait bagaimana posisi guru dan tenaga kependidikan untuk sekolah-sekolah menengah ke atas ini karena mereka berdasarkan undang-undang yang sekarang itu semuanya berada di kewenangan di tingkat provinsi. Nah, yang terakhir adalah terkait dengan aset Yang Mulia. Aset dari sekolah-sekolah negeri ini, apakah aset ini akan ditarik juga oleh pemerintahan provinsi atau tetap menjadi aset dari pemerintahan kabupaten/kota. Nah, itu persoalan pertama yang terkait dengan implementasi undang-undang ini mengenai aspek pendidikan. Kemudian, ada aspek kelautan dan perikanan kami juga masukkan di sini terkait dengan Pasal 27 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 28, kemudian juga aspek kehutanan, dan terakhir adalah aspek energi dan sumber daya mineral. Saya kira ini sudah menjadi pengetahuan umum tentang bagaimana posisi pemerintahan kabupaten/kota dalam pengelolaan dalam sumber daya mineral. Yang paling banyak muncul persoalan dalam implementasi mengenai penerapan Pasal 14 ayat (1) UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 yang kami ujikan di sini adalah misalnya, terkait dengan galian C Yang Mulia, galian C itu terkait dengan tambangtambang pasir, yang dulu berdasarkan undang-undang yang lama ini adalah merupakan kewenangan dari pemerintahan kabupaten/kota. Dan di beberapa pemerintahan kabupaten/kota, kewenangan ini bahkan diturunkan kepada tingkat camat atau tingkat kelurahan dan desa, sehingga tidak perlu sampai izinnya diurus di tingkat kabupaten. Saat ini dengan kewenangan penerapan Pasal 14 ini, proses administrasi dan semuanya ditarik ke tingkat provinsi, sehingga mengakibatkan administrasi, perizinan, dan seterusnya itu menumpuk di tingkat provinsi dan kemudian ini banyak merugikan masyarakat, khususnya masyarakat penambang-penambang kecil terkait dengan tambang pasir dan sejenisnya, yaitu galian C Yang Mulia. 3
Nah, itu adalah beberapa tambahan-tambahan yang kami masukkan terkait dengan masukan-masukan yang disampaikan oleh Yang Mulia dalam sidang pendahuluan yang kemarin. Dan kemudian juga kami tambahkan, Yang Mulia di sini terkait dengan yurisprudensi mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Kewenangan Daerah dalam Pembagian Sumber Daya Alam dan Mineral karena sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya yang sudah menyebutkan norma bahwa pemerintahan daerah kabupaten/kota harus diberikan kewenangan juga dalam mengatur. Karena pemerintahan kabupaten/kota adalah yang terlibat langsung dan lokasinya berada di tempat, sehingga implikasi dari kerusakan atau apa pun yang terjadi dengan lingkungan itu akan juga berakibat terhadap pemerintahan yang ada di kabupaten/kota. Nah itu yang kami tambahkan terkait dengan beberapa masukan yang disampaikan oleh Yang Mulia. Selebihnya sama, Yang Mulia, selebihnya sama terkait dengan petitum, dan seterusnya, yang karena itu menurut kami seluruh dari perbaikan permohonan ini kami anggap dibacakan Yang Mulia. Demikian Yang Mulia. Terima kasih. 5.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Baik, terima kasih.
6.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Begini Kuasa, saya diingatkan bagian Kepaniteraan saja bahwa Surat Kuasanya yang asli hanya satu yang diserahkan di antara tiga itu, yang lainnya fotokopi. Yang hanya yang dari Sukabumi yang … yang selebihnya fotokopi. Nanti dan Bapak-Bapak ini sudah buang waktu dan energi nanti itu menjadi hal yang krusial, ya, supaya nanti segera dilengkapkan kalau (…)
7.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya, Terima kasih, Yang Mulia. Untuk yang itu kami mohon perkenaannya untuk nanti bisa disusulkan, Yang Mulia, menyerahkan aslinya, termasuk juga tadi kami sampaikan bahwa ada tambahan juga Surat Kuasa dari DPRD, dari Kabupaten Kulon Progo, dan Lamandau. Begitu, Yang Mulia.
8.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Ya, nanti ... ada satu dari Yang Mulia, Pak Patrialis.
4
9.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Yang Mulia. Ya, Saudara Andi ya. Ibu mewakili siapa?
10.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Dari Bupati Kulon Progo, Yang Mulia.
11.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Yang satu lagi?
12.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Dari Bupati Majalengka.
13.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Memang ada istilahnya yang mewakili?
14.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Mereka diperintahkan, Yang Mulia, untuk mewakili.
15.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ya, jadi untuk mengahdiri sidang boleh, ya. Boleh setiap saat boleh, tapi bukan mewakili, mewakilikan Kuasa Hukum, ya kan? Kalau Bupati Kulon Progo itu sudah sama DPRD, belum?
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Hari ini mulai diserahkan suratnya.
17.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Oh, Kulon Progo? Sama satu lagi?
18.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Lamandau.
5
19.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Lamandau, sudah ada DPRD-nya juga?
20.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Sudah ada, Yang Mulia.
21.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Bupati sama DPRD?
22.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya. Termasuk Sukabumi juga sudah ada dengan DPRD, Yang Mulia.
23.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ya, itu saja. Saya mau meluruskan saja, boleh sidang sih boleh, ikuti terus enggak apa-apa mengikuti, ya. Tetapi enggak mewakili, kalau mewakili nanti ditanya enggak tahu apa-apa lagi.
24.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya, Yang Mulia. Mewakili pemerintahan, Yang Mulia, ke sini.
25.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Jadi, yang kurang tadi terkait dengan fotokopi Surat Kuasa sama apa ... Surat Kuasa yang mau diajukan. Nanti jangan ngobrol dulu, kalau Majelis Hakim lagi bicara enggak boleh. Nanti diserahkan, diatur dengan Kepaniteraan, ya? Kemudian, Saudara mengajukan Bukti P-1A sampai dengan P359C, betul?
26.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI 35C, Yang Mulia.
27.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, betul ya?
6
28.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya, Yang Mulia.
29.
KETUA: ANWAR USMAN Sudah diverifikasi dan dinyatakan sah. KETUK PALU 1X Cukup ya, ada hal-hal lain lagi yang ingin disampaikan? Udah cukup?
30.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Yang Mulia, kemarin juga disebutkan ada surat kuasa yang belum asli juga (…)
31.
KETUA: ANWAR USMAN Nah itu tadi (…)
32.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Nah, itu yang terakhir yang kami serahkan, tetapi di sidang yang pertama juga ada.
33.
KETUA: ANWAR USMAN He eh.
34.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Kami juga komunikasi kemarin ke sini, tetapi katanya Paniteranya sedang keluar (…)
35.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, nanti (…)
36.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Jadi, belum mendapat informasi (…)
7
37.
KETUA: ANWAR USMAN Setelah sidang nanti, ya.
38.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Nah yang kedua, Yang Mulia. Apakah nanti kami boleh juga mengajukan bukti tambahan lagi, Yang Mulia? Mungkin ada yang perlu kami susulkan.
39.
KETUA: ANWAR USMAN Bukti tambahan? Berapa macam?
40.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Hanya ada dua jenis, Yang Mulia. Yang pertama, anggaran rumah tangga (APKASI).
41.
KETUA: ANWAR USMAN Ya.
42.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Yang kedua, mungkin nanti ada lampiran tentang SK dari kepala daerah atau DPRD, Yang Mulia. Hanya itu.
43.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, dalam waktu segera, ya.
44.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya, Yang Mulia.
45.
KETUA: ANWAR USMAN Baik.
46.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Terima kasih.
8
47.
KETUA: ANWAR USMAN Bagaimana kelanjutan dari perkara ini, ya nanti akan diberitahu oleh Kepaniteraan, ya. Apakah akan diteruskan ke sidang Pleno atau cukup sampai di sini, ya. Artinya tidak ada lagi siding, mungkin langsung putusan. Untuk itu, nanti tunggu panggilan dari Kepaniteraan, ya.
48.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya.
49.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, ya mungkin agak lama ini paling setelah pilkada, bukan pilkadanya, setelah selesai sidang perkara pilkada
50.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI Ya, Yang Mulia.
51.
KETUA: ANWAR USMAN Jadi, mungkin pertengahan Maret dan hasilnya ini akan dilaporkan oleh Majelis Panel ke RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim). Ya, sudah jelas, ya? Dengan demikian, sidang selesai dan selanjutnya ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.26 WIB Jakarta, 7 Desember 2015 Kepala Sub Bagian Risalah,
t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
9
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 136/PUU-XIII/2015 PERKARA NOMOR 137/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN DAN DPR (III)
JAKARTA SENIN, 21 MARET 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 136/PUU-XIII/2015 PERKARA NOMOR 137/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah [Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 15 ayat (1) beserta Lampiran Matriks] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pengujian UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah [Pasal 9 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 11 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 13 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 15 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 21, Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 251 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (8)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON Kasman Lassa ACARA Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR (III) Senin, 21 Maret 2016 Pukul 14.15 – 15.02 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Anwar Usman Aswanto Patrialis Akbar I Dewa Gede Palguna Suhartoyo Manahan MP Sitompul Wahiduddin Adams
Rizki Amalia Syukri Asy’ari
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon Perkara Nomor 136/PUU-XIII/2015: 1. Kasman Lassa 2. Muhammad Yasin B. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 136/PUU-XIII/2015: 1. Andie H. Makassau 2. Nadjamuddin Laganing 3. Safrullah Lukman C. Pemohon Perkara Nomor 137/PUU-XIII/2015: 1. OK Arya Zulkarnain 2. Marukan D. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 137/PUU-XIII/2015: 1. Andi Syafrani 2. Muhammad Ali Fernandez 3. Yupen Hadi 4. Fajrul Rahman 5. Rivaldi di belakang 6. Melissa Anggraini E. Pemerintah: 1. Suhajar Diantoro 2. Yunan Hilmy 3. Suryanto 4. Wahyu Chandra 5. Zuljikri Armada
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.15 WIB 1.
KETUA: ANWAR USMAN Sidang Perkara Nomor 136 dan Nomor 137/PUU-XIII/2015 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, om swastiastu. Sesuai dengan jadwal yang ada bahwa Perkara Nomor 136 dan Nomor 137, persidangannya hari ini adalah untuk mendengarkan keterangan DPR dan Kuasa Presiden. Kebetulan dari DPR ada surat pemberitahuan, berhalangan karena lagi reses. Untuk itu, nanti langsung ke Kuasa Presiden. Namun sebelumnya, dipersilakan untuk memperkenalkan diri dari Pemohon. Dari Nomor 136 dulu.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU
NOMOR
136/PUU-
Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Bismillahirrahmaanirrahiim. Kami perkenalkan, saya Kuasa Pemohon, yang dalam hal ini Saudara Drs. Kasman Lassa, S.H. dan Muhammad Yasin, S.Sos. Yang satunya bupati, yang satunya ketua DPR. Saya Andie H. Makassau, S.H., M.H. Di sebelah saya adalah Saudara Najamuddin Laganing. Sebelah saya lagi adalah Bapak Safrullah Lukman. Terima kasih, Yang Mulia. 3.
KETUA: ANWAR USMAN Dari Kuasa Presiden, silakan.
4.
PEMERINTAH: YUNAN HILMY Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, untuk Pemerintah adalah Bapak Suhajar Diantoro (Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Pemerintahan) yang akan membaca kekuasaan … keterangan Presiden. Saya Yunan Hilmy (Direktur Litigasi Kementerian Hukum dan HAM), dan Suryanto dari Direktorat Litigasi, dan juga Wahyu Chandra dari Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri. Terima kasih.
iii
5.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Pemohon Nomor 137.
6.
KUASA HUKUM PEMOHON XIII/2015: ANDI SYAFRANI
PERKARA
NOMOR
137/PUU-
Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera. Kami dari Kuasa Hukum Nomor 137. Saya sendiri Andi Syafrani, Yang Mulia, dan beberapa rekan Kuasa Hukum hadir di sini. Sebelah kanan saya, ada Muhammad Ali Fernandez, Yupen Hadi, Fajrul Rahman. Kemudian, ada Rivaldi di belakang. Dan juga ada tambahan dari kantor, Melissa Anggraini. Untuk Prinsipal, Yang Mulia, hadir di sini Bapak OK Arya Zulkarnain (Bupati Kabupaten Batubara), ada di belakang. Kemudian, Bapak Marukan (Bupati Kabupaten Lamandau), dan juga ada beberapa dari pemerintahan kabupaten yang hadir di sini, yaitu Kabupaten Muara Enim Jambi, Pati, Madiun, dan Majalengka, Yang Mulia. Terima kasih. 7.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, terima kasih. Yang, dari Kuasa Presiden sama. Langsung memberikan keterangan dari Kuasa Presiden. Silakan.
8.
PEMERINTAH: SUHAJAR DIANTORO Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera buat kita semua. Keterangan Presiden atas permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang Mulia Ketua, Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta. Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama, Tjahjo Kumolo (Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia). 2. Yasonna H. Laoly (Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia). Dalam hal ini, bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, yang selanjutnya disebut Pemerintah. Perkenankanlah kami menyampaikan keterangan, baik lisan maupun tertulis, yang merupakan satu-kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan atas permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang selanjutnya disebut 2
Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang dimohonkan oleh dua Pihak Pemohon, yaitu Drs. Kasman Lassa, S.H. dalam kedudukannya sebagai Bupati Kabupaten Donggala, yang dalam hal ini memberikan Kuasa kepada Dr. Johnny Salam, S.H., M.H., dan kawan-kawan. Yang kedua, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan kawan-kawan, yang dalam hal ini memberikan Kuasa kepada Andi Syafrani, S.H., M.C.C.L., dan kawan-kawan. Selanjutnya, perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangan sebagai berikut. I. Pokok Permohonan Para Pemohon. Bahwa pada pokoknya, Para Pemohon memohon untuk menguji, apakah: 1. Ketentuan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota pada Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 15 ayat (1) undang-undang a quo bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2), ayat (5), ayat (6), Pasal 18A ayat (1), Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 2. Ketentuan peraturan daerah kabupaten/kota dan peraturan bupati dan walikota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan atau kesusilaan dibatalkan oleh gubernur seperti diatur pada Pasal 251 ayat (2), ayat (3), ayat (4) undang-undang a quo bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2), ayat (5), ayat (6) Pasal 18A ayat (1), Pasal 24A ayat (1) Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. II. Kedudukan Hukum Para Pemohon. Sehubungan dengan kedudukan hukum Pemohon, Pemerintah berpendapat sebagai berikut. 1. Bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undangundang. 2. Bahwa selanjutnya dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 kerugiankerugian hak ditentukan dengan lima syarat, yaitu: a. Adanya hak dan atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945. b. Hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut dianggap telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujiannya. c. Kerugian hak dan/atau kewenangan tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial
3
yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. Adanya hubungan sebab-akibat antara kerugian dimaksud dengan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian. e. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional tersebut tidak akan atau tidak lagi terjadi. 3. Bahwa pengujian kelima syarat tersebut terhadap posita Para Pemohon adalah sebagai berikut. a. Bahwa Para Pemohon mendalilkan hak-hak konstitusional yang diberikan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah Pasal 18 ayat (2), (5), (6), Pasal 18A ayat (1), Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. b. Bahwa Pasal 8 ayat (2), (5), (6), dan Pasal 18A a quo tidak mengatur tentang kewenangan pemerintah daerah kabupaten, tetapi mengatur tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagai atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagai atas daerah kabupaten dan kota dan hubungan wewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, provinsi, dan pemerintah daerah, kebupaten. c. Bahwa Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) mengatur tentang Hak-Hak Warga negara dan tidak mengatur tentang hak-hak pemerintah daerah kabupaten. d. Bahwa Pemohon dalam Perkara 136/PUU-XIII/2015 adalah Pemerintah Daerah Kabupaten dan Pemohon II sampai dengan Pemohon … Pemohon II dalam Perkara 137/PUUXIII/2015 juga adalah pemerintah daerah kabupaten dan bukan perorangan Warga Negara Indonesia. e. Bahwa berdasarkan dalil-dalil di atas, maka dalil Pemohon atas hak atau kewenangan konstitusional Pasal 18 ayat (2), (5), (6), Pasal 18 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah tidak berdasar atau keliru. 4. Bahwa meskipun Pemohon I dalam Nomor Perkara 137 mendalilkan sebagai perkumpulan, namun dari keseluruhan dalil tidak terdapat dalil yang menyatakan Pemohon adalah badan hukum perkumpulan yang telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan. Maka dengan demikian, Pemohon I harus dianggap sebagai bukan badan hukum. 5. Bahwa meskipun Pemohon dalam Nomor Perkara 137 adalah perorangan Warga Negara Indonesia. Namun karena Pemohon bukanlah sebagai perorangan yang terlibat dalam kegiatan 4
pemerintahan daerah, maka Pemohon harus dianggap tidak berkepentingan dalam pengujian undang-undang a quo. 6. Bahwa di samping hal-hal di atas, Pemerintah menyampaikan keperhatian … keprihatinannya atas pengujian undang-undang ini yang diajukan oleh para bupati dengan alasan sebagai berikut. a. Bahwa pemerintah daerah kabupaten adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah provinsi. Ketiganya adalah satu kesatuan dalam melaksanakan pembangunan nasional dalam mewujudkan cita-cita bangsa yang terdapat dalam Pembukaan UndangUndang Dasar Tahun 1945 di antaranya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. b. Bahwa keberhasilan pembangunan akan sangat ditentukan oleh kekompakan, keterpaduan, dan satu bahasanya di antara ketiganya dalam melaksanakan semua kebijakan pemerintah yang tertuang dalam berbagai peraturan perundangundangan. c. Bahwa bupati berdasarkan Pasal 61 ayat (2) undang-undang a quo sebelum diangkat menjadi bupati bersumpah atau berjanji sebagai berikut. “Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada bangsa, masyarakat, nusa, dan bangsa.” d. Bahwa pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi pada hakikatnya bukanlah suatu bentuk menjalankan undangundang, tetapi suatu bentuk pengawasan terhadap pemerintah dan DPR yang seharusnya dilakukan oleh rakyat dan tidak boleh perangkat pemerintah. Perangkat Pemerintah seharusnya memperlihatkan kepatuhan atau ketaatan terhadap semua peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan cara melaksanakannya dengan selurus-lurusnya. e. Bahwa sesuai Pasal 67 undang-undang a quo, kewajiban kepala daerah meliputi mentaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan dalil-dalil di atas, Pemerintah berpendapat Pemohon tidak memenuhi syarat kedudukan hukum dan adalah tepat jika Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima. 5
III. Penjelasan Pemerintah terhadap materi yang dimohonkan oleh Para Pemohon. Terhadap materi yang dimohonkan oleh Para Pemohon, Pemerintah meyampaikan keterangan sebagai berikut. 1. Pertama sekali Pemerintah sampaikan bahwa ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka filosofis yang terkandung dalam ketentuan tersebut adalah bahwa pemegang kekuasaan pemerintah di Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah presiden termasuk di dalamnya pembagian urusan pemerintahan concurrent antara pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Dengan demikian dapat dianalogikan bahwa kewenangan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan kepala daerah saat ini merupakan kewenangan yang diberikan, ditata oleh pemerintah, diberikan oleh presiden guna mewujudkan tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dalam rangka mencapai cita-cita yang termaktup pada pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 2. Bahwa Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 18 ayat (5) telah memberikan kewenangan yang bersifat open legal policy kepada pemerintah dan DPR untuk mengatur dan menjalankan otonomi seluas-luasnya yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut. Pemerintah daerah menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. 3. Bahwa pada Pasal 9 undang-undang a quo diatur tentang klasifikasi urusan pemerintahan dan pembagian kewenangan di antara pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang berbunyi sebagai berikut. 1. Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan Pemerintahan absolute, urusan Pemerintahan concurrent, dan urusan Pemerintahan umum. 2. Urusan Pemerintahan absolute adalah urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah pusat. 3. Urusan Pemerintahan concurrent adalah urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. 4. Urusan Pemerintahan concurrent yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah. 5. Urusan Pemerintahan umum adalah urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan presiden sebagai kepala Pemerintahan. 6
4. Bahwa dalil Pemohon … nomor 4. Bahwa dalil Pemohon yang menyatakan Pemerintah kabupaten/kota tidak diberi kewenangan dalam mengelola bidang kehutanan dan bidang energi dan sumber daya mineral merupakan pendapat yang keliru karena sesungguhnya Pemerintah daerah kabupaten/kota diberikan kewenangan untuk mengurusnya diatur pada Pasal 14 ayat (2) dan ayat (4) sebagai berikut. Ayat (2), “Urusan Pemerintahan bidang kehutanan yang berkaitan dengan pengelolaan taman hutan raya kabupaten/kota menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.” Ayat (4), “Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan dengan pemanfaatan langsung panas bumi dan daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.” 5. Bahwa dengan demikian, pasal-pasal a quo yang diuji tidak mengandung nilai-nilai diskriminatif tetapi sebaliknya berlaku untuk semua Pemerintah daerah kabupaten dan juga mengandung nilai-nilai keadilan yang bertujuan untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia dan tidak terbatas pada daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam. 6. Terkait dengan pengujian Pasal 251 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (8) dapat Pemerintah sampaikan sebagai berikut. a. Bahwa tujuan pasal a quo adalah adanya pengawasan berjenjang dari Pemerintah pusat dan/atau Pemerintah daerah provinsi kepada Pemerintah kabupaten dan hal ini penting sebagai perwujudan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah daerah kabupaten adalah bagian dari pemerintah daerah provinsi dan bagian dari pemerintah pusat. b. Bahwa pembatalan yang dilakukan oleh gubernur bukanlah pembatalan yang sewenang-wenang, tetapi adalah pembatalan yang bersyarat yaitu pembatalan atas perda kabupaten yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan. c. Bahwa terhadap pembatalan yang dilakukan oleh gubernur, bupati diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan kepada menteri dalam negeri yang diatur pada Pasal 251 ayat (8). 7. Bahwa pada hakikatnya, undang-undang a quo dibentuk dengan konsideran menimbang. a. Bahwa penyelenggaraan pemerintah daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, dan keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7
b. Bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan dan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dan antardaerah. Potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. 8. Bahwa secara prinsip, setiap aturan yang dibuat oleh negara adalah semata-mata untuk menciptakan suatu kehidupan yang lebih baik guna menjaga keberlanjutan pemerintahan dan kemajuan di segala aspek kehidupan dalam upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945. Demikian halnya dengan ketentuan a quo yang saat ini sedang diujikan. 9. Otonomi daerah adalah implementasi dari prinsip desentralisasi pemerintahan. Pengertian otonomi di sini adalah bahwa daerah memiliki kewenangan melakukan pengelolaan wilayah, baik melalui penertiban kebijakan daerah dan membiayai dirinya tidak tergantung pada keuangan dari pusat. Otonomi juga harus diartikan telah ada peralihan kewenangan-kewenangan tertentu dari pemerintah pusat ke pemerintahan daerah. Otonomi daerah bukan sekadar gerakan desentralisasi yang membagi-bagi apa yang dulu di pusat agar terdaerahisasikan, melainkan sebuah gerakan yang menjadi bagian dari upaya besar pembaruan menuju tata pemerintahan baru yang lebih baik. 10. Otonomi daerah memberikan hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Penyelenggaraan pemerintah dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antardaerah, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemda terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Selanjutnya dalam bagian penjelasan ditegaskan bahwa urusan wajib merupakan urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara. 11. Urusan wajib merupakan urusan yang harus diselenggarakan oleh pemerintah daerah dalam sistem otonomi daerah. Pemerintah daerah harus menjamin ketersediaan pelayanan, baik dari sumber daya maupun dana. Sehubungan dengan hal itu, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 telah ditentukan hubungan dalam bidang pelayanan umum antara pemerintah dan pemerintah daerah. 12. Bahwa objek permohonan a quo sama sekali bukanlah sebagai penghalang bagi Para Pemohon untuk melakukan pembangunan 8
di segala aspek kehidupan yang dalam pelaksanaannya dapat berkoordinasi dengan pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat. Tentunya hal ini akan semakin memudahkan pemerintah kabupaten/kota dalam mewujudkan pembangun di daerahnya masing-masing. 13. Bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundangundangan dilakukan dengan sangat cermat dan hati-hati. Berdasarkan pengalaman, analisa dalam rangka memperbaiki regulasi yang telah tidak sesuai dengan dinamika kehidupan berbangsa dan upaya antisipasi terhadap potensi permasalahan yang dimungkinkan oleh terjadinya di kemudian hari. Demikian halnya dengan objek permohonan a quo. 14. Perlu Pemerintah sampaikan dalam persidangan yang sangat mulia ini bahwa penyelesaian permasalahan antarpenyelenggara negara hendaknya dapat diselesaikan secara intern terlebih dahulu berdasarkan asas musyawarah mufakat guna mencapai kesepakatan terbaik. 15. Bahwa dalam rangka menjaga wibawa penyelenggaraan ketatanegaraan, Pemerintah menyarankan kepada Para Pemohon yang dalam hal ini adalah para bupati untuk mempertimbangkan menarik kembali pengujian ini yang dimungkinkan berdasarkan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi, “Pemohon dapat menarik kembali permohonan sebelum atau selama pemeriksaan Mahkamah Konstitusi dilakukan.” Hal ini mempunyai makna penting bagi masyarakat dan dunia internasional sebagai indikator utama bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota adalah satu kata, satu tekad, satu tim, satu visi menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. IV. Petitum. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua, Anggota-Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah untuk memberikan keputusan sebagai berikut. 1. Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima. 2. Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan. 3. Menyatakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun apabila 9
Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon kiranya dapat memberikan putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya. Demikian keterangan ini, atas perkenan dan perhatian Yang Mulia Ketua, Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, kami ucapkan ribuan terima kasih. Jakarta, Maret 2016. Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Yasonna H Laoly. Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Tjahjo Kumolo, bertindak sebagai Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 9.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Terima kasih. Dari meja Hakim mungkin ada yang ingin didalami? Ya, ada sesuatu dari Yang Mulia Prof. Aswanto.
