Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
DESKRIPSI PEMAHAMAN RITUALISME ZIARAH DI MAKAM NUSALARANG, PANJALU, CIAMIS. Oleh: RACHMAT ISKANDAR Upaya mencari ujung polemik Situ Lengkong melalui penelitian menjadi penting adanya, dengan perubahan zaqman dan waktu yang terus berkembang sebuah tradisi yang jauh dari catatan harus menjadi bahan perhatian. Terdapat metode sejarah dalam proses penelaahan dan pelacakannya. yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. kecenderungan sebuah metode menjadi pengungkap adanya, semoga temuannya membawa hasil dan manfaat yang lebih besar. Kata kunci: Tokoh, Sejarah, dan Sunda. Muqadimah Nama tokoh dan kisah kehidupannya di masa lalu dalam tradisi masyarakat Sunda dituturkan secara oral, turun temurun. Sangat sulit menelusuri kebenaran sebuah cerita dalam tradisi lisan masyarakat tatar Sunda karena pada umumnya, kerajaan Sunda masa lalu tidak banyak menyisakan bukti-bukti yang berkaitan dengan peninggalan sejarah. Yang ada hanya beberapa prasasti yang kurang berbunyi yang sulit dipertautkan dengan data sejarah lainnya.. Kita memang punya banyak naskah karya Pangeran Wangsakerta yang dibuat pada penghujung abad ke 18, namun keberadaan naskah tersebut menjadi perdebatan karena beberapa ahli sangat meragukan keaslian (originalitas) naskah nya. Maka tak heran kalau nama-nama seperti Prabu Siliwangi, sampai saat ini belum bisa dipastikan, siapakah sebenarnya raja yang bernama Prabu Siliwangi tersebut. Karena nama itu hanya disebut
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
54
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
dalam sebuah naskah kuno Sanghyang Siksa Kandang Karesiyan. Apakah dia tersebut bernama Niskala Wastukancana, Raja Pajajaran yang memerintah Pajajaran paling lama dengan segudang prestasi kenegaraan yang diraihnya. Atau mungkin Prabu Jayadewata atau Sri Baduga Maharaja, raja Galuh yang meninggal di Bubat, Majapahit, demi membela kehormatan dirinya sebagai raja Sunda yang belum pernah tunduk pada kekuasaan yang sedang dikembangkan Patih Gajahmada dari Majapahit. Teka-teki mengenai keberadaan Prabu Siliwangi sampai saat ini masih juga belum ditemukan para ahli sejarah. Dan
yang
paling
sulit
ditebak
adalah
nama
Raden
Walangsungsang, yang dalam naskah Pustaka Caruban Nagari (1783) karya Pangeran Arya Carbon disebut-sebut sebagai putra Raden Pamanahrasa dari putri Nay Subanglarang . Kesimpulan sementara, melihat dari perjalanan keagamaannya serta link genealogisnya, kita patut berpraduga bahwa Pangeran Cakrabuana, Kuwu Sangkan, Raden Kyan Santang , Kuwu Cakrabuana, Haji Somadulah, Haji Ireng (di Darma- Kuningan) atau mungkin juga Raden Borosngora adalah nama yang sama dari satu orang, yaitu bisa jadi dia adalah Pangeran Walangsungsang putra Raden Pamanahrasa. Mereka sama-sama dceritakan sebagai putra Prabu Siliwangi yang bertemu dengan baginda Ali (Kalifah Ali bin Abi Talib). Karena itulah dalam penelitian ini, kami berharap bisa menguak keterkaitan antara . Pulau Nusalarang di Panjalu dengan Raden Borosngora yang selama ini diduga sebagai salah seorang ulama Islam dari garis keraton yang menjadi penyebar Islam di di sekitar Ciamis . Walaupun tak jelas pula apakah yang dikuburkan di Nusalarang
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
55
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
tersebut adalah Prabu Borosngora, putra Prabu Cakradewa, atau sesungguhnya adalah makam Prabu Niskala Wastukancana seperti yang tertulis di prasasti Astanagede, Kawali. Dan kalau penyertaan terakhir ini yang benar, maka sesungguhnya Nusalarang, di Situ Lengkong adalah kuburan raja hindu. Jadi harus dipahami lagi tentang para pejiarah dari umat Islam yang datang ke tempat tersebut.
Tujuan Penelitian Penelitian ini diarahkan untuk membahas secara komprehensif tentang keberadaan Nusalarang sebagai tempat jiarah umat Islam serta keberadaan Prabu Borosngora dan Prabu Niskala Wastu Kancana. Sehingga bisa ditemukan siapa sebenarnya raja yang dimakamkan tersebut. Ini tentu akan meluruskan pemahaman umat Islam tentang keberadaan situs yang berada di Nusalarang tersebut.
