"
KEBIJAKAN BABEL CERDAS 2011
DALAM WAJAR OIKDAS 9 TAHUN (Studi tentang lmplementasi Kebijalcan pada Bidang Pendidikan d i Provinsi Kepulauan Bangka Belitung) Tesis
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menyclesaikan Studi pada Program Magister Administrasi Publik Universitas GadjatfMada
KONSENTRASI KEBUAKAN PUBUK
Diajukan oleh Yuyun Tri W idowati
21803/ PS/ MAP/ 06
a
Kepada
Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Yopakarta 2008
KEBIJAKAN BABEL CERDAS 2011 DALAM WAJAR DIKDAS 9 TAHUN (Studi tentang lmplementasi Kebijakan pada Bidang Pendidikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung) Tesis Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan Studi pada Program Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada
KONSENTRASI KEBIJAKAN PUBLIK
Diajukan oleh Yuyun Tri Widowati
21803/ PS/MAP/06
Kepada
Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
2008
Tesis KEBIJAKAN BABEL CERDAS DALAM WAJAR DIKDAS 9 TAHUN (Studi tentang lmplementasi Kebijakan pada Bidang Pendidikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung) Dipersiapkan dan disusun oleh
Yuyun Tri Widowati Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 26 September 2008
Susunan Dewan Penguji ain
Pembimbing Utama
~ Prof. Dr. Sofian Effendi
Dr. FX
Pembimbing Pendamping I
Pembimbing Pendamping II
Tesis ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister
Pengelola Program Studi Magister Administrasi Publik UGM
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk. gelar kesarjanaan suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pemah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 26 September 2008
Yuyun Tri Widowati
i
Tesis ini saya persembahkan untuk: .._ Kedua
orangtuaku
memberikan
yang
telah
pengertian,
dan
tersayang,
kesabaran,
kelapangan dada dalam setiap polah dan langkah putera-puterinya. .._ Keponakan-ponakan (Fakhri, Nadidah, Hana, Arief, Abi, Izzan, Ari, Raihan, Faqih, Farhan), semoga apa yang kalian capai dan kerjakan nanti jauh lebih baik dan berguna.
11
MOTTO
"LIFE IS A CHOICE' (anonim)
iii
KATAPENGANTAR Alhamdulillahirrabbilalamin yang telah memberikan kesehatan, kemudahan
dan keselamatan sehingga proses penelitian dan penulisan tesis ini dapat berjalan dengan lancar. Tesis denganjudul Kebijakan Babel Cerdas 2011 dalam Wajar Dikdas 9 Tahun (Studi Tentang Implementasi Kebijakan Pada Bidang Pendidikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung) dapat selesai dan hadir dihadapan pembaca semua. Penelitian ini dilatarbelakangi dengan banyaknya kebijakan publik yang dibuat pemerintah namun mengalami kendala dalam tahap implementasi di lapangan, sehingga seberapa baguspun suatu kebijakan, namun tanpa implementasi di lapangan suatu kebijakan tidak akan membawa kemaslahatan bagi masyarakat yang justru akan dibantu melalui sebuah kebijakan. Penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak, antara lain: 1. Prof. Dr. Sofian Effendi, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama proses penelititan hingga penulisan tesis ini selesai. 2. Dr. Agus Pramusinto, MDEA, selaku Ketua Pengelola Program Pascasarjana Magister Administrasi Publik Universitas yang telah memberikan dukungan fasilitas selama studi. 3. Yth. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kepala Bappeda provinsi, Kepala Dinas Pendidikan Kota Pangkalpinang, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka, serta berbagai pihak (pejabat eselon 3 dan eselon 4, staf PNS) di jajaran birokrasi pendidikan maupun instansi terkait baik di provinsi dan kabupatenlkota yang telah memberi banyak informasi dan data yang diperlukan
IV
untuk penulisan tesis ini dalam rangka penyelesaian togas akhir pada Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada. 4. Bapak Sunardi, Bapak Rusli Rachman, yang telah bersedia berbagi pengalaman serta memberikan dorongan untuk berpikiran terbuka dalam penulisan tesis ini. 5. Seluruh dosen di Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada yang telah membagikan ilmu pengetahuan, wawasan yang dimiliki, serta dorongan semangat bagi penulis selama studi. 6. Seluruh karyawan di Sekolah Pascasarjana Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada. 7. Ucapan terima kasih kepada ternan-ternan seangkatan MAP Bappenas II yang telah berbagi dan saling menyemangati selama hari-hari belajar dengan jadwal yang luar biasa padat: Mbak Dwi sang pemberi inspirasi dan yang selalu mengingatkan kepada Yang Di Atas, DasriTA - "Cut Nyak" yang selalu bawel ketika malas melanda, Rita yang 'ngocol' dan care ama temen, mbak Yanti ternan buat nongkrong berbagai seminar, mbak Marsi yang akhirnya bisa tersenyum, Nila, Sri "Ceki", mbak Nur, Yurnelis, Sjam, Adri, pak Frans, pak Arifin, pak Setyo, pak Iskandar, Rina si jutek, mbak Arum, Bhibid, mbak Novi, mbak Titin yang pintar tapi suka berbagi, mbak Ima yang celetukannya maut, mbak Ratri yang selalu punya persediaan obat ketika ternan-ternan ambruk satu demi satu kecapekan belajar, dan mbak Puji yang selalu bersemangat. 8. Seluruh warga G.KN No. 176: Evi, Fia, Nelly, Ummu, Dini, Ferry, Tami, Ita, Melly, Prita, tempat berbagi canda dan tawa ketika sumpek melanda, dan yang selalu memberikan dukungan semangat.
v
9. Seluruh keluarga besar serta ternan: pakyak Norman, paksu Amri, pakcik Nwyadi, Cunai, Aak!Bangfid, Akwiek/Bang Wiwin, Ta, Wan/Hani, Udi/Pia, Adek,
Zon,
yang telah memberikan semangat selama kuliah dan menyelesaikan tesis. I 0. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu, yang telah membantu proses penelitian hingga penulisan tesis ini.
Kendatipun penulis telah berusaha secara maksimal untuk mencapai basil yang terbaik, namun disadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, dan sangat jauh dari sempurna. Namun, penulis berharap penelitian ini dapat memberikan sedikit pengetahuan bagi kita semua. Untuk itu, segala saran dan kritikan dari pembaca untuk perbaikan sangatlah diharapkan.
Yogyakarta, 26 September 2008 Penulis
VI
INTISARI Pembangunan pendidikan adalah merupakan salah satu investasi sumber daya manusia (SDM) yang dapat memacu daya saing bangsa di era global. Sebagai investasi produktif, pendidikan dinilai dapat meningkatkan kualitas SDM sebagai faktor pendukung utama untuk meningkatkan produktivitas nasional di berbagai bidang dan sektor pembangunan. Tantangan ini tidak saja muncul dari sisi ukuran, kemampuan dalam mencapai standar dan tujuan yang telah ditetapkan melalui 3 (tiga) pilar kebijakan yang menjadi tema pokok pembangunan pendidikan, tetapi juga muncul dari bagaimana suatu kebijakan yang telah ditetapkan dilaksanakan, di mana sangat penting bahwa program (terutama kebijakan yang bersifat topdown) yang bersifat operasional harus mudah dipahami dan dilaksanakan oleh pelaksana. Penelitian kebijakan yang menggunakan metode kualitatif ini, pada dasamya bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengimplementasikan Kebijakan Babel Cerdas 2011 serta kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan tersebut. Data penelitian dijaring melalui wawancara dengan sejumlah key informan/ informan, baik yang terlibat langsung dalam pembuatan dan penyusunan program, maupun yang akan menjadi pelaksana baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Selain itu, peneliti juga menggunakan pendekatan analisis data sekunder yang berasal dari Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, LPMP Kepulauan Bangka Belitung, Badan Pusat Statistik Kepulauan Bangka Belitung, dan website: www.depdiknas.go.id. Dari analisis data yang ditemukan bahwa secara umum kesiapan operasionalisasi program Babel Cerdas 2011 khususnya pada bidang pendidikan dasar terkait Wajar Dikdas 9 Tahun adalah sebagai berikut: 1) dari standar dan sasaran, maka hasil capaian pembangunan pendidikan dasar di provinsi ini berdasarkan 3 pilar kebijakan nasional pendidikan, adalah: pemerataan pendidikan; (a) pada jenjang SD/MI standar ideal seharusnya 100, berarti nilai 89,97 belum merata, karena masih ada kesenjangan sebesar 10,03, (b) untuk jenjang SMP/MTs, capaian 85,78, maka masih terdapat kesenjangan sebesar 14,22. Sementara hila diukur dari norma nasional (65), maka hasil capaian untuk jenjang pendidikan SD/MI maupun SMP/MTs sudah merata, namun menurut standar nasional belum merata; mutu pendidikan; (a) padajenjang SD/MI standar ideal seharusnya 100, capaian nilai 33,0, ini berarti kesenjangan dalam SD/MI sebesar 67,0; (b) pada jenjang SMP/MTs, dengan capaian 60,52 maka masih terdapat kesenjangan sebesar 39,48. Apabila diukur dari norma nasional (75), maupun standar nasional (1 00) maka hasil capaian mutu baik pada jenjang pendidikan SD/MI maupun SMP/MTs belum bermutu. Pencapaian eflSiensi internal; (a) pada jenjang SD/MI hasil capaian koefisien efisiensi 97,90, ini berarti telah mencapai 97 persen, berarti masih ada kesenjangan sebesar sekitar 3 persen, (b) pada jenjang SMP/MTs, dengan capaian 96,78 maka capaian koefisien efisiensi adalah 96 persen, berarti masih terdapat kesenjangan sebesar sekitar 4 persen. Maka hila diukur dari norma
Vll
nasional (90), maka basil capaian mutu baik untuk jenjang pendidikan SDIMI maupun SMP/MTs sudah efisien namun hila dilihat dari standar nasional (I 00) be/urn ejisien; 2). Dilihat dari bagaimana kebijakan diimplementasikan, implementasi kebijakan dan program Babel Cerdas 2011 ini mendapat kendala karena belum diturunkan sesuai dengan sekuensi implementasi kebijakan, sehingga menyulitkan dalam program aksi; 3) program tidak berjalan dengan baik karena belum dipahaminya kebijakanlprogram oleh pelaksana disebabkan koordinasi yang merupakan alat komunikasi antar-organisasi tidak berjalan dengan baik. Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka direkomendasikan agar dilakukan pemenuhan terhadap syarat implementasi sesuai dengan sekuensi implementasi kebijakan, serta memastikan tujuan program didefinisikan dan dikomunikasikan secara jelas sehingga dapat dipahami baik oleh individu pelaksana maupun organisasi yang terlibat dalam pelaksanaan tugas.
Kata Kunci: Implementasi kebijakan, Kebijakan Pendidikan Nasional, Program Wajar Dikdas 9 Tahun.
Vlll
ABSTRACT
Education development is one of the efforts in human resources investments to accelerate the nation capasity to compete among others in a global era. As a productive investment, education is honored to be an avenue for human resources development effort as a main factor to gain national productivity in various development fields and sectors. The threat rises not only from size aspect related to the capacity of achieving determined standards and goals through three pillars of policy made as a main theme of education development, but also rises from how the policy can be made being able to implement, in which operational programs, mainly in top-down policies, should be easily understood and implemented by the implementing staff. This study uses a qualitative method with a purpose of describing how the Provincial Government of Bangka-Belitung Islands did implement the policy of Babel Cerdas 2011 as well ass what obstacles it faced in terms of attaining goals determined in the policy. Data of the study are collected by using interviews with some key informants that are involved in making and arranging the program and in implementing it at the provincial and regency or municipal levels. Moreover, researcher also conducts an analysis on secondary data obtained from the Office of Education in the Provincial Government of Bangka-Belitung Islands, LPMP of Bangka-Belitung Islands, and the Central Statistical Bureau of Bangka Belitung, and official website: www.depdiknas.go.id Based on the data analysis collected, it can generally be known that the readiness of operating the Babel Cerdas 2011 Program, especially in the domain of elementary education closely related to the 'Wajar 9 Tahun' program: 1) From the standards and goals, it can be known that the performance of education in elementary educational development programs at provincial level are measured on the base of three pillars of the policy of national education, i.e. the equity and equality of schooling opportunities: (a) at a level of the Primary School (SD/MI) with the ideal standard of performance of 100, the score of achievement was 89.97, meaning that it was not evenly distributed yet due to the fact that there was still a gap of 10.03; (b) at a level of Junior Secondary School (SMP/MTs), the score was 85.78 due to the fact that there was still a gap of 14.22. While if measured on the base of the national norm of 65, the performance for both the SD/MI levels and the SMP/MTs levels were distributed evenly, but according to the national standards they were not evenly distributed; the education quality improvement; (a) at the SD/MI levels, the performance is 100 and the score was 33.0, meaning that the gap in the SD/MI levels was 67.0; (b) at the SMP/MTs levels, the score was 60.52 due to the fact the there was still a gap of 39.48. If measured from the national norm of 75 as well as the national standards of 100, education at the SD/MI and the SMP/MTs levels could be said to be not quality yet. The education efficiency: (a) at the SD/MI levels, the performance in efficiency coefficient was 97.90, meaning that the score was 97 percents due to
IX
there was still a gap of 3 percent, (b) at the SMP/MTs levels, the score was 97.78 and the performance of efficiency coefficient was 96 percent due to the fact that there was still a gap of 4 percent. If measured from the national norm of 90, the performance both for the SD/MI levels and the SMP/MTs levels could be said to be efficient, but if viewed from the national standard of I 00, it was not efficient yet; 2) Viewed from how the policy has been implemented, it can be said that implementation of the Babel Cerdas 2011 policy and program has encountered obstacles because it were not implemented well in accordance with the sequence of policy implementation, making the action program very difficult to implement; (3) the program cannot be implemented well because the underlying policy were not understood yet by the implementing staff due to the poor inter-organizational coordination. Based on the fmdings, it can be recommended that the Government should seek to meet the requirements of implementation according to the sequence of the policy implementation as well as to assure the goals of program can be defined and communicated obviously so it can be understood well by both implementing staff and organizations involved the performance of tasks. Keywords: Policy implementation, the Policy of National Education, the 'Wajar 9 Tahun' program
X
DAFTARISI Halaman Pemyataan Lembar Persembahan Lembar Motto Kata Pengantar Inti sari Abstract Daftar lsi Daftar Tabel Daftar Gambar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Hasil yang diharapkan 1.5. Sistematika penulisan BABII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pendidikan Nasional 2.1.1. Kebijakan Pendidikan dalam Kebijakan Publik 2.1.2. Tiga Kebijakan Pokok 2.1.2.1. Perluasan dan Pemerataan Pendidikan 2.1.2.2. Mutu Pendidikan 2.1.2.3. Manajemen Pendidikan 2.1.3. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2.1.4. Arah Kebijakan Pembangunan Pendidikan Dasar 2.1.5. Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dalam Kerangka Pendidikan Nasional 2.2. Pemahaman terhadap Kebijakan 2.2.1. Definisi kebijakan Publik 2.2.2. lmplementasi Kebijakan Publik 2.2.2.1. lmplementasi kebijakan dalam rangka operasionalisasi kebijakan 2.2.2.2. Implementasi kebijakan
I
11
111
IV Vll
IX XI XVI XX
1 27 30 30 30
33 34 37 37 39 41 43 46
48 52 52 56
59
XI
dalam desentralisasi 2.2.2.3. Babel Cerdas 2011 dalam konsep teoretis Kebijakan Publik 2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Babel Cerdas 2011 2.3.1. Standar dan sasaran kebijakan 2.3.2. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan 2.3.3. Kecenderungan (disposition) pelaksana/implementator BAB III METODE PENELITIAN 3 .1. Metode Penelitian 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Dokumen 3.3.2. Wawancara Mendalam (indeptinterview) 3.4. Teknik Analisis Data 3.4.1. Analisis kualitatif 3.4.2. Analisis Data Sekunder
3.4.2.1. Ana/isis Data dan Indikator Nonpendidikan 3.4.2.2. Ana/isis Data dan Indikator Pendidikan 3.4.2.2.1. Pemerataan dan Perluasan Akses Pendidikan 3.4.2.2.2. Peningkatan Mutu 3.4.2.2.3. Manajemen Pendidikan 3.4.2.2.4. Keberhasilan Pembangunan Pendidikan
66 68 71 73 76 76
78 79 80 81 82 87
88 91
92 92 93 95
96
BABIV KONTEKS PENELITIAN: DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN, CAPAlAN HASIL DI BIDANG PENDIDIKAN DASAR, DAN KEBIJAKAN BABEL CERDAS 2011 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian 4.1.1. Administrasi Pemerintahan 4.1.2. Demografi 4.1.2.1. Kepadatan Penduduk
98 98 99 100
xu
kerangka implementasi kebijakan pendidikan 4.3.l.Kebijakan Babel Cerdas 20II dalam Kerangka Visi dan Misi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007-20I2 4.3.2. Kebijakan Pendidikan dalam Strategi Pembangunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 200720I2 4.3.3. Kebijakan, Program Prioritas, dan Rencana Kerja terkait Pendidikan Dasar dalam Strategi Pembangunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2007-20I2 Program Pembangunan 4.3.3.I. Pendidikan Program Babel Cerdas 201I 4.3.3.2. Program Wajar 9 Tahun 4.3.3.3. Program Peningkatan Mutu 4.3.3.4. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Program Manajemen 4.3.3.5. Pelayanan Pendidikan Program Pendidikan 4.3.3.6. Nonformal 4.3.4.Kebijakan Babel Cerdas 20II dalam Strategi Pembangunan Pendidikan Dasar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2007-20I2 4.3.5. Kebijakan Babel Cerdas 201I dalam Kaedah Implementasi Pendidikan Dasar Dalam 4.3.5.1. Kerja Rencana Kerangka Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Kepulauan 2008 Bangka Belitung Kebijakan lmplementasi 4.3.5.2. Satuan dalam II 20 Babel Cerdas Kerja Perangkat Daerah
137
I37
138
I40 140 14I 14I
I44 I45 145
I46 150
I 50
I 53
BABV IMPLEMENTAS! KEBIJAKAN BABEL CERDAS 2011 DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI KENDALA KEBIJAKAN BABEL CERDAS 2011
XIV
S.l Analisis lmplementasi Menwut Model Van Meter dan Van Hom Standar dan Sasaran Kebijakan S.l.l S.l.l.l Analisis Program S.1.1.1 Analisis Keberhasilan Pembangunan Pendidikan S.1.2 Komunikasi antar organisasi S.l.3 Kecenderungan (disposition) pelaksaoalimplementator BABVI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Rekomendasi Kebijakan Pustaka Acuan
ISS ISS ISS 166 177 184
191 197
200
XV
DAFTAR TABEL JUDULTABEL
NO. Tabel
Tabel 1.1
Halaman
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut Provinsi 1999, 2002, 2005 Human Development Index by Province 1999, 2002, 2005
7
Tabel.1.2
Tren Angka Putus Sekolah SD/SMP 2002-2006
20
Tabel.1.3
Kondisi Ruang Kelas SD/SMP 2005/2006
21
Tabel.1.4
Kondisi Pendidikan Guru SD/SMP 2005/2006
21
Tabel.1.5.
APM SD/SMP Babel2006/2007
23
Tabel.1.6.
AM/APS/AU/DO Babel 2006/2007
23
SD/SMP/Paket A & Paket B
Tabel.l.7.
Sarana/Prasarana SD/SMP Babel 2006/2007
Tabel.1.8.
Kondisi Guru 2006/2007
SDIMI
dan
SMP/MTs
23 Babel 23
Tabel.1.9.
APK/APM Tahun Ajaran 2006/2007
24
Tabel.1.1 0.
Angka Melanjutkan (AM) dan Angka Partisipasi Sekolah (APS) Kab/Kota se-Babel Tahun Ajaran 2006/2007
24
Angka Putus Sekolah SD/MI & SMP/MTs Kab/Kota se-Babel Tahun Ajaran 2006/2007
24
Angka Lulusan (AL) SD/MI & SMP/MTs Kab/Kota se-Babel Tahun Ajaran 2006/2007
25
Tabel 3 .1.
Standar Ideal Indikator Nonpendidikan
91
Tabel 3.2.
Norma Nasional Indikator Nonpendidikan
92
Tabel3.3.
Standar Ideal dan Norma Nasional Pemerataan Pendidikan
Tabel.1.11.
Tabel.l.12.
Tabel3.4.
Standar
Ideal
Indikator
Mutu
dan
Indikator 93 Relevansi
XVI
Pendidikan
94
Tabel 3.5.
Norma Nasional Indikator Mutu
94
Tabel 3.6.
Standar Ideal Indikator Manajemen Pendidikan
95
Tabel3.7.
Norma Nasional Indikator Manajemen Pendidikan
95
Tabel 3.8.
Kelompok/Jenis Indikator, Nilai, Bobot, dan Hasil Indikator Keberhasilan Pendidikan
96
Tabel3.9.
Kategori Keberhasilan Pendidikan Menggunakan 5 Altenatif
Tabel3.10.
Kinerja Pendidikan berdasarkan Standar Ideal dan Norma Nasional
97
Struktur Organisasi Pemerintahan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
99
Tabel. 4.1.
Tabel. 4.2
97
Luas Wilayah, Penduduk Seluruhnya, Kepadatan Penduduk, dan Penduduk Usia Sekolah Dasar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
101
Kondisi Perekonomian Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
105
Tabel. 4.4.
Kondisi Sosial Budaya dan Agama
107
Tabel. 4.5.
Kondisi Transportasi dan Komunikasi Prov.Kepulauan Bangka Belitung
Tabel. 4.3.
Tabel.4.6.
Tabel 4. 7
Tabel 4.8.
Tabel4.9.
di 108
Jumlah Desa Terpencil, Tingkat Kesulitan Ke Sekolah Dasar dan Sektor Unggulan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
109
Capaian APM SD/MI!Paket A dan APM SMP/MTs/Paket B Kabupaten!Kota se Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2006/2007 dan 2007/2008
113
Angka Partisipasi Murni usia sekolah (APS) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2006/2007
114
Angka Melanjutkan (AM)
Provinsi
Kepulauan
XVII
Bangka Belitung Tahun 2006/2007
116
Rasio Siswa Per Sekolah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun Ajaran 2006/2007
117
Rasio Siswa Per Ruang Kelas dan Rasio Siswa Per Kelas Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun Ajaran 2006/2007
118
Rasio Kelas Per Ruang Kelas Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun Ajaran 2006/2007 dalam indikator Pemerataan Pendidikan
119
Tabel4.13.
Efisiensi Internal Pendidikan SD/MI & SMP/MTs
122
Tabel4.14.
Analisis Pemerataan Pendidikan pada Jenjang SD/MI & SMP/MTs
133
Analisis Peningkatan Mutu Pendidikan pada Jenjang SD/MI & SMP/MTs
135
Analisis Manajemen SD/MI & SMP/MTs
136
Tabel 4.1 0.
Tabel 4.11.
Tabel4.12.
Tabel4.15.
Tabel 4.16.
Tabel 4.17.
Pendidikan
pada
Jenjang
Kelompok/Jenis Indikator, Nilai, Bobot, dan Hasil lndikator Keberhasilan Pendidikan pada JenJang SD/MI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
13 7
Kelompok/Jenis Indikator, Nilai, Bobot, dan Hasil Indikator Keberhasilan Pendidikan pada jenjang SMP/MTs Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
147
Kinerja Pendidikan Dasar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berdasarkan Standar Ideal dan Norma Nasional
152
Tabel5.1.
Analisis kebijakan dan program
158
Tabel5.2.
Analisis Rencana Kerja Prioritas RKPD 2007/2008 dalam Program RPJMD 2007-2012 terkait Bidang Pendidikan Dasar
161
Tabel 4.18.
Tabel4.19.
Tabel5.3.
Kelompok/Jenis Indikator, Nilai, Bobot, dan Hasil lndikator Keberhasilan Pendidikan pada JenJang SD/MI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
171
XVlll
Tabel5.4.
Tabel5.5.
Tabel5.6.
Kelompok/Jenis Indikator, Nilai, Bobot, dan Hasil Indikator Keberhasilan Pendidikan pada jenjang SMP/MTs Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
172
Kine:rja Pendidikan Dasar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berdasarkan Standar Ideal dan Norma Nasional
173
lndikator Capaian Bidang Pendidikan Dasar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007-2012
175
XlX
DAFTARGAMBAR NO. Gam bar
JUDUL GAMBAR
Halaman
Gambar2.1.
Proses Kebijakan menurut Sofian Effendi
55
Gambar2.2.
Timing Implementasi
59
Gambar 2.3.
Sekuensi Implementasi Kebijakan
62
Gambar 2.4.
Skema Babel Cerdas 2011 Berdaya saing Global
68
Grafik 4.1.
Persentase Guru SDIMI dan SMP/MTs Berdasarkan Ijazah Tertinggi Prov. Kep. Bangka Belitung 2003 s.d 2008 dibandingkan dengan Norma Nasional Skema
123
Trend Persentase Guru SDIMI dan SMP/MTs Berdasarkan Ijazah Tertinggi Prov. Kep. Bangka Belitung 2003 s.d 2008
124
Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP)*) Menurut Latar Belakang Program Studi dan Bidang Studi Yang Diajarkan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007-2008
126
Jumlah Ruang Kelas menurut Kondisi SDIMI & SMPIMTs Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2003-2008
127
Grafik4.2.
Grafik. 4.3
Grafik. 4.4.
Grafik. 4.5.
Grafik. 4.6.
Grafik. 4.7.
Grafik. 4.8
dan & Perpustakaan SDIMI Pertumbuhan Provinsi SMPIMTs Perpustakaan/Laboratorium Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2003/2004 & 2007/2008
129
Persentase Hasil Capaian Perpustakaan SDIMI & dan Provinsi SMP/MTs Perpustakaan/Laboratorium Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007/2008
130
Persentase Hasil Capaian AU, AL dan APS pada jenjang SDIMI & SMP/MTs Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007/2008
132
Skema Kondisi Terkini dan Target yang diharapkan Program Babel Cerdas 2011
149
XX
1
BAB
I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan dunia semakin menyempit sehingga membentuk suatu masyarakat dunia saling bergantung. Globalisasi dalam berbagai bidang kehidupan telah membawa perubahan secara struktural yang ditandai dengan persaingan antarbangsa, stabilitas kehidupan suatu bangsa, dan hubungan antarbangsa terus meningkat. Salah satu tuntutan di dalam perubahan global ialah harus memiliki pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat bersaing dan bekerja sama dengan bangsabangsa yang lain. Selain itu, kehidupan global dewasa ini dikuasai oleh prinsipprinsip ekonomi yang menuntut daya saing tinggi. Saat ini kepentingan ekonomi sangat menentukan hubungan antarbangsa. Sebagai konsekuensinya, dibutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai daya saing yang setara dengan bangsa lain. Kondisi ini didukung pula oleh kenyataan bahwa negara-negara maju yang secara ekonomi memiliki kondisi lebih mapan serta menguasai teknologi, semakin bersikap proteksionis dan memonopoli bidang teknologi. Dampaknya terutama dirasakan oleh negara-negara berkembang, yang karena memiliki ketergantungan
2
bantuan ekonomi yang semakin mengikat dengan negara-negara maju tersebut, mengalami hambatan dalam proses melewati tahap-tahap pembangunannya.
Penguasaan ekonomi dan teknologi telah membawa masyarakat negaranegara maju dan negara-negara industri barn mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat, kualitas hidup yang lebih baik, cara hidup dan sikap lebih modem, dan pelayanan terhadap hak-hak warga negara yang semakin meluas dan merata. Selain itu, negara-negara maju dan negara-negara industri barn telah memiliki ciri-ciri yang lebih baik dalam hal kualitas SDM. Hal ini dapat terlihat dari tingkat pendidikan masyarakatnya yang sangat baik, khususnya dalam tingkat melek huruf yang lebih tinggi, angka partisipasi pendidikan yang lebih tinggi.
Selain itu, anggaran pendidikan yang cukup tinggi, dan kesempatan pendidikan yang lebih merata juga menjadi faktor penunjang keberhasilan negara-negara maju dan negara-negara industri barn mencetak SDM yang berkualitas.
Sehubungan
dengan
hal
tersebut,
pembangunan
manus1a
(human
development) dianggap sebagai akses guna mengejar ketertinggalan negara-negara
berkembang, dan yang pertama dirasakan adalah adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan. Selain itu, era globalisasi melahirkan dorongan yang luar biasa untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi antarbangsa. Pendidikan diyakini menjadi penopang dari keberhasilan yang relatif positif di dalam pertumbuhan ekonomi, dan hal tersebut membutuhkan sumber daya manusia andal yang hanya dapat diperoleh melalui pendidikan yang berkualitas.
3
Pemhangunan manusm (human development) disadari mencakup hidang pemhangunan yang sangat luas. Oleh karena itu, untuk keperluan penghitungan
Human Development Index (HDI) dengan pertimhangan kesederhanaan dan pertimhangan data, UNDP memilih tiga aspek pemhangunan manusia yang dianggap paling mendasar dan strategis, yaitu: (1) usia panjang (longevity) yang diukur dengan tingkat harapan hidup (life expectancy at birth); (2) pencapaian pendidikan (educational attainment), yang diukur dengan komhinasi rata-rata tertimhang dari jumlah orang dewasa yang dapat memhaca (literacy rate) dan kombinasi rata-rata lama sekolah atau partisipasi sekolah untuk pendidikan dasar, menengah, dan tinggi (primery, secondary, and tertiary enrolment ratios); dan (3) standar hidup (standard of living) dengan pengukuran real GDP per capita yang telah disesuaikan dengan purchasing power parity (PPP $) masing-masing negara. Meski laporan HDI bukan hanya mengukur status pendidikan (tetapi juga ekonomi dan kesehatan), namun ia merupakan dokumen rujukan yang valid guna melihat tingkat kemajuan pembangunan pendidikan di suatu negara.
Berdasarkan Human Development Index (HDI), negara-negara dunia diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1) negara dengan pembangunan manusia yang tinggi (high human development) hila nilai HDI berkisar antara 0,80 hingga 1,0; (2) negara dengan pembangunan manusia yang menengah (medium
human development) hila nilai HDI berkisar antara 0,51 hingga 0,79; dan (3) negara dengan pembangunan manusia yang rendah (low human development) hila nilai HDI herkisar antara 0,00 hingga 0,50 (UNDP, Human Development Report 2005, p.212). Negara dengan HDI di bawah 0,5 berarti tidak memperhatikan
4
pembangunan manusianya; negara dengan nilai HDI 0,51 hingga 0,79 berarti mulai memperhatikan pembangunan manusianya; negara dengan nilai HDI lebih dari 0,8 berarti amat memperhatikan pembangunan manusianya.
Berpatokan kepada Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh United Nations Development Program 's Human Development Report 200712008, yang merupakan kompilasi data 2005 yang dipublikasikan pada 27 November 2007, saat ini Indonesia berada pada urutan 107 dengan nilai HDI 0, 728 dari 175 negara anggota PBB. Posisi ini lebih baik hila dibandingkan dengan Human Development Report 2005, di mana Indonesia saat itu berada pada urutan 110 dengan nilai HDI 0,697, dari 177 negara (World Bank, Human Development Report 2005).
Di wilayah Asia-Pasifik, posisi Indonesia berada jauh di bawah beberapa negara yang menempati kelompok HDI tinggi (high human development), yaitu: Australia pada urutan 3 (0,962), Jepang 8 (0,953), Hongkong 21 (0,937), Singapura 25 (0,922), Korea Selatan 26 (0,921), Brunei 30 (0,894), atau Malaysia 63 (0,811). Pada kelompok menengah (medium human development), Indonesia masih berada di bawah Thailand yang menempati urutan 78 (0, 781 ), RRC 81 (0,777), Philipina 90 (0,771), dan Vietnam 105 (0,733). Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan tahun 2005, dimana posisi Indonesia masih berada di bawah kelompok negara-negara, seperti: Jepang 11 (0,943), Singapura 25 (0,907), Korea Selatan 28 (0,901), Brunei Darussalam 33 (0,866), Malaysia 61 (0,796), Thailand 73 (0,778), Philipina 84 (0,758), RRC 74 (0,755), dan Vietnam 108 (0,704). Dari
5
laporan tersebut, Indonesia pada urutan 110 (0,697), hanya lebih baik misalnya dari Laos 130 (0,601), Camboja 131 (0,598), Myanmar 132 (0,583), Papua New Guinea 145 (0,530), dan Timor-Leste 150 (0,514).
Kinerja Pencapaian HDI: Variasi Antar Provinsi Dalam konteks Indonesia, lndeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan bantuan UNDP. Pengukuran IPM dihitung berdasarkan komponen yang sama, yaitu Usia l-tarapan Hidup (life
expectacy) dengan indeks yang sama, yaitu angka harapan hidup waktu lahir; Pendidikan (Educational attainment), hila UNDP menghitung berdasarkan kombinasi angka melek huruf dan partisipasi sekolah, BPS menghitung berdasarkan kombinasi angka nielek huruf (dalam hal irli penduduk usia 15 tahun ke atas) dan rata-rata lama sekolah. Untuk standar hidup (standard of living), UNDP menghitung berdasarkan adjusted GDP per kapita riil yang telah disesuaikan dengan purchasing power parity (PPP) suatu negara, sedang BPS menghitungnya berdasarkan total konsumsi yang telah ditimbang dengan faktor inflasi, indeks nilai rupiah (purchasing power parity/unit), dan fungsi manfaat marginal pertambahan pengeluaran, sedemikian rupa sehingga lebih cocok untuk perbandingan antar provinsi di Indonesia (Sugiarto dalam Azahari, 2000).
Angka melek huruf (adult literacy rate) yang merupakan salah satu indikator pembangunan, menunjukkan bahwa di setiap provinsi terdapat kenaikan. Pada tahun 2004 angka melek huruf tertinggi dimiliki oleh Provinsi Sulawesi Utara, yaitu 99,28% (laki-laki) dan 99,01% (perempuan). Namun pada tahun 2005
6
angka melek huruf laki-laki dimiliki oleh DKI-Jakarta yaitu 99,31%, sementara angka melek huruf tertinggi perempuan masih oleh Sulawesi Utara yaitu 98,65%. Angka melek huruf terendah terdapat di Provinsi Papua, yaitu 79,5% (laki-laki) dan 68,48% (perempuan) tahun 2004, dan. 76,64% (laki-laki) dan 66,23% (perempuan) pada tahun 2005.
Berdasarkan Indikator Pembangunan Manusia (Human Development
Indicator) di tiap-tiap provinsi di Indonesia tahun 1999, 2002, dan 2005, mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa hasil-hasil pembangunan manusia Indonesia mengalami peningkatan selama periode HDI tahun 1999-2005. Keadaan ini terlihat dengan meningkatnya HDI atau IPM di tiap-tiap provinsi dengan rentang HDIIIPM dari yang paling rendah ke yang tinggi yaitu 54,2 -72,5 dalam tahun 1999, naik menjadi 57,8 - 75,6 tahun 2002, dan naik lagi menjadi 62,4-76,1 pada tahun 2005.
Rangking tertinggi pertama untuk HDI atau IPM di Indonesia dih1iliki oleh Provinsi DKI-Jakarta baik tahun 1999, 2002, hingga 2005, dengan indeks yang terus naik dari 72,5 menjadi 75,6, lalu naik lagi menjadi 76,1. Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah provinsi yang mempunyai ranking paling bawah dari HDI atau IPM di Indonesia baik di tahun 1999 (dengan indeks sebesar 54,2), 2002 menjadi 57,8, dan tahun 2005 naik menjadi 62,4. (lihat Tabel.l.1):
7
Tabel1.1 lndeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut Provinsi 1999,2002, 2005 Human Development Index by Province 1999, 2002, 2005 I !I
'<
No.
-,, .,.• -
·~-
p _.._ .
. .
Province:CQ1; -~ _1~
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
;;,
roVUJSl
\II
,
"''"'
.. ,..
Indonesia Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau DKIJakarta JawaBarat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku MalukuUtara Irian Jaya Barat Papua
"'ndeks Pembanpnan"Manusia (IPM)A ;:,Hunutn Deve/(Jpment Index'(JIDI) " ~-
.19991
I"
643
65.3 66.6 65.8 67.3 65.4 63.9 64.8 63 na na 72.5 64.6 64.6 68.7 61.8 na 65.7 54.2 60.4 60.6 66.7 62.2 67.8 67.1 62.8 63.6 62.9 na na 67.2 na
na 58.8
'
2002 65.8 66 68.8 67.5 69.1 67.1 66 66.2 65.8 65.4 na 75.6 65.8 66.3 70.8 64.1 66.6 67.5 57.8 60.3 62.9 69.1 64.3 69.9 71.3 64.4 65.3 64.1 64.1 na 66.5 65.8 na 60.1
'·
2005~
69.6 69 72 71.2 73.6 71 70.2 71.1 68.8 70.7 72.2 76.1 69.9 69.8 73.5 68.4 68.8 69.8 62.4 63.6 66.2 73.2 67.4 72.9 74.2 68.5 68.1 67.5 67.5 65.7 69.2 67 64.8 62.1
na : not available (data tidak tersedia). Sumber/ Source : BPS-BAPENAS-UNDP, Indonesia Human Development Rep ort, 2004
'
8
Secara rata-rata nasional HDI atau IPM juga mengalami kenaikan, yaitu dari 64,3 pada tahun 1999, menjadi 65,8 pada 2002, lalu naik menjadi 69,6 pada 2005.
Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan bahwa tiap warga negara berhak. untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia, tidak hanya berkaitan dengan upaya pendewasaan manusia tapi juga merupakan suatu sarana penting dalam proses
sosialisasi dan
intemalisasi nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat guna terbentuknya kualitas SDM yang tangguh. Hal ini secara jelas telah diamanatkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 31 ayat 1 UUD 1945 dimana disebutkan bahwa seluruh warga negara berhak memperoleh pendidikan. Melalui ayat 2 disebutkan bahwa seluruh warga negara wajib memperoleh pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Inilah ayat yang menegaskan amanat tentang Wajar Dikdas.
Terkait dengan hal tersebut, pelaksanaan pendidikan dasar yang bebas untuk semua orang merupakan perwujudan dari deklarasi hak-hak asasi manusia PBB pada tahun 1948. Hak asasi untuk memperoleh pendidikan ini kemudian diperkuat oleh Keputusan Konferensi UNESCO di Yom Tien (Thailand) pada tahun 1990 dan Konferensi Dakkar. Selanjutnya di dalam perumusan PBB mengenai tujuan pembangunan millenium (MDGs) dirumuskan delapan tujuan pembangunan millenium, yang salah satunya di bidang pendidikan yaitu mewujudkan pendidikan dasar untuk semua.
9
Millennium Development Goals (MDGs) untuk Indonesia pertama kali diluncurkan pada Mei 2004 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). MDGs dan HDI adalah dua hal yang berbeda. meski keduanya berkait dengan PBB. MDGs adalah semacam patokan yang disepakati PBB dan 189 negara anggota PBB sebagai sasaran pembangunan jangka panjang, 1990- 2015. Hal itu tertuang dalam Deklarasi Milenium September 2002, dan Indonesia ikut menandatanganinya.
MDGs tidak menunjukkan pemeringkatan negara berdasarkan capman pembangunan, tetapi memberi pedoman untuk menyasar delapan target. Khusus untuk jangkauan layanan pendidikan dasar, adalah upaya untuk memperoleh pendidikan dasar yang bersifat universal, dengan target: memastikan pada tahun 2015, seluruh anak-anak dimanapun baik perempuan dan laki-laki mampu menyelesaikan seluruh pelajaran di sekolah dasar. Adapun indikatomya adalah: (1) Perbandingan bersih pendaftaran di Pendidikan Dasar (UNESCO I United
Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization); (2) Jumlah murid dari tingkat 1 (kelas 1 SD) yang berhasil mencapai tingkat 5 (kelas 6 SD) (UNESCO); (3) Jumlah penduduk usia 15 - 24 tahun yang mampu membaca I tidak buta huruf (UNESCO).
HDI menyangkut perkembangan kemajuan suatu bangsa dan dikeluarkan oleh PBB setiap tahun melalui Human Development Report. Sesuai namanya, HDI menunjukkan indeks perkembangan sumber daya manusia melalui tiga variabel yakni pendapatan, kesempatan mengikuti pendidikan, dan usia harapan
10
hidup. Di balik perbedaan MOOs dan HDI, sesungguhnya ada aspek yang sama: pendidikan. Itu sebabnya, dalam laporan MDGs, setiap negara, mengklaim kemajuan pencapaian pembangunan dalam bidang pendidikan.
Terkait dengan tujuan MDGs tersebut, pembangunan pendidikan Indonesia yang perlu dicermati sepanjang tahun 2007 adalah: pertama, laporan capaian
Millenium Development Goals (MDG's); dan kedua, laporan capaian program Education For All (EF A). MDG 's Report in Indonesia 2007 yang dipublikasikan Bappenas bersama Bank Dunia menyimpulkan, Indonesia sudah dalam jalur yang benar. Indonesia termasuk salah satu negara berkembang di dunia dengan prestasi bagus dalam pencapaian angka partisipasi murni (APM) sekolah di sekolah dasar (SD) mendekati angka 100 persen.
Sementara itu, EF A Global Monitoring Report 2008, laporan tim EF A akhir 2007 menyatakan, posisi EFA Development Index (EDI) Indonesia tahun 2005 ada pada rangking 62 dari 129 negara yang disurvei. Prestasi ini menurun jika dibanding posisi 2002, rangking ke-58 dari 121 negara. Menurut laporan Indeks Pembangunan Pendidikan atau EDI (Education Development Index) yang terdapat pada laporan EFA (Education For All) yang dipublikasikan dalam Global Monitoring Report 2008 (GMR) yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) dalam laporan terakhir yang dipublikasikan pada November 2007, Indonesia tetap berada pada EDI kategori sedang bersama 53 negara lainnya, dimana peringkat Indonesia turon dari posisi 58 menjadi 62. Nilai total EDI yang diperoleh Indonesia juga
11
turon 0,003
po~
dari 0,938 menjadi 0,935. Sistem penilaian EDI membagi tiga
kategori skor, yaitu kelompok negara dengan indeks pendidikan tinggi (0,950 ke atas), sedang (0,800 sampai di bawah 0,950), dan rendah (di bawah 0,800). EDI mengompilasi data pendidikan dari 129 negara di seluruh dunia. Indeks pendidikan ini dibuat dengan mengacu pada enam tujuan pendidikan EFA yang disusun dalam pertemuan pendidikan global di Dakar, Senegal, talmn 2000. Indeks ini dibuat dengan membagi tiga kategori penilaian, yaitu nilai ED I tinggi, sedang, dan rendah. Total nilai EDI diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka bertahan siswa hingga kelas 5 sekolah dasar (SD). Mengetahui posisi Indonesia di antara sesama negara Asia Tenggara, hasil indeks pembangunan pendidikan terakhir,
tercatat enam negara Asia
Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, Myanmar, dan Kamboja, berada di kelompok negara dengan kategori EDI sedang. Sementara Brunei Darussalam yang bam tahun ini masuk dalam penilaian berada di kelompok negara dengan indeks pembangunan pendidikan tinggi. Negara Asia Tenggara lain, yaitu Laos, hingga saat ini masih termasuk dalam kelompok negara dengan indeks pembangunan pendidikan rendah. Khusus untuk Singapura dan Thailand tidak tercatat dalam penilaian sehingga tidak dapat dibandingkan. Untuk menindaklanjuti hasil evaluasi UNESCO terhadap pencapaian EFA 2015, tanggal 11-13 Desember 2007 diadakan pertemuan evaluasi pertengahan
12
pencapaian EFA. Pertemuan yang dihadiri pemimpin negara, lembaga donor, dan lembaga internasional
lainny~
menunjukkan bahwa kelemahan pencapaian
umwnnya terlihat di pencapaian pendidikan dasar dan pendanaan. Dalam peningkatan kualitas pendidikan, ada tiga kebijakan yang ditekankan. Pertama, negara-negara hams mengembangkan kebijakan untuk melatih dan merekrut sebanyak-banyaknya guru SD dengan memerhatikan perkembangan karier mereka. Kedua, melakukan pendekatan komprehensif dengan berfokus pada kurikulum, pedagogi, persamaanjender, bahasa pengantar, buku teks, dan fasilitas yang layak.
Ketig~
adanya kebijakan untuk menyiapkan anak-anak siap belajar,
caranya dengan meningkatkan partisipasi pendidikan anak usia dini serta akses kesehatan dan gizi di sekolah. Paradigma pendidikan Indonesia saat ini adalah ingin membangun manusia seutuhnya. Untuk itu, sejak konferensi EF A di Dakar pada tahun 2000, pemerintah
Indonesia
mulai
bekerja
secara
efektif untuk
memastikan
dilakukannya percepatan implementasi rencana aksi Pendidikan Untuk Semua (PUS) di seluruh negeri. Pada tahun 2002, dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat yang secara efektif diberlakukan melalui pemberian mandat dan tanggung jawab untuk melakukan koordinasi kebijakankebijakan dan program EFA di antara kementerian di pemerintahan, organisasi kemasyarakatan, dan stakeholder lainnya. Pada bulan Juli 2003, diterbitkan UU Sisdiknas. Undang-Undang ini merancang secara jelas kerangka kerja legislatif dan regulasi mengenai kekuasaan dan tanggung jawab untuk meningkatkan perencanaan dan manajemen desentralisasi dalam kebijakan EFA. Untuk
13
menguatkan itu, konstitusi juga menuntut agar pemerintah memprioritaskan pendidikan dengan mengalokasikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk penyelenggaraan pendidikan nasional. Ayat ini lantas diperjelas oleh UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No 20/2003 melalui Pasal 49 yang menyebutkan, alokasi 20 persen dari APBN dan APBD. UU Sisdiknas secara spesiflk juga mengatur persoalan Wajar. Menurut Pasal 34 UU Sisdiknas, pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya Wajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Semua itu selanjutnya direspons Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan mengeluarkan Inpres No. 5/2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun dan Penuntasan Buta Aksara. Depdiknas pun mengupayakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun pada 2008 yang sudah harus tuntas sesum dengan target EFA pada tahun 2009.
Hal ini tergambar dari formulasi Perencanaan Strategis (Renstra) 2005-2009 yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama, dimana salah satu program prioritas pendidikan secara nasional disesuaikan dengan Rencana Aksi EFA 2005, yaitu melaksanakan percepatan wajib belajar dasar sembilan tahun. Perencanaan dan strategi ini juga telah mendapat dukungan kuat dari pemerintah nasional dan lokal, didalam upaya menghasilkan pertumbuhan yang sangat signiflkan berupa dukungan belanja publik terkait program dan aktivitas EFA. Renstra Pendidikan Nasional juga konsisten hila dikaitkan dengan prinsip-prinsip desentralisasi dan otonomi, dimana sesuai dengan UU No.32 Tahun 2003 tentang Otonomi Daerah pendidikan dasar dan
14
menengah telah diserahkan ke daerah. Kondisi ini dimaksudkan untuk menciptakan rasa memiliki dan pemahaman yang lebih menyeluruh dari peran setiap stakeholder guna mendukung pelayanan pendidikan bagi masyarakat, sesuai dengan tiga pilar Renstra, yaitu: (i) meningkatkan pemerataan dan akses pendidikan dasar; (ii) meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan dasar; dan (iii) meningkatkan formulasi kebijakan pendidikan, keuangan, perencanaan dan manajemen oleh pemerintah. Tiga pilar renstra bersama-sama dengan rencana aksi EFA menyediakan kerangka kerja pemerataan pendidikan untuk semua tanpa diskriminasi.
