Diplomasi APEC BDF BERPERAN DALAM PROSES PERUBAHAN DAN REFORMASI. lanjutkan Reformasi. No. 71. Tahun VI TABLOID INDONESIA 2013 ISSN

Diplomasi TABLOID

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia

Media Komunikasi dan Interaksi

No. 71

Tahun VI

Tgl. 15 DESEMBER 2013 - 14 januari 2014

www.tabloiddiplomasi.org Email: [email protected]

sinergi dan Transformasi Bali Democracy Forum (bdf) Di Kawasan

Sumbangan BDF Bagi Arsitektur Demokrasi Di Kawasan

lanjutkan Reformasi Struktural

BDF BERPERAN DALAM PROSES PERUBAHAN DAN REFORMASI ISSN 1978-9173 www.tabloiddiplomasi.org

APEC INDONESIA 2013

9

771978 917386

Diplomasi TABLOID

Daftar Isi


4 Fokus Utama

14 Fokus

BDF Berkembang Dan Bersinergi Dengan Proses Transformasi

Selayang Pandang bali Democracy Forum

Di Kawasan

6 Fokus Utama

16 Sorot

BDF berperan Dalam proses Perubahan dan Reformasi

Demokrasi Indonesia Diapresiasi

7 Fokus Utama

17 Sorot


Bali Democracy Forum (bdf) Produk yang Laris Manis

8 Fokus Utama

18 Lensa

BDF Memberikan Nilai Tambah Dalam Mempromosikan

JajaKi Berbagai Kerja Sama

Demokrasi

Hubungan ASEAN-Rusia Semakin Erat

9 Fokus Utama

19 Lensa

Fiji Merasakan Manfaat BDF

BDF Dalam Kerangka Arsitektur Regional

20 Lensa

10 Fokus

Tingkatkan Kerja Sama Antar Kawasan, Menlu RI Hadiri

BDF Membuktikan Kepemimpinan Indonesia Di Kawasan

ASEAN-GCC Ketiga

11 Fokus

21 Lensa BDF V : Platform Strategis Untuk Kemitraan Dalam

KILAS BALIK BALI DEMOCRACY FORUM

Mempromosikan Demokrasi

23

LENSA

21

Diplomatic Tour 2013 Duta Besar Negara Sahabat Kunjungi Sentra Industri dan Pariwisata Di Sumatera Barat

LENSA

Ulang Tahun Kelima

BDF

PELINDUNG Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik

Catatan Redaksi

Firdaus

Menutup tahun 2013, Indonesia menggelar pertemuan akbar Bali Democracy Forum VI pada tanggal 6-7 Nopember 2013 lalu. Sejak diluncurkan pada tahun 2008, masyarakat internasional menyaksikan bahwa Bali Democracy Forum (BDF) terus berkembang maju sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa BDF telah mendapatkan tempat khusus dalam kerangka arsitektur regional, khususnya bagi suatu Forum yang berfokus pada pemajuan dan pemantapan demokrasi. BDF mampu memberikan nilai tambah demokrasi kepada negara-negara pesertanya melalui kesempatan berbagi dan bertukar pandangan serta pengalaman dalam mempromosikan praktek-praktek terbaik dalam berdemokrasi. Sebagai penggagas, Indonesia senantiasa berkeyakinan bahwa BDF harus tetap bersifat inklusif, karena inilah salah satu faktor yang menunjang keberhasilan BDF dan menjadi bukti adanya kesamaan minat dari negara-negara di kawasan bagi upaya bersama untuk memperkuat nilai-nilai demokrasi dan institusinya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka sebagai edisi penutup tahun ini, Tabloid Diplomasi edisi Desember 2013 menempatkan BDF sebagai topik utama. Pada edisi ini tidak hanya ditampilkan mengenai penyelenggaraan BDF VI, melainkan juga seputar penyelenggaraan BDF I hingga BDF VI, serta Institute for Peace and Democracy (IPD) sebagai lembaga implementasi dari BDF yang telah menyelengarakan berbagai kegiatan sebagai tindak lanjut dari capaian BDF, berupa Updates on Indonesian Election, Election Visiting Programs, Workshop dan Pelatihan. Tema yang diangkat dalam setiap penyelenggaraan BDF, mulai dari BDFI hingga BDF VI masing-masing memiliki keterkaitan dan sangat relevan dengan situasi dan kondisi saat itu. Pada BDF I tema yang diangkat adalah Building and

Consolidating Democracy: A Strategic Agenda for Asia. Sedangkan BDF II mengangkat tema Promoting Synergi Between Democracy and Development in Asia : Prospect for Regional Cooperation. Sementara tema dari BDF III adalah Democracy and the Promotion of Peace and Stability. BDF IV bertemakan Enhancing Democratic Participation in a Changing World: Responding to Democratic Voices. BDF V bertemakan Advancing Democratic Principles at the Global Setting: How Democratic Global Governance Contributes to International Peace and Security, Economic Development and Effective Enjoyment of Human Rights. Sedangkan tema yang diangkat pada BDF V I adalah Consolidating Democracy in a Pluralistic Society. Jadi semua tema BDF senantiasa menyesuaikan diri dengan kebutuhan pemajuan demokrasi di kawasan. Pemajuan demokrasi adalah bagian penting didalam mencapai demokrasi yang ideal. Topik lainnya adalah pertemuan Pejabat Tinggi negara anggota ASEAN dan Rusia ke-10 di Malaysia dalam rangka menjajagi berbagai bentuk kerjasama yang bisa dilakukan antara ASEAN dan Rusia; Pertemuan ke-3 ASEAN-Gulf Cooperation Council (GCC) di Bahrain dalam rangka diskusi dan bertukar pandangan mengenai berbagai upaya penguatan kerjasama antara kedua kawasan serta isu-isu strategis regional dan global yang menjadi perhatian dan kepentingan bersama. Sementara itu, kunjungan Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte ke Indonesia menjadi topik penutup Tabloid Diplomasi kali ini. Selain bertemu dengan Presiden RI Dr. Susilo Bambang Yudhoyono, PM Mark Rutte juga menghadiri pertemuan business forum dan round table, termasuk Infrastructure Forum Indonesia-Belanda ke-2. Selamat membaca,

”Sejak BDF lahir di tahun 2008, Indonesia menjadi penggerak bagi forum regional pemerintah pada tingkat Menteri luar negeri dengan 54 negara Asia Pasifik sebagai peserta dan 80 negara dari wilayah lainnya. BDF sendiri bertujuan mempromosikan nilainilai demokrasi, membangun arsitektur demokrasi di kawasan melalui dialog, saling pengertian dan penghargaan di antara sesama bangsa”.

duta besar a.m. fachir Direktur Jenderal informasi dan diplomasi publik kemlu ri

PENANGGUNG JAWAB/PEMIMPIN REDAKSI Direktur Diplomasi Publik Direktur Informasi dan Media Sekretaris Direktorat Jenderal IDP REDAKTUR PELAKSANA Firdaus DEWAN REDAKSI Siuaji Raja Eni Hartati S. Ari Wardhana Azis Nurwahyudi Aji Setiawan Triyogo Jatmiko STAF REDAKSI Ainan Nuran Shirley Malinton Evan Pujonggo A.R. Aji Nasution Khariri Cahyono PENANGGUNG JAWAB DISTRIBUSI Tubagus Riefhan IqbaI Muji Lastari TATA LETAK DAN ARTISTIK Tsabit Latief Anggita Gumilar PENANGGUNG JAWAB WEBSITE Kistono Wahono Yulianto Alamat Redaksi Direktorat Diplomasi Publik, Lt. 12 Kementerian Luar Negeri RI Jl. Taman Pejambon No.6 Jakarta Pusat Telp. 021- 68663162, 3863708, Fax : 021- 29095331, 385 8035 Tabloid Diplomasi dapat didownload di http://www.tabloiddiplomasi.org Email : [email protected] Diterbitkan oleh Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri R.I.

Wartawan Tabloid Diplomasi tidak diperkenankan menerima dana atau meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber, wartawan Tabloid Diplomasi dilengkapi kartu pengenal atau surat keterangan tugas. Apabila ada pihak mencurigakan sehubungan dengan aktivitas kewartawanan Tabloid Diplomasi, segera hubungi redaksi.

Bagi anda yang ingin mengirim tulisan atau menyampaikan tanggapan, informasi, kritik dan saran, silahkan kirim email: [email protected]

FOKUS UTAMA

No. 71 Tahun VI

4

15 desember 2013 - 14 JANUARI 2014

Diplomasi TABLOID


BDF Berkembang Dan Bersinergi Dengan Proses Transformasi Di Kawasan

B

ali Democracy Forum VI (BDF VI) diselenggarakan pada tanggal 7 - 8 November 2013 di Bali, Indonesia. Forum ini dihadiri oleh perwakilan dari 87 negara peserta dan peninjau serta delapan organisasi internasional. Forum juga dihadiri oleh Presiden RI Dr. Susilo Bambang Yudhoyono, Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, dan Perdana Menteri Timor - Leste Xanana Gusmao. Dalam laporannya, Menteri Luar Negeri RI Dr R.M. Marty M. Natalegawa, mengatakan bahwa sejak didirikan pada tahun 2008, BDF telah berkembang dengan bersinergi dengan proses transformasi di kawasan. Transformasi ini melengkapi gerakan ASEAN dalam mencapai Komunitas ASEAN, khususnya Komunitas Keamanan dan Politik. Menlu Marty M. Natalegawa juga menyampaikan updates kepada delegasi peserta BDF VI mengenai

kegiatan yang dilakukan oleh Institute for Peace and Democracy (IPD) sebagai lembaga pelaksana dari BDF, termasuk pelaksanaan berbagai dialog, lokakarya, dan programprogram pelatihan. Bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi dan lembaga-lembaga lainnya di kawasan Asia-Pasifik dan sekitarnya, IPD telah melakukan Election Visit Programs, kuliah umum, dan diskursus akademis untuk mempromosikan demokrasi dan good governance, serta memprakarsai Asia-Pacific Political Leadership Program yang melibatkan para pemimpin politik muda di lebih dari 15 negara. Menlu Marty Natalegawa menyoroti upaya IPD dalam mendukung transisi demokrasi di Myanmar dengan mengadakan workshop yang melibatkan masyarakat sipil dan pejabat pemerintah, pelaksanaan Indonesia-Myanmar Workshop mengenai Kepemimpinan dan Reformasi Partai Politik. Menlu

menyampaikan bahwa 60 peserta workshop tersebut turut hadir di BDF VI ini. Di samping itu, IPD juga telah menyelenggarakan programprogram untuk para peserta dari negara-negara seperti Mesir dan Tunisia dalam menanggapi aspirasi rakyat untuk demokrasi di negaranegara tersebut. Dalam pidato pembukaannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebutkan bahwa tema BDF VI tahun ini adalah, “Konsolidasi Demokrasi dalam Masyarakat Majemuk “ (Consolidating Democracy in a Pluralistic Society) dan mengatakan bahwa keragaman dan pluralisme adalah fitur umum dari demokrasi, baik itu dalam hal budaya, etnis atau sosial-ekonomi. Presiden SBY mencontohkan kebutuhan untuk menguraikan bagaimana mengatasi tantangan guna memastikan demokrasi bekerja secara inklusif dan mengakomodasi berbagai kepentingan dan bahkan perdebatan. Berdasarkan pengalaman Indonesia, Presiden SBY mengungkapkan empat poin penting dalam konsolidasi demokrasi. Pertama, hak konstitusional semua warga negara harus dijamin. Kedua, supremasi hukum harus selalu ditegakkan. Ketiga, partisipasi masyarakat harus dipromosikan dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Keempat, interaksi antar - komunal lebih lanjut harus dipromosikan untuk meningkatkan saling pengertian, toleransi dan kohesi sosial. Presiden SBY menyebutkan bahwa sistem multipartai di Indonesia telah memungkinkan masyarakat untuk menyalurkan ide-ide dan kepentingan mereka yang beragam dalam partisipasi politik yang positif. Presiden SBY juga mendesak para peserta BDF VI untuk membawa nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan mereka dan terus mempromosikan prinsip-prinsip inklusivitas dan partisipasi masyarakat, seperti toleransi, saling menghormati dan goodwill. Sultan Hassanal Bolkiah menyoroti tentang pertumbuhan demokrasi di kawasan ASEAN. Sultan menunjukkan bahwa interaksi

antara negara-negara anggota ASEAN menekankan pada dialog, kepercayaan diri dan membangun konsensus di lingkungan yang demokratis. Lebih lanjut Sultan mengatakan bahwa terlepas dari berbagai tahapan pembangunan ekonomi dan sistem politik anggotanya, ASEAN telah mengakomodasi kebutuhan dan kapasitas anggotanya yang berbeda ketika mereka bergerak menuju pembentukan Komunitas ASEAN. Sementara itu, Perdana Menteri Xanana Gusmao mengatakan bahwa tantangan terbesar bagi masyarakat majemuk adalah bagaimana mengkonsolidasikan demokrasi. Konsolidasi ini membutuhkan pendekatan dua arah. Pertama, aspek politik konsolidasi negara sehingga lembaga pemerintah menanggapi keinginan rakyat dan memberikan jalan bagi partisipasi masyarakat. Kedua, aspek kohesi sosial dan ekonomi nasional yang tumbuh dari budaya toleransi, dialog, dan ketulusan dalam mengejar pembangunan dan kemakmuran. Perdana Menteri Xanana juga menyoroti kebutuhan untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dan nilai-nilai hubungan antarnegara, di mana dalam sistem global saat ini, termasuk di bidang keuangan, perdagangan dan politik, terus meminggirkan banyak negara berkembang dan kurang berkembang. Sesi Debat Umum dipimpin bersama oleh Menteri Luar Negeri RI, Dr. Marty Natalegawa, Menteri Negara dan Kerjasama Luar Negeri RDTL, Jose Luis Guterres, dan Menteri Kehakiman Selandia Baru, Chester Borrows. Sementara itu, dalam rangka mengelaborasi pandangan dan pengalaman masingmasing dalam demokrasi, para Kepala Delegasi menyoroti poin-poin kunci berikut ini: Demokrasi adalah proses berkelanjutan yang beradaptasi dengan perubahan dalam masyarakat melalui proses keterlibatan secara konstan dan konstruktif dari warga sipil dan masyarakat dalam pemerintahan negara. Selain itu, konsolidasi demokrasi yang inklusif dan dinamis membutuhkan kehadiran