10.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia. Untuk Perkara 136, ya. 136 ini surat kuasanya menyusul, Yang Mulia. Di sidang perbaikan baru masuk surat kuasa. Lalu kuasa yang menangani permohonan perbaikan dengan yang menandatangani kuasa itu berbeda, gitu ya. Ada dua ... ada dua Kuasa yang menandatangani permohonan perbaikan, tapi kemudian tidak menandatangani di pemberian kuasa, itu dilengkapi ya. Ya, bisa sendiri-sendiri atau bersama-sama, tapi ini dia ikut menandatangani permohonan tapi tidak menandatangani kuasa, gitu ya. Kalau di sini tidak ditandatangani, kalau permohonan tidak ditandatangani enggak apa-apa, gitu. Tapi ini menandatangani permohonan, tidak menandatangani Surat Kuasa ya, ada dua Saudara Dr. Muhammad Tabib dan Dr. Abdullah Iskandar, betul ya?
11.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU
NOMOR
136/PUU-
Ya, terima kasih, Yang Mulia. Menyangkut Surat Kuasa, kami sudah melakukan perbaikan dengan melengkapi semua pemegang Kuasa bertandatangan. Di tangan kami memang tempo hari adalah ada Kuasa susulan yang sudah kami serahkan ke Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Toh apakah terselip atau bagaimana, kami kurang paham betul, sebab di tangan kami ini semua bertandatangan, Yang Mulia. 12.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Kuasanya Ketua DPRD, kalau yang bupati sudah enggak ada masalah. 10
13.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU
NOMOR
136/PUU-
NOMOR
136/PUU-
NOMOR
136/PUU-
Oh, ya. 14.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Yang ketua DPRD.
15.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Siap.
16.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Ya, nanti diperbaiki, ya.
17.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Baik, Yang Mulia.
18.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Cukup.
19.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, Yang Mulia Pak Patrialis.
20.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua. Memang ini cukup menarik ya, makanya karena perkara ini menarik, dibawa ke Pleno, Pak. Dibawa ke Pleno. Dan hari ini kita sudah sidang, jadi semua perkara yang lanjut seperti ini artinya Para Hakimnya melihat bahwa ini menarik, gitu. Dan sebetulnya ini kan permohonan, para kepala daerah ini sebagian, sebetulnya ini bukan mereka melawan dengan pemerintah pusat, jadi tetap NKRI sebetulnya. Tapi ada norma yang dipersoalkan karena bagaimanapun juga para bupati, DPRD, mereka kan memang tidak terlibat di dalam pembuatan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, mungkin juga ada aspirasi yang tersumbat barangkali.
11
Untuk itu, tadi dari Kuasa Presiden sudah menjelaskan cukup jelas ya dari keterangannya. Saya ingin menanyakan kepada Kuasa Hukum ataupun Prinsipal kedua perkara ini Nomor 136, 137. Pertama, apakah memang banyak atau ada, kalau ada berapa banyak pembatalan perda-perda yang ada di tempat Saudara, yang dilakukan oleh gubernur? Apakah ada? Apalagi pembatan perda itu secara sewenang-wenang, ada apa enggak? Ya, itu satu. Tentu dengan kalau pun ada, tentu dengan alasan-alasannya apa. Karena untuk membuat suatu perda kan juga tidak mudah ya, prosesnya juga cukup panjang. Yang kedua, apakah Para Pemohon ini Nomor 136 dan 137 pernah mengajukan keberatan kepada Kementerian Dalam Negeri terhadap adanya pembatalan-pembatalan perda dan bagaimana tanggapan atau sikap Kementerian Dalam Negeri selama ini, kita tahu bahwa konstitusi kita, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memang telah memberikan mandat secara langsung, penyelenggaraan kenegaraan kita di tingkat daerah itu kepada pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota. Jadi secara limitatif, tiga pemerintahan di daerah itu diakui. Ini memang terjadi perdebatan, apakah pembatalan perda itu dalam posisi sebagai apa? Karena ini kan rezimnya sama-sama pemerintahan daerah, jadi bukan lembaga kekuasaan kehakiman, ini memang ada perdebatan tapi tentu saya tidak memposisikan berada pada posisi mana pada persidangan ini, nanti silakan Para Pihak, ya, untuk mengajukan para ahli bicara tentang sistem ketatanegaraan. Kalau ahlinya ngaco nanti kami juga akan nanya, gitu. Kemudian kepada kedua Pemohon ini, kedua perkara ini, ya, untuk permohonan ini, apakah di dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah ada halangan-halangan atau persoalan-persoalan yang menye ... yang dialami akibat dari adanya pembatalan-pembatalan peraturanperaturan daerah ini? Apa saja implikasi secara nyata yang mempengaruhi pada kinerja maupun kepentingan rakyat di daerah Saudara masing-masing para kepala daerah. Ini kita perlu merapatkan satu gambaran, ya, dalam rangka kita melihat sistem ketatanegaraan kita, baik itu yang nampak di dalam konstitusi maupun juga di dalam praktik. Saya dengan Pak Palguna, kami terlibat langsung dulu di dalam merumuskan konstitusi ini, sehingga hari ini ada persoalan-persoalan yang kita temukan para kepala daerah merasakan adanya persoalan norma, persoalan norma. Ini saya kira untuk kepentingan bangsa kita yang lebih besar ke depan, jadi bukan persoalan adanya semacam satu rusaknya hubungan daerah dengan pusat, tentu tidak demikian, ya. Itu saja. Boleh dijawab sekarang atau nanti tertulis juga boleh. Tapi secara lengkap, ya, secara lengkap. Terima kasih, Pak Ketua.
12
21.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, nanti, sebentar. Masih ada, Yang Mulia Pak Suhartoyo.
22.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Ya, terima kasih, Pak Ketua. Kalau saya melihat agak sedikit berbeda dengan apa yang disampaikan Pihak Pemerintah, tapi mudahmudahan ini bukan suudzon, ya. Kalau menurut saya untuk sementara sepertinya ini soal pembagian kewenangan yang sebenarnya tidak terlalu jelas, sehingga ketika dalam tataran implementasi bahwa antara kehendak yang dimaui pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota itu mungkin sering tidak harmonis. Sehingga ketika kemudian pihak pemerintah kota dan kabupaten mau memperkuat dasar kinerjanya dengan dasar hukum berupa perda, itu ketika dipersepsi oleh pihak pemerintah pusat atau provinsi tidak sesuai dengan kehendak atau “porsi kewenangan” yang mestinya dimiliki oleh pemerintah kabupaten atau kota, sehingga kecenderungan untuk mempersoalkan perda itu sangat potensial. Sehingga saya setuju dengan apa yang disampaikan Pak Patrialis bahwa coba nanti diinventarisir perda-perda yang sudah pernah dibatalkan oleh gubernur maupun menteri. Kalau saya lebih spesifik lagi barangkali, Pak Patrialis. Coba nanti, ya, tiga isu ini saja yang diangkat. Kehutanan, kelautan, dan energi dan sumber daya mineral ini, ini yang sensitive, kan? Yang Para Pemohon persoalkan itu sebenarnya dasarnya adalah tiga kewenangan ini meskipun di permohonan 136 apa 137 itu ada tambahan khusus tentang pendidikan khusus itu, kan? Tapi saya kira yang sangat sensitif, ya, tiga ini. Ini yang kemudian menjadi “rebutan rezekilah,” lebih lanjut yang kalau boleh saya maknai, ya. Jadi saya mohon dengan hormat dari Pihak Pemerintah ke depan pada sidang yang akan datang coba dijelaskan, Pak. Apakah harmonisasi itu sudah ada apa belum? Kalau norma ini cuma dilempar begitu saja tidak dijelaskan breakdown-nya bahwa untuk misalnya bidang energi dan sumber daya mineral misalnya, batasan-batasan kewenangan pusat, provinsi, dan kota/kabupaten itu seperti apa, secara rigit tidak dijelaskan, sampai kapan pun juga pasti akan terjadi tumpang tindih kewenangan. Saya kira benang merahnya di situ, Pak. Jadi mohon ke depan nanti supaya itu dijelaskan lebih lanjut, apakah sudah ada harmonisasi tentang itu. Kalau tidak, sampai kapan pun juga jelas ini akan menjadi persoalan-persoalan, ya, sepertinya apa itu ... badannya dilempar tapi ekornya ditarik, jadi sampai kapan pun juga ketidakadilan menurut daerah kabupaten/kota itu akan selalu dirasakan. Tapi kalau kemudian ini memang sudah kemauan undangundang, kemauan seluruh rakyat Indonesia melalui DPR memang 13
undang-undang seperti itu bahwa ini lho yang menjadi kewenangan tingkat II, tingkat I, dan pusat, saya kira sudah kemauan politik kita bersama sehingga tidak ada lagi yang mempersoalkan. Tapi kalau masih norma itu seperti ini kemudian ditindaklanjuti oleh kementerian dalam negeri yang mempunyai otoritas mengatur tingkat di bawahnya tidak dengan batasan-batasan yang jelas, jadi rebutan kewenangan itu pasti akan terjadi terus. Barangkali ke depan saya minta itu bisa ditambahkan dalam keterangannya, nanti kalau memang … ini kan bakal persidangan ini berlanjut terus sampai bukti-bukti dan Ahli nanti. Mungkin itu dulu, Pak Ketua. Terima kasih. 23.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, masih ada tambahan dari Yang Mulia Pak Patrialis.
24.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ya, ke Pemerintah yang mewakili Presiden. Saya lupa tadi mau konfirmasi juga. Di dalam penyelenggaraan kenegaraan kita ini, terutama yang berkaitan dengan pemerintahan daerah, itu pernah satu periodesasi persoalan izin-izin pertambangan itu diberikan kepada pemerintah daerah, terutama bupati dan walikota. Yang terjadi adalah dalam waktu sekejap itu daerah-daerah pertambang itu habis dibagi begitu cepat diberikan kepada para cukong-cukong yang tadinya membiayai untuk kampanye segera dikembalikan. Kemudian satu cukong bisa menguasai ribuan hektar, sehingga sumber daya alam kita tergadai. Setelah itu selesai, pemerintah daerah ke depan juga enggak bisa berbuat apa-apa karena sudah dibagi oleh bupati yang sudah ada. Ini memang muncul juga persoalan ketika kepercayaan itu diberikan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Kami ingin mendapatkan gambaran ke depan mungkin tertulis saja karena ini agak berat, ya. Apa persoalan-persoalan yang dilihat selama ini, apabila adanya beberapa peraturan-peraturan daerah yang justru dikhawatirkan membahayakan untuk kepentingan masa depan yang lebih besar. Bahkan juga ada yang ingin menjual pulau di daerah-daerah tertentu. Dan ada beberapa daerah kita memang di pulau-pulau tertentu itu justru orang asing di situ. Dia tidak jual tapi dikontrakkan puluhan tahun, dan tidak boleh juga orang kita/pribumi atau orang Indonesia masuk ke sana. Ini kan persoalan juga, ya kan? Nah, jadi ini kan harus imbang penyelenggaraan pemerintahan ini, ya, baik itu kekuasaan yang ada di tingkat pemerintahan pusat maupun juga penyelenggaran pemerintahan yang ada di pemerintahan daerah yang juga ingin mensejahterakan rakyatnya. Memang banyak juga peraturan-peraturan yang sebetulnya justru peraturan yang dari tingkat 14
pusat menghambat penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Daerahnya kaya raya, ya, hasilnya luar biasa, tapi masyarakatnya miskin karena dia enggak bisa berbuat apa-apa, semuanya dikendalikan dari pusat. Ini kan persoalan juga. Listrik pun mereka tidak ada, sampai seperti itu pengendalian dari pusat. Karena pusat juga memberikan izin luar biasa kepada cukong-cukong. Yang mati rakyatnya juga. Nah, ini dua-duanya persoalan dalam penyelenggaraan kenegaraan kita. Ya, jadi dari kemendagri secara tuntas tolong diberikan juga gambaran itu, ya. Supaya kita bisa menata dengan baik, ya, kepentingan negara yang sangat besar ini. Saya kira gitu, Pak Ketua. 25.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Jadi itu beberapa pendalaman ataupun masukan dari Para Yang Mulia. Nanti bisa ditanggapi sekaligus dalam … secara tertulis atau mungkin ada sesuatu hal yang ingin disampaikan dulu? Silakan. Atau sekaligus nanti? Ya, silakan.
26.
PEMERINTAH: SUHAJAR DIANTORO Baik, Yang Mulia. Karena seperti yang dikatakan Pak Hakim Pak Patrialis tadi ini agak berat, ya, jadi kita mungkin akan menjawabnya secara komprehensif tertulis saja nanti, biar dengan data yang lebih lengkap. Kami rasa demikian, Yang Mulia. Terima kasih.
27.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, ya, terima kasih. Dari Pemohon juga, ya, nanti mungkin bisa disampaikan. Ya, kalau mau sekarang mungkin? Silakan.
28.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU
NOMOR
136/PUU-
Ya, terima kasih, Yang Mulia. Barangkali sedikit secara lisan kami sampaikan bahwa hal yang berkaitan dengan apa yang dikemukakan oleh Yang Mulia Hakim Patrialis Akbar, pertanyaan berkaitan dengan perda. Biarlah nanti perda … berkaitan dengan perda itu nanti akan dijawab langsung oleh Prinsipal kami. Dan kami hanya melulu mencermati permohonan ini yang berkaitan dengan permohonan terhadap dua pasal saja. Dan setelah melalui diskusi kami dengan Prinsipal, mereka tidak minta banyak, dua pasal saja, Pasal 14 dan Pasal 15. Mereka memberikan apresiasi terhadap eksistensi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Akan tetapi, terhadap isi dan bunyi Pasal 14 dan
15
Pasal 15 ini menimbulkan kegalauan dari Prinsipal kami selaku pemerintah daerah, baik DPR-nya maupun bupatinya. Terima kasih, Yang Mulia. 29.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Pemohon Nomor 137 ada yang ingin disampaikan?
30.
KUASA HUKUM PEMOHON XIII/2015: ANDI SYAFRANI
PERKARA
NOMOR
137/PUU-
Terima kasih, Yang Mulia. Secara umum terkait dengan pertanyaan dari Pak Yang Mulia Majelis Hakim, Patrialis Akbar tentang pembatalan perda mungkin nanti akan kami tambahkan dalam keterangan dari para saksi mengenai beberapa perda yang telah dibatalkan. Memang dalam praktiknya ini undang-undang kan belum begitu lama, Yang Mulia. Kalau untuk perda prosesnya juga cukup panjang, ada mekanisme yang cukup panjang, akan tetapi setahu kami sudah ada satu perda di wilayah Kalimantan Selatan, di Kabupaten Tanah Bumbu yang sudah dibatalkan oleh gubernur terkait dengan perda mengatur survei pertambangan. Jadi, pemerintah kabupatennya ingin mengatur tentang survei pertambangan, kemudian oleh gubernurnya dibatalkan karena memang wilayah pertambangan atau kewenangan mengenai pertambangan itu sudah ditarik ke wilayah kewenangan tingkat provinsi, begitu ya. Nah, ini satu yang sudah kami dengar, mungkin juga banyak barangkali di daerah-daerah yang lain hanya karena terkait dengan perda ini butuh waktu pembuatannya dan saya kira dalam satu tahun belum tentu banyak perda yang diproduksi oleh pemerintahan daerah. Jadi kami juga belum dapatkan informasi yang begitu valid tentang berapa jumlah perda yang sudah dibatalkan oleh gubernur sejak pemberlakukan undang-undang ini. Kalau perda yang dibatalkan oleh Mendagri sebelum berlakunya undang-undang ini, saya kira sudah banyak, begitu ya, di berita-berita juga sudah banyak, ratusan perda bahkan yang sudah dibatalkan oleh Mendagri. Dan itu pun masih menyisakan persoalan hukum terkait dengan mekanisme judicial review dan executive review yang sampai saat ini masih belum tuntas, Yang Mulia. Saya kira itu, Yang Mulia, terkait dengan perda dan nanti kami akan perkuat dalam keterangan ahli dan saksi-saksi tentang fakta-fakta apa saja yang sudah terjadi sejak berlakunya undang-undang ini. Dan kenapa, ya kami dari pemerintah kabupaten ini mengajukan mekanisme konstitusional ini karena memang sejak awal seperti yang disampaikan Yang Mulia tadi tidak pernah ada dialog tuntas, perlibatan pemerintahan
16
kabupaten/kota dalam pembuatan undang-undang ini karena tiba-tiba jadi dan kita kaget semuanya. Itu, Yang Mulia prosesnya. Terima kasih. 31.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Selanjutnya, apakah Pemohon, baik Nomor 136, 137 akan mengajukan ahli atau saksi. Nomor 136 dulu.
