DETEKSI DNA Coxiella burnetii PADA DARAH AYAM RAS DI KECAMATAN PARUNG KABUPATEN BOGOR DENGAN METODE PCR
GUSRA FIRDAUS B04103063
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
DETEKSI DNA Coxiella burnetii PADA DARAH AYAM RAS DI KECAMATAN PARUNG KABUPATEN BOGOR DENGAN METODE PCR
GUSRA FIRDAUS B04103063
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
ABSTRAK
GUSRA FIRDAUS. BO4103063. Deteksi DNA Coxiella burnetii pada darah ayam ras di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor dengan metode PCR. Di bimbing oleh TRIOSO PURNAWARMAN. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi adanya DNA Coxiella burnetii dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Coxiella burnetii merupakan agen penyakit Q fever yang menyerang hewan dan manusia. Sampel yang akan dideteksi berjumlah 21 berupa darah ayam ras jenis petelur (layer). Deteksi Coxiella burneti dimulai dari ekstraksi DNA yang dilanjutkan dengan amplifikasi DNA menggunakan metode PCR, terakhir dilakukan proses elektroforesis yang diamati menggunakan UV transluminator. Hasil penelitian ini tidak menunjukkan adanya DNA Coxiella burnetii. Hasil negatif diperoleh karena darah ayam ras petelur tidak terinfeksi oleh Coxiella burnetii. Hal ini terjadi karena peternakan menerapkan sistem manajemen peternakan yang sudah moderen dan baik, serta penggunaan antibiotika secara intensif. Kemungkinan yang lain adalah Coxiella burnetii sudah berada pada jaringan.
Kata kunci : Coxiella burnetii, ayam ras petelur, PCR
ABSTRACT GUSRA FIRDAUS. BO4103063. Detection DNA Coxiella burnetii of “Ayam Ras” blood in Regency of Bogor with PCR method. Guiding by TRIOSO PURNAWARMAN. The aim of this study was to detect existence the material genetic of Coxiella burnetii with Polymerase Chain Reaction (PCR). Coxiella burnetii is an agent of Q fever that infect animal and human. Twenty one samples would be detected from blood layers. Extraction of material genetic (DNA) was the first step in Coxiella burnetii detection, which was continued by amplifying the DNA with PCR methode and done the elektroforesis process by using the UV transluminator. The result of research did not show the presence of Coxiella burnetii DNA. The research revealed negative result because layers blood were not infected by Coxiella burnetii, because the farm have been applied good and modern management system and using antibiotic intensively. The other possibility, Coxiella burnetii had moved to the tissue.
Keyword: Coxiella burnetii, Layer hens, PCR
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam skripsi saya dengan judul Deteksi DNA Coxiella burnetii pada Darah Ayam Ras di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor dengan Metode PCR merupakan karya saya sendiri dengan bimbingan drh. Trioso Purnawarman, MSi. dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 17 Agustus 2007
Gusra Firdaus B04103063
LEMBAR PENGESAHAN
Judul skripsi
: Deteksi DNA Coxiella burnetii pada darah ayam ras di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor dengan metode PCR.
Nama
: Gusra Firdaus
NRP
: B04103063
Disetujui, Pembimbing
drh. Trioso Purnawarman, MSi NIP. 131 760 844
Diketahui, Wakil Dekan
Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP. 131 129 090
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis terlahir 23 tahun silam, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1984 di Desa Lubuk Begalung, Kec. Bayang, Kab. Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Anak dari ibu Naini dan bapak Rajiis. Penulis merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara. Pendidikan formal yang pernah ditempuh sebelumnya, yaitu Sekolah Dasar pada SDN No. 23 Apa Jaya, dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah tingkat menengah di MTsN Talaok Bayang dan menyelesaikannya pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Bayang, alhamdulillah selesai tepat waktu, pada tahun 2003. Berkat rahmat-Nya, penulis diizinkan untuk mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan, karena pada tahun yang sama penulis diterima pada Jurusan Kedokteran hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Suatu nikmat dan rahmat yang tidak terhingga penulis rasakan dapat mengenyam pendidikan, sehingga penulis memanfaatkan masa pendidikan semaksimal mungkin. Selama itu, baik masa di bangku sekolah maupun di bangku perkuliahan, penulis mengisi waktu kosong dengan aktif pada beberapa organisasi. Penulis pernah terlibat di DPM KM FKH IPB dan HMI Komisariat FKH IPB serta ikut dalam beberapa kegiatan kampus.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Deteksi DNA Coxiella burnetii pada darah ayam ras di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor dengan metode PCR. Tulisan ini menjadi prasyarat kelulusan Mahasiswa Sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan IPB. 1. Terima kasih kepada Bapak Rajiis dan Ibu Naini selaku kedua orang tua saya, saudara-saudara dan seluruh keluarga yang saya cintai dan saya banggakan. Permohonan maaf atas kesalahan dan kekhilafan serta beban yang telah saya berikan kepada keluarga semuanya, 2. Ucapan terima kasih tulus kepada drh. Trioso Purnawarman, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu dan tenaga, membimbing dan selalu membantu, sehingga penelitian dan tulisan ini dapat saya selesaikan, 3. Terima kasih kepada Dr. drh. Surachmi Setyaningsih sebagai dosen penilai yang telah memberikan masukan untuk kebaikan tulisan ini, 4. Terima kasih kepada Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS. sebagai dosen penguji dalam ujian skripsi dengan masukan dan saran-sarannya, 5. Kepada Dr. drh. Agik Suprayogi sebagai Pembimbing Akademik, terima kasih atas bantuan dan saran-sarannya, 6.
kepada Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS saya ucapkan terima kasih atas bantuannya sehingga penulisan ini dapat berjalan dengan lancar,
7.
Kepada teman-teman yang telah membantu penelitian ini: Bernard, Nandi, Puji, dan Rahma, terima kasih atas kerja samanya. Kebersamaan selama penelitian yang kita lakukan kurang lebih satu tahun akan menjadi pengalaman dan kenangan dalam hidup kita nantinya.
8. Kepada sahabat-sahabat seperjuangan yang siap membantu dalam kesusahan, menasehati disaat melakukan kesalahan dan selalu bisa berbagi cerita bahagia dan sedih (Andra, Ayu, Bas, Betha, Efni, Ferry, Mudia, Ye2n dan Yudhi). Teman-teman IPMM, semua Kader HMI , teman-tema n
ii
40-ers alias Gymnolaemata, kita semua pernah berjuang bersama di ruang yang sama, indah sekali kenangan bersama kalian dan seluruh keluarga besar FKH IPB. Terima kasih atas bantuan yang diberikan, 9. Kepada semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu, saya ucapkan banyak terima kasih. Penulis tidak bisa mengingkari kalau penulisan ini belumlah sempurna, karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT, sehingga penulis memohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan ini dan sangat berharap bila tulisan ini bisa bermamfaat untuk kita semua.. amin
Sekian dan terima kasih
Bogor, 17 Agustus 2007
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii PENDAHULUAN........................................................................................... Latar belakang ....................................................................................... Tujuan.................................................................................................... Manfaat.................................................................................................. Hipotesis ................................................................................................
