8
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Purse Seine Brandt (1984) mengatakan bahwa purse seine merupakan alat tangkap yang lebih efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang berada di sekitar permukaan air. Purse seine dibuat dengan dinding jaring yang lebih panjang, terkadang mendekati hingga kiloan meter dengan panjang jaring bagian bawah sama atau lebih panjang dari bagian atas. Dengan bentuk konstruksi jaring seperti ini, tidak ada kantong yang berbentuk permanen pada jaring purse seine. Karakteristik jaring purse seine terletak pada cincin yang terletak pada bagian bawah jaring. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1991), purse seine adalah sejenis alat tangkap yang terdiri dari jaring yang membentang antara tali ris atas yang dilengkapi sejumlah pelampung dan tali ris bawah yang dipasang gelang-gelang. Hubungan antara pelampung dan pemberatnya sangat erat agar jaring bisa membuka dan membentang dengan baik. Purse seine atau pukat cincin adalah suatu alat yang efektif untuk penangkapan jenis ikan pelagis yang gerombolannya besar. Subani dan Barus (1989) mengatakan bahwa alat tangkap purse seine banyak digunakan di Pantai Utara Jawa/ Jakarta, Cirebon, Batang, Pemalang, Tegal, Pekalongan, Juwana, Muncar, dan Pantai selatan seperti Cilacap dan Prigi. Alat tangkap purse seine ada yang menamakannya dengan ‘kursin’, jaring kolor, pukat cincin, janggutan dan jaring slerek. Pukat cincin dikenalkan di Pantai Utara Jawa sejak tahun 1970 an dan ternyata mengalami perkembangan yang pesat dibanding dengan alat tangkap yang lain. 2.1.1 Jenis-jenis purse seine Pada dasarnya dikatakan bahwa purse seine adalah alat yang digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang dekat dengan permukaan air dimana terdapat sebuah dinding jaring yang tergantung diantara “corck line” (ris atas) dan “lead line” (ris bawah). Kemudian disebutkan pula bahwa pada lead line tersebut digantungkan “purse”, dimana pada ring tersebut “purse line” (tali kolor)
9
yang fungsinya untuk mengerucutkan (menutup jaring bagian bawah). Namun, bentuk dari purse seine sendiri cukup banyak jenisnya (Martasuganda et al. 2004). Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), berdasarkan bentuk dan konstruksinya, purse seine dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu jaring yang berkantong, dan jaring yang tidak berkantong. Berdasarkan bentuk dasarnya purse seine dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : (1) Purse seine tipe Amerika dengan kapal tunggal (2) Purse seine tipe Jepang denggn kapal tunggal (3) Purse seine tipe Jepang dengan kapal ganda 2.1.2 Desain dan konstruksi purse seine Menurut Ayodhyoa (1981), secara garis besar jaring terdiri dari : (1) Kantong (bag) : bagian jaring tempat berkumpulnya ikan hasil tangkapan pada proses pengambilan ikan (brailling); (2) Corck line (floating line) : tali tempat menempelnya pelampung jaring; (3) Wing (tubuh jaring) : bagian keseluruhan jaring purse seine; (4) Lead line (sinker line) : tali tempat menempelnya pemberat; (5) Ring (cincin) : cincin tempat bergeraknya purse seine; (6) Bridle ring : tali pengikat cincin. Purse seine mempunyai ukuran yang relatif besar. Komponen alat tangkap purse seine terdiri dari jaring (webbing), pelampung, pemberat, serta dilengkapi dengan tali kolor (purse line) yang dilewatkan melalui cincin-cincin (rings) yang diikatkan pada bagian bawah jaring. Bahan jaring mendapat perhatian penting, hal ini dikarenakan agar jaring dapat membentang dengan baik serta dapat membentuk kantong sewaktu ditarik (Gunarso, 1988). Bahan jaring purse seine adalah nilon. Bahan ini dipilih karena memiliki keistimewaan, yaitu pintalan lebih kuat, penyerapan air kecil, resistance terhadap arus berkurang, tensil strength lebih besar dan ekonomisnya lebih tinggi (Sainsbury, 1996). Ukuran mata jaring disesuaikan dengan jenis ikan yang akan ditangkap. Semakin besar jenis ikan yang akan ditangkap semakin besar pula ukuran mata jaring yang digunakan. Purse seine memiliki ukuran mata jaring yang berbeda.