32.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU
NOMOR
136/PUU-
Ya, terima kasih, Yang Mulia. Kami memang merencanakan untuk mengajukan saksi dan ahli. 33.
KETUA: ANWAR USMAN Berapa orang?
34.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU
NOMOR
136/PUU-
NOMOR
137/PUU-
Ahli sekitar tiga, saksi sekitar lima. 35.
KETUA: ANWAR USMAN Dari Nomor 137?
36.
KUASA HUKUM PEMOHON XIII/2015: ANDI SYAFRANI
PERKARA
Kita merencanakan lima ahli dan lima saksi, Yang Mulia. 37.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Baik, kalau begitu begini, untuk Nomor 136 dan 137 masingmasing sidang berikutnya membawa dua ahli, ya. Jadi, dua dari Nomor 136, dua dari Nomor 137. Saksi dan ahli lainnya nanti, kita lihat perkembangan sidang berikutnya. Ya, ahli saja dulu baru saksi. Jadi, empat semuanya untuk sidang berikutnya, masing-masing dua, kemudian sisanya, ya sidang berikutnya lagi. Begitu juga untuk Kuasa Presiden, ya. Baik. Dengan demikian sidang ini ditunda … oh, ya, cv ahli itu diajukan sebelum mulai sidang, ya.
17
38.
KUASA HUKUM PEMOHON XIII/2015: ANDI SYAFRANI
PERKARA
NOMOR
137/PUU-
Siap, Yang Mulia. 39.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, untuk itu sidang ditunda hari Kamis, tanggal 14 April 2016, jam 11.00 WIB dengan acara mendengar keterangan DPR dan ahli dari masing-masing Pemohon. Sudah jelas, ya?
40.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU
NOMOR
136/PUU-
Mohon maaf, Yang Mulia, jam berapa, Yang Mulia, sidangnya? 41.
KETUA: ANWAR USMAN Jam 11.00 WIB.
42.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU
NOMOR
136/PUU-
Jam 11.00 WIB, oke, 14 April 2016, jam 11.00 WIB. Terima kasih, Yang Mulia. 43.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, Kuasa Presiden jelas, ya. Baik, dengan demikian sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.02 WIB Jakarta, 21 Maret 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004 Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
18
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 136/PUU-XIII/2015 PERKARA NOMOR 137/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR, DPD, DAN AHLI PEMOHON (IV)
JAKARTA KAMIS, 14 APRIL 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 136/PUU-XIII/2015 PERKARA NOMOR 137/PUU-XIII/2015 PERIHAL − −
Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah [Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 15 ayat (1) beserta Lampiran Matriks] terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah [Pasal 9 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 11 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 13 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 15 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 21, Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 251 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (8)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
PEMOHON − −
Kasman Lassa (Perkara Nomor 136/PUU-XIII/2015) Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Pemerintah Daerah Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, dkk (Perkara Nomor 137/PUU-XIII/2015)
ACARA Mendengarkan Keterangan DPR, DPD, dan Ahli Pemohon (IV) Kamis, 14 April 2016 Pukul 11.47 – 14.04 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Arief Hidayat Patrialis Akbar Maria Farida Indrati Aswanto I Dewa Gede Palguna Wahiduddin Adams
Rizki Amalia Syukri Asy’ari
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 136/PUU-XIII/2015: 1. Andie H. Makassau 2. Najamuddin Laganing 3. D. B. Lubis B. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 137/PUU-XIII/2015: 1. Andi Syafrani 2. Yupen Hadi 3. Mellisa Anggraini C. Pemerintah: 1. Hotman Sitorus 2. Yunan Hilmy 3. Julianto Dimas Saputro D. DPD: 1. Akhmad Muqowam 2. Nono Sampono E. Ahli dari Pemohon Perkara Nomor 136/PUU-XIII/2015: 1. Jalaluddin 2. Christian Rongko F. Ahli dari Pemohon Perkara Nomor 137/PUU-XIII/2015: 1. M. Ryaas Rasyid 2. Indra Perwira
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.47 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 136 dan 137/PUU-XIII/2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya terlebih dahulu. Perkara Nomor 136, Pemohon, hadir? Silakan. Silakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Ya, terima kasih. Yang Mulia, dari 136/PUU-XIII/2015 hadir Kuasanya, saya sendiri Andie H. Makassau. Di sebelah saya, sudah ada D. B. Lubis, S.H. Sebelah saya lagi, Saudara Rasyid Ruppa, S.H. Sebelah lagi, Saudara Najamuddin Laganing. Di samping itu juga, Yang Mulia pada hari ini juga dihadiri oleh beberapa kepala SKPD dari Kabupaten Donggala. Terima kasih.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih. Perkara 137/PUU-XIII/2015?
4.
KUASA HUKUM SYAFRANI
PEMOHON
137/PUU-XIII/2015:
ANDI
Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang. Perkara 137/PUU-XIII/2015 dalam hal ini Kuasa Hukum, saya sendiri Andi Syafrani. Sebelah kanan saya Yupen Hadi, dan kami didampingi dari Mellisa Anggraini. Dan hadir juga Yang Mulia, Prinsipal kami di belakang, Ketua Umum APKASI, yaitu juga Bupati Tanah Bumbu, kemudian ada Bupati Batubara, Bupati Kapuas, Bupati Lombok Utara, Wakil Bupati Karangasem, Wakil Bupati Kediri, Wakil Bupati Lampung Selatan, dan juga ada beberapa dari Pemerintah Daerah, Yang Mulia, yang hadir di sini dari Lampung Selatan, Muara Enim, Banjarnegara, kemudian Kolaka Utara, serta ada dari Kulon Progo, Majalengka. Demikian, Yang Mulia.
iii
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih. Dari DPR tidak hadir. Dari DPD, silakan.
6.
DPD: AKHMAD MUQOWAM Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Para Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya hormati. Kami dari DPD datang dua orang. Pertama, Akhmad Muqowam Ketua Komite I, lalu yang kedua adalah Bapak Nono Sampono Anggota Komite I mendapat amanat dari Pimpinan DPD. Terima kasih.
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Muqowam. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden, saya persilakan.
8.
PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS Terima kasih, Yang Mulia. Pemerintah hadir diwakili Yunan Hilmy, Direktur Litigasi. Saya sendiri Hotman Sitorus dan Julianto Dimas Saputro. Terima kasih, Yang Mulia.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih. Sebelum saya mulai, perlu saya sampaikan. Yang pertama, permohonan maaf dari Majelis karena kita baru saja selesai menerima courtesy call dari Komisi II Republik Indonesia. Jadi, tadi mulai pukul 09.00 WIB baru selesai pada pukul 11.30 WIB, kemudian kita langsung menuju ke sini. Untuk itu, saya mohon maaf pada Pemohon, dan DPD, dan Pemerintah, serta Ahli yang datang ke sini. Karena kita memulai persidangan ini agak lambat dari apa yang diagendakan dan selama ini memang tidak terjadi karena yang sangat urgent untuk persiapan Pilkada, Komisi II meminta bertemu dengan kita untuk … apa namanya … membahas hal-hal yang sudah diputuskan oleh Mahkamah, apakah harus diakomodasikan atau tidak. Kemudian yang kedua, pada kesempatan persidangan ini, semestinya Pleno, tapi tidak bisa kuorum karena ada tiga orang Hakim yang karena sesuatu hal tidak bisa menghadiri karena acaranya penting, sehingga tiga Hakim izin tidak mengikuti persidangan, sehingga Pleno ini kemudian kita ubah menjadi Sidang Panel yang diperluas karena tidak mengambil keputusan, ya, maka ini sah menurut hukum, selama tidak 2
mengambil keputusan apa pun. Kalau mendengarkan keterangan saksi, kemudian mendengarkan keterangan DPD, itu tetap sah. Dan untuk itu, saya mohon persetujuan pada Pemohon dan semua pihak yang hadir apakah bisa disetujui untuk tetap kita bersidang dengan menggunakan Panel yang diperluas. Perkara 137/PUU-XIII/2015 tetap setuju? 10.
KUASA HUKUM SYAFRANI
PEMOHON
137/PUU-XIII/2015:
ANDI
Setuju, Yang Mulia. 11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Perkara 136/PUU-XIII/2015?
12.
KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Setuju, Yang Mulia.
13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Setuju. Dari DPD bisa dilanjutkan?
14.
DPD: AKHMAD MUQOWAM Setuju.
15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dari Pemerintah?
16.
PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS Setuju, Yang Mulia.
17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Kalau begitu, kita mulai. Sebelum mulai, saya mohon untuk maju ke depan. Ada dua orang Ahli dari Pemohon 136/PUU-XIII/2015 dan dua orang Ahli dari Perkara 137/PUU-XIII/2015. Mohon untuk maju ke depan untuk diambil sumpahnya terlebih dahulu.
3
Yang pertama, Dr. Jalaluddin, (suara tidak terdengar jelas) S.H., M.H. Kemudian yang kedua, Pak Christrian Rongko untuk Perkara 136/PUU-XIII/2015. Kemudian untuk Perkara 137/PUU-XIII/2015, Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid. M.A. Dan yang kedua, Dr. Indra Perwira, S.H., M.H. Yang kesemuanya tiga orang, Pak Jalaluddin, Pak Ryaas Rasyid, dan Pak Indra beragama Islam, sedangkan Pak Christian beragama Kristen. Saya persilakan untuk … ini semuanya Ahli. Rohaniwan Kristen supaya mendampingi. Baik. Saya persilakan, Yang Mulia Pak Wahiduddin untuk mengambil sumpah Ahli yang beragama Islam. 18.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, kepada Ahli untuk mengikuti lafal yang saya tuntunkan. “Bismilahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.”
19.
AHLI BERAGAMA ISLAM: Bismilahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
20.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Prof. Maria, mohon berkenan untuk menyumpah Pak Christian.
21.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, ikuti saya. “Saya berjanji sebagai Ahli, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya, semoga Tuhan menolong saya.”
22.
AHLI BERAGAMA KRISTEN: Saya berjanji sebagai Ahli, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya, semoga Tuhan menolong saya.
4
23.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih.
24.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Silakan duduk kembali. Sebelum saya mulai, saya minta konfirmasi dan penegasan ini kepada Pemohon 136/PUU-XIII/2015. Pemohon 136/PUU-XIII/2015 mengajukan bukti tambahan P-19, P-20, P-21, dan P-22. Ini sebetulnya tidak perlu menjadi bukti tambahan, ya. P-19 itu Pokok-Pokok Pikiran Pemohon. Kemudian P-20 Tanggapan Pemohon atas Keterangan Pihak ... Keterangan Presiden. Presiden itu bukan Pihak Terkait, ya, Presiden itu adalah pihak yang berwenang untuk membuat peraturan perundangan bersama dengan DPR dan DPD dalam kasus perkara ini. Jadi, ini nanti bisa dijadikan bahan pada waktu anu ... menyusun kesimpulan, ya. Nanti ditambahkan dalam kesimpulan.
25.
KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Siap (...)
26.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan ada, ya. Kemudian bukti P-21 dan P-22 itu tidak perlu menjadi bukti karena ini curriculum vitae Ahli Pemohon. Itu hanya kita minta untuk … apa ... mengetahui apakah Pemohon itu mengajukan betul-betul ahli, ya. Jadi, curriculum vitae ini untuk kita mengetahui persis apa kompetensi ahli yang diajukan, jadi bukan bukti.
27.
KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Siap, Yang Mulia.
28.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, oleh karena itu, ini semua 4 ini enggak usah dijadikan bukti.
29.
KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Baik. 5
30.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, sehingga tidak perlu disahkan dalam persidangan.
31.
KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Baik.
32.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, ya. Baik, kita mulai dengan mendengarkan Keterangan DPD dalam perkara yang diajukan oleh Pemohon 136/PUU-XIII/2015 dan 137/PUUXIII/2015. Saya persilakan, siapa yang akan membacakan? Pemohonnya, di podium. Silakan.
33.
DPD: AKHMAD MUQOWAM Assalamualaikum wr. wb.
34.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sebelum membacakan, bisa saya sela. Untuk pasal-pasal yang dikutip, saya kira tidak perlu dibacakan.
35.
DPD: AKHMAD MUQOWAM Baik.
36.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Hanya inti dari itu saja karena ini banyak kutipan pasal-pasalnya, semua pihak dianggap telah mengetahui, ya.
37.
DPD: AKHMAD MUQOWAM Baik, Yang Mulia.
38.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya persilakan.
6
39.
DPD: AKHMAD MUQOWAM Bahkan 136/PUU-XIII/2015 pun tidak perlu saya bacakan karena termasuk di dalam bagian 137/PUU-XIII/2015.
40.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sama, ya?
41.
DPD: AKHMAD MUQOWAM Ya.
42.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, kalau begitu saya persilakan, Pak Muqowam. Ini senior saya di Undip ini. Silakan, Pak Muqowam.
43.
DPD: AKHMAD MUQOWAM Baik. Assalamualaikum wr. wb. Keterangan DPD RI atas Permohonan Uji Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Perkara Nomor 136/PUU-XIII/2015 dan Perkara 137/PUU-XIII/2015. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Yang saya hormati Wakil Pemerintah, Para Ahli, dan Pemohon. Berdasarkan surat panggilan sidang dari Panitera Mahkamah Konstitusi Nomor 135 dan seterusnya, tanggal 22 Maret 2015, DPD dalam Sidang Paripurna tanggal 11 April telah menugaskan Komite I DPD RI yang selanjutnya dalam Sidang Pleno Komite I tanggal 12 April 2016, menugaskan kepada Pimpinan Komite I beserta anggota. Drs. Akhmad Muqowam, Beni Ramdani, Letjen Purnawirawan ... Marinir (Purn.) Dr. Nono Sampono, M.Si. Dalam hal ini baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama DPD RI yang selanjutnya disebut DPD RI. Sehubungan dengan Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang diajukan oleh: 1. Asosiasi Himpunan Kabupaten/Kota yang diwakili oleh Mardani H. Maming dan Prof. Dr. H. M. Nurdin Abdullah. 2. Pemda Kabupaten Batubara. Dan seterusnya sampai dengan 7
46. Pemerintah Daerah Kabupaten Sopeng, Provinsi Sulawesi Selatan yang diwakili oleh Wakil Bupati Sopeng. 47. Ibnu Jandi, S.Sos., M.M., Warga Negara Indonesia (Pemohon 47). Selanjutnya disebut Para Pemohon. Dengan ini, DPD menyampaikan keterangan terhadap Pemohon Pengujian Undang-Undang Pemda terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Perkara 136/PUUXIII/2015 dan 137/PUU-XIII/2015 sebagai berikut. A. Ketentuan Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang Dimohonkan Pengujian terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, saya tidak bacakan. Saya bacakan sedikit, Pasal 9 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), Pasal 11 ayat (1), (2), (3), kemudian Pasal 12 ayat (1), (2), (3), Pasal 13 ayat (1), (2), (3), dan (4), Pasal 14 ayat (1), (2), (3), dan (4), Pasal 15 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), Pasal 16 ayat (1), (2), Pasal 17 ayat (1), (2), dan (3), Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), (2), Pasal 28 ayat (1) dan (2), Pasal 251 ayat (2), (3), dan (4), ketentuan sebagaimana di atas secara konstitusional dianggap merugikan kepentingan Pemohon yang bersifat spesifik, aktual, dan potensial, serta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya yang berkaitan dengan ketentuan: a. Pasal 18 ayat (1). b. Pasal 18 ayat (2). c. Pasal 18 ayat (5). d. Pasal 18 ayat (6). e. Pasal 18A ayat (1). f. Pasal 18A ayat (2). g. Pasal 24A ayat (1). h. Pasal 28C ayat (2). i. Pasal 28D ayat (1). B. Kerugian Konstitusional Pemohon atas Berlakunya Undang-Undang Pemerintahaan Daerah. Parameter kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang, sebagaimana diuraikan dalam Putusan MK Nomor 06/PUU-III/2005 dan 011/PUU-V/2007 harus memenuhi lima syarat. Para Pemohon dalam permohonan a quo mengemukakan bahwa berlakunya pasal tersebut yang saya sampaikan telah menimbulkan kerugian konstitusional secara spesifik, aktual, dan potensial yang pokoknya sebagai berikut. a. Ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan seterusnya.
8
b. Bahwa Ketentuan Pasal 9 beserta pasal-pasal turunannya memuat konsep otonomi daerah, namun merupakan otonomi terbatas, bukan otonomi luas. c. Alasan mengapa Para Pemohon menyatakan bahwa otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 23 merupakan undangundang terbatas karena terdapat pembagian urusan pemerintahaan secara kategoris, yaitu absolut, konkuren, dan pemerintah pusat dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, sehingga menurut Pemohon hampir-hampir tidak ada lagi ruang terbuka bagi pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pengurusan sendiri rumah tangganya, kecuali sudah ditentukan dalam undang-undang, dan peraturan pemerintah, serta peraturan Presiden. d. Bahwa supervisi dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang dilakukan oleh pemerintah daerah secara tegas ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. e. Pembatasan lainnya menurut Pemohon, pemerintah daerah dan DPRD tidak memiliki kewenangan untuk melaksanakan fungsi untuk pengelolaan sumber daya alam, sehingga berimplikasi pada sumber pendapatan dan keuangan daerah masing-masing. f. Pemerintah daerah dan DPRD jika mengeluarkan kebijakan, maka kebijakan tersebut harus sesuai dengan norma, standar, kriteria, dan prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. C. Keterangan DPD RI terhadap Dalil Para Pemohon. Sebagaimana diuraikan dalam permohonan a quo, DPD menyampaikan keterangan sebagai berikut. 1. Kewenangan MK. 2. Kedudukan Hukum. Berdasarkan hal tersebut, berkaitan dengan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon DPD RI berpandangan: a. Bahwa terkait kualifikasi untuk bertindak sebagai Pemohon, Pemohon 1, yaitu APKASI dan pengajuan permohonan a quo dalam pandangan DPD tidak memiliki legal standing karena APKASI bukan sebagai badan hukum publik yang mewakili daerah dalam perkara a quo. b. Bahwa terkait dengan kualifikasi untuk bertindak sebagai Pemohon, Pemohon 2 sampai dengan Pemohon 46 dalam pengajuan permohonan a quo dalam pandangan DPD memiliki legal standing, oleh karenanya dapat sebagai Pemohon. c. Bahwa terkait dengan kualifikasi untuk bertindak sebagai Pemohon, Pemohon 47 tidak memenuhi kualifikasi sebagai Pemohon karena tidak merepresentasikan secara langsung kepentingan daerah sebagai badan hukum publik dan tidak 9
adanya kerugian yang ditimbulkan atau yang akan timbul dengan perkara a quo pada dirinya. d. Bahwa terkait dengan adanya hak dan/atau kewenangan hak konstitusional dari Pemohon yang dirugikan dengan berlakunya suatu undang-undang, berdasarkan persyaratan yang telah ditentukan oleh MK, sebagaimana termaktub dalam putusan MK, menurut pandangan DPD, Pemohon 2 sampai dengan 46 memenuhi persyaratan dan oleh karenanya dapat sebagai Pemohon. Namun demikian, jika Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpandangan lain, DPD RI akan menghormati dan tunduk pada putusan Majelis. 3. Pengajuan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Terhadap permohonan pas … pengujian materi sebagaimana tersebut saya sebutkan di awal, DPD menyampaikan keterangan sebagai berikut. a. Bahwa di dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan adalah dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia sebagai pemerintahan nasional untuk pertama kalinya dan kemudian pemerintah nasional tersebutlah yang kemudian membentuk daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang kemudian dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa pemerintahan daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan as … tugas pembantuan. Yang dimaksud dengan asas otonomi berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Pemda adalah prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasar otonomi daerah. Sedangkan pengertian tugas pembantuan berdasar ketentuan Pasal 1 angka 11 adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi. Dalam rangka menjalankan asas otonomi dan tugas pembantuan tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya yang dilaksanakan berdasarkan prinsip negara kesatuan. Dalam 10
negara kesatuan, kedaulatan hanya ada pada pemerintah negara atau pemerintah nasional dan tidak ada kedaulatan pada daerah. Oleh karena itu, seluas apa pun otonomi yang diberikan kepada daerah, tanggung jawab akhir penyelenggaraan pemerintahan daerah akan tetap ada di tangan pemerintah pusat. Dan karena itu, perwujudan penyerahan semua urusan otonomi seluas-luasnya kepada daerah adalah keniscayaan, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat … urusan pemerintah pusat. Dalam hal ini DPD berpandangan bahwa pengaturan pelaksanaan otonomi daerah tersebut diatur dalam undang-undang pemerintah daerah beserta lampira … di dalam undang-undang pemerintahan daerah. (Kata beserta lampirannya yang ditu … yang tidak terpisahkan dihapus.) b. Bahwa terkait dengan pembagian urusan atau kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah Pasal 18A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dalam undang-undang dan dilaksanakan secara adil dan selaras. Pengaturan hubungan wewenang tersebut lebih jauh diatur dalam Undang-Undang 23, sebagaimana diubah dengan UndangUndang 9 Tahun 2015 dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) undang-undang tersebut dinyatakan bahwa daerah kabupaten/kota selain berstatus sebagai daerah, juga merupakan wilayah administratif yang menjadi wilayah kerja bagi bupati, walikota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah daerah kabupaten/kota. Yang dimaksud dengan urusan pemerintahan umum berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang 23 adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Presiden dalam menjalankan urusan pemerintahan dilaksanakan oleh menteri negara dan penyelenggaraan pemerintah daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan mensejahterakan masyarakat. Selain urusan pemerintahan umum berdasarkan Pasal 9 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Dasar … Undang-Undang 23 tersebut dikenal adanya urusan pemerintahan absolut dan urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pusat … pemerintah pusat, yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, dan fiskal, serta agama. Adapun urusan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan 11
pemerintah daerah dan kabupaten/kota. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang 23 urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah. Makna kata diserahkan dalam ketentuan ayat ini, menurut pandangan DPD bahwa pada hakikatnya urusan tersebut merupakan urusan pusat, namun dalam rangka menjalankan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 5 ayat (4) Undang-Undang 23, pemerintah pusat menyerahkan atau membagi sebagian urusan kepada pemerintah daerah. Hal inilah menjadi pelaksanaan otonomi daerah jika pemerintah pusat tidak membagi urusan pemerintahan dengan pemerintah daerah, maka pemerintah … pemerintahan menjadi sentralistik dan mencederai asas otonomi daerah. c. Bahwa berdasarkan alasan sebagaimana diuraikan dalam huruf a dan b di atas, jika dikaitkan dengan permohonan perkara a quo ketentuan Pasal 9 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 11 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 13 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 14 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 15 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 16 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 21, Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 251 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dan ayat (8) pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. d. Berdasarkan … Bahwa berdasarkan alasan sebagaimana diuraikan dalam huruf a dan b di atas, jika berkaitan dengan permohonan a quo Pasal 14 ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku. Jadi, saya ulangi. d. Bahwa berdasarkan alasan sebagaimana diuraikan dalam huruf a dan b di atas, jika berkaitan dengan permohonan a quo Pasal 14 ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku. Demikian keterangan DPD kami sampaikan. Terima kasih. Kami sampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, memutus, dan mengadili perkara a quo dan dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menerima keterangan DPD secara keseluruhan. 2. Menyatakan Pasal 9 dan seterusnya, kecuali Pasal 14 ayat (2). Keseluruhan, kecuali Pasal 14 ayat (2).