1 1 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. Coxiella burnetii .................................................................................... Q Fever .................................................................................................. Gejala klinis ............................................................................. Penularan penyakit ................................................................... Diagnosa................................................................................... Pengendalian Coxiella burnetii ................................................ Polymerase Chain Reaction (PCR) ....................................................... Elektroforesis agar gel ...........................................................................
3 3 4 5 6 7 8 9 10
MATERI DAN METODE ............................................................................. Waktu dan Tempat................................................................................. Bahan dan Alat Penelitian ..................................................................... Metode Penelitian .................................................................................. Metode Pengambilan Sampel ................................................... Ekstrasi DNA ........................................................................... Perbanyakan Rangkaian DNA Spesifik ................................... Elektroforesis ...........................................................................
11 11 11 11 11 12 12 13
iv
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 14
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 23
v
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Populasi ayam ras petelur di Kabupaten Bogor pada Tahun 2005 ............. 14
2. Hasil pengamatan elektroforesis sampel darah ayam dari Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor .......................................................................................... 19
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Sel dari Coxiella burnetii ............................................................................ 3
2. Foto rontgen pada pasien pneumonia yang terkena Q fever ...................... 6
3. Bentuk penularan Q fever pada manusia.................................................... 7
4. Prinsip kerja PCR ........................................................................................ 16
5. Grafik ratio 260/280 spektrofotometer sampel darah ayam ras petelur dari Kecamatan Parung Bogor .......................................................................... 17
6. Hasil pengamatan dengan UV transluminator DNA yang dipreparasi dengan metode PCR ............................................................................................... 18
vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pengetahuan dan tingkat penghasilan termasuk indikasi dalam menentukan kesejahteraan masyarakat hidup di dunia. Masyarakat yang memiliki pengetahuan dan penghasilan lebih tinggi, memiliki kesadaran besar terhadap pentingnya kesehatan. Masyarakat demikian sudah mulai beroreantasi untuk hidup sehat, salah satu caranya dengan memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh. Nutrisi yang dibutuhkan berupa karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Sebagian besar nutrisi ini sudah tersedia di alam dalam bentuk bahan makanan yang bisa diproses oleh tubuh menjadi nutrien. Ayam merupakan salah satu sumber protein yang dibutuhkan oleh tubuh. Produk pangan dari ternak ini berupa daging dan telur. Meningkatnya kebutuhan protein sejalan dengan perkembangan peternakan ayam di Indonesia. Beberapa daerah sudah menjadi pusat-pusat peternakan ayam seperti Kecamatan Parung. Wilayah ini menjadi sentra peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Bogor. Menurut Dinas Peternakan dan Perikanan (2005) pada tahun 2005 terdapat 15 peternakan ayam ras petelur di Kecamatan Parung dengan jumlah populasi 249.000 ekor. Ternak ayam sangat rentan terhadap infeksi oleh agen-agen penyakit, seperti virus, jamur dan bakteri. Agen penyakit yang menginfeksi ayam ada yang bersifat zoonosis artinya penyakit ini dapat menular dari ayam ke manusia. Penyakit ayam yang bersifat zoonosis diantaranya Q fever yang disebabkan oleh Coxiella burnetii. Coxiella burnetii pertama kali dilaporkan pada tahun 1937 oleh Frank Burnett di Australia dan oleh Harold Cox di Amerika Serikat (Shulman et al. 1994). Agen ini menyerang berbagai jenis hewan diantaranya kuda, ternak ruminansia, hewan penggerat, hewan berkantung, ma malia dan unggas (William et al. 1993). Infeksi pada ayam dan hewan lainya bersifat sub klinis sehingga sulit untuk diamati kejadian penyakitnya (Merchant et al. 1973). Badan kesehatan dunia telah menggolongkan penyakit ini pada level 3 yang berpotensi sebagai senjata biologi (Anonimous 2007b). Beberapa negara
sudah memberikan perhatian besar dan serius dengan melakukan penelitian untuk mendapatkan informasi-informasi terbaru dari Coxiella burnetii. Kasus Q fever belum banyak diketahui karena kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat Indonesia. Pernah dilakukan penelitian Q fever melalui survei antibodi oleh WHO pada sapi potong di Jakarta dan pada kerbau, domba, kambing, babi yang dipotong di RPH, tapi tidak mengungkap keberadaan penyakit ini di Indonesia (Van Peenen et al. 1974). Penelitian yang dilakukan terhadap Coxiella burnetii masih sangat kurang, sehingga informasi yang ada pun terbatas dan bisa saja agen ini telah menyebar di seluruh Indonesia. Terutama pada ayam, belum sekalipun dilakukan penelitian tentang agen ini, padahal ayam berpotensi besar untuk menularkan Q fever ke manusia.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi DNA Coxiella burnetii pada sampel darah ayam ras jenis petelur yang ada di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor.
Manfaat Peneliti menjadikan penelitian ini sebagai rujukan dalam pembuatan tugas akhir program sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, sehingga keberhasilan penelitian ini akan menjadi salah satu penentu kelulusan peneliti. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang Coxiella burnetii di Kecamatan Parung, serta dapat menjadi referensi untuk pihak-pihak yang berkepentingan dengan agen penyakit ini.
Hipotesis Hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: Ho
: DNA Coxiella burnetii tidak ditemukan dalam darah ayam Layer
Hi
: DNA Coxiella burnetii ditemukan dalam darah ayam Layer
2
TINJAUAN PUSTAKA Coxiella burnetii Coxiella burnetii merupakan bakteri like organism, memiliki struktur yang sama dengan bakteri gram negatif dan anplopnya memliki tiga lapisan utama (Soerharnoso 2002). Bakteri ini memiliki ukuran 300x1000 nm, berbentuk batang bipolar dan berukuran yang pendek (Bruner et al. 1973; Merchant et al. 1973). Coetzer (1994) menambahkan bahwa bakteri ini berukuran kecil dan pleomorfik, ukurannya 0.25x1.5 µ pada bentuk batang, 1.25x1.5 µ berbentuk lanceolate, 0.25x1.0 µ bentuk bipolar dan pada bentuk kokus berdiameter 1.25 µ. Agen ini memiliki sifat obligat parasit intraseluler, yaitu parasit yang hanya dapat bertahan hidup di jaringan yang hidup dan akan cepat mati pada lingkungan yang kering dan panas (Tri Akoso 1996).
Gambar 1 Sel dari Coxiella burnetii (Anonimous 2007) Medic (2000) menyatakan Coxiella burnetii merupakan agen penyakit Q fever. Coxiella burnetii awalnya dimasukkan kedalam golongan rickettsia, tetapi karena perbedaannya, yaitu sangat tahan terhadap bahan kimia dan tekanan fisis, tidak membentuk aglutinin terhadap uji Weil-Felix, tidak menyebabkan kemerahan pada kulit dan dapat dipindahkan ke individu lain tanpa harus melalui vektor, sehingga dimasukkan kedalam genus Coxiella yang akhirnya dikenal sebagai Coxiella burnetii (Burgdorfer 1975).