Upaya untuk memeratakan pendidikan melalui berbagai kebijakan seperti Wajib Belajar Pendidikan Dasar sembilan tahun dan meningkatkan kapasitas membaca masyarakat,
pada dasamya berkaitan dengan upaya peningkatan
kualitas SDM, dimana pendidikan (tingkat partisipasi sekolah), maupun kemampuan membaca merupakan faktor penting di dalamnya. Secara nasional gerakan Wajar 9 Tahun diawali dengan Instruksi Presiden No 1/1994 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar. Dengan Inpres itu, setiap warga negara yang berusia pendidikan dasar (dikdas) antara 7 hingga 15 tahun wajib mengikuti pendidikan 9 tahun (sekolah dasar/SD sampai sekolah menengah pertama/SMP) hingga tamat. Pendidikan dasar yang dimaksud di sini adalah sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama atau pendidikan lain yang setara. Pada jalur luar sekolah, pemerintah menyediakan program paket A (setara SD) dan paket B (setara SMP) bagi anak usia sekolah yang orang tuanya tidak mampu membiayai anaknya masuk SD atau SMP. Tujuan pendidikan dasar
15
adalah memberi bekal kemampuan dasar (membaca, menulis, berhitung, serta menggunakan bahasa Indonesia) kepada peserta didik guna mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Wajib Belajar Pendidikan Dasar telah menjadi komitmen bangsa yang tertuang dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003.
Jelas,
bahwa
disamping
karena tuntutan
konstitusi,
pembangunan
pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas Sumber daya manusia bangsa Indonesia yang diharapkan lebih mampu mengisi pembangunan dengan lebih produktif serta tangguh dalam menghadapi kompetisi antar bangsa serta trend perubahan akibat globalisasi. Upaya pembangunan pendidikan dalam seluruh aspeknya cukup mendapat dukungan luas dan nampaknya telah menjadi komitmen bangsa, hal ini terlihat dari berbagai program pemerintah yang diarahkan untuk berupaya terns menuntaskannya melalui berbagai program, baik dalam tataran, nasional, regional, maupun lokal. Hal ini sudah barang tentu merupakan gambaran tentang kesungguhan masyarakat dalam upaya membangun kualitas sumberdaya manusia agar lebih mampu, cerdas dan kompetitif sesuai dengan yang tertuang dalam Renstra Depdiknas 2005-2009, dengan mengacu pada UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 pasal 3, menyatakan bahwa visi pendidikan nasional adalah "Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata
sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah ". Untuk
16
mencapai visi tersebut, ditetapkan misi Pendidikan Nasional yang terdiri : (I) mengupayakan pendidikan
perluasan
dan
pemerataan
kesempatan
memperoleh
yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) membantu dan
memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (3) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (4) meningkatkan keprofesionalan
dan
akuntabilitas
lembaga
pendidikan
sebagai
pusat
pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan (5) memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam upaya untuk mewujudkan misi tersebut Depdiknas telah menetapkan kebijakan pokok pendidikan Indonesia yang berisi beberapa strategi dan program yang disusun berdasarkan skala prioritas dan salah satu diantaranya adalah penggunaan dana APBN/APBD dan dana masyarakat. Kebijakan pokok pendidikan terse but ditekankan pada 3 pilar pendidikan/arah kebijakan pendidikan seperti telah disebutkan di atas, dengan menekankan pada peranan desentralisasi dan otonomi pendidikan disetiap jenjang pendidikan di masyarakat dan meningkatkan citra publik.
Kondisi
ini
pula
nampaknya
telah
mendorong
Depdiknas
untuk
menjabarkan Visinya dengan keinginan untuk pada tahun 2025 menghasilkan
17
/nsan Indonesia yang cerdas dan Kompetitif, dan untuk itu berbagai kebijakan pendidikan dilakukan agar dapat mewujudkan dan
menghasilkan Insan
Indonesia Cerdas dan Kompetitif (lnsan Kamilllnsan Peripurna). Cerdas dalam makna yang komprehensif mencakup cerdas spiritual (olah hati), cerdas emosional dan sosial (olah rasa), cerdas intelektual (olah fikir), dan cerdas kinestetis (olah raga), dengan kecerdasan tersebut diharapkan insan Indonesia mampu bersaing (kompetitif) dalam menghadapi persaingan global. Visi ini memiliki pentahapan dalam dunia pendidikan dari tahun 2005 ini sampai dengan tahun 2025. Tahun 2005-2010 adalah pentahapan modernisasi dan peningkatan kapasitas pendidikan, tahun 2010-2015 peningkatan kapasitas dan mutu pendidikan tahun 2015-2020 peningkatan mutu, relevansi dan kompetitas kemudian 2020-2025 pematangan.
Berbagai kebijakan strategis disusun dalam rangka memperluas pemerataan dan akses pendidikan tersebut diantaranya adalah memperluas akses bagi anak usia 7 - 15 tahun, yang tidaklbelum terlayani di jalur pendidikan formal untuk memiliki kesempatan medapatkan suatu pelayanan pendidikan di jalur formal maupun non formal maupun program pendidikan terpadu/inklusif bagi anak-anak berkebutuhan khusus terutama untuk daerah-daerah yang tidak tersedia layanan pendidikan khusus luar biasa. Disamping itu, untuk memperluas akses bagi penduduk usia 13 - 15 tahun dikembangkan SMP Terbuka melalui optimalisasi daya tampung dan pengembangan SMP Terbuka model maupun melalui model layanan pendidikan alternatif yang inovatif.
18
Kebijakan untuk pemerataan dan perluasan akses pendidikan dilakukan melalui penguatan berbagai program diantaranya adalah penyediaan sarana dan prasarana pendidikan wajar yang mencakup penambahan sarana bagi layanan khusus dan rehabilitasi serta revitalisasi sarana/prasarana yang rusak. Dijenjang SMP/MTs/sederajat kegiatan ini diarahkan untuk membangun Unit Sekolah Baru (USB), Ruang Kelas Baru (RKB), laboratorium, perpustakaan dan buku pelajaran yang diharapkan juga akan berdampak kepada peningkatan mutu pendidikan dasar. Pembangunan USB/RKB diutamakan pada jenjang SMP/MTs./sederajat untuk mencapai ketuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang harus tuntas pada tahun 2008/2009. Depdiknas membuat sejumlah program terobosan guna mempercepat penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun. Misalnya, program bantuan operasional sekolah (BOS).
Kebijakan untuk peningkatan mutu, relevansi dan daya samg keluaran pendidikan dilakukan melalui penguatan berbagai program diantaranya adalah selain penyediaan dan perbaikan fasiiitas pendidikan seperti disebutkan di atas, juga melalui peningkatan kualifikasi guru dengan memberikan kesempatan guru untuk rtierriperoleh pendidikan jenjang S I, pemberian subsidi berupa insentif guru di luar gaji, pemberian insentif senilai gaji kepada guru daerah terpencil, hingga prograrh sertift.kasi guru guna meningkatkan kualitas guru. Upaya-upaya ini sangat penting selain untuk mencapai ketuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang harus tuntas pada tahun 2008/2009, juga dihasilkan keluaran pendidikan yang bermutu, dan guru memainkan peranan yang sangat besar dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Sementara itu, kebijakan berkenaan dengan
19
peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pengelolaan pendidikan, sangat berkaitan dengan manajemen pendidikan.
Namun begitu terkait dengan visi Insan Indonesia yang cerdas dan Kompetitif 2025 di atas, kondisi pendidikan dasar kita saat ini yang masih menghadapi sejumlah kendala dalam upaya mensukseskan Wajar Dikdas 9 Tahun, seperti sulitnya meningkatkan kualitas pendidikan mengingat beberapa indikator masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini karena Mutu Cerdas ditentukan indeks: Jumlah Sekolah, Siswa Bam, Angka Mengulang, Angka Putus Sekolah, Peserta Ujian dan Hasilnya, Angka Kelulusan, Guru menurut Status Kepegawaian, Guru menurut Tingkat Pendidikan, Kondisi Sekolah dan Ruang Kelas, Jumlah Peserta Didik Paket A dan Paket B, Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM), Angka Melanjutkan dan Angka Partisipasi Sekolah, Rasio Siswa Persekolah dan Rasio Siswa Perkelas.
Memang,
upaya
percepatan
yang
dilakukan
pemerintah
telah
memperlihatkan hasil yang cukup baik, tampak dari capaian Angka Partisipasi Murni sekolah dasar (SD) rata-rata telah mencapai 95 persen. Sementara itu, target angka partisipasi kasar (APK) pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP) hampir mencapai 95 persen, yaitu
92,52 persen. Bahkan, beberapa
provinsi yang sudah melampaui, seperti Provinsi DKI Jakarta (112,45%), DI Yogyakarta, (111,7%), Bali (99,78%), Jawa Timur (99,74%), NAD (99,45%), Sumatera Barat (98,9%), Sumatera Utara (98,25%), Riau (98%), Sulawesi Tengah (97,63%),
dan
Jawa
Tengah
(96,3%).
Target
Nasional
adalah
95%.
20
Secara keseluruhan, pada 2007, angka partisipasi kasar (APK) jenjang SMP yang mencapai 95 persen sebanyak 187 kabupaten dan 11 provinsi. Kemudian yang masuk kategori tuntas utama 90 hingga 95 persen sebanyak 56 kabupaten dan 4 provinsi. Sementara yang masih berjuang masuk kategori madya pratama karena APK-nya masih kurang dari 80 persen tahun 2007 masih ada Ill kabupaten/k.ota dan ada 7 provinsi.
Berikut gambaran kondisi pendidikan Indonesia: a. meskipun trend jumlah siswa SD meningkat, namun perkembangan putus sekolah (DO) sekolah dasar (SD) tahun 2002/2003 hingga 2005/2006 justru menunjukkan trend memburuk (lihat Tabell.2): Tabel.l.2 Tren Angka Putus Sekolah SD/SMP 2002-2006
Jenjang SD SMP
2002/20032003/2004 DO Jumlah siswa 2,97% 767.835 3,54% 154.553 . .
2003/20042004/20052005/2006 2004/2005 DO Jumlah DO Jumlah siswa siswa 3,17% 824.684 2,99% 777.010 1,97% 148.890 2,83% 213.001 .. of Natwnal Educatwn (2005-2006)
Source : Indonesw Educatwn Stat1st1cs, Mm1stry
b. Angka Mengulang (AU) s1swa SD pada tahun 2005/2006 adalah 1.026.275 dari 25.982.920 s1swa; sementara SMP sebesar 35.613 dari 8.073.389 siswa. Kelulusan siswa SD tahun 2005/2006 yang lulus sebesar 3.681.181 siswa; sementara SMP 2.265.982 siswa. c. Sarana/prasarana kondisi ruang kelas tahun 2004/2005:
21
Tabel.1.3 Kondisi Ruang Kelas SD/SMP 2005/2006 Jenjang SD SMP
Baik
Rusak Ringan
Rusak Berat
391.117 (43,97%) 164.217 (80,93%)
271.589 (30,53%)
226.320 (25,49%)
28.830 (14,2%)
9.847 (8,45%)
Source: Indonesia Education Statistics, Ministry of National Education (2005-2006)
d. Kondisi Pendidikan Terakhir Guru: Tabel.l.4 Kondisi Pendidikan Guru SD/SMP 2005/2006 S1 D3 Keguruan SD/Th D3Non Sl Non Keguruan 26.718(12,75%) 7.686 152.881 13.540 2004/2005 (75,8%) (6,71 %) (3,81%) 26.585 7.769 152.741 13.637 2005/2006 (13,19%) (3,85%) (75,78%) (6,76%) SMP/Th 2004/2005 2005/2006
D3 Keguruan 23.390 (6,77%) 26.557 (6,77%)
D3Non 9.049 (2,59%) 10.558 (2,7%)
S1 Keguruan 285.087 (82,5%) 322.113 (82,17%)
S1 Non 25.086 (7,26%) 29.603 (7,55%)
S2 855 (0,42%) 815 (0,42%) S2 2.787 (0,8%) 3.158 (0,8%)
Source: Indonesia Education Statistics, Ministry of National Education (2005-2006)
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Dalam konteks Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, upaya percepatan tersebut, khususnya dalam bidang Pendidikan nampaknya masih perlu terus digiatkan, mengingat beberapa indikator berkaitan dengan Wajar Dikdas 9 tahun masih jauh dari yang diharapkan. Daerah ini masih menghadapi sejumlah kendala dalam upaya mensukseskan Wajar Dikdas 9 tahun, terlebih hila dikaitkan dengan visi Babel Cerdas 20 II, yang pasti mengacu kepada mutu cerdas yang ditentukan oleh indeks seperti telah disebut di atas.
22
Berdasarkan lndikator Pembangunan Manusia (Human Development Indicator) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengalami kenaikan, yaitu pada tahun 2002 ketika baru menjadi provinsi sendiri berada di bawah rata-rata nasional yaitu 65,4, namun setelah 2005 berada di atas rata-rata nasional, yaitu 70,7. Angka melek huruf Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 96,15% (laki-laki) dan 90,74% (perempuan) pada tahun 2004, naik menjadi 97,12% (laki-laki) dan 93,66% (perempuan) pada tahun 2005.
Sementara itu untuk pencapaian Angka Partisipasi Murni sekolah dasar (SD) sederajat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung meskipun menurut laporan depdiknas tahun 2007 mencapai 97,22 persen dari 95 persen target Nasional, dan dengan pencapaian ini membawa Babel menduduki peringkat pertama seIndonesia, sesungguhnya angka tersebut masih berkisar 92,59 persen, masih dibawah target nasional. Untuk Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP sederajat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menempati posisi ke 19, dengan angka 59,16 persen pada tahun 2006-2007, dibawah target nasional yaitu 62,06 persen. Meskipun kemudian pada tahun 2007-2008 naik menjadi 67,42 persen, namun tetap dibawah target nasional yaitu 71,60 persen .. Sejak masa perintisan dan pencanangan Wajar Dikdas Sembilan tahun pada tanggal 2 Mei 1994 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencatat hal-hal sebagai berikut : Kondisi Angka partisipasi sekolah pada tahun 2006/2007 1 yaitu:
1
Sumber: Dinas P dan K Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Tahun 2006-2007
23
Tabel .1.5. APM SD/SMP Babel 2006/2007 APM SD/SMP APM SD Tennasuk Paket A APM SD Tidak Tennasuk Paket A APM SMP Tennasuk Paket B APM SMP Tidak Tennasuk Paket B
No. 1. 2. 3. 4.
Tingkat Pencapai 92,03 91,85 59,16 58,41
Sumber: Dmas P danK Provms1 Kepulauan Bangka Belltung Tahun 2006-2007
Tabel.l.6. AM/APS/AU/DO SD/SMP/Paket A & Paket B Babel2006/2007 No. Kondisi Tingkat Pencapaia Angka Melanjutkan (AM) ke SMP 1. 80,89 2. Angka Melanjutkan (AM) ke MTs 11,70 Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 7-12 tahun 3. 98,60 4. Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 13-15 tahun 85,98 Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 16-18 tahun 5. 50,13 Angka Mengulang (AU) SDIMI 6. 9,52/8,15 Angka Mengulang (AU)SMP/MTs 7. 0,8110,63 Angka Putus Sekolah SDIMI 8. 0,65/1,18 9. Angka Putus Sekolah SMP/ MTs 2,58/2,09 Paket A Warga Belajar 10. 1.300 Paket B Warga Belajar 11. 3.340 Sumber: Dinas P danK Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun
2006-2007
Tabel.l. 7. Sarana!Prasarana SD/SMP Babel2006/2007 No.
Kondisi Sarana!Prasarana
1. 2. 3. 4.
Kondisi Ruang Kelas SD Kondisi Ruang Kelas MI Kondisi Ruang Kelas SMP Kondisi Ruang Kelas MTs Jumlah
Baik 3.440 119 1.100 173 4.832 (69,76%)
Rusak Ringan
Rusak Berat
1.045 37 91 3 1.176 (19,98%)
841 34 32 11 918 (13,25%)
Sumber: Dmas P dan K Provms1 Kepu/auan Bangka Bebtung Tahun 2006-2007
Tabel .1.8. Kondisi Guru SDIMI dan SMPIMTs Babel 2006/2007 Pendidikan Status No. Kondisi Guru <S1 PNS Non-PNS ~S1 SD 7.373 302 5.185 2.490 1. 25 262 130 157 2. MI 1.162 1.347 1.345 1.164 3. SMP 4. MTs 368 278 95 551 Sumber: Dinas P danK Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2006-2007
Apabila
dilihat dari setiap kabupaten/kota, provinsi ini masih memilliki
kendala, mulai dari jumlah sekolah, jumlah siswa, guru, hasil ujian nasional, APK, APM, dan angka putus sekolah dimana kondisi antara kabupatenlkota berlainan.
24
Tabel. 1.9. APK/APM Tahun Ajaran 2006/2007 APK (tidak termasuk paket NB APM (tidak termasuk paket No. 1 2 3 4 5 6 7
Kabupaten/Kota Bangka Bangka Barat Bangka Tengah Bangka Selatan Beliturig Belitung Timur Pangkalpinang_ Bangka Belitung
NB)
SD 112,34 111,98 108,33 113,31 119,00 113,37 120,22 113,78
SMP 85,53 82,23 77,70 63,76 93,44 77,57 109,10 84,87
SD 89,91 89,18 88,11 94,35 96,39 91,54 95,37 91,85
SMP 60,38 57,25 58,71 45,46 58,82 45,44 76,19 58,41
Sumber: Dinas P dan K Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2006-2007
Tabel.l.l 0. Angka Melanjutkan (AM) dan Angka Partisipasi Sekolah (APS) Kab/Kota se-Babel Tahun Ajaran 2006/2007
No. 1 2 3 4 5 6 7
Kabupaten/Kota Bangka Bangka Barat Bangka Tengah Bangka Selatan . Belitung Belitung Timur Pangkalpinang Bangka Belitung
Melanjutkan ke SMP/MTs MTs SMP 17,75 77,13 73,45 18,27 72,26 10,78 8,17 73,49 89,45 1,63 81,37 8,05 99,36 11,47 11,70 80,89
Angka Partisipasi Sekolah 7-12 99,01 98,13 98,07 98,28 98,81 98,37 99,56 98,60
13-15 86,94 84,08 79,64 66,15 89,04 77,18 113,54 85,98
16-18 54,93 45,80 32,38 28,38 49,83 35,28 89,41 50,13
Sumber: Dinas P dan K Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2006-2007
Tabel.1.11. Angka Putus Sekolah SD/MI & SMP/MTs Kab/Kota se-Babel Tahun Ajaran 2006/2007 SD/MI SMP/MTs No. Kabupaten/Kota SD MI SMP MTs Bangka 0,47 0,70 1 2,27 1,58 0,84 0,00 2 Bangka Barat 4,52 1,56 Bangka Tengah 0,77 0,79 3 2,68 5,85 Bangka Selatan 1,33 2,64 4 1,56 0,35 0,45 4,38 Belitung 5 3,21 1,33 0,59 5,56 Belitung Timur 6 1,48 1,34 Pangkalpinang 0,12 0,58 2,30 7 2,89 Bangka Belitung 0,65 1.18 2,58 2,09 Sumber: Dmas P danK Prov1ns1 Kepulauan Bangka Belltung Tahun 2006-2007
25
Tabel.1.12. Angk.a Lu1usan (AL) SDIMI & SMPIMTs Kab/Kota se-Babel Tahun Ajaran 2006/2007 SD/MI SMP/MTs No. Kabupaten/Kota SD MI SMP MTs I 99,95 Bangk.a 100,00 87,28 89,00 2 100,00 Bangk.a Barat 100,00 86,54 83,27 Bangk.a Tengah 3 100,00 100,00 89,82 61,59 4 Bangk.a Selatan 99,91 98,48 96,09 91,84 5 100,00 Belitung 100,00 68,62 28,95 Belitung Timur 6 100,00 100,00 80,45 33,90 7 99,92 Pangkalpinang 99,27 89,24 95,20 Bangk.a Belitung 99,96 99,52 84,60 83,21 Sumber: Dinas P dan K Provinsi Kepu/auan Bangka Be/itung Tahun 2006-2007
Secara umum, gambaran kondisi pendidikan di provinsi Kepulauan Bangka Belitung saat ini apabila dihubungkan dengan 3 pilar pendidikan adalah: Kondisi Pendidikan di Kepulauan Bangka Belitung Saat Ini • Buta Aksara (4,98%) Pilar Pertama: • APK PAUD (81,50%) • APM SD/MVPaket A (97 ,22%) • APK SMA/MA/SMK/Paket C (66,38%) • Hasil UN masih di bawah rata-rata nasional Pilar Kedua: • SMK Ranking ke-24 • SMA IPA Ranking 24 • SMA IPS Ranking 26 • Kompetensi guru 83 persen level D, tidak ada yang A • Wajar 9th (91,35%), wajar 12th (65,65%) • Kualisifikasi pendidikan guru 70,23 persen bel urn S I • Baru beberapa rintisan sekolah berstandar nasional dan bertaraf intemasional • Belum ada siswa yang ikut olimpiade intemasional • Akreditasi sekolah D (4%), C (36%), B (48%), A (12%) • Guru bersertifikat pendidik 29 orang (0, 19) • Daya saing tenaga kerja lulusan SMK tingkat regional mru Pilar Ketiga: lemah Indek pembangunan manusia Babel posisi 12 • • Belurn ada perda penjamin mutu satuan pendidikan Sumber:Gubernur Kepu/auan Bangka Belztung, Bangka Pos: Sabtu, 23 Februarz 2008
Angka-angka pendidikan
pada
tersebut satuan
jelas
menunjukan
pendidikan
dasar
yang
bahwa
pembangunan
menyangkut
upaya
pemerataan dan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan di Provinsi
26
· Kepulauan Bangka Belitung masih memerlukan waktu dan upaya untuk menuntaskannya,
sehingga
diperlukan
berbagai
program
yang
dapat
memperkecil/menuntaskan wajar dikdas 9 tahun, terutama jika melihat pada angka APM SMP Tidak Termasuk Paket B yang masih di kisaran 58,41%.
Permasalahan mutu guru yang dihadapi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, antara lain adalah masalah kualifikasi dan kompetensi guru, karena dari pemenuhan tingkat kelayakan mengajar guru SD/MI hanya 51,03 persen; SMP/MTs 64,89
persen. Wajar Dikdas dikatakan tuntas apabila memiliki
APK: Pratama: APK 85%, Madya: APK 90%, Paripurna: APK 95%. Secara positif, permasalahan pemerataan apabila ditinjau dari data akan dapat dituntaskan, tetapi justru permasalahan mutu yang masih memerlukan kerja keras. Salah satu kriteria yang dinilai untuk kelayakan mengajar dilihat dari tingkat pendidikan dan jenis pendidikan yang diselesaikan dari keguruan atau non-keguruan.
Selain itu, dari 7 kabupatenlkota yang ada, apabila dilihat dari kondisi pendidikan,
maka
beberapa
kabupatenlkota
harus
bekeija
keras
guna
mensukseskan Wajar Dikdas 9 Tahun dan mendukung pencapaian Babel Cerdas 2011. Dalam konteks ini wajar apabila masalah WAJAR dikdas 9 Tahun mendapat penekanan-penekanan sesuai dengan kondisi serta komitmen daerah. Provinsi
Kepulauan
Bangka
Belitung dengan
seluruh
lapisan
birokrasi
pendidikannya pada tingkatan Kabupaten!Kota telah mencanangkan program percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, yang kemudian
27
ditindak lanjuti dengan upaya-upaya melaksanakan hal tersebut dalam tingkatan kabupaten/kota.
1.2. Perumusan Masalah Isu penting yang berkenaan dengan kebijakan publik adalah masih seringnya terjadi kesenjangan antara kebijakan dan implementasi kebijakan. kesenjangan ini dapat terjadi baik disebabkan oleh ketidakmampuan birokrasi memberikan
sebuah
tafsiran
baru/menerjemahk:an
terhadap
rumusan
kebijakan, juga akibat apabila perencanaan atau sebuah kebijakan tidak didukung oleh implementasi yang tidak konsisten dengan konsep. Nugroho (2008:432) menyebutkan kesenjangan ini dikarenakan kita mengalami
implementation myopia, yang salah satunya disebabkan oleh anggapan bahwa kalau kebijakan sudah diputuskan, diundangkan, lantas rakyat dianggap sudah tahu, atau kebijakan yang sudah dibuat maka implementasi akan "jalan dengan sendirinya". Kondisi inilah yang menyebabkan banyaknya terjadi kesenjangan antara kebijakan dengan implementasinya. Menurut Wiabawa, dkk (1994:15), kebijakan publik setidaknya selalu mengandung tiga komponen dasar, yaitu tujuan yang luas, sasaran yang spesifik dan cam mencapai sasaran tersebut. Komponen yang terakhir biasanya belum dijelaskan secara rinci, dan oleh karena itulah birokrasi harus menerjemahkannya sebagai program-program aksi dan proyek. Di dalam "cara" tersebut terkandung beberapa komponen
kebijakan yang
lain,
yakni
siapa pelaksana atau
implementatomya, berapa besar dan dari mana diperoleh, siapa kelompok
28
sasarannya,
bagaimana
program
dilaksanakan
atau
bagaimana
sistem
manajemennya, dan bagaimana keberhasilan atau kinerja kebijakan diukur. Dengan demikian, komponen ketiga dari suatu kebijakan, yaitu cara, merupakan komponen yang berfungsi untuk mewujudkan dua komponennya yang pertama, yaitu tujuan dan sasaran khusus. Cara ini biasa disebut sebagai implementasi. Meter dan Hom (1975), misalnya, mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai
tujuan
sebagaimana dirumuskan di dalam kebijakan.
Jadi, karena implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, maka pemahaman tentang kondisi yang menyertainya merupakan hal yang harus dimiliki, karena bagaimanapun keberhasilan suatu kebijakan akan sangat tergantung tidak saja kepada bagaimana kebijakan tersebut diimplementasikan,
tetapi juga
bagaimana kondisi yang menyertainya. Oleh karena itu, terkait dengan kebijakan di bidang pendidikan yang dikeluarkan pemerintah daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, maka keberhasilan kebijakan tersebut akan tergantung kepada bagaimana kebijakan tersebut dipahami oleh pelaksana kebijakan, sehingga mereka dapat menerjemahkannya ke dalam program aksi dan proyek/kegiatan dalam kerangka mengimplementasikan kebijakan yang sudah ada berdasarkan kondisi yang menyertainya.
29
Apabila dikaitkan dengan kebijakan pendidikan Babel Cerdas 2011 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, maka menjadi sangat menarik untuk mengetahui bagaimana kebijakan tersebut diimplementasikan dalam kerangka menuntaskan program wajib belajar sembilan tahun, di tengah-tengah ·kondisi di mana pendidikan dasar yang menjadi fokus pemerataan
penelitian, masih digelayuti
kesempatan
( akses ),
permasalahan
oleh permasalahan peningkatan
mutu,
permasalahan manajemen, juga dihadapkan kepada tenggat waktu yang hanya tinggal 3 tahun lagi. Permasalahan tersebut antara lain tergambar dari kondisi sebagai berikut: rendahnya angka partisipasi sekolah untuk usia 13-15 tahun atau usia SMP yaitu tahun 2007 APM SMP/MTs Tidak Termasuk paket B 62,06% di bawah norma nasional 71,16%; tingkat kelayakan mengajar guru SD/MI guru berpendidikan S1 baru hanya 5,23 persen (norma nasional 14,01%), SMP/MTs 53,91
persen (norma nasional 54,58%); masih tingginya angka
buta huruf, yaitu sampai tahun 2007 hampir mencapai 5 persen; terbatasnya sarana
prasarana
pendidikan,
terutama
perpustakaan,
(SD: 17,95%),
laboratorium, dan lain-lain; masih tingginya angka putus sekolah untuk tingkat SMP 2,58 persen dan MTs 2,09 persen (norma nasional: 1,78%). Berkaitan permasalahan dan target Kebijakan Babel Cerdas 2011 tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana kebijakan tersebut
30
diimplementasikan oleh birokrasi dilihat berdasarkan kondisi yang ada. Untuk itu, maka dalam penelitian ini perumusan masalah diarahkan kepada: I. Bagaimanakah implementasi Kebijakan Babel Cerdas 20 II? 2. Apa faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pencapaian tujuan Kebijakan
Babel Cerdas 2011 dalam lingkup pendidikan dasar?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
./ Mengidentifikasi faktor-faktor yang: (I) mendorong dan (2) menghambat pencapaian tujuan dalam rangka implementasi kebijakan Babel Cerdas
2011 khususnya dalam lingkup bidang pendidikan dasar. 1.4. Hasil yang diharapkan
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Deskripsi kondisi, tantangan dan permasalahan pendidikan dasar daerah Provinsi
Kepulauan
Bangka Belitung dalam
upaya
implementasi
Kebijakan Babel Cerdas 2011; (2) Perolehan input tentang program dan bentuk-bentuk intervensi lainnya yang berpotensi mendukung suksesnya kebijakan Babel Cerdas 2011, sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi daerah.
1.5. Sistematika penulisan Penulisan tesis ini dilakukan dengan mengikuti beberapa tahapan prosedural penulisan ilmiah yang lazim dipergunakan oleh lembaga Pascasarjana secara
31
umum dan diterapkan oleh Magister Administrasi Publik secara khusus sebagai sistematika penulisan ilmiah hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa S2UGM, sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan Pada bah ini diuraikan tentang latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, kerangka konseptual, dan sistematika penulisan. Bah ini merupakan pengantar yang akan memudahkan untuk memahami bab-bab selanjutnya.
Bab II Tinjauan Pustaka Pada bah ini diuraikan tentang beberapa teori dan konsep yang menjadi acuan kerangka berpikir atau landasan ilmiah sebagai bahan argumentasi menjelaskan fenomena ilmiah dari subyek dan obyek penelitian.
Bab III Metode Penelitian Pada bah ini diuraikan tentang metode penelitian, lokasi penelitian dan waktu penelitian, sumber dan teknik pengumpulan data, teknik analisis data.
Bab IV Konteks penelitian: Deskripsi Wilayah Penelitian, Capaian Hasil di Bidang Pendidikan Dasar, dan Kebijakan Babel Cerdas 2011 Pada bah ini diuraikan tentang kondisi wilayah penelitian yang mencakup data nonpendidikan, capaian hasil pada pendidikan dasar di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selama lima tahun terakhir berikut kendala yang dihadapi, dan tentang kebijakan Babel Cerdas 2011 dalam visi dan misi, strategi pembangunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007-2012.
32
Dab. V Implementasi Kebijakan babel Cerdas 2011 dan faktor-faktor yang menjadi Kendala Pada bab ini diuraikan tentang hasil pencapaian implementasi kebijakan serta faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan Babel Cerdas 2011 sesuai dengan indikator yang digunakan.
Dab VI. l(esimpulan dan Saran Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan bab-bab sebelumnya mengenai kinerja kebijakan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dan memberikan bebetapa rekomendasi untuk perbaikan implementasi kebijakan.
33
BABII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pendidikan Nasional
Pembukaan UUD 1945 menyatakan salah satu tujuan Negara Indonesia yaitu ....... mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pasal 28 ayat (1) UUD 1945
menyebutkan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri pemenuhan
kebutuhan
dasarnya,
berhak
mendapatkan
melalui
pendidikan
dan
mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia. Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa setiap Warga Negara berhak mendapat pendidikan. Amanat UUD 1945 tersebut menyiratkan bahwa pendidikan bukan saja pilar terpenting dalam upaya mencerdaskan bangsa, tetapi juga merupakan syarat mutlak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dictionary of Education menyebutkan bahwa pendidikan merupakan (a) proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat di mana dia hid up, (b) proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh dan mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individual yang optimum. Tilaar (2004) merumuskan bahwa pendidikan nasional sebagai proses hominisasi dan humanisasi seseorang, berlangsung dalam lingkungan kehidupan keluarga dan masyarakat yang berbudaya, kini dan masa depan. Lebih lanjut,
34
· Tilaar (2004) menyatakan bahwa salah satu makna pendidikan adalah proses pemberdayaan untuk menjadikan seseorang inovatif, kreatif, dan produktif. Nandika (2007) juga menyebutkan bahwa pendidikan merupakan sebuah proses, sesuatu yang harus diperjuangkan perbaikan. dan kemajuannya. Meminjam ungkapan Mendiknas, Bambang Sudibyo, pendidikan Indonesia adalah sebuah proses pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang setidaknya akan termanifestasi dalam tiga hal, penguasaan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), estetika, dan etika. (Kompas, 22/10 dalam Nandika, 2007:16) Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan,
akhlak
mulia,
serta keterampilan
yang
diperlukan
dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. (UU No.20/2003, Bab I Pasal 1 ayat (1). Nandika (2007) menyebutkan bahwa pendidikan bukan sekedar mengajarkan atau mentransfer pengetahuan, atau semata mengembangkan aspek intelektual, melainkan juga untuk mengembangkan karakter, moral, nilai-nilai, dan budaya peserta didik. Dengan
kata lain, pendidikan adalah membangun budaya,
membangun peradaban, membangun masa depan bangsa.
2.1.1. K ebijakan Pendidikan dalam Kebiiakan Publik Pendidikan di dalam bentuknya yang sederhana merupakan bagian dari struktur kehidupan masyarakat di mana pendidikan memegang peranan penting di dalam transmisi kebudayaan. Dalam masyarakat modern dewasa ini, pendidikan
35
telah memasuki domain publik, di mana pendidikan bukan lagi urusan keluarga (domain personal) seperti di dalam masyarakat tradisional, tetapi telah beralih ke domain publik. Menurut Thomas Friedman, pendidikan memperoleh tempat yang strategis dalam kehidupan masyarakat, karena melalui proses pendidikanlah proses industrialisasi dapat diwujudkan dan dipercepat melalui kemajuan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan negara-negara maju seperti Inggris, Jerman, yang kemudian diikuti oleh Amerika Serikat, hingga Jepang, tidak terlepas dari peranan pendidikan. Mark Olsen, John Codd, dan Anne-marie O'Neil (sebagaimana dikutip oleh Tilaar & Nugroho, 2008:267) mengemukakan bahwa kebijakan pendidikan merupakan kunci bagi keunggulan, bahkan eksistensi, bagi negara-negara dalam persaingan global, sehingga kebijakan pendidikan perlu mendapatkan prioritas utama dalam era globalisasi. Theodore Schultz,
1961
dan Denison,
1962 (dalam Suryadi, 1993)
memperlihatkan bahwa pendidikan memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan pendapatan negara,
melalui
peningkatan keterampilan dan
kemampuan produksi tenaga kerja. Bank Dunia dan beberapa program bantuan intemasional lainnya telah mengukuhkan kembali kepercayaan terhadap peranan investasi modal manusia bagi pertumbuhan ekonomi (World Development
Report). Pentingnya pendidikan untuk menunjang kemajuan tersebut, tidak terlepas dari pentingnya pendidikan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Tidak kurang Amartya Sen (Tilaar & Nugroho, 2008) dan Paolo Freire (1999)
36
menunjuk: bahwa rendahnya tingkat pendidikan suatu bangsa berkorelasi positif dengan tingkat kemiskinan sebagaimana terjadi di India dan Brazil. Berdasarkan pendapat Tilaar & Nugroho (2008:264-265) bahwa kebijakan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kebijakan publik, karena: pertama, kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh negara, yaitu berkenaan dengan lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kedua, kebijakan publik adalah kebijakan yang mengatur kehidupan bersama atau kehidupan publik, dan bukan mengatur kehidupan orang seorang atau golongan, tetapi mengatur masalah bersama, atau masalah pribadi atau golongan, yang sudah menjadi masalah bersama dari seluruh masyarakat di daerah itu. Ketiga, dikatakan sebagai kebijakan publik jika manfaat yang diperoleh oleh masyarakat yang bukan pengguna langsung dari produk yang dihasilkan jauh lebih banyak atau lebih besar dari pengguna langsungnya (ekstemalitas). Lebih lanjut tilaar & Nugroho mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan , dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu tertentu (2008:140). Jadi dapat disebutkan bahwa kebijakan pendidikan adalah bagian dari kebijakan publik,
karena ditujukan
untuk mencapai tujuan pembangunan negara-bangsa di bidang pendidikan, sebagai tujuan pembangunan negara bangsa secara keseluruhan.
37
2.1.2. Tiga Kebiiakan Pokok Mengingat kebijakan pendidikan bukan sernata-rnata rurnusan verbal rnengenai tingkah-laku dalarn pelaksanaan praksis pendidikan, tetapi harus dilaksanakan dalarn rnasyarakat dan lernbaga-lernbaga pendidikan, rnaka Departernen Pendidikan Nasional telah rnenetapkan tiga kebijakan pokok yang dituangkan dalarn rencana strategis (Renstra) Depdiknas 2005-2009, rneliputi: (a) perluasan dan pernerataan pendidikan; (b) peningkatan rnutu dan relevansi pendidikan; serta (c) peningkatan rnanajernen pendidikan.
2.1.2.1.
Perluasan dan Pemerataan Pendidikan
Salah satu perrnasalahan pendidikan di republik ini adalah bahwa pendidikan belurn diperoleh secara luas dan rnerata. Ace Suryadi (1993) rnengatakan rneskipun angka partisipasi sekolah di tingkat dasar terus rnengalarni peningkatan sarnpai akhir Repelita IV (1988/89), tetapi rnasih rnenyisakan anak usia sekolah yang belurn rnerniliki kesernpatan sekolah karena faktor-faktor seperti secara ekonornis belurn rnarnpu, tinggal di daerah terpencil yang sulit dijangkau, anak-anak cacat fisik, dan penduduk berpindah-pindah. Hasil penelitian
Sugioyo, 2004 (sebagairnana dikutip dari Surya
Dharma dan Wasis D. Dwiyogo, 2005), rnenunjukkan, pada jenjang pendidikan dasar rnasih terdapat 5,5% anak usia 7-12 tahun dan 44,30% anak usia 13-15 tahun yang belurn rnendapatkan pelayanan pendidikan. Laporan Depdiknas (2008), rnenyatakan Angka Partisipasi Kasar (APK) tahun 2007 rnasih 92,52%, berarti terdapat sekitar 964 ribu anak usia 13-15 tahun belurn
38
mendapatkan layanan pendidikan SMP/MTs/Setara. Bahkan terdapat 452 ribu tamatan
SD/MI/Setara
setiap
tahun
tidak
melanjutkan
ke
tingkat
SMP/MTs/setara. Sementara itu, angka putus sekolah masih cukup tinggi, yaitu 2,15% atau 247,3 ribu per tahun. Kondisi ini juga masih disebabkan oleh faktor ekonomi (baik karena miskin sehingga tidak mampu bersekolah atau karena secara ekonomi mampu menghidupi diri tanpa berpendidikan), sulit menjangkau fasilitas pendidikan karena tinggal di desa terpencil, cacat fisik, maupun karena sering berpindah-pindah. Untuk memecahkan masalah pemerataan memperoleh pendidikan bagi penduduk usia sekolah dalam rangka wajib belajar 9 tahun, antara lain dilakukan melalui program Kejar Paket A dan B dan Sekolah Lanjutan Pertama Terbuka
(SMP
Terbuka.
Persoalan pemerataan memperoleh
pendidikan semakin mendesak jika dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan penduduk pada masa yang akan datang. Dengan perkiraan laju tingkat pertumbuhan penduduk sekitar 1,04 persen pada tahun 2005 sampai 2010 dan 0,66 persen pada tahun 2010 sampai 2020, diproyeksikan jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 253,7 juta. Dari jumlah terse but mencakup penduduk usia sekolah 7-12 tahun (25 juta) dan 13-15 tahun (12,9 juta). Apalagi jika wajib belajar 9 tahun akan ditingkatkan menjadi 12 tahun, maka beban pemerintah akan semakin besar, sehingga membutuhkan kerjasama yang sinergis antara pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupatenlkota, terkait isu pemerataan pendidikan yang salah satu agendanya adalah percepatan Wajar Dikdas 9 tahun dan 12 tahun.
39
Karena itu, perluasan dan pemerataan pendidikan dimaksudkan agar setiap orang/penduduk mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan pada semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan, serta tidak membedakan jenis kelamin, status sosial ekonomi masyarakat, agama, suku dan lokasi geografis. Sasaran pemerataan dan perluasan akses pendidikan adalah untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan yang merata melalui pelayanan pendidikan.
2.1.2.2.
Motu Pendidikan
Mutu pendidikan merupakan kondisi di mana masukan, proses, dan output adalah baik, guru yang sesuai dengan persyaratan, sarana/prasarana yang tidak rusak, dan biaya yang tidak mahal. Oleh karena itu, peningkatan mutu diarahkan pada mutu masukan, proses, output, guru, sarana/prasarana, dan biaya. Menurut beberapa studi di Indonesia (Moegiadi 1974; Ace Suryadi, 1982; Nuhi Nasution, 1980; Shaeffer, 1980; dsb seperti dikutip oleh Ace Suryadi, 1993), faktor-faktor yang ditemukan sangat ampuh di dalam memberikan efek terhadap prestasi belajar antara lain adalah faktor guru, buku pelajaran, proses pendidikan, alat-alat pelajaran, manajemen sekolah, besarnya kelas-sekolah, dan faktor keluarga. Faktor besamya kelas-sekolah menunjukkan kemampuan sekolah menampung jumlah murid per sekolah serta per kelas. Pemerintah selama ini terus berusaha melakukan penambahan sekolah yang diarahkan pada
40
·peningkatan kualitas sekolah dengan tetap menekan jumlah murid per kelas. Berdasarkan penelitian Balitbang Depdiknas (1988), masalah kuantitas guru tidak lagi menjadi masalah kecuali distribusi dan penempatannya menurut provinsi dan letak sekolah yang diperkirakan masih menjadi masalah yang cukup besar. Namun, kondisi kelayakan mengaJar berdasarkan pendidikan formal dan
kemampuan
guru
menguasai
materi
studi
bidang
yang
masih
memprihatinkan tergambarkan pada beberapa basil penelitian. Salah satu studi yang dapat dijadikan dasar untuk menilai kelayakan guru menurut Suryadi
(1993)
adalah
seperti
dilakukan
oleh Jiyono
(1987)
yang
menyimpulkan bahwa kemampuan guru SO menguasai bahan pelajaran IP A sangat mengkhawatirkan.
Lebih
lanjut,
Suryadi
(1993)
menyebutkan
penemuan penting sebelumnya yang mendukung hipotesis yang menyatakan penguasaan terhadap materi pengajaran memberikan efek positif dan berarti terhadap prestasi belajar murid dilakukan oleh Ryan, 1973; Passow, 1976; Heyneman & memperoleh
Jamison, 1980; Suryadi, 1986, bahwa guru-guru yang pendidikan
tinggi
memberikan
efek
positif
terhadap
meningkatnya prestasi belajar. Namun justru hingga sekarang kondisi kualitas guru masih memprihatinkan, seperti terungkap berdasarkan data Kompas (2004) bahwa guru-guru yang tidak kompeten persentasenya masih tinggi (48%) (Surya Dharma dan Wasis D. Dwiyogo, 2005).
Sementara itu, faktor buku pelajaran, berdasarkan review oleh Suryadi (1993) yang mendasarkan pada studi yang dilakukan oleh Moegiadi (197 4 ),
41
Suryadi (1986) dan Jiyono (1981) menyatakan bahwa buku pelajaran yang lengkap akan sangat membantu meningkatkan prestasi belajar murid. Hal ini didukung oleh studi Fuller (1987) yang menyebutkan bahwa penggunaan perpustakaan memberikan efek positif terhadap prestasi belajar murid. Sementara itu, berkenaan dengan proses pendidikan dan alat-alat pelajaran, pada dasarnya tergantung kepada kualitas guru, seperti basil studi Jiyono ( 1987), yang menemukan bahwa kemampuan guru memaksimalkan alat-alat pelajaran sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar murid. Manajemen sekolah pun menunjukkan bahwa semakin besar proporsi guru yang memiliki ketidaklayakan mengajar, semakin rendah rata-rata prestasi belajar (Suryadi, 1986).
2.1.2.3.
Mamtlemen Pettdidikan
Manajemen sistem pendidikan nasional mengacu kepada terwujudnya cita-cita nasional sebagai masyarakat yang adil dan makmur dalam negara kesatuan Indonesia. Ada tiga prinsip pokok dalam manajemen pendidikan, yaitu: (1) pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar man usia, sebagai kebutuhan dasar, pendidikan itu haruslah sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat, hal ini berarti bahwa sistem pelayanan, organisasi, serta pelaksanaan program
pelayanan
itu
harus
sedekat mungkin
dengan
masyarakat; (2) berkaitan dengan sistem pelayanan yang harus sedekat mungkin dengan klien, maka konsep desentralisasi dan sentralisasi perlu mendapat tugas dan wewenangnya; (3) selanjutnya, agar kedua prinsip pokok tersebut dapat berfungsi,
perlu digunakan pendekatan sistem dalam
42
menempatkan kegiatan pendidikan sebagai aspek pembangunan masyarakat dan pembangunan nasional (Surya Dharma dan Wasis D. Dwiyogo (2005). Manajemen
pendidikan
dimaksud
untuk
mengelola
pendidikan
persekolahan sehingga dapat meningkatkan kinerja tata sekolah, akuntabilitas dan pencitraan publik. Selain itu, manajemen
dapat diarahkan pada
pendidikan yang efisien dipandang dari segi internal pendidikan. Maksud efisiensi adalah agar sasaran di bidang pendidikan dapat dicapai secara efisien atau berdaya guna dalam arti dapat memberikan hasil yang baik dengan tidak menghamburkan sumber daya yang ada seperti uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Salah satu isu yang berkaitan dengan manajemen pendidikan yang dapat mendorong peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan adalah wajib belajar 9 tahun pendidikan dasar. Selain itu, perubahan arah manajemen pendidikan dari sentralistik ke arah desentralisasi, menyebabkan proses perencanaan dan manaJemen pendidikan dititikberatkan kepada manajemen sumber-sumber pendidikan, yang berarti mengusahakan tumbuhnya kondisi bagi tumbuh kembangnya kepribadian manusia Indonesia melalui proses pendidikan. Terkait dengan desentralisasi
pendidikan,
maka
rujukan
paling
penting
untuk
mengembangkan agenda penelitian kebijakan pendidikan di daerah adalah visi, misi, dan kerangka dasar pembangunan pendidikanjangka menengah.
43
2.1.3. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, menyatakan bahwa ada tiga tantangan besar dalam bidang pendidikan di Indonesia, yaitu (1) mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai; (2) mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan mampu bersaing dalam pasar kerja global; dan (3) sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah sistem pendidikan nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga dapat mewujudkan
proses
pendidikan
yang
lebih
demokratis,
memerhatikan
keberagaman, memerhatikan kebutuhan daerah dan peserta didik,
serta
mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Menghadapi transformasi besar-besaran abad ke-21 yang telah terjadi, mutlak
memerlukan
terwujudnya
masyarakat
yang
gemar
belajar
dan
membelajarkan sesamanya. Karena itu, penting setiap individu dalam masyarakat suatu negara memiliki kemampuan yang prima dalam menggunakan intangible assets yaitu knowledge, learning competence, dan net working (P. Kotter, 1997 seperti dikutip oleh Fadjar, Abdul Malik, 2007).