12
3. Menyatakan Pasal 14 ayat (2) … 3. Menyatakan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku. 4. Apabila Mahkamah … apabila Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. Hormat kami, Dewan Perwakilan Daerah Akhmad Muqowam, B52, Letjen TNI Marinir Purnawirawan Dr. Nono Sampono, M.Si., B-118. Saya izin, Yang Mulia. Kami mohon berdiri, Pak Nono. Terima kasih, wassalamualaikum wr. wb. 44.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih, Pak Muqowam yang telah membacakan keterangan dari DPD. Untuk keterangan dalam Perkara Nomor 136 dan Nomor 137 yang tidak dibacakan, dianggap telah dibacakan dalam persidangan ini. Kemudian yang berikutnya, akan kita dengar keterangan Ahli dari Pemohon Nomor 136 dan Nomor 137. Kita mulai dari Perkara Nomor 136. Saya persilakan, masing-masing Ahli maksimal menggunakan waktu 10 menit dan makalah yang ada dianggap telah disampaikan secara utuh dan secara keseluruhan. Saya persilakan dimulai terlebih dahulu dari Bapak Dr. Jalaluddin. Saya persilakan.
45.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 136/PUU-XIII/2015: JALALUDDIN Assalamualaikum wr. wb.
46.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb.
47.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 136/PUU-XIII/2015: JALALUDDIN Salam sejahtera untuk kita sekalian. Yang saya hormati, Yang Mulia Majelis Mahkamah. Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya membacakan sekelumit pendapat hukum sebagai keterangan Ahli Pemohon berkenaan dengan pengujian materi norma Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 15 ayat (1), beserta matriks sub urusan pada lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 13
Sebelum memberi keterangan, Ahli Pemohon terlebih dahulu saya memberi pengantar bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan jantung dan jiwa Negara Republik Indonesia. Dalam kedudukan demikian, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberi tahu kepada kita apa maksud pembentukan Negara Republik Indonesia, bagaimana citacitanya, apa yang ingin dilakukannya, serta asas-asas kehidupan yang terdapat di dalamnya yang sudah barang tentu akan menjadi panduan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan hukum yang timbul dalam khusus dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, lebih penyelenggaraan pemerintahan pemerintahan daerah. Sejak Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah mengalami pasang-surut, mengikuti pasang-surut perkembangan kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia. Hal ini ditandai dengan telah terjadinya beberapa kali pergantian dan perubahan undang-undang tentang pemerintahan daerah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hadirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai undang-undang yang baru mengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, membuat roda pemerintahan kabupaten/kota mengalami turbulensi, sehingga mengguncang sebagian besar lingkungan pemerintahan daerah di Indonesia, khususnya lingkungan pemerintahan kabupaten/kota, dimana yang dahulu menjadi kewenangan yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, tapi setelah berlakunya UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagian besar urusan yang berkenaan dengan kelautan, kehutanan, dan SDM telah menjadi wewenang pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, sedangkan pemerintah kabupaten/kota hanya menerima bagi hasil dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Keadaan demikian, Pemohon dalam kapasitasnya sebagai Pemerintah Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah melihat dan merasakan bahwa rumusan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 15 ayat (1) bertentangan dengan Ketentuan Pasal 18 ayat (2), ayat (5), dan ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk menentukan rumusan pasal-pasal tersebut di atas yang menjadi pokok permohonan Pemohon, supaya tepat sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka terlebih dahulu kita harus menggali kehendak Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai bangunan hukum dan struktur politik, serta susunan pemerintahan negara. Hal ini sesuai 14
dengan pendapat pakar yang menyatakan bahwa satu konstitusi terdiri dari pranata peraturan yang tinggi atau peraturan-peraturan untuk membuat peraturan-peraturan di bawahnya. Dengan demikian, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selain menjadi sumber dan dasar hukum berlakunya peraturan perundang-undangan di bawahnya, juga UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan garis besar, arah, isi Undang-Undang Pemerintahan Daerah di Indonesia. Yang Mulia Mahkamah Konstitusi yang saya hormati. Tibalah pada satu pertanyaan, apakah materi muatan norma rumusan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 15 ayat (1) beserta matriks sub urusan pada lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2), Pasal 18 ayat (5), dan Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945? Untuk memberi jawaban dan keterangan atas pertanyaan hukum tersebut di atas, yang menjadi pokok permohonan Pemohon dalam Perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 136/PUU-XIII/2016, saya memulai dengan keterangan atau penjelasan ini berangkat dari sebuah teori bahwa negara tidak lain adalah bangunan hukum, negara hukum dikonstruksikan selain sebagai bangunan hukum, juga sekaligus sebagai struktur politik, sehingga bangunan hukum yang dibuat selain sesuai dengan kebutuhan masyarakat, juga harus tercermin dalam susunan pemerintahan negara. Jika konsisten dengan teori ini, maka pola pikir pembentukan hukum, khususnya peraturan perundang-undangan, lebih khusus pada pembentukan undang-undang pemerintahan daerah di Indonesia harus sesuai prinsip-prinsip. Pertama bahwa substansi pembentukan norma di dalam undangundang pemerintahan daerah harus mencerminkan bangunan negara, bentuk negara, susunan negara, dan sistem pemerintahan yang telah ditentukan lebih dahulu dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedua, pembentukan Undang-Undang Pemerintahan Daerah selain mempunyai dasar-dasar yuridis, harus dengan saksama mempertimbangkan dasar-dasar filosofis, dan kemasyarakatan tempat kaidah tersebut akan berlaku. Ketiga, pembentukan undang-undang pemerintahan daerah selain mengatur keadaan yang ada, juga harus mempunyai jangkauan masa depan. Yang keempat, pembentukan undang-undang pemerintahan daerah, bukan sekadar menciptakan instrumen kepastian hukum, tetapi instrumen keadilan dan kebenaran. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya hormati, berikut penjelasan dari beberapa prinsip ini. Prinsip yang 15
menekankan bahwa substansi pembentukan norma di dalam UndangUndang Pemerintahan Daerah harus mencerminkan bangunan negara, bentuk negara, susunan negara, dan sistem pemerintahan, yang telah ditentukan lebih dahulu dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi, “Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.” Kata negara kesatuan (einheitsstaat) tidak ada negara di dalam negara. Menunjukkan bentuk pemerintahan (regeringsvorm) Negara Republik Indonesia. Sedangkan kata berbentuk republik, menunjukkan bentuk negara, the staatsvorm Indonesia. Bentuk negara (the staatsvorm) mengamati negara dari luar (outward looking). Negara dilihat dari wujud yang utuh, manakala Negara Republik Indonesia diamati secara outward looking dari sudut pandang bentuk negara, maka negara terdiri dari 2 lapisan, membujur secara horizontal. Lapisan atas adalah pemerintah pusat, sedangkan pada lapisan bawah terdapat pemerintahan daerah yang terdiri dari daerah-daerah otonom, provinsi, dan kabupaten/kota yang tersebar di sepanjang wilayah nusantara. Sedangkan lembaga-lembaga tinggi negara lain, seperti halnya MPR, DPR, BPK, MA, MK, tidak nampak. Baru terjelma manakala lembaga-lembaga negara itu diamati dari sudut pandang bentuk pemerintahan (regeringsvorm). Pendekatan dari sudut pandang bentuk pemerintahan, mengamati negara dari dalam (inward looking). Menyelidiki status kewenangan, serta hubungan antara satu … antara suatu alat pelengkapan negara lainnya. Dari ketentuan dan penjelasan tersebut di atas, dapat dimengerti bahwa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Pemerintah daerah merupakan bentuk negara (the staatsvorm). Pemerintah daerah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diadakan dalam kaitan desentralisasi. Desentralisasi merupakan bagian dari bentuk negara (the staatsvorm Republik Indonesia). Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia adalah desentralisasi. Saya ulangi. Negara kesatuan (einheitsstaat), menurut UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah desentralisasi, bukan sentralisasi. Dengan demikian, bangunan Negara Indonesia menghendaki pembagian kekuasaan. Ditinjau dari segi pembagian kekuasaan, pemencaran kekuasaan, pemudaran kekuasaan, organisasi pemerintah itu dibagi menurut garis horizontal dan vertikal. Pembagian kekuasaan secara horizontal didasarkan atas sifat tugas yang berbeda-beda jenisnya. Yang menimbulkan berbagai macam lembaga di dalam suatu negara. Sedangkan pembagian kekuasaan secara vertikal, melahirkan 2 garis hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem desentralisasi, dekonsentrasi, dan (suara tidak terdengar jelas). 16
Dengan demikian pula, susunan Pemerintah Indonesia tercermin dalam susunan Negara Indonesia. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yakni Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik yang diwujudkan dalam bentuk desentralisasi. Selanjutnya, susunan Negara Indonesia dijabarkan dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi, dibagi atas kabupaten dan kota, dan tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Singkatnya, dapat dikatakan bahwa untuk mewujudkan atau pelaksanaan desentralisasi, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten/kota. Yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah. Artinya bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, dan pemerintahannya terdiri dari pemerintahan, pemerintah pusat. Pemerintahan pemerintah daerah provinsi, pemerintahan pemerintah kabupaten/kota. Susunan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 1 ayat (1), dan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (…) 48.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Mohon maaf, Pak Jalaluddin. Bisa dipersingkat?
49.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 136/PUU-XIII/2015: JALALUDDIN Baik, Prof. Terima kasih, Prof. Susunan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 1 ayat (1), dan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia merupakan kerangka hukum. Di mana dari sudut pandang bentuk pemerintahan (regeringsvorm), maka norma Undang-Undang Pemerintahan harus meliputi semua tugas dan fungsi pemerintahan. Sedangkan dari sudut pandang bentuk negara (staatsvorm) yakni desentralisasi, maka norma Undang-Undang Pemerintahan Daerah harus mencerminkan dan melingkupi semua tindakan … tingkatan pemerintahan, yakni pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota. Hal ini sesuai dengan keterangan pemerintah melalui kuasanya pada persidangan tanggal 21 Maret 2016, yang tercatat dalam risalah persidangan. Bahwa pemerintah daerah kabupaten/kota adalah bagian yang tidak terpisahkan 17
dari pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah provinsi. Berarti bahwa sistem pemerintahan Negara Indonesia manakala dilihat sudut pandang bentuk negara, yaitu pelaksanaan desentralisasi, maka terlihat atau tergambar dalam hubungan tiga poros lapisan tingkatan pemerintahan antara pemerintah dengan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Saya persingkat. Dengan demikian, dari segi prinsip yang menekankan bahwa substansi pembentukan norma di dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah harus mencerminkan bangunan negara, bentuk negara, susunan negara (suara tidak terdengar jelas) pemerintahan, yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Maka, redaksional norma Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi, dan sumber daya mineral dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena bangunan normanya … bangunan normanya tidak meliputi dan tidak sebangun dengan susunan tingkat pemerintahan secara keseluruhan, yaitu pemerintah pusat, daerah provinsi, dan kabupaten/kota, sehingga menimbulkan diskriminasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Padahal, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan penjelasan di atas, menghendaki bahwa pelaksanaan desentralisasi harus sampai pada tingkat pemerintahan daerah kabupaten/kota. Pasal ini seharusnya berbunyi, “Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi, dan sumber daya mineral dibagi antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota.” Demikian pula halnya redaksional norma Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang menyatakan bahwa urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang di … berkaitan dengan pengolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan pemerintah pusat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena bangunan normanya tidak meliputi dan tidak sebangun dengan susunan tingkatan pemerintahan secara keseluruhan, yaitu pemerintah pusat, daerah provinsi, dan kabupaten/kota, sehingga menimbulkan diskriminasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Padahal, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan penjelasan di atas, menghendaki bahwa penyelenggaraan desentralisasi harus sampai pada tingkatan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Pasal ini harusnya berbunyi, “Urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan 18
pengelolaan minyak dan gas bumi dibagi antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota.” Yang Mulia Majelis Mahkamah yang saya hormati. Prinsip yang menekankan bahwa pendukung … pembentukan norma Undang-Undang Pemerintahan Daerah selain mempunyai dasar-dasar yuridis, harus dengan saksama mempertimbangkan dasar-dasar filosofis dan kemasyarakatan tempat kaidah tersebut akan berlaku. Artinya bahwa dalam pembentukan norma Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 15 ayat (1), harus sesuai dengan dasar-dasar yuridisnya, yakni sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (2), ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 18 ayat (2) ditentukan bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. 50.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dua menit lagi, Pak.
51.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 136/PUU-XIII/2015: JALALUDDIN Baik.
52.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sudah habis mestinya. Silakan terus.
53.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 136/PUU-XIII/2015: JALALUDDIN Baik. Dalam pengertian kemandirian daerah seperti tersebut di atas, memungkinkan pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Sebagai konsekuensi logis sebagai negara kesatuan, menjadi peraturan daerah sebagai subsistem hukum nasional. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, redaksional norma Pasal 14 ayat (1), ayat (3) bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2), ayat (5), dan ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena ketentuan tersebut menghilangkan sebagian hak konstitusional daerah kabupaten/kota untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan melaksanakan otonomi yang seluasluasnya. Saya kira mungkin itu, Majelis. Saya dianggap (suara tidak terdengar jelas) dibacakan. 19
Demikian keterangan Ahli Pemohon dibuat sebagai sharing dan bahan pertimbangan Majelis Mahkamah dalam perkara ini. Semoga Allah SWT memberi petunjuk bagi kita sekalian. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 54.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih, Pak Dr. Jalaluddin. Makalahnya belum disampaikan ke Kepaniteraan, ya? Nanti untuk … silakan duduk. Petugas, tolong nanti diambil. Berikutnya, Pak Christian. Kalau bisa, dianu ya, dipersingkat maksimal 10 menit. Karena kita pukul 14.00 WIB nanti harus ada sidang kembali. Silakan, Pak Christian.
55.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 136/PUU-XIII/2015: CHRISTIAN RONGKO Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Yang Mulia Majelis Mahkamah. Pertama-pertama, perkenankanlah saya menyampaikan hormat yang setinggi-tingginya kepada Yang Mulia Mejelis Mahkamah atas perkenanaan memberikan saya kesempatan selaku Ahli Pemohon untuk memberi keterangan dalam persidangan Yang Mulia ini. Sehubungan dengan permohonan Pemohon, Pengujian UndangUndang Materi Muatan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang dipandang tidak bersesuaian dengan Pasal 18 UndangUndang Dasar Tahun 1945. Keterangan Ahli Pemohon sebagai berikut. Satu. Mencermati Pasal 18 ayat (1) sampai dengan (7), pada intinya adalah mengatur hak-hak konstitusional yang meliputi struktur secara (suara tidak terdengar jelas) dari daerah yang terdiri dari daerah provinsi dan daerah kabupaten dan kota. Yang Kedua. Juga mencermati … kedua, dalam mengatur dan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yang merupakan pengganti dari staatsblad Nomor 329 Tahun 1903 yang notebene adalah produk pemerintah Colonial Belanda yang kemudian dipandang tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat Proklamasi 17 Agustus dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, otonomi dilaksanakan melalui asas desentralisasi. Kemudian seiring dengan perjalanan waktu, dibawa panji-panji gerakan reformasi, lalu terjadi perubahan dalam ketatanegaraan kita melalui Amandemen UndangUndang Dasar Tahun 1945 yang diikuti dengan lahirnya Undang-Undang 20
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Dearah yang kemudian telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Dimana asas otonomi lebih dikonkretkan lagi dalam arti yang luas-luasnya. Vide … vide Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan titik berat otonomi daerah pada kabupaten dan kota melalui pelimpahan penyerahan urusan wajib dan urusan pilihan yang memungkinkan asas otonomi daerah kabupatan dan kota terselenggara, termasuk di dalamnya penyerahaan urusan sumber daya alam berupa urusan kehutanan, kelautan serta energi, dan sumber daya mineral. Empat. Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 15 ayat (1) jelas tidak sejalan dengan jiwa, semangat, maksud, dan tujuan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang diatur dalam Pasal 18. Ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mencabut kewenangan urusan kehutanan, urusan kelautan, serta energi, dan sumber daya mineral dari wewenang kabupatan/kota yang sebelumnya menjadi sumber daya potensial kabupaten/kota telah memandulkan pelaksanaan otonomi daerah kabupaten dan kota sebagai … secara esensial tercermin dalam ji … sebagaimana tercermin dalam jiwa dan semangat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 5 tersebut. Enam. Menjadi sangat esensial karena jika Pasal 18 UndangUndang Dasar Tahun 1945 ada hak konstitusional yang meliputi: 1. Hak wilayah yang disebut daerah disebutkan dalam Pasal 1. 2. Hak membentuk pemerintahan disebutkan di dalam Pasal 2. 3. Hak membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD tersebut di dalam Pasal 3. 4. Hak berotonomi yang seluas-luasnya tersebut di dalam Pasal 5. 5. Hak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lainnya. Tentang tata cara dan bagaimana hak sebagaimana Ahli uraikan di atas, yang diatur dengan undang-undang pada Pasal 7 UndangUndang Dasar Tahun 1945 dalam praktiknya melahirkan serangkaian Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah, yaitu seperti yang kami sebutkan tadi, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1924[Sic!], dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Bahwa dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang termuat di dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3), jelas dan nyata bahwa terjadi pelemahan hak konstitusional berotonomi yang seluas-luasnya bagi kabupaten/kota karena dari 3 urusan yang ditarik yang meliputi kehutanan, kelautan, serta mineral dan batubara menjadi urusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah 21
provinsi, berimplikasi … kami ulangi, berimplikasi pada pelayanan masyarakat dan pembiayaan daerah kabupaten dan kota. Dari segi pelayanan masyarakat akan mengakibatkan mata rantai pengurusan legalitas pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat menjadi lebih panjang, baik dari segi administrasi maupun dari segi geografis. Sementara dasar pertimbangan pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah adalah … mohon maaf … mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Sembilan. Dari segi pembiayaan daerah, dari 3 urusan kehutanan, kelautan, serta mineral dan batubara, terdapat sekian banyak peraturan daerah kabupaten dan kota yang mengatur tentang pajak daerah dan retribusi daerah, walaupun dengan segala hormat bahwa keterangan ini tidak dimaksudkan untuk mendiskripsikan adanya kerugian materiil bagi kabupaten dan kota, semata-mata dimaksudkan untuk menggambarkan adanya korelasi yang nyata antara kerugian material dengan kerugian hak konstitusional. Yang Mulia Mahkamah, dengan demikian Ahli berpendapat bahwa ketentuan Pasal 14 ayat (1), ayat (2) … kami ulangi, ayat (1) dan ayat (3) tidak mencerminkan secara utuh roh dan jiwa yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya yang dimuat di dalam Pasal 18 ayat (1) sampai dengan (7). Yang Mulia Hakim Mahkamah, selaku Ahli Pemohon, saya berpendapat … kami ulangi, tentunya bagi Pemohon, sebagai pemerintah daerah kabupaten yang sangat berkepentingan dalam pemberdayaan potensi daerah, khususnya potensi sumber daya alamnya, akan mengalami atau setidak-tidaknya dapat menimbulkan kerugian dari aspek kerugian materiil dan aspek … dan dari aspek penumpukan dan perhimpunan pendapat … pendapatan asli daerah atau PAD. Demikian keterangan kami selaku Ahli. Kiranya dapat menjadi pencermatan dan kajian Yang Mulia Majelis Mahkamah secara saksama. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 56.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam. Terima kasih, Pak Christian Rongko. Silakan duduk kembali. Berikutnya saya persilakan, Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid.