5


No. 71 Tahun VI

Diplomasi TABLOID

FOKUS utama


dan penguatan lembaga-lembaga demokratis yang memungkinkan demokrasi untuk tumbuh dan bertahan lama. Ini termasuk pemerintahan yang akuntabel, pers yang bebas, supremasi hukum, persamaan hak bagi pria dan wanita, kapabilitas parlemen, partai politik yang bertanggung jawab, lembaga Pemilu yang efektif, dan kondisi dimana hak asasi manusia seperti kebebasan berekspresi dan berkumpul dapat berkembang. Meskipun tantangan seperti krisis ekonomi selalu hadir dan dapat membahayakan demokrasi, namun sejarah telah menunjukkan bahwa perkembangan karakteristik demokrasi memberikan keuntungan komparatif bagi negara-negara untuk menyesuaikan diri dalam mengatasi krisis ekonomi, karena itu tidak ada alasan bahwa tantangan tersebut membuat hilangnya kepercayaan terhadap demokrasi. Ada hubungan yang kuat antara promosi demokrasi dengan perdamaian dan stabilitas. Ketika berbagai permainan sosio-politik meningkat, maka perdamaian bisa terganggu dan menantang lembaga-lembaga demokrasi. Beberapa demokrasi bisa goyah di bawah tekanan konflik sosial yang timbul dari segregasi dan diskriminasi. Oleh karena itu, keberhasilan dalam konsolidasi demokrasi tergantung pada bagaimana kita bekerja untuk membina harmoni sosial dalam masyarakat pluralistik, dan bagaimana kita menjamin hak dan kepentingan kelompok yang berbeda. Membangun masyarakat yang harmonis dapat dicapai dengan memecahkan kontradiksi dengan cara persuasi, pendidikan, dan menyediakan mekanisme resolusi konflik yang efektif. Demokrasi bersifat universal, mudah beradaptasi dan kompatibel dengan nilai-nilai lokal. Harus diakui bahwa setiap negara memiliki keunikan tersendiri dengan budaya dan sejarah yang spesifik. Oleh karena itu, demokrasi yang berbeda berkembang dengan kecepatan yang berbeda. Tidak ada model tunggal bagi demokrasi, karena itu semua negara harus menghormati sistem demokrasi satu negara dan lainnya. Mengintegrasikan nilai-nilai universal demokrasi dengan realitas nasional masing-masing negara sangat penting untuk konsolidasi demokrasi dalam masyarakat yang majemuk. Jika kita memperkuat lembaga-lembaga demokrasi dan memegang secara teguh prinsipprinsip dasar demokrasi dengan mendengarkan suara-suara dari masyarakat, demokrasi dapat tum-

buh subur. Harus difahami bahwa tidak mungkin kita mengelola keragaman kecuali dengan menghormati hak-hak kelompok minoritas. Penghormatan terhadap hak asasi manusia, kebebasan fundamental dan supremasi hukum sangat penting untuk demokrasi. Kebebasan dan martabat semua warga negara adalah salah satu fondasi dasar demokrasi. Oleh karena itu, ada hubungan yang penting antara aturan hukum dan keberlanjutan praktek demokrasi. Demokrasi tidak dapat dipisahkan dari good governance. Proses demokrasi harus dimulai dengan inklusivitas dan memastikan partisipasi yang sama dari semua, terutama mereka yang terpinggirkan dan rentan. Semua orang termasuk minoritas dan kelompok rentan seperti perempuan, orang cacat dan lanjut usia - harus bisa menikmati kebebasan berekspresi dan hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Sistem politik harus disesuaikan dengan menjaga kepentingan kelompok minoritas, termasuk perempuan dan pemuda, untuk memastikan keterwakilan mereka yang memadai. Pelatihan yang efektif terkait hak untuk memilih penting untuk partisipasi penuh masyarakat yang bebas dan demokratis. Pemilihan umum yang bebas dan adil harus diadakan secara teratur. Demokrasi mempromosikan moderasi, toleransi, dan persahabatan untuk hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat majemuk. Keanekaragaman tidak harus dilihat sebagai ancaman terhadap integritas bangsa, sebaliknya hal itu harus dihargai dan dirayakan. Ada pengakuan yang berkembang terhadap media sosial sebagai alat kontemporer yang penting untuk mempromosikan keterbukaan dan partisipasi dalam masyarakat yang demokratis. Dalam era digital, media sosial memainkan peran penting dalam konsolidasi demokrasi melalui kekuatannya untuk menghubungkan masyarakat dan memungkinkan mereka untuk menahan perhitungan pemerintah. Sosial media ini memberdayakan masyarakat, memberikan suara kepada setiap orang, menyediakan akses alternatif dan informal dalam proses pengambilan keputusan, dan memungkinkan pandangan yang berbeda untuk disampaikan kepada khalayak global. Kerjasama internasional memainkan peran penting dalam mendukung proses konsolidasi demokrasi di negara-negara yang

mengalami transisi politik. Di sebuah negara dengan sistem multipartai, salah satu tantangan yang dihadapi oleh demokrasi adalah politik uang di mana kedaulatan rakyat dibajak oleh kekuatan uang. Membangun lembaga-lembaga demokrasi yang kuat sangat penting untuk konsolidasi demokrasi, terutama terkait dengan sistem checks and balances antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pada sesi interaktif “Conducting Free and Fair Elections”, Menteri Luar Negeri Azerbaijan, Elmar Mammadyarov dan Menteri Luar Negeri Liberia, Augustine Kpehe Ngafuan bertindak selaku panelis dan dipandu oleh Ketua Dewan Kode Etik Badan Penyelenggara Pemilu Indonesia, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie. Sesi ini membahas dua isu utama, yaitu pentingnya proses Pemilu yang bebas dan adil dalam membangun kepercayaan dan perdamaian di dalam masyarakat yang pluralistik. Isu lainnya adalah peran lembaga. Selanjutnya adalah mengenai pentingnya tahapan pra pemilu diisi dengan Civic Education, penyelenggaraan dan pengumuman hasil Pemilu tepat waktu, undang-undang Pemilu yang inklusif untuk memastikan Pemilu yang damai dan akuntabel sebagai cara untuk menciptakan demokrasi berkelanjutan. Diskusi menggarisbawahi pentingnya memastikan integritas Pemilu sebagai katalis untuk pemerintahan yang efektif. Dalam hal ini, beberapa elemen yang penting diidentifikasi untuk memastikan pemilihan yang bebas dan adil, termasuk adanya kerangka konstitusional yang memadai, jaminan kebebasan berserikat, kebebasan pers, teknologi informasi, dan kerjasama internasional, termasuk program pengamat Pemilu dan penggunaan IT sistem biometrik. Pada sesi interaktif kedua dengan tema “Building and Strengthening Democratic Institutions” menampilkan Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop dan Sekretaris Juru Bicara Presiden dan Kantor Kabinet Republik Filipina, Edwin Lacierda sebagai panelis dan Deputi Sekretaris Wakil Presiden untuk Urusan Politik dan juga Dewan Penasehat Institute for Peace and Democracy (IPD), Prof. Dr. Dewi Fortuna Anwar sebagai fasilitator. Sesi ini membahas bagaimana membangun dan memperkuat institusi demokrasi agar dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengkonsolidasikan demokrasi di masyarakat yang majemuk. Diskusi menyoroti pentingnya penguatan

lembaga-lembaga utama demokrasi, seperti parlemen, sistem peradilan, media yang bebas, masyarakat sipil, dan partai politik. Pada saat yang sama, Pemilu yang bebas dan adil juga harus disertai dengan peningkatan transparansi dan akuntabilitas, penegakkan sistem peradilan, reformasi birokrasi yang korup, serta pemberdayaan sistem checks and balances, perlunya jaminan major power untuk tidak menekan berkembangnya home ground democracies dan pentingnya institusi meliter beradaptasi pada negaranegara demokrasi transisi. Para peserta menyatakan keyakinannya dalam hal relevansi berkelanjutan dari BDF sebagai satusatunya forum antar-pemerintah di Asia Pasifik untuk pertukaran pengalaman dan praktik terbaik dalam good governance serta kerjasama dalam mempromosikan demokrasi dan prinsip-prinsip dan nilai-nilai demokrasi. Para peserta menyarankan agar forum lebih intensif mengatasi tantangan politik, ekonomi, dan sosial dalam lingkup global yang mengarah pada good governance dan pemenuhan aspirasi demokratis rakyat. Menanggapi hal ini, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menjaga dan memastikan kelangsungan program dan proyek-proyek BDF yang dilaksanakan melalui IPD. Negara-negara peserta menyatakan penghargaan kepada Pemerintah RI atas penyelenggaraan BDF VI, karena telah memberikan kesempatan bagi pertukaran pandangan dan pengalaman serta untuk mengidentifikasi berbagai tantangan yang harus diatasi oleh negara. Meningkatnya jumlah negara peserta dan organisasi internasional pada BDF VI ini membuktikan adanya minat yang besar di kawasan dalam mempromosikan nilai-nilai demokrasi. Hal ini mencerminkan tingkat kepercayaan yang tinggi antara negara-negara di kawasan. Bersamaan dengan penyelenggaraan BDF VI juga dilangsungkan dua side event yaitu IndonesiaMyanmar Dialogue on leadership and political party reform yang dilaksanakan pada 7-10 November 2013 oleh IPD dan diikuti oleh 60 peserta dari Myanmar. Kedua adalah Bali Media Forum yang diprakarsai oleh Dewan Pers Indonesia dengan tema : “Ethics, journalism, and democracy: taking the hate out of media and politics”.[]

FOKUS UTAMA

No. 71 Tahun VI

6


Diplomasi TABLOID


BDF berperan Dalam proses Perubahan dan Reformasi

S

ejak diluncurkan pada tahun 2008, Bali Democracy Forum platform antar-pemerintah yang inklusif untuk pertukaran pengalaman dan praktik terbaik dalam bangunan demokrasi - telah menjadi bagian dari arsitektur demokrasi kawasan. Evolusi forum ini tidak terjadi dalam ruang hampa, melainkan telah melakukan begitu banyak sinergi dengan proses perubahan dan reformasi - bahkan transformasi - yang terjadi di sebagian besar kawasan. Demikian pula halnya dalam kemitraan dengan kerangka kerja sama yang disebut sebagai “Komunitas Demokrasi“ dimana Indonesia berpartisipasi secara aktif. Forum tahun ini menyandang tema, “Consolidating Democracy in a Pluralistic Society“. Sebuah isu yang sangat relevan bagi banyak negara sebagaimana tercermin pada pembahasan yang ditampilkan dalam Forum ke-6 saat ini. BDF pada tahun ini dihadiri oleh Yang Mulia Sultan Brunei Darussalam dan Perdana Menteri Republik Demokratis Timor Leste. Kehadiran mereka menunjukkan komitmen kedua negara terhadap tujuan dan sasaran dari Bali Democracy Forum. Juga hadir tidak kurang dari 87 perwakilan negara-negara di kawasan AsiaPasifik dan sekitarnya, termasuk para Kepala Delegasi tingkat Menteri, serta delapan organisasi internasional. Hal tersebut benar-benar tingkat dukungan yang terus menguat terhadap BDF. Beberapa kegiatan selama satu tahun lalu telah dilakukan oleh badan pelaksana Forum, yaitu Institute for Peace and Democracy (IPD). Di gedung milik sendiri di kampus Universitas Udayana, Bali, IPD telah menyelenggarakan sejumlah dialog, lokakarya dan program pelatihan.

Dr. RM Marty M. Natalegawa Menteri Luar Negeri RI

Bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga lainnya, baik di dalam maupun di luar kawasan Asia-Pasifik, IPD telah melakukan sejumlah. Election Visit Program, ceramah dan wacana akademik untuk mempromosikan demokrasi dan good governance. Sebagai ilustrasi, sejak pertemuan terakhir kami, IPD, dalam kerangka berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam pemerintahan yang demokratis, telah bekerja erat dengan pemerintah dan masyarakat sipil yang semakin tumbuh di Myanmar - untuk merancang dan melaksanakan program pengembangan kapasitas di negara tersebut. Dalam konteks ini, di tengahtengah kita saat ini hadir sekitar 60 teman-teman dari Myanmar yang telah ambil bagian dalam Lokakarya Indonesia - Myanmar mengenai Kepemimpinan dan Reformasi Partai Politik yang diselenggarakan oleh IPD. IPD juga terus menyelenggarakan lokakarya bagi peserta dari negaranegara seperti Mesir dan Tunisia dalam menanggapi aspirasi rakyat untuk demokrasi di negara-negara tersebut. Para narasumber dari IPD juga telah mengunjungi Fiji sebagai bagian dari agenda kerja mereka. Untuk mengejar Asia-Pacific Political Leadership Program, IPD telah mengundang para pemimpin muda partai politik di lebih dari 15 negara untuk terlibat dalam diskusi dan kegiatan belajar lainnya bersama-sama dengan rekanrekan mereka di Indonesia. IPD sudah sedemikian memberikan kontribusinya terhadap pertumbuhan kepemimpinan demokratis yang terampil di negaranegara tersebut. Dalam hal ini, Indonesia mengucapkan terima kasih kepada negara-negara dan organisasi-organisasi yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada IPD dalam melaksanakan inisiatif ini.[]

7


No. 71 Tahun VI

Diplomasi TABLOID

FOKUS UTAMA



B

ali Democracy Forum telah tumbuh menjadi bagian yang jauh bernilai dalam arsitektur demokrasi di kawasan. Sebuah platform bagi negara-negara Asia - Pasifik untuk berbagi pandangan, pengalaman, dan praktik terbaik tentang demokrasi. Secara khusus, diskusi kita telah mengakui hubungan antara promosi demokrasi dan pembangunan, serta antara demokrasi dengan perdamaian dan stabilitas. Wilayah Asia - Pasifik, termasuk Asia Tenggara, memang telah memberikan bukti hubungan tersebut. Lebih dari satu dekade yang lalu, ASEAN memulai perjalanannya menuju suatu komunitas. Kami membayangkan tidak hanya masyarakat dalam arti ekonomi dan sosial budaya, tetapi juga komunitas keamanan politik. Kami bercitacita untuk sebuah komunitas yang mencakup promosi demokrasi, hak asasi manusia dan good governance sebagai salah satu tujuan dari tujuan bersama tersebut. Tentu saja, ini telah dan akan terus menjadi proses bertahap. Namun, tidak akan ada keraguan tentang kemajuan yang telah kita buat sejauh ini. Arsitektur demokrasi di kawasan kita telah berkembang - bahkan berubah - bahkan dengan cara yang paling mendasar. Dan proses tersebut terjadi tanpa gejolak benturan kekerasan dengan aparat keamanan dan menimbulkan dampak ekonomi. Sebaliknya, secara keseluruhan, transformasi telah berkembang secara damai. Sementara itu, di bagian lain dunia, hal yang sama tidak bisa dikatakan sebagai kemajuan demokrasi. Di beberapa tempat, kegagalan untuk memenuhi kebutuhan demokrasi sering meningkat ke kawasan - bahkan lebih luas, keamanan global dan ketegangan geo-politik. Memang, tantangan ini mengingatkan pada apa yang dipertaruhkan. Tahun ini, tema Bali Democracy Forum adalah “Konsolidasi Demokrasi dalam Masyarakat Majemuk“ Ini tentunya terus menjadi tantangan bagi Indonesia. Sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman, Indonesia meru-

