Diterbitkan oleh Majelis Ta’lim "ANSHORUSSUNNAH" Alamat Redaksi: Masjid 'Aisyah ra. Jl. Suromandi No. 1 Mataram Risalah No: 05 / Thn. VII / Rabiul 'Ula 1425 H [ Indeks Risalah ][ « Previous | Next » ]
DEMONSTRASI Antara Nasihat & Mengumpat Terhitung semenjak negeri ini mengagungkan Sistem Demokrasi sebagai solusi dalam mengatasi setiap problem bangsa, dan semenjak ditancapkannya bendera kebebasan bersuara serta berekspresi, ditambah lagi hiruk pikuknya pentas politik yang menjadikan setiap kepala tak henti- hentinya bergeleng...maka terbitlah kuncup-kuncup fitnah yang kian hari kian membahana dalam kekejiannya. Entah berapa banyak kehormatan seorang muslim yang runtuh akibat “laknat sini..laknat sana”. Umpatanumpatan kotor, cacian dan makian adalah barang-barang obralan yang selalu laris dijajakan oleh para aktifis saat berdemo. Jika tujuan mereka ikhlas ingin menegakkan nasihat kepada pemerintah dan kepada penguasa atau sudara muslim lainnya yang dianggap bersalah, apakah mengharuskan mereka lupa akan akhlak Islam dalam menyampaikan nasihat ? Ataukah tindakan mereka membentangkan spanduk berisi seribu satu umpatan dan laknat dapat menyadarkan penguasa yang zhalim ? Ataukah ini hanya sekedar “sensasi” hasil karya anak-anak yang mengidam untuk disebut pahlawan ? Yang tak jarang tindakan mereka berujung anarkhisme berbuntut darah kaum muslimin. Ironisnya, tindakan pengrusakan fasilitas umum dan aneka macam kebrutalan ini selalu mendapatkan pembenaran tatkala dihadapkan pada dalih “sebuah perjuangan berasaskan demokrasi serta pergolakan atas nama rakyat”. Kalimat-kalimat laknat dan caci maki tidak boleh meluncur dari lisan seorang mu’min. Tidakkah kita takut akan firman Allah :
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Qaaf: 18) Dalam ayat lain Allah berfirman,
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. (al -Fajr : 14).
“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. al -Israa : 53). Dan beberapa hadits Nabi yang melarang hal tersebut di antaranya:
1. Hadits Abu Dawud Tsabit bin ad-Dhahak berbunyi: Melaknat seorang mukmin adalah seperti membunuhnya. (Muttafaqun ‘alaihi) 2. Hadits Abu Hurairah berbunyi: Tidak pantas bagi seorang shiddiq (orang yang mengikuti kebenaran) menjadi tukang laknat. (HR Muslim) 3. Hadits Abu Darda’ berbunyi: Tukang-tukang laknat tidak akan menjadi pemberi syafaat dan pemberi kesaksian pada hari kiamat. (HR Muslim) 4. Hadits Abdullah bin Mas’ud berbunyi : Seorang mukmin bukanlah tukang cela dan tukang laknat dan bukanlah orang yang suka berkata keji lagi kotor. (HR Tirmidzi) Hadits ini dicantumkan oleh Syaikh al-Albani di dalam kitab beliau Shahih Jami’ Tirmidzi no 610 dan Silsilah Hadits Shahih no 320
5. Di dalam Silsilah Hadits Shahih no. 1269 tercantum sebuah hadits yang berbunyi: Apabila sebuah laknat terucap dari mulut seseorang, maka ia (laknat itu) akan mencari sasarannya. Jika ia tidak menemukan jalan menuju sasarannya, maka ia akan kembali kepada orang yang mengucapkannya. Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani di dalam Silsilah Hadits Shahih no 1269
6. Dari Imran bin Hushain ia berkata, Ketika Rasulullah berada dalam sebuah lawatan, tiba-tiba seorang wanita dari kalangan Anshar mengutuk onta yang ditungganginya karena jengkel. Rasulullah yang mendengar ucapannya itu lantas bersabda: Ambilah barang-barang yang ada di atas punggung onta itu dan lepaskanlah onta itu sebab onta itu dilaknat.