10
Ukuran mata jaring yang terbesar adalah pada bagian sayap, dan makin kearah kantong ukuran mata jaring semakin mengecil. Bahan pelampung terbuat dari plastik, sehingga daya apung yang didapat cukup besar. Selain itu plastik tidak menghisap air dan tidak cepat rusak, bahan pemberat adalah timah. Timah ini memiliki sifat daya tenggelam yang lebih besar, tidak mudah berkarat, dan tidak perlu membuka tali pemberat pada waktu operasi alat tangkap. Fungsi cincin adalah untuk tempat lewatnya tali kolor waktu ditarik agar bagian bawah jaring dapat terkumpul. Bahan cincin terbuat dari besi anti karat. Untuk mengumpulkan cincin atau bagian bawah, pada waktu operasi digunakan tali kolor, kemudian ditarik setelah jaring selesai dilingkarkan. Dengan terkumpulnya cincin maka bagian bawah jaring akan terkumpul menjadi satu dan jaring akan berbentuk seperti kantong. Tali kolor mempunyai ukuran yang terbesar diantara ukuran tali-tali yang lain. Hal ini dikarenakan tali kolor memerlukan kekuatan yang cukup besar bila dibandingkan dengan tali-tali yang lain ( Subani dan Barus, 1989). Didalam purse seine terdapat serampat (salvadge) yaitu bagian dari jaring yang lebih kuat dan berfungsi untuk memperkuat jaring akibat gesekan dari tarikan pada saat operasi. Serampat ada tiga bagian, yaitu yang menghubungkan antara jaring pokok dengan tali pelampung, jaring pokok dengan tali pemberat, dan yang menghubungkan tali samping dengan sayap ( Ditjen, 1991). 2.1.3 Metode pengoperasian purse seine Menurur Ditjen Perikanan (1991), cara pengoperasian alat tangkap purse seine adalah dengan melingkari dan menutupi bagian bawah jaring. Setelah jaring dilingkarkan dan tali kolor ditarik, maka alat ini membentuk kantong besar sehingga ikan-ikan yang terkurung didalamnya tidak dapat meloloskan diri. Alat tangkap purse seine biasanya dioperasikan di laut dalam dan tidak berkarang. Purse seine ada yang dioperasikan dengan sebuah kapal dan ada pula yang dioperasikan dengan dua buah kapal. Dalam pengoperasiannya kadangkadang dilengkapi dengan alat bantu berupa lampu atau rumpon yang berfungsi sebagai alat pengumpul ikan. Pengoperasian purse seine dapat dilakukan pada siang dan malam hari. Penangkapan yang dilakukan pada saat matahari terbit,
11
matahari terbenam, atau pada malam hari ternyata hasilnya akan lebih baik bila dibandingkan pada waktu lainnya (Ditjen Perikanan, 1991). Sainsburry (1996), mengemukakan bahwa pukat cincin termasuk alat tangkap yang produktif khususnya untuk menangkap ikan-ikan pelagis baik yang terdapat di perairan pantai maupun lepas pantai. Penangkapan ikan dengan menggunakan purse seine merupakan salah satu metode penangkapan yang paling agresif dan ditujukan untuk penangkapan gerombolan ikan pelagis. Alat tangkap ini dapat menangkap ikan dari segala ukuran mulai dari ikan-ikan kecil hingga ikan-ikan besar tergantung pada ukuran mata jaring yang digunakan. Semakin kecil ukuran mata jaring semakin banyak ikan-ikan kecil yang tertangkap karena tidak dapat meloloskan diri dari mata jaring. 2.2 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis merupakan kelompok ikan aktif. Keberadaannya dipengaruhi oleh beberapa faktor oseanografi dan lingkungan lainnya, antara lain : suhu, arus, kelimpahan klorofil dan salinitas. Besarnya pengaruh lingkungan terhadap keberadaan ikan ini, diperkirakan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ikan-ikan pelagis selalu bermigrasi dalam bentuk gerombolan (schooling) akibat memiliki kecenderungan yang sama terhadap kebutuhan kondisi perairan yang optimum. Ikan yang berukuran lebih besar memiliki kecepatan renang lebih cepat dibandingkan ikan yang kecil. Selain itu ikan-ikan pelagis merupakan ikan yang memiliki respon positif terhadap cahaya atau fototaksis positif karena itu dalam pengoperasinya, kapal purse seine menggunakan cahaya untuk mengumpulkan ikan-ikan tersebut. Ciri lainnya, ikan-ikan pelagis bila mengalami stres atau gangguan akan berusaha berenang ke bawah, dengan tingkah laku ini tingkat keberhasilan operasi purse seine tergantung pada kecepatan menarik tali selambar setelah jaring dilingkarkan sehingga kemungkinan untuk meloloskan diri (escape) akan lebih kecil (Wina, 2005). Ikan pelagis adalah ikan-ikan permukaan yang hidupnya sangat aktif di dekat permukaan laut. Ikan pelagis terdiri dari ikan pelagis besar yang hidup di perairan laut lepas (oceanis), sedangkan ikan pelagis kecil banyak terdapat di perairan pantai (neritic zone) sampai kedalaman 200 meter dari permukaan laut.