57.
KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Sedikit interupsi, Yang Mulia.
22
58.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Siapa interupsi? Ada apa?
59.
KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Saya. 136, Yang Mulia. Kami hanya meminta penegasan yang diucapkan oleh Ahli tadi pada poin 6.
60.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak usah. Nanti, nanti! Nanti ada kesempatannya.
61.
KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Baik.
62.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sekarang, Pak … Prof. Silakan, Prof.
63.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 137/PUU-XIII/2015: M. RYAAS RASYID Terima kasih, Bapak Ketua Mahkamah, Bapak dan Ibu Para Anggota yang saya muliakan. Saya sudah mencoba mencoret beberapa bagian, memberi tanda supaya itu saya tidak usah saya bacakan. Mudah-mudahan saya bisa memenuhi standar waktu yang ditetapkan. Bismillahirrahmaanirrahhiim. Assalamualaikum wr. wb. Izinkan saya mengucapkan terima kasih yang tulus atas kehormatan yang diberikan kepada saya untuk menyampaikan pendapat di Majelis yang mulia ini sehubungan dengan gugatan yang disampaikan oleh Asosiasi Pemerintah Kabupaten seluruh Indonesia dan yang lainnya atas pasalpasal yang terkandung dalam materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Saya mengikuti dari jauh perkembangan proses pembahasan RUU di DPR sampai saat disahkannya RUU menjadi undang-undang yang kemudian diberi Nomor 23 Tahun 2014. Saya mengatakan dari jauh. Karena walaupun pada masa proses itu berlangsung, posisi saya sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Presiden di dalam Bidang Pemerintahan dan Refomasi Birokrasi, seyogianya diperintahkan oleh Presiden atau setidaknya diminta oleh Menteri Dalam Negeri agar ikut terlibat dalam perumusan RUU atau 23
sekurang-kurangnya ikut serta dalam proses pembahasan di Komisi II DPR Republik Indonesia sebagai bagian dari tim pemerintah. Namun dalam kenyataan, hal itu tidak terjadi. Sebagai mantan Direktur Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, Departemen Dalam Negeri, Ketua Tim Reformasi Politik dan Pemerintahan yang telah melahirkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang menjadi dasar dimulainya era otonomi daerah hasil reformasi, Menteri Otonomi Daerah yang pertama dan terakhir, mantan Anggota Komisi II DPR Republik Indonesia dan Anggota Wantimpres Bidang Pemerintahan dan Reformasi Birokrasi, saya sama sekali tidak diajak memperkuat tim pemerintah dalam proses perumusan pembahasan RUU Pemda Pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 … tahun 2004, maaf. Bapak Ketua dan Para Anggota Majelis yang saya muliakan. Saya merasa perlu terlebih dahulu menyampaikan hal posisi saya selama proses perumusan RUU dan pembahasannya di DPR sebagai titik awal dari pandangan yang akan saya sampaikan di hadapan Sidang Mahkamah Yang Mulia ini. Saya menilai bahwa substansi materi yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang berkenaan dengan penarikan kewenangan dari kabupaten/kota ke provinsi mengandung setidaknya 4 kekeliruan yang fatal, yaitu berangkat dari asumsi yang salah tentang kekuasaan pemerintah pusat, melanggar etika pemerintahan, mencederai semangat otonomi daerah, dan menciptakan ketidakpastian dalam pelayanan publik di tingkat kabupaten/kota. Perkenankan saya menjelaskan 4 kekeliruan itu secara singkat. Satu. Asumsi pemerintah pusat yang menganggap bahwa kekuasaan pemerintahan semuanya bersumber dari pemerintah pusat yang diklaim sebagai representasi tunggal dari negara dan karena itu menjadi hal yang wajar kalau pemerintah pusat mendelegasikan kewenangan ke daerah atau menariknya kembali sesuai kepentingan negara yang didefinisikan secara sepihak adalah sesuatu yang keliru, ahistoris, dan menggambarkan arogansi kekuasaan yang berlebihan. Keliru karena negara mencakup seluruh komponen kekuasaan yang bekerja baik di pusat maupun di daerah sebagai satu sistem organisasi yang kebijakan-kebijakannya bertujuan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah daerah adalah bagian dari pemerintahan negara yang harus bekerja secara harmonis dengan pemerintah pusat untuk mencapai tujuan negara. Bahwa ada pembagian kekuasaan atau kewenangan antara pusat dan daerah, itu tidak berarti bahwa pemerintah pusat bisa secara monopolistic mengatur distribusi kekuasaan. Sumber kekuasaan bukan semata-mata dari pemerintah pusat. Secara historis, ratusan tahun sebelum Negara Republik Indonesia dibentuk pada tanggal 18 Agustus tahun 1945, negara ini sudah ada kekuasaan … di tanah ini sudah ada 24
kekuasaan-kekuasaan lokal sebagai political entities yang menyebar dan melaksanakan kekuasaan di wilayahnya masing-maisng. Kedatangan penjajah dan kekuasaan penjajah yang tertanam selama ratusan tahun pun, tetap mengakui eksistensi kekuasaan lokal itu dan kewenangan domestik, terutama yang berkenaan dengan tanah yang melekat padanya. Kemerdekaan negeri ini adalah hasil perjuangan dan pengorbanan seluruh rakyat Indonesia, tidak terkecuali mereka berada di wilayahwilayah yang sekarang kita sebut daerah. Pembentukan negara pada tanggal 18 Agustus tahun 1945 adalah kulminasi dari perjuangan semesta yang telah membawa sangat banyak korban nyawa, harta, dan air mata, menumpahkan darah bangsa di mana-mana. Panitia persiapan usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia dan komite-komite nasional yang dibentuk setelah itu, juga tidak sepi dari kehadiran kontribusi mereka yang merupakan perwakilan daerah-daerah di seluruh wilayah bekas jajahan Belanda. Founding fathers negara ini datang dari berbagai daerah. Ringkasnya, pembentukan negara ini adalah hasil sebuah kompromi yang kemudian menjadi kesepakatan yang bersifat nasional. Apa yang kemudian kita kenal sebagai daerah dan pemerintah daerah, walaupun secara administrasi dibentuk oleh pemerintah pusat, bukanlah wilayah taklukan dan sama sekali tidak bangkit dari ketiadaan. Mereka sudah ada sebelum Republik Indonesia lahir, suara mereka dalam membahas kemaslahatan pemerintahan tak seyogianya dikesampingkan dengan alasan pemerintah pusat adalah pemilik kekuasaan dan kekuasaan yang ada di daerah semata-mata karena pemberian pusat. Asumsi keliru ini sudah dibantah dan dikoreksi oleh tim yang saya pimpin pada tahun 1999 ... 1998-1999 dengan mengubah asumsi dasar hubungan kekuasaan pusat daerah. Sebagai ketua tim pemerintah yang maju ke DPR membawa RUU pemerintahan daerah untuk mengganti Undang-Undang Pemda 574, pada waktu itu saya menjelaskan bahwa pada dasarnya kekuasaan pemerintahan bersumber dari rakyat karena itu akar kekuasaan terletak di daerah-daerah, di mana rakyat berdiam. Kekuasaan pemerintah pusat adalah apa yang dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan undang-undang yang menjabarkan maksud Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Asumsi lebih lanjut menegaskan bahwa semua bidang kekuasaan yang tidak menjadi wewenang pemerintah pusat, sebagaimana diatur dalam UndangUndang Dasar Tahun 1945 dan undang-undang turunannya, otomatis merupakan kewenangan pemerintah daerah, provinsi, dan kabupaten/kota. Pembuat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengasumsikan bahwa semua kewenangan pemerintahan pada dasarnya milik pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden sebagai kepala negara. Apa
25
yang diserahkan ke daerah hanyalah bagian kewenangan yang bersifat teknis yang disebut urusan. Asumsi ini bertolak dari filosofis kekuasaan dalam kultur Jawa lama yang meyakini bahwa pada dasarnya kekuasaan harus berkumpul di satu tangan, tidak bisa dibagikan. Tapi, konsep kekuasaan lama itu acuannya adalah sistem kerajaan, di mana raja adalah pemilik kekuasaan tunggal. Filosofi ini tidak sejatinya berlaku dalam konteks terbentuknya Negara Republik Indonesia dan lebih tidak relevan lagi diterapkan dalam sistem demokrasi yang kita anut. Keputusan pemerintah pusat untuk kembali mengambil asumsi lama yang ahistoris dan terbukti telah melahirkan sistem pemerintahan sentralistik, yaitu 6574 patut dipertanyakan karena lahir justru di era desentralisasi. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah sebuah bentangan peta jalan raya sentralisasi yang sangat nyata. Para pembuat undang-undang seolaholah lupa bahwa sistem sentralisasi yang berlangsung selama 25 tahun berlakunya rezim Undang-Undang Nomor 574 telah memandulkan daya prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat di daerah. Melemahkan tanggung jawab daerah dalam membangun wilayah dan masyarakatnya, serta merendahkan harga diri masyarakat daerah akibat terbatas atau tiadanya ruang partisipasi yang bermartabat bagi mereka dalam ikut menentukan masa depannya. Semua tergantung pada perhatian dan anugerah pemerintah pusat. Para pejabat daerah terjangkit mentalitas rendah diri, mengemis bantuan ke pusat dan melayani pejabat pusat yang berkunjung ke daerah. Keadaan ini telah dikoreksi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Yang kedua. Pelanggaran atas etika pemerintahan terjadi dalam keseluruhan proses pembuatan RUU dan penetapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Pemerintah pusat tidak pernah memberi penjelasan secara komprehensif tentang alasan penarikan kewenangan dari kabupaten/kota. Perlu dicatat bahwa kelahiran naskah RUU ini tidak melalui proses kajian, tidak pernah dikonsultasikan dengan pemerintah kabupaten/kota yang justru akan terkena dampak atas pelaksanaannya dan tidak pernah disosialisasikan ke masyarakat sebelum di bahas di DPR. Maka, tidak heran kalau setelah diterbitkan dan baru diketahui oleh pemerintah kabupaten/kota mereka terkaget-kaget, seolah-olah di suatu pagi mereka bangun dari tidur, tiba-tiba sebagian dari kewenangan yang selama ini mereka laksanakan sirna begitu saja tanpa alasan. Secara etis, sejatinya niat pemerintah pusat untuk mengubah letak kewenangan dimulai dengan kajian tentang pelaksanaan setiap kewenangan itu, apakah terjadi kekeliruan yang berdampak luas, di mana letak kekeliruan itu terjadi, apa penyebabnya. Dari situ bisa dibuat kesimpulan dan solusinya, apakah perlu dilakukan koreksi dalam kebijakan secara spesifik atau perlu dilakukan pergeseran kewenangan melalui undang-undang. Apa pun solusi yang akan diputuskan, harus 26
didukung oleh serangkaian hasil kajian tentang dampaknya terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan layanan publik di daerah. Tahap selanjutnya adalah mengonsultasikan hasil kajian dan secara rencana solusinya dengan semua stakeholder pemerintahan daerah. Di forum konsultasi itu, pemerintah kabupaten/kota bisa diberi pemahaman tentang niat pemerintah pusat mengubah letak kewenangan, sekaligus menerima masukan dari pemerintah kabupaten/kota sebagai respons atas rencana perubahan itu. Dengan demikian, terjadi proses pengkondisian yang dapat memuluskan implementasi undang-undang yang akan lahir, forum konsultasi ini sekaligus menunjukkan penghargaan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Bukankah pemerintahan ini adalah suatu kesatuan organisasi yang seyogianya berjalan seiring saling menghargai, saling mendukung, dan saling memperkuat terhadap satu sama lain. Apa yang menghalangi pemerintah pusat untuk berjiwa besar duduk bersama dengan pemerintah kabupaten/kota, juga dengan para gubernur merumuskan solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kalau pikiran terbuka dan jiwa besar para pemimpin pemerintah ini menjadi landasan berkonsultasi di antara mereka, maka proses potensi konflik di antara mereka pasti akan dapat dieliminir. Ketiga. Penarikan kewenangan tanpa alasan-alasan objektif dari kabupaten/kota adalah satu kebijakan yang mencederai prinsip otonomi daerah, buah Reformasi 1998. Prinsip ini adalah saling mempercayai dalam hubungan pusat daerah. Penarikan kewenangan dari kabupaten/kota tanpa alasan yang jelas dari pusat melalui undangundang adalah simbol ketidakpercayaan pusat terhadap daerah. Perlu disegarkan kembali ingatan kita bahwa konsensus tentang otonomi daerah tahun 1998 yang kemudian tertuang ke dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 adalah meletakkan titik berat otonomi daerah ... otonomi pada kabupaten/kota, prinsip otonomi seluas-luasnya diwujudkan melalui pemberian otonomi penuh kepada kabupaten/kota. Spirit ini tidak lagi dipelihara oleh pembuat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Dengan undang-undang ini, kewenangan pemerintah kabupaten/kota semakin menyempit, sehingga otomatis daya prakarsa dan kreativitas mereka akan menurun. Pertanyaan kemudian menggelitik pikiran kita, ke mana arah perjalanan otonomi ini akan menuju? Bagaimana penyelenggara pemerintahaan dan peranan publik bisa maksimal terwujud kalau di internal pemerintah sendiri terjadi tarik ulur kewenangan yang tiada henti-hentinya? Keempat. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 itu secara serta-merta telah menciptakan ketidakpastian di beberapa bidang layanan publik yang kewenangannya ditarik dari kabupaten/kota, tiba-tiba saja seluruh proses perizinan di sektor pertambangan, kehutanan, dan kelautan yang selama ini dikelola pemerintah kabupaten/kota harus dihentikan, tiba-tiba saja pembinaan terhadap 27
sekolah-sekolah SMU dan SMK bersama para gurunya, serta pengawasan atas tenaga kerja, terlepas dari pemerintah kabupaten/kota. Saya menerima banyak masukan betapa sejumlah provinsi kewalahan memikirkan, bagaimana mengelola tambahan personel yang jumlahnya ribuan dari dinas-dinas yang dihapuskan di seluruh kabupaten/kota dalam provinsi itu? Bagaimana menyediakan ruang kantor untuk menampung mereka yang harus masuk ke dinas provinsi, lengkap dengan pemindahan seluruh arsip dan dokumen-dokumen yang ada? Bagaimana menyediakan anggaran untuk tunjangan mereka yang selama ini ditanggung oleh APBD kabupaten/kota? Bagaimana melanjutkan program-program sekolah SMU dan SMK gratis yang selama ini menjadi beban APBD kabupaten/kota? Bagaimana melayani permohonan izin usaha pembinaan dan pengawasan atas seluruh operasi bidang pertambangan, kelautan, kehutanan di seluruh wilayah provinsi? Di kabupaten/kota sendiri terjadi kebingungan tentang apa yang harus mereka lakukan dalam fase transisi. Sampai saat ini, Bapak Majelis Hakim, sampai saat ini menjelang dua tahun berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 belum lahir satu pun peraturan pemerintah yang dapat menjadi acuan pelaksanaannya. Terjadi kevakuman dan stagnansi yang panjang. Implementasi ke depan pun belum tentu terjamin akan berlangsung mulus. Akan ada kelelahan dan komplain masyarakat yang selama ini cukup berurusan dengan pemerintah kabupaten/kota di bidang-bidang layanan yang ditarik itu karena harus melalui jalan panjang ke provinsi. Spirit otonomi yang diletakkan di kabupaten/kota untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan sudah dengan sendirinya hilang. Bertolak dari deskripsi dan argumen yang saya sajikan secara singkat di atas, saya sampaikan pada kesimpulan sederhana bahwa Undang-Undang Nomor 23 sepanjang menyangkut penarikan kewenangan dari kabupaten/kota adalah sebuah langkah yang keliru. Undang-undang ini tidak menyelesaikan masalah yang selama ini mungkin ada di daerah, tapi justru menciptakan masalah baru. Uraian saya yang sepenuhnya berangkat dari sudut pandang pemerintahan, tentu tidak bisa membuktikan adanya pertentangan atau pelanggaran terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang tertulis, sebagaimana yang nanti telah dan akan disampaikan oleh ahli yang memang berlatar belakang ilmu hukum. Tapi kalau kita sepakat bahwa konstitusi tidak terbatas pada apa yang tertulis dan pemaknaan atas dapat dilihat dari spektrum yang lebih luas yang bergerak beyond the return constitution, maka sisi negatif yang saya lihat melekat pada proses kelahiran dan substansi undang-undang ini, kiranya jelas telah membawa beban yang berat dalam upaya membangun pemerintahan yang baik.
28
Demikian pandangan saya, semoga dapat memberi inspirasi kepada Bapak dan Ibu para Hakim Mahkamah Yang Mulia ini tentang potensi terganggunya proses pengelolaan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat di daerah jika pasal-pasal tentang penarikan kewenangan dari kabupaten/kota tidak dibatalkan oleh Mahkamah. Saya memohon maaf jika dalam penyampaian saya terjadi kesalahan atau menimbulkan rasa tidak enak di antara para hadirin. Wassalamualaikum wr.wb. 64.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam. Terima kasih, Prof. Ryaas Rasyid. Saya persilakan duduk kembali. Yang terakhir, Pak Dr. Indra Perwira saya persilakan. Waktunya sama, supaya seefisien menggunakan waktunya.