Imran berkata, Sekarang aku melihat wanita itu berjalan di tengah keramaian, namun tidak ada satu orang pun yang menegurnya. (HR Muslim) Dalam riwayat lain dari Abu Barzah berbunyi: Janganlah menyertai kami onta yang telah dilaknat. (HR Muslim) Maksudnya adalah teguran keras kepada wanita yang melaknat ontanya tadi karena onta tersebut bertasbih kepada Allah dan tidak berhak dilaknat. Maka, sebagai teguran keras kepadanya, Rasulullah melarangnya menyertai rombongan dengan menunggang onta tersebut. Bukan berarti Rasulullah membenarkan perbuatan wanita itu yang mengatakan bahwa onta itu terkutuk sebab beliau tidak melarang menyembelih atau menjual onta tersebut. Demikian penj elasan Imam Nawawi. Hakekat laknat adalah menjauhkan sesuatu dari rahmat Allah. Seseorang yang melaknat berarti telah menyatakan bahwa sesuatu telah dijauhkan dari rahmat Allah, padahal itu termasuk perkara gaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Maka perbuatan seperti ini termasuk berdusta dan mengada-ada atas nama Allah. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah ia berkata, Aku mendengar Rasulullah bersabda, Dahulu kala ada dua orang Bani Israil yang bersaudara. Salah seorang di antara keduanya sering berbuat dosa, sedangkan yang lain tekun beribadah. Yang tekun beribadah selalu mendapati saudaranya berbuat dosa, ia berkata, ‘Tahanlah dirimu dari perbuatan dosa!’ Pada suatu hari, ia melihat hal serupa, ia berkata, ‘Tahanlah dirimu.’ Saudaranya berkata, ‘Biarkan aku bersama Rabbku! Apakah engkau diutus sebagai pengawasku?’ Maka ia pun berkata kepada saudaranya tersebut, ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu atau demi Allah, Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam surga.’ Kemudian ruh keduanya dicabut, lalu bertemu kembali di hadapan Allah Rabbul ‘Alamin. Allah berkata kepada yang tekun beribadah, ‘Apakah engkau mengetahui tentang Aku? Atau apakah engkau berkuasa atas apa yang ada ditangan-Ku?’ Kemudian Allah berkata kepada saudaranya, ‘Masuklah ke dalam surga dengan rahmat-Ku.’ Dan Allah berkata kepadanya, ‘Seret ia ke neraka!’ Abu Hurairah berkata, Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, orang tersebut telah mengatakan sebuah kalimat yang menghancurkan dunia dan akhiratnya. (HR Abu Dawud dengan sanad hasan) Cobalah perhatikan kalimat yang diucapkan oleh seorang ahli ibadah tadi ternyata lebih besar daripada dosa yang dilakukan saudaranya, karena ia berani bersumpah atas nama Allah (dalam menetapkan sesuatu yang semata merupakan hak Allah untuk menetapkannya). Dalam sebuah hadits riwayat Muslim dari Jundub berbunyi: Jika seseorang berkata, ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si Fulan,’ maka Allah berkata, ‘Siapakah yang berani bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku tidak mengampuni si Fulan, sungguh Aku telah mengampuni si Fulan dan menghapus amalmu (orang yang bersumpah tadi ).’ (HR Muslim) Kendatipun apa-apa yang dituduhkan oleh para pendemo dalam orasi dan aksinya tentang kebejatan penguasa benar adanya, Islam tetap tidak bisa menghalalkan kalimatkalimat keji yang sarat akan laknat dan umpatan yang dipamerkan di muka umum. Apalagi hal ini menyangkut kehormatan seorang muslim. Nasehat kami kepada segenap kaum muslimin adalah agar mereka bertaqwa kepada Allah serta memelihara lisan mereka dari melaknat, dan hendaklah mereka menggantinya dengan doa keberkahan dan kebaikan bagi seluruh kaum muslimin.