Masalah-Masalah Terdapat beberapa masalah unuk mengurai apa-apa yang penulis uraikan diatas diantaranya (1) Latar belakang keberadaan Situ Lengkong dari tradisi lisan, legenda dan kisaran sejarah, (2) Menemukan ujung polemik tentang
Prabu Slilwangi, Borosngora,
Walangsungsang dan Kuwu Cakrabuana dan (3) Mencari keterkaitan antara Nusalarang dan Borosngora
Kerangka Pikir Dalam kepercayaan Islam, kegiatan ziarah adalah ritualisme yang digunakan untuk mengingatkan kita pada kematian yang akan menimpa seluruh umat manusia. Berziarah dengan tujuan mendo’akan arwah
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
56
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
yang dimakamkan di tempat tersebut memang masih terdapat khilaf diantara ulama. Namun untuk umat Islam, para ulama sepakat bahwa kita hanya mendo’akan arwah yang pada masa hidupnya memeluk agama Islam. Melihat fenomena di Situ Lengkong yang menunjukkan aktifitas pejiarahan yang demikian intensif yang dilakukan umat Islam. Tentang keberdaan tokoh yang dimakamkan di Situ Lengkong atau tepatnya di Nusalarang tersebut. Asumsi awal dari hasil kajian ini adalah bahwa sesungguhnya orang yang dimakamkan di Nusalarang adalah Prabu Surawisesa, raja Hindu Pajajaran. Karena dengan keterbatasan data yang faktual dari sejarah Situ Lengkong dan Nusalarang maka akan sangat sulit kita menerima data kesejarahan yang hanya diambil dari tradisi lisan dan masih memerlukan pembuktian lebih lanjut tersebut. Dalam upaya mencari ujung polemik Situ Lengkong
kami
menggunakan metode sejarah dalam proses penelitiannya. Dalam tataran teknis operasional, metode sejarah terbagi ke dalam empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Heuristik adalah proses mencari dan mengumpulkan data di berbagai perpustakaan dan lembaga kearsipan baik di Bandung, Jakarta, maupun Ciamis. Di Jakarta, heuristik dilakukan di Perpustakaan Nasional RI di Jln. Salemba Raya dan Arsip Nasional RI di Jln. Ampera Raya. Sementara itu, penelusuran sumber lisan dilakukan di Panjalu, Kawali , Cianjur, Garut, dan beberapa sumber yang bisa kami temukan di sekitar wilayah tersebut. dengan mewawancarai para pelaku sejarah, saksi sejarah, maupun informan yang memiliki informasi mengenai aspek tertentu dari tradisi lisan, peninggalan sejarah di sekitar tempat tersebut.
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
57
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
.
Data yang terkumpul baik berupa arsip, surat-surat, surat kabar,
manuskrip, buku-buku, foto, rekaman wawancara, beberapa data yang kami temukan di website dan artefak diproses untuk dikritik baik secara ekstern maupun intern. Kritik ekstern dilakukan untuk menentukan tingkat otentisitas sumber sedangkan kritik intern dilakukan untuk menentukan tingkat kredibilitas sumber. Melalui kritik ini akan diperoleh sumber yang dapat dipercaya sehingga rekonstruksi yang akan
dilakukan
mendapat
sokongan
fakta
yang
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Fakta yang diperoleh dinterpretasikan baik secara verbal, logis, teknis, psikologis, maupun faktual untuk memperoleh rangkaian fakta yang tersusun secara logis dan kronologis. Selain itu, dalam metode sejarah, interpretasi dapat dilakukan juga secara analitis maupun sintesis. Tahap akhir dari metode sejarah adalah historiografi yakni penuturan secara tertulis cerita atau kisah serangkaian peristiwa masa lampau yang benar-benar terjadi.
Tahapan Kegiatan Kegiatan heuristik telah dilaksanakan selama hampir satu bulan penuh baik dalam upaya menelusuri sumber yang ada di Ciamis, Garut dan Cianjur, maupun Jakarta. Di Ciamis , tahapan heuristik dilakukan dengan mengunjungi beberapa situs, antara lain di daerah Astanagede, Nusalarang, Cirebon , Kuningan, Cianjur, dan Garut. Selain itu, penelitian lapangan ini pun berupaya menelusuri berbagai sumber lisan dengan mewawancarai beberapa pelaku, saksi mata, dan informan. Proses wawancara kepada para pelaku dan saksi mata untuk periode kontemporer kami lakukan.