DR . SUSILO BAMBANG YUDHOYONO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

pakan refleksi dari pluralisme yang menandai kawasan Asia-Pasifik. Selama berabad-abad, berbagai peradaban, ras, agama dan budaya menemukan rumahnya di kepulauan kami. Hari ini, kami adalah sebuah bangsa dengan seperempat miliar manusia, yang terdiri dari lebih dari 300 kelompok etnis, berbicara dengan sekitar 700 bahasa, mengakui berbagai agama, dan tersebar di tidak kurang dari 17.000 pulau. Dengan demikian, generasi kami hidup dengan motto : “Bhinneka Tunggal Ika-Unity in Diversity“ Kami telah bekerja keras untuk membangun sebuah negara bangsa yang inklusif dan demokratis dalam masyarakat majemuk. Namun, kami sangat sadar akan tantangan yang berkelanjutan dalam melakukan konsolidasi demokrasi di masyarakat yang seperti itu. Bagaimana kami bisa membuat keseimbangan yang tepat antara demokrasi dan kebebasan di satu sisi, dan supremasi hukum di sisi lain. Dalam hal ini, saya ingin berbagi dengan Anda beberapa pandangan berdasarkan pengalaman Indonesia dalam melakukan konsolidasi demokrasi. Pertama, hak konstitusional untuk semua warga negara harus dijamin. Hak-hak ini termasuk kebebasan beragama, kebebasan bereks-

presi, persamaan di depan hukum, non-diskriminasi, perlindungan minoritas, dan proses hukum. Kami memberi arti hak-hak tersebut, yang membentuk dasar dari hukum dan regulasi kami. Kami terus memperkuat kerangka kelembagaan dan legislatif kami. Kami juga terus mempromosikan budaya penghormatan terhadap hak asasi manusia, kebebasan pers dan partisipasi masyarakat sipil. Kedua, supremasi hukum harus selalu ditegakkan. Hak-hak dasar dan fundamental masyarakat - sebagaimana tercantum dalam konstitusi serta undangundang dan regulasi lainnya yang relevan - harus dihormati. Hak-hak dasar kaum minoritas iuga memerlukan perlindungan. Oleh karena itu penting bahwa kami menjunjung tinggi keduanya, kehendak mayoritas dan hak-hak minoritas seperti yang ditentukan dalam konstitusi kami. Kami terus memastikan bahwa rasa hormat dan kesetaraan di depan hukum menjadi bagian integral dari cara hidup kami. Ketiga, partisipasi masyarakat harus dipromosikan dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Kita harus menciptakan suatu lingkungan di mana masyarakat berbagi rasa kepemilikan terhadap

hasil kebijakan. Di negara dengan keanekaragaman yang tinggi dan hamparan wilayah yang luas seperti Indonesia, ini membutuhkan desentralisasi sistem pemerintahan. Oleh karena itu, salah satu reformasi pertama dalam transisi demokrasi kami adalah desentralisasi sistem pemerintahan. Pendekatan seperti itu sangat kritikal, misalnya dalam mengakhiri pemberontakan separatis selama tiga dekade di Provinsi Aceh. Ini juga menjadi titik pusat upaya kami untuk mempromosikan kemakmuran dan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Dan keempat, interaksi antarkomunal harus terus menerus dipromosikan untuk meningkatkan saling pengertian, toleransi dan kohesi sosial. Kita harus mendorong dialog antara kelompok-kelompok komunal dari keyakinan, etnis dan kedudukan sosial-ekonomi yang berbeda. Sebagai hasilnya, kami mempromosikan resolusi damai perbedaan atau perselisihan di antara mereka. Selain empat pelajaran tersebut, sistem multipartai di Indonesia menyediakan tantangan dan juga peluang dalam upaya kami untuk mengkonsolidasikan demokrasi. Hal ini sangat melekat, bahwa masyarakat majemuk akan menampilkan kepentingan yang beragam dan banyak perdebatan. Namun, keragaman tersebut seharusnya tidak membuat dialog dan debat yang tidak konstruktif. Memang, kami sering mendengar keluhan, bahkan di antara masyarakat Indonesia, bahwa proses politik kami sangat panjang dan rumit. Tapi saya percaya bahwa kami telah banyak diuntungkan dari dialog dan perdebatan di antara banyak partai politik kami. Kami terus belajar untuk menempatkan politik demokrasi multi partai di tempat tertinggi dalam menentukan dan mengasah kepentingan nasional kami. Tidak perlu dikatakan, sistem multipartai telah memungkinkan kami untuk menyalurkan ide-ide dan kepentingan kami yang beragam dalam partisipasi politik yang positif.[]

FOKUS utama

No. 71 Tahun VI


8 Diplomasi TABLOID


BDF Memberikan Nilai Tambah Dalam Mempromosikan Demokrasi

K

Elmar Mammadyarov Menteri Luar Negeri Azerbaijan

ami ucapkan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia, Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, dan Menlu RI Marty M. Natalegawa sebagai tuan rumah dari Bali Democracy Forum (BDF) VI yang diselenggarakan dengan sangat baik. Azerbaijan mendukung inisiatif ini sejak awal dan meyakini bahwa BDF merupakan sebuah platform yang efektif dan memberikan nilai tambah dalam mempromosikan demokrasi melalui pertukaran best practices, baik di dalam maupun di luar kawasan Asia - Pasifik. Azerbaijan merupakan sebuah peradaban kuno, namun masih sangat muda dalam hal demokrasi. Sejak pemulihan kemerdekaannya lebih dari dua dekade lalu, Azerbaijan telah membangun masyarakat yang bebas, demokratis dan sekuler, di mana semua orang memiliki kedudukan yang sama dan sepenuhnya dapat menikmati hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan fundamental, terlepas dari latar belakang ras, agama atau etnis. Untuk tujuan tersebut, Azerbaijan terus bekerja sama erat dengan Dewan Eropa - pengawas utama HAM di daratan Eropa, serta Organisasi Keamanan dan Kerjasama Eropa untuk pengembangan lebih lanjut mekanisme perlindungan HAM dalam negeri dan mendorong reformasi demokratis. Pada bulan Mei 2014 mendatang, Azerbaijan akan menjabat sebagai Ketua Committee of Ministers Dewan Eropa dan selama masa keketuaannya tersebut Azerbaijan akan mendorong kerja sama dengan organisasi-organisasi regional lainnya, termasuk yang mewakili benua lain. Dalam hal ini ada peluang untuk melakukan kegiatan bersama antara Dewan Eropa dan badan pelaksana BDF - Institute for Peace and Democracy (IPD) dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas upaya di berbagai bidang lintas sektoral, seperti promosi dialog antar-agama dan antar-budaya. Azerbaijan selalu menjadi tempat untuk hidup berdampingan secara damai serta memiliki kehidupan toleransi antar kelompok etnis dan agama yang berbeda. Sebagai jembatan antara Timur dan Barat serta juga anggota aktif dari Group of Friends of the Alliance of Civilizations, Azerbaijan berkontribusi untuk mempromosikan dialog antar-agama dan antarbudaya yang merupakan salah satu prioritas utama kebijakan luar negeri Azerbaijan. World Intercultural Dialogue Forum dan Baku International Humanitarian Forum yang diselenggarakan secara reguler di Ibukota Azerbaijan, mempertemukan wakil-wakil dari seluruh benua untuk membahas tantangan global yang ada di dunia saat ini. Dalam pidato pelantikannya barubaru ini, Presiden Aliyev menyatakan bahwa promosi toleransi dan multikulturalisme adalah modus vivendi dan kebijakan prioritas bagi Azerbaijan. Kami di Azerbaijan percaya bahwa untuk mempromosikan dan memperkuat demokrasi, negara membutuhkan pembangunan berkelanjutan dan kinerja ekonomi yang baik. Azerbaijan telah diakui sebagai salah satu reformis top dunia. Dalam sepuluh tahun terakhir, perekonomian Azerbaijan terus menunjukkan pertumbuhan positif. Azerbaijan bertekad untuk berkontribusi pada realisasi tujuan

pembangunan dan tujuan yang disepakati PBB. Dalam 10 tahun terakhir, kemiskinan telah menurun hampir sepuluh kali lipat di Azerbaijan - dari 49% menjadi 5,5%. Saat ini, tingkat pengangguran di Azerbaijan adalah sekitar 5%. Azerbaijan mendukung secara penuh dan melakukan upaya terus-menerus untuk pemberantasan kemiskinan dan promosi pembangunan berkelanjutan serta kemakmuran global, memberikan perhatian khusus untuk memenuhi kebutuhan khusus dan kerentanan negara-negara berkembang di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Ini merupakan babak baru dalam sejarah Azerbaijan. Sebuah entitas nasional, yaitu Badan Pembangunan Internasional Azerbaijan, yang telah dibentuk untuk mengejar berbagai tujuan mulia, telah melakukan berbagai program bantuan di lebih dari 20 negara. Selanjutnya, Heydar Aliyev Foundation telah menyiapkan berbagai program kemanusiaan dan sosial yang akan direalisasikan pada waktunya. Azerbaijan tertarik untuk melakukan upaya lebih lanjut dalam hal ini. Sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB tahun 2012-2013, Azerbaijan sepenuhnya mendedikasikan diri untuk berkontribusi terhadap pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dengan pengakuan bahwa Dewan Keamanan PBB harus lebih inklusif, transparan dan efisien sehingga dapat mengatasi berbagai macam tantangan dan ancaman yang dihadapi dunia modern kita secara efektif. Selama kepemimpinan kami di Dewan Keamanan, yaitu pada periode Mei 2012 - Oktober 2013, promosi kerjasama internasional melawan terorisme dan dorongan kerjasama antara PBB dan organisasi regional dalam penyelesaian sengketa secara damai adalah prioritas kami. Untuk tujuan tersebut, Presiden Azerbaijan menyelenggarakan dua pertemuan tingkat tinggi dalam rangka mengefektifkan upayaupaya internasional. Dunia masih menghadapi pelanggaran normanorma dan prinsip-prinsip dasar hukum internasional. Saat ini, pendudukan yang dilakukan oleh Armenia terhadap wilayah-wilayah kami yang diakui secara internasional, yaitu Nagorno-Karabakh dan tujuh kabupaten yang berdekatan masih merupakan tantangan besar dalam mempertahankan HAM di Azerbaijan dan mengakibatkan pemindahan paksa satu juta warga sipil Azerbaijan serta menyebabkan kerugian serius terhadap kesejahteraan ekonomi, kesehatan dan pendidikan warga negara kami. Empat resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 1993 menegaskan untuk menghormati kedaulatan dan integritas wilayah Azerbaijan, menuntut segera secara penuh dan tanpa syarat penarikan pasukan pendudukan dari semua wilayah pendudukan. Dalam hal ini, sangat penting bahwa masyarakat internasional terus bersikeras untuk pelaksanaan Resolusi Dewan Keamanan PBB tersebut dengan maksud untuk memfasilitasi negosiasi penyelesaian konflik. Saya berharap semoga forum ini sukses dan menegaskan kembali tekad negara kami untuk berkontribusi pada upaya forum ini.

9


No. 71 Tahun VI

Diplomasi TABLOID

FOKUS utama


Ratu Inoke Kubuabola Menteri Luar Negeri dan Hubungan Eksternal Fiji

F

iji sungguh beruntung dengan diselenggarakannya Bali Democracy Forum (BDF), yang sekarang ini sudah memasuki tahun ke-enam. Hal ini terjadi pada saat sejarah politik, dan kemajuan demokratisasi Fiji khususnya, mulai ditulis ulang dan diungkapkan. Perkembangan signifikan penting dalam proses tersebut adalah adopsi dari Konstitusi baru Fiji pada tanggal 6 September 2013 oleh Presiden Fiji, Ratu Epeli Nailatikau. Sebagaimana disadari oleh masyarakat Fiji, masalah mendasar yang mengakibatkan sejarah politik terkotak-kotak dan secara jelas memisahkan antara fakta kemajemukan di satu sisi dengan cara pandang demokratis yang keliru dalam kehidupan dan lembaga-lembaga politik, sistem sosial, ekonomi dan budaya Fiji di sisi lain. Konstitusi baru kami telah memberikan kerangka untuk mengatasi anomali tersebut. Perdana Menteri Fiji, Komodor Frank Bainimarama telah memberikan penjelasan di Majelis Umum PBB pada September lalu, bahwa Konstitusi baru Fiji memperkenalkan demokrasi yang akan dinikmati Fiji untuk pertama kalinya sejak memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1970. Setelah 43 tahun dan mengalami tiga kali perubahan konstitusi, kami akhirnya memiliki sebuah konstitusi yang layak bagi masyarakat Fiji. “Selanjutnya PM Fiji mengatakan bahwa konstitusi baru Fiji adalah sebuah konstitusi yang memenuhi kriteria demokrasi sejati dengan menjunjung tinggi dasar hukum dan kesetaraan seluruh warga di depan hukum.” Konstitusi Fiji 2013 mengandung prinsip-prinsip demokrasi seperti peradilan independen, hak-hak sipil, politik dan sosial-ekonomi. Selain itu, konstitusi juga mengakui hakhak adat masyarakat Fiji, menuntut akuntabilitas dan transparansi pejabat pemerintah, membangun lembaga yang kuat dan independen, serta mengganti sistem pemilihan yang sudah usang dengan satu sis-

cntraveler.com

Fiji Merasakan Manfaat BDF

Ilustrasi

tem pemilihan yang berdasarkan pada prinsip satu orang, satu suara, satu nilai. Prestasi bersejarah tersebut merupakan puncak dari perubahan yang ditempuh Fiji semenjak 2007 untuk membangun masyarakat modern dan stabil yang dapat menjadi bagian dari komunitas global yang membanggakan dan bertanggung jawab. Selama bertahun-tahun Fiji menjadi bangsa di bawah sebuah sistem yang menciptakan kelas yang berbeda-beda. Gagasan tentang masyarakat yang adil dan setara, pemerintahan yang akuntabel, kesetiaan kepada negara-bangsa, sedang terkikis dari dalam. Terlalu banyak elit yang hanya berpikir cara terbaik untuk membentuk kubu-kubu bagi hakhak mereka sendiri. Hal ini menabur benih perpecahan dan melemahkan lembaga independen Fiji. Perubahan pemerintahan pada tahun 1987 dan 2000 adalah ekspresi paling radikal dari disfungsional pemerintahan dan sistem politik. Akibatnya, puluhan ribu warga Fiji menderita dan banyak yang membuat keputusan untuk meninggalkan Fiji. Ketika

menangani PBB, Perdana Menteri Bainimarama mengatakan bahwa hal itu adalah “salah satu episode paling memalukan dalam sejarah Fiji dan kami bertekad hal itu tidak akan pernah terjadi lagi.” Selanjutnya beliau menambahkan bahwa “kita tidak boleh membiarkan seorang warga untuk menjadi warga kelas dua, atau menjadi warga yang tidak setara dengan tetangganya. “ Reformasi oleh Pemerintahan Bainimarama telah dilaksanakan sejak tahun 2007 sesuai dengan dokumen dan semangat Piagam Rakyat untuk Perubahan, Perdamaian dan Kemajuan, secara bertahap telah terlihat selaras dengan kebijakan dan peraturan di semua sektor, saat ini dapat saya sampaikan bahwa harapan dan keyakinan yang meliputi masyarakat Fiji sudah mengarah ke masyarakat sipil. Semua advokasi dan program pendidikan ditujukan untuk mengejar dan meningkatkan kesadaran untuk memastikan bahwa Konstitusi baru Fiji sepenuhnya dipahami sebagai instrumen hukum tertinggi Fiji. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Konstitusi Fiji telah diterjemahkan ke dalam bahasabahasa daerah dan didistribusikan

ke seluruh segmen masyarakat Fiji yang berjumlah 900.000, termasuk anak-anak sekolah. Mereka dapat membaca keputusan konstitusi Fiji dalam bahasa Inggris, Hindi dan Taukei. Saat ini kami sedang membangun sebuah sistem yang kredibel dan adil yang akan memandu proses ini. Sejauh ini sudah ada empat partai politik yang telah terdaftar di bawah undang-undang baru yang menciptakan transparansi dan akuntabilitas. Sekitar 540 ribu pemilih di Fiji - dari sekitar 620 ribu warga yang memiliki hak pilih - telah terdaftar sebagai pemilih pada Pemilu 2014 mendatang. Cahaya harapan untuk Fiji yang lebih baik sedang kita saksikan saat ini, semuanya tidak bisa datang tanpa kepemimpinan yang kuat, tegas dan peduli. Adalah penting bagi masyarakat kami yang pluralistik untuk dapat menikmati demokrasi sejati. Kami berharap untuk dapat terus menikmati hal ini di bawah demokrasi parlementer setelah pelaksanaan pemilihan umum pada September 2014 mendatang.[]

FOKUS utama

No. 71 Tahun VI

10


Diplomasi TABLOID


BDF Membuktikan Kepemimpinan Indonesia Di Kawasan David Jones Secretary of State for Wales