Coxiella burnetii lebih dekat hubungannya dengan spesies bakteri Legionella dan Francisella tularesis dan didalam siklus hidupnya terdapat tahap spora like yang menyebabkan mikroorganisme ini tahan terhadap tekanan psikokimia (Vales et al. 1998; Roult et al. 2003; Smith 2005). Pemanasan dengan suhu 60oC selama 30 menit tidak mampu mematikan agen ini, tapi dengan suhu 72oC selama 15 menit mampu membunuh Coxiella burnetii (Seddon et al. 1965; Merchant et al. 1973). Coxilla burnetii dapat infektif selama 7 bulan sampai 9 bulan pada wool yang dikeringkan dengan suhu 15 oC sampai 20oC dan pada susu yang dipanaskan (62 oC samapai 63oC) selama 30 menit. Resisten terhadap phenol 1% atau formalin 1% (O, neill 1997). Q Fever Q fever berasal dari kata (Q) = ”Querry” yang artinya teka-teki, karena pada awal ditemukan penyebab penyakit ini masih menjadi teka-teki (O’Neill 1997). Nama lain dari Q fever di beberapa negara adalah Acute Q fever, Chronic Q fever, Coxiella burnetii fever, Coxiella burnetii vector borne disease, Australian Q fever, Australian Q, Balkan influenza, Balkan nine mile fever, Coxiella
burnetii
infection,
Derrick-bunet
disease,
Hibernovenal
bronchopneumonia, Q fever pneumonia, Querry fever dan Puzzling fever (Acha dan Szyfres 2003). Q fever bersifat zoonotik dan endemik yang menyerang hewan dan manusia. Kasus pertama yang dilaporkan pada manusia terjadi masa perang dunia ke II di Eropa, Q fever menyerang tentara yang ditugaskan di eropa bagian timur dan selatan. Penyakit ini ditandai dengan pneumonia yang sebelumnya diduga infeksi oleh virus, tetapi setelah diperiksa, gejala tersebut adalah akibat infeksi Coxilla burnetii. Sejak saat itu Q fever mulai dikenal dan telah menyebar hampir di seluruh negara. Sero epidemiologi Q fever pernah dipelajari dengan test aglutinasi kapiler pada 25 peternakan unggas di daerah Ajmer dan Nainital, India dan dari 589 unggas yang diuji, 78 (13.24%) positif semuanya berasal dari 16 peternakan (Rarotra et al. 1977). Q fever pernah juga dilaporkan menjangkiti pekerja
4
peternakan ayam di Cekoslovakia dan ternyata ayam, itik, kalkun, angsa dan merpati yang ada di peternakan tersebut juga terinfeksi. Q fever dilaporkan sebagai Kasus Luar Biasa (KLB) pada pekerja di peternakan, di tempat pengepakan daging, di tempat penggemukan ternak, di laboratorium dan pusat-pusat veteriner yang melakukan penelitian dengan domba sebagai binatang percobaan. Merchant (1973) mengungkapkan bahwa 15% pabrik susu yang ada di California bagian selatan terinfeksi oleh Coxiella burnetii. Survei serologik yang pernah dilakukan di Indonesia terhadap agen Coxiella burnetii yang dimulai dari Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTT, Sulawesi Tengah sampai Sulawesi Tenggara didapatkan gambaran prevalensi yang bervariasi, dari 7% di Sumatera Barat sampai 50% di NTT dengan rata-rata 25% (Soeharsono 2002).
a. Gejala Klinis Infeksi Coxiella burnetii pada ayam tidak menimbulkan gejala klinis, sama halnya pada hewan-hewan lain (Soejoedono 2004). Uji sero epidemiologi yang dilakukan di India menunjukan, bahwa ayam yang terinfeksi oleh Coxiella burnetii akan menghasilkan antibodi setelah hari ke 13 pasca infeksi (JSTOR 2006). Ayam yang terinfeksi dapat menularkan
Coxiella burnetii ke telur.
Penularan Q fever dari ayam yang terinfeksi ke hewan dan manusia bisa melalui telur dan feces. Menurut Anonimous (2007b) pengujian terhadap telur ayam yang berasal dari pasar telur di Jepang, didapatkan hasil 4.2% positif mengandung material genetik Coxiella burnetii. Sebagian besar ternak yang terinfeksi Q fever tidak menunjukkan gejala klinis, tapi pernah dilaporkan terjadi kasus keguguran pada domba dan kambing yang terinfeksi Coxiella burnetii. Hal ini ditegaskan oleh Schnurrenberger (1991), bahwa tanda dan gejala Q fever pada domba, kambing dan sapi adalah keguguran dan bronkopneumoni. Hewan yang terinfeksi akan memindahkan agen ke fetus secara transplasental dan dapat menyebabkan keguguran, mengganggu kesuburan atau infertilitas. Infeksi tidak akan menyebabkan turunnya produksi susu dan tidak akan menghambat pertumbuhan anak yang baru lahir (Burgdorfer 1975; Acha et al. 2003).
5
Q fever pada manusia bisa dalam dua fase infeksi, yaitu fase akut dan fase kronis. Fase akut menunjukan gejala penyakit berupa demam akut, sakit kepala yang berat, nyeri otot, myalgia dan dapat menimbulkan keguguran pada wanita hamil, sedangkan pada fase kronis gejala yang timbul berupa komplikasi endokarditis dan pneumonitis yang dapat berakibat fatal dengan tingkat kematian sekitar 1% sampai dengan 2% (Seppon 1965). Demam yang terjadi bisa berlangsung beberapa mi nggu dengan suhu maksimum 40oC sampai 41.1oC dan perlu diwaspadai bila suhu penderita sudah diatas 38.8oC, artinya kondisi penderita sudah sangat parah. Masa inkubasi Q fever 2 minggu sampai 4 minggu, tetapi banyak yang terjadi selama 18 hari sampai 20 hari.
Gambaran 2 foto rontgen pada pasien pneumonia yang terkena Q fever (Anonimous 2006c) Berat dan lamanya penyakit sangat bervariasi pada hewan dan manusia yang terinfeksi. Infeksi dapat tanpa gejala atau berupa demam non-spesifik ”fever un know origin” (Anonimous 2006a). Penyakit yang cepat ditangani tidak akan menimbulkan resiko yang besar pada penderita, karena mortalitas kasus Q fever cukup rendah, yaitu kurang dari 1% (Seppon 1965).
b. Penularan Penyakit Penyebaran Coxiella burnetii lebih sering terjadi melalui udara, debu dan vektor. Partikel udara yang mengandung organisme dapat tertiup angin sampai jarak satu setengah mil atau lebih, sedangkan vektor dapat menyebarkan agen melalui gigitan (Merchant 1973). Penularan penyakit biasanya melalui kontak langsung dengan alat yang terpapar plasenta, air ketuban, kotoran binatang yang terinfeksi dan bisa juga melaui vektor. Penularan penyakit Q fever dikenal dengan
6
dua siklus, yaitu; (i) siklus di antara mamalia liar dan arthropoda hemathopagus dan (ii) siklus di antara mamalia domestik. Ayam yang terinfeksi dapat menularkan penyakit ini melalui telur dan feces. Pengeluaran Coxiella burnetii dari ayam melalui ekskresi atau feces terjadi setelah hari ke tujuh sampai hari ke 40 pasca infeksi (Rarotra et al. 1977). Penularan akan terjadi bila ayam atau hewan lain terpapar dengan feces yang mengandung agen tersebut. Manusia akan tertular bila mengkonsumsi daging atau telur ayam yang terkontaminasi tanpa memasak sampai matang. Penularan Q fever ke manusia dari ternak sering terjadi secara aerosol dan kontak langsung, sedangkan penularan melaui gigitan arthropoda jarang terjadi. Coxiella burnetii sangat tahan terhadap kekeringan, sehingga sering terjadi infeksi secara tidak langsung malalui wool, rambut hewan dan pakaian (Acha dan Szyfres 2003).