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
58
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
Pada
tahapan
selanjutnya,
penelitian
memasuki
tahapan
penulisan. Tim peneliti telah merampungkan Laporan Sementara yang menguraikan Polemik Situ Lengkong secara umum. Kerangka penulisan Laporan Sementara tersebut dibuat mendekati kerangka penulisan naskah akhir sehingga akan memberikan gambaran mengenai Polemik Situ Lengkong . Sementara itu, tahapan naskah akhir rampung ditulis pada akhir bulan Desember 2011. Rencananya, naskah itu akan disemilokakan dengan mengundang kalangan intelektual di lingkungan FAI Universitas Majalengka sekitar bulan Januari 2012.
Hasil Temun dan Pembahasan A. Tentang Situ Lengkong dan Nusalarang. Situ
Lengkong
sekarang
termasuk
kedalam
wilayah
Desa/Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Dalam Bahasa Sunda; kata situ artinya danau. Situ Lengkong atau dikenal juga dengan Situ Panjalu terletak di ketinggian 700 m dpl. Di tengah danau tersebut terdapat sebuah pulau yang dinamai Nusa Larang atau Nusa Gede atau ada juga yang menyebutnya sebagai Nusa Panjalu. Menurut legenda rakyat dan Babad Panjalu, Situ Lengkong adalah sebuah danau buatan, sebelumnya daerah ini adalah kawasan legok (bhs. Sunda : lembah) yang mengelilingi bukit bernama Pasir Jambu (Bhs. Sunda: pasir artinya bukit). Ketika Sanghyang Borosngora pulang menuntut ilmu dari tanah suci Mekkah, ia membawa cinderamata yang salah satunya berupa air zamzam yang dibawa dalam gayung batok kelapa berlubang-lubang (gayung bungbas). Air zamzam itu ditumpahkan ke dalam lembah dan menjadi cikal-bakal atau induk air Situ Lengkong. Bukit yang ada di
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
59
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
tengah lembah itu menjelma menjadi sebuah pulau dan dinamai Nusa Larang, artinya pulau terlarang atau pulau yang disucikan, sama halnya seperti kota Mekkah yang berjuluk tanah haram yaitu tanah terlarang atau tanah yang disucikan; artinya tidak sembarang orang boleh masuk dan terlarang berbuat hal yang melanggar pantangan atau hukum di kawasan itu. Pada masa pemerintahan Prabu Sanghyang Borosngora, pulau ini dijadikan pusat pemerintahan Kerajaan Panjalu. Di Nusa Larang ini bersemayam juga jasad tokoh-tokoh Kerajaan Panjalu yaitu Prabu Rahyang Kancana, Raden Tumenggung Cakranagara III, Raden Demang Sumawijaya, Raden Demang Aldakusumah, Raden Tumenggung
Argakusumah
(Cakranagara
IV)
dan
Raden
Prajasasana Kyai Sakti. Situ Lengkong memiliki luas kurang lebih 67,2 hektare, sedangkan Nusa Larang mempunyai luas sekitar 16 hektare. Pulau ini telah ditetapkan sebagai cagar alam sejak tanggal 21 Februari 1919. Nusa Larang ini pada zaman Kolonial Belanda dinamai juga Pulau Koorders sebagai bentuk penghargaan kepada Dr Koorders, seorang pendiri sekaligus ketua pertama Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming, yaitu sebuah perkumpulan perlindungan alam Hindia Belanda yang didirikan tahun 1863. Sebagai seorang yang menaruh perhatian besar pada botani, Koorders telah memelopori pencatatan berbagai jenis pohon yang ada di Pulau Jawa. Pekerjaannya mengumpulkan herbarium tersebut dilakukan bersama Th Valeton, seorang ahli botani yang membantu melakukan penelitian ilmiah komposisi hutan tropika.
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
60
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
Koorders dan rekannya itu pada akhirnya berhasil memberikan sumbangan pada dunia ilmu pengetahuan. Berkat kerja kerasnya kemudian terlahir buku Bijdragen tot de Kennis der Boomsoorten van Java, sebuah buku yang memberi sumbangan pengetahuan tentang pohon-pohon yang tumbuh di Pulau Jawa. Sebagai cagar alam, Nusa Larang memiliki vegetasi hutan primer yang relatif masih utuh dan tumbuh secara alami. Di sana terdapat beberapa jenis flora seperti Kondang (Ficus variegata), Kileho (Sauraula Sp), dan Kihaji (Dysoxylum). Di bagian pulau yang lebih rendah tumbuh tanaman Rotan (Calamus Sp), Tepus (Zingiberaceae), dan Langkap (Arenga). Sedangkan fauna yang hidup di pulau itu antara lain adalah Tupai (Calosciurus nigrittatus), Burung Hantu (Otus scop), dan Kelelawar (Pteropus vampyrus).