12
Ikan pelagis kecil yang memiliki arti penting bagi perikanan Indonesia antara lain adalah ikan layang (Decapterus sp), Selar (Selaroides spp), Teri (Stelophorus spp),
Japuh (Dussumeira spp), Tembang (Sardinella fimbriata), Lemuru
(Sardinella longiceps) dan ikan Kembung (Rastrelligerspp) (Ayodhyoa, 1981). 2.3 Model Surplus Produksi Tujuan penggunaan model surplus produksi adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum (EMSY atau Effort MSY), yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum lestari (Maksimum Sustainable Yield /MSY) tanpa mempengaruhi produktifitas stok secara jangka panjang. Model surplus produksi dapat diterapkan bila diketahui dengan baik tentang hasil tangkapan total berdasarkan spesies dan atau hasil tangkapan per unit upaya (Catch per Unit Effort / CPUE) per spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun. Upaya penangkapan harus mengalami perubahan substansial selama waktu yang dicakup (Sparre and Venema, 1999). Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah hasil tangkap terbanyak berimbang yang dapat dipertahankan sepanjang masa pada suatu intensitas penangkapan tertentu yang mengakibatkan biomassa sediaan ikan pada akhir suatu periode tertentu sama dengan sediaan biomassa pada permulaan periode tertentu tersebut. Maximum Sustainable Yield mencakup tiga hal penting : (1) Memaksimalkan kuantitas beberapa komponen perikanan, (2) Memastikan bahwa kuantitas-kuantitas tersebut dapat dipertahankan dari waktu ke waktu, (3) Besarnya hasil tangkapan adalah alat ukur yang layak untuk menunjukkan keadaan perikanan (Gulland, 1988). Model surplus produksi yang digunakan untuk menentukan MSY dan upaya penangkapan optimum ini menyangkut hubungan antara kelimpahan dari sediaan ikan sebagai massa yang uniform dan tidak berhubungan dengan komposisi dari sediaan seperti proporsi ikan tua atau besar. Kelebihan model surplus produksi ini adalah tidak banyak memerlukan data, yaitu hanya data hasil tangkapan dan upaya penangkapan atau hasil tangkapan per satuan upaya. Persyaratan untuk model surplus produksi adalah sebagai berikut (Gulland, 1983; Spare, and Venema 1989):
13
(1) Ketersediaan ikan pada tiap-tiap periode tidak mempengaruhi daya tangkap relatif, (2) Distribusi ikan menyebar merata, (3) Masing-masing alat tangkap menurut jenisnya mempunyai kemampuan tangkap yang seragam. Asumsi yang digunakan dalam model surplus produksi menurut Sparre dan Venema (1999) adalah : (1) Asumsi dalam keadaan equilibrium Pada keadaan equilibrium, produksi biomassa per satuan waktu adalah sama dengan jumlah ikan yang tertangkap (hasil tangkapan per satuan waktu) ditambah dengan ikan yang mati karena keadaan alam. (2) Asumsi Biologi Alasan biologi yang mendukung model surplus produksi telah dirumuskan dengan lengkap oleh Ricker (1975) sebagai berikut : 1) Menjelang densitas stok maksimum, efisiensi reproduksi berkurang, dan sering terjadi jumlah rekrut lebih sedikit daripada densitas yang lebih kecil . Pada kesempatan berikutnya , pengurangan dari stok akan meningkatkan rekruitmen. 2) Bila pasokan makanan terbatas, makanan kurang efisien dikonversikan menjadi daging oleh stok yang besar daripada oleh stok yang lebih kecil. Setiap ikan pada suatu stok yang masing-masing memperoleh makanan lebih sedikit, dengan demikian dalam fraksi yang lebih besar makanan hanya digunakan untuk mempertahankan hidup, dan dalam fraksi yang lebih kecil digunakan untuk pertumbuhan. 3) Pada suatu stok yang tidak pernah dilakukan penangkapan terdapat kecenderungan lebih banyak individu yang tua dibandingkan dengan stok yang telah dieksploitasi. (3) Asumsi terhadap koefisien kemampuan menangkap Pada model surplus produksi diasumsikan bahwa mortalitas penangkapan proporsional terhadap upaya. Namun demikian upaya ini tidak selamanya benar, sehingga kita harus memilih dengan benar upaya penangkapan yang benar-benar berhubungan langsung dengan mortalitas
14
penangkapan. Suatu alat tangkap (baik jenis maupun ukuran) yang dipilih adalah yang mempunyai hubungan linier dengan laju tangkapan. Pengukuran upaya penangkapan
di daerah
tropis lebih
rumit