1. Masuk secara aerosol dari domba, kambing atau sapi yang terinfeksi.
3. Penyakit Pneumonitis Endokarditis Granulomas
2. Menyebar melalui peredaran darah
4. Keluar dari tubuh
Gambar 3 Bentuk penularan Q fever pada manusia (Anonimous 2006d)
c. Diagnosa Diagnosa Q fever dapat dilakukan dengan uji serologis. Susunan metode pemeriksaan uji serologis yaitu peralatan fiksasi, tes aglutinasi kapiler, standar aglutinasi rickettsia, slide aglutinasi mikroskopis, resuspensi aglutinasi, tes
7
presipitasi radiostop, tes opsonin, penetral serum 3 variasi, pelindung serum, fluoresensi antibodi langsung dan tidak langsung, anapsilasi cutaneus pasif, hubungan uji immuno-enzim. Hasil yang didapatkan pada antigen tahap 1 dan 2 dari tes CF terlihat sangat berbeda (Cox dalam Davis 1981). Diagnosa Q fever akut dapat dilakukan dengan kit diagnostik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), uji indirec immunfluorescence antibody (IFA) dan Western immuno blot assay. Uji-uji ini dapat dikombinasikan dalam pemeriksaan, karena dengan menggunakan satu uji saja ternyata tidak cukup untuk menunjukkan adanya Coxiella Burnetii. Diagnosa dapat juga dilakukan dengan mengisolasi Coxiella burnetii dari telur, susu, darah, parasit arthropoda dan jaringan limpa kecil hamster atau plasenta ruminansia. Pada studi khusus dapat dilakukan pemeriksaan dengan sputum, urin, feses, debu dan sampel udara. Keberhasilan dalam mengisolasi Coxiella burnetii sangat ditentukan oleh perawatan yang tepat dalam pengumpulan dan pengangkutan spesimen. Pewarnaan gram tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi agen ini. d. Pengendalian Penyakit Q fever 1. Pencegahan Infeksi Coxiella burnetii dapat dicegah dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang bekerja dengan risiko tinggi, seperti peternak domba, pemerah susu, peneliti hewan dan pekerja di tempat pemotongan hewan, tentang sumber infeksi, pentingnya disenfeksi dan cara-cara pembuangan sampah produk binatang yang benar. Pasteurisasi susu dengan suhu 62.7oC selama 30 menit atau 71.6oC selama 15 menit untuk mema tikan Coxiella burnetii dan memasak daging atau telur yang akan dikonsumsi dapat menghindarkan diri dari infeksi agen ini. Williams et al. (1993) menyatakan bahwa vaksinasi pada manusia dan hewan telah direkomendasikan sebagai tindakan pencegahan dan kontrol terhadap Q fever, karena Coxiella burnetii telah menyebar luas baik pada hewan liar maupun hewan domestik. Manajemen peternakan yang baik dapat mencegah ternak terinfeksi oleh Coxiella burnetii dengan mengetahui cara beternak yang
8
baik dan penerapan biosecurity, misalnya; pembersihan lingkungan kandang, disenfeksi dan pengendalian parasit (Anonimous 2007b).
2. Pengobatan Ternak yang terinfeksi dapat diobati dengan pemberian antibiotik. Chloramphenicol dan Teramicyne merupakan kelompok antibiotik yang digunakan untuk melumpuhkan rickettsia. Obat ini tidak dapat membunuh Coxiella burnetii, sehingga memungkinkan Coxiella burnetii dapat aktif kembali setelah
beberapa
hari
pengobatan.
Aureomicyne,
chloramphenicol
dan
streptomicyne tidak terlalu efektif untuk pengobatan Q fever. Doxycycline ditambah rifampin atau quinolone ditambah rifampin dapat juga digunakan untuk pegobatan penyakit ini (Shulmann 1994). Polymerace Chain Reaction (PCR). Reaksi berantai polimerase atau PCR merupakan teknik atau metode perbanyakan (amplifikasi) DNA dalam jumlah jutaan dan waktu yang singkat, bisa digunakan pada hewan yang masih hidup atau hewan yang sudah mati. Metode ini berlangsung secara in vitro dengan reaksi sintetis enzimatis dari untaian DNA yang spesifik menggunakan dua oligonukleotida (primer) yang susunan basanya sudah diketahui. Primer yang digunakan untuk mengawali proses amplifikasi DNA harus sesuai dengan target cetakannya. Metode PCR menggunakan dNTP yang terdiri dari ATP, dTTP, dCTP dan dGTP sebagai sumber nukleotida (Erlich 1989). Proses PCR berulang antara 30 sampai 40 siklus dan setiap siklus terdiri dari tiga tahap yaitu denaturation, annealing dan extention. Jumlah DNA yang dihasilkan setelah proses amplifikasi mencapai jutaan DNA, karena penambahan terjadi secara eksposional (Anonimous 2007a). Teknik PCR telah banyak dipakai untuk mendeteksi berbagai macam virus yang menyerang manusia dan hewan, antara lain: virus Epstain-barr dan virus Acquire Imunodeficiency Syndromes (AIDS), virus Bovine leukosis, virus penyakit mulut dan kuku, virus Infectious Laryngotracheitis (ILT), virus kholera pada babi dan virus rabies (Wartazoa 1999).
9
Elektroforesis Agar Gel Elektroforesis gel agarosa merupakan metode standar yang digunakan untuk pemisahan, identifikasi dan pemurnian fragmen DNA (Sajuthi et al. 1991; Kaufman et al. 1995). Agar diekstraksi dari tumbuhan rumput laut yang mempunyai komponen dasar polimer linear D-galaktosa dan 3,6 anhidro Lgalaktosa (Kaufman et al. 1995). Prinsip elektroforesis adalah memisahkan molekul berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya. Molekul akan bergerak ke arah elektroda yang polaritasnya berlawanan dengan muatan molekul tersebut (Nur & Adijuwana 1989). Proses mengerasnya agar dari bentuk cair terjadi karena polimer-polimer linear D-galaktosa dan 3,6 anhidro L-galaktosa saling bereaksi satu sama lain, sehingga dihasilkan suatu rantai polimer linear yang panjang. Jala atau matrix yang dibentuk oleh polimer agar ini akan membantu menyaring secara molekular dan memisahkan fragmen DNA dengan ukuran yang berbeda-beda. Gel agar dan gel poliakrilamida dapat dibuat dalam berbagai bentuk, ukuran serta sifat penyerapannya dan dapat dijalankan atau running dalam sejumlah konfigurasi yang berbeda, tetapi berbagai pilihan dalam menggunakan parameter di atas tergantung dari ukuran fragmen yang akan dipisahkan (Sajuthi et al. 1991).