B. Tentang Bumi Alit Pasucian Bumi Alit atau lebih populer disebut Bumi Alit saja, mulai dibangun sebagai tempat penyimpanan pusaka peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora oleh Prabu Rahyang Kancana di Dayeuh Nagasari, Ciomas. Kata-kata bumi alit dalam Bahasa Sunda berarti "rumah kecil" . Benda-benda pusaka yang tersimpan di Bumi Alit itu antara lain adalah: 1.
Pedang, cinderamata dari Baginda Ali RA, sebagai senjata yang digunakan untuk pembela diri dalam rangka menyebarluaskan agama Islam.
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
61
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
2.
Cis, berupa tombak bermata dua atau dwisula yang berfungsi sebagai senjata pelindung dan kelengkapan dalam berdakwah atau berkhutbah dalam rangka menyebarluaskan ajaran agama Islam.
3.
Keris Komando, senjata yang digunakan oleh Raja Panjalu sebagai penanda kedudukan bahwa ia seorang Raja Panjalu.
4.
Keris, sebagai pegangan para Bupati Panjalu.
5.
Pancaworo, digunakan sebagai senjata perang pada zaman dahulu.
6.
Bangreng, digunakan sebagai senjata perang pada zaman dahulu.
7.
Gong kecil, digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan rakyat pada zaman dahulu.
8.
Kujang, senjata perang khas Sunda peninggalan seorang petapa sakti bernama Pendita Gunawisesa Wiku Trenggana (Aki Garahang) yang diturunkan kepada para Raja Panjalu. Pada masa pemerintahan Raden Tumenggung Wirapraja
bangunan Bumi Alit dipindahkan dari Dayeuh Nagasari, Ciomas ke Dayeuh Panjalu seiring dengan perpindahan kediaman Bupati Tumenggung Wirapraja ke Dayeuh Panjalu. Pasucian Bumi Alit dewasa ini terletak di Kebon Alas, Alun-alun Panjalu. Pada awalnya Bumi Alit berupa taman berlumut yang dibatasi dengan batu-batu besar serta dikelilingi dengan pohon Waregu. Bangunan Bumi Alit berbentuk mirip lumbung padi tradisional masyarakat Sunda berupa rumah panggung dengan kaki-kaki yang tinggi, rangkanya terbuat dari bambu dan kayu berukir dengan dinding
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
62
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
terbuat dari bilik bambu sedangkan atapnya berbentuk seperti pelana terbuat dari ijuk. Ketika di Jawa Barat terjadi pengungsian akibat pendudukan tentara Jepang (1942-1945) benda-benda pusaka yang tersimpan di Pasucian Bumi Alit itu diselamatkan ke kediaman sesepuh tertua keluarga Panjalu yaitu Raden Hanafi Argadipradja, cucu Raden Demang Aldakusumah di Kebon Alas, Panjalu. Begitu
pula
ketika
wilayah
Jawa
Barat
berkecamuk
pemberontakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) pimpinan S.M. Kartosuwiryo (1949-1962) yang marak dengan perampokan, pembantaian dan pembakaran rumah penduduk. Para pemberontak DI/TII itu sempat merampas benda-benda pusaka kerajaan Panjalu dari Bumi Alit. Pusaka-pusaka itu kemudian baru ditemukan kembali oleh aparat TNI di hutan Gunung Sawal lalu diserahkan kepada Raden Hanafi Argadipradja, kecuali pusaka Cis sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya. Pada tahun 1955, Bumi Alit dipugar oleh warga dan sesepuh Panjalu yang bernama R.H. Sewaka (M. Sewaka) mantan Gubernur Jawa Barat (1947-1948, 1950-1952). Hasil pemugaran itu menjadikan bentuk bangunan Bumi Alit yang sekarang, berupa campuran bentuk mesjid zaman dahulu dengan bentuk modern, beratap susun tiga. Di pintu masuk Museum Bumi Alit terdapat patung ular bermahkota dan di pintu gerbangnya terdapat patung kepala gajah. Hingga kini, pemeliharaan Museum Bumi Alit dilakukan oleh Pemerintah Desa Panjalu yang terhimpun dalam ‘Wargi Panjalu’ di bawah pengawasan Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Ciamis.