…kolom fatwa
Hukum Meledakkan Fasilitas-fasilitas Kuffar Syaikh Yahya bin Ali Al Hajury salah seorang murid terkemuka dari Syaikh Muqbil dan yang menggantikan kedudukan Syaikh Muqbil saat ini, beliau ditanya dengan nash sebagai berikut:
"Apakah boleh meledakkan pabrik-pabrik orang-orang Yahudi dan Nashara yang ada dinegeri kaum muslimin, apabila aman dari fitnah? Maka beliau menjawab dengan nash sebagai berikut: "Ditemukan di Khaibar (pemukiman Yahudi) perkebunan dan juga ditemukan pada mereka rumah-rumah dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah melampaui batas terhadap harta- harta mereka kecuali setelah diberi peringatan dan dijelaskan kepada mereka bahwa bumi adalah milik Allah dan Rasul-Nya, bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bermu'amalah dengan mereka pada hasil bumi. Beliau bermu'amalah dengan penduduk Khaibar terhadap sebagian hasil bumi. Hal ini menunjukkan bahwa orang kafir itu mempunyai pemilikan terhadap hartanya, maka tidaklah pantas melampaui batas terhadap harta orang kafir apalagi kalau harta orang kafir itu selain fai' (rampasan perang yang ditinggal lari oleh musuh) dan ghanimah (rampasan perang setelah mengalahkan musuh). Dan sesungguhnya Allah hanyalah membolehkan harta orang kafir dalam ghonimah (hasil perang di jalan Allah red) :
"Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai ghanimah, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al Anfal :41).
"Dan apa saja harta Fai' yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. Al Hasyr:6) Al- fai' itu didapatkan tanpa peperangan (yaitu) kaum muslimin pergi (baca: menyerang) kepada orang-orang kafir, maka orang-orang kafir itu menjadi takut lalu melarikan diri dan meninggalkan harta-harta mereka. Ini dianggap fai' bagi kaum muslimin, halal. Kaum muslimin memerangi orang-orang kafir sehingga harta-harta tersebut menjadi ghanimah. Adapun selain ghanimah dan fai' sesungguhnya ini (merampas, melampaui batas terhadap harta -pent) tidak ada dalil atasnya. Bahkan hartaharta orang Quraisy dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus kepada salah seorang Yahudi untuk membeli darinya dua tsaub (pakaian) sampai beliau diberi keringanan (untuk membayarnya), maka Yahudi ini berkata: "Sesungguhnya Muhammad hanyalah hendak membawa lari hartaku", Maka Rsulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Mereka telah berdusta, sesungguhnya mereka sangat mengetahui bahwa saya adalah seorang yang paling memenuhi dan menunaikan amanah." Dan di dalam shahihain sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam wafat dan baju besi beliau tergadai pada seorang Yahudi dengan 30 sho' gandum. Ini menunjukkan bahwa orang Yahudi itu memiliki hartanya, maka tidaklah pantas harta-harta mereka diledakkan walaupun aman dari fitnah. Yang pantas bagi mereka (orang-orang kafir) adalah diberikan perasaan sempit atas kaum muslimin agar kaum muslimin tidak memberikan tamkin (keleluasaan dan kemantapan hidup) kepada orangorang kafir. hendaknya mereka dibuat merasa sempit berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Apabila ia memberi salam kepada kalian maka janganlah kalian jawab salamnya dan katakanlah, "Wa'alaikum", dan kalau kalian menjumpai mereka di jalan maka pojokkanlah mereka ke yang paling sempitnya".
Untuk pertanyaan, saran dan kritikan silakan hubungi
[email protected]. HTM2PDF + teks Arab by www.as -salaam.co.cc