10
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan yaitu dari bulan Juli 2005 sampai dengan Januari 2006 di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari darah ayam, larutan Dr. GenTLETM sollution I,II,III; isoprophanol dingin, alkohol 100% dingin, etanol 70% dingin, aquadest; reagen PCR yaitu pelarut DNA (TE buffer), milli q water, buffer TAE (Tris Acetice EDTA), dNTP, MgCl 2, OMP1, OMP2, OMP3, OMP4, Taq polymerase (Rikaken Co LTD nagoya, Japan), sampel bahan PCR; dan agarose DNA Molekuler Weight Standart (100 bp DNA ladder), ethidium bromida dan loading dye. Alat Alat yang digunakan adalah ependorf (1.5 ml) steril, tabung EDTA, vortex, pipet mikro, tip steril, sentrifus, freezer (-800C), elektroforesis, alat PCR, otoklaf, coolbox, UV transluminator, erlenmeyer 2 liter steril dan 200 ml, spektrofotometer U-2001 (Hitachi), microwave, pH meter, tabung mikro PCR steril, hot stirer, alat elektroforesis. Metode Penelitian 1. Pengambilan sampel Pemilihan peternakan dilakukan secara acak sederhana. Sebanyak 15 peternakan yang ada di Kecamatan Parung dipilih dua peternakan yang memiliki populasi ayam di atas 25.000 ekor/peternakan. Sampel darah diambil secara acak sistematis dari peternakan yang sudah dipilih. Ayam yang diambil sampel darahnya berumur 25-35 minggu atau masa produksi puncak. Peternakan A
dengan populasi 7.000 ekor ayam diambil 9 sampel dan peternakan B dengan populasi 10.000 ekor ayam diambil 12 sampel. 2. Ekstaksi DNA Sebanyak 100 µl sampel darah dengan antikoagulan dimasukkan kedalam tabung mikro yang sudah diisi dengan 500 µl Dr. GenTLETM Sollution 1. Sedian dihomogenasasikan menggunakan vortex selama 10 detik, lalu didiamkan selama 10 menit pada suhu kamar(>20OC). Campuran disentrifius (12.000 g) selama 5 menit pada suhu kamar, kemudian supernatan dikeluarkan hingga hanya tertinggal endapan. Endapan yang ada ditambah dengan 1000 µl larutan Sollutin II dan disentrifius (12.000 g) selama 2 menit pada suhu kamar. Supernatan kembali dibuang, endapan yang tersisa ditambahkan dengan Sollution III sebanyak 500 µl dan divortex selama 10 detik, kemudian disentrifius (12.000 g) selama 5 menit pada suhu kamar. Supernatan dipindahkan ke tabung mikro yang baru dan steril, setelah itu supernatan ditambah 500 µl isoprophanol dan dihomogenesasikan. Campuran disentrifius (12.000 g) selama 5 menit pada suhu 40C dan supernatan dikeluarkan sampai kering, setelah itu endapan yang ada ditambahkan 1000 µl ethanol 70% dan kembali disentrifius (12.000 g) selama 5 menit pada suhu 40C. Supernatan kembali dikeluarkan dan endapan yang tersisa ditambahkan 1000 µl alkohol 100% dan disentrifius (12.000 g) selama 5 menit pada suhu 4 0C. Supernatan dikeluarkan dengan hati-hati supaya DNA tidak ikut terbuang. Endapan DNA yang tersisa dikeringkan setelah itu ditambahkan 25 µl buffer TE. Template DNA disimpan pada freezer dengan suhu -800C. 3. Perbanyakan Rangkaian DNA Spesifik Metode PCR menggunakan dua pasang primer yaitu pada putaran I (OMP 1 dan OMP 2) dan putaran II (OMP 3 dan OMP 4). PCR mixture I terdiri dari milli q water 12 µl, 10X buffer 2.5 µl, dNTP 2.0 µl, MgCl 2 3.0 µl, OMP1 0.2 µl, OMP2 0.2 µl, taq DNA polymerase 0.1 µl, DNA sampel 5.0 µl. PCR mixture II terdiri dari milli q water 12 µl, 10X buffer 2.5 µl, dNTP 2.0 µl, MgCl 2 3.0 µl, OMP3 0.2 µl, OMP4 0.2 µl, taq DNA polymerase 0.1 µl, DNA sampel 5.0 µl. PCR diatur 36 siklus 940C selama 1 menit, 54 0C selama 1 menit dan 72 0C selama 1 menit. Hasil tes disimpan pada suhu 40C.
12
4. Elektroforesis Pembuatan media agar Pembuatan Tris Base Acetic Acid Glacial EDTA (TAE) 50X sebagai stok larutan adalah 24.2 gram tris base dimasukkan kedalam 50 ml aquadest dan 3.7024 gram EDTA ditambahkan kedalam 20 ml aquadest, dihomogenisasikan dengan hot stirer. Larutan EDTA ditambahkan kedalam larutan tris base, kemudian dimasukkan 11.42 ml Acetic Acid Glacial kedalam tris EDTA. Aquadest ditambahkan ke dalam larutan tris EDTA sampai 100 ml. Pembuatan 1X TAE dari stok 50X TAE adalah 1 ml dari stok 50X TAE ditambahkan kedalam 49 ml aquadest. Larutan diatur pada pH 8, jika berada dibawah 8 ditambahkan NaOH dan jika berada diatas 8 ditambahkan HCl. Pembuatan Agarose Gel (1.5%) adalah 3 gram molecular agarose ditambahkan kedalam 200 ml 1X TAE, kemudian dihomogenisasikan dengan dididihkan, setelah tidak terlalu panas, gel dicetak di dalam cetakan. Proses elektroforesis Agar dituangkan kedalam cetakan yang telah dimasukkan sisir pembuat sumur-sumur agar, ditunggu sampai mengeras. Agar yang sudah mengeras dimasukkan kedalam alat elektroforesis yang sudah diisi dengan TAE buffer hingga agar terendam. Sampel, kontrol dan marker yang akan dielektroforesis dicampur dengan loading dye dengan perbandingan 9 : 1, selanjutnya dimasukan kedalam sumur-sumur agar. Alat elektroforesis dioperasikan selama 120 menit dengan 110 V. Hasil elektroforesis direndam dalam larutan buffer yang dicampur ethidium bromida dengan perbandingan 0,5 per ml buffer, kemudian disimpan di tempat gelap selama 30 menit. Hasil dibaca dengan UV transluminator dan diambil fotonya.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecamatan Parung merupakan salah satu pusat peternakan ayam ras petelur di Jawa Barat khususnya Kabupaten Bogor. Pada tahun 2005 terdapat 128 peternakan dengan jumlah populasi 3.109.480 ekor ayam ras petelur yang tersebar di 18 kecamatan. Populasi ayam Ras petelur yang ada di Kecamatan Parung sebanyak 249.000 ekor atau sekitar 8% dari jumlah total ayam ras petelur yang ada di Kabupaten Bogor (Dinas Peternakan dan Perikanan 2005). Tabel 1 Populasi ayam ras petelur di Kabupaten Bogor pada tahun 2005 (sumber: Buku Saku Peternakan dan Perikanan. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2005) No.