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
63
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
C. Tentang Upacara Adat Nyangku Nyangku adalah suatu rangkaian prosesi adat penjamasan (penyucian) benda-benda pusaka peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora dan para Raja serta Bupati Panjalu penerusnya yang tersimpan di Pasucian Bumi Alit. Istilah Nyangku berasal dari kata bahasa Arab "yanko" yang artinya membersihkan, mungkin karena kesalahan pengucapan lidah orang Sunda sehingga entah sejak kapan kata
yanko
berubah
menjadi
nyangku.Upacara
Nyangku
ini
dilaksanakan pada Hari Senin atau Kamis terakhir Bulan Maulud (Rabiul Awal). Dalam rangka mempersiapkan bahan-bahan untuk pelaksanaan upacara Nyangku ini pada zaman dahulu biasanya semua keluarga keturunan Panjalu menyediakan beras merah yang harus dikupas dengan tangan, bukan ditumbuk sebagaimana biasa. Beras merah ini akan digunakan untuk membuat tumpeng dan sasajen (sesaji). Pelaksanaan menguliti gabah merah dimulai sejak tanggal 1 Mulud sampai dengan satu hari sebelum pelaksanaan Nyangku. Disamping itu, semua warga keturunan Panjalu melakukan ziarah ke makam Raja-raja Panjalu dan bupati-bupati penerusnya terutama makam Prabu Rahyang Kancana di Nusa Larang Situ Lengkong. Kemudian Kuncen (juru Kunci) Bumi Alit atau beberapa petugas yang ditunjuk panitia pelaksanaan Nyangku melakukan pengambilan air suci untuk membersihkan benda-benda pusaka yang berasal dari tujuh sumber mata air, yaitu: 1. Sumber air Situ Lengkong 2. Sumber air Karantenan Gunung Sawal 3. Sumber air Kapunduhan (makam Prabu Rahyang Kuning)
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
64
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
4. Sumber air Cipanjalu 5. Sumber air Kubang Kelong 6. Sumber air Pasanggrahan 7. Sumber air Bongbang Kancana Bahan-bahan lain yang diperlukan dalam pelaksanan upacara Nyangku adalah tujuh macam sesaji termasuk umbi-umbian, yaitu: 1. Tumpeng nasi merah 2. Tumpeng nasi kuning 3, Ayam panggang 4. Ikan dari Situ Lengkong 5. Sayur daun kelor 6. Telur ayam kampung 7. Umbi-umbian Selanjutnya disertakan pula tujuh macam minuman, yaitu: 1. Kopi pahit 2. Kopi manis 3. Air putih 4. Air teh 5. Air Mawar 6. Air Bajigur 7. Rujak Pisang Kelengkapan prosesi adat lainnya adalah sembilan payung dan kesenian gembyung untuk mengiringi jalannya upacara. Pada malam harinya sebelum upacara Nyangku, dilaksanakanlah acara Muludan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang dihadiri oleh para sesepuh Panjalu serta segenap masyarakat yang datang dari berbagai pelosok sehingga suasana malam itu benar-benar
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
65
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
meriah, apalagi biasanya di alun-alun Panjalu juga diselenggarakan pasar malam yang semarak. Keesokan paginya dengan berpakaian adat kerajaan para sesepuh Panjalu berjalan beriringan menuju Bumi Alit tempat benda-benda pusaka disimpan. Kemudian dibacakan puji-pujian dan shalawat Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya benda-benda pusaka yang telah dibalut kain putih mulai disiapkan untuk diarak menuju tempat penjamasan. Perjalannya didiringi dengan irama gembyung (rebana) dan pembacaan Shalawat Nabi. Setibanya di Situ Lengkong, dengan menggunakan perahu rombongan pembawa benda-benda pusaka itu menyeberang menuju Nusa Larang dengan dikawal oleh dua puluh perahu lainnya. Pusakapusaka kemudian diarak lagi menuju bangunan kecil yang ada di Nusa Larang. Benda-benda pusaka itu kemudian diletakan diatas alas kasur yang khusus disediakan untuk upacara Nyangku ini. Selanjutnya bendabenda
pusaka
satu
persatu
mulai
dibuka
dari
kain
putih
pembungkusnya. Setelah itu benda-benda pusaka segera dibersihkan dengan tujuh sumber mata air dan jeruk nipis, dimulai dengan pedang pusaka Prabu Sanghyang Borosngora dan dilanjutkan dengan pusaka-pusaka yang lain. Tahap akhir, setelah benda-benda pusaka itu selesai dicuci lalu diolesi dengan minyak kelapa yang dibuat khusus untuk keperluan upacara ini, kemudian dibungkus kembali dengan cara melilitkan janur lalu dibungkus lagi dengan tujuh lapis kain putih dan diikat dengan memakai tali dari benang boeh. Setelah itu baru kemudian dikeringkan
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
66
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
dengan asap kemenyan lalu diarak untuk disimpan kembali di Pasucian Bumi Alit. Upacara adat Nyangku ini mirip dengan upacara Sekaten di Yogyakarta juga Panjang Jimat di Cirebon, hanya saja selain untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, acara Nyangku juga dimaksudkan untuk mengenang jasa Prabu Sanghyang Borosngora yang
telah
menyampaikan
ajaran
Islam
kepada
rakyat
dan
keturunannya. Tradisi Nyangku ini konon telah dilaksanakan sejak zaman pemerintahan Prabu Sanghyang Borosngora, pada waktu itu, Sang Prabu menjadikan prosesi adat ini sebagai salah satu media Syiar Islam bagi rakyat Panjalu dan sekitarnya.
