Update Briefing Asia Briefing N°78 Jakarta/Brussels, 7 Juli 2008
Indonesia: Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) tentang Ahmadiyah I. IKHTISAR Pada tanggal 9 Juni 2008, pemerintah Indonesia mengumumkan sebuah Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yang “membekukan” kegiatan aliran Ahmadiyah, yaitu sebuah aliran Islam yang anggotanya mengakui Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Ahmadiyah, sebagai seorang Nabi. Selama berbulanbulan berbagai kelompok Islam garis keras melancarkan tekanan kepada pemerintah agar melarang aliran ini, sementara kelompok-kelompok HAM dan banyak tokoh-tokoh masyarakat berargumentasi bahwa pembatasan apapun terhadap kegiatan Ahmadiyah oleh pemerintah melanggar Undang-Undang Dasar yang menjamin kebebasan beragama. SKB tersebut memperlihatkan bagaimana elemen radikal, yang tidak banyak mendapat dukungan politik di Indonesia, telah mampu membangun kontak di dalam pemerintah dan menggunakan tehnik standar advokasi masyarakat sipil untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. Beberapa menteri utama mengatakan kepada publik bahwa SKB ini membolehkan anggota Ahmadiyah untuk menjalankan agama mereka, asalkan mereka tidak mencoba untuk menyebarkan agamanya kepada orang lain. Namun kompromi ini tidak memuaskan siapapun. Kelompok-kelompok garis keras menginginkan Ahmadiyah dibubarkan atau dipaksa untuk menyatakan bahwa mereka bukan Muslim. Buat mereka, SKB ini tidak cukup, kata-katanya tidak tegas dan tidak punya kekuatan hukum. Juga tidak jelas bagaimana SKB ini akan diterapkan. Mereka berniat melakukan pengawasan sendiri terhadap Jemaat Ahmadiyah dan menghentikan kegiatan apapun yang tidak sesuai dengan penafsiran ajaran Islam yang mereka yakini. Buat banyak warga Indonesia yang lain, keluarnya SKB tersebut sama saja dengan tunduk kepada tuntutan kelompok radikal, yang mana hal itu tidak semestinya dan juga berbahaya, karena dengan begitu tuntutan semacam ini hampir pasti akan menjadi lebih kuat. Pertanyaan yang belum bisa dijawab secara memuaskan oleh siapapun adalah mengenai pemilihan wak
tunya. Anggota Jemaat Ahmadiyah sudah lama tinggal dengan cukup damai di Indonesia sejak tahun 1925 atau 1935, tergantung siapa penulis sejarahnya. Meskipun ada fatwa mengenai aliran ini dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1980, yang menyatakan bahwa aliran ini adalah aliran berbahaya, dan pada tahun 2005, MUI merekomendasikan untuk melarang aliran ini, tapi tidak ada tindakan apapun dari pemerintah sampai bulan Juni 2008. Jadi mengapa sekarang? Paling sedikit ada empat faktor yang mempengaruhi:
Upaya lobby-lobby secara sistematis yang dilakukan selama lima tahun belakangan terhadap pemerintah, terutama Departemen Agama, untuk mengambil tindakan terhadap Ahmadiyah;
Pencarian isu-isu oleh kelompok-kelompok garis keras, seperti Hizb ut-Tahrir (di Indonesia penulisannya yaitu Hizbut Tahrir), yang bisa memberi dukungan kepada mereka dan membantu memperluas keanggotaan;
Dukungan yang tidak dipikirkan secara masakmasak yang diberikan oleh pemerintah SBY kepada institusi-institusi seperti MUI dan Bakorpakem, yaitu sebuah lembaga yang dibentuk dibawah Kejaksaan Agung pada saat kejayaan Orde Baru Soeharto untuk mengawasi agama-agama dan aliran-aliran kepercayaan; dan
Manuver-manuver politik yang terkait dengan pemilu dan pilkada.
Beberapa minggu menjelang dikeluarkannya SKB tersebut, ada dua faktor lain yang ikut berperan. Pertama yaitu kekhawatiran pemerintah akan terjadi kekerasan. Pada tanggal 1 Juni 2008, sekelompok milisi Muslim yang didominasi oleh preman menyerang sebuah kelompok yang menentang SKB, yang mengakibatkan 12 orang luka-luka dan dibawa kerumah sakit dan 10 anggota milisi dihadapkan ke pengadilan. Beberapa pejabat pemerintah khawatir kalau keputusan mengenai Jemaat Ahmadiyah ditunda lagi, maka hal ini bisa menyulut eskalasi aksi kekerasan. Kekhawatiran yang lain yaitu bahwa pemerintah akan kehilangan muka kalau lagi-lagi gagal merealisasikan,
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
setelah beberapa kali berjanji untuk mengeluarkan keputusan. Hasilnya adalah sebuah keputusan yang merupakan kemunduran bagi reputasi Indonesia sebagai negara yang mampu menghadapi radikalisme Islam dengan berani, dan juga bagi reputasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai seorang pemimpin yang kuat. Akibatnya hal ini memperlihatkan sebuah pemerintahan yang tidak memiliki visi yang jelas mengenai prinsip-prinsip apa yang mereka perjuangkan tetapi yang terlihat adalah pemerintahan yang mencari kompromi diantara siapa yang bicara paling nyaring.