Kecamatan
Populasi
jumlah
(ekor)
peternakan
1
Rumpin
625.500
24
2
Kemang
222.500
16
3
Parung
249.000
15
4
Gunung Sindur
1.188.000
48
5
Tajur Halang
105.000
2
6
Cibinong
50.000
2
7
Jonggol
120.000
3
8
Cigudeg
97.000
4
9
Parung Panjang
65.000
1
10
Jasinga
65.000
2
11
Cileungsi
35.750
1
12
Tenjo
72.000
1
13
Cariu
45.000
1
14
Cibungbulang
40.000
1
15
Megamendung
32.230
3
16
Nanggung
25.000
1
17
Tamansari
62.500
2
18
Cigombong
7.500
1
3.109.480
128
Jumlah
Sampel darah yang akan dideteksi berasal dari dua peternakan yang ada di Kecamatan Parung. Kedua peternakan tersebut sudah memenuhi syarat perencanaan penelitian, yaitu peternakan ayam ras petelur dengan populasi lebih dari 25.000 ekor/peternakan. Proses pengambilan darah dilakukan dengan mengikuti teknis yang dianjurkan, yaitu dengan menperhatikan aspek keselamatan hewan dan manusia. Darah diambil pada vena axilaris, kemudian dimasukkan ke dalam tabung EDTA. Ekstraksi darah bertujuan untuk mendapatkan DNA. Proses ekstraksi diawali dengan melisiskan sel-sel darah, sehingga DNA terbebas dari sel. DNA kemudian dipisahkan dari komponen sel lainnya seperti protein dengan menggunakan larutan pencuci (sollution II). Sollution III ditambahkan untuk mengisolasi DNA dan setelah ditambah dengan larutan isoprophanol, DNA akan mengalami presipitasi. Presipitasi DNA akan terlihat jelas berupa benang-benang tipis berwarna putih. Pemberian alkohol bertujuan untuk memurnikan dan membersihkan DNA dari bahan-bahan lain yang digunakan dalam proses ekstraksi. Hasil akhir ekstraksi yang baik dan benar berupa DNA murni yang bisa dipakai dalam pengujian yang menggunakan DNA (Takara Bio 2005). DNA hasil ekstraksi dispektrofotometer dengan panjang gelombang 260 nm untuk memeriksa kemurniannya, selanjutnya DNA digunakan untuk uji PCR. DNA diamplifikasi menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Amplifikasi DNA dengan metode PCR menggunakan primer yang dirancang berdasarkan sekuen spesifik membran luar Coxiella burnetii dengan berat molekul 27 kDa. Primer yang digunakan sebanyak dua pasang terdiri dari primer 1 (5,-AGT AGA AGC ATC CCA AGC ATT G-3,) berpasangan dengan primer 2 (5,-TGC CTG CTA GCT GTA ACG ATT G-3,) yang digunakan pada putaran pertama dan primer 3 (5,-GAA GCG CAA CAA GAA GAA CAC-3,) berpasangan dengan primer 4 (5,-TTG GAA GTT ATC ACG CAG TTG-3,) yang digunakan untuk putaran kedua proses PCR (Takara Bio 2005). Prosedur PCR meliputi tiga tahap, yaitu tahap denaturation, annealing dan extension (polimerase). DNA template untai ganda didenaturasi pada suhu 94 0C selama 1 menit, sehingga kedua untaian DNA terpisah. Tahap annealing terjadi pengikatan pasangan primer yang berlangsung pada suhu 54 0C selama 1 menit,
15
sehingga kedua primer berikatan dengan masing-masing DNA target. Jumlah primer lebih banyak dari template, maka kemungkinan template berikatan dengan primer lebih besar daripada template berikatan dengan template lainnya. DNA polimerase akan mengkatalis penambahan nukleotida pada tahap extension (polimerase) dalam suhu 720C selama 1 menit. PCR berlangsung sampai 36 siklus dan fragmen DNA akan diamplifikasikan secara eksposional yang akan menghasilkan berjuta-juta salinan DNA template.
Gambar 4 Prinsip kerja PCR (Anonimous 2007a)
Produk PCR selanjutnya dielektroforesis menggunakan gel agarose elektroforesis. Gel yang digunakan berupa polimer bertautan silang (crosslinked) yang konsentrasinya dapat diatur sesuai dengan sampel yang diuji (Sajuthi et al. 1991). Elektroforesis pada sampel DNA yang diuji menggunakan media agar dengan konsentrasi 3%. Proses elektroforesis akan menganalisa dan memisahkan DNA berdasarkan berat atau panjang DNA. Molekul DNA bergerak dari elektroda
16
negatif menuju elektroda positif. Kecepatan pergerakan DNA berdasarkan berat dan panjang DNA. DNA yang berukuran kecil akan lebih cepat bergerak, sedangkan DNA dengan berat molekul lebih besar akan semakin sulit melewati pori atau rongga agar (Anonimous 2007a). Proses pewarnaan (stainning) menggunakan ethidium bromida untuk dapat melihat pita (band) molekul DNA dilakukan setelah proses elektroforesis. Satu lajur (lane) merupakan arah pergerakan satu sampel dari sumur gel. Pita-pita yang sejajar pada akhir elektroforesis mengandung molekul yang bergerak dengan kecepatan yang sama, berarti molekul-molekul DNA tersebut memiliki ukuran yang sama (Anonimous 2007a). Hasil elektroforesis dapat terlihat melalui pengamatan dengan UV transluminator. Penganalisaan dengan elektroforesis memerlukan kontrol positif dan kontrol negatif. Kontrol positif merupakan DNA Coxiella burnetii Strain Nine Mile 2 ATCC (NM2) yang ditambah dengan PCR mixture dan kontrol negatif terdiri dari DNA Staphylococcus aureus strain cowan 1 ditambah dengan PCR mixture. 8
Frekwensi
Frequency
6
4
2
Rata-rata = 1.648 Std. Dev. = 0.252 N = 21
Mean = 1.6484 Std. Dev. = 0.25233 N = 20 0 1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
ratio
Gambar 5 Grafik Ratio 260/280 spektrofotometer sampel darah ayam petelur di Kecamatan Parung, Bogor. Kemurnian DNA yang didapatkan dari spektrofotometer bervariasi. Ratio terendah DNA adalah 1.000 dan tertinggi 2.000. Menurut Colclough et al. (2004)
17
DNA yang murni memiliki kisaran nilai ratio 260/280 antara 1.500 sampai dengan 2.100. Hasil penilaian kemurnian DNA digambarkan pada grafik diatas dan terlihat rentang yang tidak terlalu jauh antara ratio DNA yang diuji. Mengacu pada rataan ratio kemurnian DNA, yaitunya 1.648, dapat diambil kesimpulan, bahwa DNA yang diekstraksi adalah DNA murni. Hasil spektrofotometer bukanlah jaminan untuk kelayakan uji PCR, karena metode PCR sangat spesifik dan sensitif. Proses PCR hanya akan mengidentifikasi objek yang akan diteliti sesuai dengan mixture yang digunakan, sehingga metode PCR yang menggunakan mixture untuk mengidentifikasi DNA hanya akan menunjukan hasil PCR tentang DNA.