S

aya senang dapat berbicara mewakili Inggris pada pelaksanaan BDF VI tahun ini. Sebuah kesempatan yang signifikan, dimana BDF VI ini merupakan yang terakhir kalinya bagi Presiden Yudhoyono sebelum mengakhiri masa 10 tahun sebagai Presiden. Selama periode tersebut kita telah melihat proses konsolidasi demokratisasi di seluruh kepulauan Indonesia yang sangat luas, dan kami memuji kepemimpinan Indonesia di kawasan. Kita telah melihat langkahlangkah yang luar biasa menuju konsolidasi demokrasi di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir. Telah ada kemajuan yang signifikan yang didorong oleh pemerintah di Naypyitaw, misalnya. Tahanan politik telah dibebaskan, sensor dan pelanggaran berat terhadap kebebasan berekspresi telah melunak. Namun konsolidasi demokrasi ini tidak diam ditempat. Ujian bagi beberapa pemerintahan, termasuk yang baru-baru ini berkuasa di Afrika Utara dan Timur Tengah, adalah apakah mereka bisa memastikan bahwa semua warga negara, tanpa memandang perbedaan agama atau politik, dapat berpartisipasi; apakah perlindungan hukum bisa diperluas hingga ke semua minoritas dan wanita agar mereka dapat memainkan peran secara penuh dalam masyarakat; dan apakah

mereka menghormati proses demokrasi dengan melangkah mendampingi jika mereka kehilangan dukungan dari orang-orang mereka. Keberhasilan konsolidasi demokrasi yang paling memungkinkan adalah melalui proses aktif inklusif yang memungkinkan suara setiap orang untuk didengar. Jadi dengan banyaknya negara demokrasi baru yang menghadapi tantangan nyata saat mereka memasuki kemajuan, maka sangat tepat bahwa forum ini sekarang mengkaji cara-cara untuk mendukung konsolidasi demokrasi. Bagian dari dukungan tersebut berarti bahwa, sementara kita mengakui bahwa demokrasi yang berbeda berkembang pada langkah yang berbeda, kita harus terus mendukung reformasi politik terhadap mitra-mitra kita, yaitu untuk keamanan dan kemakmuran kita sendiri serta untuk komunitas internasional yang lebih luas. Inggris memiliki sejarah panjang demokrasi. Pada 2015 kita akan menyaksikan peringatan 800 tahun Magna Carta - dokumen pertama yang menegaskan bahwa raja Inggris terikat oleh aturan hukum. Untuk menandai peringatan tersebut Inggris akan menjadi tuan rumah Global Law Summit di London, dan kami menantikan kehadiran banyak peserta dari Asia. Pertemuan akan menghadirkan para ahli hukum terbaik di Inggris, dengan latar belakang sejarah panjang kebebasan dan keadilan. Datang ke Inggris serta menggunakan hukum Inggris dan Wales adalah pilihan utama untuk menengahi perselisihan internasional. Tetapi bahkan untuk Inggris, dengan sejarah konstitusional yang panjang, konsolidasi demokrasi merupakan proses yang berkelanjutan dan kita harus terus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat kita. Sebagai contoh, kita melihat perkembangan sejarah di akhir 1990-an ketika Inggris memutuskan untuk menyerahkan kekuasaan legislatif kepada majelis terpilih di Skotlandia, Irlandia Utara dan negara saya sendiri, Wales. Saya sangat mendukung pengaturan devolusi di Inggris saat ini yang menyediakan fleksibilitas

konstitusional dimana masyarakat bangsa British merasa nyaman. Pemerintah Inggris dengan tegas mempercayai dan meninggikan manfaat dari nilai-nilai demokrasi. Ekonomi pasar, hak asasi manusia dan aturan hukum sangat penting untuk kemakmuran dan keamanan kita. Tapi kemakmuran dan keamanan Inggris juga tergantung pada kesiapan mitra internasional kami untuk mendorong nilai-nilai tersebut. Keamanan Inggris akan melemah ketika negara-negara lain tidak memiliki kondisi yang diperlukan untuk keselamatan, dan tidak adanya hukum yang cukup kuat akan menciptakan lahan subur bagi suatu konflik atau terorisme. Kami tidak dapat berinvestasi dengan aman jika lingkungan bisnis mitramitra kami tidak memberlakukan aturan hukum. Oleh karena itu kami melihat kepentingan nasional Inggris dalam mempromosikan nilai-nilai tersebut secara internasional. houston Lantas apa sajaDok.konjen yang dibutuhkan untuk mengkonsolidasikan demokrasi ? Demokrasi bertumpu pada fondasi yang dibangun dari waktu ke waktu: institusi yang kuat, pemerintah yang akuntabel, pers yang bebas, supremasi hukum, dan hak yang sama untuk pria dan wanita. Konsolidasi demokrasi mensyaratkan adanya institusi yang memungkinkan untuk tumbuh, seperti parlemen yang memiliki kapabilitas, partai politik yang bertanggung jawab, lembaga pemilu yang efektif, dan kondisi di mana hak asasi manusia seperti kebebasan berekspresi dan berkumpul dapat berkembang. Kita hidup di zaman yang menarik, dimana media sosial memainkan peran penting dalam konsolidasi demokrasi. Lebih dari dua miliar orang di seluruh planet bumi sekarang ini terhubung ke Internet. Hal ini mengubah kehidupan masyarakat, dengan kekuatan langsung untuk menghubungkan orangorang dari berbagai belahan dunia dan memungkinkan mereka untuk menahan penjelasan dari pemerintah. Media sosial memberdayakan masyarakat, memberikan suara kepada semua orang, dan memungkinkan pandangan yang sering kali

sangat berbeda untuk disebarkan kepada khalayak secara global. Masyarakat dan lembaga-lembaga internasional juga memainkan peran penting dalam konsolidasi demokrasi. Kami memuji komitmen ASEAN untuk menjadi institusi yang people-centered dan dukungan diskusi-diskusi yang kuat seperti Bali Democracy Forum. Kemitraan Pemerintah yang terbuka, dimana baru-baru ini Indonesia mengambil alih sebagai lead co-chair dari Inggris, mendukung transparansi, lembaga dan struktur pemerintahan yang kuat secara internasional. Aturan hukum internasional adalah kunci untuk keamanan dan kemajuan ekonomi warga negara kita. Itulah sebabnya Inggris adalah pendukung kuat dari Pengadilan Khmer Merah, dan menekankan pentingnya hal tersebut untuk memastikan diberlakukannya Perjanjian Perdagangan Senjata. Tentu saja Inggris mengakui bahwa negara-negara lain akan mengembangkan demokrasi dengan kecepatan yang berbeda, dan bahwa masing-masing anggota masyarakat internasional harus bekerja dengan berbagai lapisan masyarakat mereka sendiri. Tapi itu tidak berarti bahwa kita hanya menerima bahwa perubahan di negara-negara tertentu tidak akan terjadi selama beberapa dekade. Kita harus secara konsisten mendukung satu sama lain dalam konsolidasi demokrasi di seluruh dunia, dengan meningkatkan hak asasi manusia, kebebasan berekspresi dan aturan hukum dengan mitra kita ketika mereka gagal, bahkan dengan siapa mereka sedang dekat. Kita harus terus-menerus meninjau perilaku kita sendiri. Konsolidasi demokrasi merupakan proses yang berkesinambungan - seperti relevansi antara demokrasi yang lebih tua dengan yang baru. Tidak semua demokrasi akan berkembang dengan kecepatan yang sama, tetapi kita harus secara kolektif terus mendukung dan mendorong pertumbuhan nilai-nilai demokrasi di mitra-mitra kita - untuk kemakmuran dan keamanan kita sendiri serta mereka juga.[]

11


No. 71 Tahun VI

Diplomasi TABLOID

FOKUS


KILAS BALIK

BALI DEMOCRACY FORUM

B

anyak negara memandang demokratisasi merupakan kebutuhan yang penting dan karena itu berusaha untuk mencapai demokrasi yang ideal: demokratisasi PBB, demokrasi pada tingkat regional, dan demokrasi pada tingkat domestik. Banyak negara yang telah menyatakan komitmennya untuk mencapai tujuan tersebut, namun pada kenyataannya masih diperlukan upaya-upaya serius untuk memperkuat institusi demokrasi di masing-masing tingkatan melalui kerjasama internasional. Di kawasan Asia, kebutuhan akan kerjasama internasional tersebut dirasakan lebih mendesak karena adanya kesenjangan dalam pembangunan politik diantara negara-negara di kawasan. Di tingkat nasionaI, lndonesia senantiasa terus mengembangkan demokrasi untuk memastikan bahwa demokrasi semakin menga-

kar tidak hanya melalui pelaksanaan pemilihan umum yang bersih, namun juga berusaha keras untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, berjalannya sistem checks and balances di antara ketiga cabang pemerintahan, dan memperkuat peran kalangan pers dan masyarakat madani dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Selama sepuluh tahun reformasi, Indonesia telah memperoleh banyak penga-

laman positif yang dapat dipertukarkan dengan negara-negara lain. Namun demikian, Indonesia juga masih perlu belajar dari pengalaman negara-negara lainnya. Dalam kaitan itu, Indonesia berpandangan bahwa sudah menjadi suatu kebutuhan untuk membentuk sebuah forum regional mengenai demokrasi yang dapat berkontribusi pada pengembangan dan intensifikasi dialog serta meningkatkan saling pengertian dan menghargai di antara bangsa-bangsa di Asia. Dalam jangka panjang, forum tersebut diharapkan dapat berkontribusi pada penciptaan stabilitas dan perdamaian dunia. BALI DEMOCRACY FORUM I, 2008 Berdasarkan pemikiran di atas, Indonesia memprakarsai penyelenggaraan Bali Democracy Forum (BDF) pertama pada tanggal 10-11 Desember 2008 di Bali, Indonesia, bersama Australia sebagai co-chair. BDF merupakan forum dialog tahunan tingkat menteri negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk membahas demokrasi dan pembangunan politik melalui dialog dan kerjasama dalam memperkuat nilai-nilai demokrasi dan memperkuat institusi-institusi demokrasi di kawasan Asia. BDF bersifat inklusif (terbuka) untuk negara-negara di kawasan Asia Pasifik yang demokratis dan/ atau berinspirasi untuk menjadi ne-

gara yang lebih demokratis melalui kerjasama internasional, diantaranya dengan bertukar informasi, pengalaman, dan best practices. Tema yang diangkat pada BDF I adalah “Building and Consolidating Democracy: A Strategic Agenda for Asia”. Forum ini dihadiri oleh empat Kepala Negara/Pemerintahan (Sultan Brunei Darussalam, Perdana Menteri Australia, Presiden Timor-Leste dan Presiden RI), 32 negara peserta dari kawasan Asia (Afghanistan, Arab Saudi, Australia, Azerbaijan, Bangladesh, Brunei Darussalam, China, Filipina, India, Indonesia, Irak, Jepang, Kazakhstan, Republik Korea, Kuwait, Laos, Lebanon, Malaysia, Maladewa, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Papua Nugini, Qatar, Selandia Baru, Singapura, Sri Lanka, Syria, Thailand, Timor-Leste, Vietnam, dan Yordania) dan delapan negara observer (Amerika Serikat, Austria, Belanda, Inggris, Italia, Kanada, Norwegia, dan Switzerland). BDF I menghasilkan Chairman’s Statement yang pada intinya menyepakati hal-hal antara lain: (1) Demokrasi merupakan sebuah proses yang berkesinambungan, dan lebih bermanfaat apabila dapat meningkatkan partisipasi politik masyarakat; (2) Cara terbaik untuk mencapai demokrasi yang terkonsolidasi adalah dengan memperkuat institusi-institusi demokrasi dan memastikan semua pihak tun-

duk pada supremasi hukum; (3) Demokrasi merupakan unsur utama dalam mempromosikan stabilitas dan perdamaian di kawasan; (4) Adanya kebutuhan bagi negaranegara di Asia untuk meningkatkan kerjasama di bidang politik, dan; (5) Adanya kebutuhan untuk menemukan format dan tata kelola politik dan ekonomi yang sesuai dengan keadaan sosial-ekonomi di masingmasing negara di kawasan. BALI DEMOCRACY FORUM II, 2009 BDF I telah menempatkan demokrasi sebagai agenda strategis di kawasan Asia, karena itu Indonesia memandang saat yang tepat untuk menyelenggarakan BDF II pada tanggal 10-11 Desember 2009 di Bali, Indonesia, bersama Jepang sebagai co-chair. BDF II dihadiri oleh empat Kepala Negara/ Pemerintahan (Sultan Brunei Darussalam, Perdana Menteri Jepang, Perdana Menteri Timor-Leste, dan Presiden RI), 35 negara peserta di kawasan Asia (Afghanistan, Arab Saudi, Australia, Azerbaijan, Bangladesh, Brunei Darussalam, China, Filipina, India, Indonesia, Irak, Jepang, Kazakhstan, Republik Korea, Kuwait, Kyrgyzstan, Laos, Lebanon, Malaysia, Maladewa, Mongolia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Papua Nugini, Qatar, Selandia Baru, Singapura, Sri Lanka, Tajikistan, Thailand, Timor-Leste, Uzbekistan, Vietnam dan Yordania), termasuk 13 negara observer (Amerika Serikat, Austria, Belanda, Belgia, Inggris, Italia, Jerman, Kanada, Norwegia, Portugal, Spanyol, Swedia, dan Switzerland). Tema utama pada BDF II adalah “Promoting Synergy between Democracy and Development in Asia: Prospect for Regional Cooperation”. Pada BDF II terdapat 2 sesi interaktif tingkat Menteri, yaitu “Democracy and the Rule of Law” dan “Democracy and Development in the Information Age”. BDF II menghasilkan Chairman’s Statement yang berisi antara lain: (a) Walaupun demokrasi dan pembangunan adalah dua konsep yang berbeda, namun memiliki keterikatan: keduanya merupakan proses yang dapat saling memperkuat satu sama lainnya; (b) Forum menyepakati untuk mengembangkan cakupan prioritas kerjasama di bidang demokrasi sebagai agenda strategis dan pentingnya mempromosikan sinergi antar demokrasi dan pembangungan di Asia dan kerjasama kawasan lainnya. (c) Forum menekankan adanya kebutuhan