D.
Tradisi Lisan Tentang Prabu Borosngora dan Sayidina Ali R.A.
Legenda pertemuan antara Sanghyang Borosngora dengan Baginda Ali R.A. ini sampai sekarang masih kontroversial mengingat keduanya hidup di zaman yang berbeda. Sayidina Ali hidup pada abad ke-7 M (tahun 600-an) sedangkan pada periode masa itu di tatar Sunda tengah berdiri Kerajaan Tarumanagara dan nama Panjalu belum disebut-sebut dalam sejarah. Nama Panjalu (Kabuyutan Sawal) mulai disebut-sebut ketika Sanjaya (723-732) hendak merebut Galuh dari tangan Purbasora, ketika itu Sanjaya mendapat bantuan pasukan khusus dari Rabuyut Sawal (Panjalu) yang merupakan sahabat ayahnya, Sena (709-716). Sementara itu jika dirunut melalui catatan silsilah Panjalu sampai keturunannya sekarang, maka Sanghyang Borosngora diperkirakan
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
67
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
hidup pada tahun 1400-an atau paling tidak sezaman dengan Sunan Gunung Jati Cirebon (1448-1568). Namun demikian, bukti-bukti cinderamata dari Sayidina Ali R.A. yang berupa pedang, tongkat dan pakaian kebesaran masih dapat dilihat dan tersimpan di Pasucian Bumi Alit. Kabarnya pedang pemberian Baginda Ali itu pernah diteliti oleh para ahli dan hasilnya menunjukkan bahwa kandungan logam dan besi yang membentuk pedang itu bukan berasal dari jenis bahan pembuatan senjata yang biasa dipakai para Empu dan Pandai Besi di Nusantara. Sanghyang Borosngora, Walangsungsang dan Kian Santang Kisah masuk Islamnya Sanghyang Borosngora yang diislamkan oleh Sayidina Ali R.A. ini mirip dengan kisah Kian Santang. Kian Santang adalah putera Prabu Siliwangi dari isteri keduanya yang bernama Nyai Subang Larang binti Ki Gedeng Tapa yang beragama Islam. Dari isteri keduanya ini Prabu Siliwangi mempunyai tiga orang putera-puteri yaitu Walangsungsang (Pangeran Cakrabuana), Nyai Rara Santang, dan Kian Santang (Raja Sangara). Walangsungsang dan Rara Santang menuntut ilmu agama Islam mulai dari Pasai, Makkah, sampai ke Mesir; bahkan Rara Santang kemudian dinikahi oleh penguasa Mesir Syarif Abdullah atau Sultan Maulana Mahmud dan berputera Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Setelah naik haji Pangeran Cakrabuana berganti nama menjadi Syeikh Abdullah Iman, sedangkan Rara Santang setelah menikah berganti nama menjadi Syarifah Mudaim. Sementara itu, berbeda dengan kedua kakaknya; Kian Santang dikisahkan memeluk Islam setelah bertemu dengan Baginda Ali lalu kembali ke tanah air untuk menyampaikan syiar Islam kepada sang ayah: Prabu Siliwangi. Prabu Siliwangi yang tidak bersedia memeluk
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
68
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
Islam lalu menghilang beserta seluruh pengikutnya di Leuweung Sancang (hutan Sancang di daerah Garut sekarang). Kian Santang yang juga berganti nama menjadi Syeikh Mansyur, melanjutkan syiar Islamnya dan kemudian dikenal sebagai Sunan Rahmat Suci atau Sunan Godog yang petilasannya terdapat di Garut.