dibandingkan dengan daerah temperate. Banyaknya jenis ikan dan ukuran alat tangkap yang mengusahakan suatu jenis ikan (multi gear) menyebabkan pembakuan suatu alat tangkap lebih rumit dan kompleks. 2.4 Model Bio-Ekonomi Model produksi hanya dapat mengetahui potensi produksi sumberdaya perikanan dan tingkat produksi maksimumnya. Model tersebut belum mampu menunjukkan potensi industri penangkapan ikan dan belum dapat menentukan tingkat pengusahaan yang maksimum bagi masyarakat. Kondisi perikanan bebas tangkap (open access fishery) adalah merupakan suatu kondisi dimana setiap orang dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu wilayah perairan tanpa adanya pembatasan. Pada kondisi perikanan seperti ini apabila tidak terkontrol maka akan mengakibatkan terjadinya over fishing, dimana faktor input dari perikanan telah digunakan melebihi kapasitasnya untuk memanen stok ikan. Keadaan seperti ini akan menyebabkan tingkat upaya tangkap ikan akan meningkat hingga tercapai keseimbangan dimana tidak lagi diperoleh keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut (Gordon 1954, diacu dalam Wiyono, 2001). Menurut Clark (1985) untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan di suatu wilayah perairan, maka konsep yang harus dikembangkan adalah konsep kepemilikan tunggal (single owner concept) yang menganggap stok sumberdaya perikanan di suatu wilayah perairan sebagai modal (asset) oleh pihak pemilik tunggal, yakni pemerintah daerah. Pemilik tunggal mempunyai tujuan untuk memaksimumkan keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya ikan pada jangka panjang. Titik pada saat keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan sama dengan nol (п = 0) disebut titik open acces equilibrium (keseimbangan bionomi). Model bio-ekonomi merupakan hasil penggabungan dari model biologi dan ekonomi. Biasanya model bio-ekonomi penangkapan ikan berdasarkan pada
15
model biologi Schaefer (1957) dan model ekonomi
dari Gordon (1954).
Persamaan tersebut dinamakan model Gordon-Schaefer. Asumsi dasar yang digunakan dalam model ini adalah permintaan ikan hasil tangkapan dan penawaran upaya penangkapan adalah elastis sempurna (Gordon 1954 diacu dalam Wiyono 2001). Harga ikan (p) dan biaya marginal dari ikan hasil tangkapan bagi masyarakat dan biaya sosial marginal upaya penangkapan. 2.5 Analisis Investasi Investasi adalah usaha menanamkan faktor-faktor produksi langka dalam proyek tertentu, baik yang bersifat baru sama sekali atau perluasan proyek. Tujuan utamanya yaitu memperoleh manfaat keuangan dan atau non keuangan yang layak di kemudian hari. Investasi dapat dilakukan oleh orang perorangan, perusahaan swasta maupun badan-badan pemerintah (Sutojo, 2000). Pada prinsipnya analisis investasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, tergantung pihak yang berkepentingan langsung dalam proyek yaitu : (1) Analisis finansial, dapat dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam proyek adalah individu atau kelompok individu yang bertindak sebagai investor dalam proyek. Dalam hal ini maka kelayakan proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima investor tersebut. (2) Analisis ekonomi, dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam proyek adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini, maka kelayakan suatu proyek dapat dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima oleh masyarakat (Kadariah, 1978). Analisis finansial penting artinya dalam memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang turut serta dalam suatu proyek, sebab tidak ada gunanya untuk melaksanakan suatu proyek misalnya proyek perikanan, yang menguntungkan dari sudut perekonomian secara keseluruhan, jika nelayan yang menjalankan aktifitas produksi tidak bertambah baik keadaannya. Pada analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total, atau produktifitas atau keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan, tanpa
16
melihat pihak mana yang menyediakan sumber-sumber tesebut dan pihak mana dalam masyarakat yang menerima hasil dari proyek tersebut. Bagi para pengambil keputusan, yang penting ialah mengarahkan penggunaan sumber-sumber yang langka
kepada proyek-proyek yang dapat
memberikan hasil yang paling banyak untuk perekonomian sebagai keseluruhan, yaitu yang menghasilkan social return atau economic return yang paling tinggi. Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek telah dikembangkan berbagai indeks. Indeks-indeks tersebut disebut Investment criteria (Kadariah, 1978). Hakekat dari semua kriteria tersebut adalah mengukur hubungan antara