FOKUS

No. 71 Tahun VI

12


Diplomasi TABLOID


upaya bersama dalam mempererat peningkatan kapasitas dalam bidang demokrasi dan mengakui peran wanita sebagai bagian dari demokrasi. BALI DEMOCRACY FORUM III, 2010 BDF III kembali diselenggarakan di Bali pada tanggal 9-10 Desember 2010 bersama Republik Korea sebagai co-chair. BDF III dihadiri oleh empat Kepala Negara/ Pemerintahan (Sultan Brunei Darussalam, Presiden Republik Korea, Perdana Menteri Timor-Leste, dan Presiden RI), 44 negara peserta di kawasan Asia (Afghanistan, Australia, Azerbaijan, Bangladesh, Brunei Darussalam, China, Fiji, Filipina, India, Indonesia, Iran, Irak, Jepang, Kazakhstan, Republik Korea, Kuwait, Kyrgyzstan, Laos, Lebanon, Malaysia, Maladewa, Mongolia, Myanmar, Nepal, Oman, Pakistan, Palestina, Papua Nugini, Qatar, Rusia, Selandia Baru, Singapura, Kepulauan Solomon, Sri Lanka, Syria, Thailand, Timor-Leste, Turki, Uni Emirat Arab, Uzbekistan, Vanuatu, Vietnam, Yemen, dan Yordania) dan 27 negara/organisasi internasional sebagai observer (Afrika Selatan, Amerika Serikat, Austria, Belanda, Belgia, Brazil, Chile, Denmark, Finlandia, Inggris, Italy, Jerman, Kanada, Libya, Lithuania, Nigeria, Norwegia, Perancis, Polandia, Serbia, Spanyol, Swedia, Switzerland, Tunisia, Delegasi European Union untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Kantor UNDP Indonesia,

dan Bank Dunia). Tema utama pada BDF III adalah “Democracy and the Promotion of Peace and Stability”. Di BDF III terdapat dua sesi interaktif tingkat Menteri dengan sub-tema sebagai berikut: “How a Democratic System Helps Prevent the Occurrence or Escalation of Violent Conflict” dan “Why Democracy and Economic Development are Essential to Peace Building”. BDF III menghasilkan Chairman’s Statement yang berisi antara lain: (a) Forum menyepakati bahwa demokrasi seyogyanya menghasilkan democratic dividends yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, termasuk penciptaan perdamaian dan stabilitas; (b) Dalam konteks penyelesaian konflik internal suatu negara, ditekankan mengenai pentingnya sebuah mekanisme dialog yang dapat memastikan transisi demokrasi yang damai; (c) Forum menggarisbawahi pentingnya menggali lebih dalam beberapa kemungkinan mekanisme demokrasi yang sesuai dengan kondisi di masing-masing negara untuk mencegah terjadi dan meluasnya konflik. Disepakati bahwa demokrasi pada dasarnya berorientasi damai dan merupakan bagian dari penyelesaian konflik; (d) Pentingnya upaya penyeimbangan pembangunan politik dan ekonomi untuk mencegah munculnya konflik. Salah satu kesepakatan konkrit yang dihasilkan pada BDF III adalah dibentuknya focal point antara co-

chairs dan para mantan co-chairs BDF, yaitu Indonesia, Australia, Jepang dan Republik Korea. Tujuannya adalah untuk berkoordinasi mengenai kegiatan dan arah BDF dan IPD kedepannya. BALI DEMOCRACY FORUM IV, 2011 BDF IV telah diselenggarakan pada tanggal 8-9 Desember 2011 di Nusa Dua, Bali. Pertemuan tersebut dihadiri oleh sembilan Kepala Negara/Pemerintahan atau wakilnya, yaitu : Presiden RI, PM Bangladesh sebagai co-chair, Sultan Brunei Darussalam, Presiden Sri Lanka, PM Timor Leste, PM Qatar, PM Mongolia, Wakil Presiden Filipina, dan Deputi PM Turki. Secara keseluruhan, BDF IV dihadiri oleh perwakilan dari 40 negara peserta (Afghanistan, Australia, Azerbaijan, Bangladesh, Bru-

nei Darussalam, China, Fiji, Filipina, India, Indonesia, Iran, Irak, Jepang, Republik Korea, Kuwait, Laos, Lebanon, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Nepal, Oman, Pakistan, Palestina, Papua Nugini, Qatar, Rusia, Selandia Baru, Singapura, Kepulauan Solomon, Sri Lanka, Syria, Thailand, Timor-Leste, Turki, Uni Emirat Arab, Uzbekistan, Vietnam, Yemen, dan Yordania) dan 45 negara dan organisasi internasional dalam kapasitas sebagai observer (Aljazair, Austria, Belgia, Bosnia Herzegovina, Brazil, Bulgaria, Kanada, Kolombia, Kroasia, Siprus, Republik Ceko, Denmark, Ekuador, Mesir, Ethiopia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Italia, Kenya, Maroko, Meksiko, Namibia, Belanda, Nigeria, Norwegia, Polandia, Portugal, Romania, Somalia, Slovakia, Spanyol, Swedia, Swiss, Tunisia, Ukraina, Inggris, Amerika Serikat, Venezuela, Sekretariat ASEAN, Uni Eropa, UNDPIndonesia, UNDP-Asia Pasifik). Tema utama dari BDF IV adalah “Enhancing Decmocratic Participation in a Changing World : Responding to Democratic Voices”. Sub Tema dari BDF IV adalah: The Ability of State to Respond to the Voice of Democracy dan Ensuring Democratic Space for Civil Society Participation. Hal-hal yang mengemuka dari pembahasan BDF IV dituangkan dalam dokumen Chairman’s Statement, dengan pokok-pokok sebagai berikut: Dalam Leaders’ Session, para Kepala Negara/Pemerintahan utamanya menyampaikan perkembangan demokrasi dan peranan pemerintah yang harus lebih responsif dalam menanggapi tuntutan dan aspirasi masyarakat di tengah tantangan global dewasa ini. Secara umum, mereka menggarisbawahi demokrasi harus terus dilandasi pendidikan dan sosialisasi yang terpadu mengenai hak dan kewajiban individu setiap warga

13


FOKUS

No. 71 Tahun VI

Diplomasi TABLOID


negara dalam state-building process secara kolektif dalam kerangka supremasi hukum, tata kelola pemerintahan yang baik, pemberdayaan masyarakat dan kebebasan media. Kepala Negara/Pemerintahan juga mengakui bahwa peran jejaring sosial dan revolusi teknologi informasi cukup menonjol dalam penciptaan ruang demokrasi bagi masyarakat dewasa ini. Pemerintah diharapkan lebih peka dan tanggap dalam menyikapi segala persoalan publik. Secara khusus, Perdana Menteri Bangladesh menyambut baik komitmen para Leaders di kawasan dan melihat bahwa BDF telah menjadi forum yang signifikan dalam mewadahi pertukaran pengalaman mengenai demokrasi di kawasan. Perdana Menteri Bangladesh juga menyampaikan pentingnya upaya-upaya untuk terus memperkokoh komitmen bagi demokrasi dan meningkatkan partisipasi masyarakat di setiap level untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas di kawasan. Pada sesi General Debate, para Ketua Delegasi bertukar pengalaman dan informasi dalam memajukan demokrasi dan pentingnya pemberdayaan masyarakat sipil dalam menjaga dan menumbuhkan azas-azas prinsip demokrasi. Partisipasi publik yang luas dalam perumusan kebijakan publik yang didukung dengan keterbukaan informasi dan transparansi akan menumbuhkembangkan demokrasi yang mengakar serta menjaga kesinambungan proses demokrasi itu sendiri. Para Ketua Delegasi menggarisbawahi pentingnya pemahaman dan pemberian ruang untuk setiap negara dalam menjalankan proses demokratisasi dalam kerangka kemampuan, mekanisme dan infrastruktur yang tersedia dari masing-masing negara (home-grown), tanpa meninggalkan upaya-upaya bersama dalam pemajuan nilai-nilai dasar (universal) demokrasi. Sesi Interaktif I mengangkat tema “The Ability of State to Respond to the Voice of Democracy” dipimpin oleh Dr. N. Hassan Wirajuda, anggota Dewan Pertimbangan Presiden sekaligus Patron pada Institute for Peace and Democracy (IPD), dengan panelis Menteri Luar Negeri dan Imigrasi Papua New Guinea dan Menteri Imigrasi Selandia Baru. Pada sesi ini, para peserta menggarisbawahi pentingnya keberpihakan dan penguatan institu-

si-institusi pemerintah dalam menanggapi suara-suara dan aspirasi rakyat. Dalam menjawab tantangan tersebut, Pemerintah harus mampu menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai demokrasi sejak dini melalui diseminasi kurikulum pendidikan yang terpadu. Sesi ini juga membahas peranan media sosial dalam perluasan ruang-ruang demokrasi, khususnya dalam kasus-kasus “Arab Spring” yang ternyata selain mengubah konstelasi strategis kawasan, juga telah memberi dampak pada situasi global. Sesi Interaktif II membahas sub tema “Ensuring Democratic Space for Civil Society Participation,” dengan panelis Menteri Luar Negeri Bosnia dan Herzegovina serta Special Envoy Menteri Luar Negeri Australia. Sesi ini dipimpin oleh Prof. Dr. Dewi Fortuna Anwar, Deputi Sekretaris Wakil Presiden bidang Politik dan anggota Board of Advisers IPD. Pada Sesi Interaktif II ini para peserta berdiskusi dan bertukar pikiran mengenai peranan elemen masyarakat sipil dalam pemajuan demokrasi di sebuah negara. Masyarakat sipil dan media yang bertanggung jawab diharapkan mampu memberikan kontribusi yang konstruktif dalam menanamkan nilai-nilai demokrasi yang mengakar. BDF IV mencatat beberapa usulan berupa langkah-langkah BDF ke depan, antara lain: Menyambut usulan konstruktif yang dibuat oleh para peserta untuk meningkatkan kerjasama dalam kerangka BDF, seperti lokakarya, seminar, kunjungan dalam rangka pemili-

han umum dan program pelatihan pemilihan umum serta penelitian bersama, baik di tingkat nasional maupun regional; Menindaklanjuti tawaran kerjasama antar pemerintah dalam kerangka BDF maupun pelaksanaan linkage antara organisasi masyarakat sipil, akademisi dan kelompok ahli. Negara peserta dan pengamat juga menjajaki kemungkinan melibatkan generasi muda dalam kerangka kerjasama pengembangan dan pemahaman nilai-nilai demokrasi; Menyiapkan aspek-aspek teknis dalam rangka menyongsong BDF Summit yang direncanakan akan diselenggarakan pada bulan November 2012. Menjelang BDF Summit, diharapkan adanya penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang konkrit berupa program asistensi bagi negara-negara yang menginginkan bantuan dalam pengembangan kapasitas institusi demokrasi. BALI DEMOCRACY FORUM V, 2012 BDF V diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, pada tanggal 8-9 November 2012 dengan tema Advancing Democratic Principles at the Global Setting: How Democratic Global Governance Contributes to International Peace and Security, Economic Development, and Effective Enjoyment of Human Rights. Dalam rangka memperingati lima tahun penyelenggaraannya, BDF direncanakan dapat dilaksanakan dalam bentuk High Level Roundtable Meetings yang dihadiri oleh para leaders dari negara anggota dan beberapa negara obser-

ver. BDF V dihadiri oleh 10 Kepala Negara/Pemerintahan, yaitu Presiden Republik Korea, Perdana Menteri Australia, Sultan Brunei Darssalam, Perdana Menteri Timor-Leste, Presiden Afghanistan, Presiden Iran, Perdana Menteri Turki, Perdana Menteri Thailand, Perdana Menteri Papua New Guinea, dan Presiden Indonesia, serta perwakilan dari 48 negara dan organisasi internasional dalam kapasitas sebagai peserta dan observer (Afghanistan, Aljazair, Austria, Australia, Azerbaijan, Bangladesh, Belgia, Bosnia Herzegovina, Brunei Darussalam, Brazil, Bulgaria, China, Fiji, Filipina, India, Indonesia, Iran, Irak, Jepang, Republik Korea, Kuwait, Kanada, Kolombia, Kroasia, Laos, Lebanon, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Nepal, Oman, Pakistan, Palestina, Papua New Guinea, Qatar, Rusia, Selandia Baru, Singapura, Kepulauan Solomon, Sri Lanka, Syria, Thailand, Timor-Leste, Turki, Uni Emirat Arab, Uzbekistan, Vietnam, Yemen, Yordania, Sekretariat ASEAN, Uni Eropa, UNDP-Indonesia, UNDP-Asia Pasifik). Dengan mempertimbangkan tema-tema yang telah diangkat pada pertemuan BDF terdahulu, pembahasan difokuskan pada upaya penguatan nilai-nilai demokrasi di tatanan global. Dalam hal ini, BDF V membahas korelasi antara tata kepemerintahan global yang demokratis dengan penciptaan perdamaian dan keamanan internasional, pembangunan, maupun pemajuan hak asasi manusia.[]

FOKUS

No. 71 Tahun VI

14


Diplomasi TABLOID


Selayang Pandang

bali Democracy Forum

Satu dekade setelah reformasi atau tepatnya pada tahun 2008, dalam rangka untuk memperkuat realisasi dari antisipasi agar terbentuknya tata bangun demokrasi (democratic architecture) yang kokoh di kawasan, Indonesia memprakarsai penyelenggaraan Bali Democracy Forum (BDF). Dalam kaitan itu, Indonesia berpandangan bahwa sudah menjadi suatu kebutuhan untuk membentuk sebuah forum kawasan mengenai demokrasi yang dapat berkontribusi pada pengembangan dan intensifikasi dialog serta meningkatkan saling-pengertian dan menghargai di antara bangsabangsa di Asia. Sejak kelahiran forum ini pada tahun 2008, Bali Democracy Forum (BDF) telah berkembang sebagai forum yang sangat signifikan. Tidak sekedar sebagai forum pertemuan dan pembahasan tentang demokrasi bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik, tetapi juga telah memperoleh pengakuan dan perhatian lebih dari negara-negara lainnya di luar kawasan tersebut. Di samping itu forum ini juga diharapkan dapat memfasilitasi diskusi antar pemerintahan dan turut berupaya mendorong kerjasama politik yang lebih praktis guna pemajuan prinsip-prinsip demokrasi. Dalam Forum antar pemerintah ini negara-negara di kawasan dapat membicarakan demokrasi secara konstruktif terlepas dari political taboo dan stardarisasi yang restriktif. Tingkat akseptabilitas dan animo yang tinggi dari negara-negara peserta dan pengamat disebabkan karena prinsip Bali Democracy Forum yang inklusif namun konstruktif, yaitu menempatkan semua negara peserta dalam posisi ‘unik’ dimana melalui sharing experience dan best practices, forum ini dapat menggali mekanisme demokrasi sesuai dengan kondisi masing-masing negara.

PERKEMBANGAN BDF Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, BDF diinisiasikan pada tanggal 10-11 Desember 2008 dengan tema Building and Consolidating Democracy as Agenda for Asia. Forum ini pertama kali direncanakan guna mengangkat

pembahasan demokrasi sebagai agenda strategis kawasan yang berkesinambungan. Hal ini dapat dicapai dengan cara memperkuat nilai-nilai demokrasi dan institusiinstitusi yang menopang terciptanya demokrasi secara progresif. Konsolidasi demokrasi tersebut dilakukan melalui peningkatan kerjasama politik dalam kerangka ‘berbagi pengalaman dan praktik terbaik’ berdemokrasi. Dalam hal ini, BDF mengutamakan keterlibatan atau engagement daripada penerapan standar demokrasi sehingga semua negara, baik yang sudah demokratis ataupun masih dalam proses berdemokrasi (sedang mengalami demokratisasi), dapat menentukan comfort level masing-masing dalam menyampaikan diskusi yang terbuka dan jujur mengenai tantangan negara masing-masing. BDF pertama diketuai bersama oleh Presiden RI dengan Perdana Menteri Australia, dan dihadiri oleh empat Kepala Negara/Pemerintahan, dengan tingkat partisipasi dari 32 negara peserta dan 8 negara atau organisasi internasional sebagai pengamat. Setelah terciptanya suasana forum diskusi yang ‘nyaman’ bagi semua peserta, BDF II diselenggarakan pada tanggal 10-11 Desember 2009 dengan tema In Search of Synergy: Democracy, Rule of Law, and Development, dan diketuai bersama oleh Presiden RI dan Perdana Menteri Jepang, serta dihadiri oleh empat Kepala Negara/ Pemerintahan, 35 negara peserta dan 13 negara atau organisasi internasional sebagai pengamat. BDF II meneruskan pembahasan pentingnya mewujudkan pembangunan yang bersinergi dengan pengembangan nilai-nilai demokrasi. Hal tersebut dipandang relevan karena pada saat itu komunitas global sedang dilanda krisis hutang dan finansial yang menyebabkan kebangkrutan di beberapa negara maju. Dengan pertumbuhan yang relatif stabil, Asia diharapkan menjadi motor pembangkit pemulihan ekonomi global. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang relatif baik, negara-negara Asia (khususnya Asia Timur) juga patut mem-

perhatikan pemajuan politik agar dapat tercipta sebuah kondisi yang seimbang dan kondusif di kawasan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pertumbuhan ekonomi pada akhirnya menuntut penegakan rule of law dan transparansi. BDF III diselenggarakan pada tanggal 8-9 Desember 2010, di tengah situasi krisis politik regional di semenanjung Korea. BDF III diketuai bersama oleh Presiden RI dan Presiden Korea Selatan. BDF III mengusung pembahasan peran demokrasi dalam menciptakan perdamaian dan stabilitas kawasan di bawah tema Democracy and the Promotion of Peace and Stability, dan dihadiri oleh empat Kepala Negara/ Pemerintahan, dengan partisipasi 44 negara peserta, dan 27 negara atau organisasi internasional selaku pengamat. Forum menyepakati bahwa demokrasi selayaknya dapat menghasilkan democratic dividends yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, termasuk penciptaan perdamaian dan stabilitas. Dalam konteks penyelesaian konflik internal suatu negara, ditekankan mengenai pentingnya sebuah mekanisme dialog yang dapat memastikan transisi demokrasi yang damai. Selain itu, forum juga menggarisbawahi pentingnya menggali lebih dalam beberapa kemungkinan mekanisme demokrasi yang sesuai dengan kondisi di masing-masing

negara untuk mencegah terjadi dan meluasnya konflik. Hal ini didasarkan oleh pemikiran bahwa demokrasi pada dasarnya berorientasi untuk menciptakan perdamaian dan merupakan bagian dari penyelesaian konflik. Selama tahun 2012, perhatian masyarakat internasional terpusat pada serangkaian gelombang demokratisasi dan perubahan politik di Timur Tengah yang dikenal dengan peristiwa Arab Spring. Demokratisasi yang terjadi di wilayah Timur Tengah tersebut dipicu oleh kurang tersedianya koridor bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya. Hal tersebut diperburuk oleh penindasan hak-hak dasar warga negara yang telah berlangsung lama di kawasan tersebut. Arab Spring kemudian lahir sebagai gerakan masyarakat untuk menuntut hak-hak sipil mereka. Di tengah perubahan mendasar konstelasi politik global tersebut, BDF IV, diselenggarakan pada tanggal 8-9 Desember 2011 dengan tema Enhancing Democratic Participation in a Changing World: Responding to Democratic Voices. BDF IV diketuai bersama oleh Presiden RI dan Perdana Menteri Bangladesh, dan dihadiri oleh sembilan Kepala Negara/ Pemerintahan, dengan partisipasi 40 negara peserta, dan 45 negara atau organisasi internasional selaku pengamat. Forum menyepakati bahwa pemerintah harus lebih responsif