Untuk itulah Departemen
Pendidikan Nasional mencanangkan visi "Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif 2025", yang dalam rencana strategisnya merupakan acuan sekaligus langkahlangkah yang akan ditempuh sebagai kebijakan pendidikan nasional untuk menjawab tantangan dan tuntutan masa depan. Pesan visi tersebut jelas menuntut agar berbagai kebijakan pendidikan dilakukan, agar dapat mewujudkan dan menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna). Cerdas dalam makna yang
44
komprehensif mencakup cerdas spiritual (olah hati), cerdas emosional dan sosial (olah rasa), cerdas intelektual (olah pikir), dan cerdas kinestetis (olah raga), dengan kecerdasan tersebut diharapkan insan Indonesia mampu bersaing (kompetitif) dalam menghadapi persaingan global. Kebijakan strategis tersebut hanya dapat dilaksanakan apabila pendidikan sebagai kekuatan human investmen maupun social and human capital yang memerankan cultural formation and
transformation and empowerment process dikelola secara profesional. Karena itu, dalam RPJM 2005-2009 disebutkan bahwa kondisi sumber daya manusia yang ingin dicapai adalah terjadinya peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang antara lain, ditandai oleh meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) yang diarahkan untuk membangun bangsa yang berkarakter cerdas, adil dan beradab, berkepribadian nasional, tangguh, kompetitif, bermoral, dan berdasarkan Pancasila serta berorientasi iptek. Dalam upaya mewujudkan tujuan tersebut, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Perididikan Nasional, Departemen Pendidikan Nasional menetapkan visi pendidikan nasional sebagai berikut:
"Terwujudnya Sistem Pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah". Pembangunan pendidikan nasional ke depan didasarkan pada paradigma pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, yang berfungsi sebagai subyek yang memiliki kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Dimensi kemanusiaan itu
45
mencakup tiga hal paling elementer, yaitu: (i) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan dan ketakwaan, etika, dan estetika, serta akhlak mulia dan budi pekerti luhur; (ii) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali ilmu pengetahuan dan mengembangkan serta menguasai teknologi; (iii) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilaln teknis dan kecakapan praktis. Di dalam rencana strategis Depdiknas dinyatakan bahwa pembangunan Indonesia di masa depan bersandar pada visi Indonesia jangka panjang, yaitu terwujudnya negara-bangsa (nation-state) Indonesia modem yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, kemerdekaan, dan persatuan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam kerangka visi jangka panjang yang termuat dalam dokumen:"Membangun
Indonesia yang Aman, Adil, dan Sejahtera" (Susilo Bambang Yudhoyono dan M. Jusuf Kalla, 2004), pembangunan Indonesia pada tahun 2005-2009 mengarah pada: a) terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang aman, bersatu, rukun, dan damai; b) terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan, dan hak asasi manusia; dan c) terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan fondasi
yang kokoh bagi pembangunan
berkelanjutan, yang dilandasi keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Untuk mewujudkan visi pendidikan transformatif tersebut,
Departemen
Pendidikan Nasional menetapkan misi sebagai berikut: "Mewujudkan pendidikan
yang mampu membangun Insan Indonesia Cerdas Komprehensif dan Kompetitif
46
dengan melaksanakan Misi Pendidikan Nasionaf', dengan uraian misi sebagai berikut: (1) Mengupayakan pemerataan dan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejah usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (3) Meningkatkan kesiapan masukan dan kuallitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan
pembentukan
keprofesionalan
dan
kepribadian
akuntabilitas
lembaga
bermoral;
(4)
pendidikan
Meningkatkan sebagai
pusat
pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan (5) Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Didorong
oleh
kondisi
kualitas
pendidikan masih
relatif rendah,
pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu, telah tnenetapkan bidang pendidikan sebagai adalah satli dari 8 (delapan) prioritas pembangunan tahun 2008, yaitu meningkatkan Akses dan Kualitas Pendidikan. Prioritas ini difokuskan pada akselerasi penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata dan bermutu, peningkatan ketersediaan, kualitas dan kesejahteraan pendidik, peningkatan akses, pemerataan dan relevansi pendidikan menengah dan tinggi yang berkualitas, peningkatan pendidikan luar sekolah. 2.1.4. Arah Kebijakan Pembangunan Pendidikan Dasar Undang-Undang Dasar 1945
mengatakan bahwa setiap warganegara
berhak mendapatkan pendidikan. Kebijakan Direktorat Jenderal Manajemen
47
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional antara lain adalah untuk memberikan pelayanan dasar pendidikan kepada semua anak usia sekolah pendidikan persekolahan (dari TK sampai SMK). Pemerintah mengharapkan dengan adanya kebijakan tersebut semua anak usia sekolah pendidikan persekolahan memperoleh pendidikan yang memberikan dasar-dasar kemampuan bagi anak sebagai bekal hidup di masyarakat. Ujung tombak pelaksana UUD tersebut adalah daerah. Seperti juga bunyi UU Otonomi Daerah No. 32 Tahun 2003, pendidikan dasar dan menengah telah diserahkan ke daerah. Pelaksanaan pendidikan dasar yang bebas untuk semua orang merupakan perwujudan dari deklarasi hak-hak asasi manusia PBB pada tahun 1948. Hak asasi untuk memperoleh pendidikan ini kemudian diperkuat dengan Keputusan Konverensi UNESCO di Yom Tien (Thailand) pada tahun 1990 dan Konverensi Dakkar. Selanjutnya, dalam perumusan
PBB
mengenai
tujuan
pembangunan
millenium
(MDGs)
dirumuskan delapan tujuan milenium yang salah satunya adalah mewujudkan pendidikan dasar untuk semua. Untuk melaksanakan pendidikan dasar untuk semua, maka dari Deklarasi PBB tentang Hak Atas Pembangunan diadopsi sejumlah ketentuan, bahwa adalah kewajiban negara- dalam hal ini kewajiban pemerintah daerah untuk melaksanakan wajib belajar diperlukan hal-hal sebagai berikut, yaitu: (1) tersedianya sarana seperti gedung sekolah dan tempat pelaksanaan wajib
belajar lainnya; (2) keterjangkauan (accessability-sarana pelaksanaan wajib belajar); (3) penerimaan (acceptability) yaitu diterima-tidaknya bentuk
48
lembaga pendidikan oleh rakyat; (4) kesesuaian (adaptability) yaitu kesesuaian lembaga-lembaga dengan kebutuhan lingkungannya. Tuntutan pelaksanaan wajib belajar untuk semua daerah merupakan wewenang pemerintah daerah. wajib belajar merupakan suatu keharusan yang harus ditepati oleh setiap warganegara. Dan untuk itu, maka dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan pendidikan jangka menengah, kebijakan pembangunan pendidikan dasar diarahkan kepada menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun untuk mewujudkan pemerataan pendidikan dasar yang bermutu di seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memenuhi hak dasar warga negara. 2.1.5. Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dalam Kerangka Pendidikan Nasional
Dalam 15 program pembangunan pendidikanjangka menengah 2005-2009 dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), terdapat 10 program utama. Salah satunya adalah Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun ini bertujuan untuk meningkatkan pemerataan dan perluasan pelayanan pendidikan dasar yang bermutu dan terjangkau, baik melalui jalur formal maupun non-formal yang mencakup Sekolah Dasar dan madrasah lbtidaiyah (MI) serta PNF kesetaraan Sekolah Dasar atau bentuk lain yang sederajat, serta SMP, MTs dan SMP Terbuka, dan Pendidikan Non-Formal kesetaraan SMP, atau bentuk lain yang sederajat, sehingga seluruh anak usia 7-15 tahun baik laki-laki maupun perempuan,
dan
anak-anak
yang
memerlukan
perhatian khusus
dalam
49
memperoleh pendidikan, dapat memperoleh pendidikan setidak-tidaknya sampai sekolah menengah pertama atau sederajat. Menurut Ace Suryadi (1993), Indra Djati Sidi (2005) 2
,
H.A.R.Tilaar
(2006), Dodi Nandika (2007), secara garis besar, ada empat masalah klasik yang dihadapi pendidikan dasar dan menengah di Indonesia, yaitu pemerataan kesempatan (akses), peningkatan mutu, serta efisiensi
dan
relevansi pendidikan. Masalah terakhir ini terutama lebih menyangkut pada sekolah kejuruan. Sedangkan tiga persoalan sebelumnya lebih banyak menggelayuti sekolah umum, mulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas. Menurut Tilaar (2002) pendidikan dasar adalah basis dari pembangunan manusia. Tidak heran hila program Wajib Belajar Sembilan Tahun dinilai sangat bernilai strategis bagi pembangunan pendidikan secara keseluruhan. Sejak 1970-an, pemerataan pendidikan mendapatkan prioritas kebijakan dari pemerintah Orde Baru. Kebijakan ini digulirkan agar anak-anak usia SD 7-12 tahun, yang berasal dari segala lapisan masyarakat memperoleh akses yang luas untuk belajar ke sekolah. Realisasinya yang paling menonjol adalah pembangunan
SD
Inpres
secara
besar-besaran,
yang
diakui
telah
meningkatkan angka partisipasi anak usia 7-12 tahun. Keberhasilan tersebut mendorong pemerintah mencanangkan program Wajib Belajar Enam Tahun, dan pada tahun 1993 program ini dianggap sudah selesai dengan didapatnya pengakuan intemasional melalui diterimanya
2
Mantan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas
50
Medali Avicena (lbnu Sina) dari UNESCO oleh Presiden Soeharto. Setelah sukses melaksanakan program
Wajib Belajar Enam Tahun,
sebagai
kelanjutannya kemudian dicanangkan program Wajib Belajar Sembilan Tahun pada tanggal 2 Mei 1994. Wajib Belajar Sembilan Tahun ini terdiri dari enam tahun di SD atau MI (Madrasah lbtidaiyah) dan · tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs), yang termasuk kategori pendidikan dasar. Sebagaimana Wajib Belajar Enam Tahun, pemerintah saat itu juga mencanangkan program Wajib Belajar Sembilan Tahun yang targetnya diselesaikan dalam satu dekade, yaitu 2004. Tetapi akibat krisis ekonomi sejak 1997, yang berujung lengsernya Presiden Soeharto yang kemudian sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan program-program Sembilan
Tahun
di bidang pendidikan, termasuk program Wajib Belajar yang
akibat
dampak
dari
krisis
tersebut
target
pencapaiannya kemudian direvisi menjadi tahun 2008. Indra Jati Sidi (2005: 190) menyebutkan
ada sejumlah alasan yang
mendasari pentingnya program Wajib Belajar Sembilan Tahun. Pertama, dilihat dari aspek pembangunan, program ini bernilai sangat strategis bagi percepatan
pembangunan
lantaran
program
tersebut
memungkinkan
tersedianya sumber daya manusia yang lebih berkualitas dalam jumlah besar. Ketersediaan manusia terdidik dalam jumlah dan mutu tertentu, yang disebut
critical mass, sangat penting dalam mendorong percepatan pembangunan, khususnya di bidang ekonomi. Ini berarti sekaligus menekankan bahwa program Wajib Belajar Sembilan Tahun bukan semata-mata mengejar angka
51
partisipasi, melainkan harus mampu menghasilkan lulusan yang bermutu, tidak sekedar tuntas tetapi juga berkualitas. Program ini dimaksudkan untuk mewujudkan suatu masyarakat Indonesia yang terdidik, minimal memiliki pengetahuan
dan
keterampilan dasar
yang
esensial,
sehingga dapat
melanjutkan ke jenjang pendidikan di atasnya atau mempunyai bekal yang memadai untuk memasuki kehidupan di masyarakat.
Kedua, dilihat dari posisi peserta didik, program ini memberikan makna strategis karena memungkinkan mereka mempunyai peluang dan akses yang lebih besar dalam memasuki kehidupan di masyarakat. Ketiga, dari aspek ekonomi, program Wajib Belajar Sembilan Tahun ini merupakan bagian dari implementasi pemerataan ekonomi dan keadilan sosial, yang menungkinkan anak-anak dari kelompok masyarakat bawah memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan, yang pada gilirannya akan memberikan kesempatan untuk berkompetisi secara sehat, dan melakukan mobilitas ekonomi secara vettikal. Keempat, dilihat dari aspek sosial politik, program ini dimaksudkan untuk mengurangi beban dan kerawanan sosial, karena pendidikan
rendah
identik
dengan
kebodohan,
kemiskinan,
dan
keterbelakangan. Melalui pendidikan yang cukup diharapkan anak-anak menjadi cerdas dan bijak dalam menangkap berbagai perkembangan sosial politik, sehingga mereka tidak gampang terpengaruh oleh berbagai isu dan provokasi negatif.
Kelima, dilihat dari aspek globalisasi, program wajib belajar sangat penting karena anak-anak menjadi lebih siap memasuki era globalisasi yang
52
ditandai dengan perubahan yang sangat cepat dan kompetisi yang sangat sengit dalam berbagai bidang kehidupan.permberlakua n AFTA, APEC, dan berbagai jenis perangkat dan instrumen baru memungkinkan semakin tipisnya batas-batas negara secara ekonomi, teknologi, dan informasi, menuntut tingginya kualitas sumber daya manusia. Begitu strategisnya Program Wajib Belajar Sembilan Tahun ini, sehingga pelaksanaanya harus dilakukan dengan kalkulasi yang sangat cermat, karena
harus diakui, apabila mengacu pada berbagai indikator
keberhasilan wajib belajar menyangkut aspek tuntas dan terutama mutu, memang masih jauh dari yang diharapkan. Indikator dari aspek tuntas itu meliputi angka partisipasi, angka mengulang kelas, angka putus sekolah, angka kelulusan, angka melanjutkan, dan angka penyelesaian. Sedangkan indikator mutu tergambar dari rasio siswa-guru, rasio siswa-ruang kelas, rasio laboratorium-sekolah, tingkat kelayakan mengajar guru, dan kondisi gedung sekolah. Tuntas berkualitas ini juga tidak membedakan jenis kelamin dan anak yang berkelainan.
2.2. Pemahaman terhadap Kebijakan 2.2.1. Defmisi kebijakan Publik Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagaimana dikutip oleh Abdul Wahab (2002), kebijakan diartikan sebagai pedmnarr untuk bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana. James E. Anderson (1978), merumuskan kebijakan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi
53
·pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Harold Laswell dan Abraham Kaplan mendefinisikannya sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan
pr~tik-praktik
tertentu (a projected program of goals, values,
and practices). (Tilaar&Nugroho, 2008:185). Thomas E. Dye (1978) menjelaskan bahwa kebijakan negara itu ialah segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah,
mengapa mereka melakukan,
dan hasil yang
membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda (what goverment do, why they do it, and what difference it makes).Jelas bahwa dengan demikian, dalam mempelajari kebijakan negara tidak hanya melihat tentang apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah., Tilaar dan Nugroho yang menyatakan bahwa "Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh Negara, khususnya Pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari Negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju kepada masyarakat yang dicita-citakan" (2008: 184). Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, bahwa secara umum penetapan suatu kebijakan publik adalah suatu keputusan yang dipilih Pemerintah untuk dikerjakan, guna mengatasi permasalahan tertentu, melakukan kegiatan tertentu, dan mencapai tujuan tertentu serta manfaatnya bagi orang banyak atau masyarakat luas atau publik (Permen PAN No.PER/04/M>P AN/4/2007).
54
Mengikuti berbagai pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah pilihan tindakan apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah dalam kerangka mencapai tujuan negara, yang tidak hanya mengandung visi, misi, dan tujuan, namun juga strategi pencapaiannya. Selain itu, disebutkan bahwa secara pnns1p penyusunan kebijakan publik antara lain harus benar secara proses, yaitu prosesnya harus transparan, dapat dipertanggungjawabkan dan melibatkan pihak yang seharusnya terlibat dan benar secara isi: mengatur isu kebijakan yang harus di atur atau fokus pada isu kebijakan; bukan merupakan kompromi politik dan atau ekonomi; langsung pada masalah yang diatur; tidak bertentangan dengan kebijakan yang lebih tinggi atau setara, dan pasal-pasalnya sinkron. lsi kebijakan, antara lain memuat pasal-pasal yang mengatur isi kebijakan (aturan, batasan, insentif dan sanksi dari pelanggaran kebijakan), waktu, proses, dan cara implementasi, termasuk di dalamnya kerangka acuan diskresi bagi pelaksana kebijakan apabila menghadapi situasi yang luar biasa, sehingga
memerlukan
tindakan
diskresi
kebijakan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan, dan waktu untuk evaluasi (termasuk didalamnya pasal tentang penyempurnaan kebijakan). Mengikuti Sofian Effende bahwa proses kebijakan berjalan dari formulasi menuju implementasi, untuk mencapai kinerja kebijakan, seperti disampaikan pada gambar berikut ini:
3
Dikutip dari Nugroho, Public Policy (2008:352)
55
Kinerja Kebijakan
Rumusan Kebijakan
A~
.. ~
Implementasi Kebijakan
Lingkungan Kebijakan Gambar 2.1. Proses Kebijakan menurut Sofian Effendi Pada gambar di atas, proses kebijakan publik terdiri dari rumusan, implementasi, kinerja dan lingkungan kebijakan. Berbeda dengan para ilmuwan kebijakan publik yang menilai bahwa setelah implementasi adalah evaluasinya, sehingga tidak memasukkan "kinerja kebijakan" melainkan langsung pada "evaluasi kebijakan", karena menganggap bahwa "kinerja kebijakan" adalah proses yang "pasti terjadi" dalam kehidupan publik. Effendi memberikan lokus "kinerja kebijakan", dimana sebagai
sebuah
proses,
kebijakan
publik
mempunya1
proses
"saling
mengembangkan" dalam bentuk kontribusi ''value" antar sub-sistem. Value yang dikreasikan pada tahap perumusan menyumbangkan pada tahap implementasi. Value yang dikreasikan pada tahap implementasi menyumbangkan pada tahap kinerja
kebijakan.
Value
yang
dikreasikan
di
lingkungan
kebijakan
menyumbangkan pada setiap tahap, baik perumusan, implementasi, maupun kinerja.
Keberhasilan pada masing-masing tahap akan mengontribusikan
keberhasilan pada tahap selanjutnya; demikian pula kegagalan pada masmgmasing tahap akan mengontribusikan kegagalan pada tahap selanjutnya.
56
Karena tahap implementasi menyumbangkan pada tahap kinerja kebijakan, maka evaluasi implementasi menjadi penting. Berdasarkan timing evaluasi, evaluasi implementasi kebijakan dibagi tiga, yaitu sebelum dilaksanakan, pada waktu dilaksanakan, dan setelah dilaksanakan. Dalam hal ini, evaluasi pada waktu pelaksanaan yang biasan.ya disebut sebagai evaluasi proses, yang dilaksanakan pada tahap awal (evaluasi formatif) ketika suatu kebijakan diterapkan, menjadi sangat penting, karena apapun yang terjadi pada tahapan implementasi ini akan mempengaruhi keberhasilan maupun kegagalan tahapan. lainnya.
2.2.2. lmplementasi Kebiiakan Publik Menurut Webster's Dictionary (1979:914), implementasi merupakan terjemahan dari kata "implementation" berasal dari kata "to implement" yang artinya pertama, dimaksudkan "membawa ke suatu basil (akibat); melengkapi dan menyelesaikan". Kedua, dimaksudkan "menyediakan sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu; memberikan basil yang bersifat praktis terhadap sesuatu". Ketiga, dimaksudkan menyediakan atau melengkapi dengan alat". Sehubungan dengan kata implementasi di atas, Pressman dan wildavsky (1978:xxi) sebagaimana dikutip oleh Tachjan (2006:24), mengemukakan bahwa, "implementation as to carry out, accomplish, fulfill, produce,
complete". Maksudnya membawa, melengkapi, mengisi, menghasilkan, melengkapi. Jadi secara etimologis implementasi dimaksudkan sebagai suatu aktivitas yang bertalian dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh basil. Apabila pengertian tersebut dirangkaikan dengan kebijakan publik, maka implementasi kebijakan
57
publik diartikan sebagai cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Dengan demikian, dalam proses kebijakan publik, implementasi kebijakan merupakan tahapan yang bersifat praktis dan dibedakan dari formulasi kebijakan yang dapat dipandang sebagai tahapan teroretis. Anderson ( 1978 :25) mengemukakan bahwa "Policy implementation is the application of the policy by the goverment 's administration machinery to the problem". Kemudian Edwards III (1980: 1) mengemukakan bahwa:"Po/icy implementation .... , is the stage of policy making between the establishment of a policy... and the consequences of the policy for the people whom it affects".
Sedangkan Grindle (1980:6) mengemukakan bahwa:"implementation - a general process of administration action that can be investigated at specific program level" {Tilaar&Nugroho, 2008:222; Tachjan, 2006:24-25).
Dari uraian di atas diperoleh gambaran bahwa, implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan administratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan/disetujui.
Wayne Parsons mengemukakan bahwa
implementasi adalah pelaksanaan pembuatan kebijakan dengan cara-cara lain, yang pembuatannya tidak berakhir setelah kebijakan ditentukan atau disetujui (2001 :465). Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika top-down, maksudnya menurunkan/menafsirkan altematif-altematif yang masih abstrak atau makro menjadi altematif yang bersifat konkret atau mikro, yang lebih fokus pada tugas birokrasi untuk melaksanakan kebijakan yang telah diputuskan secara
58
politik. (Parsons, 2001 :487 -4489; Tilaar & Nugroho, 2008 :212) Sedangkan formulasi kebijakan mengandung logika bottom-up, dalam arti proses ini diawali dengan pemetaan kebutuhan publik atau pengakomodasian tuntutan lingkungan lalu diikuti dengan pencarian dan pemilihan alternatif cara pemecahannya, kemudian diusulkan untuk ditetapkan (Parsons, 2001 :487; Tachjan, 2001 :25). Adapun langkah-langkah implementasi kebijakan publik, terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu: (a) penyiapan implementasi kebijakan (0-6 bulan), termasuk kegiatan sosialisasi dan pemberdayaan para pihak yang menjadi pelaksana kebijakan, baik dari kalangan Pemerintah (birokrasi) maupun publik
(masyarakat).
Tahapan
sosialisasi
dilakukan
dengan
cara:
penyebarluasan kepada publik melalui media massa elektronik, media cetak, dan Temu Publik, (b) implementasi kebijakan publik dilaksanakan tanpa sanksi (masa uji coba) dengan jangka waktu selama 6 bulan s.d. 1 tahun dan disertai perbaikan atau penyempurnaan kebijakan (policy refinement) apabila diperlukan, (c) implementasi kebijakan publik dengan sanksi dilakukan setelah masa uji coba selesai disertai pengawasan dan pengendalian. Setelah dilakukan implementasi kebijakan selama 3 (tiga) tahun, dilaksanakan evaluasi kebijakan. Namun, apabila tidak darurat, sebaiknya perlu dilakukan proses yang wajar. Berikut gambar suatu implementasi untuk kebijakan berlingkup kecil seperti kebijakan di tingkat daerah dalam timing yang wajar.
59
Gambar 2.2. Timing lmplementasi
Berkenaan dengan sosialisasi, Nugroho (2008:465), juga menambahkan, bahwa implementasi juga harus mempertimbangkan timing, dimana kebijakan yang bersifat darurat, tidak memerlukan waktu untuk sosialisasi.
2.2.2.1. lmplementasi kebiiakan dalam rangka operasionalisasi kebiiakan
Pressman dan Wildavsky ( 1973) sebagaimana dikutip oleh Wayne Parsons (2001 :466), bahwa dalam implementasi tujuan harus didefinisikan secara jelas dan dipahami dengan baik, sumber daya harus disediakan, rantai komando harus bisa menyatu dan mengontrol sumber-sumber daya tersebut, dan sistem harus bisa berkomunikasi secara efektif dan mengontrol individu dan organisasi yang terlibat dalam pelaksanaan tugas. Lebih lanjut, Pressman dan Wildavsky mengatakan bahwa pembuat keputusan semestinya tidak menjanjikan apa-apa yang tidak bisa mereka penuhi. Jika sistem tidak mengizinkan kondisi seperti 1m, maka lebih baik membatasi janji pada tingkat yang bisa dipenuhi.
60
Dalam rangka operasionalisasi kebijakan, menurut Abdullah, Smith, dalam Tachjan (2006:26), maka implementasi kebijakan harus memiliki unsur-unsur
sebagai berikut: "(1) unsur pelaksana (implementator), (2)
adanya program yang akan dilaksanakan, (3) target groups". Adapun pihak yang terutama mempunyai kewajiban untuk melaksanakan kebijakan publik adalah unit-unit administratif atau unit-unit birokratik (Sharkansky, 1975; Ripley & Grace A.Franklin, 1986) pada tingkat pemerintahan. Smith ( 1977:261) menyebutnya dengan istilah "implementating organization", maksudnya birokrasi pemerintah yang mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan publik. Hal ini dikemukakan pula oleh Ripley & Grace A.Franklin, (1986:33) bahwa "Bureaucracies are dominant in the implementation of programs and policies and have varying degrees of importance in other stages of the policy process. In policy and program formulation and legitimation activities, bureaucratic units play a large role, although they are not dominant"(Tachjan, 2006). Maksudnya unit-unit
birokratik ini dominan dalam implementasi program dan kebijakan. Adapun dalam
perumusan
dan
legitimasi
kebijakan
dan
program
walaupun
mempunyai peran luas akan tetapi tidak dominan. Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (2002), mengemukakan bahwa mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan/legislasi kebijakan publik, baik itu yang
61
menyangkut
usaha-usaha
untuk
memberikan
dampak
tertentu
pada
masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa. Terkait dengan hal tersebut, maka unit-unit administratif atau unit-unit birokratik ini berfungsi sebagai wahana melalui dan dalam hal mana berbagai kegiatan administratif yang bertalian dengan proses kebijakan publik dilakukan. Dalam implementasi kebijakan ia memiliki diskresi mengenai instrumen apa yang paling tepat untuk digunakan. Berdasarkan otoritas dan kapasitas administratif yang dimilikinya ia melakukan berbagai tindakan, mulai dari: 'penentuan tujuan dan sasaran organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi orgamsas1, pengambilan
keputusan,
perencanaan,
penyusunan
program,
pengorganisasian, penggerakan manusia, pelaksanaan kegiatan operasional, pengawasan,
dan
penilaian"
(Dimmock&Dimock,
1984: 117;
Siagian,
1985:69, sebagaimana dikutip oleh Tachjan, 2006:27-28). Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa secara garis besar fungsi dan tujuan
implementasi
ialah
untuk
membentuk
suatu
hubungan
yang
memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai "outcome" (hasil akhir) dari kegiatan yang dilakukan pemerintah, maka tujuan-tujuan tersebut akan dimasukkan ke dalam programprogram
yang
lebih
operasional
(program
aksi)
yang
kesemuanya
dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran yang telah dinyatakan dalam kebijakan. Lebih lanjut Nugroho (2008:432-436) mengatakan bahwa untuk mengimplementasikan kebijakan publik, terdapat kaidah-kaidah yang bersifat given dan tidak dapat ditolak. Dimana ketika
62
kebijakan publik sudah dibuat, guna merealisasikan visi-misi serta strategi yang telah ditentukan, maka rangkaian implementasi kebijakan yang harus dilalui adalah dimulai dari program, ke proyek, dan ke kegiatan. Rangkaian implementasi kebijakan dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Keterangan:
Misi
Menurut
Nugroho,
bahwa misi adalah yang pertama karena melekat pada organisasi dan
Visi
tidak akan berubah selama organisasi Strategi/Rencana
itu ada (alasan mengapa organisasi eksis). Sementara visi, melekat pada
Kebijakan Publik
individu yang memimpin organisasi, karena
Program
itu
mencanangkan
sebaiknya VlSl
dalam sebaiknya
menetapkan detail dari v1s1 yang Proyek
hendak dicapai pada masa kerjanya, dan menetapkan bahwa visi j angka
Kegiatan
panjang adalah visi yang digerakkan Pemanfaatan
oleh capaiannya pada visi di mana ia
(ben~ficiaries ,-
... ,
-' ,.'
:
'·
.J
bekerja (2008:434-435). Gambar 2.3. Sekuensi lmplementasi Kebijakan Dimmock&Dimock dalam
Tachjan (2006:28-29),
mengemukakan
bahwa dalam pelaksanaan kebijakan publik, fase pertama yang harus dilakukan oleh administrator dalam setiap unit administratif adalah
63
menetapkan tujuan dan sasaran dari rencananya, kemudian berdasarkan hasil analisis perumusan kebijakan ditentukan kebijakan administratif yang bersifat ke dalam sedemikian rupa sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan akan dapat tercapai dengan sebaik-baiknya. Dengan berpijak kepada kebijakan yang telah ditentukan dilakukan penyusunan
rencana,
yang
kemudian
rencana
yang
dirumuskan
ini
menjabarkan kebijakan serta berbagai keputusan yang telah diambil. Penetapan tujuan, sasaran dan penyusunan rencana tersebut sesuai dengan urusan yang menjadi tanggung jawab setiap unit administratif, yang selanjutnya
akan
dijabarkan
lagi
ke
dalam
program-program
yang
operasional. Penyusunan program ini harus bersifat mempermudah dan memperlancar pelaksanaan kegiatan-kegiatan operasional. Oleh karena itu, salah satu hal yang harus jelas dalam penyusunan program adalah penggambaran tentang jenis kegiatan yang harus dilakukan dalam bentuk uraian kegiatan yang jelas, baik uraian kegiatan bagi setiap satuan kerja maupun uraian kegiatan dari setiap orang yang terlibat di dalamnya. Grindle (1980:11) mengemukakan bahwa, isi program tersebut harus menggambarkan:"(l) kepentingan yang terpengaruhi oleh program, (2) jenis manfaat yang dihasilkan, (3) deraj at perubahan yang diinginkan, (4) status pembuat keputusan, (5) siapa pelaksana program, dan (6) sumber daya yang digunakan. Siagian (1985:85), menyebutkan bahwa program harus memiliki ciri-ciri: (I) sasaran yang hendak dicapai, (2) Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu, (3) besarnya biaya yang diperlukan
64
beserta sumbernya, (4) jenis-jenis kegiatan yang akan dilaksanakan, dan (5) tenaga kerja yang dibutuhkan baik ditinjau dari segi jumlahnya maupun dilihat dari sudut kualifikasi serta keahlian dan keterampilan yang diperlukan. Wahab
(2008)
menyebutkan
bahwa
berbagai
program
tersebut
kemudian hams dirinci lebih lanjut ke dalam bentuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan, di mana proyek-proyek tersebut merupakan instrumen guna mengimplementasikan kebijakan, yang hasil akhirnya akan menentukan apakah akan menimbulkan perubahan-perubahan dalam lingkungan kebijakan yang telah dibuat. Program-program yang bersifat operasional harus mudah dipahami dan dilaksanakan oleh pelaksana. Program tersebut tidak hanya berisi mengenai kejelasan tujuan/sasaran yang ingin dicapai oleh pemerintah, melainkan secara rinci telah pula menggambarkan alokasi sumber daya yang diperlukan, kejelasan metode dan prosedur kerja yang harus ditempuh, dan kejelasan standar yang harus dipedomani. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn, 1975:450
dalam
Parsons
(2001:463)
bahwa
adalah
anggapan
yang
menyesatkan apabila menganggap implementasi itu sederhana. Menurut Tilaar&Nugroho, (2008:211), bahwa untuk konteks Indonesia, rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60%, sisanya 20% adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi. Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena di sini masalah-masalah yang ada kadang tidak dijumpai di dalam konsep. Pada tahap implementasi, berbagai kekuatan akan
65
berpengaruh baik faktor yang mendorong atau memperlancar, maupun kekuatan yang menghambat atau memacetkan pelaksanaan program.
Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn (Tilaar&Nugroho, 2008:216219;
Tachjan,
2006:4;
Wahab,
2002:71-78,
&
Parsons,
2001:467),
mengatakan bahwa untuk dapat mengimplementasikan kebijaksanaan negara secara sempurna diperlukan beberapa persyaratan tertentu, yaitu: (1) Kondisi eksternal yang dihadapi Badan/Instansi Pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/kendala serius, seperti ditolak oleh stakeholder; (2) tersedia waktu dan sumber daya yang cukup memadai; (3) perpaduan sumber-sumber yang diperlukan
benar-benar
tersedia;
(4)
kebijaksanaan
yang
akan
diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang andal; (5) hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya; ( 6) hubungan saling ketergantungan harus kecil; (7) pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan; (8) tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat; (9) komunikasi dan koordinasi yang sempurna; dan (1 0) pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut kepatuhan yang sempurna.
Sementara itu, George Edward III (1980:1) mengemukakan ada 4 (empat) isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu (1) Komunikasi
(communication)
berkenaan dengan
bagaimana kebijakan
dikomunikasikan pada organisasi dan/atau publik, (2) resources berkenaan dengan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia. Hal ini
66
berkenaan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk carry out kebijakan publik secara efektif, (3) disposition berkenaan dengan kesediaan para implementator untuk carry out kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan, dan (4) struktur birokrasi (bureaucratic· structures) berkenaan dengan
kesesuaian
organisasi
birokrasi
yang
menjadi
penyelenggara
implementasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi bureaucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif, seperti karena kurangnya koordinasi dan kerjasama di antara lembaga-lembaga negara/pemerintahan (Nugroho, 2008:44 7 -448). 2.. 1.1. Implementasi kebiiakan dalam desentrali.sasi Meskipun berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, ditetapkan bahwa pendidikan dasar dan menengah telah diserahkan ke daerah, namun berkenaan urusan dengan kebijakan dan standar pendidikan dasar, Pemerintah menetapkan kebijakan nasional pendidikan, melakukan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar
provms1.
Pemerintah
Daerah
Provinsi
menetapkan
kebijakan
operasional pendidikan di provinsi sesuai dengan kebijakan nasional, melakukan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar kabupaten/kota, dan membuat perencanaan strategis pendidikan dasar sesuai dengan perencanaan strategis pendidikan nasional. Sementara
itu,
Pemerintahan
Kabupaten/Kota
menetapkan
kebijakan
67
operasional pendidikan di kabupatenlkota sesuai dengan kebijakan nasional dan provinsi, serta membuat perencanaan program pendidikan dasar sesuai dengan perencanaan strategis tingkat provinsi dan nasional. 4
Terkait dengan hal tersebut di atas, maka dalam penyelenggaraan desentralisasi
mensyaratkan
pembagian
urusan
pemerintahan
antara
pemerintah dengan pemerintah daerah, di mana urusan pemerintahan yang dikelola secara
bersama
antar tingkatan dan
susunan pemerintahan
(konkuren). Dalam hal ini, urusan pemerintahan akan menjadi kewenangan
bersama
antara
Pemerintah,
pemerintahan daerah
pemerintahan
daerah
provmst,maupun
kabupaten/kota5 • Pendidikan dasar yang merupakan
pelayanan dasar (basic services)
termasuk urusan konkuren, sehingga
menjadi urusan wajib di mana Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten!Kota terlibat, meskipun kemudian kewenangan atas urusan tersebut dirinci lebih lanjut.
Untuk
keberhasilan
pelaksanaannya
diperlukan
koordinasi
dan
sinkronisasi pendidikan antar pusat-provinsi, provinsi-kabupatenlkota, dan seterusnya. Hal ini karena pada dasarnya, kebijakan pendidikan terikat dengan time-frame yang disepakati bersama - seperti terlihat dari
visi pendidikan
nasional yang dijabarkan dalam misi pendidikan nasional, dan dituangkan dalam rencana pembangunan jangka panjang (2005-2025),
rencana pembangunan
Lihat Lampiran PP Nomor 38 Tahun 2007 Sub A. Pembagian urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan, halaman 19. 5 Lihat Penjelasan PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota 4
68
jangka menengah (2005-2009), serta rencana strategis dari masing-masing lembaga (departeman, lembaga-lembaga masyarakat lainnya
2.2.2.2. Babel Cerdas 2011 dalam konsep teoretis Kebiiakan Publik Kebijakan Babel Cerdas 2011 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini, tidak terlepas dari kebij akan pemerintah karena pada dasarnya kebijakan ini dibuat dengan mengacu kepada tiga pilar kebijakan pendidikan nasional, yaitu: (1) pemerataan dan perluasan akses pendidikan, (2) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan, dan (3) penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pendidikan, sebagaimana terlihat pada skema berikut: Gambar 2.4. Skema Babel Cerdas 2011 Berdaya saing Global
.---SKI!MA BABEL CI!RDAS 2011 BERDAYA SAING GLOBAL PEND. FQRIIAL Pend.TKIRA
Pencl.o..,. Pend.Menengah
Pend.Tlnllfll
TIGA PILAR KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL
_,.,..,...,
1. --~ 2. Ponl.............. ~.
don Dllyo ....... ,.,..,..., 3. ,..,.,_ Tll8 ~
.uu.......,...
atr.Publk ...........
1. 2. 3. 4
Dlldll Prow/K.wKota
I.PIF
......
UPTD .,..... P.ndll
5. BAP-11111 I . ........ , .•
• llm:LEKTUAI. • I<JHESTETIS • SPIRITUAl • EMOSI DAN
• SOSIAI.
7. ~
·~
I T..... Kepend. llllnnp
100r-.tu .....
PEHD. NONfORIIAl P.,d. PAUD P.,d KeMiarun
11. ..,.....
12 AloeiiiiPraMI 1J. DIMII U.....,....ltrt
P.,d.~
Kurs... dM PeWIII• Pend.P......P.............
Sumber: paparan bidang Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang disampaikan pada rakor gubernur dengan bupati/walikota Bangka tengah 18 Maret 2008
69
Dari skema tersebut, dapat diterjemahkan bahwa Kebijakan Babel Cerdas
2011 merupakan kebijakan yang tidak saja mencakup bidang Pendidikan Formal (Pendidikan TKIRA, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Tinggi), tetapi juga Pendidikan Nonformal (Pendidkan PAUD, Pendidikan Kesetaraan,
Pendidikan
Keaksaraan,
Kursus
dan
Pelatihan,
Pendidikan
Pembangunan Perempuan).
Dalam rangka mencapai tujuan jangka menengah, kebijakan yang berpijak kepada tiga pilar kebijakan pendidikan nasional ini membutuhkan tidak saja komitmen yang kuat dalam upaya merealisasikan target yang telah ditetapkan. Kebijakan yang melibatkan sejumlah besar stakeholder pendidikan ini, juga membutuhkan koordinasi dan sinkronisasi, terutama dalam merancang programprogramnya sesuai dengan pertimbangan kondisi terkini, guna mencapai tujuan, yaitu menghasilkan sumber daya insani yang tidak saja cerdas secara intelektual tetapi juga cerdas secara kinestetis, spiritual, emosi maupun sosial, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta iman dan taqwa.
Apabila dilihat sebagai suatu kebijakan, Babel Cerdas 2011, dapat dikategorikan baik sebagai Policy demand (tuntutan kebijaksanaan), Policy
decisions
(keputusan
kebijaksanaan),
Policy
statement
(pemyataan
kebijakan), maupun Policy outputs (Keluaran kebijaksanaan).
Sebagai Policy demand (tuntutan kebijaksanaan) yaitu kebijakan Babel
Cerdas 2011 adalah dalam upaya merealisasikan tuntutan atau desakan baik dari aktor-aktor swasta lembaga intemasional (PBB) yang diwakili oleh
70
Millenium Development Goals (MDG's) dan Program Education For All (EFA) yang dikeluarkan oleh UNESCO, yang sangat fokus terhadap pencapaian pendidikan dasar dan peningkatan kualitasnya di seluruh dunia, maupun kebijakan negara seperti yang diamanatkan oleh Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003, Inpres No. 5/2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun dan Penuntasan Buta Aksara, maupun jauh sebelum itu Instruksi Presiden No 1/1994 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar.
Sementara itu, sebagai Policy decisions (keputusan kebijakan), kebijakan ini mengandung muatan 3 (tiga) pilar kebijakan pendidikan yang dibuat oleh pemerintah
pusat
yang
dimaksudkan
untuk
memberikan
keabsahan,
kewenangan dan memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan. Sebagai
Policy statement (pemyataan kebijakan), kebijakan Babel Cerdas 2011 terungkap dalam berbagai pemyataan resmi atau penjelasan mengenai kebijaksanaan yang terungkap dalam ucapan-ucapan atau pidato-pidato para pejabat pemerintah dalam berbagai forum, sejak Kepala Daerah yang baru terpilih sebagai Gubemur.
Sebagai sebuah Policy outputs (Keluaran kebijaksanaan), kebijakan
Babel Cerdas 2011 terlihat dari rencana
pembangunan jangka menengah
daerah (RPJMD) 2007-2012 yang menyebutkan tentang kebijakan Babel
Cerdas 2011 sebagai sebuah kebijakan, juga sebagai sebuah program dengan nama yang sama. Sementara itu, terkait dengan konsep cerdas yang diadopsi ke
71
dalam kebijakan Babel Cerdas 2011, jelas bahwa hal tesebut mengacu kapada konsep cerdas yang termuat baik dalam visi Depdiknas, di mana makna cerdas memuat aspek intelektual, kinestetis, spiritual, emosi dan social (lihat: skema Babel Cerdas 2011 Berdaya Saing Global).
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi lmplementasi Babel Cerdas 2011 Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum di mana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai proses, keluaran (output) maupun sebagai hasil. Mengikuti Sofian Effendi, tujuan dari implementasi kebijakan adalah untuk mengetahui variasi dalam indikator-indikator kinerja yang digunakan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu: (1) bagaimana kinerja implementasi kebijakan publik, yang jawabannya berkenaan dengan kinerja implementasi publik (variasi dari outcome) terhadap variabel independen tertentu; (2) faktor-faktor apa saja yang menyebabkan variasi, berkenaan dengan faktor kebijakan itu sendiri, organisasi implementasi kebijakan, dan lingkungan implementasi kebijakan yang mempengaruhi variasi outcome dari implementasi kebijakan; dan (3) bagaimana strategi meningkatkan kinerja implementasi kebijakan publik, yang berkenaan dengan "tugas" dari pengevaluasi untuk memilih variabel-variabel yang dapat diubah, atau
72
actionable variabel-variabel yang bersifat natural atau variabel lain yang tidak bisa diubah tidak dapat dimasukkan sebagai variabel evaluasi. Kinerja kebijakan adalah proses yang pasti terjadi dalam kehidupan publik, bahkan tanpa harus disebutkan.
Van Meter membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakantindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusankeputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahanperubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai
sebelum tujuan-tujuan ditetapkan dan
diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan.
Menurut Van Meter dan Van Horn, ada 6 variabel yang membentuk ikatan (linkage) antara kebijakan dan pencapaian (performance) yang mempengaruhi kebijakan publik, yaitu (I) standar dan sasaran kebijakan, (2) sumber-sumber kebijakan, (3) komunikasi antar organisasi dan
kegiatan-kegiatan
pelaksanaan,
(4)
karakteristik
agen
pelaksana/implementator, (5) kondisi ekonomi, sosial, dan politik, (6)
kecenderungan pelaksana (implementators).
73
Faktor-faktor yang membentuk ikatan (linkage) antara kebijakan dan pencapaian (performance) yang mempengaruhi kebijakan publik yang diperkenalkan oleh Van Meter dan Van Hom terse but, tidak dimaksudkan untuk mengukur dan menjelaskan hasil-hasil akhir dari kebijakan pemerintah, tetapi untuk mengukur dan menjelaskan apa yang dinamakan pencapaian program. Dalam studi implementasi tentang kebijakan Babel Cerdas 2011 ini, memfokuskan diri pada aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang dijalankan untuk menjalankan keputusan kebijakan yang telah ditetapkan, karena itu dibatasi pada beberapa variabel yang dianggap paling dominan ditemukan selama penelitian di lapangan. 2.3.1. Standar dan sasaran kebijakan
Menurut Van Meter dan Van Hom, variabel ini didasarkan pada kepemtingan utama terhadap faktor-faktor yang mementukan pencapaian kebijakan. Indikator-indikator pencapaian ini menilai sejauh mana standar dan sasaran kebijakan telah direalisasikan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi. Standar dan sasaran kebijakan berguna di dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh. Namun ada beberapa kesulitan untuk mengidentifikasi dan mengukur pencapaian, pertama, disebabkan oleh bidang program yang terlalu luas dan sifat tujuan yang kompleks. Kedua, mungkin akibat dari kekaburan-kekaburan dan kontradiksi-kontradiksi dalam pemyataan standar dan sasaran kebijakan. Dalam
74
melakukan studi implementasi, tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran suatu program yang akan dilaksanakan harus diidentifikasi dan diukur, karena implementasi tidak akan berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuan-tujuan utu tidak dipertimbangkan. Jadi dengan bahasa berbeda, standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir dan tidak menimbulkan multiinterpretasi dan menimbulkan konflik di antara para agen pelaksana.
Di dalam penelitian ini yang menjadi indikator untuk mengukur capaian basil dari implementasi kebijakan Babel Cerdas 2011 adalah melihat bagaimana tujuan-tujuan dari kebijakan tersebut dimasukkan ke dalam program-program yang lebih operasional (program aksi).
Hal ini didasarkan bahwa untuk
mengimplementasikan kebijakan publik, terdapat kaidah-kaidah yang bersifat given dan tidak dapat ditolak, dimana ketika kebijakan publik sudah dibuat. Maka rangkaian implementasi kebijakan yang harus dilalui adalah dimulai dari program, ke proyek, dan ke kegiatan, yang pada akhirnya nanti basil akhirnya akan menentukan apakah akan menimbulkan perubahan-perubahan dalam lingkungan kebijakan yang telah dibuat. Program-program yang bersifat operasional harus mudah dipahami dan dilaksanakan oleh pelaksana. Program tersebut tidak hanya berisi mengenai kejelasan tujuanlsasaran yang ingin dicapai oleh pemerintah, melainkan secara rinci telah pula menggambarkan alokasi sumber daya yang diperlukan, kejelasan metode dan prosedur kerja yang harus ditempuh, dan kejelasan standar yang harus dipedomani.
75
Sehubungan dengan standar yang harus dipedomani, di dalam penelitian 1m
yang menjadi indikator untuk mengukur capaian hasil dari implementasi
kebijakan Babel Cerdas 2011 adalah kinerja pendidikan di provinsi, dengan mendasarkan pada standar ideal dan norma Iiasional departemen pendidikan nasional, yang berisi data dan indikator pendidikan maupun non-pendidikan dalam penyusunan program pembangunan pendidikan.
Kinerja
pendidikan
yang dimaksud diukur menggunakan isu strategis pendidikan yang terdiri dari 3 tema yaitu: (l) pemerataan dan perluasan kesempatan belajar; (2) peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, dan (3) manajemen pendidikan. Penggabungan dari ketiga isu strategis tersebut akan diperoleh kinerja keberhasilan program pembangunan pendidikan. Berdasarkan ketiga isu strategis tersebut dilakukan empat jenis analisis yaitu: (l) analisis pemerataan dan perluasan kesempatan belajar untuk menentukan tingkat pemerataan di suatu daerah; (2) analisis peningkatan mutu dan relevansi pendidikan untuk tingkat mutu di suatu daerah; (3) analisis manajemen pendidikan yang dilihat dari efisiensi internal pendidikan; dan (4) analisis keberhasilan program pembangunan (terkait rencana kerja) untuk melihat keberhasilan di bidang pendidikan di suatu daerah.
2.3.2. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
Menurut Van Meter dan Van Hom, implementasi akan berjalan efektif hila standar dan sasaran/tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab dalam pencapaian kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan
76
tidak dapat dilaksanakan kecuali jika ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan dinyatakan dengan cukup jelas, sehingga pada pelaksana dapat mengetahui apa yang diharapkan dari standar dan sasaran kebijakan.