manfaat dan biaya dari proyek. Setiap kriteria
mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga dalam menilai kelayakan proyek, sering digunakan lebih dari satu kriteria. Dari beberapa kriteria yang ada diantaranya adalah net present value (NPV), internal rate of return (IRR) dan net benefit-cost ratio (Net B/C). ketiga kriteria tersebut digunakan untuk menentukan diterima tidaknya suatu usulan proyek dengan tingkat keuntungan masing-masing. (1) Net Present Value (NPV) Metode NPV digunakan untuk memenuhi nilai net cash flow pada masa yang akan datang, yang kemudian dikalibrasi menjadi nilai sekarang dengan menggunakan tingkat bunga tertentu dan dikurangi dengan investasi awal (Djamin, 1984). (2) Internal Rate of Return (IRR) IRR merupakan tingkat bunga (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. Besarnya nilai IRR tidak ditentukan secara langsung, untuk menentukan berapa tepatnya tingkat bunga tersebut adalah dengan menggunakan metode coba-coba (trial and error) melalui interpolasi, yakni dengan menyisipkan tingkat bunga diantara tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif dan tingkat bunga yang menghasilkan bunga negatif. IRR juga dianggap sebagai tingkat keuntungan investasi bersih dalam suatu proyek, asal setiap benefit bersih yang didapat tiap periode ditanam kembali pada periode berikutnya (Kadariah 1978).
17
(3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Metode Net B/C adalah angka perbandingan antara jumlah present value positive (sebagai pembilang) dengan present value negatif (sebagai penyebut). Kriteria ini menggambarkan seberapa besar bagian biaya proyek yang setiap tahunnya tidak dapat tertutup oleh manfaat proyek. Selain ketiga kriteria tersebut, ada dua kriteria tambahan untuk mengukur kelayakan investasi yaitu payback period dan profitability
ratio.
Payback period digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengembalian modal dari hasil keuntungan usaha, sedangkan profitability ratio (PR) yaitu membandingkan present value dari net benefit
(benefit dikurangi biaya
operasional) dengan present value modal atau investasi (capital). Kriteria ini digunakan untuk usaha dengan dana yang terbatas, sehingga harus digunakan seefisien mungkin. Oleh karenanya diperlukan gambaran mengenai present value dari setiap unit pengeluaran modal. 2.6 Optimisasi Model optimasi sering dipergunakan dalam perancangan dan operasi sistem untuk memperoleh hasil optimum. Di dalam analisis sistem, masalah pengalokasian sumberdaya yang terbatas untuk mencapai hasil optimum sering mendapat perhatian utama. Model optimasi merupakan bagian dari teknik-teknik penelitian operasional telah banyak diterapkan dalam disiplin teknik industri serta merupakan alat analisis utama dalam pengkajian sistem industri. Pada dasanya teknik
industri
menyelesaikan
masalah-masalah
yang
berkaitan
dengan
manajemen sistem terintegrasi dari orang, material, peralatan dan lainnya. Untuk menyelesaikan masalah agar memeproleh hasil yang optimum
maka
digunakanlah teknik optimasi (Gasperz, 1992). Pada dasarnya optimasi adalah suatu proses pencarian hasil terbaik. Dalam analisis sistem, proses ini diterapkan terhadap setiap alternatif yang dipertimbangkan,
kemudian
dari
hasil-hasil
itu
dipilih
alternatif
yang
menghasilkan keadaan terbaik (Gasperz, 1992). Kadarsan (1984) menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, suatu usaha perikanan laut harus memiliki faktor produksi yang
18
cukup dan kombinasi yang tepat. Keterbatasan sumberdaya menyebabkan diperlukannya pengaturan atau alokasi sumberdaya agar dapat mencapai keseluruhan atau sebagaian tujuan yang diinginkan. Teknik optimasi sering digunakan dalam mengatasi masalah keterbatasan sumberdaya tersebut. Optimisasi adalah suatu kata kerja yang berarti menghitung atau mencari titik optimum. Kata benda optimisasi merupakan peristiwa atau kejadian proses optimisasi. Jadi teori optimisasi mencakup studi kuantitatif tentang titik optimum dan cara-cara mencarinya (Haluan, 1985). Menurut Beveridge dan Schiter (1970), optimisasi adalah kemampuan proses untuk mendapatkan gugus kondisi yang diperlukan dalam mencapai hasil terbaik dari situasi tertentu.