15


No. 71 Tahun VI

FOKUS

Diplomasi TABLOID


dalam menanggapi tuntutan dan aspirasi masyarakat di tengah tantangan global dewasa ini. Secara umum, demokrasi harus terus dilandasi oleh pendidikan dan sosialisasi yang terpadu mengenai hak dan kewajiban individu setiap warga negara yang harus terlibat secara kolektif dalam state-building process di dalam kerangka supremasi hukum, tata kelola pemerintahan yang baik, pemberdayaan masyarakat dan kebebasan media. Selain itu, forum BDF IV juga menjadi mediasi bertukar pengalaman dan informasi dalam memajukan demokrasi dan pentingnya pemberdayaan masyarakat sipil dalam menjaga dan menumbuhkan azas-azas prinsip demokrasi. Partisipasi publik yang luas dalam perumusan kebijakan publik yang didukung dengan keterbukaan informasi dan transparansi akan menumbuhkembangkan demokrasi yang mengakar serta menjaga kesinambungan proses demokrasi itu sendiri. Forum menggarisbawahi pentingnya pemahaman dan pemberian ruang untuk setiap negara dalam menjalankan proses demokratisasi dalam kerangka kemampuan, mekanisme, dan infrastruktur yang tersedia dari masing-masing negara (home-grown), tanpa meninggalkan upaya-upaya bersama dalam pemajuan nilai-nilai dasar (universal) demokrasi. Berikutnya, berangkat dari per-

hatian bersama tentang pergeseran konstelasi kekuatan ekonomi dunia dan perlunya penerapan prinsipprinsip demokrasi pada tataran global, BDF V diselenggarakan dengan fokus pemajuan prinsip-prinsip demokrasi dalam kerangka tata kelola pemerintahan global. Fokus tersebut mengarahkan pada pembahasan negara-negara di kawasan terhadap penguatan demokrasi pada tataran global yang diperlukan guna mengatasi secara efektif berbagai tantangan global seperti terorisme, konflik bersenjata, krisis ekonomi, bencana alam, dan perubahan iklim. Forum ini mengangkat diskusi yang berpusat pada pemikiran bahwa implementasi prinsip-prinsip demokrasi pada rezim-rezim global, dapat berkontribusi kepada perdamaian dan keamanan internasional, perkembangan ekonomi, dan perlindungan serta pemajuan Hak-Hak Asasi Manusia. Dari diskusi terlihat bahwa negara-negara di kawasan mendukung pentingnya pembenahan sistem atau rezim pemerintahan global melalui reformasi Dewan Keamanan PBB, peningkatan peran G-20, pembenahan IMF, dan peningkatan peran organisasi kawasan dalam pengambilan kebijakan global. BDF V diselenggarakan pada tanggal 8-9 November 2012 dengan diketuai oleh Presiden RI bersama-sama Presiden Republik Korea dan Perdana Menteri Australia.

BDF V dihadiri oleh 12 Kepala Negara/Kepala Pemerintahan dengan partisipasi dari 37 negara peserta serta 48 negara dan organisasi regional maupun internasional sebagai peninjau. PENYELENGGARAAN BDF VI BDF VI digelar pada tanggal 7-8 November 2013 dengan mengundang 54 negara peserta dan 70 negara serta organisasi internasional sebagai pengamat. Selama enam kali penyelenggaraannya, BDF telah mampu mengkaji dan mengidentifikasi secara lebih efektif, prinsip-prinsip dasar dan berbagai aspek terkait guna pemajuan demokrasi pada tataran nasional hingga global. Tema-tema BDF senantiasa menyesuaikan dengan kebutuhan pemajuan demokrasi di kawasan serta tingkatan dinamika masyarakat sebagai subyek implementasi prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri. Sepanjang kurun waktu 16 tahun era reformasi di Indonesia, disadari bersama bahwa tantangan-tantangan yang hadir di tengah-tengah masyarakat pluralistik Indonesia sangat signifikan untuk menguji ketahanan sistem demokrasi itu sendiri. Bercermin dari pengalaman Indonesia dan proyeksi atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi negara-negara di kawasan yang sedang dalam proses berdemokrasi, Consolidating Democracy in a Plura-

listic Society diangkat sebagai tema BDF VI. Karakteristik masyarakat pluralistik yang ditandai dengan keberagaman dalam agama, budaya, etnisitas, aliran politik, memberikan nuansa tersendiri serta tantangan khas dalam penerapan prinsip-prinsip demokrasi suatu negara, seperti konflik etnis, intoleransi beragama, kekerasan komunal, dan ekstrimisme. Terlepas dari masalah-masalah yang dihadapi dalam suatu masyarakat pluralistik, keanekaragaman merupakan suatu aset dan modal suatu negara yang sangat bernilai. Sama halnya dengan penerapan prinsip-prinsip demokrasi yang berbasis pada pendekatan budaya yang sangat khas pada masyarakat pluralistik, aset pluralitas atau keanekaragaman merupakan suatu modal yang patut dipertimbangkan dalam mendukung pembangunan ekonomi suatu negara. Melalui sharing best practices and experiences terkait upaya-upaya konsolidasi dalam suatu konteks budaya yang plural, negara-negara peserta BDF VI diharapkan dapat secara interaktif memberikan pandangan-pandangan tentang pelaksanaan pemilihan umum yang bebas dan adil serta pembangunan maupun penguatan institusi-institusi demokratis suatu negara. Diskusi tentang pelaksanaan proses pemilihan umum yang bebas dan adil, diharapkan dapat mengangkat pembahasan yang lebih mendalam tentang pentingnya jaminan proses pemilihan umum yang bebas dan adil dalam membangun kepercayaan dan perdamaian di tengah-tengah masyarakat pluralistik, serta peranan Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun perundangundangan pemilihan umum yang inklusif dalam menjamin proses pemilihan umum yang damai, akuntabel, dan mendukung keberlanjutan demokrasi. Sementara itu, pembahasan terkait pembangunan dan penguatan institusi demokratis, diharapkan dapat mendorong diskusi menyeluruh tentang upaya-upaya membangun konsensus dalam masyarakat pluralistik melalui sistem keterwakilan, cara-cara demokratis untuk upaya konsolidasi institusi-institusi negara dan budaya, serta konstruksi demokrasi home-grown yang berbasis pada pengalaman historis maupun kondisi budaya suatu negara.

sorot

No. 71 Tahun VI

16


Diplomasi TABLOID


Demokrasi Indonesia Diapresiasi T idak sedikit yang berpikir bahwa Indonesia mengalami tantangan yang relatif berat dalam mengimplementasikan demokrasi. Disana sini terdapat banyak kekurangan. Namun, ternyata tidak sedikit juga yang mengacungi jempol atas perkembangan demokrasi di tanah air. Malaysia termasuk yang mengapresiasi. Menteri Luar Negeri Malaysia, Dato’ Sri Anifah Hj. Aman, dalam pernyataannya di depan lebih dari wakil 87 negara yang hadir di Bali Democracy Forum kemarin (7/11/13), dengan tegas memuji demokrasi Indonesia. Ia mengakui bahwa Indonesia dapat menjadi role model bagi pembangunan demokrasi di Asia dan wilayahwilayah lain di dunia. Menurutnya, dalam waktu yang sangat singkat, yakni sejak tahun 1998, Indonesia terus menunjukkan contoh yang baik dalam menerapkan proses reformasi. Hal itu kemudian terbukti berhasil ditansformasikan kedalam bidang politik, pemerintahan serta partisipasi yang luas dari seluruh penduduk

dalam pengambilan keputusan, padahal masyarakatnya dikenal sangat majemuk. “Karenanya, saya berharap, BDF akan terus merefleksikan kepentingan banyak negara dan mengkonsolidasikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi. Juga, BDF dapat membangun kerjasama dalam memperkuat demokrasi di Asia dan dunia,” katanya. Pernyataan pujian yang sama juga dilontarkan salah satu unsur pimpinan parlemen Mongolia, Gonchigdorj Radnaasumberel. Baginya, Indonesia adalah sebuah model unik

bagaimana demokrasi diimplementasikan. Pengalaman keberhasilan Indonesia layak menjadi acuan bagi negara-negara di Asia yang sedang membangun demokrasi. Kalau ada negara Islam yang ingin membangun demokrasi, belajarlah dari Indonesia. Kalau ada negara yang memiliki mayarakat multikultur, ambillah pelajaran dari Indonesia. Kalau ada negara berkembang yang sedang membangun demokrasi, mereka bisa mengandalkan (pengalaman) Indonesia,” ujarnya tanpa basa-basi. Mongolia tidak sekedar mem-

bual, tapi punya dasar. Akunya, Indonesia memiliki segudang pengalaman baik yang bisa jadi rujukan. Justru karena itu pula, Mongolia akan segera membuka kedutaannya di Jakarta sebagai kelanjutan kunjungan Presiden SBY ke Mongolia tahun lalu. Mongolia menjadikan Indonesia sebagai role model dalam banyak hal. Baik Malaysia ataupun Mongolia juga menandaskan bahwa pembangunan demokrasi adalah sebuah usaha yang tidak mudah, khususnya di negara yang multiras, multikultur dan multiagama. Hampir semua negara sepakat bahwa nilai-nilai demokrasi merupakan hal yang patut diamini, namun ketika diimplementasikan maka harus ada penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan karakter masyarakatnya. “Demokrasi bukan konsep one size fits-all. Harus divisualisasikan dalam dimensi politik, sosial dan budaya masyarakat. Demokrasi harus didorong untuk lebih maju dan semakin matang,” kata Dato’ Sri Anifah. (Sumber: Dit.Infomed)

Jangkau Afrika dan Eropa BDF Mampu Berikan Manfaat Nyata

S

ejak Pertama kali digagas enam tahun yang lalu, saat ini Democracy Forum telah bertransformasi menjadi forum yang diterima secara luas oleh banyak negara. “BDF kali ini bahkan telah menjangkau lebih jauh negara-negara di kawasan Afrika dan Eropa”. Hal ini disampaikan Menlu RI Marty M. Natalegawa pada konferensi pers dengan wartawan di BNDCC, Nusa Dua, Bali (8/11). Pernyataan tersebut sangat beralasan mengingat salah satu negara Afrika, Madagaskar, yang sedang mengalami transisi demokrasi hadir untuk pertama kalinya. “Kita ingin jadikan BDF pendorong bagi terciptanya demokratisasi di Madagaskar dan negara Afrika lainnya”, harap Menlu RI. Selain Madagaskar, kehadiran dalam BDF

kali ini adalah yang pertama juga bagi Senegal dan Liberia. Sedangkan untuk Eropa, BDF VI ini adalah pengalaman pertama bagi Belarusia. Kendati demikian, Menlu RI menegaskan bahwa BDF adalah forum yang inklusif. Yang dimaksud inklusif menurut Menlu Marty adalah walaupun negara peserta BDF sangat beragam, namun tidak ada asumsi bahwa negara satu lebih dari yang lain. “Forum ini merupakan forum yang terbuka dengan diskusi yang konstruktif”. Selain mampu menjangkau lebih jauh ke wilayah tersebut, BDF juga telah mampu memberikan manfaat yang praktis. “Salah satunya adalah melalui pembangunan kapasitas yang kita lakukan di Fiji”. Indonesia melalui forum BDF senantiasa berkomitmen membantu Fiji mengembangkan demokrasi melalui pembangunan kapasitas (capacity building). (Sumber: Dit. Infomed)

17


No. 71 Tahun VI

Diplomasi TABLOID

sorot


Bali Democracy Forum (bdf)

Produk yang Laris Manis S etelah APEC, kini giliran BDF yang digelar di Pulau Dewata, 7-8 Nopember 2013. Di sela-sela persiapan Bali Democracy Forum (BDF) VI di Nusa Dua, penanggung jawab BDF, Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kemlu, AM. Fachir memberikan waktu untuk sebuah wawancara. Dengan semangat yang tetap tinggi namun dengan intonasi suara yang terukur, Dubes Fachir membeberkan tentang apa di balik BDF. Mengapa nama yang diberikan Bali Democracy Forum (BDF), bukan Java Democracy Forum (JDF) atau Sumatra Democracy Forum (SDF)? Bali memang harus diakui selalu menjadi magnet bagi dunia internasional. Lebih mudah menjual nama Indonesia dengan menggunakan nama Bali dibanding nama lainnya. Tapi di atas semua itu, kita menggunakan “Bali” juga karena adanya konsep kearifan lokal dalam budaya akar rumput yang bersifat demokratis yang disebut “Tri Hita Karana”. Yaitu konsep keserasian hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan alam. Bali yang harmonis, damai dan demokratis, tentunya cukup tepat untuk menamai forum ini. Apa sih tujuan dari BDF? Sejak BDF lahir di tahun 2008, Indonesia menjadi penggerak bagi forum regional pemerintah pada tingkat Menlu dengan 54 negara Asia Pasifik sebagai peserta dan 80 negara dari wilayah lainnya. BDF sendiri bertujuan mempromosikan nilai-nilai demokrasi, membangun arsitektur demokrasi di kawasan melalui dialog, saling pengertian dan penghargaan di antara sesama bangsa. Di sini utamanya kita saling bertukar pengalaman dan best practices. Itulah sebabnya mengapa, penyelenggaraan BDF selalu terdiri dari satu sesi penyampaian statemen dan dua sesi diskusi. Hasil BDF ini dibawa ke mana? Hanya berhenti dengan diskusi atau ada tindak lanjutnya? Tentu tidak berhenti hanya di konsep. Seperti dimaklumi, untuk menindaklanjuti hasil-hasil BDF telah dibentuk suatu lembaga yang

disebut Institute for Peace and Democracy (IPD). IPD adalah lembaga penanggung jawab pembumian hasil-hasil BDF; melaksanakan kegiatan capacity building, networking, joint mission, workshop dan training dengan negara-negara peserta atau peninjau yang berminat. Sejauh ini sudah ada kegiatan bersama Mesir, Tunisia, Fiji dan Myanmar. Memangnya IPD itu posisinya di mana dan apa saja targetnya? Perlu diketahui, kita sudah memiliki bangunan IPD yang berdiri megah di tengah kompleks Universitas Udayana. Kita berencana menjadikan IPD tersebut, suatu ketika nanti, menjadi sebuah knowledge and skills centre sekaligus kerjasama internasional. Di samping itu, IPD juga kita desain menjadi pusat data sejarah demokrasi Indonesia. So, kalau kita akan belajar sejarah demokrasi, harus datang ke institut ini. Mengingat sekarang sudah sampai pada BDF ke-6, apakah masih ada tema yang relevan? Pada dasarnya, tema-tema BDF sangat dekat dengan kebutuhan masyarakat internasional. Kita mencoba menjawab aneka pertanyaan tentang perkembangan pemahaman demokrasi. Maklumlah,

demokrasi bukan merupakan sesuatu yang rigid, tetapi luwes dan banyak variasinya. BDF pertama misalnya, kita mengangkat “Building and consolidating democracy as agenda for Asia”, BDF ketiga tentang “Democracy and the promotion of peace and stability” sedangkan tahun ini mengenai “Consolidating democracy in pluralistic society”. Adapun sub tema kita tahun 2013 tentang “Conducting free and fair elections” dan “Building and strengthening democratic institutions”. Tema ini cukup relevan dengan agenda pemilu kita tahun 2014 karena pemilu luber dan jurdil selalu menjadi isu aktual di masyarakat. Bagaimanakah animo BDF sendiri. Apakah jualan kita ini menarik negara lain? Rasanya sih jualan kita dalam kategori laris manis ya. BDF pertama misalnya, dihadiri empat pejabat setingkat kepala negara, 12 setingkat menteri dan 27 setingkat pejabat senior. BDF ketiga dihadiri empat pejabat setingkat kepala negara, 17 setingkat menteri dan 59 setingkat pejabat senior. Tahun lalu ada 12 setingkat kepala negara, 20 setingkat menteri dan 54 setingkat pejabat senior.