Gambar 6 Hasil pengamatan dengan UV transluminator DNA yang dipreparasi dengan metode PCR. DNA Coxiella burnetii akan menunjukkan hasil amplifikasi PCR I 501 bp dan PCR II 438 bp. Hasil elektroforesis dari 21 sampel darah ayam yang berasal dari dua peternakan yang ada di Kecamatan Parung, Kabupatan Bogor tidak menunjukkan DNA Coxiella burnetii. Hasil ini dapat terlihat dari gambar diatas, bahwa tidak ada barisan pita elektroforesis yang sejajar dengan kontrol positif PCR II.
18
Tabel 2 Hasil Pengamatan elektroforesis sampel darah ayam dari Kecamatan Parung No Asal sampel . 1. Pet. A
2
Pet. B
jumlah
Kode sampel
Hasil pengamatan PCR
B1
Negatif
B2
Negatif
B3
Negatif
B4
Negatif
B5
Negatif
B6
Negatif
B7
Negatif
B9
Negatif
B10
Negatif
B11
Negatif
B12
Negatif
B13
Negatif
B14
Negatif
B15
Negatif
B16
Negatif
B17
Negatif
B18
Negatif
B19
Negatif
B20
Negatif
B21
Negatif
B24
Negatif
21
Coxiella burnetii pernah dideteksi di Indonesia sebelumnya. Survei serologik terhadap keberadaan Coxiella burnetii dilakukan dibeberapa daerah di Indonesia dan didapatkan prevalensi bervariasi dengan rata-rata 25% (Soeharsono 2002). Hasil dari pengujian tersebut membuktikan bahwa di Indonesia sudah terdapat agen Coxiella burnetii. Penelitian yang dilakukan terhadap 175 ekor sapi Brahman cross yang berasal dari Bogor, 12 ekor (6.8%) diantaranya mengandung
19
DNA Coxiella burnetii (Mahatmi 2006). Penelitian Coxiella burnetii pada ayam yang dilakukan oleh M.S. Sethi, Bhupender Singh dan M.P. Yadap pada tahun 1977 di India melalui uji serologis didapatkan bahwa ayam akan membentuk antibodi 13 hari setelah terinfeksi oleh Coxiella burnetii (JSTOR 2007). Penelitian yang dilakukan di Jepang dengan sampel telur ayam yang berasal dari pasar menunjukan 4.2% telur yang diperiksa terinfeksi oleh Coxiella burnetii (Anonimous 2006c). Sampel darah yang dideteksi tidak ditemukan DNA Coxiella burnetii disebabkankan oleh banyak faktor. Pertama; ayam yang dideteksi tersebut tidak terinfeksi oleh Coxiella burnetii. Kedua; ayam sudah terinfeksi, namun pada saat pengambilan sampel, agen tidak berada dalam peredaran darah, tapi telah berada dalam jaringan. Manajemen peternakan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan ayam tidak terinfeksi oleh Coxiella burnetii. Peternakan Layer yang diambil sampel darah untuk deteksi Coxiella burnetii telah memiliki manajemen peternakan yang baik, seperti dengan menerapkan biosecurity dan program pengawasan, pengendalian dan program pengobatan yang teratur. Lalu lintas di area peternakan dijaga dengan baik. Orang atau kendaraan yang akan masuk dan keluar dari area peternakan didesinfeksi terlebih dahulu. Pemberian antibiotik dilakukan secara intensif melalui pakan dan air minum. Antibiotik memiliki kemampuan untuk menghancurkan dan melumpuhkan mikroorganisme termasuk Coxiella burnetii. Antibiotik yang digunakan pada kedua peternakan ini, diantaranya eritromisin, amoksisilin dan oksitetrasiklin. Amoksisilin dan oksitetrasiklin merupakan antibiotik yang memiliki spektrum luas, yaitu aktivitas kerjanya efektif pada mikroorganisme gram-positif maupun gram-negatif. Oksitetrasiklin merupakan antibiotik yang dirujuk dalam pengendalian dan pengobatan infeksi Coxiella burnetii. Program pengendalian ektoparasit juga sudah diterapkan dengan baik. Kedua peternakan melakukan desinfeksi secara menyeluruh terhadap kandang, gudang dan peralatan peternakan ketika kandang kosong ternak. Pengangkatan kotoran yang biasanya menjadi sarang vektor mikroorganisme dilakukan secara rutin, sehingga semakin kecil kemungkinan ayam kontak dengan vektor Coxiella
20
burnetii. Faktor-faktor inilah yang paling memungkinkan ayam yang dideteksi bebas dari infeksi Coxiella burneti.
21
KESIMPULAN
Deteksi Coxiella burnetii pada ayam ras petelur dilakukan dengan mendeteksi DNA dengan menggunakan metode PCR. Sampel darah berasal dari dua peternakan ayam ras yang berada di Kecamatan Parung. Hasil yang didapatkan bahwa dari 21 sampel darah ayam yang dideteksi tidak ditemukan DNA Coxiella burnetii, artinya hasil penelitian negatif. Manajemen pada kedua peternakan yang diambil sampel darah sudah berjalan dengan baik, diantaranya; perlakuan biosecurity dan pengobatan dengan pemberian antibiotik yang intensif. Hal ini menjadi faktor yang sangat memungkinkan ayam yang dideteksi tidak terinfeksi olen Coxiella burnetii.
SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang Coxiella burnetii dengan menggunakan sampel yang berbeda dari ayam ras petelur, baik yang ada di Kecamatan Parung maupun kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Bogor. Perlunya peningkatan penelitian mengenai Coxiella burnetii untuk lebih membuka pengetahuan masyarakat terutama peternak yang sekarang ini masih awan tentang agen penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
Acha PN, Szyfres B. 1987. Zoonosis and Comunicable Diseases Common to Man and Animals. Pan American Health Organization. Hlm : 261 – 265. Acha PN, Szyfrs B. 2003a. Zoonoses and Communicable Disease Common to Man and Animals. Volume I : Bacterioses and Mycoses. 3 rd Ed. Pan American Health Organization. Washington DC. Acha PN, Szyfrs B. 2003b. Zoonoses and Communicable Disease Common to Man and Animals. Volume II : Chlamydioses, Rickkettsioses and Viroses. Pan American Health Organization. Washington DC. Acha PN, Szyfrs B. 2003c. Zoonoses and Communicable Disease Common to Man and Animals. Volume III: Parasitoses Pan American Health Organization. Washington DC. Akoso BT. 1996. Kesehatan Sapi “Panduan bagi Petugas, Mahasiswa, Penyuluh, dan Peternak”. Karisius. Yogyakarta. Anonimous. 2006a. Perkembangan Teknik Diagnostic //peternakan.litbang.deptan.go.id/ index [25 Juni 2006).