Sanghyang Borosngora versi Sejarah Cianjur Menurut versi Sejarah Cianjur, Sanghyang Borosngora dikenal sebagai Prabu Jampang Manggung. Nama aslinya adalah Pangeran Sanghyang Borosngora, ia putera kedua Adipati Singacala (Panjalu) yang bernama Prabu Cakradewa. Prabu Cakradewa sendiri adalah putera Sedang Larang, Sedang Larang adalah putera Ratu Prapa Selawati. Sanghyang Borosngora adalah putera Prabu Cakradewa dari permaisuri yang bernama Ratu Sari Permanadewi. Ratu Sari Permanadewi adalah putera keenam dari Adipati Wanaperi Sang Aria Kikis, jadi Sanghyang Borosngora adalah saudara misan Dalem Cikundul. Sanghyang Borosngora mempunyai empat orang saudara dan pada usia 14 tahun ia diperintah sang ayah untuk berziarah ke tanah suci Mekkah. Pada bulan Safar 1101 H Sanghyang Borosngora berangkat ke Mekkah yang lama perjalanannya adalah 6 tahun. Sepulang dari tanah suci, Sanghyang Borosngora mendapat julukan Syeikh Haji Sampulur Sauma Dipa Ulama. Tiba di kampung halamannya Kerajaan Singacala, sang ayah ternyata telah meninggal
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
69
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
dunia. Borosngora kemudian berniat menurunkan ilmunya dan menyampaikan ajaran Islam kepada rakyat Pajajaran Girang dan Pajajaran Tengah, karena itu Borosngora mengembara ke nagari Sancang dan tanah Jampang. Pada hitungan windu pertama, Sanghyang Borosngora melakukan perjalanan kunjungan ke tanah leluhurnya di Karantenan Gunung Sawal, nagari Sancang, Parakan Tilu, Kandangwesi, Gunung Wayang, Gunung Kendan (Galuh Wiwitan), Dayeuhkolot (Sagalaherang), nagari Wanayasa
Razamantri,
Bayabang
(menemui
Kyai
Nagasasra),
Paringgalaya (sekarang sudah terbenam oleh Waduk Jatiluhur) dan kemudian kembali ke Gunung Wayang. Pada windu kedua ia berangkat ke Jampang Wetan, Gunung Patuha, Gunung Pucung Pugur, Pasir Bentang, Gunung Masigit, Pager Ruyung, Pagelarang, Jampang Tengah, Curug Supit, Cihonje, Teluk Ratu, Gunung Sunda, Cipanegah, Cicatih kemudian mengunjungi Salaka Domas di Sela Kancana, Cipanengah, Cimandiri. Windu ketiga Sanghyang Borosngora pergi ke Jampang Tengah mendirikan padepokan di Hulu Sungai Cikaso, Taman Mayang Sari (kuta jero), Jampang Kulon. Di tempat ini ia dikenal dengan nama Haji Soleh dan Haji Mulya. Setelah itu ia kembali ke Cipanengah, Gunung Rompang, di tempat ini ia dikenal sebagai Syeikh Haji Dalem Sepuh. Sanghyang Borosngora menikahi seorang gadis yatim, cucu angkat Kanjeng Kiai Cinta Linuwih di Gunung Wayang. Gadis yatim ini adalah turunan langsung Senapati Amuk Murugul Sura Wijaya, Mantri Agung Mareja, wakil Sri Maharaja Pajajaran untuk wilayah Cirebon Girang dan Tengah.
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
70
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
Pada windu ketiga, ia memiliki dua orang putra yaitu Hariang Sancang Kuning dan Pangeran Hariang Kancana. Sanghyang Borosngora hidup sampai usia lanjut, ia wafat setelah dari Gunung Rompang serta dimakamkan di suatu tempat di tepi sungai Cileuleuy, Kp Langkob, Desa Ciambar, Kecamatan Nagrak, Sukabumi. Putra cikalnya yaitu Hariang Sancang Kuning melakukan napak tilas perjalanan mendiang ayahnya ke Pajajaran Girang dan Tengah, kemudian ke Singacala (Panjalu). Ia wafat dan dimakamkan di Cibungur, selatan Panjalu. Salah seorang keturunannya yang terkenal adalah Raden Alit atau Haji Prawata Sari yang gigih menentang penjajah Belanda. Ia dikenal sebagai pemberontak yang sangat ditakuti berjuluk "Karaman Jawa". Sedangkan adik Sancang Kuning yakni Pangeran Hariang Kancana menjadi Adipati Singacala kemudian hijrah ke Panjalu, setelah wafat ia dimakamkan di Giri Wanakusumah, Situ Panjalu.
Prasasti tentang Situ Lengkong dan Keberadaan raja-raja Sunda Prasasti Batu Tulis, Bogor, Semoga selamat. Ini tanda peringatan bagi Prabu Ratu Suwargi. Ia di nobatlan dengan gelar Prabu Guru Dewaprana, kemudian dinobatkan lagi dengan gelar Sri Baduga Maharaja Ratu, sebagai penguasa di Pakuan Pajajaran. Dia membuat parit pertahanan di Pakuan (nu nyusuk di pakwan) . Dia anak rahyang Dewa Nisakala, cucu Rahyang Niskala Wastu Kancana Mendiang Nusalarang (nu surup di Nusalarang). Pada tahun Saka lima, pndawa pengasuh bumi (1455 saka) /1533 masehi, ia membuat hutan samida, dan tanda peringatan yang berupa
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
71
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
gunung-gunungan juga mengeraskan jalan dengan batu, dan telaga Rena Maha Wijaya.