Hubungan antar
organisasi dalam banyak program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi.
2.3.3. Kecenderungan (disposition) pelaksalia/implementator Pada tahap ini pengalaman-pengalaman subyekti:fitas individu memegang peran yang sangat besar. Van Meter dan Van Hom berpendapat bahwa setiap komponen dari model yang dibicarakan sebelumnya harus disaring melalui persepsi pelaksana yang mungkin akan mempengaruhi kemampuan dan keinginan mereka untuk melaksanakan kebijakan. Terdapat 3 unsur tanggap pelaksana yang mungkin mempengaruhi kemampuan dan keinginan mereka untuk melaksanakan kebijakan, yakni: kognisi (komprehensi, pemahaman) tentang kebijakan, macam tanggapan terhadapnya (penerimaan, netralitas, penolakan) dan intensivitas tanggapan. Pemahaman pelaksana tentang tujuan maupun ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan merupakan satu hal yang penting. lmplementasi kebijakan yang berhasil harus diikuti oleh kesadaran terhadap kebijakan itu secara menyeluruh. Hal ini berarti bahwa kegagalan suatu implementasi kebijakan sering diakibatkan oleh ketidaktaatan para pelaksana terhadap kebijakan. Para pelaksana mungkin gagal dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan dengan tepat karena mereka menolak tujuan-tujuan yang terkandung dalam kebijakan-kebijakan tersebut, begitu pula sebaliknya.
77
Dalam penelitian ini, yang dijadikan indikator adalah unsur pelaksana
(implementator) dalam rangka operasionalisasi kebijakan dan program Babel Cerdas 2011. Adapun pihak yang menjadi unsur pelaksana adalah unit-unit pada tingkat pemerintahan, dengan
administratif atau unit-unit birokratik
alasan sebagai birokrasi pemerintah mereka mempunyai tanggung jawab yang besar sebagai pelaksana berbagai kegiatan administratif yang bertalian dalam implementasi program dan kebijakan. Dan karena unit administratif melakukan pengorganisasian untuk melaksanakan
program-program
yang
telah
ditetapkan,
baik
mengorganisasikan tenaga manusia, alat, tugas, wewenang, tanggung jawab dan tata kerja untuk melakukan kegiatan, maka sangat penting bagi mereka untuk memiliki pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan,
karena
tanpa
pemahaman,
program
tidak
mungkin
dapat
dijalankan/diimplementasikan, karena bagaimanapun ouput dari kegiatan unit administratif
adalah berupa kebijakan-kebijakan administratif,
yaitu
kebijakan umum, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis operasional yang untuk selanjutnya dituangkan ke dalam program-program operasional.
78
BABIII METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada proses implementasi kebijakan pendidikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung khususnya pada bidang pendidikan dasar. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif dengan maksud hasil penelitian akan memberikan gambaran atau mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap obyek yang diteliti.
Menurut Nawawi (1990:63), metode deskriptif adalah prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan dan melukiskan keadaan subyek dan obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lainlain) pada waktu atau saat sekarang dan berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Menurut Patton (1991), tujuan utama dari deskripsi pengamatan adalah untuk melibatkan pembaca laporan evaluasi ke dalam latar belakang suatu program yang telah diamati, dimana data harus tergambar secara jelas, gambaran yang cukup membuat pembaca dapat memahami apa yang terjadi dan bagaimana hal itu terjadi. Penelitian deskriptif tidak menggunakan hipotesa atau tidak menguji hipotesa, melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti. Dengan mendasarkan pada pendapat Patton (1991:37), bahwa dalam evaluasi implementasi adalah penting untuk diketahui pada tingkatan mana suatu program adalah efektif setelah diterapkan secara penuh; tetapi menjawab
79
pertanyaan itu pertama kali perlu mengetahui bagaimana dan pada tingkatan mana program telah nyata-nyata diterapkan. Dengan demikian, metode deskriptif yang dimaksudkan dalam penelitian yang berhubungan dengan proses implementasi Kebijakan Babel Cerdas 2011 ini adalah berusaha mengetahui bagaimana dan pada tingkatan mana program telah nyata-nyata diterapkan, dengan mendeskripsikan realitas implementasi kebijakan yang berlangsung berupa fakta-fakta yang ditemui di lapangan.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada lingkungan instansi pemerintahan daerah terkait dengan kebijakan khusus bidang pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah provinsi setempat. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 3 (tiga) bulan sejak Mei sampai Juli 2008. Pertimbangan pemilihan lokasi ini adalah karena peneliti tertarik terhadap keputusan pemerintah daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk merealisasikan Babel Cerdas pada tahun 2011. Peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana kebijakan tersebut diimplementasikan, karena menurut peneliti tidak akan mudah untuk mencapai apa yang telah ditargetkan oleh kebijakan tersebut dalam masa 5 (lima) tahun- malah sebenarnya hanya 4 (empat) tahun dari masa kepemimpinan gubemur/wakil gubemur periode
2007-2012. Terlebih hila
dihubungkan dengan capaian hasil pembangunan pendidikan (khususnya pendidikan dasar) antarkabupaten/kota di daerah ini
berbeda-beda, dan
80
dengan diberlakukannya UU Otonomi Daerah dan PP No.38 Tahun 2007 tentang pembagian kewenangan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, khususnya dalam bidang pendidikan dasar maka kebijakan yang dibuat provinsi ini keberhasilannya akan sangat tergantung pada kondisi kabupaten/kota. Karena itu, peneliti ingin tahu bagaimana pemerintah daerah mengimplementasikan kebijakan tersebut, dan sudah sampai pada tingkatan mana program tersebut nyata-nyata telah diterapkan, setelah kurang lebih satu tahun menjadi kebijakan kepala daerah yang terpilih 2007.
3.3. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber data pada penelitian ini ada dua macam, yaitu sumber data primer dan data sekunder. Menurut Sugiyono (2006:225), sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. Sekalipun penelitian ini menggunakan metode kualitatif, namun tetap menggunakan data kuantitatif guna membantu mendeskripsikan hasil temuan di lapangan melalui
triangulasi metodologis - penggunaan metode ganda untuk
mengkaji masalah atau program tunggal, seperti wawancara, pengamatan, daftar pertanyaan terstruktur, dan dokumen, yang dilakukan dengan maksud basil penelitian akan memberikan gambaran atau mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap obyek yang diteliti.
81
Data primer didapatkan melalui wawancara dengan informan yang dianggap memahami situasi dan kondisi dunia pendidikan terkait dengan Kebijakan Babel Cerdas 2011 dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur. Juga diperoleh dari dokumen-dokumen kebijakan dimaksud yang bersumber dari Dinas P&K Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Bappeda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
dan
data
nasional
yang
diperoleh
dari
website
http//:www.depdiknas.go.id. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 3.3.1. Dokumen
Penelusuran dokumen dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan (perda, pergub) dan peraturan lainnya, yang telah dikeluarkan oleh pemerintah maupun pejabat terkait sehubungan dengan Kebijakan Babel Cerdas 2011. Dokumen yang dikumpulkan antara lain laporan-laporan yang berisi data dan indikator berkaitan dengan penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan pendidikan yang dikeluarkan oleh Depdiknas, Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, serta LPMP Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. RPJMD yang dikeluarkan oleh Bappeda, Peraturan Gubemur yang dikeluarkan oleh Biro Hukum Setda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, serta Renstra, Lakip, RKT, yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dokumen yang sudah ada ini diolah untuk menghasilkan informasi berdasarkan indikator yang telah ditetapkan.
82
3.3.2. Wawancara Mendalam (indept-interview)
Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan informasi yang memadai
serta
mendalam
pengalaman-pengalaman
tentang
dan
pendapat/ide/pandangan tentang kondisi pendidikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung serta di beberapa kabupaten/kota, serta peran mereka dalam upaya mengimplementasikan Kebijakan Babel Cerdas 2011. Pengumpulan data melalui
metode
wawancara
mendalam
ini
meskipun
dilakukan
secara
semiterstruktur dengan maksud agar wawancara bisa dilakukan secara lebih bebas, namun tetap menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara yang dibuat secara tersrtuktur untuk memudahkan dan memberi petunjuk bagi kerangka pengumpulan data. Wawancara mendalam yang telah dilakukan sebisa mungkin dilakukan dengan pimpinan instansi yang bersangkutan, dengan asumsi bahwa pimpinan merupakan penentu kebijakan atas seluruh kegiatan yang terkait dengan sebuah kebijakan dan implementasinya. Meskipun demikian, apabila pimpinan tidak bisa, maka wawancara dilakukan terhadap anggota organisasi yang langsung menangani secara teknis perencanaan dan implementasi kebijakan. Wawancara ini juga dilakukan dengan mantan pejabat yang sebelumnya menangani dan berkecimpung di dalam implementasi kebijakan. Prinsip utama pemilihan informan dalam penelitian ini mempertimbangkan tingkat pemahaman dan pengalaman informan terkait dengan implementasi kebijakan pendidikan. Dari 7 instansi yang dihubungi dan dikunjungi, ada 5 pimpinan yang diwawancarai dan 1 mantan pimpinan, yaitu Kepala Bappeda Provinsi Kepulauan
83
Bangka Belitung, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka, Kepala Dinas Pendidikan Kota Pangkalpinang, Kepala Bappeda Kabupaten Bangka Barat, dan mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 2003-2007. Sedangkan informan lainnya adalah informan yang ditunjuk oleh pimpinan, maupun informan yang diperoleh melalui proses snow-ball, namun demikian informan-informan ini dapat memberikan informasi yang memadai dengan penelitian yang dilakukan. Informasi yang diperoleh melalui wawancara mendalam dicatat atau direkam dengan alat yang tersedia. Pada penelitian ini dilakukan wawancara mendalam terhadap 17 informan, dengan rincian 7 informan kunci dan informan tambahan. Penentuan informan kunci didasarkan pada intensitas keterlibatan mereka dalam implementasi kebijakan Babel Cerdas 2011. Dalam hal ini, maka informan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok informan provinsi yang terdiri dari pejabat eselon serta staf dinas/badan terkait kebijakan yaitu Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Badan Perencana dan Pembangunan baerah (Bappeda), dan informan dari kabupatenlkota yang terdiri dari pejabat eselon dinas pendidikan kabupaten/kota. Pembagian ini mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, serta didasarkan kepada asumsi bahwa dalam pembangunan pendidikan dasar maka kewenangan pemerintah daerah provinsi antara lain adalah menyangkut penetapan kebijakan operasional pendidikan di provinsi sesuru dengan kebijakan nasional, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan
84
program pendidikan antarkabupaten/kota, perencanaan strategis pendidikan dasar sesuai dengan perencanaan strategis pendidikan nasional, sosialisasi dan pelaksanaan standar nasional pendidikan di tingkat provinsi, serta koordinasi atas pengelolaan
dan
penyelenggaraan
pendidikan,
pengembangan
tenaga
kependidikan dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas kabupaten/kota untuk pendidikan dasar. Sementara itu, kewenangan pemerintah kabupaten/kota sehubungan dengan pendidikan dasar antara lain adalah penetapan kebijakan operasional pendidikan di kabupaten/kota sesuai dengan kebijakan nasional dan provinsi, perencanaan program pendidikan dasar, sosialisasi dan pelaksanaan standar nasional pendidikan di tingkat kabupaten/kota, serta pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dasar, Adapun topik yang ditanyakan adalah kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah seputar latar belakang kebijakan, program yang diusulkan serta rencana kerja/kegiatan apa yang telah/akan dilakukan dinas teknis guna mengimplementasikan kebijakan Babel Cerdas 2011 tersebut. Sementara kepada Kepala Bappeda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ditanyakan latar belakang proses perumusan kebijakan dan proses penyusunannya di dalam RPJMD 2007-2012. Kasi Perencanaan dan Program Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi informan kunci untuk mengetahui sampai sejauh mana kebijakan tersebut telah berjalan/diimplementasikan, serta rencana kerja/kegiatan apa saja yang telah berjalan sehubungan dengan kebijakan dan program Babel Cerdas 2011.
Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kabid Pendidikan Menengah Provinsi
85
Kepulauan Bangka Belitung yang menangani Sertifikasi dan Kualifikasi Guru, menjadi infonnan guna mengetahui sejauh mana kondisi kesiapan daerah dalam mengimplementasikan program Babel Cerdas 2011. Sementara itu, dengan mengacu kepada PP Nomor 38 Tahun 2007, maka pertanyaan diajukan kepada: Kepala Dinas Pendidikan Kota Pangkalpinang, dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka untuk mengetahui kebijakan kabupatenlkota serta sejauh mana implementasi telah dilakukan di kabupatenlkota. Untuk melengkapi infonnasi maka wawancara JUga dilakukan dengan beberapa pejabat eselon serta staf yang bekerja di lingkungan dinas pendidikan provinsi dan kabupatenlkota, yaitu untuk mengetahui kesiapan program Babel Cerdas 2011 serta untuk mengetahui sampai sejauh mana implementasi kebijakan sudah dijalankan di kabupaten!kota. Untuk itu wawancara dilakukan kepada Kabag TU6 Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang menangani penyusunan Renstra, Rencana Kerja Tahunan, dan Lakip, Kabid Bina Program Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung, Kabid Perencanaan dan Program Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka, Kabag TU Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka, serta Kabid Perencanaan Dinas Pendidikan Kota Pangkalpinang, yang bertanggung jawab mengelola perencanaan dan pelaporan pelaksanaan program dan kegiatan di instansi masing-masing. Ketika infonnasi didapatkan dari informan kunci masih kurang maka peneliti juga menggali informasi dari informan tambahan. Adapun informan tambahan yang diwawancarai adalah mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung jabatan Kabag TU berubah menjadi Sekretaris 6
86
Kepulauan Bangka Belitung 2003-2007, dan mantan Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 2003-2007, tentang kondisi pendidikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, serta beberapa informasi teknis berkenaan dengan implementasi suatu kebijakan dan program seperti yang dilakukan kepada Kepala Bappeda Kabupaten Bangka Barat, Kabid Kasi Bina Program Bappeda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dan staf perencanaan yang selama ini bertugas membuat laporan serta mengelola data terpadu Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 3.4. Teknik Analisis Data Di dalam penelitian ini, sesuai dengan metode penelitian yang digunakan, maka dalam proses analisis data digunakan teknik analisis data kualitatif. Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Dalam pengolahan data, analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan dan memberi makna data kuantitatif. Adapun kriteria yang dipergunakan untuk mengambil kesimpulan pada penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif ini didasarkan pada hasil analisis data, antara lain digunakan: a.
Untuk menganalisis Masalah pendidikan yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, maka diukur dengan membandingkan data pendidikan dan data non-pendidikan daerah dengan Standar Ideal dan Norma Nasional sesuai
dengan kebijakan nasional pendidikan,
yang meliputi:
(1)
Pemerataan dan perluasan akses pendidikan: Angka Partisipasi Murni Usia
sekolah (APMus), Angka Mengulang (AM), rasio siswa per sekolah (R-
87
S/Sek), rasio siswa per kelas (R-S/K), dan rasio kelas per ruang kelas (RKIRK); (2) Peningkatan Mutu, dilihat dari indikator: persentase guru layak (%GL), persentase guru sesuai (%GS), persentase ruang kelas baik (% RKb), persentase perpustakaan/Lab. (% perpustakaan/lab), Angka lulusan (AL), Angka Mengulang (AU), Angka Putus Sekolah (APS); dan (3)
Manajemen Pendidikan, yang dilihat dari: indikator: koefisien efisiensi (KE) dan Angka Bertahan (AB), rata-rata lama belajar, dan Tahun Masukan per lulusan. Serta, data Nonpendidikan: jmlh desa terpencil, dll.
b.
Untuk melihat Keberhasilan Pembangunan Pendidikan diukur dari gabungan delapan indikator isu strategis program pembangunan pendidikan: (1) Pemerataan dan perluasan akses pendidikan: dilihat dari Angka Partisipasi Murni Usia sekolah (APMus), Angka Mengulang (AM); (2) Peningkatan Mutu, dilihat dari indikator:
persentase guru layak (%GL),
persentase ruang kelas baik (% RKb), Angka Mengulang (AU), Angka Putus Sekolah (APS); dan (3) Manajemen Pendidikan, yang dilihat indikator: koefisien efisiensi (KE) dan Angka Bertahan (AB),
c.
sementara itu untuk menjawab tentang bagaimana Implementasi Babel Cerdas 2011 dilaksanakan, digunakan: ( 1) data hasil wawancara mendalam, dan (2) Analisis dokumen yang ada.
88
3.4.1. Analisis kualitatif
Analisis dilakukan dengan mengacu kepada Guba (1978) dalam Patton (1991:268-269) yang menyarankan bahwa dalam memfokuskan analisis data kualitatif seorang evaluator harus sepakat dengan masalah "pemusatan pandangan", yaitu membayangkan hal apa yang cocok secara bersamaan. Ini mengarah ke sistem klasifikasi untuk data.
Adapun tahapan yang dilakukan adalah: pertama, data tentang orang dan program dikumpulkan. Kemudian diorganisasikan,
diklasifikasikan dan diedit
untuk memperoleh hal yang beraturan yang berulang-ulang pada data, dengan maksud menghadirkan pola yang dapat diseleksi dalam kategori yang diambil sesuai dengan masalah yang diteliti; kedua, menyempurnakan kategori, dengan melakukan perluasan (membangun item informasi yang telah diketahui), menjembatani (membuat hubungan di antara item yang berbeda), dan mengangkat ke permukaan (mengajukan informasi baru yang harus cocok dL\n kemudian menguji keberadaannya). Akhimya analisa membawa penutupan ke proses ketika sumber informasi dan kategori telah menjadi jenuh, dan keteraturan yang jelas telah muncul yang terasa terintegrasi. Tahap terakhir, data diinterpretasikan dengan menggunakan pendekatan ditinjau dari tinjauan pustaka berupa kebijakan pemerintah dalam pendidikan dasar, konsep teoretis kebijakan pendidikan, kebijakan
publik,
serta
desentralisasilotonomi daerah.
implementasi
kebijakan
dalam
kerangka
89
3.4.2. Analisis Data Sekunder
Dengan kondisi bahwa kebijakan Babel Cerdas 2011 dikeluarkan karena mempertimbangkan hasil capaian pendidikan di Kepulauan secara keseluruhan, maka penulis memasukkan analisis data sekunder dalam penelitian ini. Data-data yang bersumber dari dokumen ini merupakan salah satu unsur triangulasi metodologis, yang dalam penelitian kualitatif ini dipergunakan sebagai data sekunder. Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif, untuk memberikan gambaran dengan jelas makna dari data dan indikator pendidikan. Selain itu, analisis juga dilakukan dengan dengan cara membandingkan antara data dan indikator pendidikan, dengan cara:
( 1) menggunakan data dan informasi
pendidikan yang sesuai; (2) didasarkan pada indikator pendidikan. Pada penelitian ini, analisis data sekunder menggunakan indikator pendidikan yaitu: (1) analisis untuk mengetahui masalah; dan (2) analisis untuk mengetahui kinerja pendidikan7 . Analisis deskriptif yang dilakukan dengan menggunakan standar ideal maupun norma nasional karena kondisi pendidikan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, norma nasional menjadi syarat untuk mengetahui masalah pendidikan yang ada. Dalam penelitian ini analisis data berdasarkan pada indikator pendidikan, sehingga difokuskan pada analisis masalah dan analisis kinerja pendidikan. Analisis masalah dilakukan agar dapat mengetahui kesesuaian antara hasil 7 Bila analisis data menggunakan data pendidikan disebut analisis kebutuhan; bila didasarkan pada indikator pendidikan maka terdapat 2 hal, yaitu analisis untuk mengetahui masalah dan anallsls untuk mengetahul klnerja pendidikan, sumber:"Data dan lndikator Pendidikan", Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Statistik Pendidikan Depdiknas Tahun 2007
90
pendidikan dengan harapan atau kondisi yang diharapkan pada saat ini.
Bila
indikator sama atau lebih besar dari norma nasional, maka dapat dikatakan sudah tidak ada masalah pendidikan, namun perlu dipertahankan atau ditingkatkan menuju standar ideal. Analisis kinerja pendidikan dalam penelitian ini disusun untuk mengetahui kinerja suatu daerah, misalnya kinerja pendidikan di provinsi, dengan mendasarkan pada data pendidikan secara kuantitatif yang ada. Selain itu, kinerja pendidikan ini juga untuk mengetahui disparitas antarkabupatenlkota. Kinerja pendidikan yang dimaksud diukur menggunakan isu strategis pendidikan yang terdiri dari 3 tema yaitu: (1) pemerataan dan perluasan kesempatan belajar; (2) peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, dan (3) manajemen pendidikan. Penggabungan dari ketiga isu strategis tersebut akan diperoleh kinerja keberhasilan program pembangunan pendidikan. Berdasarkan ketiga isu strategis tersebut dilakukan empat jenis analisis yaitu:
(1) analisis pemerataan dan perluasan kesempatan belajar untuk
menentukan tingkat pemerataan di suatu daerah; (2) analisis peningkatan mutu dan relevansi pendidikan untuk tingkat mutu di suatu daerah; (3) anal isis manajemen pendidikan yang dilihat dari efisiensi internal pendidikan; dan (4) analisis keberhasilan program pembangunan (terkait rencana kerja) untuk melihat keberhasilan di bidang pendidikan di suatu daerah. Dalam penelitian ini, selanjutnya, guna menganalisis data digunakan standar ideal dan norma nasional departemen pendidikan nasional, yang berisi data dan indikator pendidikan maupun non-pendidikan dalam penyusunan program
91
pembangunan pendidikan. Adapun standar ideal dan norma nasional sebagaimana dimaksud dapat dillihat sebagai berikut: Standar ideal dan norma nasional untuk mengukur pemerataan pendidikan, Peningkatan Mutu, dan Manajemen Pendidikan dihitung dari angka nasional baik untuk tingkat SD, SMP maupun SM. Standar ideal dihasilkan dari surat keputusan, kebijakan, atau ketentuan yang berlaku saat ini, sedangkan norma nasional dihasilkan dari perhitungan menggunakan rumus tertentu dengan menggunakan
data pendidikan tentang pemerataan pendidikan, peningkatan
mutu, dan manajemen pendidikan di tingkat nasional. Pada penelitian ini karena khusus tentang pendidikan dasar, maka standar ideal dan norma nasional yang digunakan hanya untuk tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) seperti terlihat pada tabel-tabel di bawah ini:
3.4.2.1.
Analisis Data dan lndikator Nonpendidikan
Data dan indikator Untuk menilai kinerja nonpendidikan di tingkat SD, SMP, dibutuhkan standar ideal dan norma nasional sebagai berikut: Tabel 3.1. Standar Ideal lndikator Nonpendidikan8 No. Jenis lndikator Standar Ideal 1. Kepadatan penduduk Tidak ada 2. % Penduduk menurut tingkat pendidikan Penduduk dengan ijazah makin tinggi makin baik 3. Angka Buta Huruf dan Melek Huruf 0%/100% 4. % Angkatan Kerja/ % Bukan Angkatan Makin banyak angkatan kerja makin 5. Kerja baik 0% 6. % Penduduk Miskin % Penduduk menurut mata pencaharian Penduduk dengan matapencaharian 7. industri menunjukkan makin maju % Desa tertinggal 0% .. .. Sumber: Badan Penehtian dan Pengembangan Pusat Statlstik Pendtdikan, Depdiknas 8
Sumber Data dan lndikator Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Statistik Pendidikan, Jakarta, September 2007
92
Sedangkan norma nasional untuk mengukur indikator nonpendidikan adalah sebagai berikut: Tabel3.2. Norma Nasional Indikator Nonpendidikan9 No. I. 2.
3. 4. 5.
6.
7.
Jenis Indikator Kepadatan Penduduk % Penduduk menurut tingkat pendidikan Tidak/Belum pernah sekolah a. Tidak!Belum tamat SD b. TamatSD c. d. Tamat SMP TamatSMA e. f. TamatSMK Tamat Diploma 1111 g. Tamat Diploma 111/Sarmud h. Tamat Sarjana dan tingkat di atasnya i. Angka Buta Huruf/Melek Huruf(%) % Angkatan Kerja/% Bukan Angkatan Kerja % Penduduk Miskin % Penduduk menurut Mata Pencaharian Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan a. Industri Pengolahan b. Ban gun an c. Perdagangan besar, Eceran, Rumah Makan & Hotel d. e. Angkutan, Pergudangan, Komunikasi f. Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan g. Jasa Kemasyarakatan h. Lainnya. % Desa Terpencil
Standar Ideal I05,8 km 2 IOO 8,4 I4,4 35,8 I9,3 I2,6 5,9 0,7 I, I I ,8 7,2/92,78 67,22/32,8 I8,3I IOO 45,3 I2,9 3,9 20,6 5, I I
I0,6 0,6 Tidak ada data
Sumber: Badan Penehttan dan Pengembangan Pusat Stat1stik Pendtdikan, Depdtknas 0
3.4.2.2.
0
0
0
0
0
Analisis Data dan lndikator Pendidikan
3.4.2.2.1.
Pemerataan dan Perluasan Akses Pendidikan
Analisis pemerataan dan perluasan kesempatan belajar digunakan untuk mengukur apakah suatu daerah sudah merata atau daerah mana yang paling merata. Atau dengan kata lain, apakah pendidikan sudah merata? Berdasarkan
9
ibid
93
indikator pemerataan, lima indikator yang dianggap paling penting untuk mengetahui pemerataan yaitu: (1) angka partisipasi murni usia sekolah (APMus); (2) angka melanjutkan; (3) rasio siswa persekolah; (4) rasio siswa per kelas; dan (5) rasio kelas per ruang kelas. Penggunaan jenis indikator untuk mengukur pemerataan menurutjenjang pendidikan seperti tampak pada Tabel3.3: Tabel3.3. Standar Ideal dan Norma Nasional lndikator Pemerataan Pendidikan10
Standar Ideal
so SMP
APM
AM
(%)
(%)
100 100
100
..
JENIS INDIKATOR Rasio Rasio siswalkelas siswa/sekolah (org) (org)
240 360
. .
40 40
Rasio kelas/ruang kelas (unit) 1
1
. .
Sumber: Badan Penehtlan dan Pengembangan Pusat Statlstik Pend1dikan, Depdiknas
Norma Nasional SD SMP
APM
AM
(%)
(%)
99,44 86,48 92,09
JENIS INDIKATOR Rasio Rasio siswa/kelas siswalsekolah (org) (org)
170 283
Rasio kelas/ruang kelas (unit)
25 35
1,02 1,08
Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Statistik Pendidikan, Depdiknas
3.4.2.2.2.
Peningkatan Mutu
Analisis peningkatan mutu digunakan untuk mengukur apakah suatu daerah sudah bermutu atau daerah mana yang paling bermutu. Dengan kata lain, apakah pendidikan sudah bermutu? Berdasarkan indikator mutu, tujuh indikator yang dianggap paling penting untuk mengetahui mutu yaitu tampak pada Tabel3.4:
10 Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Statistik Depdiknas,Tahun 2007, Untuk saat ini, standar ideal untuk TK
belum disusun karena TK belum merupakan keharusan anak bersekolah, demlklan juga untuk PNF.
94
Tabel3.4. Standar Ideal Indikator Mutu dan Relevansi Pendidikan11 Standar Ideal No. Jenis lndikator TkSD TK.SMP 1. Angka mengulang (%) 0 0 2. Angka putus sekolah (%) 0 0 3. Angka lulusan (%) 100 100 4. % Kelayakan guru mengajar 100 100 5. % Guru menurut ijazah ljazah makin tinggi Ijazah makin tinggi makin besar makin besar 6. % Kesesuaian guru mengajar 100 7. % Ruang kelas Baik 100 100 8. % Fasilitas Sekolah 12 100 10 .. . . .. Sumber: Badan Peneht1an dan Pengembangan Pusat Statlstik Pend1dikan, Depdiknas
Tabel 3.5. Norma Nasional Indikator Mutu No.
Norma Nasional
Jenis Indikator
% SB tk I tingkat SD asal TK Angka Mengulang (%) Angka Putus Sekolah (%) Angka Lulusan (%) % Kelayakan Guru Mengajar %Guru menurut ijazah a.
..
Tk.SD Tidak ada data 3,67 2,90 95,85 15,30 100,00 32,78 48,95 2,97 14,01 1,29
43,94 Tidak ada data
-
-
.. -
Tk. SMP
0,46 1,78 93,06 60,34 99,98 7,93 7,32 24,41 54,58 5,74 80,3 80,94 59,96 Tidak ada data 34,30 62,14 25,53 Tidak ada data 14,89 1,4 3,43 18,74
.. Sumber: Badan Penehtlan dan Pengembangan Pusat Statistik Pend1dikan, Depdiknas 11 ibid 12 Termasuk fasilitas sekolah adalah perpustakaan, laboratorlum, UKS, disesualkan dengan jenls sekolah.
95
3.4.2.2.3.
Manajemen Pendidikan
Analisis manajemen pendidikan yang digunakan adalah efisiensi internal pendidikan, yaitu untuk mengukur apakah suatu daerah sudah efisien atau daerah mana yang paling efisien. Dengan kata lain, apakah pendidikan sudah efisien? Untuk dapat memahami data dan indikator di dalam upaya mengukur program pembangunan pendidikan yang telah dinyatakan di dalam tiga isu strategis kebijakan pendidikan sebelumnya, maka untuk manajemen pendidikan indikator yang dipergunakan adalah efisiensi internal pendidikan, yaitu indikator koefisien efisiensi (KE) dan angka bertahan (AB). Berikut standar ideal dan norma nasional indikator untuk mengukur efisiensi internal pendidikan di tingkat SD dan SMP seperti disajikan pada Tabel 3.6 dan Tabel3.7:
Standar Ideal
SD SMP
Tabel3.6. Standar Ideal Indikator Manajemen Pendidikan JENIS INDIKATOR Rata-rata lama Belajar Tahun Angka Koefisien masukan per Putus Lulusan Efisiensi Kohort Bertahan Sekolah lulusan (tahun) (%) 8 6 6 100 6 100 3 3 5 100 100 3
..
. .
..
Sumber: Badan Peneht1an dan Pengembangan Pusat Statlstik Pendidikan, DepdJimas
Norma Nasional
SD SMP
. I I nd"k T a bel3 .. 1 ator M ana]emen p en d"d"k 7 N orma N as10na 1 1 an JENIS INDIKATOR Rata-rata lama Belajar Tahun Koefisien Angka masukan per Putus Bertahan Efisiensi Kohort Lulusan lulusan Sekolah (tahun) (%) 5,84 6,34 92,81 3,48 88,54 7,03 2,33 2,93 3,01 98,29 3,35 98,16
..
..
Sumber: Badan PenehtJan dan Pengembangan Pusat Stat1st1k Pend1dikan, Depdiknas Tahun 2007
96
3.4.2.2.4.
Keberhasilan Pembangunan Pendidikan
Terkait dengan keberhasilan pembangunan pendidikan dengan mendasarkan diri kepada tiga isu strategis kebijakan pembangunan pendidikan tersebut, maka dari sekian banyak indikator yang ada terdapat delapan indikator yang dianggap paling penting, yaitu ( 1) pemerataan pendidikan digunakan indikator adalah APM usia sekolah (Angka Partisipasi Sekolah) dan Angka Melanjutkan (AM), (2) mutu pendidikan digunakan empat indikator adalah% GL, %RK.b, %APS, dan %AU, serta (3) efisiensi internal pendidikan digunakan dua indikator adalah KE dan AB. Pemilihan kedelapan indikator ini oleh departemen pendidikan nasional karena dianggap paling tepat mengukur keberhasilan pendidikan dan juga merupakan penseleksian ulang dari ketiga indikator isu strategis kebijakan pembangunan pendidikan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan yang berhasil akan diukur dengan gabungan delapan indikator isu strategis program pembangunan pendidikan. Tabel3.8. Kelompok/Jenis Indikator, Nilai, Bobot, dan Hasil Indikator Keberhasilan Pendidikan Kelompok/Jenis No. Nilai/Bobot (%) Bobot Hasil (%) Indikator (3) (1) (2) (4) (5)= (3) X {4)_ Contoh: Pemerataan Maksimal30 30 1. 25% = 0,25 sangat penting APMus Maksimal50 25 2. 5% = 0,05 penting AM Maksimal25 5 Mutu Maksimal35 45 25% = 0,25 sangat penting o/oGL 3. Maksimal25 25 4. 10% = 0,1 penting o/oRKb Maksimal10 10 5% = 0,05 penting 5. APS Maksimal5 5 5% = 0,05 penting AU 6. Maksimal5 5 Efisiensi Internal Maksimal35 35 25% = 0,25 sangat penting Maksimal25 KE 25 7. 10% = 0, 1 penting MaksimallO 10 8. AB 100% Maksimal 100 100 Jumlah Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Stahstik Pend1dikan, Depdiknas Tahun 2007
97
Pemberian nilai keberhasilan pendidikan yang diuraikan di atas mengacu pada standar ideal keberhasilan yaitu dengan nilai paling ideal adalah 100. Selain itu, pemberian nilai dapat dilakukan juga mengacu pada nilai tingkat nasional yang dijadikan norma nasional. Bila norma nasional yang digunakan maka diperoleh disparitas antarprovinsi dan hanya ada dua kemungkinan yaitu nilai sama dan di atas nasional yang berarti pendidikan sudah berhasil, dan nilai di bawah nasional berarti pendidikan belum berhasil. Perbedaan menggunakan standar ideal dengan norma nasional disajikan pada Tabel3. 9. Tabel3.9. Kategori Keberhasilan Pendidikan Menggunakan 5 Altenatif No. 1.
2. 3. 4. 5.
Nilai Hasil 90-100 80-89 75-79 70-74 <70 ..
Penjelasan Sangat berhasil Berhasil Cukup berhasil Kurang berhasil Belum berhasil
..
Perin_g_kat Pertama Kedua Ket!ga Keell!Q_at kelima
Sumber: Badan Penehtlan dan Pengembangan Pusat Stattsttk Pendtdtkan, Depdtknas Tahun 2007
Adapun teknik penghitungan kinerja pendidikan berdasarkan standar ideal dan norma nasional seperti pada Tabel 3.10:
No. 1.
2. 3.
4.
Tabel3.10. Kinerja Pendidikan berdasarkan Standar Ideal dan Norma Nasional Standar Norma Indikator Nilai Arti Arti Ideal nasional Sudah Bel urn Pemerataan 72,90 100 65 merata merata Bel urn bel urn 71,56 Mutu 100 75 bermutu bennutu Efisiensi Bel urn 96,56 100 90 Sudah efisien Internal efisien Bel urn Sudah Keberhasilan 76,25 100 70 berhasi berhasi
..
..
..
Sumber: Badan Penehttan dan Pengembangan Pusat Statlstlk Pendtdikan, Depdtknas Tahun 2007
98
BABIV KONTEKS PENELITIAN: DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN, CAPAlAN HASIL DI BIDANG PENDIDIKAN DASAR, DAN KEBIJAKAN BABEL CERDAS 2011
· 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian
Pada sub bah ini, akan dipaparkan deskripsi tentang kondisi wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang merupakan faktor nonpendidikan Adapun data nonpendidikan, meliputi enam jenis, yaitu: (1) administrasi pemerintahan; (2) demografi; (3) geografi; (4) ekonomi; (5) sosial budaya dan agama; dan (6) transportasi dan komunikasi. 4.1.1. Administrasi Pemerintahan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan provinsi ke-32 yang dibentuk di era reformasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2002 tentang Pembentukan Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sebelumnya wilayah ini tergabung dalam wilayah administratif Provinsi Sumatera Selatan. Pada tahun 2003,
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dimekarkan menjadi
enam kabupaten dan satu kota, yaitu: Kabupaten Bangka dimekarkan menjadi 4 kabupaten: Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Tengah; Kabupaten Belitung menjadi: Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur; dan Kota Pangkalpinang yang juga menjadi ibukota provinsi.
99
Tabel. 4.1. Struktur Organisasi Pemerintahan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota seProvinsi Kepulauan Bangka Belitung No. Sebelum UU No.27/2002 No. Setelah UU No.27 /2002 1. Kabupaten Bangka 2. Kabupaten Bangka Barat 1. Kabupaten Bangka 3. Kabupaten Bangka Tengah
2.
Kabupaten Belitung
4.
Kabupaten Bangka Selatan
5.
Kabupaten Belitung
6.
Kabupaten Belitung Timur Kota Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
3.
Kotamadya Pangkalpinang
7.
4.
Provinsi Sumatera Selatan
8
Sumber:Dokumen RPJMD Provms1 Kepulauan Bangka Behtung Tahun 2007-2012
Dari wilayah keseluruhan, terdapat 38 kecamatan dan 253 desa/kelurahan, di mana 58 desa merupakan desa tertinggal yang tersebar tidak saja di dua pulau besar (Pulau Bangka dan Pulau Belitung), namun juga di pulau-pulau kecil yang banyak bertebaran di wilayah kepulauan ini. Perubahan struktur organisasi pemerintahan daerah ini menyebabkan adanya pembagian urusan kewenangan di antara pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah kabupatenlkota. Terlebih berdasarkan UndangUndang Otonomi Daerah Nomor 32/1004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 38/2007, bidang pendidikan dasar menjadi urusan kewenangan kabupatenlkota. Kondisi ini tentunya akan berpengaruh terhadap berbagai kebijakan dan pengelolaan dalam bidang pendidikan dasar. 4.1.2. Demografi
Demografi berhubungan dengan besarnya populasi, struktur usia, distribusi geografi, komposisi etnis, dan distribusi pendapatan. Faktor demografi akan ·
100
mempengaruhi banyak keputusan, misalnya tingkat pertumbuhan populasi yang pesat akan menghabiskan sumber daya alam dan mengurangi standar hidup penduduknya.
Bagi
sektor pendidikan,
analisis data demografis
sangat
mempengaruhi perencanaan pendidikan, mulai penyediaan sarana dan prasarana sekolah, jumlah dan jenis lembaga pendidikan yang harus dibangun, hingga penyediaan tenaga kependidikan untuk berbagai jenjang pendidikan, dan banyak lagi hallainnya terkait pendidikan. 4.1.2.1.
Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk adalah rata-rata banyaknya penduduk di suatu daerah/wilayah per km 2 yang merupakan perbandingan antara jumlah penduduk seluruhnya dengan luas wilayah yang dinyatakan dalam
km 2 • Dalam rangka
perencanaan pendidikan, maka kepadatan penduduk sangat menentukan dalam memperhitungkan kebutuhan terhadap sarana dan prasarana pendidikan, di mana kondisi penduduk padat danjarang akan berbeda perlakuannya. Apabila dilihat dari penyebarannya, maka penyebaran penduduk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak merata pada masing-masing daerah. Apabila dilihat menurut kabupatenlkota, jumlah penduduk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terbanyak terdapat di Kabupaten Bangka, disusul Kabupaten Bangka Selatan. Sedangkan penduduk yang paling sedikit berada di Kabupaten Belitung Timur. Saat ini, Kota Pangkalpinang adalah wilayah dengan penduduk terpadat yaitu 1.685,32 jiwalkm2 , yang bila dilihat dari standar ideal nasional kepadatan penduduk 105,8/km2 , berarti Kota Pangkalpinang sangat padat. Sementara itu, 6
101
kabupaten lain dan wilayah provinsi, masih berada dalam standar ideal nasional kepadatan penduduk. (lihat Tabel4.2). Kondisi ini tentunya akan menjadi pertimbangan dalam dengan aksesibilitas sarana/prasarana pendidikan. Untuk daerah padat, siswa tidak akan terlalu sulit mencapai sekolah, karena yang biasanya sekolah dibangun dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Namun untuk daerah dengan kepadatan yang rendah (jarang), maka pemerintah akan dihadapkan dengan persoalan bagaimana menyediakan sarana/prasarana pendidikan yang mudah diakses/dijangkau oleh anak usia sekolah.
Berikut ini kondisi masing-masing kabupatenlkota di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung: (lihat Tabel4.2). Tabel. 4.2. Luas Wilayah, Penduduk Seluruhnya, Kepadatan Penduduk, dan Penduduk Usia Sekolah Dasar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Luas
No.
Kabl Kota
( I)
(2)
Wilayah
Penduduk se1uruhnya
I. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
Bangka Barat Bangka Teng.m Bangka Selatan Belitung Belitung Timur Pangkal pinang Jumlah
Penduduk 5-6 Tahun
Penduduk
(Usia TK)
6 s.d. 7
Penduduk 7-12 Tahun
Penduduk 13-15 Tahun
Penduduk 16-18 Tahun
L
p
Jml
Tahun
L
p
Jml
L
p
Jumlah
L
p
(3)
{4)
(5)
(6)
{7)
{8)
(9)
(18)
{II)
{12)
(13)
(U)
(15)
( 16)
(11)
(/8)
2.950,68
256.224
86,84
8 .678
4.458
4.370
8.828
9.051
14.282
14.226 28.508
2.820,61
152.296
53,99
5 .543
2.798
2.743
5.54 1
5.635
9 .238
9 .192
18.430
2.155,77
138.261
64,14
5 .084
2.558
2.516
5.074
5.121
8 .479
8.426
3.607,08
153.874
42,66
6.015
3.074
3.014
6.088
6.203
9.710
2.293,69
134.819
58,78
4.758
2.431
2.383
4.814
4.901
2.506,91
88.633
35,36
3.227
1.633
1.600
3.233
1685,32
5.394
2.753
2.698
(km') Bangka
Kepadatan Pendudul< Penduduk ~-5 Tab (jiwalkm')
89,4
150.668
16.424,14 1.074.775
65,44
..
38.699 19.705
12.418
3.996
3.951
7.947
3.662
3.641
7.303
16 .905
3.113
3.094
6 .207
3.152
3. 133
6.285
9.525
19.235
3 .952
3.929
7.881
3.886
3.862
7. 748
7.713
7.637
15.350
3 .454
3.432
6 .886
3 .348
3.327
6.675
3.245
5.111
5.057
10.168
2.260
2.206
4.466
2.337
2.324
4.661
5.451
5.540
8.067
7.908
15.975
3 .788
3.766
7.554
3 .980
3.957
7.937
19.324 39.029
39.696
62.600
6 1.971 124.571 26.791
26.568
53.359 26.468
26.3 11
52.779
Sumber: Profil Pend1dikan, Dmas P danK Prov1ns1 Kepulauan Bangka Behtung Tahun 2007-2008
4.1.2.2.
{19)
6.190
6.228
6.103
Total
Penduduk Menurut Angka Melek Huruf
Perbandingan antara penduduk
yang buta huruf dengan penduduk
seluruhnya di suatu daerah menunjukkan mutu penduduk di suatu daerah, makin tinggi angka melek huruf makin baik mutu penduduk daerah tersebut. Beberapa
6.067 12. 170
102
tahun belakangan ini, angka melek huruf Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2004, angka melek huruf adalah 96,15 persen (laki-laki) dan 90,74 persen (perempuan), naik menjadi 97,12 persen (lakilaki) dan 93,66 persen (perempuan) pada tahun 2005. Saat ini angka melek huruf provinsi ini telah mencapai 95,02 persen, sudah lebih baik daripada norma nasional yang saat 92,78 persen. Angka melek huruf ini adalah salah satu penentu lndeks Pembangunan Manusia suatu daerah. 4.1.3. Geografi Bahwa kondisi geografi mencakup gambaran karakteristik dari lingkungan fisik, antara lain luas wilayah dan letak geografis, iklim, serta sumber daya alam. Pengaruh kondisi geografi terhadap organisasi yang bergerak di bidang pendidikan mempunyai hubungan yang berdimensi ganda dengan elemen-elemen lingkungan yang sama sekali tidak dapat dipisahkan. Secara geografis, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terletak pada posisi 104°5' Bujur Timur s.d 108°18'Bujur Timur, dan 1°2' Lintang Selatan s.d 3°15' Lintang Selatan, dengan batas-batas wilayah dan pembagian luas wilayah pemekaran sebagai berikut: di sebelah Barat dengan Selat Bangka, sebelah Timur dengan Selat Karimata, sebelah Utara dengan Laut Natuna, dan sebelah Selatan dengan Laut Jawa. Posisi geografis ini menyebabkan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi wilayah kepulauan yang terdiri dari ratusan pulau kecil. Dua pulau terbesar adalah Pulau Bangka dan Pulau Belitung, selain itu terdapat pula pulau-pulau agak besar seperti Pulau Lepar, Pulau Pongok, Pulau Mendanau, Pulau Seliu, Pulau Selat Nasik, Pulau Nado, dan Pulau Batu Dinding. Dari luas
103
wilayah kepulauan yang mencapai ±81.724,14 km2 , luas daratannya hanya ±16.424,140 km2 atau 20,10% dari luas total wilayah provinsi, sementara itu luas pesisir Kepulauan Bangka Belitung mencapai ±65.300,40 km 2 atau sekitar 79,90% dari luas keseluruhan. Dengan kondisi wilayah berupa kepulauan yang dikelilingi oleh lautan ini, maka yang perlu diperhatikan terkait kondisi geografis adalah: (1) perencanaan lokasi sekolah, (2) rencana rayonisasi penerimaan siswa baru, (3) rencana supervise dan pengendalian, (4) rencana penempatan guru, (5) rencana pengadaan dan pendistribusian buku-buku serta peralatan pendidikan lainnya. Terlebih mengingat Kepulauan Bangka Belitung yang memiliki kondisi wilayah berupa kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau besar dan ratusan pulau kecil yang tesebar dalam radius ratusan mil, sehingga beberapa daerah sulit ditempuh. Sementara itu, apabila dilihat dari potensi sumber daya alam, daerah kepulauan yang memiliki iklim tropis kering selama 3 bulan berturut-turut di mana iklim basah mencapai 7 bulan sampai dengan 9 bulan ini,memiliki potensi sumber daya alam, baik yang terkandung di daratan, di sungai, maupun di laut. Potensi yang tersedia cukup besar, berupa: timah, galian C, lada putih, karet, sawit, buah-buahan tropis, hasil laut, dan lain sebagainya. Sumber daya alam ini membutuhkan pengelolaan yang efektif sehingga hasilnya tidak saja akan meningkatkan pendapatan pemerintah daerah tetapi juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga pada akhimya akan memberi dampak positif terhadap penyediaan dana dan fasilitas pendidikan.
104
4.1.4. Ekonomi Besarnya jumlah keuangan daerah mencerminkan kemampuan daerah untuk membiayai pembangunan termasuk pembiayaan di bidang pendidikan. Saat ini, sektor perekonomian dominan yang menyumbang PDRB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2007 adalah sektor pertanian, disusul oleh sektor industri pengolahan, pertambangan dan penggalian, serta perdagangan, hotel dan restoran.
Sementara
itu,
berdasarkan
mata
pencaharian,
maka
sektor
pertambangan dan penggalian merupakan sektor yang paling banyak digeluti yaitu 30,58 persen, setelah itu menyusul sektor pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan 28,60 persen, berturut-turut kemudian adalah di sektor perdagangan 16,11 persen, jasa lainnya 11,49 persen, bangunan 4,61 persen, perhubungan 3, 71 persen, industri pengolahan 3,71 persen, bank dan keuangan 1 persen, serta listrik, gas dan air 0,19 persen. Perbandingan antara jumlah pendudukan menurut mata pencaharian terse but di atas, berguna untuk mengetahui mata pencaharian penduduk yang utama. Makin tinggi nilai penduduk bermata pencaharian pertanian menunjukkan daerah tersebut adalah daerah pertanian, sebaliknya makin tinggi penduduk bermata pencaharian industri berarti daerah tersebut adalah daerah industri atau daerah maju 13 . Apabila dilihat dari norma nasional (lihat Tabel 3.2), maka penduduk Kepulauan Bangka Belitung dapat dikatakan berada di antara bukan daerah industri atau daerah maju, karena mayoritas penduduk usia kerja bekerja di sektor
13
Ketentuan indikator persentase penduduk menurut mata pencaharian (%PMP), oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Statistik Pendidikan, Depdiknas, September 2007.