Pada dasarnya optimisasi adalah suatu proses
pencarian hasil terbaik. Dalam analisis sistem, proses ini diterapkan terhadap setiap alternatif yang dipertimbangkan kemudian dari hasil-hasil itu dipilih alternatif yang menghasilkan keadaan terbaik (Gasperz, 1992). Persoalan optimisasi dapat berbentuk maksimisasi atau minimisasi. Pada umumnya orang mengharapkan kebaikan sebanyak-banyaknya dan keburukan sedikit-dikitnya atau minimum. Keadaan seperti inilah yang disebut optimum. Dalam proses optimisasi terlebih dahulu harus dilakukan pemilihan ukuran kuantitatif dan efektifitas suatu persoalan. Oleh karena itu pengetahuan mengenai sistem yang berlaku menyangkut aspek fisik maupun ekonomi merupakan suatu keharusan (Wina, 2005). 2.7 Program Optimisasi 2.7.1 Linear programming Dalam perancangan dan operasi sistem, keterbatasan faktor ekonomik dan faktor fisik seringkali ada dimana hal ini akan membatasi optimasi sistem global. Keterbatasan itu muncul karena beragam alasan dan secara umum tidak dapat dihilangkan oleh pembuat keputusan. Berdasarkan kenyataan tersebut maka dicarilah model optimasi yang salah satunya adalah linear programming. Linear programming ialah salah satu teknik dari riset operasi untuk memecahkan persoalan optimisasi (maksimisasi atau minimisasi) dengan menggunakan persamaan dan ketidaksamaan linier dalam rangka untuk mencari
19
pemecahan yang optimum dengan mencari pembatasan-pembatasan yang ada (Supranto, 1988). Menurut Soekartawi (1995), linear programming (LP) adalah suatu metode programasi yang variabelnya disusun dengan persamaan linear. Linear programming itu sendiri sebenarnya merupakan metode perhitungan
untuk
perencanaan terbaik diantara kemungkinan-kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan. Penentuan rencana terbaik tersebut terdapat banyak alternatif dalam perencanaan untuk mencapai tujuan spesifik pada sumberdaya yang terbatas. Linear programming adalah suatu teknik analisis dari kelompok teknik riset operasi yang memakai model matematika. Tujuannya dalah untuk mencari, memilih, dan menentukan alternatif yang terbaik diantara beberapa alternatif yang memungkinkan. Program ini dikatakan linear karena peubah-peubah yang membentuk model ini dianggap linear. Linear programming pada hakekatnya merupakan suatu teknik perencanaan yang bersifat analitis dengan tujuan menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan masalah, kemudian dipilih mana yang terbaik diantaranya dalam menyusun strategi dan langkah-langkah kebijakan lebih lanjut tentang alokasinya dan dana yang terbatas guna mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan secara optimal (Agrawal dan Heady 1972). Persoalan programming pada dasarnya berkaitan dengan penentuan alokasi yang optimal dari sumber-sumber yang langka untuk memenuhi suatu tujuan. Persoalan linear programming adalah suatu persoalan untuk menentukan besarnya masing-masing nilai variabel sedemikian rupa sehingga nilai fungsi tujuan
(objective function) yang linear menjadi optimum (maksimum atau
minimum) dengan memperlihatkan batasan-batasan yang ada (Supranto 1988). Menurut Supranto (1988), agar suatu persoalan dapa dipecahkan dengan teknik linear programming harus
memenuhi syarat
berikut : (1) harus dapat
dirumuskan secara matematis; (2) harus jelas fungsi objektif yang linear yang harus dibuat optimum; (3) pembatasan-pembatasan harus dinyatakan dalam ketidaksamaan yang linear. Adapun kelebihan-kelebihan dari linear programming ini antara lain sebagai berikut : (1) Mudah dilaksanakan, apalagi bila menggunakan alat bantu komputer.