Prasasti Astanage, Kawali ;\\nihan tanpa kawali na siya mulia tanpa bagya perebu raja wastu mangadeg di kuta kawali nu mahayu na kadatuan surawisesa nu marigi sakuriling dayoh nu najur sagala desa aya ma nu pa (n) dori pakena gawe rahayu pakon hobol jaya di buana\\. Salah satu simpul yang terputus tentang keberadaan Situ Lengkong adalah kata-kata “Nu nyusuk di pakwan” dan kata kata “ Nu surup di Nusalarang” yang bisa kita temukan dalam prasasti Batu Tulis yang menyebutkan bahwa Prabu Ratu, cucu Niskala Wastu Kancana atau mungkin yang dimaksud adalah Prabu Surawisesa adalah raja yang meninggal dan dimakamkan di Nusalarang. Yaitu sebuah tempat yang terdapat di Panjalu. Simpul yang kedua adalah sebuah keterangan bahwa sang prabu adalah yang membuat parit di sekeliling keraton, membuat hutan samida dan membuat gunung-gunungan. Ditambah lagi penjelasan di prasasti Astanagede yang menyatakan bahwa perebu raja wastu adalah yang marigi di sakuriling dayoh , artinya yang membuat parit mengelilingi kota. Ciri-ciri pekerjaan raja dalam, membuat parit di seliling kota hanya ada di Nusalarang
yang saat ini tempatnya berupa gunung-
gunungan dan hutan yang dikelilingi sungai-sungai yang cukup besar. Artinya, bisa ditarik kesimpulan bahwa,
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
72
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
a. Sangat sulit kita menerima keberadaan Prabu Borosngora apabila dikaitkan bagaimana di bisa bertemu dengan Sayidina Ali yang berada pada generasi yang sangat jauh terpisah ratusan tahun. b. Sampai
saat
ini tidak
jelas
dimana
Prabu
Borosngora
dimakamkan. c. Nusalarang adalah tempat dimakamkannya seorang raja Hindu (mungkin Prabu Surawisesa) dan dia pulalah yang membuat sungai di sekitar Nusalarang.
DAFTAR PUSTAKA Argadipraja, R. Duke. (1992). Babad Panjalu Galur Raja-raja Tatar Sunda. Bandung: Mekar Rahayu. Atlas Indonesia & Dunia Edisi 33 Propinsi di Indonesia. (2000). Jakarta. Pustaka Sandro. Ayatrohaedi.
(2005).
Berdasarkan
Sundakala:
Naskah-naskah
Cuplikan "Panitia
Sejarah
Wangsakerta"
Sunda dari
Cirebon. Jakarta: Pustaka Jaya. Babad Tanah Jawi (terj). 2007. Yogyakarta: Narasi. Ekadjati, Edi S. (1977). Wawacan Sajarah Galuh. Bandung: EFEO. ____________,(2005). Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta. Jakarta: Pustaka Jaya. Hidayat, Yayat. Mengenal Warisan Kerajaan Panjalu. Artikel Majalah Misteri Edisi 20 Peb - 04 Mar 2010. Iskandar, Yoseph (1997). Sejarah Jawa Barat: Yuganing Rajakawasa. Bandung: Geger Sunten.
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
73
Rachmat Iskandar: Deskripsi Pemahaman………….
Muljana, Slamet. (1979). Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara. Munoz, Paul Michel. (2006). Early Kingdoms of Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet Pte Ltd. Suganda, Her. Situ Lengkong dan Nusalarang, Wisata Alami yang Islami. Artikel Harian Kompas, 21 Juni 2003. ___________, Naskah Sunda Kuno Antara Sejarah dan Nilai Sakral. Artikel Harian Kompas, 24 Mei 2008. Sukardja, H.Djadja. (2002). Situs Karangkamulyan. Ciamis: H. Djadja Sukardja S. Sutarwan, Aam Permana. Gus Dur "Merevisi" Sejarah Situ Lengkong Panjalu, Air Situ Lengkong berasal dari Mekah. Artikel Harian Pikiran Rakyat, 10 Juli 2000. Sumaryadi, Sugeng/Eriez M Rizal. Menengok Rahasia Sukses Warga Panjalu. Artikel Harian Media Indonesia, 13 Maret 2004. Sumaryadi, Sugeng. Sejarah Panjang yang Terus Dikenang. Artikel Harian Media Indonesia, 13 Maret 2004. Tim Peneliti Sejarah Galuh (1972). Galuh Ciamis dan Tinjauan Sejarah.
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
74