105
pertambangan dan penggalian, diikuti sektor pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan. (lihat Tabel.4.3) Tabel. 4.3. Kondisi Perekonomian Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Kondisi Perekonomian No (Rp) 242.716.261.734 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1. 17.906.662.859 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2. Pendapatan per-Kapita 16.184.712 3. Upah Minimum Regional (UMR) 720.000,00 4. Mata Pencaharian Menurut Sektor (orang) (%) Perkebunan, Pertanian, Kehutanan, dan 122.285 5. 28,6 Perikanan Pertambangan dan Penggalian 130.725 30,58 6. 7. Industri Pengolahan 15.873 3, 71 Listrik, Gas, dan Air 8. 794 0,19 Bangunan 4,61 9. 19.721 10. Perdagangan 68.858 16,11 11. Perhubungan 15.873 3,71 4.260 12. Bank, Keuangan 1 13. Jasa lainnya 49.137 11,49 Sumber: BPS Provms1 Kepulauan Bangka Behtung & Bappeda Provms1 Kepulauan Bangka Belitung, 2007-2008 Keterangan: *) Angka sangat sementara; **) Angka sangat sangat sementara; ') Angka Perkiraan.
4.1.4.1.
Penduduk Miskin
Persentase penduduk miskin (%PM) menentukan mutu penduduk suatu daerah, makin rendah persentasenya maka makin baik mutu penduduk daerah tersebut. Idealnya penduduk miskin adalah 0 %, berarti tidak ada penduduk yang miskin. Dengan mengetahui persentase penduduk miskin di suatu daerah, maka pemerintah akan lebih mudah menentukan cara penanggulangannya, baik melalui kebijakan pendidikan untuk meningkatkan pendidikannya maupun kebijakan di
106
bidang lain
dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk menciptakan
lapangan pekerjaan. Saat ini, berdasarkan persentase norma nasional penduduk miskin (%PM) untuk suatu wilayah, meskipun persentase yang dicapai provinsi ini di bawah norma nasional (18,31
persen dari seluruh jumlah penduduk),
namun
permasalahan kemiskinan di wilayah Kepulauan Bangka Belitung tetap menjadi perhatian. Terlebih selama tiga tahun terakhir jumlah penduduk miskin terus meningkat, yaitu pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin sebesar 134.608 jiwa (12,69% dari total penduduk), meningkat pada tahun 2006 menjadi sebesar 137.132 jiwa (12,92% dari total penduduk), dan pada tahun 2007, jumlah ini meningkat lagi menjadi 145.100 jiwa (13,5% dari total penduduk). Meskipun berdasarkan norma nasional kondisi daerah ini lebih baik dari daerah lain, namun kecenderungan peningkatan persentase penduduk miskin (%PM) tentunya akan mempersulit untuk mencapai standar ideal dimana penduduk miskin ditetapkan 0 (nol) persen. 4.1.5. Sosial Budaya Pengaruh kondisi sosial budaya dan agama terhadap bidang pendidikan dapat digambarkan dengan bagaimana cara masyarakat memberikan respon kreatif terhadap perubahan lingkungan sosial budaya dan agama yang ada. Salah satu contohnya dapat dilihat pada bagaimana budaya mempengaruhi masyarakat untuk melakukan pernikahan pada usia muda (belasan tahun) yang banyak dilakukan di wilayah pedesaan. Kebiasaan ini memperoleh event pada saat pasca panen raya yang disesuaikan dengan bulan-bulan Islam, di mana di berbagai desa
107
dilakukan prosesi kawin massal yang kebanyakan diikuti oleh pasangan berusia muda berusia belasan tahun. Meskipun pemerintah daerah belum memiliki data yang valid tentang usia peserta pernikahan, namun secara umum diketahui pasangan yang menikah berusia 15-17 tahun, inalah lebih muda 13-14 tahun terutama untuk anak-anak perempuan. Tentu saja, kebiasaan menikah di usia muda ini sangat berpengaruh terhadap angka partisipasi sekolah, di mana anakanak meninggalkan bangku sekolah karena menikah. Gambaran keadaan sosial budaya dan agama dapat dilihat sebagai berikut: Tabel. 4.4. Kondisi Sosial Budaya dan Agama Ragam Ritual AdatiAgama yang Masih Dilaksanakan
Ragam Penduduk berdasarkan etnis Suku Melayu, Cina, Jawa, Sunda, Bugis, Buton, Banten, Banjar, Madura, Palem bang, Minang, Aceh, Flores, Maluku, Manado, dll
Komposisi berdasarkan Agama
Perang Ketupat, Muang • Islam Jong, Rebo Kasan, Taber • Kristen Protestan Kampung, Kawin Massal, Maras Taun, Sembahyang • Kristen Katholik Kubur, Kongnyan/Imlek, • Hindu Nganggung, Ceriak Nerang, • Budha dll Jumlah Sarana Ibadah • Mesjid!Mushala • Gereja • Pura • Vihara
Jumlah Pemeluk (%) 85,26 2,59 I ,8I O,I8 I O,I6
I.094 83 3 50
Sumber: BPS Provms1 Kepuiauan Bangka Behtung
4.1.6. Transportasi dan Komunikasi Transportasi
memiliki
keterkaitan
dengan
kehidupan
sosio-ekonomi
masyarakat, yang berdampak lebih lanjut terhadap ketersediaan sumber daya. Transportasi juga berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah dan pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan fungsi pelayanan umum, di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sebagai wilayah
108
perbatasan dan cenderung terisolasi, transportasi berfungsi untuk mendorong kelancaran mobilitas barang dan orang baik dari daerah pedesaan sampai perkotaan, dari daerah perbatasan sampai daerah terpencil, serta mempercepat pengembangan wilayah dan mempererat hubungan antarwilayah. Khusus untuk keperluan pendidikan, transportasi sangat berguna untuk memberi kemudahan siswa dari tempat tinggal ke sekolah, khususnya di pedesaan dan pulau-pulau terpencil. Tabel. 4.5. Kondisi Transportasi dan Komunikasi di Prov.Kepulauan Bangka Belitung No. Transportasi dan Komunikasi Jumlah Jalan Kelas I, II, III 264.859 km 1. Jumlah Angkot 2. 4.273 Jumlah perahu motor, dayung Tidak ada 3. data Jumlah TV dan Telepon 233.224 4. Sumber: BPS Provms1 Kepulauan Bangka Behtung
4.1.6.1.
Desa Terpencil
Kriteria desa terpencil digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah dan menentukan cara penanggulangannya agar daerah tersebut keluar dari keterpencilannya. Kondisi ideal adalah semakin rendah nilainya berarti makin sedikit desa terpencil atau kondisi daerah tersebut semakin baik. Idealnya adalah 0% berarti sudah tidak ada desa terpencil di daerah tersebut. Terkait pada bidang pendidikan, lokasi suatu desa tidak jarang berkorelasi dengan rendahnya tingkat partisipasi sekolah. Hal ini berhubungan erat dengan kemudahan siswa mengakses pendidikan, baik untuk siswa baru sekolah dasar maupun bagi siswa baru yang melanjutkan. Karena itu, dengan adanya daerah terpencil akan membutuhkan kebijakan khusus agar daerah
terse~ut
keluar dari
109
keterpencilannya, misalnya dengan melakukan peningkatan infrastruktur di daerah tersebut. Saat ini, dari 353 desa yang ada terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 47 desa (13,31 %) adalah desa terpencil. Dari seluruh Sekolah Dasar yang ada di seluruh desa, terdapat 34 atau 4,21 persen sekolah dasar yang sulit dijangkau dan 19 atau 2,35 persen sekolah dasar yang sangat sulit dijangkau. Sementara itu, untuk Sekolah Menengah Pertama, dari 213 sekolah yang ada, terdapat 26 atau (12,21 %) persen sekolah yang sulit dijangkau dan 4 sekolah (1,88%) yang sangat sulit dijangkau. Kabupaten Belitung adalah kabupaten yang paling banyak memiliki sekolah yang sulit atau sangat sulit dijangkau, sementara Kabupaten Bangka dan Kota Pangkalpinang tidak memiliki sekolah (SD & SMP) yang sulit/sangat sulit dijangkau. (lihat Tabel4.6) Tabel.4.6. Jumlah Desa Terpencil, Tingkat Kesulitan Ke Sekolah Dasar dan Sektor Unggulan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ~0. (1)
Kabupaten!Kota (2)
1.
Kabupaten Bangka
2.
cil
Tingkat Kesulitan ke SD+MI 1) 2) 3)
Tingkat Kesulitan ke SMP+MTs 1) 2) 3)
Sektor Ung1 ulan 1*) 2*) 3*)
(4)
(5)
(8)
(14)
De sa Seluruh nya
Desa Terpen
(3)
(6)
(7)
(9)
(18)
(15)
(16)
101
9
182
0
0
49
0
0
1
2
9
Kabupaten Bangka Barat
57
10
117
11
3
27
7
0
1
2
10
3.
Kabupaten Bangka Tengah
40
7
84
8
2
20
6
1
1
2
6
4.
Kabupaten Bangka Selatan
48
6
77
8
1
24
2
1
1
2
9
5.
Kabupaten Belitung
42
4
115
3
8
21
7
2
1
2
9
6.
Kabupaten Belitung Timur
30
11
97
4
5
18
4
0
1
2
6
7.
Kota Pangkalpinang
35
0
83
0
0
24
0
0
9
6
10
353
47
755
34
19
183
26
4
15
18
59
Jumlah
.. . Sumber: Profil Pendtdikan, Dmas P dan K Provmsi Kepulauan Bangka Behtung Tahun 2007-2008 Catatan: 1) Lajur ini diisi denganjumlah sekolah yang MUDAH dijangkau 2) Lajur ini diisi denganjumlah sekolah yang SULIT dijangkau 3) Lajur ini diisi denganjumlah sekolah yang SANGAT SULIT dijangkau *) Lajur ini diisi dengan kode sektor I. Pertanian; 2. Pertambangan; 3. Industri Pengolahan; 4. Listrik, Gas dan Air; 5. Bangunan;6.Perdagangan; 7. Angkutan; 8. Keuangan; 9. Jasa; 10. Lainnya.
110
4.2. Capaian Hasil di Bidang Pendidikan Dasar Kondisi pendidikan dasar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang diungkap pada sub bah ini mencakup hasil capaian bidang pendidikan dasar berkenaan dengan tiga pilar kebijakan nasional pendidikan: (1) Pemerataan Pendidikan, (2) Mutu Pendidikan, dan (3) Manajemen Pendidikan. 4.2.1. Pemerataan dan Perluasan Akses Berkenaan pelaksanaan pendidikan dasar di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya berkaitan dengan kebijakan pemerataan dan perluasan kesempatan belajar, kondisi pendidikan dasar belum merata/masih mengalami disparitas terutama diantara 7 kabupaten/k:ota yang ada. Hal ini bisa dilihat dari capaian daerah yang dilihat berdasarkan indikator pemerataan yaitu: (1) angka partisipasi murni; (2) angka melanjutkan; (3) rasio siswa per sekolah (R-S/Sek); (4) rasio siswa per kelas (R-SIK); dan (5) rasio kelas per ruang kelas (R-K/RK). 4.2.1.1.
Angka Partlsibasi Murni (APM)
Angka Partisipasi Murni adalah perbandingan antara jumlah penduduk kelompok usia pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dengan persentase, yang digunakan untuk mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan yang sesuai. Semakin tinggi APM berarti makin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu daerah dan di tingkat pendidikan tertentu. Nilai ideal APM adalah 100%, hila lebih besar dari 100% karena adanya siswa usia sekolah dari
111
luar daerah bersekolah di daerah tertentu, diperbolehkan mengulang di setiap tingkat, daerah kota atau daerah perbatasan. Saat ini, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masih menghadapi permasalahan terkait APM SD/MI!Paket A dan APM SMP/MTs/Paket B, yaitu:
pertama, hasil capaian APM· secara keseluruhan (provinsi) masih di bawah norma nasional; kedua, teijadinya disparitas antar kabupatenlkota dalam capaian APM SD/MI maupun APM SMP/MTs. Kondisi ini terlihat dari APM SDIMI!Paket A Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2006/2007 (92,03%) maupun tahun 2007/2008 (93,79%), berarti masih terdapat 9.928 orang (7,97%) pada tahun 2006/2007 dan 7.736 (6,21%) pada tahun 2007/2008, anak usia 7-12 tahun yang belum bersekolah di SD/MI. Angka ini masih berada di bawah rata-rata target nasional (norma nasional 2006/2007 adalah 94,30% dan 2007/2008 adalah 94,81%). Begitu juga untuk APM SMP/MTs/Paket B, angka provinsi baik pada tahun 2006/2007 (59,16%) maupun tahun 2007/2008 (67,42%). Ini berarti, padajerijang SMP/MTS terdapat 17.384 orang (40,4%) pada tahun 2006/2007), dan terdapat 21.557 orang (32,58%) pada tahun 2007/2008) anak usia 13-15 tahun yang belum bersekolah di SMP/MTs, masih di bawah rata-rata target nasional (norma nasional untuk tahun 2006/2007 adalah 62,06%) dan (norma nasional untuk tahun 2007/2008 adalah 71,16%). Terkait masalah disparitas antar kabupatenlkota dalam pencapaian APM SDIMI/ Paket A dan APM SMP/MTs/Paket B, terlihat dari adanya kabupatenlkota yang telah angka capaiannya sudah berada di atas rata-rata nasional, namun
112
beberapa masih berada di bawah.
Untuk APM SD/MI!Paket A, pada tahun
2006/2007 kabupaten/kota sudah di atas rata-rata nasional, adalah Kabupaten Bangka Selatan (94,40%),
Kota Pangkalpinang (95,44%) dan Kabupaten
Belitung (96,80%). Pada tahun 2007/2008, ada dtia kabupatenlkota yang berada di atas rata-rata nasional, yaitu Kota Pangkalpinang (98,64%) dan Kabupaten Belitung (96,15%), sementara 5 (lima) kabupaten lainnya masih berada di bawah rata-rata nasional dan provinsi. Pada jenjang SMP/MTs/Paket B, APM kabupatenlkota
yang
berhasil
melampaui
norma
nasional
Pangkalpinang dengan APM 76,80% pada tahun 2006/2007. 2007/2008
ada 2
kabupatenlkota,
yaitu
Belitung
(75,85%)
hanya
Kota
Pada tahun dan
Kota
Pangkalpinang (88,08%) yang mampu melampaui norma nasional. Perbedaan
hasil
capaian
APM
SD/MI!Paket
A
maupun
APM
SMP/MTs/Paket B yang cukup jauh antar kabupatenlkota menunjukan telah teijadi disparitas. Ini dapat dilihat dari perbandingan antar hasil capaian APM SMP/MTs/Paket B bahwa khususnya dicapai oleh Kabupaten Bangka Selatan yang selama dua tahun berturut menempati posisi terendah dengan angka 45,83% pada tahun 2006/2007 dan 53,64% pada tahun 2007/2008, sementara itu, Kota Pangkalpinang menunjukkan hasil yang tinggi 98,64% (target nasional pada 2006/2007) dan 88,08% (target nasional pada 2007/2008), jauh di atas rata-rata nasional 62,06% (target nasional pada 2006/2007) dan 71,60% (target nasional pada 2007/2008). Hasil capaian ini tentu membutuhkan kebijakan yang berbedabeda sesuai dengan kondisi daerah, terlebih keadaan menunjukkan untuk APM SD/MTs/Paket A Kabupaten Bangka Selatan menunjukkan pencapaian hasil yang
113
memprihatinkan di mana ketika kabupatenlkota lain menunjukkan trend kenaikan, justru kabupaten ini kebalikannya - turun bahkan berada di bawah
target
nasional. (lihat pada Tabel 4. 7): Tabel4.7 Capaian APM SDIMI/Paket A dan APM SMP/MTs/Paket B Kabupaten/K.ota se Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2006/2007 dan 2007/2008 N 0
Kab/Kota
APM SDIMI/Paket A 2007/2008 2006/2007 Target Target Capaian Capaian Kab/Kota Nasional Kab/Kota Nasional
APM SMPIMTs/Paket B 2006/2007 2007/2008 Capaian Capaian Target Target Nasional Kab/Kota Nasional Kab/Kota
(%)
(1) 1. 2. 3. 4.
(2) Bangka Bangka Barat Bangka Tengah Bangka Selatan Belitung 5. Belitung Timur 6. Pan_gkalpinang 7. Kep. Bangka Belitung
(3) 94,30 94,30 94,30 94,30 94,30 94,30 94,30 94,30
(4) 90,70 89,49 88,17 94,40 96,80 91,84 95,44 92,03
(5) 94,81 94,81 94,81 94,81 94,81 94,81 94,81 94,81
(6) 92,99 93,48 91,62 91,97 96,15 92,46 98,64 93,79
(7) 62,06 62,06 62,06 62,06 62,06 62,06 62,06 62,06
(8) 61,18 58,51 59,19 45,83 59,30 46,93 76,80 59,16
..
(9) 71,60 71,60 71,60 71,60 71,60 71,60 71,60 71,60
(10) 69,65 57,49 60,14 53,64 75,85 65,38 88,08 67,42
Sumber diolah dan: Stat1st1k WaJar D1kdas 9 Tahun Kab/Kota Dmas Pend1d1kan Provms1 Kepulauan Bangka Belitung Tahun Ajaran 2006-2007, Kumpulan Data dan Hasil Kajian Mutu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung LPMP-2007, Bahan paparan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada Rakor Gubernur dan Bupati/Wali Kota se- Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Maret 2008
4.2.1.2.
Angka Partisipasi Murni usia sekolah (APMus)
Angka Partisipasi Mumi usia sekolah (APMus) adalah perbandingan antara jumlah siswa kelompok usia sekolah tertentu yang bersekolah pada beberapa jenjang pendidikan dengan pendidikan kelompok usia sekolah tertentu yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. APMus digunakan untuk mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang telah bersekolah di semua jenjang pendidikan dan merupakan alat ukur pemerataan pendidikan yang paling mendekati dan paling baik jika dibandingkan dengan APK atau APM. Makin tinggi APMus berarti makin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu daerah. nilai ideal APMus adalah 100% dan tidak akan terjadi lebih besar dari 100% karena siswa usia sekolah dan penduduk usia sekolah dihitung dari siswa yang ada di
114
semua jenjang pendidikan pada suatu daerah. Bila temyata lebih besar dari 100%, perlu diketahui berapa jumlah siswa yang berasal dari daerah lain. Saat ini, Angka Partisipasi Mumi usia sekolah untuk pendidikan dasar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada usia sekolah 7-12 (siswa SD 7-12 tahun ditambah siswa SMP usia 7-12 tahun) adalah 98,60 persen, berarti masih di bawah rata-rata nasional yaitu 99,44 persen. Hanya Kota Pangkalpinang yang berada di atas rata-rata nasional yaitu 99,56 persen. Begitu pula dengan angka partisipasi sekolah usia 13-15 tahun, hasil capaian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 85,98 persen masih berada di bawah rata-rata nasional 86,48 persen. Hanya 3 kabupatenlkota
yang berada di atas rata-rata nasional, yaitu Kota
Pangkalpinang 113,54 persen, Kabupaten Bangka 86,94 persen, dan Kabupaten Belitung 89,04 persen, sementara 4 (empat) kabupaten: Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka Selatan dan Belitung Timur berada di bawah rata-rata nasional. Perbedaan hasil capaian APMus di antara kabupaten/kota ini berarti telah tet.jadi disparitas antarkabupatenlkota dalam hasil capaian APMus. (lihat Tabel4.8) Tabel4.8. Angka Partisipasi Murni usia sekolah (APS) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2006/2007 No
(I)
Kab/Kota
(2)
Angka Partisipasi Mumi usia sekolah (APMus) (%) Norma Capaian Norma Capaian Nasional Kab/Kota Nasional Kab/Kota Usia 7-12 Usia 13-15 (3)
(4)
(5)
(6)
I. Bangka 99,44 99,01 86,48 86,94 2. Bangka Barat 99,44 98,13 86,48 84,08 Bangka Tengah 3. 99,44 98,07 86,48 79,64 4. Bangka Selatan 99,44 98,28 86,48 66,15 5. Belitung 99,44 98,81 86,48 89,04 6. Belitung Timur 99,44 98,37 86,48 77,18 70 Pangkalpinang 99,44 99,56 86,48 113,54 Kepo Bangka Belitung 99,44 98,60 86,48 85,98 . 0 . 00 Sumber: Statistik WaJar Dikdas 9 Tahun Kab/Kota, Dmas Pend1dikan Provms1 Kepulauan Bangka Belitung Tahun Ajaran 2006-2007
115
4.2.1.3.
Angka Melanjutkan (AM)
Indikator lain terkait pemerataan dan perluasan kesempatan belajar pendidikan adalah Angka Melanjutkan (AM) yaitu perbandingan antara jumlah siswa baru tingkat satu pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dengan jumlah lulusan paa jenjang yang lebih rendah. Makin tinggi angkanya makin baik. Idealnya I 00% berarti semua lulusan dapat ditampung di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bila angkanya lebih dari I 00, maka ada siswa baru yang berasal dari daerah lainnya. Angka Melanjutkan (AM) sangat penting untuk mengetahui banyaknya lulusan yang dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi atau daya tampung dari sekolah yang lebih tinggi. Dalam pendidikan dasar, Angka Melanjutkan (AM) sangat penting, karena kerberhasilan pendidikan dasar ditentukan oleh kondisi di mana seluruh anak usia sekolah pendidikan dasar dapat menyelesaikan masa belajar sembilan tahun pendidikan dasar. Angka melanjutkan (AM) diperoleh dari jumlah siswa baru SMP/MTs dibagi jumlah lulusan SD/MI. Adapun kondisi angka melanjutkan ke tingkat SMP/MTs di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2006/2007 adalah 92,59 persen yang artinya masih ada 1.261 (7,4I%) siswa lulus SD/MI yang tidak melanjutkan ke jenjang SMP/MTs atau drop-out pendidikan dasar. Hasil capaian angka mengulang (AM) ini lebih tinggi dari norma nasional 92,0 persen di mana masih ada 7,91% dari jumlah seluruh anak lulusan SD/MI pada tahun yang sama yang tidak melanjutkan. Apabila dilihat hasil capaian dari 7 kabupaten/kota yang ada, menunjukkan terjadinya disparitas. Ada 2 kabupaten/kota, yaitu Kota Pangkalpinang (99,36%)
116
dan Kabupaten Bangka (95,08%) yang angka melanjutkan (AM) nya telah
melampaui rata-rata nasional, sementara 5 (lima) kabupaten lainnya berada di bawah rata-rata nasional. Yang terendah adalah Kabupaten Bangka Selatan dengan 427 (81,66%) siswa lulus SD tidak melanjutkan ke jenjang SMP/MTs. (lihat Tabel 4.9). Tabel4.9. Aogka Melaojutkan (AM) Proviosi Kepulauan Bangk.a Belituog Talmo 2006/2007 Aogka Melanjutkao (AM) No Kab/Kota Norma Capaian Kab/Kota Nasiooal SMP MTs SMP+MTs (2)
(I)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Prov.
Bangka Bangka Barat Baogka Teogah Bangka Selatao Belituog Belituog Timur Pangk.alpioaog Kep. Baogka Belituog
..
(3)
(4)
(5)
(6)
92,09 92,09 92,09 92,09 92,09 92,09 92,09 92,09
77,13 73,45 72,26 73,49 89,45 81,37 99,36
17,95 18,27 10,78 8,17 1,63 8,05 11,47 11,70
95,08 91,72 83,04 81,66 91,08 89,42 110,83 92,59
80,89
..
Sumber: Statrstik WaJar Dikdas 9 Talmo Kab/Kota, Dmas Peodrdikan Provmsr Kepulauao Bangka Belitung Tahun Ajaran 2006-2007
4.1.1.4.
Rasio Siswa per Sekolah (R-S/Sek)
Indikator lain terkait pemerataan dan perluasan kesempatan belajar pendidikan adalah rasio siswa per sekolah (R-S/Sek), yang merupakan indikator kecukupan sarana/prasarana belajar yang tersedia. Makin tinggi rasio berarti makin padat siswa di sekolah atau makin kurang jumlah sekolah di suatu daerah. Rasio siswa per sekolah (R-S/Sek) sangat penting, karena dapat digunakan untuk mengetahui rata-rata besarnya sekolah di suatu daerah sehingga dapat digunakan untuk mengusulkan tambahan ruang kelas baru. Hal ini penting karena
117
kerberhasilan pendidikan dasar salah satunya juga ditentukan oleh ketersediaan tempat belajar. Capaian Rasio siswa per sekolah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2006/2007, untuk tingkat Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI}, hanya Kabupaten Bangka Selatan yang tidak memenuhi persyaratan ideal (norma nasional rasio siswa per sekolah 240), yaitu mendapat nilai 258, ini berarti terdapat sekolah yang kelebihan siswa karena harus menampung seluruh siswa sementara jumlah sekolah yang ada terbatas. Sementara itu, untuk tingkat SMP dan MTs dari rasio 360 yang digunakan, seluruhnya memenuhi persyaratan norma ideal. (lihat Tabel 4.1 0): Tabel4.10. Rasio Siswa Per Sekolah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun Ajaran 2006/2007 No (1)
Kab/Kota
Norma Nasional
(2)
(3)
Capaian Kab/Kota SMP MTs
Nonna Nasional
(4)
(5)
360 262 142 1. Bangka 240 193 2. Bangka Barat 360 137 240 360 257 145 240 3. Bangka Tengah 287 4. 360 104 240 Bangka Selatan 281 360 45 240 5. Belitung Belitung Timur 360 197 135 240 6. 354 Pangkalpinang 360 259 240 7. 360 261 240 261 Kep. Bangka Belitung . . .. Sumber: Statistik WaJar Dikdas 9 Tahun Kab/Kota, Dmas Pendtdtkan Provmst Belitung Tahun Ajaran 2006-2007
4.2.1.5.
Capaian Kab/Kota SD
MI
(6)
(7)
179 163 202
113 105 189 109 258 143 71 107 144 221 185 137 132 Kepulauan Bangka
Rasio Siswa per Kelas (R-S/K)
Sementara itu, capaian untuk rasio siswa per kelas (R-S/K) digunakan untuk mengetahui rata-rata besarnya kelas di suatu daerah, sehingga dapat ditentukan prioritas mana yang akan diberi tambahan ruang kelas. Makin tinggi rasio makin padat siswa di kelas atau makin kurang jumlah kelas di daerah. Untuk melihat
118
padatnya suatu kelas, digunakan pembakuan 40 artinya setiap kelas hendaknya berisi 40 siswa. Untuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, angka capaian Rasio siswa per kelas (R-S/K), menunjukkan tidak terjadi kelebihan siswa dalam satu ruang kelas baik di tingkat SD, MI, SMP maupun MTs. (lebih jelas lihat Tabel 4.11 ): Tabel 4.11. Rasio Siswa Per Ruang Kelas dan Rasio Siswa Per Kelas Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun Ajaran 2006/2007 Standar Rasio Siswa per Kelas ideal R-S/K SD MI SMP MTs (9) (1) (8) (2) (10) (11) (12) l. Bangka 40 26 18 34 28 2. Bangka Barat 40 23 30 16 31 3. 40 Bangka Tengah 26 26 29 36 4. Bangka Selatan 40 29 29 17 36 Belitung 40 22 5. 12 17 33 6. Belitung Timur 40 18 21 30 31 40 Pangkalpinang 7. 30 26 35 37 Kep. Bangka Belitung 40 25 25 34 29 .. Sumber: Stattstik WaJar Dikdas 9 Tahun Kab/Kota, Dmas P&K Prov. Kep. Bangka Behtung Tahun Ajaran 2006-2007 No
Kab/Kota
4.2.1.6.
Rasio Kelas per Ruang Kelas (R-KIRK)
Sementara itu, capaian untuk rasio kelas per ruang kelas (R-SIRK) dapat digunakan untuk mengetahui kekurangan/kelebihan ruang kelas di suatu daerah sehingga dapat ditentukan prioritas mana yang akan diberi tambahan ruang kelas. Idealnya mengacu kepada konversi yang telah dibakukan oleh Depdiknas, yaitu untuk rasio siswa per ruang kelas (R-SIRK)
digunakan pembakuan 1 artinya
setiap ruang kelas hanya digunakan sekali. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung angka rasio kelas per ruang kelas SD/Ml adalah 1,04. Angka ini berarti masih terdapat 4 persen ruang kelas yang ada digunakan lebih dari satu kali. Ini berarti apabila ditingkatkan, maka perlu
119
dilak:ukan penambahan ruang kelas sehingga ras10 tersebut akan menurun mendekati ideal. Jika dilihat dari kondisi per kabupaten/kota, 4 kabupaten/kota telah memenuhi persyaratan standar ideal, yaitu Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung Timur, dan Kota Pangkalpinang. Sementara itu, yang belum mencapai standar nasional dan masih berada di bawah norma nasional adalah Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Bangka Tengah, dan Kabupaten Bangka Selatan. Sementara itu, untuk MI, dari 7 kabupaten/kota yang ada hanya Kabupaten Bangka Barat dan Kabupaten Bangka Selatan yang tidak memenuhi norma nasional. Untuk Rasio kelas per ruang kelas tingkat SMP/MTs, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah memenuhi persyaratan standar ideal, namun dari 7 kabupaten/Kota, ada satu kabupaten yang belum memenuhi persyaratan ideal dan masih di bawah norma nasional yaitu Kabupaten Bangka Selatan ( 1, 10) untuk SMP dan Kabupaten Bangka Barat (1,19) untuk MTs. (lihat Tabel4.12): Tabel4.12. Rasio Kelas Per Ruang Kelas Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Talmo Ajaran 2006/2007 dalam indikator Pemerataan Pendidikan No (/)
Kab/Kota (2)
Standar Nonna ideal Nasional R-S/RK (3)
(4)
I,02 Bangka I 2. 1 Bangka Barat 1,02 I 3. Bangka Tengah 1,02 4. Bangka Selatan I I,02 I 5. Belitung I,02 6. Belitung Timur I 1,02 7. Pangka1pinang 1 1,02 I 1,02 Kep. Bangka Belitung . . Sumber: Statlstik WaJar Dikdas 9 Tahun Belitung Tahun Ajaran 2006-2007 1.
Rasio Siswa per Ruang Kelas SD MI (5)
0,97 1,14 1,12 1,21 1,07 0,94 0,90 1,04 Kab/Kota,
(6)
Standar Nonna ideal Nasional R-S/RK (7)
(8)
Rasio Siswa per Ruang Kelas SMP MTs (9)
(10)
0,86 1 I,08 0,95 0,88 1,08 1 0,96 1,19 1,08 0,96 I 0,98 0,87 1,08 0,90 I 1,10 1,28 I,08 0,50 1,00 I 0,93 1,08 0,60 1,00 1 0,85 1,08 I 0,87 0,66 1,00 1,08 I I,08 0,94 0,84 1,02 .. Dmas Pendtdikan Provmst Kepu1auan Bangka
120
4.2.2. Peningkatan Mutu Berkenaan dengan kebijakan peningkatan mutu pendidikan, kondisi pendidikan dasar di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bisa dilihat dari capaian daerah yang dilihat berdasarkan 7 (tujuh) indikator peningkatan mutu, yaitu: (1) persentase guru layak (%GL); (2) persentase kesesuaian guru mengajar dengan ijazah yang dimiliki (%GS); (3) persentase ruang kelas yang baik (%RKb); (4) persentase perpustakaan/laboratorium (%Perpus/Lab); (5) angka lulusan (AL); (6) angka mengulang (AU); dan (7) angka putus sekolah (APS). Kondisi capaian daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dibandingkan dengan target nasional untuk tingkat provinsi berdasarkan norma nasional adalah sebagai berikut: 4.2.2.1.
Persentase guru layak (o/oGL)
Pemilihan persentase guru layak mengajar penting karena guru dianggap yang paling menentukan mutu pendidikan, dan kelayakan guru mengajar dapat ditentukan oleh tingkat pendidikan guru. Guru layak mengajar disesuaikan dengan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu untuk semua jenjang Tk sampai SMK adalah lulusan sarjana atau 81 ke atas. Kondisi terkini di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung komposisi guru berdasarkan ijazah tertinggi masih didominasi oleh guru berpendidikan kurang dari S 1 baik pada tingkat Sekolah Dasar (SD/MI), maupun pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs). Pada jenjang SD/MI dari 8.092 orang guru, menunjukkan bahwa pada jenjang SD/MI masih didominasi guru berpendidikan kurang dari 81 yaitu 7.382 orang (91,2%), yang berpendidikan Sl hanya 425
121
orang (5,25%). 8ecara terinci saat ini terdapat: 116 orang (1,43%) berpendidikan di bawah 8LTA, 2.148 orang (26,5%) 8LTA Non-Keguruan, 1.284 orang (15,87%) 8LTA Keguruan, 93 orang (1,15%) PGL8P/D-I, 3.613 orang (44,65%) berpendidikan D-II, 128 orang {1,58%) D-Ill Keguruan, 423 orang (5,23%) berpendidikan 8 1, dan 2 orang (0,025%) berpendidikan 82. 8ementara itu,
pada jenjang 8MP/MTs dari 3.261 orang guru, yang
berpendidikan 81 sudah mencapai 54,09 persen atau 1.764 orang, sisanya, 45,91 persen berpendidikan <8 1, dengan rincian: 449 orang ( 13,77%) berpendidikan 8LTA ke bawah, 184 orang (5,64%) PGL8P/D-I, 282 orang (8,65%) berpendidikan D-II, 337 orang (10,33%) D-Ill Keguruan, 146 orang (4,48%) D-Ill Non-Keguruan, 64 orang (1,96%) 8arjana Muda Keguruan, 35 orang (1,02%) 8arjana Muda Non-Keguruan, 1.445 orang (44,31%) 81 Keguruan, 313 orang (9,6%) berpendidikan 81 Non-Keguruan, dan 6 orang (0,18%) berpendidikan 82. (lihat Tabel. 4.13)
122
Tabel4.13. Guru SD/MI dan SMP/MTs berdasarkan Ijasah Tertinggi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2007/2008 Guru pada jenjang SDIMI No.
Standar Ideal
Tingkat Pendidikan Tertinggi
(2)
{3) •
Norma Nasional
Hasil Capaian
Guru pada jenjang SMP/MTs Tingkat Hasil Pendidikan Norma Nasional Capaian Tertinggi
(0/o) '(I)
1 2 3 4
0 0 0 0
5
0
(4)
<SLTA SLTA Non Keg.
:s PGSLP/ DI
SLTA Keg. PGLSP/D-1 D-11
Diploma 2
(5)
(6)
1,62 32,78
48,95
26,54 15,87 I, I5 47,99
(7)
{8)
(9)
:SSLTA
:s PGLSP/D-1 D-11
PGSLP/ Dl Diploma 2
7,93
7,32
D-Ill Keg 6
0
Diploma 3
D-Ill Keg
SI
7
Sarjana/S I
IOO 8
:s
2,97
I4,0I
1,58
5,23
D-Ill Non-Keg Sarmud-Keg. Sarmud-NonKeg. SI Keg SI Non-Keg S2
Diploma 3
(10)
13,77 5,64
8,65 10,33 4,48
24,41
I,96 1,02
Sarjana/S 1
54,58
44,3I 9,6
:s I,29 0,025 5,74 0,18 Magister Magister .. .. Sumber: dwlah dart Profil Pendtdikan Dmas Pend1dikan dan Kebudayaan Provms1 Kepulauan Bangka Behtung Tahun 2007/2008 S2
Apabila dilihat dari norma nasional yang ada, maka saat ini hasil capaian guru berdasarkan ijazah tertinggi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masih berada di bawah norma nasional baik untuk guru SD/MI maupun SMP/MTs. Dibandingkan dengan norma nasional, kesenjangan terbesar terjadi pada guru SD/MI yaitu pada kelompok guru berpendidikan ~ PGLSP/D-1, yaitu 32,78 persen berbanding 45,18 persen, -12,4 persen yang artinya Bangka Belitung kelebihan guru berpendidikan
~
PGLSP/D-1 sebanyak 12,4 persen. Sementara itu, untuk
berpendidikan D-11 kekurangan: 0,96 persen (48,95%:47,99%), D-Ill: 1,39 persen (2,97%:1,58%), S1: kekurangan 8,78 persen (14,01%:5,230%),, dan terakhir S2 :1,27 persen (1,29%:1,58%). Sementara, untukjenjang SMP/MTs, kelebihan pada
123
jenjang
~
PGLSP/D-1 sebesar 11,48 persen (54,58%:53,91%), kelebihan 1,33
persen (7,32%:8,65%) pada D-11, dan kekurangan 6,56 persen (24,41 %:17,85%) untuk D-Ill, 0,67 persen pada Sl, dan 5,56 persen (5,74%:0,18%) 82. (lihat pada grafik 4.1) Grafik 4.1. Persentase Guru SDIMI dan SMP/MTs Berdasarkan Ijazah Tertinggi Prov. Kep. Bangka Belitung 2003 s.d 2008 dibandingkan dengan Norma Nasional 60
54,58
53,91
• s PGSLP/Dl liil
Diploma2 Diploma3
11 Sarjana/Sl 111
Norma Nasional
Hasil capaian
Norma Nasion aI
SD/MI
s Magister
Hasil Capaian
SMP/MTs
Persentase Guru Berdasarkan ljazah Tertinggi
Sumber: diolah dari Profil Pendidikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007/2008
Meskipun jumlah guru berpendidikan <S 1 sangat mendominasi, namun apabila dilihat dari tren selama 5 tahun terakhir telah terjadi peningkatan persentase guru SD/MI yang berijazah S I, yaitu: pada tahun 2003/2004 sebesar 2,13 persen, tahun 2004/2005 sebesar 2,19 persen, tahun 2005/2006 menjadi 2,98 persen, tahun 2006/2007 naik menjadi 4, 11 persen, dan terakhir tahun 2007/2008 menjadi 6,55 persen.
124
Kondisi ini tidak jauh berbeda juga terjadi pada jenjang SMP/MTs, di mana selama 5 talmn terakhir persentase guru berijazah S 1 terus meningkat: talmn 2003/2004 adalah 43,66 persen, tahun 2004/2005 naik menjadi 47,46 persen, tahun 2005/2006 turon menjadi 46,80 persen, tahun 2006/2007 naik menjadi lebih dari separuh jumlah guru yaitu 51 ,51 persen, dan terakhir tahun 2007/2008 naik lagi menjadi 54,09 persen. (lihat Grafik 4.2) Grafik 4.2. Trend Persentase Guru SDIMI dan SMP/MTs Berdasarkan ljazah Tertinggi Prov. Kep. Bangka Belitung 2003 s.d 2008
_j
' 93,35 95,89 . 97,02 97,81 97,87
10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00
Sumber: Diolah dari Rangkuman Data dan Laporan Individu Sekolah, Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2003/2004 s.d 2007/2008.
Saat ini guna meningkatkan pendidikan atau kualifikasi guru selama 2 tahun terakhir telah disekolahkan ke jenjang S 1 melalui Universitas Terbuka, yaitu pada tahun 2007 sebanyak 2.229 orang guru yang dibiayai baik melalui APBN, APBD1 maupun APBD2. Masih ada sekitar 8.905 orang guru yang bel urn S 1, yang rencananya akan disekolahkan dengan target pada 2012 telah tuntas.
<51
125
Persentase kesesuaian guru mengajar dengan iiazah 4.2.2.2. yang dimiliki (%GS) Pemilihan persentase kesesuaian guru mengaJar dengan ijazah yang dimiliki, merupakan faktor penting dalam mutu pendidikan. Mutu akan semakin baik apabila guru menguasai materi yang diajarkan, dan kondisi ini dapat ditentukan oleh kesesuaian guru mengajar dengan ijazah yang dimiliki. Kondisi terakhir di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2007-2008), komposisi guru pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) berdasarkan kesesuaian antara ijazah dengan bidang yang diajarkan masih terbilang rendah. Saat ini dari mayoritas bidang studi yang ada kelebihan guru, akibatnya jumlah guru yang mengajar sesuai dengan latar belakang program studinya lebih sedikit dibandingkan dengan guru yang mengajar bidang studi tersebut. Hal ini antara lain terjadi pada: bidang studi PPKN (157:98), Bahasa Indonesia (304:276), Bahasa Inggris (276:238), Pendidikan Jasmani (168:86), Matematika (300:216), IPA (339:286), Seni dan Kerajinan (141: 71), BP (75:46). Sementara itu beberapa bidang studi kekurangan guru, seperti yang terjadi pada bidang studi Pendidikan Agama (243:289), IPS (340:347) dan Lainnya/Mulok (253:649). Dari kondisi tersebut, dapat disebutkan bahwa dalam kondisi kelebihan atau kekurangan guru bidang studi untuk mengajar suatu bidang studi tertentu memiliki makna yang sama, yaitu bahwa guru tidak mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Kondisi ini pada akhimya tentu akan berpengaruh terhadap mutu pendidikan.
126
Graflk. 4.3. Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP)*) Menurut Latar Belakang Program Studi dan Bidang Studi Yang Diajarkan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007-2008
...
~w
...., '
276
~ ~a
""
~~23
t:L z
"" 0.. 0..
•
.0':"'
31M
·~
£'>~
;-~
E
~ <:
<(
c:
'6 '6 c:
0..
...t' .J-
Q,
~
~
'1ff.
.... ., ~ c.. ..""'"" ..,..::: ....::: .. ""' .. ., ., 0
.E
.E
~
~
<:
~
~
m
m
""' ~
.,E
10
~
'6 '6 <:
0..
-
"
~L~~
~
1--...--
~i
16 ,~
-
~7
- - 1---
,______ -----~-yr'-----~ -·~ -f..-46Ii.. J ~~15 -1.,..
--
..
<: <:
~ .,
..
0..
m
..
••
o
2) Bidang Studi yang diajarkan
-+-- 1) Latar Belakang Program Studi Guru
>-
<: <:
~
""<: .., c
~
Bidang St ud i yang diajarkan
Surnber: Diolah dari kuesioner pendidikan: Rangk.urnan Data Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Talmo 2007 s.d 2008, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
4.2.2.3.
Persentase ruang kelas yang baik (0/oRKb)
Ruang kelas yang baik juga memacu untuk meningkatkan mutu pendidikan dilihat dari sarana pendidikan yang dimiliki. Dari hasil capaian selama 5 tahun terakhir, kondisi ruang kelas yang baik untuk pendidikan dasar di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengalami peningkatan. Untuk jenjang SD/MI, meskipun sempat mengalami penurunan pada tahun 2004/2005, namun grafiknya naik terus secara cukup signifikan, yaitu 53,40 persen (2003/2004), menjadi 48,59 persen (2004/2005), naik menjadi 59,83 persen (2005/2006), naik lagi menjadi 64,52 persen (2006/2007), dan sekarang ruang kelas dengan kualifikasi baik telah mencapai 79,58 persen. Hal ini berarti bahwa lebih dari tiga perempat ruang kelas
127
yang ada dalam kondisi baik,sehingga kurang dari seperempat ruang kelas yang
ada untuk diusahakan mendapatkan rehabilitasi sehingga menjadi baik semuanya. Sementara itu, untuk persentase ruang kelas yang Baik pada SMP/MTs selama 5 tahun terakhir justru mengalami penurunan, yaitu dari 91 ,10 persen pada tahun 2003/2004 turun menjadi 87,86 persen pada tahun 2004/2005. Meski sempat naik menjadi 88,51 persen pada 2005/2006, pada perkembangan selanjutnya turun lagi menjadi 88,34 persen pada 2006/2007, lalu turun lagi menjadi 84,68 persen pada tahun 2007/2008. Ini berarti jumlah ruang kelas yang rusak tren-nya justru bertambah, dan membutuhkan rehabilitasisehingga menjadi baik semuanya. (lihat grafik di bawah): Grafik. 4.4. Jumlah Ruang Kelas menurut Kondisi SD/MI & SMP/MTs Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2003-2008 ~
9,58 ____
87,86 ~8fiil
9~0 _!_ __ _L,J4 ...
84,68
- + - BAlK
-
'
h
~Q
8,.lJ6
8 23
8.62 ~
,36
"' 8.....
8..... .....
.....
8"' .....
8.....
8 !:! "' 8.....
....
8
!:!
8.....
8
% 8.....
Persentase Ruang Kelas SD/MI berdasarkan Kondlsi
8
..... ..... "' 8.....
"' 8..... .....
8.....
8
..... ..... "' 8 .....
.... 8..... .....
8.....
1 2 66 • 3,93
RUSAK RJNGAN RUSAK BERAT
8.....
;:::8.....