Q
Fever.
http:
Anonimous. 2006b. Q Fever . http://www.cos.gatech.edu/story.php?id=628 [28 Juli 2006]. Anonimous. 2006c . Q Fever . http://www.mevis.de/~hhj/Lunge /ima/InfQThA467. JPG. [28 Juli 2006]. Anonimous. 2006d. Q Fever .http://gsbs.utmb.edu/microbook/ch038.htm [28 Juli 2006]. Anonimous. 2006e. Century of Rickettsiology: Emerging, Reemerging Rickettsioses, Molecular Diagnostics, and Emerging Veterinary Rickettsioses. http://www.annalsnyas.org/cgi/content/abstract/1078/1/502. [8 agustus 2007].
Anonimous. 2007a. Reaksi Berantai Polimerase. htt://id.wikipedia.org/wiki/Biologi molekuler [20 Februari 2007]. Anonimous. 2007b. Q fever. htt://www.cdc.gov/ncidod/diseases/sub menus/sub_q_fever htm [1 juni 2007]. Bruner DW, Gillespie JH. 1973. Hagan,s Infectious Diseases of Domestic Animals. London. Cornell University Press.
Burgdorfer W. 1975. Q fever. 1975 . Dalam : Hubbert WT, McCulloch WF dan Schnurrenberger PR, (Eds). Diseases Transmitted from Animals to Man. Charles C. Thomas Publ. Co. Springfield, Illinosis. Calescof, Pascual, Montes M, Marimon JM. Illa G. 1998. High Seroprevalence of Coxiella burnetii Infection in Eastern Cantabria (Spain). Int. J. Epidemiol 27 : 142 – 488. Coetzer JAW, Thomson GR, Tustin RC. 1994. Infectious Diseases of Livestock Vol I. Oxford University Press. Hlm: 381-385. Colclouugh T. 2004. National Genetics ReferenceLaboratory (Manchester). Academic Unit of Medical Genetics and Regional Genetics Service. Saint Mary,s Hospital. Hathersage Road. Manchester M13 0JH. Davis JW, Lars HK, Daniel OT. 1981. Infections Diseases of Wild Mammals. The lowa State University Press, Ames, Lowa, USA. hlm: 388-395. Dinas Peternakan dan Perikanan. 2005. Buku Saku Peternakan dan Perikanan Tahun 2005. Kabupaten Bogor. Erlich HA. 1989. PCR Technology : Principles and Application for DNA Amplification Ed ke-2. United States and Canada: Stockton Press. Ferguson J. 1997. Q Fever. Microbiology HAPS. http : // www.haps.nsw.gov [29 Juni 2006]. JSTOR. 2007. Experimental Infection of Coxiella burnetii in Chicken: Clinical Symptoms, Serologic Response, and Transmission Through Egg. http://links.jstor.org/sici?sici=00052086(197807%2F09)22%3A3%3C391 %3AEIOCBI%3E2.0.CO%3B2-M. [8 Agustus 2007]. Kaufman PB, Wu W, Kim D, Sekse LJ. 1995. Handbook of Molecular and Cellular Methods in Biology and Medicine. United State of Amerika : CRC Press. Inc. Levy D. 2004. Infections Diseases. Greater Baltimore. MD. Verimed Healthcare Newyork. www.nlm.nih.gov [29 Juni 2006]. Mahatmi H. 2006. Studi Q Fever pada Ruminansia di Wilayah Bogor dan Provinsi Bali [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Medic A. 2000. Q fever Epidemic Among Employees in Factory in Subrub of Zadar. Croatia. Zadar Institut of Public Health Croatia. Merchant IA, David R. 1973. An Outline of the Infectious Diseases of Domestic Animals. New Delhi. Oxford and IBH Publishing Co.
24
Nur MA, Adijuwana H. 1989. Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologi. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, PAU Ilmu Hayat IPB Bab 6, elektroforesis; hlm: 117 - 127. Nguyen SV, Hirai K. 1998. Differentiation of Coxiella burnetii Isolates by Sequance Determinatin and PCR Resttriction Fragment Length. Polymorphism Analysis of Isolacitrate Dehidrogenase Gene. Departemen of Veterinary Microbiology. Faculty of Agriculture. Gifu University. Japan. O’Neill J. 1997. Q fever Information Kit For the Australian Meat Industry. Meat and Livestock, Australian. www.Q fever.org [9 Juni 2006]. Raoult. 2003. Q fever. Universiat Delamediterrance Marseille. France. Sajuthi D, Hendra A, Pamungkas J. 1991. Penuntun Praktikum Biologi Sel Molekuler. Bogor; Life Science Inter University Center IPB. Schnurrentberger PR, Paul R, William TH (Penerjemah: Anonimous. 1991. Ikhtisar Zoonosis. ITB Bandung). Hlm: 152 - 154. Seppon A. 1965. Bakterial Diseases Vol II “Diseases of Domestic Animals in Australia part 5”. Communicalth of Australia Department of Health. Australia. Shulman, Stanford T, John PP, Herbert MS (Penerjemah : Wahab, Samik). 1994 . Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi. FKH-UGM. Yogyakarta. Smith JF. 2005. Q fever. Medical Library. Soeharsono. 2002. Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta : Kanisius. Soejoedono RR. 2000. Zoonosis. Laboratorium Kesmavet FKH-IPB. Bogor. Takara Bio. 2005. Moleculer Biology Product for Life Science Research. Japan. Takara Bio Inc. Van deer Hoedan J.1964. Zoonoses Elsever Publishing Company. AmsterdamLondon-New York. Pp : 880-886. Van Peenen PFD. Koesharjono CSW, Saroso JS, Irving GS. 1974. Serological Survey of Cattle from a Slaugterhouse in Jakarta, Indonesia. Bull. Penelitian Kesehatan Hlm : 1 – 8. [WARTAZOA] Buletin ILmu Peternakan Indonesia. 1999. Aplikasi Polymese Chain Reaction (PCR) Dalam Diagnosis Penyakit Malignant Catarrhal Fever (MCF) di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Bogor.
25
Williams JC, Peacock MG, Race RE.1993. Immunization of Dogs with Q Fever Vaccine: Comparison of phase I, II, and phase I CMR Coxiella burnetii vaccines. Amj Physiol. 1999. Juni : 276 (6pt 2) : RI 653-60 (Februari 2005). Zhang GQ. 1998. Clinical Evaluation of a New PCR Assay for Detection of Coxiella burnetii in Human Serum Sample. Departemen of Veterinary Microbiology. Faculty of Agriculture. Japan. Zhang GQ, To H, Yamagichi T, Fukushi H, Hirai K. 1997. Differentiation of Coxiella burnetii by Sequence Analysis of The Gene (Com 1) Encoding a27-k Da Outer Membrane Protein. Departement of Veterinary Microbiological, Faculty of Agriculture, Gifu Unifersity. Japan.
26