65.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 137/PUU-XIII/2015: INDRA PERWIRA Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera buat kita semua. Saya langsung pada pokok-pokoknya saja, Yang Mulia. Pasal 18, 18A, dan 18B Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sesungguhnya merupakan reaksi dan koreksi terhadap politik hukum masa orde baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di daerah. Saya ingin menekan ada judul Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Pemerintahan di Daerah, Bukan Pemerintahan Daerah. Dari judul itu dapat dipahami kalau subjek yang diatur bukan pemerintah daerah, melainkan pemerintah, dalam hal ini presiden dalam menjalankan pemerintahaannya di daerah. Dan bagaimana programprogram pemerintah pusat itu dijalankan di daerah? Untuk itu, negara dibagi dalam beberapa tingkat wilayah, yaitu mulai wilayah provinsi, wilayah kabupaten/kota, sampai wilayah kecamatan. Setiap wilayah itu dipimpin oleh seorang kepala wilayah, mulai dari gubernur, bupati, walikota, dan camat. Sementara untuk daerah otonom, dibagi dalam dua tingkat, yaitu daerah tingkat satu yang dipimpin oleh kepala daerah tingkat satu dan daerah tingkat dua yang dipimpin oleh seorang kepala daerah tingkat dua. Akan tetapi, daerah otonom tersebut dalam kenyataan menjalankan otonomi yang semu, otonomi yang pura-pura. Karena kenapa? Karena kepala ... jabatan kepala daerah itu dirangkap oleh kepala wilayah. Kita masih ingat sebutannya gubernur itu merangkap kepala daerah tingkat I. Jadi, komando Presiden kepala pemerintahan … 29
sebagai kepala pemerintahan kepada daerah otonom melalui apa yang dikenal dengan asas dekonsentrasi disampaikan melalui Menteri Dalam Negeri yang diteruskan kepada gubernur kemudian kepada bupati, walikota sampai kepada camat, yang kemudian harus mempertanggungjawabkan tugas-tugasnya itu secara berjenjang, mulai dari camat, ke bupati, ke gubernur, dan seterusnya. Yang Mulia, sistem demikian terbukti dalam sejarah menjadikan pemerintahan itu sangat sentralistik, serta membunuh kreativitas dan inisiatif daerah, sebab hampir semua aspek seperti kewenangan, keuangan, pelayanan umum, dan sumber daya alam semua diatur oleh pemerintah pusat. Daerah hanya menjalankan program-program pembangunan yang ditetapkan pemerintah pusat dan pada masa akhir orde baru, kita sadari bahwa pola pembangunan demikian justru melahirkan kesenjangan antardaerah, ini sebuah fakta sejarah. Oleh sebab itu, pada perubahan kedua Undang-Undang Dasar 1945 MPR mengembalikan ide dasar NKRI sesuai dengan cita-cita proklamasi. Membangun daerah, bukan didasarkan pada apa yang dipikirkan pemerintah pusat, baik untuk daerah itu, tetapi harus sesuai dengan kebutuhan daerah. Siapa yang paham kepentingan daerah? Yaitu daerah sendiri, bukan pemerintah pusat. Penyeragaman yang biasa dijalankan pada masa orde baru, sekarang haram hukumnya, itu menurut Pasal 18A ayat (1). Untuk itu, pemerintah daerah harus menjalankan otonomi seluas-luasnya, seperti dinyatakan dalam Pasal 18 ayat (5). Istilah wilayah, konsep wilayah, tidak dikenal lagi dalam UndangUndang Dasar 1945. Kalau bahasa saya, haram sekarang ini bicara tentang wilayah, melainkan hanya daerah dan gubernur, bupati, walikota digunakan sebagai sebutan kepala daerah. Demikian pula dengan asas dekonsentrasi yang dianggap sebagai jalan bagi sentralisasi tidak lagi dikenal dengan sengaja, dihapus dalam Undang-Undang Dasar. Pasal 18 ayat (2) hanya menegaskan 2 asas, yaitu asas otonomi dan tugas pembantuan. Dengan demikian, Yang Mulia, jika memahami bangunan negara kesatuan Republik Indonesia hanya berhenti pada Pasal 1, niscaya akan menimbulkan kesesatan. Pasal 1 harus dibaca senafas dengan Pasal 18, apalagi jika kita merujuk pada sejarah terbentuknya NKRI seperti yang pernah disampaikan oleh Prof. Ryaas Rasyid. Hari ini pun, kami di Bandung Kabupaten merayakan ulang tahun yang 360, itu berarti sudah ada sebelum wilayah … sebelum Republik ini berdiri. Sebagai satuan masyarakat hukum adat, sebagai satuan pemerintahan, mereka sudah dulu exist. Dan itu tidak bisa nafikan hanya dengan sebuah Pasal 1, yang menurut saya itu terlalu sesat kalau hanya memahami pada Pasal 1. Karena itu, saya kira, memahaminya itu satu persis dengan Pasal 18. Karena itulah di dalam lambang negara kita tertulis Bhinneka 30
Tunggal Ika, yang menurut Prof. (suara tidak terdengar jelas) itu sebagai kesatuan di dalam perbedaan, perbedaan di dalam kesatuan. Itulah hakikat NKRI. Dan di situ saya berani mengatakan NKRI harga mati dalam pengertian yang demikian. Majelis Yang Mulia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang kita persoalkan sekarang, anehnya mengangkat kembali dasar pemikiran dan gagas dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 74, yaitu suatu gagasan yang justru kita ganyang pada masa reformasi. Kemiripan itu dapat kita lihat pada Pasal 5 Undang-Undang 23 Tahun 2014 ayat (1), Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang Dasar. Kemudian, kekuasaan pemerintahan sebagai dimaksud ayat (1) diuraikan dalam berbagai urusan pemerintahan, saya loncat ke ayat (4)-nya. Penyelenggaraan urusan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di daerah, dilaksanakan berdasarkan asas dekonsentrasi … dekonsentrasi, desentralisasi, dan tugas pembantuan. Jadi di sini kalau kita konsisten lebih benar Undang-Undang 5/74 konsisten, judulnya pemerintahan di daerah. Konsepnya persis sama, menyelenggarakan urusan pemerintah sebagai yang dimaksud pada ayat (1), (2) di daerah, dilaksanakan berdasarkan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Padahal di dalam Pasal 18 ayat (7) itu mengamanatkan bahwa yang harus diatur bukanlah tugas-tugas pemerintah pusat di daerah, melainkan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam Pasal 18 ayat (7) itu. Sususan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur di dalam undang-undang. Jadi, ini sudah salah amanat, salah mengertikan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945. Majelis Yang Mulia, dalam bangunan NKRI bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar seperti yang ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, seharusnya dimaknai sebagai tanggung jawab Presiden untuk menjamin pelaksanaan Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 8B … Pasal 18B karena menurut saya itulah salah satu tugas konstitusional dari Presiden. Sebagai penutup, izinkan saya untuk menilai bahwa dari dasar pemikirannya saja, Undang-Undang 23 Tahun 2014 ini bertentangan secara konsep, secara keseluruhan dalam Pasal 18 … dengan Pasal 18A dan Pasal 18B Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Oleh sebab itu, tidak heran jika banyak dari pasal-pasalnya yang juga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, contohnya yang dipersoalkan tadi Pasal 14. Terakhir, Majelis Hakim. Saya menilai, ini bukan persoalan soal legal standing Pemohon APKASI, ini persoalan serius, yaitu persoalan … menurut saya itu, pergeseran dari Undang-Undang Dasar. Jadi, apakah
31
… siapa pun legal standing, kita menghadapi suatu bom waktu yang suatu saat itu akan meledak lagi. Terima kasih, wassalamualaikum wr. wb. 66.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih, Pak Dr. Indra Perwira. Sekarang sampai pada giliran dari Pemohon Nomor 136, ada yang akan dipersoalkan?
67.
KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Siap, Yang Mulia.
68.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Atau menanyakan?
69.
KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Ya, Yang Mulia mulai … Yang Mulia Majelis Mahkamah, kami hanya minta konfirmasi dari pencermatan pointes 6, penegasan Ahli Pemohon tadi. Itu ada sebutan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, kemudian pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, itu vide Pasal 1, apakah yang dimaksudkan itu ayat barang kali? Terima kasih, Yang Mulia.
70.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Itu dari Ahli siapa itu tadi?
71.
KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Christian Rongko, Pak.
72.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Pak Christian.
32
73.
KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Mungkin yang dimaksudkan ayat itu, Pak. Karena Pak … dia itu kaitannya dengan Pasal 18.
74.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, nanti dikumpulkan dulu. Silakan. Jadi, bisa ya sekarang? Silakanlah, mumpung … masih … ini sederhana kok. Silakan, Pak Christian. Betul?
75.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 136/PUU-XIII/2015: CHRISTIAN RONGKO Baik, terima kasih, Yang Mulia. Benar, koreksi yang disampaikan oleh Kuasa Pemohon.
76.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
77.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 136/PUU-XIII/2015: CHRISTIAN RONGKO Bahwa itu maksudnya bukan pasal, tetapi ayat. Terima kasih.
78.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ayat, ya. Baik. Terima kasih. Ada lagi, Pemohon, atau cukup?
79.
KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Cukup, Yang Mulia.
80.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Pemohon Nomor 137?
33
81.
KUASA HUKUM SYAFRANI
PEMOHON
137/PUU-XIII/2015:
ANDI
Terima kasih, Yang Mulia. Ada pertanyaan yang akan kami sampaikan kepada Ahli kami. 82.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, dikompilasi dulu Para Ahli, supaya semuanya … bisa selesai, baru dijawab. Silakan.
83.
KUASA HUKUM SYAFRANI
PEMOHON
137/PUU-XIII/2015:
ANDI
Yang pertama, Yang Mulia, terkait dengan konsep otonomi seluasluasnya yang ditegaskan di dalam konstitusi. Kami ingin mendapatkan pandangan dari dua Ahli ini dalam dua perspektif yang berbeda. Pak Prof. Ryaas dalam perspektif politik dan otonomi daerah dan Pak Indra dalam perspektif Hukum Tata Negara tentang tafsiran dari otonomi yang seluas-luasnya. Dan kemudian, pertanyaannya adalah apakah normanorma yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 23 ini bisa kita sebut sebagai otonomi yang seluas-luasnya atau ini adalah kalau bahasa kami di Pemohon ini adalah otonomi fiktif atau otonomi terbatas. Itu yang pertama. Yang kedua. Paradigma yang dianut di dalam undang-undang ini seperti yang disampaikan oleh dua orang Ahli kami tadi, ini adalah paradigma yang sideback, gitu ya. Karena ternyata mengambil kembali paradigma Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yang sudah kita revisi, bahkan kita tolak bersama-sama dalam proses reformasi pada tahun 1998. Dan paradigma ini kemudian diturunkan dalam konsep yang tadi disebut oleh Prof. Ryaas dengan nama pembagian urusan yang di dalam undang-undang ini. Inilah awal dari distorsi persoalan otonomi daerah kita ketika persoalan kewenangan atau ke … apa namanya … kebebasan otonomi daerah ini disebut hanya sebagai semacam urusan. Nah, di dalam undang-undang ini di Pasal 9 disebutkan ada tiga pembagian urusan pemerintahan. Yang pertama, asbolut. Yang kedua adalah konkuren. Yang ketiga adalah umum. Nah, terkait dengan tiga jenis pembagian urusan ini dan juga turunan-turunannya yang pasal-pasalnya kami ujikan di sini, pertanyaannya adalah apakah ketiga jenis pembagian urusan ini, bagaimana pendapat Ahli dalam perspektif masing-masing melihat pembagian urusan ini dikaitkan dengan teori residu yang merupakan landasan filosofis dan normatif yang ada di dalam Undang-Undang Dasar kita terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah? Sehingga kita bisa melihat. 34
Kalau kami di sini mendalilkan bahwa dari perspektif dramatikal dan leksikal, konkuren, concurrent dalam Bahasa Inggrisnya, artinya adalah membagi-bagi. Ketika menggunakan istilah concurrent saja, menurut kami ini sudah bertabrakan dengan istilah otonomi. Karena otonomi itu artinya adalah kemandirian, kebebasan pengaturan, bukan membagi-bagi yang ujungnya dalam perspektif concurrent ini adalah artinya ini kami pemerintah pusat punya kewenangan, kami bagi, kami concur kepada pemerintah daerah. Dan menurut kami ini adalah sebuah kesalahan yang sangat fatal karena secara leksikal, apalagi secara paradigma tadi sudah bertentangan dengan konsepsi yang ada di dalam Undang-Undang Dasar. Nah, kami minta pandangan dua orang Ahli dalam perspektifnya masing-masing. Terima kasih, Yang Mulia. 84.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Terima kasih. Dari DPD, ada yang akan ditanyakan atau cukup? Cukup. Dari Pemerintah?
85.
PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS Pemerintah cukup, Yang Mulia.
86.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup. Sekarang yang dari meja Hakim, ada? Satu, silakan dari Yang Mulia Dr. Palguna.
87.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, terima kasih, Yang Mulia. Pertanyaan saya singkat saja satu, baik Pak Prof. Ryaas maupun Pak Dr. Indra Perwira, senior saya di Unpad dulu. Begini, memang persoalan otonomi ini kan seperti yang disampaikan oleh Para Ahli, bahkan konon kabarnya 3 negara yang dianggap sebagai champion dalam bidang otonomi itu Inggris, Perancis, dan Belanda itu juga mengalami problem dalam tarik menarik ... apa ... kewenangan ini. Yang menjadi soal begini, Pak Ryaas, sebagai arsitek dari ide sebenarnya sangat progresif dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 itu dan juga Pak Indra, begini. Dalam doktrin atau ajaran rumah tangga yang kita anut ini, ajaran rumah tangga yang seluas-luasnya yang berangkat dari keinginan mendemokratisasikan daerah dan kemudian urusan yang lebih dekat, lebih cepat, dan tentu saja lebih sederhana, itu gagasannya adalah sangat mulia. Nah, dikaitkan dengan 35
ajaran rumah tangga yang dianut, tatkala ide itu tidak berjalan, secara ajaran rumah tangga, secara doktriner apa peran dari pemerintah pusat dalam kaitannya, katakanlah ada daerah yang gagal misalnya dalam menjalankan tatkala itu tidak tercapai? Barangkali itu saja pertanyaan saya untuk kedua Ahli. Terima kasih, Pak Ketua. 88.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Yang Mulia Pak Dr. Patrialis Akbar, saya persilakan.
89.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Pak Ryaas atau Pak Indra, ya. Kita masih ingat bahwa salah satu tuntutan Reformasi 1998-1999, itu antara lain berkenaan dengan adanya otonomi daerah, pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya karena memang sebelumnya, sejarahnya, kita sudah paham bahwa ketimpangan antarpembangunan di daerah itu jauh sekali berbeda, sehingga salah satu tuntutan yang penting itu adalah otonomi yang seluas-luasnya. Dan kita ingat, Pak Ryaas, kita bersama-sama membicarakan itu, bahkan ... oleh karena itu, maka khusus konstitusi kita bicara tentang masalah pemerintahan daerah Pasal 18 secara luas dan gamblang. Tetapi, di dalam penyelenggaraan pemerintahan negara ini meskipun otonomi itu adalah bagian dari sesuatu yang absolut mesti dilaksanakan, tetapi tentu konsepnya harus selalu terikat dengan NKRI. Oleh karena itu, Pasal 18 ayat (1) memulai penyelenggaraan otonomi daerah itu digambarkan dengan adanya keterikatan dengan NKRI. Jadi tidak bisa melepaskan diri, ya, apalagi dalam Pasal 1 ayat (1), kita adalah Negara Republik 18 ayat (1) adalah bicara tentang masalah bagaimana NKRI itu dibagi, bukan terdiri atas. Yang berkembang waktu itu pembicaraan kita adalah bahwa NKRI itu justru sudah ada terlebih dahulu. Begini, Pak Indra, gambarannya untuk mengokohkan NKRI, maka dia tidak terdiri atas, tapi dibagi atas. Jadi kalau dia sudah ada, baru dibagi. Kalau terdiri atas, dia bisa memisahkan diri. Itu ... apa namanya ... kesungguhan kita di dalam NKRI dan otonomi daerah. Bahkan 5 pasal bicara tentang masalah NKRI di dalam konstitusi kita. Nah, kaitan dengan ini, termasuk apa yang dipersoalkan oleh Para Pemohon ini, barangkali yang lebih penting lagi di samping penyelenggaraan otonomi yang seluas-luasnya, yang konon belakangan ini justru yang menjadi masalah adalah ternyata di beberapa daerahdaerah penyelenggaraan otonomi daerah itu justru malah menjadi soal yang dalam tanda kutip “ada persoalan dengan NKRI”. Contoh, tadi 36
disampaikan oleh Pak Indra mengenai masalah izin pertambangan, izinizin pertambangan, tapi justru belakangan ini justru malah dimaknai menjadi lain. Bahwa ketika otonomi diberikan kepada daerah berkaitan dengan persoalan pertambangan, tapi justru pertambanganpertambangan itu malah luar biasa dengan begitu mudah diberikan kepada para pemodal-pemodal di dalam pemilihan kepala daerah. Dan itu sangat banyak sekali, sehingga ada dalam tanda kutip “sesuatu keadaan yang berbahaya adalah sumber daya alam itu cepat tergadai”. Bahkan kepala-kepala daerah itu harus segera mengembalikan bagaimana modal mereka, bisa kembali para pemodal-pemodal ini. Itu satu fakta yang juga tidak bisa kita lupakan dalam sejarah perjalanan bangsa kita ini. Mungkin rambu-rambunya yang paling penting dikemukakan. Bahwa otonomi daerah yang diberikan seluas-luasnya, begitu juga dengan tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Mungkin rambu-rambunya adalah bagaimana keutuhan NKRI itu tidak terganggu dan kedaulatan negara juga tidak terganggu? Ini sangat penting. Jadi bukan berarti otonomi seluas-luasnya, bebas sebebasbebasnya. Ya, jadi kalau saya enggak salah, ini salah satu latar belakang yang juga pernah disampaikan oleh Pemerintah. Kenapa terjadi seperti ini? Meskipun Pak Ryaas mengatakan prosesnya undang-undang ini juga kurang terbuka, ya. Tidak banyak mendapatkan masukan-masukan. Nah, saya ingin mendapat gambaran kepada 2 Ahli, rambu-rambu ini. Sehingga kita bisa menafsirkan keinginan. Salah satu contoh misalnya di forum ini juga ada pemerintah daerah yang mengajukan permohonan. Memang sangat ironis menurut pandangan saya pribadi. Daerah yang kaya raya sumber daya alam, yang bisa memberikan kontribusi besar terhadap APBN di negara ini, tapi justru listriknya mati terus, padam. Karena memang mereka tidak diberikan keleluasaan. Ini memang ironis sebetulnya, ya. Mungkin saya berbeda dari bagian ... apa … masyarakat-masyarakat yang lain. Menurut saya itu memang ironis. Tetapi justru … tetapi di sisi lain kita juga harus mengikat NKRI dan keutuhan negara ini. Jangan sampai mudah digadaikan. Saya minta pandangannya. 90.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, Prof.
91.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih, Pak Ketua. Saya mohon pada Bapak Ryaas Rasyid dan Pak Permana. Di dalam pelaksanannya ataupun teori, penyelenggaraan pemerintahan itu 37
tidak bisa 100% sentralistik ataupun 100% desentralistik. Permasalahannya yang ada pada negara kita adalah pada waktu kita melaksanakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, orang mengatakan bahwa sangat sentralistik, semua ke pusat, begitu. Sehingga dengan adanya reformasi, kemudian kita mengatakan otonomi dan itu seluasluasnya. Walaupun dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dikatakan, “Otonomi itu dalam kerangka negara kesatuan,” sehingga sebetulnya enggak luas, lepas, begitu. Tetapi dalam pelaksanaannya, maka pada pelaksanaan UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999, yang terjadi adalah terbentuknya rajaraja kecil. Sehingga kelihatannya kewenangan itu loss ke daerah dan tidak ada daerah yang sangat kaya sumber daya alamnya. Bisa dia menjadi daerah yang sangat makmur, tapi ada daerah yang lain yang bisa tertinggal dan tidak punya apa-apa. Nah, sehingga orang mengatakan, begitu kita masuk ke dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, orang mengatakan ini katanya otonomi diberikan, dilepas, tapi ekornya ditarik kembali, begitu. Kemudian ini berlangsung lagi, orang tidak puas dan kemudian kita menuju kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Kalau kita melihat seperti ini, sebetulnya di mana kesalahan kita dalam melaksanakan atau dalam membuat suatu peraturan ini, suatu undang-undang. Di mana ada desentralisasi dan desentralisasi ini bisa berimbang, sehingga baik pusat dan daerah ini menjadi semua dimakmurkan, begitu. Karena orang kalau mengatakan pemerintah pusat itu orang masih melihat yang pusat itu adalah Jakarta. Padahal, kita kan sebetulnya tidak seperti itu, itu ya. Tadi dikatakan bahwa daerah-daerah itu sudah hidup dulu, (suara tidak terdengar jelas) ini kan. Nah, bagaimana dengan kemudian kewenangan-kewenangan yang diberikan? Kalau dulu dikatakan kewenangan yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota, gitu. Semua kewenangan itu ke sana. Nah, sekarang dengan urusan pemerintahan. Di mana letaknya supaya 2 ini berimbang, sehingga baik pusat dan daerah ini mempunyai kesamaan, kesejahteraan? Memang kalau dulu di dalam lampiran ini, itu maksudnya di dalam peraturan pemerintah. Tapi sekarang dilampirkan di dalam undang-undang ini, sehingga langsung terlihat. Kalau ini tidak cocok, kemudian orang langsung ke MA, MK. Kalau dulu itu kan di Peraturan Pemerintah, sehingga pengujiannya ke Mahkamah Agung. Ini tidak begitu terlihat, tapi begitu ini masuk di dalam Lampiran UndangUndang Nomor 23, ini langsung terlihat dan kemudian pengujian itu langsung terjadi. Nah, saya mohon penjelasan di mana kira-kira sebaiknya kita melihat pada 2 sisi ini, baik pusat dan daerah, desentralisasi dan sentralisasi yang kemudian bisa membuat sejahtera seluruh rakyat Indonesia? Terima kasih, Pak Ketua. 38
92.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, saya ada tambahan sedikit ini, mumpung ketemu Prof. Ryaas Rasyid. Ada hal yang sangat menarik. Kalau kita bicara masalah teoretik kemudian kita aplikasikan ke Indonesia. Sebetulnya secara teoretik, kan ada 2 teori kan yang kita bisa ungkap di sini. Ada kutub negara kesatuan dan ada kutub federasi. Kita tidak usah mendikotomikan 2 itu. Tapi, ini kita tarik garis linier, satuan dan federasi. Saya menempatkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Nomor 5 Tahun 1979 itu di kutub kesatuan yang ekstrem di sini. Kemudian kita tempatkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 itu sudah ke arah … bergeser ke arah kutub federasi. Otonomi seluasluasnya yang di dalam praktik sampai bupati, walikota dipanggil gubernur untuk rapat, enggak datang. Terus kemudian, mobilnya menteri lebih jelek daripada mobil bupati, itu kan kan juga … masak ini negara begitu sih? Kan ada hierarki. Bupati-bupati bisa pakai Land Cruiser yang harganya Rp2 miliar lebih, sedangkan menteri saja mobilnya masih biasa, jelek-jelek gitu, ya. Atau ketua lembaga tinggi negara, mobilnya malah hampir terbakar, begitu. Ini mobil yang saya pakai, itu kemarin hampir terbakar karena sudah lima tahun lebih dipakai. Itu kan hal yang … pergeseran-pergeseran itu membawa akibat yang semacam ini, kan? Nah, sekarang dicoba melalui undang-undang yang berikutnya. Geser lagi, agak ke tengah. Kan sebetulnya tengah, ini yang paling anu … nah, ada hal-hal yang menarik di sini. Apakah betul-betul kita bisa mengarah … tadi yang disampaikan oleh Prof. Maria? Ada keseimbangan. Keseimbangan itu dalam arti … tadi sudah disinggung, dalam pengertian yang filosofis. Kemudian, dalam pengertian yang sosiologis dan normatifnya itu kita buat supaya seimbang. Ya, ini kita negara kesatuan. Memang yang dipraktikkan 574, 579, Bhineka Tunggal Ika itu enggak nyambung karena ini sangat sentralistik. Sedangkan kalau kita geser sampai ke federasi, itu tadi sudah keluar dari konsep negara kesatuan, sebagaimana Pasal 1 ayat (1)-nya. Nah, kita bisa agak geser-geser, gitu. Nah, proses geser-geser ini, itu mohon kita bisa mendapat komentar, pencerahan dari Pak Ryaas atau Pak Indra bisa menambahkan. Saya beri waktu pada Beliau masingmasing bisa lima menit, begitu. Karena … tapi kalau kita dibutuhkan, bisa mohon keterangan tertulis supaya kita bisa memperoleh wawasan, sehingga kita bisa mengkaji ini untuk memutuskan yang sebaik-baiknya, ya. Karena anu … kita berkepentingan sekali. Dan saya kira, Ahli Prof. Ryaas Rasyid, Pak Indra, dan yang lain-lain, Pak Jalaluddin, dan Pak Christian, saya kira concern dengan bagaimana kita harus membangun negeri ini? Ada keseimbangan antara kewenangan pemerintah pusat dan daerah.