Persentase Ruang Kelas SMP/MTs berdasarkan Kondlsl
S~ber:
Diolah dari kuesioner pendidikan: Rangkuman Data Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2003 s.d 2008, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
4.2.2.4. Persentase perpustakaanllaboratorium ( 0/o Perous/Lab) Fasilitas sekolah juga merupakan faktor yang harus dipenuhi dalam proses belajar mengajar sehingga dimasukkan sebagai indikator mutu. Kebutuhan ruang
128
perpustakaan adalah sama dengan jumlah sekolah yang ada, karena berdasarkan ketentuannya setiap sekolah harus memiliki ruang perpustakaan. Begitu juga dengan ruang laboratorium untuk SMP adalah sama dengan jumlah sekolah yang ada, dengan ketentuan setiap SMP/MTs harus memiliki minimal 1 (satu) ruang laboratorium. Makin tinggi kepemilikan perpustakaan, maka kondisi makin baik. Idealnya adalah 100% berarti semua sekolah memiliki perpustakaan yang diperlukan dan sesuai dengan ketentuan bahwa setiap sekolah hendaknya memiliki perpustakaan. Pada tahun 2003/2004 dari 804 SD/MI, hanya 150 SD/MI yang memiliki perpustakaan atau 18,66 persen dari seluruh SD/MI yang ada. Lima tahun kemudianjumlah ini tidak mengalami pertambahan (malah turun 0,71%). Hal ini tergambar dari kondisi di mana dari 808 jumlah SD/MI,
yang memiliki
perpustakaan hanya 145 sekolah (17,95%), masih ada 663 (82,05%) SD/MI yang belum memiliki perpustakaan. Sementara itu, untuk jenjang SMP/MTs, pada tahun 2003/2004 dari 165 SMP/MTs yang ada, hanya 105 sekolah (63,64%) yang memiliki perpustakaan. Sementara untuk pemilikan laboratorium kondisinya lebih baik, yaitu 135 SMP/MTs (81,82%) yang sudah memiliki laboratorium. Capaian ini selama lima tahun kemudian, untuk perpustakaan meskipun jumlah sekolah meningkat (213 sekolah) namun tidak diiringi peningkatan jumlah perpustakaan, malah kondisi terakhir (tahun 2007/2008) justru menurun menjadi 135 (60,27%) dari total SMPIMTs yang ada. Sementara, untuk laboratorium meningkat bahkan jumlahnya melebihi sekolah yang ada yaitu 224 laboratorium (105,2%). Kondisi ini bisa jadi
129
karena laboratoriwn di SMP/MTs tidak hanya untuk Laboratoriwn IPA tetapi juga Laboratoriwn Bahasa. (lihat gambar grafik 4.5) Grafik. 4.5. Pertumbuhan Perpustakaan SD/MI & dan Perpustakaan!Laboratorium SMP/MTs Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2003/2004 & 2007/2008 n6
804
808
m
210
Q._
:::!:
en
U)
U)
I-
I-
:::!:
~ :::!:
Q._
:::!:
213
U)
U)
I-
I-
:::!:
en
:::!:
en
200l'2004
200712008
Perbandingan antaa jumlal sekolah dan Perpustakaan SD/MI
a Juml
200l'2004
~
en
200712008
Pelbandingan antaa juml
Jumlal Perpustakaan
• Juml
Sumber: Diolah dari kuesioner pendidikan: Rangkuman Data Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2003 s.d 2008, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Sementara itu, untuk jenjang SMP/MTs hasil capaian untuk ketersediaan perpustakaan 63,38 persen, berarti telah melampaui norma nasional 59,96 persen, maka
dapat dikatakan sudah tidak ada masalah pendidikan, namun perlu
dipertahankan atau ditingkatkan menuju standar ideal. Tetapi untuk laboratorium, norma nasional maupun standar ideal telah terlampaui, namun meskipun begitu bisa jadi hal ini disebabkan laporan tentang laboratorium tidak hanya mencakup laboratoriwn IPA juga laboratoriwn bahasa, dalam hal ini belurn ada pemisahan antara jenis laboratorium, sehingga data tentang kepemilikannya digabung. Bisa
130
jadi satu sekolah memiliki keduanya, dan ada sekolah yang malah tidak memiliki salah satu atau kedua-duanya, namun tidak tergambar dalam laporan keseluruhan. Adapun untuk jenjang SDIMI, hanya memberlakuk:an standar nasional untuk mengetahui masalah kepemilikan perpustakaan. Saat ini, terlihat bahwa indikator jauh lebih kecil dari standar nasional, karena dari seluruh SD/MI yang ada, hanya 17,95 persen memiliki perpustakaan. Maka dapat dikatakan ada masalah pendidikan, Sementara, untuk laboratorium, pada jenjang SDIMI belurn dianggap sebagai salah satu indikator mutu.(lihat grafik.4.6) Grafik. 4.6. Persentase Hasil Capaian Perpustakaan SDIMI & dan Perpustakaan/Laboratorium SMP/MTs Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007/2008
Cll
E
"' :> tv ·c ... 0 c: ... Cll "' "'Cll..c 0~
Hasil Capaian
105,1E
Norma nasional
62,14
~
a.. _, "'
Standar Ideal
• SD/MI
• •
100
c:
"'"' t; "':>
.><
e-
~7,95
Hasil Capaian
63,38
Cll
"'
~ c:
Norma nasional
59,96
Cll
~
Cll
a..
Nonna Nasional
• SMP/MTs
a..
Cll
Standar Ideal
100
Standar Ideal
100
0
20
40
60
80
100
120
Sumber: Diolah dari kuesioner pendidikan: Rangkuman Data Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007 s.d 2008, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
4.2.2.5. Angka Lulusan (AL), Angka Mengulang (AU) dan Angka Putus Sekolah CAPS) Dilihat dari segi siswa, angka lulusan (AL) juga dapat menunjuk:kan mutu pendidikan, sedangkan angka mengulang (AU) dan angka putus sekolah (APS)
131
merupakan faktor yang negatif dari mutu pendidikan karena banyaknya siswa mengulang dan putus sekolah menunjukkan mutu yang kurang baik. Hasil capaian untuk angka lulus (AL) SD (99,96%) & MI (99,59%) lebih tinggi dari norma nasional (95,85). Sedangkan hasil capaian angka lulus (AL) SMP & MTs justru masih di bawah norma nasional (93,06%), yaitu 84,6 persen pada SMP dan 83,21 persen pada MTs. Hasil capaian tersebut mencerminkan bahwa untukjenjang SMP/MTs provinsi ini masih memiliki masalah dengan mutu pendidikan di mana angka lulusan lebih rendah dari norma nasional yang ada. Sementara itu, hasil capaian untuk angka ulang (AU) dan angka putus sekolah yang merupakan faktor yang negatif dari mutu pendidikan karena banyaknya siswa mengulang baik pada jenjang SD/MI maupun SMP/MTs menunjukkan persentase yang lebih tinggi daripada norma nasional, yaitu angka ulang (AU) SD 9,52 persen & MI 8,15 persen, jauh lebih tinggi dari 3,67 persen norma nasional. Sedangkan angka ulang (AU) SMP 0,81 persen dan MTs 0,63 petsen, bandingkan dengan0,46 persen norma nasional. Untuk angka putus sekolah kondisinya pada SD mencapai 0,65 persen dan Ml 1,18 persen, lebih baik dibandingkan norma nasional yaitu 2,90 persen. Terbalik dengan kondisi SD/MI, justru pada jenjang SMP/MTs angka putus sekolah (APS) di atas norma nasional (1,78%), yaitu 2,09 persen pada SMP dan 1,58 persen pada MTs. Tingginya persentase yang dicapai dibandingkan dengan norma nasional, menandakan mutu pendidikan yang kurang baik.
132
Grafik. 4.7. Persentase Hasil Capaian AU, ALdan APS padajenjang SDIMI & SMPIMTs Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007/2008 l ~
,. 2,09
-o.u MTs
0
~ .12,$8 78
V>
•
~ · 0 8 S MP
:1 78
~
0:.
...
Ml
~
so
~
~-~v~ 2 29
II,O f1s 2.9
-
o.)
0
_! -o HMTs
r~ ill
0 81
-o.3sSMP
o....
::E
...
~
~ -.:1.:19
r-
~
-5 85 -
9 52
~-7
"ft"' ,.
MTs
i.3
8 !5
~ -
"'
6~
0,4 '>
I
J
,___ "'!"'.!l..
SMP
93 0
.. 34. 93 0 6
...
l
~ <{ -3 57
S 3 ;u
•
M
99 52
9S -4
-20
~.l
s-
~s
0
20
• Hasil Cap aian
40
60
80
• selisih norma diku ra ngi hasil capaian
1 00
120
• Norm a nasiona l
Sumber: Diolah dari kuesioner pendidikan: Rangkuman Data Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2006/2007 dan 2007/2008, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
4.2.3. Manajemen Pendidikan Sesuai dengan isu strategis pendidikan yang ada, selain pemerataan dan perluasan akses
pendidikan dan peningkatan mutu, maka sasaran program
pendidikan yang ketiga adalah manajemen pendidikan. Manajemen pendidikan dimaksud
untuk
mengelola
pendidikan
persekolahan
sehingga
dapat
meningkatkan kinerja tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Selain itu, manajemen dapat diarahkan pada pendidikan yang efisien dipandang dari segi internal pendidikan, dan untuk mengukur efisiensi sasaran ketiga ini digunakan indikator internal pendidikan. Maksud efisiensi adalah agar sasaran di bidang pendidikan dapat dicapai secara efisien atau berdaya guna dalam arti dapat
133
memberikan hasil yang baik dengan tidak menghamburkan sumber daya yang ada seperti uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Seperti yang telah dijelaskan bah III, maka untuk manajemen pendidikan indikator yang dipergunakan adalah efisiensi internal pendidikan, yaitu indikator koefisien efisiensi (KE) dan angka bertahan (AB). Pemilihan koefisien efisiensi karena dianggap yang palling tepat mengukur efisiensi internal pendidikan. pemilihan angka bertahan karena siswa yang tidak dapat bertahan sampai pada jenjang terakhir dari setiap tingkat menjadikan pendidika tidak efisien. Rata-rata lama belajar juga ikut berpengaruh dalam efisiensi pendidikan, demikian juga tahun masukan per lulusan, hila waktu digunakan makin lama maka pendidikan makin tidak efisien. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan yang efisien akan diukur dengan gabungan empat insikator efisiensi internal. Adapun kondisi terakhir sesuai indikator koefisien efisiensi (KE) dan angka bertahan (AB) adalah sebagai berikut:
SD SMP
Tabel4.14. Efisiensi Internal Pendidikan SDIMI & SMP/MTs JENIS INDIKATOR Angka Bertahan (AB) Koefisien Efisiensi (KE) Standar Norma Bangka Standar Norma Bangka ideal Nasional Belitung ideal Nasional Belitung (%) 92,81 100 98,22 100 88,54 97,36 98,16 100 98,59 98,29 95,73 100
..
Sumber: D10lah dan Profil Pend1dikan, Dmas P&K Provms1 Kepulauan Bangka Behtung Tahun 2007-2008
Keterangan: SI:Standar Ideal; NN: Norma Nasional; BB: Bangka Belitung
4.2.3.1.
Angka Bertahan (AB)
Angka bertahan digunakan untuk mengetahui jumlah s1swa yang dapat bertahan pada tingkat tertentu atau sampai lulus pada suatu jenjang pendidikan. Makin mendekati 100 persen semakin baik. Idealnya 100 persen yang berarti
134
semua dapat bertahan di sekolah sanipai lulus. Saat ini, angka bertahan (AB) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah mencapai 98,22 persen untuk tingkat SD, dan 98,59 persen untuk tingkat SMP. Hal ini berarti hasil capaian provinsi ini telah berada di atas rata-rata norma nasional yang baru mencapai 92,8I persen (SD) dan 98,I6 persen (SMP). Hal yang harus dilakukan adalah mempertahankan dan terus meningkatkan hasil yang telah dicapai. (lihat Tabel.4.I4) 4.2.3.2.
Koefisien Efisiensi (KE)
Koefisien efisiensi (KE) digunakan untuk mengetahui efisien tidaknya sistem pendidikan di jenjang pendidikan dasar dan menengah di suatu daerah. Makin mendekati I 00% makin baik. Idealnya
=
I 00 berarti kondisi yang paling
efisien (tidak ada yang putus sekolah maupun mengulang). Apabila saat ini KE untuk sekolah dasar (SD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah 97, 36 persen, berarti bahwa AB SD sebesar 97,36 persen lebih kecil dari seharusnya I 00 persen. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pencapaian tidak efisien sekitar 2,64 persen. Sementara itu, AB SMP 95,73 persen, berarti ada 4,27 persen pencapaian yang tidak efisien. Dengan kondisi ini maka dapat dilakukan kebijakan pendidikan untuk menekan siswa mengulang dan putus sekolah sehingga di tahun-tahun mendatang semua siswa dapat bertahan sampai mereka lulus sehingga pendidikan menjadi lebih efisien. 4.2.4. Keberhasilan Pembangunan Pendidikan Keberhasilan pembangunan pendidikan adalah suatu keadaan di mana pendidikan telah mencapai nilai tertentu dalam memanfaatkan program
135
pembangunan pendidikan (isu strategis pendidikan) yaitu pemerataan dan perluasan kesempatan belajar, peningkatan mutu, dan manajemen pendidikan. 4.2.4.1.
Kondisi Pemerataan dan Perluasan Akses Pendidikan
Pemerataan dan perluasan kesempatan belajar digunakan untuk mengukur apakah suatu daerah sudah merata atau daerah mana yang paling merata. Adapun kinerja pemerataan pendidikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebagai berikut:
No.
Tabel 4.15. Anal isis Pemerataan Pendidikan pada Jenjang SDIMI & SMP/MTs Kelompok/Jenis SDIMI SMP/MTs Bobot (%) Indikator Nilai_(%) Hasil Nilai (%) Hasil
(1)
(2)
(3)
(4)
50%=0,5 20%=0,2
98,60
49,3
85,98
92,59
18,52
92,59
42,99 18,518
5,60
261 /360x I 00=
7,25
6,25 10,3
32,5/40x100= 0,89/lxlOO=
8,125 8,9
1.
Pemerataan APMus
2.
AM
4.
R-S/Sek
10%=0,1
5. 6.
R-S/K R-K/K
10%=0,1 10%=0,1 100
Jumlah
(5)= (3)
134,5/240xl0 0= 25/40x100= 1,03/1x100=
..
X
(4)
(6)
89,97
(7)= (3)
85,78
Sumber: d10lah dan data Dmas Pend1dikan Provms1 Kepulauan Bangka Behtung
Apabila dilihat dari standar ideal seharusnya 100, berarti nilai 89,97 belum merata, karena masih ada kesenjangan dalam pemerataan pendidikan SD/MI
sebesar 10,03 Sementara itu, untuk jenjang SMP/MTs, dengan capaian 85,78 maka masih terdapat kesenjangan sebesar 14,22. Sementara hila diukur dari norma nasional (65), maka hasil capaian untuk jenjang pendidikan SD/MI maupun SMP/MTs sudah merata. (lihat Tabel.3.10)
X
(6)
136
4.2.4.2.
Kondisi Peningkatan Mutu
Peningkatan mutu digunakan untuk mengukur apakah suatu daerah sudah bermutu atau daerah mana yang paling bermutu. Adapun kinerja peningkatan mutu pendidikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebagai berikut: Tabel4.16. Analisis Peningkatan Mutu Pendidikan pada Jenjang SDIMI & SMP/MTs SDIMI SMP/MTs N Kelompok/Jenis Bobot (%) lndikator Nilai (%) Nilai (%) 0. Hasil Hasil (2)
(1)
(4)
(3)
1. 2.
Mutu %GL %GS
50 20
3. 4. 5. 6. 7.
%RKb %FS AL APS AU
10 10 10 5 5
Jumlah
(5)= (3)
X
(4)
5,25
2,63
50,76
10,15
79,58 17,95 99,775 0,915 8,835
7,96 1,8 9,98 0,05 0,44 33,00
100
(6)
(7)
54,09 50,76
27,05 10,15
84,68 63,38 83,905 1,835 0,72
8,47 6,34 8,39 0,09 0,04 60,52
..
Sumber: d10lah dan data Dmas Pendtdikan Provmst Kepulauan Bangka Behtung
Apabila dilihat dari standar ideal seharusnya 100, berarti nilai 33,0 be/urn bermutu, ini berarti kesenjangan dalam mutu pendidikan SD/MI sebesar 67 ,0.
Sementara itu, untuk jenjang SMP/MTs, dengan capaian 60,52 maka masih terdapat kesenjangan sebesar 39,48. Sementara hila diukur dari norma nasional (75), maka hasil capaian mutu baik pada jenjang pendidikan SD/MI maupun SMP/MTs bermutu. (lihat Tabel.3.10) 4.2.4.3.
Kondisi Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan digunakan untuk mengukur apakah suatu daerah sudah efisien atau daerah mana yang paling efisien. Adapun kinerja manajemen pendidikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebagai berikut:
137
No.
Tabel 4.17. Anal isis Manajemen Pendidikan pada Jenjang SDIMI & SMP/MTs Kelompok/ SDIMI SMPIMTs Bobot Jenis Nilai (%) Hasil Nilai (%) Hasil (%) Indikator
(1)
(2)
(4)
(3)
I. 2. 3.
Manajemen KE AB RLB
50 20 20
4.
TML
IO
Jumlah
97,36 98,22 6,02=6/6,02x I 00 =99,67 6,22=6/6,22x I 00 =96,46
100
..
(5)= (3)
X
(4)
48,68 I9,64 I9,93 9,65
(6)
95,73 98,59 3,05=3/3,05xiOO =98,36 3,I5=3/3,I5xiOO =95,24
97,90
(7)=(3)x(6)
47,86 I9,72 I9,67 9,52
96,78
Sumber: d10lah dan data Dmas Pendtdikan Provmst Kepulauan Bangka Behtung Keterangan: RLB: rata-rata lama belajar; TML: Tahun masukan per Lulusan
Apabila dilihat dari standar ideal seharusnya 100, pada jenjang SD/MI hasil capaian koefisien efisiensi 97,90, ini berarti pencapaian efisiensi internal telah mencapai 97 persen. Hal ini berarti masih ada kesenjangan sebesar sekitar 3 persen. Sementara itu, untuk jenjang SMP/MTs, dengan capaian 96,78 maka capaian koefisien efisiensi adalah 96 persen, berarti masih terdapat kesenjangan sebesar sekitar 4 persen. Sementara hila diukur dari norma nasional (90), maka hasil capaian mutu baik untuk jenjang pendidikan SD/MI maupun SMP/MTs sudah efisien. (lihat Tabel.3.10) 4.3.
Kebiiakan Babel Cerdas 2011 dalam kerangka implementasi kebijakan pendidikan 4.3.1. Kebijakan Babel Cerdas 2011 dalam Kerangka Visi dan Misi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007-2012 Berdasarkan Visi Kepala Daerah terpilih, maka tujuan yang ingin dicapai
oleh masyarakat pada akhir masa kepemimpinan Gubemur dan Wakil Gubemur (2007-2012) adalah: Terwujudnya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang
138
aman, damai, sejahtera, adil, demokratis dan berdaya saing global dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia". Di dalam visi tercantum tujuan bahwa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang dituju adalah berdaya saing global, terutama dalam menghadapi era persaingan global dan perdagangan bebas sebagaimana telah disepakati pemerintah melalui AFTA (Asean Free Trade Area) pada 2003, serta memasuki era perdagangan bebas (World Trade Organization) pada 2010. Untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, sangat dibutuhkan sumber daya manusia yang juga memiliki daya saing global. Mengingat hal tersebut, maka upaya mempersiapkan sejak dini sumber daya manusia yang mampu bersaing di tingkat global menjadi syarat mutlak. Apalagi mengingat kondisi potensi ekonomi dan kekayaan alam yang dimiliki oleh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan potensi unggulan membutuhkan sumber daya manusia unggul berdaya saing agar mampu mengelola dan mengembangkan sumber daya alam potensi yang ada. Hal ini penting karena potensi tersebut apabila dikembangkan dan dikelola dengan benar dan optimal, tidak saja akan mampu bersaing pada tataran nasional juga intemasional. 4.3.2. Kebiiakan Pendidikan dalam Strategi Pembangunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2007-2012 Dengan mempertimbangkan kondisi dan permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah
Provinsi
Kepulauan
Bangka
Belitung
dalam
melaksanakan
pembangunan, serta mengacu pada visi Kepala Daerah, maka dibuat semboyan Babelku "Bergema" (Bergerak Maju Bersama) sebagai strategi pembangunan
139
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007-2012. Sehubungan dengan hal tersebut, ditetapkan bahwa salah satu misi pembangunan jangka menengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2007-2012 adalah meningkatkan sumber daya insani masyarakat melalui penguatan sektor pendidikan, kesehatan, olahraga, seni dan budaya daerah/nasional serta pembinaan generasi muda. Didasarkan kepada kondisi pendidikan dasar yang ada serta mengacu pada m1s1 dan strategi pembangunan pendidikan, maka ditetapkanlah sejumlah kebijakan umum daerah. Adapun kebijakan-kebijakan dalam bidang pendidikan adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan percepatan penyelesaian pendidikan wajib belajar sembilan tahun dan pengembangan pendidikan wajib belajar dua belas tahun, diprioritaskan pada upaya: •
Program pembangunan pendidikan;
•
Program pembangunan sumber daya insani;
•
Program pendidikan usia dini;
•
Program Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun;
•
Program Peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan;
•
Program
Pengembangan
budaya
baca
dan
pembinaan
perpustakaan; •
Program Manajemen pelayanan pendidikan;
•
Program Pendidikan luar biasa.
2. Kebijakan pembangunan dan pengembangan pendidikan nonformal atau luar sekolah, diprioritaskan pada upaya: Program Pendidikan Nonformal. 3. Kebijakan
pembangunan
diprioritaskan pada upaya:
dan
pengembangan
Pendidikan
Tinggi,
140
a. Program
Perbaikan
kualitas
dan
meningkatkan
kualitas
Pendidikan Tinggi b. Program
Perbaikan
kualitas
dan
meningkatkan
kuantitas
Pendidikan Tinggi. 4. Kebijakan melaksanakan program Babel Cerdas 2011 (di dalam RPJMD belum memiliki prioritas maupun program yangjelas) 14 • 5. Kebijakan
Penegerian
Universitas
Bangka
Belitung
(UBB),
diprioritaskan kepada: a. Program Pengurusan percepatan Penegerian Universitas Bangka Belitung b. Program Pembangunan Sarana dan Prasarana UBB.
4.3.3. Kebijakan, Program Prioritas, dan Rencana Kerja terkait Pendidikan Dasar dalam Strategi Pembangunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2007-2012 Apabila dilihat dari Kebijakan terkait Pendidikan Dasar dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007-2012 dapat dilihat program prioritas dan rencana kerja dari sebagai berikut:
4.3.3.1.
Program Pembangunan Pendidikan
Rencana kerja dari program prioritas ini adalah: 1. Menuntaskan wajib belajar sembilan tahun pendidikan dasar 2. Meningkatkan kualitas dan standar pendidikan 3. Membebaskan biaya pendidikan tingkat dasar 4. Pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi sampai perguruan tinggi
5. Meningkatkan kesejahteraan, kualitas dan tingkat pendidikan guru 6. Pembangunan sekolah bertaraf intemasional 14
Sumber: RPJMD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007-2012
141
7. Membangun sarana/prasarana pendidikan dasar tingkat menengah secara merata dan layak 8. Meningkatkan jumlah dan penyebaran sarana dan prasarana pendidikan formal (dasar, menengah dan tinggi) dan nonformal termasuk jumlah pendidik dan tenaga kependidikan dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan secara lestari 9. Meningkatkan bantuan pendidikan melalui beasiswa dan peningkatan kesejahteraan guru 10. Meningkatkan kualitas tenaga pendidik melalui pemberian kesempatan mengikuti strata pendidikan yang lebih tinggi 11. Mendorong pengembangan program sektor pendidikan, baik formal maupun nonformal dengan pendekatan pembebasan biaya pendidikan untuk tingkat SO hingga SMU/SMK. 12. Wajib belajar TK hingga SMU gratis dengan menggunakan anggaran yang didapat dari eksploitasi tambang logam dan mineral sebagai salah satu bentuk kompensasi pembukaan laban tambang, baik yang sudah ataupun yang akan dimulai.
4.3.3.2.
Program Babel Cerdas 2011
Di dalam dokumen Peraturan Gubernur Nomor 21 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), program Babel Cerdas 2001 belum ada, namun pada draf revisi yang telah diajukan ke DPRD, program Babel Cerdas 2011 sudah ada meskipun dalam dokumen revisi ini program yang bersangkutan belum memiliki rencana kerja seperti yang terdapat pada program-program lainnya.
4.3.3.3.
Program Wajar 9 Tahun
Rencana kerja dari program prioritas ini adalah: 1. Pembangunan gedung sekolah
142
2. Pembangunan rumah dinas Kepala Sekolah, Guru, Penjaga Sekolah 3. Penambahan ruang kelas sekolah 4. Penambahan ruang guru sekolah 5. Pembangunan ruang Ioker siswa 6. Pembangunan sarana dan prasarana olahtaga 7. Pembangunan sarana dan prasarna bermain 8. Pembangunan ruang serba guna/aula 9. Pembangunan taman, lapangan upacara dan fasilitas parkir 10. Pembangunan ruang unit kesehatan sekolah 11. Pembangunan ruang ibadah 12. Pembangunan perpustakaan sekolah 13. Pembangunanjaringan instalasi listrik sekolah dan perlengkapannya 14. Pembangunan sarana air bersih dan sanitasi 15. Pengadaan buku-buku dan alat tulis siswa 16. Pengadaan pakaian seragam sekolah 17. Pengadaan pakaian olahraga 18. Pengadaan mebeulair sekolah 19. Pengadaan perlengkapan sekolah 20. Pengadaan alat rumah tangga sekolah 21. Pengadaan sarana mobilitas sekolah 22. Pemeliharaan rutinlberkala bangunan sekolah 23. Pemeliharaan rutin/berkala rumah dinas Kepala Sekolah, guru, penjaga sekolah 24. Pemeliharaan rutinlberkala ruang kelas sekolah 25. Pemeliharaan rutinlberkala ruang guru sekolah 26. Pemeliharaan rutinlberkala ruang Ioker siswa 27. Pemeliharaan rutinlberkala sarana dan prasarana olahraga 28. Pemeliharaan rutinlberkala ruang serba guna/aula 29. Pemeliharaan rutinlberkala taman, lapangan upacara dan fasilitas parkir 30. Pemeliharaan rutinlberkala ruang unit kesehatan sekolah 31. Pemeliharaan rutinlberkala ruang ibadah
143
32. Perneliharaan rutin/berkala perpustakaan sekolah 33. Perneliharaan rutin/berkala jaringan instalasi listrik sekolah dan perlengkapannya 34. Perneliharaan rutin/berkala sarana air bersih dan sanitasi 3 5. Perneliharaan rutinlberkala alat praktik dan alat peraga siswa 36. Perneliharaan rutin/berkala rneubelair sekolah 3 7. Perneliharaan rutinlberkala perlengkapan sekolah 38. Perneliharaan rutin/berkala alat rumah tangga sekolah 39. Perneliharaan rutin/berkala sarana rnobilitas sekolah 40. Rehabilitasi sedang/berat bangunan sekolah 41. Rehabilitasi sedang/berat bangunan rurnah dinas kepala sekolah, guru dan penjaga sekolah 42. Rehabilitasi sedang/berat asrarna siswa 43. Rehabilitasi sedang/berat ruang kelas siswa 44. Rehabilitasi sedang/berat ruang guru sekolah 45. Rehabilitasi sedang/berat laboratoriurn dan ruang praktikurn sekolah 46. Rehabilitasi sedang/berat rnobilitas sekolah 4 7. Rehabilitasi sedang/berat ruang Ioker siswa 48. Rehabilitasi sedang/berat sarana olahraga 49. Rehabilitasi sedang/berat sarana bermain 50. Rehabilitasi sedang/berat ruang serba guna/aula 51. Rehabilitasi sedang/berat taman, lapangan upacara dan fasilitas parkir 52. Rehabilitasi sedang/berat ruang unit kesehatan sekolah 53. Rehabilitasi sedang/berat ruang ibadah 54. Rehabilitasi sedang/berat perpustakaan sekolah 55. Rehabilitasi
sedang/berat jaringan instalasi
listrik sekolah dan
perlengkapannya 56. Rehabilitasi sedang/berat sarana air bersih dan sanitasi 57. Pelatihan kornpetensi tenaga pendidik 58. Pelatihan kompetensi siswa berprestasi 59. Pernbinaan SMP Terbuka
144
60. Penambahan ruang kelas bam SMP/MTs/SMPLB 61. Penyediaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) jenjang SD/MIISDLB dan SMP/MTs serta pesantren Salafiyah dan Satuan Pendidikan NonIslam Setara SD dan SMP 62. Penyediaan Biaya Operasional Madrasah 63. Penyediaan buku pelajaran untuk SD/MIISDLB dan SMP/MTs 64. Penyediaan dana pengembangan sekolah untuk SD/MI dan SMP/MTs 65. Penyelenggaraan Paket A Setara SD 66. Penyelenggaraan Paket B Setara SMP 67. Pembinaan kelembagaan dan manajemen sekolah dengan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di satuan Pendidikan Dasar 68. Pembinaan minat, bakat, dan kreatifitas siswa 69. Pengembangan Comprehensive Teaching and Learning (CTL) 70. Pengembangan materi mengajar dan metode pembelajaran dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi 71. Penyebarluasan dan sosialisasi berbagai informasi pendidikan dasar 72. Penyediaan beasiswa retrieval untuk anak putus sekolah 73. Penyediaan beasiswa transisi 74. Penyelenggaraan akreditasi sekolah dasar 75. Penyelenggaraan Multi-Grade Teaching di daerah terpencil 76. Pembebasan Angka Buta Huruf melalui program kejar paket A dan B 77. Penyediaan pelayanan pendidikan dasar yang bermutu, teijangkau dan tanpa diskriminasi gender.
4.3.3.4. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Rencana kerja dari program prioritas ini adalah: 1. Pelaksanaan sertifikasi pendidik 2. Pelaksanaan uji kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan 3. Pelatihan bagi pendidik untuk memenuhi standar kompetensi 4. Pembinaan Kelompok Kerja (KKG)
145
5. Pembinaan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) 6. Pembinaan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Guru (PPPG) 7. Pendidikan
lanjutan
bagi
pendidik
untuk
memenuhi
standar
kualifikasi 8. Pengembangan mutu dan kualitas program pendidikan dan pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan 9. Pengembangan sistem pendataan dan pemetaan pendidik dan tenaga kependidikan 10. Pengembangan
sistem
penghargaan
dan
melindungi
profesi
pendidik 11. Pengembangan sistem perencanaan dan pengendalian program profesi pendidik dan tenaga kependidikan 4.3.3.5.
Program Manaiemen Pelayanan Pendidikan
Rencana kerja dari program prioritas ini adalah: 1. Pelaksanaan evaluasi hasil kerja bidang pendidikan 2. Pelaksanaan kerjasama secara kelembagaan di bidang pendidikan 3. Pengendalian
dan
pengawasan
penerapan
azaz
efisiensi
dan
efektivitas penggunaan dana dekonsentrasi dan dana pembantuan 4. Sosialisasi dan advokasi berbagai Peraturan Pemerintah di bidang pendidikan 5. Pembinaan Dewan Pendidikan 6. Pembinaan Komite Sekolah 7. Penerapan sistem dan informasi manajemen pendidikan 8. Penyelenggaraan pelatihan, seminar dan lokakarya, serta diskusi ilmiah tentang berbagai isu pendidikan. 4.3.3.6.
Program Pendidikan Nonformal
Rencana kerja dari program prioritas ini adalah: 1. Pemberdayaan pendidik nonformal
I46
2. Pemberian bantuan operasional pendidikan nonformal 3. Pembinaan pendidikan kursus dan kelembagaan 4. Pengembangan pendidikan keaksaraan 5. Pengembangan pendidikan kecakapan hidup 6. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan nonformal 7. Pengembangan data dan informasi pendidikan nonformal 8. Pengembangan kebijakan pendidikan nonformal 9. Pengembangan kurikulum, bahan ajar, dan model pembelajaran pendidikan nonformal I 0. Pengembangan sertifikasi pendidikan nonformal II. Perencanaan dan penyusunan program pendidikan nonformal I2. Publikasi dan sosialisasi pendidikan nonformal I3. Pengembangan TP A
4.3.4.Kebijakan Babel Cerdas 2011, dalam Strategi Pembangunan Pendidikan Dasar Provinsi Ketmlauan Bangka Belitung tahun 2007-2012
Berdasarkan pada pertimbangan bahwa Pendidikan Dasar merupakan basis dari pembangunan manusia, dan mengacu pada kondisi umum pendidikan dasar di daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang masih menghadapi permasalahan klasik seputar pemerataan, akses dan mutu, maka pendidikan dasar masih menjadi prioritas, maka ditetapkan indikator pencapaian pelaksanaan misi dalam meningkatkan kualitas sumber daya insani masyarakat. Berikut beberapa indikator capaian kebijakan Babel Cerdas 201I terkait dengan pendidikan dasar: I.
2.
Meningkatnya Angka Partisipasi Kasar (APK): ~
SD/MI dari I27,67% menjadi 129% (kurun 5 tahun)
~
SMP/MTs dari 87,49% menjadi 93,36% (kurun 5 tahun).
Meningkatnya Angka Partisipasi Murni (APM):
147
3.
~
SD/MI dari 93,24% menjadi 95,10% (kurun 5 tahun)
~
SMPIMTs dari 57,37% menjadi 62,53% (kurun 5 tahun).
Pembebasan dana pendidikan mulai dari TK/TPA, SD/MI, dan SMP/MTs.
4.
Ditargetkan setiap tamatan SMP/MTs hams bisa berbahasa lnggris/Arab.
5.
Minimal 94% (7-15 tahun) mendapat layanan pendidikan dasar yang memenuhi standar pelayanan minimal (SPM).
6.
Terciptanya kesetaraan dan kesempatan yang sama untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
7.
Meningkatnya mutu pendidikan dengan peningkatan hasil belajar siswa, tenaga kependidikan/kualifikasi dan sarana/media/fasilitas belajar.
8.
Mewujudkan Babel Cerdas 2011
Untuk lebih jelas, lihat indikator capaian Bidang Pendidikan dalam Pendidikan Dasar selama 5 tahun (2007-2012) di bawah ini: Tabel 4.18. Indikator Capaian Babel Cerdas 2011 dalam Bidang Pendidikan Dasar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007-2012 Indikator Kondisi Tahun No. (2006) Capaian 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1. APKSDIMI 114,83 115,87 118,00 120,00 123,00 126,00 129,00 APK 91,35 85,65 89,75 91,00 92,50 93,75 95,36 SMP/MTs 2. APMSD/MI 92,03 93,61 93,90 94,20 94,50 94,80 95,10 APM 59,16 66,69 67,00 67,35 67,70 68,00 68,50 SMP/MTs 3. Usia 7-12 98,60 99,14 99,25 99,45 99,60 99,80 100 Usia 13-15 85,98 88,62 83,00 86,00 90,00 94,00 98,00 4. AngkaDrop Out(DO) 0,91 0,90 0,85 0,80 0,70 0,65 0,60 SDIMI AngkaDrop 2,33 2,30 1,75 1,70 1,50 1,65 1,60 Out(DO) SMP/MTs Sumber: RPJMD Provms1 Kepulauan Bangka Behtung Tahun 2007-2012
Adapun strategi yang dilaksanakan dalam pencapaian mist di atas khususnya yang berkaitan dengan pendidikan dasar adalah:
148
1. Meningkatkan penyelenggaraan sektor pendidikan umum (SD/SMP), keagamaan (MVMTs), sekaligus pembebasan uang SPP dalam rangka menerapkan Wajib Belajar 9 Tahun, pemberian beasiswa kepada siswa berprestasi, serta meningkatkan kesejahteraan para pendidik (guru) dan petugas-petugas sekolah lainnya. 2. Mendukung Percepatan Pencapaian Program Babel Cerdas 2011. Didasarkan kepada kondisi pendidikan dasar di daerah Kepulauan Bangka Belitung yang ada, serta mengacu pada tiga pilar kebijakan nasional pendidikan serta rnisi meningkatkan sumber daya insani masyarakat melalui penguatan sektor pendidikan, kesehatan, olahraga, seni dan budaya daerah/nasional serta pembinaan generasi muda, maka dalam strategi pembangunan pendidikan ditetapkanlah sejumlah target yang diharapkan pada 2011. Dari dokumen yang ada, temyata bahwa program Babel Cerdas 2011 tidak hanya menyangkut bidang pendidikan dasar saja, tetapi juga bidang pendidikan lainnya: menengah, tinggi, dan nonformal. Pada skema kondisi terkini dan target yang diharapkan Program Babel Cerdas 2011, terlihat bahwa rencana target yang dibuat belum Hal in terlihat dari indikator-indikator pencapaian Babel Cerdas 2011 yang mencakup hampir semua indikator program yang ada, seperti dapat dilihat pada skema sebagai berikut:
149
Gambar 4.8. Skema Kondisi Terkini dan Target yang diharapkan Program Babel Cerdas 2011 Kondisi Terkini dan Target yang diharapkan Pro ~m Babel Cerdas 2011 Kondisi Terkini: Target yang diharapkan 20 II: PILARPERTAMA: PILAR PERTAMA: • Buta Aksara ( 4,98 % ) • Buta Aksara (< 0,98%) • APK PAUD (81,50%), APM • APK PAUD (90,50%), APM SDIMI/Paket A (97,22%), APK SD/Ml/Paket A (99,22%), APK SMP/MTs/Paket B (80,06%), APK SMP/MTs/Paket B (95,06%), SMAIMA/SMK!Paket C (66,38%) APK SMAIMA/SMK/Paket C • Baru 369 sekolah (SD=17,8% (80,38%) /MI=23,3% , SMP=71,1% • Sekolah telah memiliki /MTs=40,5% , SMA=73,85% Perpustakaan (SD/MI = 60%, /SMK=74,4% /MA=60%) yang telah SMP/MTs = I 00%, memiliki Perpustakaan r------' SMA/MA/SMK = 100%) • Baru beberapa sekolah (SD/MI, • Sekolah telah memiliki SMP/MTs, SMA/SMK/MA) yang Jaringan Internet (SD/MI = telah mempunyai Jaringan Internet 50%, SMP/MTs = 60%, PILARKEDUA SMAIMA/SMK = 100%) • Hasil UN masih dibawah rata-rata PILARKEDUA nasional (Th. 2007 SMK rangking ke • Hasil UN dan UASBN 24, SMA IPA rangking ke 24, IPS meningkat di atas rata-rata rangking ke 26 dari 33 Provinsi) nasional • Kompetensi guru 83 % level D, • Kompetensi guru level A (30 tidak ada yang A %) , B (50 %), tidak ada yang • Wajar 9 th (91,35 %), wajar 12 th D (65,65 %) • Wajar 9th (98,75 %), wajar 12 • Kualifikasi Pendidikan Guru 70,23% th ( 73,53 %) Belum S1 • Kualifikasi Pend.guru 85 % • Baru beberapa rintisan Sekolah telah Sl Berstandar Nasional (SBN) dan • Disetiap Kabupaten minimal Bertaraf Internasional (SBI) sudah Berstandar Nasional • Belum ada siswa Ikut Olimpiade (SBN) dan minimal 3 sekolah Tingkat International Bertaraf Internasional (SBI) • Akreditasi sekolah 0(4%), C (36%), tiap jenjang B (48%), A (12%) • Minimal I orang siswa meraih • Guru bersertikat Pendidik 29 org medali di olimpiade (0,19 %) international • Perbandingan siswa SMK SMA • Akreditasi sekolah minimal B masih rendah (38,85: 64,15) dengan tiap komponen B PILAR KE TIGA • Guru bersertifikat Pendidik min • Daya saing tenaga Kerja lulusan 40% SMK tingkat regional masih lemah • Perbandingan siswa SMK • Indeks Pemb.Manusia Babel Posisi SMA (55: 45) 12 PILAR KE TIGA • Belum ada Perda Penjaminan Mutu • Tenaga kerja lulusan SMK Satuan Pendidikan berdaya saing regional • Dimata masyarakat pendidikan • Indeks Pemb. Manusia babel belum memuaskan Posisi 5 • Ada perda Penjaminan Mutu Satuan pendidikan • Pendidikan 4 M ( Mudah, Murah, Merata dan Mutu ) Sumber: Paparan kebijakan b1dang pendidikan dalam Rakor Gubernur dengan Bupati/Wah Kota, Koba - Bangka Tengah, 18 Maret 2008
150
4.3.5. Kebiiakan Babel Cerdas 2011 dalam Kaedah lmplementasi
Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Kepulauan
Bangka
Belitung
2007-2012
adalah
dokumen
perencanaan untuk periode 5 (lima tahun). Penyusunan RPJMD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini disusun dengan mempertimbangkan visi, misi dan program prioritas Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih periode 20072012. RPJMD ini untuk berikutnya akan menjadi pedoman baik dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) untuk lima tahun mendatang, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) pada setiap tahun anggaran. 4.3.5.1. Pendidikan Dasar Dalam Kerangka Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2008 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Dalam rangka menjabarkan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RPJMD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007-2012, diperlukan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) tahun 2008 yang berisi prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan sumber pendanaannya untuk jangka waktu I (satu) tahun. RPKD dimaksud selain untuk menjamin terciptanya keterkaitan, konsistensi dan sinergitas antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan antar wilayah, antar sektor pembangunan dan antar tingkat pemerintahan secara terpadu, juga menjamin tercapainya sumber daya secara efektif, efisien, berkeadilan dan berkelanjutan
151
dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah. Selain
i~
RKPD berfungsi
sebagai pedoman: SKPD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam rangka penyusunan Rencana Kerja SKPD (Renja SKPD), menyusun dokumen perencanaan RKPD Kabupaten/K.ota, serta penyusunan RAPBD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Berdasarkan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2008 dengan mengacu kepada kondisi ekonomi makro tahun 2006 dan perkiraan tahun 2007, serta tantangan pokok yang dihadapi pada tahun 2008, salah satu prioritas pembangunan daerah tahun 2008 adalah peningkatan pelayanan, aksesibilitas dan kualitas pendidikan. Sasaran yang akan dicapai dalam prioritas peningkatan pelayanan, aksesibilitas dan kualitas pendidikan tahun 2008 yang terkait dengan pendidikan dasar adalah sebagai berikut: a. Meningkatnya partisipasi JenJang pendidikan dasar yang diukur dengan meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi mumi (APM) jenjang SD termasuk SDLB/MI!Paket A Setara SD dan meningkatnya APKjenjang SMP/MTs/Paket B Setara SMP. b. Meningkatnya proporsi sekolah yang memiliki fasilitas pelayanan pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan yang merujuk pada standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan. c. Meningkatnya keadilan dan kesetaraan pendidikan antar kelompok masyarakat termasuk antar perkotaan dan pedesaan, antara daerah manju dan daerah tertinggal, antara penduduk kaya dan penduduk miskin, serta antara penduduk laki-laki dan perempuan. d. Meningkatnya proporsi pendidik yang memenuhi kualifikasi pendidikan dan standar kompetensi yang disyaratkan.
152
e. Meningkatnya kesejahteraan pendidik. f.
Menurunnya angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas. Adapun arah kebijakan dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas
ditempuh melalui program pembangunan dengan fokus dan kegiatan prioritas sebagai berikut: Tabel4. 19. Rencana Keija Prioritas 1 RPKD 2007/2008 Rencana Kerja Prioritas 1 RPKD 2007/2008: Peningkatan Pelayanan, Aksesibilitas dan Kualitas Pendidikan (Pendidikan Dasar) Fokus 1:
Akselerasi Penuntasan wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang Bermutu
KEGIATAN beasiswa a. Penyediaan Rincian Kegiatan bagi siswa miskin dan siswa berprestasi pada 1) Pengadaan STTB jenjang pendidikan dasar Sekolah Dasar bagi siswa SD dan SMP 2) Pembangunan Pembangunan dan b. Lab.IPA rehabilitasi ruang kelas 3) Pembangunan sarana c. Pembangunan Perpustakaan prasarana pendukung di 4) Pengadaan buku SD/MIISDLB dan perpustakaan SMP/MTs/SMPLB yang sekolah mencakup perpustakaan 5) Pengadaan alat buku termasuk praktik dan peraga bacaaannya, sumber siswa belajar dan laboratorium 6) Pembinaan SMP d. Penyelenggaraan Terbuka pendidikan altematif 7) Workshop untuk memberi kurikulum tingkat pelayanan pendidikan satuan pendidikan bagi anak-anak yang (KTSP) tentang SD tidak mengikuti 8) Workshop reguler pendidikan kurikulum tingkat melalui penyelenggaraan satuan pendidikan Paket A setara SO dan (KTSP) tentang SO Paket B setara SMP 9) Pengadaan TV Edukasi dan kelengkapannya 10) Pengadaan parabola 11) Penyediaan BOS pada jenjang SO dan SMP 12) Pendampingan penguatan kemampuan baca, tulis dan berhitung
Sasaran program/ kegiatan
Dana (dalam ribuan) (Rp)
22.000 lbr
220.000
38 sekolah 34 sekolah
4.700.000 4.100.000
1000.000 eks
2.100.000 3.800.000
38 sekolah 270.000 17 sekolah 826.000 826 guru 210.000 210 guru 1.010.000 101 paket 25 paket 186.280 siswa
38.000 16.400.000 147.600
2.462 orang
2.462
1.231.000 938.900 3.559.719 140.000
153
warga belajar orang 13) Pendidikan 1.640 450.000 keaksaraan orang 14) Paket A 4.020 2.250.000 15) Paket B orang 16) Pengadaan 7 sekolah 2.500.000 perlengkapan sekolah PLB 17) Bantuan biaya 7 sekolah operasional PLB 18) Pengadaan 6 lokasi perlengkapan asramaPLB 5 unit 19) Pembangunan asramaPLB a. Percepatan peningkatan 1. Pendidikan Lanjutan 2.000 guru 5.700.000 Fokus II: dan Bagi Pendidik untuk kualiflkasi kompetensi bagi Memenuhi Stabdar Peningkatan pendidik Kualiflkasi S 1/04 2.000 guru 300.000 Ketersediaan, setiflkasi 2. Penetapan angka kredit b. Percepatan Kualitas dan akademik bagi pendidik guru dan pengawas 60.000 Kesej ahteraan 3. Workshop tim penilai 60 orang c. Peningkatan Pendidik kesejahteraan pendidik angka kredit guru dan d. Pembinaan pendidik dan pengawas 90 orang 120.000 tenaga kependidikan 4. Pengembangan kreatifltas guru 6.965 guru 21.500.000 Insentif 5. Pemberian Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Sumber: Rencana KeiJa Pemenntah Daerah (RPKD) Provmst Kepulauan Bangka Behtung Tahun 2008, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2007.
4.3.5.2.
lmplementasi Kebiiakan Babel Cerdas 2011 dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah
Dalam rangka mengoperasionalkan program dan rencana/kegiatan yang diusulkan dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RPJMD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007-2012, maka dibutuhkan untuk diterjemahkan lebih lanjut dalam rencana kerja yang lebih rinci dan terukur dalam Rencana Strategis (Renstra) Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) saing-masing. Renstra SKPD dimaksud akan ditetapkan dengan peraturan gubemur dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RP JMD yang telah ada.
154
Namun, hingga penelitian lapangan selesai dilakukan, temyata Renstra SKPD yang merupakan salah satu tolok ukur penting dari sistem akuntabilitas kinerja Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kepada Gubemur Kepulauan Bangka Belitung atas penyelenggaraan pelayanan pendidikan selama 5 (lima) tahun anggaran, masih menggunakan Renstra 2004-2009.
155
BABV IMPLEMENTASI KEBJJAKAN BABEL CERDAS 2011 DAN FAKTORFAKTOR YANG MENJADI KENDALA KEBIJAKAN BABEL CERDAS 2011
5.1 Analisis Implementasi Menurut Model Van Meter dan Van Horn 5.1.1
Standar dan Sasaran Kebiiakan
Menurut Van Meter dan Van Hom, variabel ini didasarkan pada kepentingan
utama terhadap
faktor-faktor
yang
menentukan
pencapaian
kebijakan. Indikator-indikator pencapaian ini menilai sejauh mana standar dan sasaran kebijakan telah direalisasikan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan tetjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi. Standar dan sasaran kebijakan berguna di dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh. Di dalam penelitian ini yang menjadi indikator untuk mengukur capaian hasil dari implementasi kebijakan Babel Cerdas 2011 adalah (1) analisis program, (2) analisis keberhasilan pembangunan pendidikan. 5.1.1.1 Analisis Program
Secara urnurn implementasi program Babel Cerdas 2011 akan sulit dioperasionalkan, karena adanya beberpa hambatan, Pertama, secara umum implementasi kebijakan dan program babel
Cerdas terkendala oleh ketiadaan dokumen pendukung. Hal sangat mendasar
156
yang merupakan indikasi ketidaksiapan instansi/lembaga untuk melaksanakan kebijakan Babel Cerdas 2011 mulai terlihat dari terlambatnya kebijakan dan program ini diturunkan ke dalam dokumen RP JMD yang telah disahkan. Saat ini di dalam dokumen yang telah disahkan (Peraturan Gubemur Nomor 21 tahun 2007 tentang RPJMD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun
2007~2012),
kebijakan ini belum disebut-sebut. Meskipun saat ini telah dilakukan revisi terhadap dokumen RP JMD yang telah disahkan masih betjalan - dimana kebijakan dan program babel Cerdas 2011 dimasukkan sebagai salah satu prioritas - namun kondisi ini telah mempengaruhi proses penyusunan Renstra SKPD, karena hingga penelitian ini selesai dilakukan Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masih menggunakan Renstra 2003-2007. Kemudian, dari dokumen yang ada, ditemukan bahwa kebijakan dan program Babel Cerdas 2011 belum dirinci ke dalam program-program yang lebih operasional (program aksi) yang secara spesifik menyebutkan bahwa program-program terse but adalah bagian dari program Babel Cerdas 2011. Belum dirincinya kebijakan dan program Babel Cerdas 2011 ke dalam berttuk rencana kerja (kegiatan) spesifik
yang akan dilaksanakan dapat
dilihat bahwa dari 6 program terkait dengan bidang pendidikan dasar yang telah dituangkan di dalam dokumen RPJMD 2007-2012, hanya program Babel Cerdas 2011 yang belum memiliki rencana kerja, yaitu: ( 1) program pembangunan pendidikan (dengan 12 rencana kerja); (2) program Babel Cerdas 2011 (-rencana kerja program prioritas tidak ada); (3) program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun (dengan 77 rencana kerja); (4)
program
157
peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan ( dengan 11 rencana kerja); (5) program manajemen pelayanan pendidikan, dan (6) program pendidikan nonformal (dengan 13 rencana kerja). Namun apabila mengikuti pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, bahwa kebijakan dan program babel Cerdas tersebut telah dilaksanakan: (Babel Cerdas itu memuat program apa saja?)