Tahun ini, sebanyak 83 negara mengirimkan delegasinya. Semua itu mengandung arti bahwa apa yang kita lakukan itu bermanfaat bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk negara lain. Terakhir, apa manfaat BDF bagi Indonesia? Kita tidak melakukan sesuatu kalau tidak ada manfaatnya. Itu pasti. Ada setidaknya empat manfaat yang mungkin kita raup. Pertama, dengan saling belajar dan bertukar pengalaman, maka pemerintah, masyarakat madani dan swasta bisa melakukan refleksi dan pembenahan khususnya tentang praktek demokrasi. Kedua, dengan kegiatan ini maka kita semua bertekad mewujudkan kohesi sosial dan konsolidasi politik untuk mempertahankan eksistensi dan keutuhan masyarakat Indonesia yang plural. Ketiga, BDF diharapkan dapat mendorong munculnya kelompok muda dan pembaharu demokrasi Indonesia yang sesuai dengan zamannya. Terakhir, kita ingin agar demokrasi kita terus meningkat kualitasnya yang pada akhirnya akan berimbas pada peningkatan ekonomi nasional. (Sumber: Dit. Infomed)

lensa

No. 71 Tahun VI

18


Diplomasi TABLOID


JajaKi Berbagai Kerja Sama

Hubungan ASEAN-Rusia Semakin Erat

P

ertemuan Pejabat Tinggi negara anggota ASEAN dan Rusia ke-10 telah diselenggarakan di Langkawi, Malaysia (21-22/11). Pertemuan menjajagi berbagai bentuk kerja sama yang telah dilakukan ASEAN dengan Rusia dalam beberapa bidang kerja sama utama, antara lain counter-terrorism, transnational crimes, ekonomi, ketahanan energi, Iptek, penanganan bencana alam dan tanggap darurat, kerja sama budaya dan people-to-people exchange. Pertemuan juga telah membahas arah ke depan kemitraan ASEAN dan Rusia. Pada Pertemuan ini, Indonesia menjadi lead discussant pada Agenda Cultural Cooperation and People-to-People Exchange. Ketua SOM Indonesia, Dirjen Kerja Sama ASEAN, I Gusti Agung

Wesaka Puja, menyampaikan pentingnya memperkuat kerjasama kebudayaan antara ASEAN dan Rusia dalam rangka meningkatkan people-to-people contact yang selanjutnya diharapkan akan meningkatkan saling pengertian dan rasa saling percaya antara kedua pihak. “Indonesia juga menyampaikan komitmen untuk terus bekerja sama dengan Rusia guna meningkatkan kerja sama di bidang kebudayaan melalui berbagai program, antara lain, melalui pertukaran seniman, pelajar dan akademisi serta meningkatkan kunjungan wisatawan dari kedua belah pihak”, jelas Dirjen Wesaka Puja dalam pertemuan tersebut. Malaysia sebagai country coordinator kerja sama ASEAN-Rusia menyampaikan bahwa kemajuan hubungan kemitraan ditandai dengan diadopsinya Joint Declaration of

the Head of States of ASEAN/ Government of the Member Countries of ASEAN and the Head of State of the Russian Federation on Progressive and Comprehensive Partnership yang merupakan landmark document untuk memperdalam kerja sama antara ASEAN dan Rusia dalam berbagai bidang. Dalam kesempatan tersebut, Rusia menyampaikan komitmennya untuk terus berpartisipasi aktif dan berkontribusi dalam meningkatkan hubungan kerja sama ASEANRusia. Rusia juga menyampaikan dukungannya pada pembentukan Komunitas ASEAN 2015. Kerja Sama ASEAN - Rusia Kerja sama ASEAN-Rusia telah dimulai sejak tahun 1991. Rusia secara resmi menjadi mitra wicara ASEAN pada AMM/PMC ke-29 di

Jakarta bulan Juli 1996 dan menjadi anggota East Asia Summit pada tahun 2011. Dasar pertimbangan untuk membentuk kemitraan tersebut adalah status Rusia sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yang diharapkan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ASEAN. Disamping itu, besarnya pasar ekonomi Rusia serta sumber daya alam yang dimilikinya juga merupakan peluang bagi ASEAN untuk lebih meningkatkan hubungan dengan Rusia di bidang-bidang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi, perdagangan, sumber daya manusia, investasi dan ekonomi, lingkungan hidup, pariwisata, kebudayaan serta peningkatan people-to-people contact. (Sumber: Dit. MWAK)

Bali Democracy Forum (BDF) II

Mensinergikan Demokrasi dan Kesejahteraan Di Asia B ali Democracy Forum (BDF) II dengan tema: “Promoting Synergy between Democracy and Development in Asia: Prospect for Regional Cooperation” dilaksanakan pada tanggal 10-11 Desember 2009, dan bertindak selaku cochair adalah Perdana Menteri Jepang, Yukio Hatoyama. Sebanyak 35 negara, yaitu: Indonesia, Afghanistan, Australia, Azerbaijan, Bangladesh, Brunei Darussalam, China, India, Iraq, Jepang, Jordania, Kazakhstan, Republik Korea, Kuwait, Kyrgyzstan, Lao PDR, Lebanon, Malaysia, Maldives, Mongolia, Myanmar, Nepal, New Zealand, Pakistan, Papua New Guinea, Philipina, Qatar, Saudi Arabia,

Singapura, Sri Lanka, Tajikistan, Thailand, Timor-Leste, Uzbekistan, dan Vietnam berpartisipasi sebagai peserta. Forum juga dihadiri oleh 13 negara peninjau, yaitu: Austria, Belgia, Kanada, Jerman, Italia, Netherlands, Norwegia, Portugal, Spanyol, Swedia, Switzerland, United Kingdom, dan Amerika Serikat. Sejumlah pemimpin menyampaikan pidatonya pada pelaksanaan BDF II, mereka adalah Perdana Menteri Jepang, Sultan Brunei Darussalam, Perdana Menteri TimorLeste, Menteri Dalam Negeri Australia, Menteri Wanita, Keluarga dan Pembangunan Masyarakat Malaysia, Menteri Luar Negeri Maldives, Sekretaris Negara untuk Hubungan dan Kerjasama Luar

Negeri Portugal, Menteri Imigrasi New Zealand, Menteri Luar Negeri Tajikistan, Wakil Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Kongres China, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Ketua Komite Tetap Parlemen pada Kementerian Luar Negeri Bangladesh, Sekretaris Direktur Hubungan Asia Kementerian Luar Negeri Kuwait, Wakil Menteri Luar Negeri Laos, Deputi Menteri Luar Negeri Myanmar, Menteri Luar Negeri Singapura, dan Deputi Menteri Luar Negeri Vietnam. Berikutnya adalah pidato dari Direktur Jenderal Asia, Australia dan Afrika Kementerian Luar Negeri Iraq, Kepala Pelayanan Interaksi Kyrgyzstan, Direktur Departemen Organisasi Internasional Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan

Mongolia, Penasihat Deputi Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Nepal, Asisten Peningkatan Hubungan Menteri Luar Negeri Qatar, dan Penasihat Menteri Luar Negeri Thailand. Kemudian pidato dari Duta Besar Afghanistan untuk Indonesia, Duta Besar India untuk Indonesia, Duta Besar Republik Korea untuk Indonesia, Duta Besar Pakistan untuk Indonesia, Duta Besar Papua New Guinea untuk Indonesia, Duta Besar Philippina untuk Indonesia, dan Charge d’Affaires Kedutaan Besar Kazakhstan untuk Malaysia dan Indonesia di Kuala Lumpur.

Bali Democracy Forum (BDF) II “Promoting Synergy between Democracy and Development in Asia: Prospect for Regional Cooperation”

19


lensa

No. 71 Tahun VI

Diplomasi TABLOID


BDF Dalam Kerangka

Arsitektur Regional

S

ejak diluncurkannya BDF pada tahun 2008, semua menyaksikan bahwa konsolidasi forum ini terus dilakukan. Tidaklah dapat dipungkiri bahwa BDF telah mendapatkan tempat yang khusus di dalam kerangka arsitektur regional, khususnya bagi suatu Forum yang berfokus pada pemajuan dan pemantapan demokrasi. Kiranya, tidaklah diragukan dasar pemikiran yang melandasi BDF ini, yakni nilai tambah yang didapat oleh negara-negara peserta melalui kesempatan berbagi dan bertukar pengalaman dalam mempromosikan demokrasi. Sebagai penggagas, Indonesia senantiasa berkeyakinan bahwa BDF harus bersifat inklusif. Kenyataan mengenai adanya perbedaan tahapan dari masing-masing negara

dalam meraih demokrasi, seyogyanya tidak menjadi faktor penghambat dalam bekerjasama yang dilandasi oleh aspirasi universal atas prinsipprinsip demokrasi. Keberhasilan BDF menjadi bukti adanya kesamaan minat di kawasan bagi upaya bersama untuk memperkuat nilai-nilai demokrasi dan institusinya. Tentunya bahwa cara pendekatan dari masing-masing negara tidaklah seragam, namun setidaknya mereka bersatu dalam semangat untuk berbagi dan saling belajar diantara satu dengan lainnya. Sejak penyelenggaraan BDF I, Institute for Peace and Democracy (IPD) telah menyelengarakan beberapa kegiatan sebagai tindak lanjut. termasuk diantaranya adalah penyelenggaraan Updates on Indonesian Election dan Workshop on the Indonesian Presidential Election. Berba-

gai masukan yang diperoleh dari kegiatan ini berpotensi untuk memperkuat proses pemilihan, tidak saja di Indonesia, melainkan juga bagi upaya serupa yang dilakukan negara-negara lain di kawasan. Pada dasarnya terdapat pengakuan adanya keterkaitan antara demokrasi dan pembangunan. Sekalipun demikian bagi negara-negara yang secara bersamaan mendorong demokrasi dan mengupayakan tercapainya perkembangan ekonomi, pencapaian senergi diantara kedua tujuan dimaksud tidaklah selalu dapat dijamin. Sejatinya, agar dapat berkelanjutan dan bermakna secara mendalam, demokrasi harus mampu menghasilkan pemajuan ekonomi yang merupakan buah dari proses demokrasi. Sama halnya, setiap upaya untuk meraih kemajuan ekonomi,

namun yang kurang mengindahkan dorongan bagi demokrasi, tidak selalu menjamin kesempatan ekonomi yang adil dan inklusif. BDF II mengkaji makna demokrasi dan aturan hukum (rule of law) dalam melestarikan secara berimbang nilai-nilai demokrasi dan pembangunan ekonomi. Sama halnya, keberlanjutan demokrasi harus pula berbuah pada kehidupan ekonomi yang lebih baik bagi masyarakatnya, yang tentunya harus berjangkar pada komitmen teguh terhadap suatu aturan hukum. Tidak kurang dari 36 negara berpartisipasi di dalam BDF II. Minat dari negara-negara di berbagai belahan dunia atas BDF semakin berkembang, hal ini dibuktikan oleh kehadiran banyaknya peninjau.[]

Tidak Ada Kata Lelah Dalam Berdemokrasi nti.org.gif

Menlu RI, Dr. Marty M. Natalegawa

P

erhelatan Bali Democracy Forum (BDF) VI berakhir (8/11/13). Dari tukar pengalaman dan diskusi bisa ditarik benang merah bahwa mengkonsolidasikan demokrasi dalam masyarakat yang plural perlu usaha yang

tidak kenal lelah. Banyak peserta menyatakan bahwa mengkonsolidasikan demokrasi adalah sebuah proses panjang dan dinamis yang harus mengikutsertakan semua pihak. Kegiatan ini juga mensyaratkan penguatan berbagai institusi yang wajib mengawal pertumbuhan demokrasi menjadi konsep yang matang dan diterima. Institusi itu mencakup pemerintahan yang akuntable, kebebasan pers, penegakan hukum, persamaan hak, parlemen yang mumpuni, partai yang bertanggungjawab, KPU yang efektif serta kondisi yang memungkinkan HAM dan kebebasan dapat tumbuh berkembang. Sejarah juga membuktikan bahwa demokrasi bukan hambatan dalam menyelesaikan sebuah krisis. Justru, negara yang memiliki sistem demokrasi yang mapan biasanya

memiliki keunggulan komparatif untuk beradaptasi dalam menyelesaikan krisis ekonomi. Demokrasi dinilai sebagai kebutuhan yang bersifat universal, luwes dan sejalan dengan nilai-nilai lokal. Harus diakui bahwa setiap negara memiliki keunikan tersendiri berdasarkan sejarahnya. Wajar terjadi perbedaan pengembangan demokrasi dengan kecepatan yang tidak sama. Karena tidak ada satu model demokrasi, semua negara diharapkan sangat menghargai perbedaan tersebut. Diatas itu semua, pengintegrasian nilai-nilai universal demokrasi dengan realitas nasional merupakan sebuah usaha penting dalam rangka konsolidasi demokrasi. Memberikan ruang bagi kebhinekaan menjadi tidak mungkin manakala tidak ada penghargaan hak-hak tiap kelompok masyarakat,

termasuk kalangan minoritas. Adapun penghormatan terhadap HAM, kebebasan dan supremasi hukum adalah elemenelemen yang sangat esensial bagi pembangunan demokrasi. Karenanya, terdapat hubungan yang erat antara penegakan hukum dan praktek demokrasi yang berkesinambungan. Demokrasi juga tidak bisa dipisahkan dari pelaksanan pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Para peserta dari 86 negara memberikan apresiasi atas perhelatan BDF kali ini dan berharap dapat melakukan diskusi lagi di masa-masa yang akan datang. Aktifitas BDF akan ditutup dengan kunjungan ke Institute Peace and Democracy di Universitas Udayana. (Sumber: Dit.Infomed)

lensa

No. 71 Tahun VI


20 Diplomasi TABLOID


M

enteri Luar Negeri RI, Dr. R.M. Marty M. Natalegawa menghadiri pertemuan 3rd ASEAN-Gulf Cooperaton Council (GCC), di Manama Bahrain (26/11/2013). Pertemuan ini dihadiri oleh sejumlah Menteri, dan pejabat tinggi yang mewakili, dari negara anggota ASEAN dan GCC. Pertemuan berlangsung dalam format terbatas, atau retreat, dimana para Menteri berdiskusi dan bertukar pandangan mengenai berbagai upaya penguatan kerja sama antar kedua kawasan, dan juga isu-isu strategis regional dan global, yang menjadi perhatian dan kepentingan bersama. Di akhir pertemuan, para Menteri dan pejabat tinggi menyepakati suatu outcome document berupa joint press statement yang memuat highlights terkini dari kerjasama ASEAN-GCC. (Sumber: BAM)