39
Karena nyatanya, begitu dipraktikkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 itu, arahnya kemudian bisa lepas. Pak Ryaas pada waktu itu sebagai menteri, pakai mobil, “Oh, kalah sama bupati-bupati karena punya duit sendiri, PAD-nya tinggi. Oh, belinya mobil sembarangan dia itu, ya.” Ya, itu kan enggak … mestinya enggak boleh dalam etika bernegara, gitu. Ya, ini yang harus kita anukan bersama, ya. Ada menteri sekarang yang hanya pakai Innova. Datang ke daerah, bupatinya naik Land Cruiser yang luar biasa. Alasannya karena daerahnya bergunung-gunung. Karena di Jakarta halus, maka naik bajaj saja sudah cukup. Begitu, kan? Nah, ini mohon komentar dari Prof. Ryaas Rasyid terlebih dahulu, kemudian Pak Indra atas dasar pertanyaan-pertanyaan ini. Terima kasih. 93.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 137/PUU-XIII/2015: M. RYAAS RASYID Terima kasih, Bapak Ketua dan Anggota Majelis yang saya muliakan. Waktunya cuma lima menit, ya, saya bingung juga. Tapi, saya mau jawab dulu Kuasa Pemohon ini. Jadi, sebenarnya, ya, langsung saja, yang berlaku itu adalah pemisahan … apa … pembagian kewenangan, gitu sebenarnya. Jadi, setelah kita memperkenalkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 itu, jelas sekali kita rumuskan bahwa semua kewenangan pada dasarnya ada di daerah. Kecuali, yang menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan menurut undang-undang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Lalu, keluar undang … keluar PP Nomor 25 waktu itu tahun 2000, masih saya yang pimpin. Itu … di situ diuraikan, “Apa kewenangan-kewenangan pusat dan provinsi di daerah ... di luar … dalam rangka otonomi daerah di luar kewenangan mutlak yang sudah diatur dalam undang-undang?” Itu diuraikan dalam PP Nomor 25 Tahun 2000 waktu itu. Ini tidak sempat lagi mereka sebut-sebut. Nah, pada waktu itu, saya sudah mengatakan. Ini untuk menjawab semua ke … pertanyaan lain, “Mengapa ini kebablasan?” Pada waktu itu, saya sudah mengajukan usulan kepada Gusdur. Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 itu, kita membutuhkan setidak-tidaknya 70 PP dari sekian banyak perpres sebagai guidance. Ini semua tidak pernah dilakukan, tidak pernah turun, maka di daerah menafsirkan sendiri, itu. Ini kesalahan pemerintah pusat. Nah, waktu itu, Bapak Hakim, saya dipindahkan dari Menteri Otonomi Daerah dan kantor saya ditutup menjadi Menpan, sebelum implementasi otonomi daerah. Implementasi itu tahun 2001, saya dipindahkan tahun 2000. Agustus 2000, saya jadi Menpan, kantor saya ditutup, itu. Otonomi daerah menjadi liar. Sejak itu, oleh sebenarnya pemerintah pusat mengambil prakarsa diam-diam untuk menarik kembali kewenangan-kewenangan itu, padahal belum … jadi, prakarsa 40
Kementerian Dalam Negeri, nanti saya sebutkan siapa menterinya, itu sudah ada keluar untuk mengubah Undang-Undang Nomor 22 itu sebelum implementasi 2001. Kenapa, Pak? Ini kan sesuatu yang dahsyat. Memindahkan kewenangan dari pusat ke daerah, itu menghilangkan banyak kenyamanan, Pak. Otoritas berkurang, penghormatan berkurang. Dulu kan disembah-sembah orang ke daerah itu. Pejabat Eselon III Depdagri itu kalau ke daerah, dulu dicium tangannya, Pak. Karena dia menentukan segala sesuatu, daerah itu ndak punya apa-apa. Nah, ini hilang semua. Kantor Depdagri sepi kalau itu dilaksanakan undang-undang itu. Tidak ada lagi orang datang mengurus urusan. Itu yang bikin stres mereka. Jadi, ini soal kehilangan kekuasaan, Pak. Itu yang pelan-pelan ditarik kembali. Sebenarnya Undang-Undang Nomor 32 itu sudah terjadi desentralisasi. Ini tahap lanjutan, dari desentralisasi itu. Jadi semua kewenangan itu, kecuali yang ditetapkan sebagai kewenangan pemerintah pusat dan provinsi, otomatis menjadi kewenangan daerah. Kita mengantisipasi timbulnya masalah-masalah di lapangan yang memerlukan penanganan pemerintah dan itu tidak perlu menunggu undang-undang. Otomatis itu melekat pada urusan rumah tangga daerah. Kira-kira begitu. Urusan itu, ini kata-kata urusan ini, jadi Undang-Undang Nomor 22 itu jelas berbicara mengenai kewenangan. Istilah kewenangan hilang sama sekali dengan Undang-Undang Nomor 32 dan Undang-Undang Nomor 23 ini. yang ada adalah urusan, urusan itu adalah aspek teknis dari kewenangan. Maka, benar tadi kutipan Pak Indra itu. Jadi, seolaholah kewenangan semua ada di pusat, kecuali beberapa urusan dalam kewenangan itu yang secara teknis dilaksanakan di dearah. Ini egoisme pusat ini sangat nampak di situ. Maaf, Pak. Saya ini sebagian besar karier saya di pusat, Pak. Tapi saya tahu perilakunya mereka. Ya, ini soal kekuasaan, Pak. Yang tidak bisa dibagi tadi itu yang saya gambarkan, tidak bisa dibagi. Karena itu memang enak, itu, Pak. Itu menghasilkan macam-macam kebaikan itu. Hanya saya saja yang goblok, Pak. Punya kekuasaan besar saya limpahkan semua kekuasaan itu ke daerah. Mereka itu kalau bisa mengumpulkan kekuasaan. Saya menyusul ini kan dalam kekuasaan, ketika saya susun sebuah undang-undang. Dan saya bilang kepada Pak Sarwan, “Pak, ini kalau undang-undang terjadi, kantor kita akan sepi, kekuasaan kita berkurang.” Jawaban Pak Sarwan sebagai Menteri, “Teruskan, Pak Ryaas, kalau itu baik buat Republik.” Saya teruskan. Dan itulah yang kita perjuangkan di DPR, mungkin beberapa di antara kita di sini termasuk Pak Patrialis ada di DPR waktu itu, ketika saya membawa rancangan undang-undang itu. Dan itu disetujui oleh DPR dengan sangat cepat pada waktu itu. Karena masuk dalam pikiran mereka, perlu ada perubahan, gitu. Jadi tadi Pak Dewa, ya? Mengenai apa ini, demokrasi di daerah, betul sekali. Bahwa ini memang … apa … kalau ide ini tidak berjalan, apa 41
yang bisa dilakukan oleh pemerintah pusat? Ini soal kemampuan melaksanakan, Pak. Jadi otonomi daerah itu tidak bisa dibiarkan jalan sendiri. Tugas pemerintah pusat semua kementerian dalam bidangnya masing-masing, wajib memonitor pelaksanaan tanggung jawab bidang mereka yang dilimpahkan ke daerah. Mereka wajib mensupervisi, membimbing, mereka wajib mengoreksi itu. Ini tidak dilaksanakan semua. Yang ada cuma teriak-teriak, “Ini daerah kebablasan! Ini daerah tidak tahu diri,” dan segala macam. Itu ada punya tanggung jawab. Ini kan kebijakan nasional, bukan daerah yang bikin undang-undang ini, yang bikin itu pusat. “Kenapa Anda lepas tangan?” Begitu. Jadi kalau ada kesalahan dalam praktiknya, itu bisa ditegur, Pak. Secara spesifik bisa, ditarik kewenangan di kabupaten tertentu, jadi tidak sekaligus seluruhnya, begitu. Kalau ada penyelewengan di kabupaten itu dan dianggap kewenangan disalahgunakan secara terus menerus, ke kabupaten itu dicabut. Bukan tiba-tiba undang-undangnya diubah, hanya karena sejumlah sample yang ditemukan yang terjadi penyimpangan, begitu. Karena itu, akan menimbulkan keguncangan-keguncangan. Mungkin saya agak berlebihan, ya, tapi saya sebentar akan menjelaskan kenapa saya berlebihan, gitu. Pak Patrialis, saya mengerti apa yang Bapak maksud, ya. Memang terikat dengan NKRI, tapi sekarang kita bicaralah, apa sih yang mengganggu NKRI dan kewenangan-kewenangan itu? Ya, di mana gangguannya terhadap NKRI? Itulah mungkin penyalahgunaan kekuasaan biasa saja, itu kan bisa dihukum, ada hukumannya. Kalau semua izin-izin pertambangan dan sebagainya itu penyelewengan, kan ada aturannya yang bisa menghukum mereka. Saya kira sudah ada beberapa yang kena hukuman mengenai itu, yang tidak berarti bahwa harus kewenangan secara serentak ditarik semua. Ya, saya mengerti yang dimaksud oleh Bapak, gitu. Jadi, NKRI itu memang harus diamankan, siapa yang mau dilepas oleh NKRI ini? Daerah-daerah itu rugi juga, Pak, kalau sampai terjadi gangguan-gangguan terhadap stabilitas negara, gitu. Justru kalau otonomi tidak dilaksanakan dengan benar, justru kalau daerah tidak punya harga diri, tidak punya kemampuan diberikan ruang untuk berkreasi, dan tidak punya kesempatan untuk berbakti kepada negara ini, tidak bisa menikmati hasil-hasil dari mereka sendiri. Nah, itu yang bisa menimbulkan kekecewaan. Saya baru pulang dari Kalimantan Timur kemarin, Pak. Ketemu dengan Pak Awang Faroek. Ya, Pak Awang Faroek itu seorang yang reformis dan sangat cerdas kalau menurut saya di antara para gubernur. Itu masih ngomong di muka … di muka forum di mana saya hadir. Menggambarkan ketimpangan antara kontribusi Kalimantan Timur ke keuangan negara dengan diterima balik oleh mereka. Gubernur masih
42
duduk, Pak, masih … sudah bisa complain, dia manusia biasa, dia melihat ketidakadilan, gitu lho. Nah, jadi kalau kita mau lebih ekstrem lagi, jangan lupa, Pak. PRRI, Permesta, semua itu bukan mau merdeka semuanya, itu kan complain mereka. Oleh karena daerah tidak berdaya, hasil-hasil diambil semua ke Jakarta. Ya, itu masih diperdebatkan oleh para ahli sejarah dan ahli politik. Apakah PRRI dan Permesta itu semua pemisahan diri? Tidak. Dia mengklaim seluruh wilayah, bukan separatis itu, tapi mereka ketidakpuasaan terhadap pembagianitu. Maka itu, sebenarnya kalau kita mau mempercepat ini, kepuasaan ini, ya, dengan otonomi. Nanti diawasi. Nanti kalau ada yang salah, ya, dihukum jangan dibiarkan begitu. Nah, ini kan kemampuan pengawasan pusat yang tidak ada, yang ada cuma kemampuan ngomel dan tiba-tiba kerena punya kekuasaan diubah undang-undang, itu. Nah, ini kan tidak mau sibuk, memang otonomi itu bikin repot Jakarta, dia mesti terus-menerus mengikuti itu, terus-menerus mengawasi, terus-menerus memperingatkan, terusmenerus membina supaya mereka paham. Jadi dibiarkan mereka, korupsi segala macam terjadi di sana dibiarkan saja, ada … yang penting ditangkap. Ini sebagai suatu ilustrasi saja, Pak. Mendagri enggak (suara tidak terdengar jelas), bangga sekali menyampaikan bahwa sudah 300 bupati yang ditangkap. Anda yang gagal tidak bisa membuat mereka tidak ditangkap. Masa bupati tidak bisa diawasi, tidak bisa diberi peringatan? Kenapa Anda bangga dengan penangkapan itu? Berarti pemerintahan kita tidak berjalan dengan baik, berarti pembinaan pemerintah itu tidak berjalan. Itu bukan suatu kebanggaan, itu aib. Kenapa mereka harus ditangkap? Kita memimpin mereka, gitu. Jadi, ini contoh ekstrem saja, bagaimana pemerintahan nasional itu kadang-kadang tidak tahu apa yang dia gagal melakukan, tapi dia melempar kesalahan itu kepada pihak lain. Ilustrasi, Pak Patrialis, ya. Saya baru pulang dari Sulawesi Selatan juga, saya ini banyak jalan akhir-akhir ini, Pak. Pak, tahu enggak, kabupaten-kabupaten di Sulsel yang selama ini membina petani rumput laut itu, Pak, pusing semua, Pak. Ya, kan harus pindah ke provinsi, gitu. Mereka ini andalannya di rumput laut. Sekarang tidak ada kewenangan sama sekali, tidak bisa mengawasi pantai. Orang nanti bom ikan, mesti provinsi yang turun tangan, kabupaten ndak bisa. Ya, pemboman ikan, perusakan biota laut, perusakan lingkungan, bupati mengatakan, “Saya tidak punya tanggung jawab.” Apalagi nanti Bapak bicara mengenai hutan yang terbakar, sebentar lagi kalau musim kemarau, bupati akan mengatakan, “Saya ndak punya apa-apa mengenai itu,” mungkin juga dia yang suruh bakar kalau dia jengkel. Kita enggak tahu kan perasaan orang. Ya, Ibu Maria. Betul, Bu. Memang itu salah satu cap yang diberikan kepada dua-dua itu, dia melahirkan raja-raja kecil, Bu. Orang 43
lupa bahwa di Jakarta banyak raja-raja besar, Pak. Menteri-menteri dan segala macam itu, ya. Jadi, ini ya kasihanlah mereka itu, sudah kerja setengah mati, dicurigai lagi kan. Kembali lagi jawabannya adalah tidak ada pengawasan, tidak ada supervisi, tidak ada evaluasi dari pusat. Mestinya Depdagri itu tugasnya itu, sibuk terus-menerus memonitor daerah, terus-menerus mengawasi, terus-menerus memperingatkan kalau ada kekeliruan dalam penyelenggaraan pemerintahan, ini ndak ada, ya. Dulu saya sebelum reformasi pun, saya Dirjen PUOD, Pak. Dirjen PUOD itu sekarang menjadi 4 direktorat jenderal baru. Ini juga aneh. Dulu cuma satu, Pak, namanya PUOD. Sekarang 4 direktorat jenderal, kependudukan, kewenangan daerah, pemerintahan umum, dan pemerintahan daerah. Ya, itu pun tidak bisa mengawasi dan tidak bisa mengambil supervisi. Dulu saya sendiri saja, itu bisa saya monitor semua dan bisa saya … apa … tanpa harus blusukan, Pak. Saya cuma monitor berdasarkan laporan, berdasarkan ini. Banyak sekali kasus yang kita selesaikan di Jakarta karena kita monitor. Ya, ini malas sekali memonitor. Saya enggak tahu apa yang terjadi. Jadi kembali lagi, Undang-Undang Nomor 23 ini adalah puncak untuk sementara puncak dari desentralisasi, ini sebenarnya suatu yang haram. Seharusnya otonomi itu dari waktu ke waktu semakin besar, semakin banyak kekuasaan diserahkan ke daerah, urusan domestik, ya. Biar mereka lebih bertanggung jawab, bukan semakin hari semakin kecil. Nanti pemerintah pusat ini jadi pecundang terus, tidak bisa mengikuti lagi perkembangan global, habis waktunya mengurusi urusan-urusan domestik, habis waktunya mengurusi tetek-bengek yang sebenarnya sudah bisa diurus oleh daerah. Seharusnya dari waktu ke waktu kita membina pemerintah daerah itu semakin mampu, semakin mampu, semakin kita tambahkan kewenangannya, kan begitu. Ada yang dasar itu pemerintah pusat bisa punya waktu yang cukup untuk bermanuver di arena yang lebih luas. Arena global. Kita bangsa besar, Pak, nomor 3 terbesar di dunia, tapi kita ndak (suara tidak terdengar jelas) dalam pertarungan global. Kita ndak punya apa-apa, dilecehkan setiap saat. Kenapa? Kita terlalu sibuk jadi jago kandang. Ini urusan kandang kan bisa diurus oleh daerah. Kita bermainlah sebagai bangsa yang besar di dunia ini. Ini kenapa? Kita tidak punya waktu, bukan kita tidak pintar. Kita pintar, Pak, tapi waktu kita sibuk mengurus urusan-urusan yang sebenarnya bisa diurus oleh daerah. Terjadilah keadaan seperti sekarang ini, panik terus, panik terus. Setiap ada perkembangan baru, kita panik. Kita ndak punya kemampuan untuk mengelola globalisasi ini dengan benar, antara lain sebabnya karena kita tidak mau memberikan kewenangan yang cukup kepada kabupaten dan mengawasi pelaksanaannya. Jadi seharusnya, pemerintah pusat itu hanya mengurus soal-soal strategis, Pak. Masalah-masalah yang besar, masalah-masalah strategis 44
ya. Daerah, mengurus soal-soal domestik, sepanjang itu masuk dalam kategori yang bisa diawasi dan bisa disupervisi. Pak Ketua, negara kesatuan 574 federasi, betul. 2299 memang cenderung ke federasi, itu betul, ya. Sebenarnya waktu itu, ya, sebenarnya waktu, Pak, karena saya membuat ini undang-undang, sebenarnya waktu itu kami mau bikin di provinsi letak otonomi itu. Dengan harapan itu lebih mudah mengonsultasikan resources, lebih mudah dikoordinasikan oleh Pemerintah pusat. Tapi waktu itu, Pak, ini maaf kalau ini mohon jangan dicatat kalau ada wartawan, waktu itu, Pak, tentara enggak setuju, ya, tentara enggak setuju. Alasannya, ini mengancam kita. Kita-kita bisa jadi federal kalau semua provinsi menjadi otonom. Karena itu adalah berbakat untuk menjadi negara bagian. Kalau kabupaten itu tidak mungkin, diapa-apain pun tidak mungkin mengancam NKRI, Pak. Ya mau dikasih senjata juga ke sana ndak mungkin bisa berontak, mati konyol dia. Tidak ada kabupaten di Indonesia yang punya potensi untuk memecah NKRI ini. Tapi, Bapak, waktu itu ya, tentara mengingatkan kita. Kalau sampai provinsi, ya, maka itu bisa dalam jangka panjang bisa berbalik. Itulah yang kami ikuti, itulah yang kami ikuti. Itu, Pak. Jadi ini yang terjadi. Tetapi, Undang-Undang Nomor 22 itu adalah suatu terobosan besar, Pak. Tanpa itu, kita itu waktu sudah mau rusak kita, Pak. Itu kekecewaan luar biasa kepada pusat, ya. Jadi ini obatnya waktu itu, ada obatnya. Bahwa itu tidak seluruhnya sukses, saya juga merasa menyesal, ya, saya juga merasa menyesal, ya. Oleh karena apa? Mereka tidak paham, Pak. Maaf saja, banyak orang di Jakarta tidak paham apa itu filosofinya otonomi daerah, apa sebenarnya tujuan otonomi daerah itu, bagaimana mengelolanya, bagaimana mencegah kalau terjadi penyimpangan. Ini semua enggak ada sama mereka, gitu. Jadi, itulah yang sesungguhnya menurut saya menyebabkan terjadi excessive … behavior excessive action dari daerah-daerah, itu saya benarkan. Wong, bagaimana? Mereka baru tiba-tiba punya kewenangan, gitu loh. Jadi, ada beberapa kombinasi yang membuat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak bisa maksimal. Pertama terjadi program pemerintahan, pemerintah pusat lemah, tiba-tiba masuk mereka. Ya, mereka dari berbagai sumber masuk dengan semangat besar, punya kekuasaan besar. Yang kedua, mereka didampingi oleh anggota-anggota DPRD, maaf ini, Pak Patrialis. Pada waktu tahun 1999 itu DPRD kita sudah tahulah kita sudah tahu dia punya posisi dan kualitas, gitu. Ini juga bikin rancu, Pak. Kita kasih dia kewenangan di Undang-Undang Nomor 22 bahwa bupati, walikota, gubernur jika pertanggungjawaban tahunannya mereka ditolak dua kali berturut-turut, mereka bisa mengusulkan pemberhentian. Itu kan maksudnya supaya kalau ada bupati, walikota, gubernur yang macam-macam, yang aneh-aneh, yang merusak, jangan tunggu lima tahun baru diberhentikan, tambah banyak kerusakan nanti. 45
Dia bisa diberhentikan pada tahun itu juga. Tapi waktu pikiran kita waktu itu DPRD itu hebat-hebat, bagus-bagus. Ternyata yang masuk, Pak, itu Pak, setengah preman. Tiba-tiba bupati, walikota, gubernur belum bacakan pertanggungjawaban, mereka sudah mengumumkan di koran bahwa kita akan mengelola pertanggungjawaban bupati. Dia belum baca, dia sudah mau tolak. Jadi, ini pemerasan, Pak. Jadi memang, ya saya mengakui bahwa Undang-Undang Nomor 22 tidak berjalan dengan baik, tapi distorsi itu bukan karena UndangUndang Nomor 22, tapi karena perilaku politik di sektor yang di luar kontrol Undang-Undang Nomor 22 itu. Dan terutama di DPRD pada waktu itu, banyak sekali kerusakan yang mereka lakukan. Makanya, itulah yang menjadi alasan tahun 2004 itu pemilihan kepala daerah dipindahkan ke … ke rakyat langsung, ya. Memang korupsi berhenti di DPR dalam beberapa batas. Korupsinya pindah tempat saja, gitu. Nah, itu yang kita alami sekarang. Saya kira itu, Bapak, sekadar penjelasan dari saya. Terima kasih banyak dan saya mohon maaf. 94.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Pak, sebentar, Pak Ketua. Jadi, Pak Ryaas, makanya saya mengaitkan cita-cita refomasi tadi otonomi daerah. Kalau saya melihat, kuncinya itu adalah otonomi seluasluasnya itu boleh, syaratnya satu saja, jangan berbahaya untuk NKRI, itu saja.