"Babel cerdas menaungilmembawahi semua program yang ada. Semua bermuara ke Babel Cerdas 2011". Pernyataan terse but didukung oleh skema Babel Cerdas 2011 yang sempat dipaparkan pada acara di bawah ini, acara rapat koordinasi gubernur dengan bupati/wali kota se Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada bulan Mei 2008. ,---------------------------------------------------------, SKEMA BABEL CERDAS 2011 BERDAYA SAING GLOBAL
I I
PEND. FORMAL Pend.TKIRA Pend. Dnar Pend.Menengah Pend.Tinggl
PASTIKAN BABELKU BERGEMA (Bersama, Bcrs.:atu Bargorak MJju)
TIGA PILAR KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL t . ....... d o n P -
Abes.._...bn 2.Peni..-Mutu.~
don DeyaSollog ............. 3. ~TIIa.....,_,
.UUnlllllllta,clon
atraPublkP.,
lH I
i~
I
i
I
u.P
-
3. UPTD 4 Olwllll f'wnd JKomile
• INTELEKTUAL · KINESTETlS
s. w.·a
: ~~AN
Stltollh
· •·· GwuiP.Inlont ~· 7.~
t TtiriapiCepend.
llfiliir*"-<. . •
I
11
PEHD. NON FORMAL P.,d. PAUD P.,d K...taraan p.,d.Kabarain
I Ku,..... den,......., Pend.Pemb.PenrnpuMI
•
Orinotua ...
11• . . . , . . .
11i AsMialf Pi-of.~
, 13. Dunla UlalaallnclutUf
I
r4 4f9* 1
-
1. Dlldll PrvviKabiKotll
· SPIRITUAL
158
Sumber: paparan bidang Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka gubernur dengan rakor Belitung yang disampaikan pada bupatilwalikota Bangka tengah 18 Maret 2008 Dari skema tersebut, dapat diterjemahkan bahwa Kebijakan Babel Cerdas 2011 merupakan kebijakan yang tidak saja mencakup bidang Pendidikan Formal
(Pendidikan TK/RA, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Tinggi), tetapi juga Pendidikan Nonformal (Pendidikan PAUD, Pendidikan Kesetaraan,
Pendidikan
Keaksaraan,
Kursus
dan
Pelatihan,
Pendidikan
Pembangunan Perempuan). Jadi sifat dari kebijakan ini sangat yang luas, karena mencakup seluruh program pembangunan pendidikan dari berbagai jenjang pendidikan ini, lebih menjadi tujuan ketimbang sebuah program.
Hal ini membawa kepada
konsekuensi bahwa kebijakan dan program ini memiliki indikator yang sangat banyak
karena ia menyangkut/berkenaan dengan seluruh program
yang ada dalam upaya menuju keadaaan Babel Cerdas 2011. Namun apabila pendapat tersebut diterima, akan terjadi tumpang tindih dengan kebijakan dan program lain, seperti dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.1. Analisis kebijakan dan program
.
Beberapa Kondisi Terkini dan Target Program Babel Cerdas 2011
Nama Program apabila mengacu pada RPJMD
(1)
(2)
(3)
No
1. 1.
2.
Rencana Kerja apabila mengacu Program _p_ada RPJMD (4)
Pilar Pertama: Pemerataan dan Perluasan Akses Pendidikan Pembebasan Belajar 2. Wajib Buta Aksara ( 4,98 % ) Program Angka Buta Huruf Pendidikan Dasar Sembilan menjadi melalui program kejar Tahun Buta Aksara (< 0,98%) _Qaket A dan B Menuntaskan Pemban_g_unan 1. A Pmgr-_am SDIMI/Paket APM
159
(97 ,22%), APK SMPIMTs/Paket B (80,06%) menjadi APM SD/MI!Paket A (99,22%), APK SMP/MTs/Paket B (95,06%),
3.
Baru 369 sekolah (SD=17,8% IMI=23,3% , SMP=71,1% /MTs=40,5% ; SMA=73,85% /SMK=74,4% /MA=60%) yang telah memiliki Perpustakaan menjadi Sekolah telah memiliki Perpustakaan (SD/MI = 60%, SMP/MTs = 100%) • Pilar Kedua: Penin2katan Mutu 1. Wajar 9 th (91,35 %), wajar 12 th (65,65 %) menjadi Wajar 9th (98,75 %), wajar 12th ( 73,53 %)
2.
3.
4.
5.
Kualifikasi Pendidikan Guru 70,23% Belum S 1 menjadi Kualifikasi Pend.guru 85 % telah S1 Guru bersertikat Pendidik 29 org (0, 19 %) menjadi Guru bersertifikat Pendidik min 40 % Baru beberapa rintisan Sekolah Berstandar Nasional (SBN) Bertaraf dan Intemasional (SBI) menjadi disetiap Kabupaten minimal sudah Berstandar Nasional (SBN) dan minimal 3 Bertaraf sekolah Intemasional (SBI) tiap jenjang
Akreditasi sekolah 0(4%), C (36%), B (48%), A (12%) menjadi Akreditasi sekolah
Pendidikan
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
Program Peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan Program Peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
Belajar Program Wajib Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
wajib belajar sembilan tahun pendidikan dasar 2. Penyelenggaraa n Paket A Setara SD 3. Penyelenggaraa n Paket B Setara SMP 4. Penyediaan beasiswa retrieval untuk anak putus sekolah • Pembangunan perpustakaan sekolah • Pemeliharaan rutin/berkala perpustakaan sekolah • Penyediaan buku pelajaran untuk SDIMI/SDLB dan SMP/MTs
3. Penyediaan pelayanan pendidikan dasar yang bermutu, terjangkau dan tanpa diskriminasi g_ender. • Pendidikan lanjutan bagi pendidik untuk memenuhi standar kualifikasi 12. Pelaksanaan sertifikasi pendidik
1.Pembinaan kelembagaan dan sekolah manajemen penerapan dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Pendidikan satuan Dasar dana 2. Penyediaan pengembangan sekolah untuk SDIMI dan SMP/MTs • Penyelenggaraan sekolah akreditasi dasar
160
minimal B dengan tiap komponen B 3.Pilar Ketiga: Manajemen Pendidikan Indeks Pemb.Manusia Babel Program I. Wajib Belajar Posisi 12 menjadi Indeks Pendidikan Dasar Sembi Ian Pemb. Manusia babel Posisi Tahun 5 Dimata masyarakat Program 2. Manajemen pendidikan belum Pelayanan Pendidikan memuaskan menjadi Pendidikan 4 M (Mudah, Murah, Merata dan Mutu)
• Pembebasan Angka Buta Huruf melalui program kejar paket A danB 9. Sosialisasi dan advokasi berbagai Peraturan Pemerintah di bidang pendidikan
Sarna seperti yang terdapat pada dokumen RP JMD Provinsi Kepulauan bangka Belitung 2007-2012, di dalam dokumen RKPD 2007/2008 pun program Babel Cerdas 2011 tidak dirinci secara spesifik dan jelas di dalam rencana kerja/kegiatan, apalagi yang berhubungan dengan bidang pendidikan dasar. Dalam RKPD 2007/2008 memang disebutkan bahwa rencana kerja prioritas Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2007/2008 adalah peningkatan pelayanan, aksesibilitas dan kualitas pendidikan. Khusus yang berhubungan dengan pendidikan dasar fokus dititikberatkan pada Akselerasi Penuntasan wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang Bermutu dan Peningkatan Ketersediaan, Kualitas dan Kesejahteraan Pendidik. Kegiatan berikut rincian kegiatannya apabila dikaitkan dengan program yang ada pada RPJMD, maka dapat disimpulkan bahwa rencana kerja/kegiatan yang ada tidak secara khusus mencerminkan program Babel Cerdas 2011. (lihat Tabel4.4)
161
Tabel5.2: Analisis Rencana Kerja Prioritas RKPD 2007/2008 dalam Program RPJMD 2007-2012 terkait Bidang Pendidikan Dasar Rencana Ketja Prioritas RKPD 2007/2008: Peningkatan Pelayanan, Aksesibilitas dan Kualitas Pendidikan (Pendidikan Dasar) (1) (2) (3) Kegiatan dalam Program Fokus 1: KEGIATAN apabila mengacu RPJMD Akselerasi a. Penyediaan beasiswa bagi siswa Program Pembangunan miskin dan siswa berprestasi Penuntasan pada jenjang pendidikan dasar Pendidikan wajib Belajar bagi siswa SD dan SMP Pendidikan b. Pembangunan dan rehabilitasi Program Wajib Belajar Dasar Sembilan ruang kelas Pendidikan Dasr Sembilan yang Tahun Tahun Bermutu c. Pembangunan sarana prasarana pendukung di SD/Ml/SDLB dan Program Wajib Belajar SMP/MTs/SMPLB yang Pendidikan Dasr Sembilan mencakup perpustakaan Tahun termasuk buku bacaaannya,
Fokus II: Peningkatan Ketersediaan, dan Kualitas Kesejahteraan Pendidik
sumber belajar dan laboratorium d. Penyelenggaraan pendidikan altematif untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anakanak yang tidak mengikuti pendidikan reguler melalui penyelenggaraan Paket A setara SD dan Paket B setara SMP e. Percepatan peningkatan kualifikasi dan kompetensi bagi pendidik f. Percepatan sertifikasi akademik bagi pendidik
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
Program Peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan Program Peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan kesejahteraan Program Peningkatan mutu g. Peningkatan pendidik pendidik dan tenaga kependidikan h. Pembinaan pendidik dan tenaga Program Peningkatan mutu kependidikan pendidik dan tenaga kependidikan
Kedua, secara urnurn implementasi program Babel Cerdas 2011 ak.an sulit
dioperasionalkan, karena adanya hambatan berupa belum dijabarkannya program Babel Cerdas 2011 ke dalam program-program yang bersifat operasional yang
162
isinya mudah dipahami dan dilaksanakan oleh pelaksana. Program ini juga belum menggambarkan secara jelas tujuan/sasaran, target dan indikator keberhasilan program yang ingin dicapai oleh pemerintah provinsi, serta kejelasan metode dan prosedur kerja yang harus ditempuh, dan kejelasan standar yang harus · dipedomani. Bagaimana tujuan-tujuan dari kebijakan tersebut dimasukkan ke dalam program-program yang lebih operasional (program aksi), hal ini tidak terlepas dari kaidah-kaidah yang bersifat given dan tidak dapat ditolak, dimana rangkaian implementasi kebijakan yang harus dilalui adalah dimulai dari program, ke proyek, dan ke kegiatan. Ketidakjelasan program ini dirasakan oleh kabupaten/kota, yang hingga penelitian ini selesai dilaksanakan, pelaksana masih kurang memahami program tersebut. Hal ini terungkap dari hasil wawancara di lapangan berikut: Hal ini terungkap dari hasil wawancara di lapangan berikut:
•
"Setiap program tentu ada visi/misi, tujuan. Tapi jangan lupa harus ada target. Target Babel Cerdas 2011 apa? Indikatornya apa? indikator keberhasilanjuga harus terukur............... sudah sampai mana? ..... apakah sudah sampai pada standar mutunya: standar mutu, target mutunya apa, indikator keberhasi/annya apa.... ? "15 Pemyataan tersebut, menjelaskan bahwa salah satu hal yang harus jelas
dalam penyusunan program adalah penggambaran tentang jenis kegiatan yang harus dilakukan dalam bentuk uraian kegiatan yang jelas, baik uraian kegiatan bagi setiap satuan kerja maupun uraian kegiatan dari setiap orang yang terlibat di dalamnya belum terdapat pada program Babel Cerdas 2011.
15
Wawancara dengan Kadis Pendidikan Kota Pangkalpinang, 1 Juli 2008
163
Padahal sebuah program yang benar adalah harus dirinci lebih lanjut ke dalam bentuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan, di mana proyek-proyek tersebut merupakan instrumen guna mengimplementasikan kebijakan, yang hasil akhirnya akan menentukan apakah akan menimbulkan perubahanperubahan dalam lingkungan kebijakan yang telah dibuat. Untuk melihat sampai sejauh mana kebijakan/program ini telah diterima dipahami oleh pelaksana di kabupaten/kota dapat dilihat pada hasil wawancara berikut: •
"Setiap program tentu ada visilmisi, tujuan. Tapi jangan lupa harus ada target. Target Babel Cerdas 2011 apa? Indikatornya apa? indikator keberhasilan juga harus terukur ............... sudah sampai mana? ..... apakah sudah sampai pada standar mutunya: standar mutu, target mutunya apa, indikator keberhasilannya apa?"
•
" ........... saya juga belum jelas Babel Cerdas 2011 itu indikatornya apa. ... maksudnya, kan kalau sudah menjadi semacam renstra, nah itu kan jelas. Kita mau mencapai ini, indikatornya apa. 1,2,3,4,5, jelas. Jadi beberapa dasar kita membuat program juga, kita tahu apa yang mau kita garap, apa yang mau kita kerjakan, kita lihat kondisi kita. Dari indikator ini apa yang mau kita genjot. Nah, sampai sekarang saya belum jelas indikatornya apa?" 16
•
( ..... bapak melihat dari rencana program dinas?) "Di dalam program, saya belum melihat, mungkin itu ada di teknis".
Selain itu, ketidakjelasan program yang dicanangkan provinsi ditambah dengan perbedaan masa jabatan pemimpin yang berbeda-beda, merupakan salah satu tantangan yang dihadapi. Renstra dinas pendidikan kabupatenlkota tergantung
16
kepada
RPJMD
masing-masing.
Sementara
itu
beberapa
lnforman adalah Kabid perencanaan dan bina program Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung.
164
kabupaten masih menyelesaikan RPJMD sebelumnya. RPJMD provinsi lebih dahulu satu sampai 2 tahun. Bagaimana caranya agar apa yang tertuang di dalam RPJMD provinsi diakomodir oleh kabupaten/kota, sementara waktu yang
ada
terbatas
2007-2011.
Sementara ada
yang
masih
harus
menyelesaikan RP JMD hingga tahun 2008. hal ini terungkap dari basil wawancara sebagai berikut: (apakah Kabupaten Belitung sudah mengadopsi kebijakan tersebut?)
" ....... Kita juga belum terlalu menggebu-gebu karena kita anggap, kita menuntaskan dulu yang tahun ini, sebagai tahun terakhir dari renstra kita, yang harus kita pertanggungjawabkan. Jadi dulunya kita seperti ini, sekarang seperti ini, keinginan kita kemarin seperti apa, apa sudah tercapai, apa lebih, apa kurang, nah itu kan harus kita pertimbangkan. Nah ini kalo kita lihat 3 tahun ke depan. ... saya belum jelas Babel Cerdas 2011 itu indikatornya apa? .. .... ... Di Belitung. Kita wajar 9 tahun tuntas, 12 tahun sudah dicanangkan, diprogramkan ...... Vtsi Gubernur Babel Cerdas 2011 belum tercover secara implisit dalam RPJM kami tahun terakhir mengikuti masa bupati. Setelah terpilih yang baru, kami, seperti apa bentuknya nanti kita lihat sampai 2008 kita sudah sampai di mana, apa-apa yang Icarus kita tambahkan, apa-apa yang bisa dikurangi. Tapi intinya jelas 3 pilar itu. "1 7
"..... .Namunkan kita juga punya visi-misi, punya program kerja juga, yang tentu arahnya ke sana. Ke 2011 Babel Cerdas, Cuma kami kan mungkin tidak 2011, tapi 2012 atau 2013, tetapi kita tetap menganggapnya Babel ...1 Ceruas .... "18
17
Wawancara dengan Kabid Perencanaan dan Bina Program Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung 18 Wawancara dengan Kadis Din as Pendidikan Kabupaten Bangka
165
(Jadi bisa disebutkan, kalau di Bangka sendiri Babel Cerdas itu sudah diterima dan dimasukkan ke Renstra?)
"Sudah kita, tapi namanya bukan seperti itu, namanya kita Wajib Be/ajar 12 Tahun, dan itu sudah kita renstra kan, dan diimplementasikan di 2009 ini. (hila di provinsi, Babel Cerdas adalah program tersendiri, kalau di Bangka tidak seperti itu?)
"lyalah tidak seperti itu, artinya kan beda-beda di narasi yang mereka terapkan. Tetapi tujuan akhirnya seperti itu. Kita tidak usah berdebat, masalah mengapa di provinsi menjadi program, tetapi di Bangka menjadi tujuan ".
19
Karena itu, apabila mengacu gambar 2.1 Timing lmplementasi, untuk implementasi kebijakan berlingkup kecil seperti kebijakan di tingkat daerah, maka apabila mengacu kepada hasil wawancara yang dilakukan dengan pihak internal dinas pendidikan provinsi
20
bahwa sosialisasi telah dilakukan sejak tahun 2007
(sejak kepala daerah barn terpilih), maka masa sosialisasi kebijakan yang berkisar 0-6 bulan sudah terlewat, dengan hasil pihak kabupaten/kota yang akan menjadi pelaksana implementasi-karena bidang pendidikan dasar merupakan wewenang kabupatenlkota)- belum/tidak memahami21 apa yang dimaksud dengan kebijakan dan program Babel Cerdas 2011.
19 20
21
Wawancara dengan Kadis Pendidikan Kabupaten Bangka Lihat hasil wawancara dengan Kadis dan Kabid Dikdas Lihat hasil wawancara dengan informan dari kabupaten/kota tentang sosialisasi
166
5.1.1.1 Analisis Keberhasilan Pembangunan Pendidikan Telah disebutkan bahwa salah satu tuntutan globalisasi adalah hams memiliki pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat bersaing dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa yang lain. Selain itu, kehidupan global dewasa ini dikuasai oleh prinsip-prinsip ekonomi yang menuntut daya saing tinggi. Saat ini kepentingan ekonomi sangat menentukan hubungan antarbangsa. Sebagai konsekuensinya, dibutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai daya saing yang setara dengan bangsa lain. Tingkat pendidikan masyarakat yang baik adalah prasyarat untuk kualitas hidup yang lebih baik, khususnya dalam tingkat melek huruf dan angka partisipasi pendidikan yang lebih tinggi. Dan itu hanya bisa diperoleh salah satunya apabila masyarakat mempunyai kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih merata dan berkualitas. HDI menunjukkan indeks perkembangan sumber daya manusia melalui tiga variabel yakni pendapatan, kesempatan mengikuti pendidikan, dan usia harapan hidup. Di balik perbedaan MDGs dan HDI, sesungguhnya ada aspek yang sama: pendidikan. Itu sebabnya, dalam laporan MDGs, setiap negara, mengklaim kemajuan pencapaian pembangunan dalam bidang pendidikan.
Menurut UNDP, laporan HDI bukan hanya mengukur status pendidikan (tetapi juga ekonomi dan kesehatan), namun ia merupakan dokumen rujukan yang valid guna melihat tingkat kemajuan pembangunan pendidikan di suatu negara. Salah satu aspek pembangunan manusia (HDI) adalah kesempatan mengikuti pendidikan, yang antara lain diukur dengan dari rata-rata lama sekolah atau
167
partisipasi sekolah untuk pendidikan dasar (primery enrolment ratios). Sementara i~
MDGs yang juga semacam patokan yang disepakati PBB dan 189 negara
anggota PBB sebagai sasaran pembangunan jangka panjang, 1990- 2015, memberi pedoman untuk menyasar delapan target, salah satunya khusus untuk jangkauan layanan pendidikan dasar, dalam upaya untuk memperoleh pendidikan dasar yang bersifat universal. Adapun target MDGs adalah memastikan pada tahun 2015, seluruh anak-anak dimanapun baik perempuan dan laki-laki mampu menyelesaikan seluruh pelajaran di sekolah dasar. Dan untuk menjawab itu semua, Indonesia melalui paradigma pendidikan membangun manusia seutuhnya, telah mulai bekerja secara efektif untuk memastikan dilakukannya percepatan implementasi rencana aksi Pendidikan Untuk Semua (PUS) di seluruh negeri, yang salah satunya dilakukan dengan menjamin terselenggaranya Wajib Belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Perencanaan dan strategi ini juga
telah mendapat
dukungan kuat dari pemerintah nasional dan lokal, di mana selanjutnya direspons Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan mengeluarkan Inpres No. 5/2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun dan Penuntasan Buta Aksara, serta upaya Depdiknas melakukan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun pada 2008 yang sudah harus tuntas sesuai dengan target EFA pada tahun 2009. Jadi dalam hal ini, upaya untuk memeratakan pendidikan melalui berbagai kebijakan seperti Wajib Belajar Pendidikan Dasar sembilan tahun dan meningkatkan kapasitas membaca masyarakat, pada dasarnya berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas SDM, dimana pendidikan (tingkat
168
partisipasi sekolah), maupun kemampuan membaca merupakan faktor penting di dalamnya.
Renstra Pendidikan Nasional juga konsisten hila dikaitkan dengan prinsipprinsip desentralisasi dan otonomi, dimana sesuai dengan UU No.32 Tahun 2003 tentang Otonomi Daerah pendidikan dasar dan menengah telah diserahkan ke daerah. Kondisi ini dimaksudkan untuk menciptakan rasa memiliki dan pemahaman yang lebih menyeluruh dari peran setiap stakeholder guna mendukung pelayanan pendidikan bagi masyarakat, sesuai dengan tiga pilar Renstra, yaitu: (i) meningkatkan pemerataan dan akses pendidikan dasar; (ii) meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan dasar; dan (iii) meningkatkan formulasi kebijakan pendidikan, keuangan, perencanaan dan manajemen oleh pemerintah. Tiga pilar renstra bersama-sama dengan rencana aksi EFA menyediakan kerangka keJ.ja pemerataan pendidikan untuk semua tanpa diskriminasi. Tujuan pendidikan dasar adalah memberi bekal kemampuan dasar (membaca, menulis, berhitung, serta menggunakan bahasa Indonesia) kepada peserta didik guna mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Wajib Belajar Pendidikan Dasar telah menjadi komitmen bangsa yang tertuang dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003. Dan sesuai dengan konteks dan kondisi yang dihadapi, komitmen
169
pembangunan manusia ini dipegang dan ditanggapi Indonesia melalui visi Insan
Indonesia yang cerdas dan Kompetitif 2025. Namun begitu terkait dengan visi Insan Indonesia yang cerdas dan
Kompetitif 2025 di atas, kondisi pendidikan dasar kita saat ini yang masih menghadapi sejumlah kendala dalam upaya mensukseskan Wajar Dikdas 9 Tahun, seperti sulitnya meningkatkan kualitas pendidikan mengingat beberapa indikator masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini karena Mutu Cerdas ditentukan indeks: Jumlah Sekolah, Siswa Baru, Angka Mengulang, Angka Putus Sekolah, Peserta Ujian dan Hasilnya, Angka Kelulusan, Guru menurut Status Kepegawaian, Guru menurut Tingkat Pendidikan, Kondisi Sekolah dan Ruang Kelas, Jumlah Peserta Didik Paket A dan Paket B, Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM), Angka Melanjutkan dan Angka Partisipasi Sekolah, Rasio Siswa Persekolah dan Rasio Siswa Perkelas.
Dalam konteks Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, upaya percepatan tersebut, khususnya dalam bidang Pendidikan nampaknya masih perlu terus digiatkan, mengingat beberapa indikator berkaitan dengan Wajar Dikdas 9 tahun masih jauh dari yang diharapkan. Daerah ini masih menghadapi sejumlah kendala dalam upaya mensukseskan Wajar Dikdas 9 tahun, terlebih hila dikaitkan dengan visi Babel Cerdas 2011, yang pasti mengacu kepada mutu cerdas yang ditentukan oleh indeks seperti telah disebut di atas. Untuk mendukung visi pendidikan nasional, Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki komitmen dengan mengeluarkan kebijakan di bidang
170
pendidikan, salah satunya Kebijakan Babel Cerdas 2011. Dilihat dari kebijakan Babel Cerdas 20 11, j elas bahwa kondisi pembangunan pendidikan Bangka Belitung yang melatarbelakangi pengambilan kebijakan yang telah ada, akan mempengaruhi tidak saja proses implementasi kebijakan, namun juga target yang ingin dicapai. Karena· itu, perlu untuk memahami, sejumlah kondisi pendidikan masih berpotensi sebagai kendala, seperti: permasalahan capaian pendidikan
(APK,
ketenagaan/guru
APM,
(kualifikasi
angka
transisi,
dan
kompetensi
DO, guru),
dan
sebagainya),
sarana/prasarana
(perpustakaan, laboratorium), manajemen, serta mutu. Kondisi pembangunan pendidikan yang ada akan mempengaruhi implementasi kebijakan,
karena bagaimanapun,
berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan bahwa urusan pendidikan dasar telah diserahkan ke daerah. Kondisi ini dimaksudkan untuk menciptakan rasa memiliki dan pemahaman yang lebih menyeluruh dari peran setiap stakeholder guna mendukung pelayanan pendidikan bagi masyarakat, sesuai dengan tiga pilar Renstra, yaitu: (i) meningkatkan pemerataan dan akses pendidikan dasar; (ii) meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan dasar; dan (iii) meningkatkan formulasi kebijakan pendidikan, keuangan, perencanaan dan manajemen oleh pemerintah.
Keberhasilan pembangunan pendidikan adalah suatu keadaan di mana pendidikan telah mencapai nilai tertentu dalam memanfaatkan program
171
pembangunan pendidikan (isu strategis pendidikan) yaitu pemerataan dan perluasan kesempatan belajar, peningkatan mutu, dan manajemen pendidikan. Terkait dengan keberhasilan pembangunan pendidikan dengan mendasarkan diri kepada tiga isu strategis kebijakan pembangunan pendidikan tersebut, maka dari sekian banyak indikator yang ada departemen pendidikan nasional memilih delapan indikator yang dianggap paling tepat mengukur keberhasilan pendidikan dan juga merupakan penseleksian ulang dari ketiga indikator isu strategis kebijakan pembangunan pendidikan, yaitu ( 1) pemerataan pendidikan digunakan indikator adalah APM usia sekolah (Angka Partisipasi Sekolah) dan Angka Melanjutkan (AM), (2) mutu pendidikan digunakan empat indikator adalah% GL, %RKb, %APS, dan %AU, serta (3) efisiensi internal pendidikan digunakan dua indikator adalah KE dan AB. Adapun capaian hasil di Provinsi Kepulauan Belitung dalam keberhasilan pendidikan dasar- nya adalah sebagai berikut: Tabel5.3. Kelompok/Jenis Indikator, Nilai, Bobot, dan Hasil Indikator Keberhasilan Pendidikan pada jenjang SDIMI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung No. Data(%) Kelompok/J en is Bobot(%) Hasil Indikator (3) (2) (2) (4) (5)= (3) X (45 Pemerataan 1. APMus 85,98 25 0,25x85,98=21 ,49 AM 2. 92,59 0,05x92,59=4,63 5 Mutu %GL 3. 6,65 25 0,25x6,65= 1,66 %RK.b 4. 10 79,58 0,1x79,58=7,96 5. APS 0,54 0,05x0,54=0,027 5 AU 6. 8,83 0,05x8,83=0,44 5 Efisiensi Internal KE 97,36 0,25x97 ,3 6=24,34 25 7. 8. AB 98,22 0, 1x98,22=9,82 10 70,367 Jumlah 100 Sumber: diolah dari kues10ner pendidikan: Rangkuman Data Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007 s.d 2008, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
172
Mengacu pada nilai tingkat nasional yang dijadikan standar ideal, dengan hasil 70,37, berarti pencapaian keberhasilan hanya 70 persen, maka posisi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam pembangunan pendidikan SD/MI masih berada pada peringkat empat yaitu kurang berhasi/. (lihat Tabel. Tabel 3.9. Kategori Keberhasilan Pendidikan Menggunakan 5 Altenatit) Tabel 5.4. Kelompok/Jenis Indikator, Nilai, Bobot, dan Hasil Indikator Keberhasilan Pendidikan pada jenjang SMP/MTs Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Data(%) Kelompok/Jenis Bobot (%) No. Hasil Indikator (Jl_ (3) (2) (4) (5)= (3) X (4) Pemerataan APMus 85,98 1. 0,25x85,98=21 ,49 25 2. 92,59 AM 0,05x92,59=4,63 5 3. 4. 5. 6.
7. 8.
Mutu %GL %RK.b APS AU Efisiensi Internal
54,09 84,68 1,68 0,72
KE
95,73
AB
98,59
25 10 5 5
0,25x54,09= 13,52 0, I x84,68=8,4 7 0,05x1,68=0,084 0,05x0, 72=0,036
25
0,25x95, 73=23,93
10
0, 1x98,59=9,86
Jumlah 82,02 100 .. .. Sumber: dtolah dari kuestoner pendtdikan: Rangkuman Data Pendidikan Provmst Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007 s.d 2008, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Sementara itu, pada jenjang SMP/MTs hasil yang diperoleh 82,02, berarti pencapaian keberhasilan 80 persen, maka posisi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam pembangunan pendidikan SMP/MTs sudah berada pada peringkat dua yaitu berhasil. (lihat Tabel. Tabel 3.9. Kategori Keberhasilan Pendidikan Menggunakan 5 Altenatif)
173
Apabila dirangkum, malca kinerja pendidikan dasar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dilihat dari standar ideal dan norma nasional adalah sebagai berikut: Tabel5.5. Kinerja Pendidikan Dasar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berdasarkan Standar Ideal dan Norma Nasional No. Nilai Indikator Standar Arti Norma Arti Ideal SDIMI SMP/MTs nasional SDIMI SMP/MTs I. Pemerataan 89,97 85,78 100 Bel urn 65 Sudah Sudah merata merata merata 2. 33,00 60,52 Mutu 100 Belurn 75 bel urn bel urn bermutu bermutu bermutu Efisiensi 97,90 3. 96,78 100 Belurn 90 Sudah Sudah Internal efisien efisien efisien 4. Keberhasilan 70,37 82,02 Belurn 100 70 Kurang berhasil berhasil berhasil ..
..
..
Sumber: Badan Penehtlan dan Pengembangan Pusat Stat1stik Pend1dikan, Depd1knas Tahun 2007
Berdasarkan Tabel 4.22 dapat dikatakan bahwa bila menggunakan standar ideal masing-masing indikator, temyata belum merata, belum bermutu, belum efisien, dan belum berhasil. Namun, jika menggunakan norma nasional temyata untuk jenjang SMP/MTs sudah berhasil, yang ditandai sudah merata dan sudah efisien walaupun belum bermutu. Tapi untuk jenjang SD/MI kurang berhasil karena berdasarkan kategori keberhasilan menggunakan 5 (lima) altematif pembangunan pendidikan SD/MI masih berada pada peringkat empat yaitu kurang berhasi/, meskipun sudah merata, sudah efisien, dan mutu sangat rendah. Mengacu pada kondisi capaian hasil dari ketiga pilar pendidikan pada bidang pendidikan dasar terkait Kebijakan dan Program Babel Cerdas 2011, dilihat dari berbagai indikator yang ada, maka pertanyaannya adalah apa yang ingin diraih dari kebijakan tersebut? aspek tuntas sajakah, atau tuntas bermutu dan efisien? Karena apabila dilihat dari capaian hasil mutu, memang masih
174
jauh dari yang diharapkan. Apakah dengan waktu selama empat tahun- dari tahun 2007 ke 2011 target waktu pencapaian Babel Cerdas 2011 - (RP JMD 2007-2012)
cukup?
Kendala apa yang
dihadapi
daerah agar dapat
memperoleh hasil sesuai dengan skema kebijakan yang telah dirancang?? Apabila mengacu kepada visi-misi dan tujuan kebijakan dan program Babel Cerdas 2011, jelas bahwa kebijakan yang dibuat dengan mengacu kepada tiga pilar kebijakan pendidikan nasional ini, sebagaimana terlihat pada Skema Babel Cerdas 2011 Berdaya saing Global (lihat gambar 2.2), bahwa implementasi kebijakan yang melibatkan sejumlah besar stakeholder pendidikan ini, tidak hanya mengutamakan aspek tuntas (di mana seluruh anak usia pendidikan dasar negeri kepulauan ini dapat bersekolah), namun juga menerima pendidikan yang bermutu yang diselenggarakan secara efisien. Hal ini jelas terlihat dari visi-misi pemerintah daerah dalam bidang pendidikan, bahwa pembangunan pendidikan hams menghasilkan sumber daya insani yang tidak saja cerdas secara intelektual tetapi juga cerdas secara kinestetis, spiritual, emosi maupun sosial, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta iman dan taqwa. Hal ini sejalan dengan visi Departemen Pendidikan Nasional mencanangkan visi "lnsan Indonesia Cerdas dan Kompetitif 2025", yang dalam rencana strategis -nya yang dituangkan ke dalam RPJM 2005-2009 juga menyebutkan bahwa kondisi sumber daya manusia yang ingin dicapai adalah terjadinya peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang antara lain, ditandai oleh meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) yang diarahkan untuk membangun bangsa
175
yang berkarakter cerdas, adil dan beradab, berkepribadian nasional, tangguh, kompetitif, bermoral, dan berdasarkan Pancasila serta berorientasi iptek. Jelas, bahwa sebagai sebuah kebijakan publik, kebijakan ini dibuat oleh pemerintah daerah, sebagai strategi mereaiisasikan tujuan dari daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk mengantar masyarakat provinsi ini menuju kepada masyarakat yang dicita-citakan, yaitu "Terwujudnya
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang aman, damai, sejahtera, adil, demokratis dan berdaya saing global dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia", melalui misi pembangunan jangka menengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2007-2012 "Meningkatkan sumber daya insani
masyarakat melalui penguatan sektor pendidikan, kesehatan, olahraga, seni dan budaya daerah/nasional serta pembinaan generasi muda ". Sebagai sebuah strategi, maka keberhasilan pencapaian pembangunan pendidikan akan tergantung kepada capaian hasil pembangunan pendidikan dasar yang ditentukan berdasarkan indikator-indikator yang telah ada. Adapun indikator capaian bidang pendidikan dasar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2007-2012 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel5.6. lndikator Capaian Bidang Pendidikan Dasar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007-2012 Indikator Kondisi Tahun No. Capaian (2006) 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1. APKSDIMI 114,83 115,87 118,00 120,00 123,00 126,00 129,00 APK 91,35 85,65 89,75 91,00 92,50 93,75 95,36 SMP/MTs 2. APMSDIMI 92,03 93,61 93,90 94,20 94,50 94,80 95,10 APM 59,16 66,69 67,00 67,35 67,70 68,00 68,50 SMPIMTs 3. Usia 7-12 98,60 99,14 99,25 99,45 99,60 99,80 100
176
Usia 13-15 AngkaDrop Out(DO) SD/MI AngkaDrop Out(DO) SMPIMTs
4.
85,98
88,62
83,00
86,00
90,00
94,00
98,00
0,91
0,90
0,85
0,80
0,70
0,65
0,60
2,33
2,30
1,75
1,70
I ,65
1,60
1,50
Sumber: RPJMD Provmst Kepulauan Bangka Behtung Tahun 2007-2012
Jelas, bahwa apabila dilhat dari target pencapaian pembangunan pendidikan dasar provinsi ini untuk lima tahun ke depan (2007-2012), bahwa pembangunan pendidikan masih dititik beratkan pada pencapaian pilar pertama yaitu pemerataan dan perluasan akses pendidikan, inipun belum tuntas karena target pencapaian
pada tahun 2012 untuk Angka Partisipasi Murni (APM) khususnya pada jenjang SMP/MTs sebesar 68,50 persen, masihjauh dari standar nasional (100%). Sementara itu,
indikator
lainnya yang
berkaitan dengan masalah
peningkatan mutu dan manajemen pendidikan, seperti: ditargetkan setiap tamatan SMP/MTs harus bisa berbahasa Inggris/Arab, minimal 94% (7-15 tahun) mendapat layanan pendidikan dasar yang memenuhi standar pelayanan minimal (SPM), meningkatnya mutu pendidikan dengan peningkatan hasil belajar siswa, tenaga kependidikan/kualifikasi dan sarana/media/fasilitas belajar, membutuhkan kerja keras karena lebih sulit untuk direalisasikan. Hal ini karena apabila dilihat dari capaian hasil persentase Guru Layak (%GL), persentase Kesesuaian Guru Mengajar dengan ljasah yang dimiliki (%GS),
persentase
Ruang
Kelas
baru
(%RKb),
persentase
Fasilitas
(%Perpus/Lab), Angka Lulus (AL), Angka Putus Sekolah (APS) dan Angka Ulang (AU) yang dihitung bersama-sama, maka kondisi menunjukkan bahwa daerah ini masih menghadapi permasalahan rendahnya mutu pendidikan. Terlihat
177
dari capatan hasil mutu pendidikan SD/MI sebesar 33,0 dan untuk jenjang
SMP/MTs, dengan capaian 60,52, masih terdapat kesenjangan sebesar 67,0 (SD/MI) dan 39,48 (SMP/MTs), yang walaupun apabila diukur dari norma nasional dianggap sudah bermutu, namun apabila dilihat dari standar ideal seharusnya 100, belum bermutu. (lihat Tabe1.5.4) Jelas, apabila dilihat dari tantangan dan permasalahan pendidikan dasar di provinsi ini, maka faktor yang masih menjadi kendala adalah terutama pada rendahnya mutu pendidikan, yang disebabkan rendahnya capaian hasil pembangunan pendidikan selama ini.
5.1.2
Komunikasi antar organisasi Menurut Van Meter dan Van Hom, implementasi akan berjalan efektif
hila standar dan sasaran/tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab dalam pencapaian kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan tidak dapat dilaksanakan kecuali jika ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan dinyatakan dengan cukup jelas, sehingga pada pelaksana dapat mengetahui apa yang diharapkan dari standar dan sasaran kebijakan.
Dalam hal ini,
hubungan antar organisasi dalam banyak program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program. Secara umum, kunci keberhasilan implementasi program Babel Cerdas 2011 adalah kerjasama/koordinasi antara antara para pelaksana. Tanpa koordinasi, program tidak mungkin dapat dijalankan/diimplementasikan, akan
178
sulit dioperasionalkan. Apalagi mengingat bahwa kebijakan ini sebenamya bersifat top-down. Maka apabila dilihat dari poin koordinasi, mengingat bahwa kewenangan pendidikan dasar berada di kabupatenlkota - meskipun dalam pembangunan pendidikan seluruh kebijakan pendidikan mengacu kepada kebijakan nasional - · namun komunikasi tentang kebijakan/program yang diluncurkan oleh provinsi seharusnya tidak dilakukan satu arab, sehingga tidak menimbulkan kesan bahwa kebijakan tersebut dianggap "kurang mencerminkan kebutuhan daerah". Hal ini terungkap dari hasil wawancara berikut: (seharusnya hal apa yang dilakukan pihak provinsi sehubungan dengan program baru?)
"....... .Apakah provinsi sudah melihat kebutuhan kabupaten/kota? Selain itu provinsi harus melakukan pemetaan, mapping dulu kabupatenlkota itu. Dengan beberapa indikator, baru kita tahu mana yang harus kita skala prioritas, misalnya ternyata di Bangka Selatan SD nya kurang sekian, sementara, Pangkalpinang sudah, maka proritaskan daerah itu dulu dalam rangka pemerataan akses. Ternyata banyak anak-anak disini yang belum sekolah, karena tidak ada ruang, kelas, dsbnya. Kita bangun sekolah, bagaimana dibangun, hila perlu jika tidak ada biaya bisa sistem satu t .... aap
,]2
(bagaimana agar program ini diterima oleh kab/kota?)
"Kunci keberhasilan kerjasama antara dinas provinsi dengan dinas kabupaten harus benar-benar solid. Artinya provinsi harus betul-betu/ mendukung apa sih yang kurang di daerah, apa sih yang dibutuhkan di daerah ini. Bangka Selatan, Bangka Barat, Be/itung, Belitung Timur, kan lain-lain sebetulnya, tidak akan sama. 0/eh karena itu, mereka tidak bisa 22
Wawancara dengan Kadis Pendidikan Kota Pangkalpinang. tanggall Juli 2008
179
membuat program dengan mengeneralisasikan, ini lho untuk provinsi. Selama ini saya merasakan masih ada hal-hal seperti itu, jadi semacam ndak kompak Kita perlunya seperti ini, tapi kok keluarnya begini. Nah itu banyak, banyak sekali. Contoh kecil, kita ndak perlukan lagi SMA banyakbanyak, yang kita butuhkan SMK nya,
malah SMA nya yang ditambah,
SMKnya malah ndak Nah itu salah satu bentuk. kenapa terjadi hal seperti itu, mungkin koordinasi kita yang terputus, atau mungkin bisa juga dari pusatnya telah diatur sedemikian rupa..... . (apa yang harus dilakukan provinsi agar koordinasi tidak terputus?)
"......... menurut saya perlu adanya sinkronisasi program 1 kali setahun wajib dilaksanakan. Kemudian setiap unsur yang ada, di dalam dinas provinsi maupun kabupaten/kota, ya harus patuh dengan apa yang sudah diprogramkan itu. Jadi jangan program jalan sendiri, kerja ini }alan sendiri. kalau begitu ndak akan ketemu kita. Nah, jadi programnya itu betul-betul kesepakatan bersama, komitmen bersama yang ingin dicapai dalam rangka mencapai Babel Cerdas 2011. Waktu 3 tahun itu kan tidak gampang"
Sementara itu, berkaitan dengan apa yang terjadi berkenaan dengan masalah
soslalisasi, dan yang dilakukan oleh pihak provinsi dalam mensosialisasikan kebijakan/program Babel Cerdas 2011, terungkap dari hasil rangkaian wawancara sebagai berikut: (kapan Babel Cerdas menjadi kebijakan?i3
23
Wawancara dengan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
180
"Babel Cerdas ada sejak pak eko masuk ... ...... Program ini sudah disosialisasikan, tergantung lagi implementasi mereka bagaimana. Sudah berjalan". Ketika pertanyaan yang sama diajukan kepada ·Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang bersangkutan menyatakan telah melakukan sosialisasi, yaitu berupa baliho, lefleat, edaran ke sekolahsekolah, iklan layanan masyarakat (tahun 2007 melalui TV dan radio lokal). Adapun kalimat yang tertulis dalam baliho dan lefleat adalah
"AYO! Tuntaskan Wajib Be/ajar Pendidikan Dasar 9 Tahun YANG BERMUTU menuju Babel Cerdas 201rY4... Gerakan Nasional Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun". Masih dalam lingkungan internal dinas pendidikan provinsi, menurut Kasi Perencanaan (Bapak Sarmasih) yang diserahkan tanggung jawab untuk menangani program Babel Cerdas 2011, diperoleh informasi bahwa program ini telah disosialisasikan, baik ketika melakukan meeting, workshop, dan kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan di lingkungan pendidikan, baik itu dengan pihak dinas pendidikan kabupaten/kota, maupun sekolah-sekolah. Hal ini juga disampaikan melalui paparan bidang pendidikan di hadapan kepala daerah se-Kepulauan Bangka Belitung pada Rakor Gubemur dengan Bupati/Wali Kota di Bangka Tengah pada tanggal 18 Maret 2008. Maka apabila mengikuti informasi tersebut, sebenamya pihak provinsi telah melakukan sosialisasi dalam bentuk bermacammacam.
24 Ketika dikonfirmasi kenapa 2010, menurut informan hal tersebut terjadi karena kesalahan cetak
181
Namun apa yang telah dilakukan oleh pihak provinsi ternyata bagi pelaksana di kabupatenlkota
belum cukup, karena walaupun pelaksana di
kabupatenlkota yang merupakan sasaran dari program ini telah mendengar keberadaan kebijakan dan program Babel Cerdas 2011, namun tidak/belum memahaminya, seperti terungkap dari wawancara sebagai berikut: •
(Apa yang dimaksud babel cerdas 2011 ?)
"Sesuatu yang baru, karena semacam visi-misi gub yang baru, dan baru disosialisasikan itupun tidak secara langsung, kami dengar pada bulan Mei dan haru dicanangkan. Terus terang bagi kami baru wacana". 25 • (selama ini belum ada sosialisasi khusus untuk Babel Cerdas?)
"Mungkin di tingkat kepala dinas sudah" (instruksi langsung dari kadis yang berkaitan dengan Babel Cerdas?)
"Sifat informasi sudah, tapi dalam bentuk riil, tidak mudah". (tidak mudah? Mengapa?)
"Tidak mudah, saya yakin sosialisasi itu tidak cukup dalam satu tahun. Sosialisasi dalam arti kata semua pihak memahami. ltu kan perlu waktu. Artinya orang, sekali sosialisasi belum tentu tahu makna mau kemana kita. Belum jelas, indikatornya aja, misalnya saya ingin membuat bolu ulang tahun, yang terbaik. Ya kita tahu kue bolu itu, tapi kategori terbaik itu yang seperti apa? Apa dua tingkat, tiga tingkat, kan harus jelas itu. Ukuran besarnya seperti apa, kembangnya seperti apa, lilinnya harus di mana, gitu kan? Jadi, bagi kita, ukuran Babel Cerdas 2011 itu apa? Nah, itu yang sampai hari ini bagi saya, dan kawan-kawan di Belitung juga masih sering bertanya-tanya, indikatornya apa? ....... Nah ini kalo kita lihat 3 tahun ke depan. Kemarin saya belum jelas Babel Cerdas 2011 itu indikatornya 25
lnforman adalah Kabid Bina Program Dinas Pendidikan Belitung (Bapak Rafeli), wawancara dilakukan pada Juni 2008 di sela-sela kegiatan workshop BOS
182
apa... Kita bukan sosialisasi, cuma didengung-dengungkan ........ seperti apa sih makhluknya itu" Sementara itu dari infonnan yang lain26 : (katakanlah ini kebijakan baru, kebijakan semasa Pak Eko, .............. . apakah dari provinsi sudah memperkenalkan program babel cerdas, .... . ada tidak kabupaten menerima?)
"Saya sendiri, karena baru menjabat di sini sekitar 2 minggu, khusus mereka mengundang masalah program Babel Cerdas itu, saya belum tahu". (sepengetahuan bapak?)
"Kalau saya sendiri belum, tapi mungkin untuk kepa/a dinas mungkin sudah. Karena mungkin mereka tidak memberitahukan ke kita, tapi kalau dari semacam bentuk sural dari provinsi mereka selalu di bawah tuh ada Babel Cerdas 2011 ". ( ........ yang akan mengimplementasi di lapangan adalah kabupatenlkota . ................ Apakah baru pada tahap sosialisasi, perkenalan seperti yang bapak sebutkan?)