Tingkatkan Kerja Sama Antar Kawasan, Menlu RI Hadiri ASEAN-GCC Ketiga

21


No. 71 Tahun VI

Diplomasi TABLOID

lensa


BDF V :

Platform Strategis Untuk Kemitraan Dalam Mempromosikan Demokrasi

B

ali Democracy Forum harus lebih ditingkatkan sebagai premier forum antar pemerintah di kawasan yang berfokus pada pengejaran demokratisasi. Forum akan secara konsisten mencerminkan kepentingan bersama negara-negara peserta dalam mempromosikan dan mengkonsolidasikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi di Asia dan Pasifik . Sebagaimana demokrasi bekerja dalam suatu proses, Forum akan terus relevan dalam mengatasi tantangan politik, ekonomi dan sosial global yang memerlukan inklusifitas dan partisipasi yang konstruktif dari negara sehingga menghasilkan manfaat dan memberikan hasil nyata. Mengingat kebutuhan universal

BDF

Merespon Suara Demokrasi

M

emasuki tahun kelima, Bali Democracy Forum (BDF) dipandang mampu memberi nilai bagi perkembangan demokrasi di kawasan dan di luar kawasan. Kapasitas negara-negara dalam merespon tantangan dan peluang demokrasi semakin kuat. Menlu Marty M. Natalegawa menyampaikan hal ini saat menutup BDF IV di Nusa Dua, Bali. Ditekankan dalam dua hari pelaksanaan BDF, para Pemimpin,

untuk meningkatkan demokrasi, BDF telah menjadi platform strategis yang kuat untuk kemitraan dalam mempromosikan demokrasi dan perkembangan politik di kawasan. Dalam hal ini, BDF terus memajukan kerja sama teknis sehingga peserta dapat memberikan ide dan pandangan sebagaimana pertukaran pengalaman dan pelajaran dalam semangat inklusif, partisipasi dan rasa kepemilikan oleh semua negara-negara anggota . Dengan latar belakang ini Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mempertahankan Bali Democracy Forum dalam rangka untuk memastikan bahwa rekomendasi serta sasaran dan tujuan yang diwujudkan melalui pelaksanaan program dan proyek-proyek oleh lembaga pelaksananya, yaitu Institute for Peace and Democracy .

Negara peserta menyatakan bahwa mereka mengapresiasi Pemerintah RI dalam mengorganisir BDF V dan mengakui pentingnya kontribusi dari negara-negara peserta, organisasi internasional dan regional serta individu kepada Forum maupun IPD . Mereka menegaskan bahwa meningkatnya jumlah negara dan organisasi internasional yang berpartisipasi membuktikan minat kawasan yang besar dalam mempromosikan nilai-nilai demokrasi. Ini tercermin dari tingkat kenyamanan yang tinggi di antara negara-negara di kawasan dan keyakinan mereka yang tinggi dalam proses Forum. Terdapat empat acara di selasela BDF V, yaitu : Indonesia-Egypt Dialogue on Constitutional Reform and Constitution Building, yang diselenggarakan pada 4-7 November

2012 oleh IPD. Forum Pendidikan sosial pada BDF V dengan tema “Peran masyarakat sipil dalam mendukung pelaksanaan demokrasi di Indonesia” yang diselenggarakan pada 5 November 2012 di Bali. Pemerintah Indonesia; Konferensi Masyarakat Sipil “Memajukan Demokrasi Substantif di Asia : Peran Masyarakat Sipil dan Pemerintahan Demokratis”, yang diselenggarakan pada 5-6 November 2012 oleh Forum Asia. Bali Media Forum, yang diselenggarakan di Bali pada 7-9 November 2012, Oleh Dewan Pers Indonesia, dengan tema”Ethical Journalism and Citizens Media: Giving People a Voice in Support of Democracy”.

Menteri dan Delegasi secara terbuka saling bertukar pandangan mengenai perkembangan nilai-nilai demokrasi dan pemerintahan yang baik di masing-masing negara. Sesuai tema BDF IV “Peningkatan Partisipasi Demokratis dalam Suatu Dunia yang Berubah dalam Rangka Merespon Suara-Suara Demokratis”, Menlu RI mengharapkan partisipasi masyarakat madani akan semakin menguat. “Forum ini (Bali Democracy Forum) perlu lebih melibatkan masyarakat madani ke depannya,” imbuhnya. Pada kesempatan itu, Menlu mengumumkan tahun 2012 akan diselenggarakan Pertemuan Puncak BDF. “Indikasi pelaksanaannya adalah 8-9 November 2012. Maju satu bulan dari kebiasaan untuk memastikan tingkat kehadiran negara-negara yang lebih baik mengingat pada akhir tahun depan juga terdapat sejumlah Pertemuan Puncak lain.”

untuk memfokuskan kerjasama dalam memperkuat kemampuan negara-negara merespon suara-suara demokrasi. Selain itu, memastikan ruang demokrasi yang cukup bagi partisipasi masyarakat madani. IPD juga diharapkan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk berbagi pengalaman mengenai transisi demokrasi, penguatan partisipasi politik wanita dan peran media dalam demokrasi.

Kepala Negara/Pemerintahan, kali ini dihadiri 8 Kepala Negara/Pemerintahan. Tercatat 40 negara dari kawasan Asia-Pasifik dan 42 negara di luar kawasan hadir. Menlu Marty memanfaatkan kesempatan di sela-sela BDF untuk bertemu dengan mitranya. Di selasela BDF IV telah dilakukan 7 pertemuan bilateral dengan Inggris, Selandia Baru, Timor Leste, Federasi Rusia, AS, Bosnia and Hezergovina dan Community of Democracies. Dalam rangkaian BDF IV, selain upaya-upaya peningkatan hubungan bilateral, juga dibahas sejumlah isu di kawasan dan internasional yang menjadi perhatian bersama.[]

Program IPD Pertemuan kali ini menghasilkan Chair’s Statement yang antara lain berisi mengenai pedoman kegiatan BDF pada 2012. Institute for Peace and Democracy (IPD) sebagai lembaga pelaksana BDF diminta

Partisipasi Meningkat Pada penyelenggaraannya yang kelima, partisipasi negara-negara semakin meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Apabila selama tiga tahun awal dihadiri 3

lensa

No. 71 Tahun VI

22


Diplomasi TABLOID


Perdana Menteri Rutte bersama Menteri Pendidikan M. Nuh di ruang VVIP Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta (19/11).

Kunjungan PM Rutte Bawa Misi Tingkatkan Hubungan Bilateral RI-Belanda

P

erdana Menteri Belanda Mark Rutte tiba di Jakarta (19/11) untuk memulai kunjungan resmi yang hingga 22 November 2013. Kunjungan ini merupakan kunjungan PM Rutte ke Indonesia pertama sejak ia terpilih kembali sebagai Perdana Menteri pada bulan November 2012 lalu. Indonesia merupakan negara tujuan tunggal dalam lawatan PM Rutte ke luar negeri kali ini. Pada hari pertama kunjungan (20/11), Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Mark Rutte mengadakan pertemuan bilateral dan sepakat untuk memajukan kerjasama bilateral, khususnya pada bidang-bidang prioritas.

“Kami membahas kerjasama di bidang perdagangan dan investasi, pengelolaan air, infrastruktur dan logistik, pertanian dan pangan, pendidikan, serta pariwisata dan kesehatan”, ucap Presiden RI pada Konferensi Pers di Istana Istana Negara, Jakarta. Kedua Kepala Pemerintahan juga saling bertukar pikiran mengenai isu-isu regional seperti Eurozone, ASEAN dan perkembangan di Suriah, maupun isu-isu global yang menjadi perhatian bersama seperti WTO, Aliance of Civilization dan Nuclear Security Summit. Kedua Kepala Pemerintah meluncurkan Deklarasi Bersama mengenai Kemitraan Komprehensif (Joint Declaration on Comprehensive Partnership), yang berisi penegasan

untuk bekerjasama dengan berorientasi kemasa depan dalam mempererat persahabatan kedua negara dan kerjasama bilateral yang lebih mendalam dan terstruktur. Dalam kesempatan tersebut, PM Rutte dan Presiden SBY juga menyaksikan penandatangan dua dokumen yaitu Kesepakatan Kerjasama Bidang Perikanan dan AquaCulture, serta Kerjasama Teknik Triangular. “Melalui kesepakatan kerjasama triangular, Belanda dan Indonesia akan bekerjasama membantu dan berkontribusi kepada negara ketiga, dalam merealisasikan agenda pembangunan”. Hal ini akan kami lakukan dengan mekanisme saling berbagi pengetahuan, kemampuan, dan

pengalaman sekaligus mempererat hubungan antara pihak-pihak terkait. Selama berada di Jakarta, PM Mark Rutte juga menghadiri pertemuan bisnis forum dan roundtable, termasuk di dalamnya pelaksanaan Infrastructure Forum IndonesiaBelanda yang kedua, dan mengunjungi beberapa proyek kerjasama pengelolaan air dan infrastruktur di Tanjung Priok dan Waduk Pluit. PM Mark Rutte juga bertemu dengan Wakil Presiden RI sebelum bertolak kembali menuju Amsterdam. Dalam kunjungannya ini PM Rutte membawa 157 orang pengusaha yang mewakili 106 perusahaan Belanda.[]

23


lensa

No. 71 Tahun VI

Diplomasi TABLOID


Diplomatic Tour 2013

Duta Besar Negara Sahabat Kunjungi Sentra Industri dan Pariwisata Di Sumatera Barat

G

una mempromosikan potensi ekonomi, pariwisata dan investasi di daerah, sekaligus memperingati World Food Day 2013 Kementerian Luar Negeri bersama Kementerian Pertanian dan Pemerintah Provinsi Su-

matera Barat menyelenggarakan Diplomatic Tour yang dihadiri oleh lima orang Duta Besar negara sahabat, Perwakilan FAO dan WFP di Indonesia serta perwakilan korps diplomatik lainnya. Rangkaian kegiatan diakhiri tanggal 31 Oktober 2013 dengan menghadiri acara

pembukaan Perayaan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-33 yang dipusatkan di lapangan TVRI kota Padang serta dihadiri oleh Presiden RI. Pada tanggal 30 Oktober 2013. Peserta Diplomatic Tour berkesempatan menyaksikan atraksi monyet (Baruak) memanjat pohon kelapa

di Kiambang. Selanjutnya mereka diajak mengunjungi pusat informasi wisata MInangkabau, pusat tenun ikat di Pandai Silok, makan siang di kediaman Walikota Payakumbuh, dan mengunjungi pusat pembudidayaan sapi di Padang Mengat.

Batam dan Bintan Menjadi Surga Golf bagi Diplomat Asing

S

elama tiga hari, yaitu pada tanggal 1 – 3 November 2013, Batam dan Bintan menjadi tuan rumah kunjungan Duta Besar Negara-negara sahabat yang tergabung dalam Jakarta Ambassador Golf Association (JAGA). Mereka mengikuti turnamen golf di Ria Bintan Golf Resort (2/11) dan Palm Springs Golf Course Batam (3/11). Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri RI, Duta Besar AM. Fachir dan Dirjen Amerika dan Eropa, Kementerian Luar Negeri RI, Dian Triansyah Djani yang juga tergabung dalam JAGA beserta para Duta Besar lainnya, sangat menikmati permainan golf di salah satu the best golf course in Asia, yaitu Ria Bintan Golf Course yang langsung berhadapan dengan debur ombak Selat Malaka. Di sela-sela turnamen golf, kesempatan kunjungan ke Batam dan Bintan juga dimanfaatkan oleh Kepala Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kepulauan Riau untuk mempromosikan potensi ekonomi dan investasi, sekaligus menjalin “networking” dengan beberapa pengusaha potensial di Batam dan Bintan.[]

Jakarta Ambassador Golf Association (JAGA) berpose bersama sebelum menyeberang ke pulau Bintan untuk mengikuti turnament di Ria Bintan Golf Resort (2/11).

http://www.tabloiddiplomasi.org

No. 71 Tahun VI, Tgl. 15 DESEMBER 2013 - 14 JANUARI 2014

Diplomasi TABLOID


Direktorat Diplomasi Publik Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta 10110 Telepon : 021-3813480 Faksimili : 021-3858035 www.tabloiddiplomasi.org

Kunjungan Peserta BDF ke Kantor IPD S alah satu rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan Bali Democracy Forum (BDF) VI tahun 2013 adalah berupa kunjungan ke Institut for Peace and Democracy (IPD) yang berada di lingkungan kampus Universitas Udayana, Jimbaran, Bali. Kunjungan ini dimaksudkan agar anggota delegasi peserta BDF VI dapat mengenal lebih jauh berbagai bentuk aktivitas yang dilakukan oleh IPD yang tentunya sangat bermanfaat tidak hanya untuk Indonesia, tetapi juga

untuk kawasan Asia-Pasifik. Dalam kesempatan tersebut, Direktur Eksekutif IPD, DR. I Ketut Putra Erawan, menjelaskan bahwa IPD merupakan sebuah lembaga nirlaba atau non-profit sebagai hasil kerjasama antara Universitas Udayana (Unud) dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI. “Nota kesepahamannya telah kami tandatangani pada tanggal 10 November 2008, dan institut ini merupakan suatu kesatuan dengan Bali Democracy Forum (BDF),” jelas DR I Ketut Putra Erawan. BDF adalah prakarsa dari Presi-

Tabloid Diplomasi dapat diakses melalui:

http://www.tabloiddiplomasi.org

Bagi Anda yang berminat menyampaikan tulisan, opini, saran dan kritik silahkan kirim ke:

[email protected]

den Susilo BambangYudhoyono dan pemerintah RI untuk mengembangkan demokrasi. Indonesia dipandang sebagai suatu keajaiban didalam mengembangkan demokrasi, karena dalam waktu yang sangat pendek telah mampu mentransformasikan diri dari sistem pemerintahan yang otoritarian menjadi sistem pemerintahan yang demokratis. Ini merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia, meskipun harus diakui bahwa kualitas demokrasi di Indonesia memang masih harus terus menerus diperbaiki. Terkait dengan hal tersebut,

Mantan Menlu Hasan Wirajudha mengatakan bahwa di sinilah terletak peran dari BDF, karena BDF bertujuan untuk melakukan sharing experience, guna menuju best practices dan centre of excelent dalam bidang demokrasi. Institut for Peace and Democracy (IPD) merupakan wadah untuk melaksanakan ide, gagasan ataupun program yang akan dan telah ditetapkan oleh BDF, antara lain dalam bentuk pengkajian dan penelitian, pertemuan-pertemuan, dialog, seminar, workshop dan publikasi dalam bidang demokrasi.[]

Diplomasi APEC BDF BERPERAN DALAM PROSES PERUBAHAN DAN REFORMASI. lanjutkan Reformasi. No. 71. Tahun VI TABLOID INDONESIA 2013 ISSN

Recommend Documents