95.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 137/PUU-XIII/2015: M. RYAAS RASYID Saya itu setuju, Pak. Dalam Undang-Undang Nomor 22 juga begitu, Pak. Implementasinya ini, Pak Patrialis, Pak Hakim, implementasinya. Dan pada tataran itu, banyak kelemahan pada pemerintah pusat. Ya, memang harus serius … harus serius orang menjadi pemerintah pusat, Pak. Dia harus mau repot, harus mau betulbetul terus-menerus memonitor, ini kan semua karena merasa kecolongan, Pak. Terjadilah semua tadi yang Bapak bilang sebagai ancaman terhadap NKRI itu. Ya, sebenarnya ya kalau mau juga dibatasi kewenangan di bidang pertambangan, dibatasi saja dengan memasukkan misalnya analisa Amdal dari Kementerian Lingkungan, analisa … apa … macam-macam itu ekonomi, ya analisa semuanya untuk melengkapi itu. Untuk pertambangan sebenarnya itu, bahkan ada kewenangan Kementerian Kehutanan dulu, saya enggak tahu kalau sekarang, itu dia melepaskan hak-hak atas lahan itu. Itu berarti pemerintah pusat tahu. Mestinya kalau dia anggap itu berbahaya, dia kan bisa menolak, tidak memberikan 46
pelepasan hak. Kalau tidak ada pelepasan hak, tidak bisa dapat pertambangan. Itu, itu yang kait-mengaitnya itu, Pak. Jadi, saya kira dikontrol dengan cara begitu, ya. Saya kira, Pak NKRI ini ancamannya bukan dari otonomi daerah dari sektor-sektor lain yang akan saya bicarakan di forum lain, Pak, ya. Terus terang, Pak, kalau saya mau bicara terus terang saya tadi bicara dengan Pak … Pak Indra, ya, saya sebetulnya sangat takut dengan Republik ini, Pak, ini bisa bubar, tapi bukan karena otonomi daerah, Pak, tapi karena alasan yang lain. Bapak tunggu-tunggu saja. Ini missmanage, Pak, secara keseluruhan, missmanage, ya. Sebenarnya kalau bukan karena pertolongan Tuhan, ini Republik sudah bangkrut, tapi Tuhan sangat kasihan sama kita, mungkin banyak … masih banyak doa dari kita-kita ini dari para Hakim yang masih diterima oleh Tuhan, Pak. Secara teori sudah hancur. Terima kasih. 96.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih, Prof Ryaas. Ya, akibat gerhana total itu, Pak. Silakan, Pak Indra, waktunya tolong bisa diefisien.
97.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 137/PUU-XIII/2015: INDRA PERWIRA Terima kasih, Pimpinan. Pertama saya menjawab dari … perkenankan saya menjawab dari Kuasa Hukum. Dengan bangunan Pasal 18 yang saya pahami, maka dalam prinsip otonomi itu ada dua asas, yaitu asas keterpaduan dan asas subsidaritas. Itulah hakikatnya mengunci tadi antara dalam negara kesatuan. Karena sesuai dengan asas itu, apa itu asas keterpaduan bahwa satu daerah itu adalah subsistem dari negara. Sehingga ada persoalan di satu daerah itu pasti mengalami daerah lain, yaitu karena itu keterpaduan harus ininya. Kemudian kalau subsidaritas itu begini urusan atau apa pun kewenangan yang bisa dilaksanakan oleh satuan pemerintahan paling rendah, itu serahkan pada mereka jangan ditarik sama pusat, gitu ya. Jadi, mestinya ya betul kata Prof. Ryaas Rasyid, kalau mungkin ditambah, semakin kuat, semakin mampu ditambah, semakin mampu. Nah, di berapa negara, Pak Palguna, yang bersendikan … apa … membagi itu dengan kewenangan atau urusan, itu selalu jadi spanning, tarik-menarik, kadang-kadang daerah naik, kadang kayak itu. Karena itu, di Scandinavia pembagian otonomi itu dengan pendekatan pembagian itu sudah ditinggalkan, tapi sekarang mereka itu cenderung
47
menyerahkan semua urusan ke daerah, mereka bekerja mengembangkan instrumen pembinaan dan pengawasan tadi. Nah, itu yang sama sekali tidak jalan. Jadi kalau ada persoalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 bisa saya katakan bahwa sistem pembinaan dan sistem pengawasan di Republik ini tidak pernah jalan, tiba-tiba kok yang dipersoalkan undang-undangnya, bukan yang mengembangkan sistem pengawasan dan pembinaan. Banyak beberapa contoh saja. Saya kadang-kadang sampai ... mohon maaf, Majelis, contoh sederhana. Kan misalkan perda, perda itu ada ... apa ... evaluasi kan, ada tiga perda, ya, APBD, pajak retribusi daerah, dan tata ruang, di situ. Tetapi kemudian Permendagri karena mampu mereka buat Permendagri yang istilah mereka bukan evaluasi, verifikasi. Akhirnya semua perda itu wajib ke sana. Ini tadi karena malas enggak bisa jalan-jalan, enggak bisa mengembangkan sistem, semua perda disetorkan ke Depdagri, ini aneh. Padahal esensinya itu kan sudah mengembangkan ... menambah wewenang yang ditentukan dalam undang-undang, tidak ada wewenang Mendagri untuk membuat verifikasi, itu nambah-nambah saja. Ini contoh bahwa selama ini tidak serius kita membuat ... ada istilahnya dalam otonomi itu namanya oversight authority, di mana pemerintah pusat itu bisa intervensi jika daerah gagal memberikan pelayanan public. Karena memang itulah hakikat tanggung jawab ada di presiden, itu maknanya, bukan ditarik ke pusat. Kalau daerah enggak sanggup, terbukti, baru intervensi harus. Karena pada akhirnya presiden yang bertanggung jawab, ini maknanya. Nah karena itu, ada dua hal yang haram dalam negara kesatuan. Pertama, suatu daerah yang berbentuk staat haram, Pak Patrialis. Itu (suara tidak terdengar jelas) haram, saya (suara tidak terdengar jelas) sangat haram. Kedua adalah keseragaman juga haram. Ini dua hal yang sebetulnya menjadi balancing di dalam sebuah negara kesatuan dengan desentralisasi. Tidak boleh ada negara berbentuk staat dan tidak ada boleh ada keseragaman di lain sisi. Itu mulai prinsipnya. Kemudian soal urusan. Kalau kita merujuk dari Pasal 18 ayat (5), ya, minimal saya bisa pahami kalau Undang-Undang Nomor 32 masih ada urusan absolut dan urusan (suara tidak terdengar jelas), masih saya bisa pahami. Yang saya tidak pahami Undang-Undang Nomor 23 tibatiba muncul urusan pemerintahan umum. Apa dasarnya urusan pemerintahan? Yaitu kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan, saya bawa Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Apa kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan di sini? Tidak saya temukan. Antara lain membuat peraturan pemerintah itu mungkin, ya. Membuat pepres. Ini apa ini? Nah, kalau Majelis lihat, justru di 574 Pasal 81, itu kewenangan kepala wilayah. Jadi, ini membangung kembali rezim wilayah. Mengangkat mayat hidup, zombie yang sudah kita matikan di Undang48
Undang Nomor 57 diangkat lagi di sini. Jadi jelas ini tidak berkonsep sama sekali. Bukan menjawab pertanyaan dari Majelis tadi Pak Patrialis, Pak Palguna, atau Bu Maria, mestinya kan itu yang dicari, bagaimana? Saya kira sebetulnya solusinya sekarang supaya kita tidak spaneng adalah dalam politik hukum otonomi daerah itu justru pusat itu mengembangkan itu yang Pasal 18B, bukan mengatur penyelenggaraan otonomi daerahnya yang diutak-atik, tapi bagaimana hubungan kewenangan, hubungan keuangan, hubungan sumber daya alam karena di situlah esensi dari keadilannya. Sebetulnya bukan kewenangan yang jadi masalah, tetapi masalah porsi dari hubungan-hubungan tadi, pola hubungan, dan itu yang sebetulnya belum tuntas dituntaskan. Itu yang pertama. Kemudian, di mana sih letak keseimbangan? Itu dinamis. Jadi, saya sangat setuju tadi Prof, ke depan itu kan pusat itu teorinya sesuai dengan perkembangan civil society, di mana masyarakat di daerah itu mampu melakukan save regulation, peran negara pun kan sudah berkurang, Pak, begitu ya. Termasuk di daerah. Tapi sekarang dalam politik hukum kita justru di satu sisi kita ingin membangun civil society, tapi ternyata pusat, ya, dengan pemerintah itu semakin intervensi terhadap community-community. Maaf, misalnya kita contoh di seluruh dunia yang namanya dokter, itu punya hukum sendiri dan punya majelis sendiri yang menyelesaikan perkara mereka. Tapi di kita membuat undang-undang begitu banyak, Undang-Undang Kedokteran, praktik rumah sakit, keperawatan, UndangUndang Apoteker, itu menunjukkan negara ini kayaknya mengurus segala sesuatu. Jadi, padahal hakikat otonomi itu kan demokratisasi dan pendewasaan masyarakat supaya terjadi civil society. Betul kata Prof. Ryaas, supaya negara lebih perhatian pada hal-hal yang strategis. Jadi mungkin itu saya katakan bahwa spanning itu terjadi, itu biasa terjadi di seluruh dunia yang masih melihat perimbangan itu pada bobot urusan. Tapi sekarang beberapa negara di Eropa, Eropa Utara itu sudah mulai menggeser konsep mereka mengembangkan sistem pengawasan dan pembinaan, sehingga mereka istilahnya memberikan walaupun tidak enak istilahnya Prof. Ryaas, otonomi diserahkan tetap kendali di pemerintah pusat karena itu hakikat dari kesatuan, ya, dalam hal ini, itu adalah benar. Terima kasih, Majelis. 98.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih, Pak Indra. Memang ada teori. Kalau the force way itu kan negara melepas sama sekali sektor-sektor swasta dan sektor-sektor privat atau otonomi itu dilepaskan. Kemudian ada perkembangan dalam rangka welfare state muncul second way, negara intervensi di setiap aspek kehidupan. Nah, kelihatannya di era globalisasi 49
muncul the third way, mencoba melepas, tapi juga me ... tidak melepaskan sama sekali, itu kan ya ada teori-teori yang semacam ini memang. Baik, sebelum saya akhiri, terima kasih Prof. Ryaas Rasyid. Terima kasih, Pak Indra, begitu juga terima kasih pada Pak Christian dan Pak Jalaluddin yang telah memberikan keterangan sebagai Ahli dalam perkara 136 dan 137 yang tentunya sangat bermanfaat bagi penanganan perkara ini dan bagi kita semua karena sidang-sidang kita adalah sidang yang terbuka, bisa disaksikan oleh seluruh masyarakat. Dan juga risalah ini bisa segera diakses oleh masyarakat luas, sehingga diskusi-diskusi ini tentu sangat bermanfaat. Sebelum saya akhiri, saya akan meminta, apakah Pemohon 136 masih mengajukan ahli atau sudah cukup? 99.
KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Ya sebagaimana persidangan yang lalu, kami pernah menyampaikan akan mengajukan tiga ahli, tapi ... akan tetapi kalau Prinsipal kami menganggap dua ini sudah cukup, ya, kami menganggap cukup.
100. KETUA: ARIEF HIDAYAT Bagaimana Prinsipal? Cukup? Saya kira keterangan Ahli meskipun enggak didatangkan langsung oleh Pemohon itu, Prof. Ryaas dan Pak Indra itu juga sudah bisa di.. anukan ... sebagai Ahli. 101. KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Baik, Yang Mulia. Kami mengikuti petunjuk yang sudah ada. 102. KETUA: ARIEF HIDAYAT Sudah cukup, ya? 103. KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Cukup, Yang Mulia. 104. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Kemudian Perkara 137? 50
105. KUASA HUKUM SYAFRANI
PEMOHON
137/PUU-XIII/2015:
ANDI
Terima kasih, Yang Mulia. Di persidangan sebelumnya, kami sampaikan kami berencana menghadirkan lima orang ahli, Yang Mulia. Namun kami kira, mungkin kami akan menambahkan maksimum dua ahli lagi dalam perspektif yang berbeda. 106. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik kalau begitu (...) 107. KUASA HUKUM SYAFRANI
PEMOHON
137/PUU-XIII/2015:
ANDI
Dan ditambah dengan kami ingin menghadirkan juga karena dari persidangan awal beberapa Majelis Hakim menyampaikan ingin mendapatkan realitas fakta bagaimana penerapan dari undang-undang ini pada saat ini terjadi di lapangan. Karena itu, kami juga ingin menambahkan kalau diperbolehkan empat orang saksi fakta yang menjelaskan beberapa situasi saat ini dalam penerapan undang-undang ini dalam norma-norma yang berbeda, dalam aspek-aspek yang berbeda. Misalnya pada aspek pendidikan, yang kedua pada aspek kelautan, yang ketiga pada aspek pertambangan, dan keempat pada aspek pendidikan, Yang Mulia. 108. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Jadi, Perkara 137 masih akan dua ahli dan empat saksi, ya. Baik, itu miknya Perkara 136 masih nyala, ada yang akan disampaikan? 109. KUASA HUKUM PEMOHON 136/PUU-XIII/2015: ANDIE H. MAKASSAU Siap, Yang Mulia. Ada tambahan barangkali saksi fakta itu kami memerlukan dua orang lagi yang menghadirkan. 110. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, begitu. Jadi, Perkara 136 masih saksi ya, fakta. Baik, dua orang, ya. Kalau ini saksi, saya kira 6 bisa kita periksa sekaligus. 2 ahlinya juga bisa pada persidangan yang akan datang, ya.
51
Baik, kalau begitu, masih ada persidangan kembali untuk mendengarkan ahli dan saksi, sekaligus saja didatangkan. Untuk 136 dua orang saksi, dan 137 dua orang ahli dan empat orang saksi, ya. Sidang yang akan datang diselenggarakan Kamis, 28 April 2016 ada pukul 14.00 WIB untuk mendengar keterangan saksi dan ahli yang diajukan oleh Para Pemohon, nanti giliran berikutnya dari Pemerintah atau dari DPD kalau akan mengajukan ahli juga dipersilakan, ya. Baik, sebelum saya akhiri, terima kasih pada Pak Muqom dan Pak Nono yang telah memberikan keterangan. Idealnya setelah memberikan keterangan DPD dan DPR, itu sama juga dengan Pemerintah sebetulnya harus mengikuti persidangan ini secara terus sampai persidangan ini berakhir karena juga diharapkan bisa memberikan kesimpulan akhir dari apa yang terjadi dalam persidangan ini. Ya, tapi biasanya hanya diserahkan pada Pemerintah saja, padahal sebetulnya DPD juga berkepentingan, DPR juga berkepentingan. Kebetulan ini tadi kita juga ketemu Komisi II, kita minta DPR itu juga bisa mengikuti, tahu-tahu protesnya di mass media kalau sudah ada, tapi tidak pernah menghadiri persidangan ini dan kita juga enggak pernah mendengar sebetulnya apa yang dimaui oleh DPR, gitu. Ya, sehingga pada lain waktu kita bisa mendapat keterangan yang sangat lengkap, komprehensif, sehingga kita pun bisa memutus dengan sebaik-baiknya, selurus-lurusnya dan seadil-adilnya berdasarkan konstitusi Republik Indonesia. Baik, sekali lagi Prof. Ryaas, Pak Indra, Pak Christian, dan Pak Jalaluddin terima kasih telah memberikan keterangan di persidangan Mahkamah Konstitusi. 111. KUASA HUKUM SYAFRANI
PEMOHON
137/PUU-XIII/2015:
ANDI
137/PUU-XIII/2015:
ANDI
Yang Mulia? 112. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ada yang disampaikan? 113. KUASA HUKUM SYAFRANI
PEMOHON
Ya, Yang Mulia. Terkait dengan kehadiran DPD, kami dari Pemohon pada dasarnya sangat senang sekali karena ini juga harusnya bisa sampai ke DPD, akan tetapi ketika tadi poinnya yang disampaikan oleh DPD kami lihat ternyata berbeda dengan posisi kami, padahal kami berharap DPD sebagai utusan (...)
52
114. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, enggak. Yang itu hak DPD, enggak itu (...) 115. KUASA HUKUM SYAFRANI
PEMOHON
137/PUU-XIII/2015:
ANDI
Saya kira ini menjadi catatan juga buat kami untuk melihat kembali struktur DPD, apa hubungan yang mungkin kurang harmonis mungkin barangkali perlu dibangun, sehingga sama-sama (...) 116. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, saya kira itu enggak usah dikomentari. Nanti silakan saja di kesimpulan kalau Anda enggak anu (...) 117. KUASA HUKUM SYAFRANI
PEMOHON
137/PUU-XIII/2015:
ANDI
Ini titipan dari Prinsipal untuk disampaikan, biar penting. Terima kasih, Yang Mulia. 118. KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak itu, tapi DPD kan ikut membuat undang-undang ini, dilibatkan, jadi enggak ada masalah itu, ya. Semuanya jangan anu ... nanti Hakimnya enggak setuju dengan Anda, dikira Hakimnya enggak mendukung Anda, enggak boleh begitu dong. Ya, baik, terima kasih semua. Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.04 WIB Jakarta, 14 April 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004 Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
53