"Saya rasa untuk secara formal belum ada rasanya pihak provinsi itu menyampaikan
Babel Cerdas.
Permasalahannya
apakah
mereka
mengundang sekda kita, atau kepala dinas, tetapi kita yang teknis di bawah ini rasanya belum. Kita hanya tahu sebatas dari slogan-slogan mereka ketika meeting, rapat koordinasi, bahwa di kantor gubernur itu ada Babel Cerdas nya.............. Saya juga belum paham, apa sih program mereka. Kalau program itu saya sudah tahu, bahwa ini oh begini, kayak kemarin lah. Gadi secara spesifik, belum?)
26 lnforman adalah kabag TU Oinas Pendidikan Kabupaten Bangka (Bapak Tedi) wawancara dilakukan pada Juni 2008 setelah wawancara dengan Bapak Rafeli
183
"lya, itu, lea/au leaca mata saya. Tapi lea/au kepala dinas lain, ya mungkin ada penjelasan lain".
Informasi yang diperoleh dari Kabid Perencanaan dan Program Dinas Pendidikan Kota Pangkalpinang27 , malah mempertanyakan apakah program Babel Cerdas 2011 sudah disosialisasikan: (Apakah Pangkalpinang sudah mengadopsi Babel Cerdas 2011 ?) Saya kurang paham, saya tidak ikut sosialisasi itu. Mungkin kepala dinas /angsung yang diundang ..."
(bapak melihat dari rencana program dinas?) "Di dalam program, saya belum melihaf'.
(Babel Cerdas 2011 ?) ltu banyak programnya, apakah program itu sudah disosialisasi'?
(Nah itu pertanyaannya) "ltu lean program provinsi....... saya baru dengar kulitnya aja, ada disurat sebagai logo. Pengertian Babel Cerdas itu apa sih, yang mau dibikin tuh apa? Karena itu provinsi, tentunya orang provinsi yang tahu, saya sendiri belum tahu".
Sementara itu, apabila mengacu gambar 2.2. Timing Implementasi, untuk implementasi kebijakan berlingkup kecil seperti kebijakan di tingkat daerah, maka apabila mengacu kepada hasil wawancara yang dilakukan dengan pihak internal dinas pendidikan provinsi
28
bahwa sosialisasi telah dilakukan sejak tahun 2007
(sejak kepala daerah baru terpilih), maka masa sosialisasi kebijakan yang berkisar 27 28
Wawancara pada tanggal 26 Juni 2008 Lihat hasil wawancara dengan Kadis dan Kabid Dikdas
184
0-6 bulan sudah terlewat, dengan hasil pihak kabupatenlkota yang akan menjadi pelaksana implementasi-karena bidang pendidikan dasar merupakan wewenang kabupatenlkota)- belum/tidak memahami 29 apa yang dimaksud dengan kebijakan dan program Babel Cerdas 2011. Jadi dapat disimpulkan bahwa, komunikasi antar organisasi dalam implementasi kebijakan/program Babel Cerdas 2011 bel urn betjalan sebagaimana mestinya.
5.1.3
Kecenderungan (disposition) pelaksana/imple mentator Pada tahap ini pengalaman-peng alaman subyektifitas individu memegang
peran yang sangat besar. Van Meter dan Van Hom berpendapat bahwa setiap komponen dari model yang dibicarakan sebelumnya harus disaring melalui persepsi pelaksana yang mungkin akan mempengaruhi kemampuan dan keinginan mereka untuk melaksanakan kebijakan. Terdapat 3 unsur tanggap pelaksana yang mungkin mempengaruhi kemampuan dan keinginan mereka untuk melaksanakan kebijakan, yakni: kognisi (komprehensi, pemahaman) tentang kebijakan, macam tanggapan terhadapnya (penerimaan, netralitas, penolakan) dan intensifitas tanggapan. Ketidakjelasan program ini dirasakan oleh kabupaten/kota, yang hingga penelitian ini selesai dilaksanakan, pelaksana masih kurang memahami · program terse but. Hal ini terungkap dari hasil wawancara di lapangan berikut:
• (Apa yang dimaksud babel cerdas 2011 ?)
29
Lihat hasil wawancara dengan informan dari kabupaten/kota tentang sosialisasi
185
"Sesuatu yang baru, karena semacam visi-misi gub yang baru, dan baru disosialisasikan itupun tidak secara langsung, kami dengar pada bulan Mei dan baru dicanangkan. Terus terang bagi kami baru wacana".
30 .
(selama ini belum ada sosialisasi khusus untuk Babel Cerdas?)
"Mungkin di tingkat kepala dinas sudah" (instruksi langsung dari kadis yang berkaitan dengan Babel Cerdas?)
"Sifat informasi sudah, tapi dalam bentuk riil, tidak mudah". (tidak mudah? Mengapa?)
"Tidak mudah, ..... belum jelas, indikatornya aja, misalnya saya ingin membuat bolu ulang tahun, yang terbaik Ya kita tahu kue bolu itu, tapi kategori terbaik itu yang seperti apa? Apa dua tingkat, tiga tingkat, kan harus jelas itu. Ukuran besarnya seperti apa, kembangnya seperti apa, lilinnya harus di mana, gitu kan? Jadi, bagi kita, ukuran Babel Cerdas 2011 itu apa? Nah, itu yang sampai hari ini bagi saya, dan kawan-kawan di Belitung juga masih sering bertanya-tanya, indikatornya apa? ....... Nah ini kalo kita lihat 3 tahun ke depan. Kemarin saya belum jelas Babel Cerdas 2011 itu indikatornya apa... Kita bukan sosialisasi, cuma didengungdengungkan. ..••••• seperli apa sih makhluknya itu" •
"Setiap program tentu ada visilmisi, tujuan. Tapi jangan lupa harus ada target. Target Babel Cerdas 2011 apa? Indikatornya apa? indikator keberhasilanjuga harus terukur............... sudah sampai mana? ..... apakah sudah sampai pada standar mutunya: standar mutu, target mutunya apa, indikator keberhasilannya apa.... ? "31
( 1)(pendapat Bapak mengenai Babel Cerdas 2011 tersebut ? )
lnforman adalah Kabid Bina Program Dinas Pendidikan Belitung (Bapak Rafeli), wawancara dilakukan pada Juni 2008 di sela-sela kegiatan workshop BOS 31 Wawancara dengan Kadis Pendidikan Kota Pangkalpinang, 1 Juli 2008 30
186
"Apa yang dilakukan oleh dinas provinsi
rasanya tidak ada yang
istimewa"32 (tidak ada pak?)
"Tidak ada yang istimewa, biasa saja. Ya kalau ada bantuan block grant, .. .ya sudah seperti itu. Toh sebelum pencanangan Babel Cerdas pun, sudah berjalan kan? Jadi ikon yang spesifik, itu nampaknya tidak kelihatan ...." "...... setelah itu kita mulai memprogram sesuai kebutuhan dan dibuat program itu, kalau sekarang 2008, kita buat pembabakan dengan melihat 2008, ..... /erakhir goalnya 2011. Dan semua program, tidak bisa dikerjakan sekaligus, serta merta ". 33
Sementara itu dari informan yang lain34 : (sepengetahuan bapak apa yang dimaksud dengan babel cerdas?)
"........ , semacam spirit dari gubernur ... "
Pemahaman pelaksana tentang tujuan maupun ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan merupakan satu hal yang penting. Implementasi kebijakan yang berhasil hams diikuti oleh kesadaran terhadap kebijakan itu secara menyeluruh. Hal ini berarti bahwa kegagalan suatu implementasi kebijakan sering diakibatkan oleh ketidaktaatan para pelaksana terhadap kebijakan. Para pelaksana mungkin gagal dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan dengan tepat karena
32
lnforman adalah Kabid perencanaan dan bina program Dinas Pendidikan Kota Pangkalpinang. Wawancara dengan Kadis Pendidikan Kota Pangkalpinang, tanggall Juli 2008 34 lnforman adalah kabag TU Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka (Bapak Tedi) wawancara dilakukan pada Juni 2008 setelah wawancara dengan Bapak Rafeli 33
187
mereka menolak tujuan-tujuan yang terkandung dalam kebijakan-kebijakan tersebut, begitu pula sebaliknya. Maka mengacu pada hal-hal di atas, maka adalah mutlak bahwa pelaksana
kebijakan untuk memiliki pemahaman yang mendalam dan
kesepakatan terhadap tujuan program Babel Cerdas 2011. Tanpa pemahaman, program
tidak
mungkin
dapat
dijalankan/diimp lementasikan,
bagaimanapun ouput dari kegiatan unit administratif kebijakan-kebijakan
administratif,
yaitu
kebijakan
karena
adalah berupa
umum,
kebijakan
pelaksanaan, dan kebijakan teknis operasional yang untuk selanjutnya dituangkan ke dalam program-program operasional. Setelah itu, unit administratif melakukan pengorgamsas1an untuk melaksanakan
program-program
yang
telah
ditetapkan,
baik
mengorganisasikan tenaga manusia, alat, tugas, wewenang, tanggung jawab dan tata kerja untuk melakukan kegiatan. Sehubungan dengan peran strategis yang dimiliki oleh unsur pelaksana yang merupakan bagian dari unit administratif tersebut, maka dapat syarat pertama adalah bahwa implementasi program Babel Cerdas 20 11 harus dipahami oleh pelaksana. Terlebih kebijakan Babel Cerdas 2011, tidak hanya akan melibatkan dan menuntut kesiapan kelembagaan baik internal (staf dan jajaran dinas pendidikan) di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, tetapi juga melibatkan banyak aktor pelaksana yang terse bar di 7 kabupaten/kota.
188
Pelaksana disini adalah seluruh pegawai dalam lingkungan lembaga pendidikan, dan karena berkaitan dengan berbagai kegiatan administratif maka pelaksana adalah seluruh pegawai di lingkungan dinas pendidikan provinsi maupun kabupaten/kota. Selain belum paham, masalah lain yang muncul adalah perbedaan pendapat tentang tujuan itu sendiri dikaitkan dengan faktor waktu dan pemaknaan kata
cerdas. Pada saat ini, untuk melaksanakan kebijakan Babel Cerdas 2011 belum memadai karena perbedaan pemahaman, di mana hasil wawancara menunjukkan teijadinya perbedaan pemahaman, terutama tentang target dari kebijakan tersebut. Beberapa orang yakin bahwa target akan tercapai, di sisi lain mengatakan bahwa
target yang ditentukan terlalu berat, sehingga akan sulit dicapai. Ketika dikonfirmasi lebih jauh, perbedaan ini muncul karena persepsi yang berbeda tentang makna cerdas di dalam kebijakan dan program terkait, seperti terungkap dari beberapa wawancara yang dilakukan dengan beberapa informan: Kubu yang optimis mendasarkan diri kepada beberapa indikator yang telah ditetapkan, dan membatasi makna cerdas dengan melakukan simpli.fikasi (penyederhanaan). Bahwa cerdas sudah dapat dicapai apabila setiap anak usia pendidikan sekolah seluruhnya dapat bersekolah - yang diukur dari meningkatnya APK dan APM SD/MI/Paket A dan SMP/MTs/Paket B selama kurun waktu 5 tahun; tersedianya pendidikan yang murah, mudah, merata, dan mutu di seluruh jenjang; setiap tamatan SMP/MTs mampu berbahasa Inggris/Arab; meningkatnya hasil belajar siswa, tenaga kependidikan/kualifikasi dan sarana/media/fasilitas
189
belajar. (lihat: gambar 2.2. Skema Kondisi Terkini dan Target yang diharapkan Program Babel Cerdas 2011 ). Pemahaman yang sama diperoleh dari informan kabupatenlkota, seperti terungkap dari hasil wawancara berikue 5 : (menurut Bapak, apa yang dimaksud Gubemur dengan kata cerdas dalam Babel Cerdas 2011 ?)
"ya, indikator cerdas itu dalam Babel Cerdas 2011 diakui mengalami simplifikasi, di mana yang dimaksud dengan cerdas itu, antara lain: APM SDIMI dan APK SMPIMI's, angka DO turun, seluruh anak lulus dan kalau bisa dengan nilai NEM yang bagus, tidak ada lagi yang buta huruf Sementara cerdas memiliki makna yang lebih luas, tidak hanya menyangkut IQjuga EQ, SQ. "36 Hasil wawancara dengan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka (Bapak Yunan) memberikan pengertian yang tidak jauh berbeda seperti berikut ini: (Menurut bapak, apa makna cerdas itu?) "lndikator cerdas: 1. Tidak ada buta huruf 2. Minimal tamat sma 3. Tamat smk bisa kerja dengan maksimal 4. Bisa meneruskan ke perguruan tinggi 5. % kelulusan maksimal 6. Kegiatan o/impiade nasional bisa ikut 7. Sdm punya wawasan ke depan terhadap dengan Babel" Sementara itu, kubu yang pesimis memaknai cerdas dalam konteks yang jauh lebih luas, kompleks dan ideal. Cerdas menurut mereka mencakup 35 36
Wawancara dengan Kepala Bappeda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada Mei 2008 Wawancara dengan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka, pada Juni 2008
190
pencapman yang tinggi oleh siswa dalam kemampuan intelektual, kinestetis, spiritual, emosi dan sosial (lihat hagan, dan hal tersebut mustahil dicapai hanya dalam jangka waktu 5 tahun mengingat kondisi terkini dan hasil capaian bidang pendidikan yang masih berada di bawah rata~rata nasional. (lihat
kerangka
berpikir Gambar 2.2.: Skema Babel Cerdas 2011 Berdaya saing Global). Pendapat kubu ini seperti tergambar dari hasil wawancara berikut ini: (Menurut bapak, apa makna cerdas itu?) "Cerdas itu bukan hanya IQ, SQ, dsb..... yang utama kepribadian, budi pekerti"37 • "Cerdas itu, seperti yang diamanatkan oleh undang-undang, tetapi kalau pernyataan gubernur, itu artinya kalian harus kerja keras. Cerdas kalau melihat di masyarakat sudah tumbuh kesadaran untuk memperoleh ilmu. Siswa banyak tamat sekolah, tamat SMA ke perguruan tinggi yang bagus, yang tamat SMK, sadar untuk bekerja, memiliki kemampuan dan bermental wiraswasta. Kalau terkait wajar harus sudah harus tuntas, minimal 95%, Mutu memang sudah berkualitas, kemudian persentase capaian perguruan tinggi" 38
37 38
Wawancara dengan Kadis Pendidikan Kota Pangkalpinang, tgll Juli 2008 Wawancara dengan mantan Kadis P&K Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2003- Okt.2007
191
BABVI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Dari analisis yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut: 1) Ketidakje/asan Program, hal ini karena kebijakan/program Babel Cerdas 2011 belum memenuhi persyaratan sebuah sekuensi implementasi. Hal ini
terindikasi antara lain dari: i)
program belum dirinci ke dalam kegiatan yang lebih operasional, dalam bentuk rencana kerja/kegiatan.
ii)
bel urn jelasnya standar dan sasaran yang spesifik dari program Babel Cerdas 2011 yang tergambar dari luasnya cakupan program tersebut dengan melibatkan hampir seluruh program pembangunan pendidikan sebagai indikator keberhasilannya;
2) Lemahnya Koordinasi dan Komunikasi, yang disebabkan oleh karena sosialisasi dan koordinasi antara provinsi dengan kabupatenlkota masih kurang dan belum optimal, padahal konsekuensi dari otonomi daerah di mana kewenangan pendidikan dasar telah diserahkan kepada kabupatenlkota membawa implikasi bahwa hal ini antara lain disebabkan oleh: i)
Koordinasi antar-instansi dalam implementasi kebijakan dan program Babel Cerdas 2011 masih kurang dan belurn optimal, terindikasi dari basil wawancara dengan pelaksana, di mana kabupatenlkota merasa
192
kurang dilibatkan padahal pendidikan dasar merupakan kewenangan mereka; ii)
Sosialisasi antar provinsi
dengan kabupatenlkota masih kurang,
terindikasi dari hasil wawancara di lapangan, di mana pelaksana belum begitu memahaminya baik tentang konsep, maupun standar dan sasaran kebijakan/program Babel Cerdas. Hal ini penting, karena pemahaman akan berpengaruh terhadap respons pelaksana. 3) Berdasarkan kebijakan nasional pendidikan dan analisis data ditemukan bahwa secara umum terdapat faktor-faktor yang menjadi pendorong dan
penghambat kesiapan operasionalisasi program Babel Cerdas 2011 khususnya pada bidang pendidikan dasar terkait Wajar Dikdas 9 Tahun adalah sebagai berikut:
a.
Faktor-faktor yang menjadi pendorong: (1)
Dilihat
dari
lndikator pemerataan
dan
perluasan
akses
pendidikan maka indikator Rasio Siswa per Sekolah (R-S/Sek) dan Rasio Siswa per Kelas (R-S/K) dapat menjadi pendorong, karena kondisinya sudah di atas norma nasional. Sehingga kebutuhan untuk indikator tersebut dapat dialihkan untuk memperbaiki indikator lainnya yang belurn berhasil.
(2)
Dilihat dari indikator manajemen pendidikan, yaitu pada eftsiensi internal;
193
•!• Angka bertahan (AB) tingkat SD (98,22 %) dan SMP (98,59%)
sudah berada di atas rata-rata norma nasional (SD: 92,81 %; SMP: 98,16%), yang berarti makin mendekati I 00 persen semakin baik. (3)
Dilihat dari
indikator Pembangunan
Pendidikan:
Kondisi
Manajemen Pendidikan dapat menjadi faktor pendorong, capaian hasil untuk koefisien efisiensi padajenjang SD/MI (97,90) maupun SMP/MTs (96,78) sudah melampaui norma nasional (90).
b. Faktor-faktor yang menjadi penghambat: (1)
Dilihat
dari
lndikator pemerataan
dan
perluasan
akses
pendidikan (APMus, AM, R-S/Sek,R-SIK, R-KIRK) pada jenjang SD/MI dan SMP/MTs, maka permasalahan yang dihadapi adalah: 1.
capaian hasil provinsi secara keseluruhan baik untuk APMus usia 7-12 dan 13-15 tahun, angka mengulang (AM), maupun untuk rasio kelas/ruang kelas (R-KIRK) masih berada di bawah norma nasional. APMus Prov.Kep.Babel Norma Nasional
n.
masih terjadinya
7-12 98,60 99,44
13-15 85,98 86,48
AM SMP
R-K/RK SO/MI
80,89 92,09
1,02 1
disparitas (gap) antar kabupatenlkota dalam
capaian APMus 13-15 dan Angka Mengulang (AM), di mana 3 kabupaten yaitu Bangka Tengah, Bangka Selatan, dan Belitung Timur skomya masih berada di bawah norma nasional.
194
Kab/Kota /Prov/ Nasional Kab. Bangka Kab.Bangka Barat Kab. Bangka Tengah Kab.Bangka Selatan Kab. Belitung Kab. Belitung Timur Kota Pangkalpinang Prop. Kep.Babel Norma Nasional
(2)
Dilihat
dari
APMus
7-12 99,01 98,13 98,07 98,28 98,81 98,37 99,56 98,60 99,44
indikator
mutu
AM
13-15 86,94 84,08 79,64 66,15 89,04 77,18 113,54 85,98 86,48
13-15 95,08 91,72 83,04 81,66 91,08 89,42 110,83 92,59 92,09
pendidikan
R-K/RK so Ml 0,97 0,86 1,14 1,08 1,12 0,96 1,21 1,28 1,07 1,00 0,94 1,00 0,90 1,00 1,04 1,02 1,02 1,02
(%GL,
%GS,
%Rkb, o/oPerpus/Lab, AL, AU, APS), maka pennasalahan yang
dihadapi adalah: 1.
Persentase Guru Layak (%GL): pada jenjang SD/MI masih didominasi guru berpendidikan kurang dari S 1, yaitu dari 7.382 orang, yang berpendidikan S1 hanya 425 orang (5,25%). Pada jenjang SMP/MTs dari 3.261 orang guru, yang berpendidikan S1 sudah mencapai
54,09 persen atau
1. 764 orang, padahal
berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Guru layak mengajar untuk semua jenjang TK sampai SMK adalah lulusan sarjana atau S 1 ke atas. ii.
Persentase Kesesuaian Guru Mengajar (%GS): Kondisi terakhir di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2007-2008), komposisi guru pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) berdasarkan kesesuaian antara ijazah dengan bidang yang diajarkan masih terbilang rendah, di mana jumlah guru yang mengajar seswu
195
dengan Jatar belakang program studinya lebih sedikit dibandingkan dengan guru yang mengajar bidang studi tersebut. 111.
Persentase Ruang Kelas Baik (RKb): saat ini ruang kelas dengan kualifikasi baik pada jenjang SD baru mencapai 79,58 persen, sisanya 20,42% dalam kondisi rusak/rusak berat. Sementara itu pada jenjang SMP 84,68% baik, sisanya rusak 15,32% dalam kondisi rusak/rusak berat. Untuk kondisi SMP perlu diperhatikan karena terjadi penurunan karena pada tahun 2003/2004 persentase ruang kelas baik masih mencapai 91, I 0%.
iv.
Persentase Perpustakaan: dari 808 SD/MI yang ada, hanya 17,95 persen memiliki perpustakaan. Sementara itu meskipun untuk jenjang SMP/MTs hasil capaian untuk ketersediaan perpustakaan 63,38 persen, padahal perpustakaan adalah sarana yang wajib tersedia untuk persyaratan peningkatan mutu.
v.
Angka Lulusan (AL), Angka Mengulang (AU) dan Angka Putus Sekolah (APS: hasil capaian angka lulus (AL) SMP & MTs justru masih di bawah norma nasional (93,06%), yaitu 84,6 persen pada SMP dan 83,21 persen pada MTs. Sementara itu, angka ulang (AU) SD 9,52 persen & MI 8,15 persen, jauh lebih tinggi dari 3,67 persen norma nasional. Sedangkan angka ulang (AU) SMP 0,81 persen dan MTs 0,63 persen, bandingkan dengan0,46 persen norma nasional. Tingginya persentase yang dicapai dibandingkan dengan norma nasional, menandakan mutu pendidikan yang kurang baik.
196
Dilihat dari indikator manajemen pendidikan, yaitu pada
(3)
eftsiensi internal: Koefisien Efisiensi untuk SD (97,36%), berarti bahwa AB SD sebesar 97,36 persen lebih kecil dari seharusnya 100 persen. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pencapaian tidak efisien sekitar 2,64 persen. Sementara itu, AB SMP 95,73 persen, berarti ada 4,27 persen pencapaian yang tidak efisien, yang berarti masih terdapat sejumlah siswa mengulang dan putus sekolah. (4)
Dilihat dari indikator pencapaian Pembangunan Pendidikan, permasalahan yang dihadapi adalah dilihat dari: i.
Kondisi Pemerataan dan Perluasan Akses Pendidikan: apabila dilihat dari standar ideal (1 00), berarti capaian dengan nilai 89,97 belum merata, karena masih ada kesenjangan sebesar 10,03. Sementara itu, untuk jenjang SMP/MTs, dengan capaian 85,78 maka masih terdapat kesenjangan sebesar 14,22.
ii.
Kondisi Peningkatan Motu: Apabila dilihat dari standar ideal seharusnya 100, maka mutu pendidikan SD/MI dengan nilai
33,0 berarti belum bermutu,
karena kesenjangan dalam mutu pendidikan SD/MI masih besar (67,0). Sementara itu, untuk jenjang SMP/MTs, dengan capaian 60,52 maka masih terdapat kesenjangan sebesar 39,48.
Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan temuan-temuan penelitian ini, maka diajukan rekomendasi sebagai berikut:
197
1.
Program dibuat ke dalam agenda aksi yang nyata, mengingat bahwa saat ini kebijakan dan program telah di disahkan (Peraturan Gubemur Nomor 21 tahun 2007 tentang RPJMD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007-2012), maka dinas terkait secepatnya mempersiapkan dokumen pendukung (Renstra) agar dapat dijadikan acuan bagi operasionalisasi, serta 'menurunkan' kebijakan dan program ke dalam program-program yang lebih operasional (program aksi) sesuai dengan sekuensi implementasi kebijakan.
2.
Sosialisasi dan koordinasi diperkuat/gencarkan, mengingat batasan waktu yang telah ditentukan, yaitu 5 (lima) tahun, sementara target hasil capaian yang
diinginkan
membutuhkan
waktu
yang
tidak
sedikit
dalam
penyelesaiannya - maka pada pada pertengahan tahun kedua RP JMD ini perlu dilakukan pengkajian ulang (mid-term review). Pengkajian ulang dimaksud, difokuskan pada evaluasi untuk mengetahui bagaimana dan pada tingkatan mana program telah nyata-nyata diterapkan, melalui realitas implementasi kebijakan yang berlangsung berupa fakta-fakta yang ditemui di lapangan. Hal ini harus segera dilakukan mengingat selama 1 tahun masa implementasi, karena temyata pada tingkat pelaksana di kabupaten/kota kebijakan/program ini belum dipahami secara utuh. Selain itu, dalam rangka sosialisasi kebijakan, pemerintah provinsi juga dapat menggunakan pendekatan sosial-kultural dalam melakukan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan dasar kepada masyarakat, serta dapat menggunakan sistem jemput bola yang dilakukan oleh stakeholder
198
pendidikan (seperti: guru/kepala sekolah) untuk bersedia menjemput siswa didik yang tidak melanjutkan pendidikannya langsung ke rumah (orangtua mereka), selain itu juga memperbanyak sarana - prasarana pendidikan terutama tingkat SMP sederajat yang mendekati pemukiman masyarakat; Berkenaan dengan masalah koordinasi, pemerintah provinsi melalui dinas tek:nis terkait dapat pula merintis tersedianya peta permasalahan pendidikan
dengan
problem-problemnya yang
spesifik
agar
dapat
melahirkan kebijakan-kebijakan pendidikan yang realistis dan yang langsung memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat di setiap daerah yang berbeda-beda. Untuk itu, tidak saja dibutuhkan komitmen yang kuat dari pemimpin daerah, tetapi juga perencana pendidikan yang matang, memahami permasalahan, dan mampu menuangkan berbagai kebijakan
yang lahir dalam program aksi yang realistis dan dapat dilaksanakan. 3.
Dilihat dari faktor-faktor yang menjadi penghambat, maka yang dapat dilakukan adalah: •
Meningkatkan capaian hasil baik itu pemerataan akses, mutu pendidikan, manajemen pendidikan, maupun pembangunan pendidikan: dengan memperbaiki sarana-prasarana pendidikan, memperbaiki kualitas tenaga pendidik, dan sebagainya, sehingga memenuhi standar ideal dan norma nasional yang telah ditetapkan, karena pada dasarnya tujuan pendidikan tidak hanya dilakukan agar setiap anak usia sekolah bersekolah, namun juga karena pendidikan berkualitas akan berperan dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan pengangguran.
199
•
mengurangi gap antar-kabupaten/kota: apabila kebijakan Babel Cerdas 2011 yang dimaksudkan adalah sebagai tujuan, pemerintah provinsi harus
memperhatikan betul mengenai kondisi dan kebutuhan antardaerah kabupaten/kota sebelum membuat suatu kebijakan, sehingga gap yang terjadi antar-daerah dapat dipersempit.-
200
PUSTAKA ACUAN
Akdon. 2007. Strategic Management for Educational Management: Managemen Strategik untuk Manajemen Pendidikan. Alfabeta, Bandung. Anam, Syaiful. 2005. Indra Djati Sidi: dari ITB untuk Pembaharuan Pendidikan, Teraju, Bandung. Arifin, Anwar. 2005. Paradigma Baru Pendidikan Nasional: dalam UndangUndang Sisdiknas (No. 20 Tahun 2003), Balai Pustaka, Jakarta. Azahari, Azril. 2000. Pembangunan SDM Menuju Terwujudnya Masyarakat Indonesia Baru: Suatu Antisipasi untuk Tahun 2020, Media Ekonomika Publishing (MEP), Jakarta. Azra, Azyumardi. 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi, Buku Kompas, Jakarta. Bappeda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2007. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2008, Pangkalpinang, 2007 Bappeda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2007. Rancangan Akhir Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2008, Pangkalpinang, 2007 Depdiknas, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat statistik Pendidikan, Data dan Indikator Pendidikan, Jakarta, September 2007 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2002 s.d 2008. Profil Pendidikan, Pangkalpinang, 2002-2008. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2004 s.d 2006. Rangkuman Data Pendidikan (kuesioner pendidikan), Pangkalpinang, 2004-2006. Dunn, William N. 1984. Analisa Kebijaksanaan Publik: Kerangka Analisa dan Prosedur Perumusan Masalah, Hanindita, Yogyakarta. Hasbullah.2006. Otonomi Pendidikan:Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasi terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, Radjawali Press, Jakarta, 2006. LPMP Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2007. Kumpulan Data dan Hasil Kajian Mutu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pangkalpinang, 2007. Nandika, Dodi.2002. Pendidikan di tengah gelombang perubahan, LP3ES, Jakarta. Nawawi, Hadari:l983. Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press Nugroho, D.Riant. 2002. Kebijakan Publik untuk Negara-negara Berkembang: Model-model Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi, Elek Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta Patton, Michael Quinn, 2006. Metode Evaluasi Kualitatif: How to Use Qualitative Methods in Evaluation SAGE Publication, 1991. Pustaka Pelajar, Yogyakarta Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2007. Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 21 Tahun 2007, tentang Rencana
201
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2012, Pangkalpinang, 2007. Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2007. Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor Tahun 2008, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2012, Pangkalpinang, 2008.(edisi revisi) Prasetyo, Eko. 2004. Orang Miskin Dilarang Sekolah, Resist Book, Yogyakarta. Pusat Penelitian, Kebijakan Balitbang, Depdiknas . Jurnal PenelitianKebijakan Pendidikan, No. I Tahun ke-1, Maret 2005, Balitbang-Depdiknas. Subarsono, AG. 2005. Ana/isis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Suryadi, Ace dan Tilaar, H.A.R, 1993. Ana/isis Kebijakan Pendidikan: Suatu Pengantar, Rosdakarya-Bandung. Tachjan, 2006. Implementasi Kebijakan Publik, AIPI Bandung bekerjasama dengan Puslit KP2W Lembaga Penelitian Unpad, Truen RTH Bandung The World Bank. 2006. Laporan Pembangunan Dunia: Kesetaraan dan Pembangunan, Salemba Empat, Jakarta. The World Bank. 2007. 2007 World Development Indicators, Green PressInitiarive. Tilaar & Nugroho, 2008. Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Tilaar, H.A.R. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis, Rineka Cipta, Jakarta. Tilaar, H.A.R. 2004. Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta. Tilaar, H.A.R. 1992. Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan, Rineka Cipta, Jakarta. Tilaar, H.A.R. 2002. Membenahi Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta. Tim Redaksi Nuansa Aulia. 2008. Himpunan Perundang-undangan RI tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) - Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 beserta penjelasannya dilengkapi dengan Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Nuansa Aulia, Bandung. Tuhuleley, Said.2005. Pendidikan: Kemerdekaan Diri dan Hak Si Miskin untuk Bersekolah, Pusat Studi Muhammadiyah, Yogyakarta. UNDP. 2005. Human Development Report 2005, International Coorperation at a Crossroads: Aid, trade, and Securuty in an Unequal World, UNDP. Wahab, Solichin Abdul.2002. Ana/isis Kebijaksanaan: dari formulasi ke implementasi kebijaksanaan negara, PT. Bumi Aksara, Jakarta. Wahab, Solichin Abdul.2008. Pengantar Analisa Kebijakan Pub/ik, UMM Press, Malang. Wibawa, Samodra .1994. Kebijakan Publik: Proses dan Ana/isis. Intermedia Jakarta. Wibawa, Samodra dkk. 1994. Evaluasi Kebijakan Pub/ik, Manajemen PT. RajaGrafmdo Persasa, Jakarta, 1994).
202
Winamo, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo, Yogyakarta. www.sfeduresearch.org: Statistika Pendidikan. www.vis.unesco.org: MDGs Report 2007. www.unesco.org: EFA (Education For All) Global Monitoring Report 2008. www. bangkapos.org. www.wikipedia.org: List of countries by Human Development Index. Zamroni, 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan, Bigraf Publishing, Yogyakarta. _ _ _ _ _ _ _ _Himpunan Per-Undang-Undangan Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Nuansa Aulia, Jakarta, 2008 _________Jumal Penelitian Kebijakan Pendidikan, nomor I tahun ke-1, Maret 2005, Pusat Penelitian Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. _ _ _ _ _ _ _ _.Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007, Fokusmedia, Jakarta, 2007. _ _ _ _ _ _ _ _Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025, UU RI No. 17 Tahun 2007, Sinar Grafika, Jakarta, 2007. _ _ _ _ _ _ _UU RI No. 32 & 33 Tahun 2004, tentang Otoda 2004-2007, Citra Umbara, Bandung,2008. .
Daftar Pertanyaan Pedoman Wawancara Tujuan pertanyaan dalam penelitian ini untuk mengidentiflkasi faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pencapaian tujuan dalam rangka implementasi kebijakan Babel Cerdas 2011. Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan, berikut daftar pertanyaan sebagai pemandu dalam melakukan indepth interview di lapangan. I.
Informan Formulator Kebijakan (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, Kepala Bappeda Provinsi): 1. Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr memaknai konsep Kebijakan "Babel Cerdas 2011 ?" 2. Mengapa kebijakan tersebut dibutuhkan? Faktor-faktor apa saja yang menjadi dasar/alasan diperlukannya kebijakan tersebut? 3. Apa saja indikator yang dipergunakan untuk mengukur keberhasilan kebijakan Babel Cerdas 2011? 4. Apabila dihubungkan dengan kebijakan nasional "Indonesia Cerdas 2025", bagaimana bentuk hubungan kebijakan "Babel Cerdas 2011" dengan kebijakan nasional tersebut? 5. Mengapa Babel Cerdas ditetapkan pada tahun 2011? a. Faktor-faktor apa saja yang berpotensi mendukung pencapaian tersebut? b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala? 6. Mengapa kebijakan tersebut diperlukan? Alasan-alasan apa saja yang melatarbelakanginya? 7. Bagaimana dasar hukum kebijakan tersebut? 8. Bagaimana kebijakan tersebut apabila dilihat dari kondisi dunia pendidikan di provinsi ini? faktor-faktor pendukung dan penghambat kebijakan tersebut? 9. Bagaimana agar suatu kebijakan dapat diimplementasikan? Apa yang hams dilakukan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota? 10. Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr memaknai relasi kebijakan tersebut dengan otonomi daerah/desentralisasi berdasarkan PP Nomor 38 Tahun 2007 di bidang pendidikan dasar?
II.
Informan Implementator Kebijakan Pertanyaan di bawah ini dimaksudkan untuk menanyakan tentang kebijakan "Babel Cerdas 2011" dalam rangka implementasinya di Provinsi: 1. Bagaimanakah proses sehingga "Babel Cerdas 2011" menjadi kebijakan
khusus di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung? Kapan kebijakan tersebut dicetuskan? Faktor-faktor apa saja yang menjadi dasar/alasan diperlukannya kebijakan tersebut? ~ Data Sekunder (dokumen) yang yang dibutuhkan: a. RPJMD b. Peraturan Gubemur
c. dll 2. Apa saja indikator yang dipergunakan untuk mengukur keberhasilan kebijakan Babel Cerdas 2011? 3. Apabila dihubungkan dengan kebijakan nasional "Indonesia Cerdas 2025", bagaimana bentuk hubungan kebijakan "Babel Cerdas 2011" dengan kebijakan nasional tersebut? 4. Mengapa Babel Cerdas ditetapkan pada tahun 2011? a. Faktor-faktor apa saja yang berpotensi mendukung pencapaian tersebut? b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala? 5. Mengapa kebijakan tersebut diperlukan? Alasan-alasan apa saja yang melatarbelakanginya? 6. Bagaimana kebijakan tersebut apabila dilihat dari kondisi dunia pendidikan di provinsi ini? Apa saja potensi dan kendala yang dihadapi? 7. Bagaimana agar suatu kebijakan dapat diimplementasikan? Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota? 8. Dari kendala yang dihadapi, menurut bpklibu, tindakan seperti apa yang perlu!harus dilakukan dan dibutuhkan?
III.
Informanlkeyin forman Pertanyaan di bawah ini dimaksudkan untuk menanyakan tentang kebijakan "Babel Cerdas 2011" dalam rangka implementasinya di Provinsi: I. Apa yang Bapak/Ibu/Saudara ketahui tentang kebijakan "Babel Cerdas 2011 "? Pada tingkat manakah kebijakan tersebut dibuat? (apabila kebijakan tersebut dari dinas, skip ke nomor 3, apabila berasal dari "atas" lanjutkan ke pertanyaan berikutnya)
2. Apakah Dinas Pendidikan yang Bapak/Ibu/Sdr pimpin, sudah menterjemahkan lebih lanjut bagaimana mengadopsi kebijakan "Babel Cerdas 2011" dalam rencana kerja/kegiatan (yang lebih rinci dan terukur)? 3. Apakah Bapak/Ibu/Sdr sudah mengetahu apa saja indikator yang digunakan dalam kebijakan "Babel Cerdas 2011"? 4. Menurut Bapak/Ibu/Sdr, apakah kebijakan "Babel Cerdas 2011" memiliki kaitan dengan kebijakan "Indonesia Cerdas 2025"? apakah "Babel Cerdas 2011" mengacu kepada kebijakan nasional tersebut? 5. Bagaimana hila kebijakan "Babel Cerdas 2011" hila dikaitkan dengan 3 pilar pendidikan? 6. Apa saja yang telah dilakukan dinas pendidikan dalam upaya implementasi kebijakan tersebut? Apakah kebijakan tersebut telah disosialisasikan kepada kabupaten/kota? Bagaimana kebijakan tersebut disosialisasikan? 7. Apakah instansi bapak/ibu sudah melaksanakan kegiatan terkait dengan kebijakan tersebut? 8. Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai kebijakan tersebut? Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi pendukung dan penghambat kebijakan tersebut?
9. Dari kendala yang dihadapi, menurut Bapakllbu, tindakan seperti apa yang perlu/harus dilakukan dan dibutuhkan dalam upaya implementasi sebuah kebijakan? 10. Rencana Keija/Kegiatan apa saja yang telah diluncurkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi sehubungan dengan kebijakan tersebut? 11. Faktor-faktor apa saja yaug menjadi pendorong dalam upaya merealisasikan dan mensukseskan kebijakan "Babel Cerdas 2011"? Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala? 12. Apabila rencana keija belum ada, bagaimana caranya agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan? (baik di provinsi/kabupaten/kota) IV. a.
1. 2. 3. 4. 5.
Informan lnforman implementator (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, Kabag TU, Kabid. Diksasmen, kabid yang menangani kualifikasi dan sertifikasi guru, dan Kasi Perencanaan): Bagaimana pelaksanaan/implementasi Babel Cerdas 2011 dijalankan? Siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan/implementasi kebijakan ini? Indikator apa saja yang digunakan dalam upaya mengimplementasikan kebijakan ini? Bagaimana hasil dan capaian pelaksanaan/implementasi? Apa kendala dan tantangan yang menurut bapak/ibu/sdr hadapi dalam implementasi kebijakan Babel Cerdas 2011?
b. Informan implementator di Kabupaten/Kota (Kepala Dinas/Badan, Kabag TU, Kabid. Diksasmen, Kabid Perencanaan): 1. Apa yang bapak/ibu/sdr ketahui tentang Kebijakan Babel Cerdas 2011? 2. Bagaimana Bapak/lbu/Sdr memaknai relasi kebijakan tersebut dengan otonomi daerah/desentralisasi berdasarkan PP Nomor 38 Tahun 2007 di bidang pendidikan dasar? 3. Apakah Babel Cerdas 2011 sudah dijalankan? 4. Siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan/implementasi kebijakan ini? 5. Indikator apa saja yang digunakan dalam upaya mengimplementasikan kebijakan ini? 6. Apa kendala dan tantangan yang menurut bapak/ibu/sdr hadapi dalam implementasi kebijakan Babel Cerdas 2011? 7. Tanggapan (saran/masukan) terhadap kebijakan Babel Cerdas 2011?
Lampiran: Daftar Pertanyaan Pedoman Wawancara Tujuan pertanyaan dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pencapaian tujuan dalam rangka implementasi kebijakan Babel Cerdas 2011. Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan, berikut daftar pertanyaan sebagai pemandu dalam melakukan indepth interview di lapangan. I.
Informan Formulator Kebijakan (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, Kepala Bappeda Provinsi):
1. Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr memaknai konsep Kebijakan "Babel Cerdas 2011 ?" 2. Mengapa kebijakan tersebut dibutuhkan? Faktor-faktor apa saja yang menjadi dasar/alasan diperlukannya kebijakan tersebut? 3. Apa saja indikator yang dipergunakan untuk mengukur keberhasilan kebijakan Babel Cerdas 2011? 4. Apabila dihubungkan dengan kebijakan nasional "Indonesia Cerdas 2025", bagaimana bentuk hubungan kebijakan "Babel Cerdas 201 1" dengan kebijakan nasional tersebut? 5. Mengapa Babel Cerdas ditetapkan pada tahun 2011? a. Faktor-faktor apa saja yang berpotensi mendukung pencapaian terse but? b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala? 6. Mengapa kebijakan tersebut diperlukan? Alasan-alasan apa saja yang melatarbelakanginya? 7. Bagaimana dasar hukum kebijakan tersebut? 8. Bagaimana kebijakan tersebut apabila dilihat dari kondisi dunia pendidikan di provinsi ini? faktor-faktor pendukung dan penghambat kebijakan tersebut? 9. Bagaimana agar suatu kebijakan dapat diimplementasikan? Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah provinsi maupun kabupatenlkota? 10. Bagaimana Bapak/lbu/Sdr memaknai relasi kebijakan terse but dengan otonomi daerah/desentralisasi berdasarkan PP Nomor 38 Tahun 2007 di bidang pendidikan dasar?
II.
Informan Implementator Kebijakan Pertanyaan di bawah ini dimaksudkan untuk menanyakan tentang kebijakan "Babel Cerdas 2011" dalam rangka implementasinya di Provinsi: I. Bagaimanakah proses sehingga "Babel Cerdas 2011" menjadi kebijakan khusus di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung? Kapan kebijakan tersebut dicetuskan? Faktor-faktor apa saja yang menjadi dasar/alasan diperlukannya kebijakan tersebut? ~ Data Sekunder (dokumen) yang yang dibutuhkan: a. RPJMD b. Peraturan Gubemur c. dll 2. Apa saja indikator yang dipergunakan untuk mengukur keberhasilan kebijakan Babel Cerdas 2011? 3. Apabila dihubungkan dengan kebijakan nasional "Indonesia Cerdas 2025", bagaimana bentuk hubungan kebijakan "Babel Cerdas 201 1" dengan kebijakan nasional terse but? 4. Mengapa Babel Cerdas ditetapkan pada tahun 2011? a. Faktor-faktor apa saja yang berpotensi mendukung pencapaian tersebut? b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala? 5. Mengapa kebijakan tersebut diperlukan? Alasan-alasan apa saja yang melatarbelakanginya? 6. Bagaimana kebijakan tersebut apabila dilihat dari kondisi dunia pendidikan di provinsi ini? Apa saja potensi dan kendala yang dihadapi? 7. Bagaimana agar suatu kebijakan dapat diimplementasikan? Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah provinsi maupun kabupatenlkota? 8. Dari kendala yang dihadapi, menurut bpk/ibu, tindakan seperti apa yang perlu/harus dilakukan dan dibutuhkan?
III.
Informanlkeyinforman Pertanyaan di bawah ini dimaksudkan untuk menanyakan tentang kebijakan "Babel Cerdas 2011 " dalam rangka implementasinya di Provinsi: 1. Apa yang Bapak/lbu/Saudara ketahui tentang kebijakan "Babel Cerdas 2011 "? Pada tingkat manakah kebijakan tersebut dibuat?
(apabila kebijakan tersebut dari dinas, skip ke nomor 3, apabila berasal dari "atas" lanjutkan ke pertanyaan berikutnya)
2. Apakah Dinas Pendidikan yang Bapakllbu/Sdr pimpin, sudah menterjemahkan lebih lanjut bagaimana mengadopsi kebijakan "Babel Cerdas 2011" dalam rencana kerja/kegiatan (yang lebih rinci dan terukur)? 3. Apakah Bapakllbu/Sdr sudah mengetahu apa saja indikator yang digunakan dalam kebijakan "Babel Cerdas 20 11"? 4. Menurut Bapak/lbu/Sdr, apakah kebijakan "Babel Cerdas 2011" memiliki kaitan dengan kebijakan "Indonesia Cerdas 2025"? apakah "Babel Cerdas 2011" mengacu kepada kebijakan nasional tersebut? 5. Bagaimana hila kebijakan "Babel Cerdas 2011" hila dikaitkan dengan 3 pilar pendidikan? 6. Apa saja yang telah dilakukan dinas pendidikan dalam upaya implementasi kebijakan tersebut? Apakah kebijakan tersebut telah disosialisasikan kepada kabupatenlkota? Bagaimana kebijakan tersebut disosialisasikan? 7. Apakah instansi bapak/ibu sudah melaksanakan kegiatan terkait dengan kebijakan tersebut? 8. Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai kebijakan tersebut? Faktorfaktor apa sajakah yang menjadi pendukung dan penghambat kebijakan tersebut? 9. Dari kendala yang dihadapi, menurut Bapakllbu, tindakan seperti apa yang perlu/harus dilakukan dan dibutuhkan dalam upaya implementasi sebuah kebijakan? 10. Rencana Kerja/Kegiatan apa saja yang telah diluncurkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi sehubungan dengan kebijakan tersebut? 11. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendorong dalam upaya merealisasikan dan mensukseskan kebijakan "Babel Cerdas 2011"? Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala? 12. Apabila rencana kerja belum ada, bagaimana caranya agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan? (baik di provinsi/kabupatenlkota) IV.
a.
I.
2. 3. 4.
Informan Informan implementator (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, Kabag TU, Kabid. Diksasmen, kabid yang menangani kualifikasi dan sertif1kasi guru, dan Kasi Perencanaan): Bagaimana pelaksanaan/implementasi Babel Cerdas 2011 dijalankan? Siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan/implementasi kebijakan ini? Indikator apa saja yang digunakan dalam upaya mengimplementasikan kebijakan ini? Bagaimana hasil dan capaian pelaksanaan/implementasi?
5. Apa kendala dan tantangan yang menurut bapak/ibulsdr hadapi dalam implementasi kebijakan Babel Cerdas 2011? b. lnforman implementator di Kabupaten!Kota (Kepala Dinas/Badan, Kabag TU, Kabid. Diksasmen, Kabid Perencanaan): 1. Apa yang bapak/ibulsdr ketahui tentang Kebijakan Babel Cerdas 2011? 2. Bagaimana Bapak/Ibu!Sdr memaknai relasi kebijakan tersebut dengan otonomi daerah/desentralisasi berdasarkan PP Nomor 38 Tahun 2007 di bidang pendidikan dasar? 3. Apakah Babel Cerdas 2011 sudah dijalankan? 4. Siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan/implementasi kebijakan ini? 5. Indikator apa saja yang digunakan dalam upaya mengimplementasikan kebijakan ini? 6. Apa kendala dan tantangan yang menurut bapak/ibulsdr hadapi dalam implementasi kebijakan Babel Cerdas 2011? 7. Tanggapan (saran/masukan) terhadap kebijakan Babel Cerdas 2011?