20
(2) Dapat menggunakan banyak variabel, sehingga berbagai kemungkinan untuk meperoleh pemanfaatan sumberdaya yang optimum dapat dicapai. (3) Fungsi tujuan (objective function) dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan penelitian atau berdasarkan data yang tersedia. Misalnya bila ingin meminimumkan biaya atau memaksimumkan keuntungan dengan data yang terbatas. Sedangkan kelemahannya adalah bila alat bantu komputer tidak tersedia, maka cara linear programming yang menggunakan banyak variabel akan menyulitkan analisisnya dan bahkan tidak mungkin dikerjakan dengan cara manual saja. Kelemahan lainnya adalah pada penggunaan asumsi linearitas, karena di dalam kenyataan yang sebenarnya kadang-kadang asumsi ini tidak sesuai (Soekartawi, 1995). 2.7.2 Linear goal programming (LGP) LGP merupakan pengembangan metode linear programming (LP) yang diperkenalkan oleh Charnes dan Cooper pada awal tahun enam puluhan. Perbedaan utama antara LGP dan LP terletak pada struktur dan penggunaan fungsi tujuan. Pada LP fungsi tujuannya mengandung satu tujuan, sementara dalam LGP semua tujuan baik satu atau beberapa digabungkan dalam sebuah fungsi tujuan. Ini dapat dilakukan dengan mengekspresikan tujuan itu dalam bentuk sebuah kendala ( goal constraint), memasukkan suatu variabel simpangan (deviational variable) dalam kendala itu untuk mencerminkan seberapa jauh tujuan itu dicapai, dan menggabungkan variabel simpangan dalam fungsi tujuan. Pada LP tujuannya bisa maksimisasi atau minimisasi, sementara dalam LGP tujuannya tujuan
adalah meminimumkan penyimpangan-penyimpangan dari tujuan-
tertentu. Ini berarti semua masalah LGP adalah masalah minimisasi
(Mulyono, 1991). Selanjutnya Mulyono (1991) mengatakan, karena penyimpanganpenyimpangan dari tujuan itu diminimumkan, sebuah model LGP dapat menangani aneka ragam tujuan dengan dimensi atau satuan ukuran yang berbeda. Pada model LGP tidak ditemukan variabel keputusan pada fungsi tujuan. Kita masih mencari, seperti yang dilakukan model LP xj yang tidak diketahui, tetapi akan melakukannya secara tidak langsung melalui minimisasi simpangan
21
negatif dan positif dari nilai right hand side values (RHS) dengan kendala tujuan. LP mencari nilai solusi xj secara langsung melalui minimisasi penyimpanganpenyimpangan dari nilai RHS-nya. Nilai right hand side values (RHS) adalah nilai yang berada pada sisi kanan yaitu nilai-nilai yang biasanya menunjukkan ketersediaan sumberdaya
yang akan ditentukan kekurangan atau kelebihan
penggunaannya. Ada enam jenis kendala tujuan yang berlainan. Maksud setiap jenis kendala ditentukan oleh hubungannya dengan fungsi tujuan. Setiap jenis kendala tujuan harus mempunyai satu atau dua variabel simpangan yang ditempatkan pada fungsi tujuan. Dimungkinkan pula adanya kendala-kendala yang tidak memiliki variabel simpangan. Kendala-kendala ini sama seperti persamaan linear. Seperti dalam LP, variabel-variabel model LGP biasanya bernilai lebih besar atau sama dengan nol. Semua model LGP terdiri dari variabel simpangan dan variabel keputusan sehingga pernyataan non negatif dilambangkan sebagai; xj, di-, di+ ≥ 0. Disamping ketiga komponen yang telah disebutkan di atas, dalam model yang lain berupa kendala struktural artinya kendala-kendala lingkungan yang tidak berhubungan langsung dengan tujuan-tujuan masalah yang dipelajari. Variabel simpangan tidak dimasukkan di dalam kendala ini, karena itu tidak diikutsertakan dalam fungsi tujuan.