II. SKB DAN SEJARAHNYA1 Setelah kata-kata pembukaan yang menegaskan kebebasan beragama adalah hak asasi manusia, SKB yang terdiri dari lima butir tersebut:2
1. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokokpokok ajaran agama itu; 2. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW; 3. Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEDUA diatas dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya;
1
Untuk laporan terkait, lihat Crisis Group Asia Briefing N°10, Indonesia: Violence and Radical Muslims, 10 October 2001. 2 Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No.3.2008, KEP-033/A/ JA/6/2008, 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat.
Page 2
4. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI); dan 5. Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEEMPAT diatas dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketika menyebut JAI, SKB tersebut merujuk hanya kepada satu kelompok Ahmadiyah. Kadang disebut sebagai Ahmadiyah Qadiyani, kelompok Ahmadiyah ini berbasis di Parung, Bogor, bagian selatan Jakarta, dan anggotanya mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai seorang Nabi. Mereka mengklaim memiliki anggota hingga 400,000 orang yang tersebar di seluruh Indonesia, tapi angka pemerintah jauh lebih sedikit. 3 Kelompok Ahmadiyah yang kedua, yaitu Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI), atau kadang disebut Ahmadiyah Lahore, merupakan kelompok yang jauh lebih kecil, berbasis di Yogyakarta dan menganggap pendirinya hanya sebagai mujaddid atau pembaru. Mereka juga menerima perlakuan diskriminasi tapi lebih sedikit dibanding JAI.
A. BERGERAK KE ARAH PELARANGAN AHMADIYAH Masa persiapan pembuatan SKB yang panjang dan lamban dimulai pada tahun 2005. Pada tanggal 18 Januari, sebuah unit Kejaksaan Agung yang bertanggung jawab untuk mengawasi agama dan aliran kepercayaan mengadakan rapat untuk membahas tiga buah permasalahan, yaitu: Konfusianisme; Falun Gong, aliran dari China; dan Ahmadiyah. Yang hadir antara lain wakil dari POLRI, TNI, BIN (Badan Intelijen Nasional); dan beberapa departemen. Dua wakil dari MUI juga hadir, termasuk Amin Djamaluddin, seorang ulama terhormat tetapi konservatif dan sudah 3
Sebuah dokumen internal tahun 2008 dari Departemen Agama menulis angka 50,000 hingga 80,000 berdasarkan kunjungan ke beberapa masyarakat JAI dan meminta informasi dari yang lain. Ditulis bahwa untuk Jawa Barat, ada sekitar 5,000 di Sukabumi, 3,000 di Kuningan, 2,000 di Garut, 243 di Bandung, 40 di Cimahi, 74 di Cicalengka, 80 di Majalaya dan 200 di Tasikmalaya. Diluar Jawa, ada sekitar 3,000 di Medan, Sumatra Utara; 500 di Makassar, Sulawesi Selatan; 500 di Padang, Sumatra Barat; 32 di Tanjung Pinang, Riau; dan 23 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Tidak angka untuk Lombok, Nusa Tenggara Barat, dimana penganiayaan yang paling terorganisir terjadi.
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
lama mendorong dikeluarkannya larangan terhadap Ahmadiyah. Masing-masing memiliki alasan sendiri-sendiri untuk menganggap Ahmadiyah sebagai masalah. Polisi harus ikut campur tiap kali ada bentrokan antara anggota Ahmadiyah dan Muslim. Pejabat BIN khawatir mengenai Ahmadiyah sebagai gerakan internasional. Seorang utusan dari Deplu (Departemen Luar Negeri) menceritakan bagaimana kedutaan-kedutaan besar Indonesia di luar negeri menjadi sasaran demonstrasi anggota-anggota Ahmadiyah yang prihatin dengan diskriminasi yang dialami oleh anggotanya di Indonesia. Amin Djamaluddin berbicara panjang lebar tentang aliran sesat Ahmadiyah. Pada akhirnya, semua sepakat bahwa Ahmadiyah harus dilarang, dan sebuah tim kecil dibentuk untuk membuat rancangan rekomendasi formal kepada Presiden.4 Pada tanggal 12 Mei 2005, hasilnya diumumkan kepada wartawan. Rekomendasi ini terdiri dari sepuluh halaman analisa dan satu kalimat rekomendasi: Berdasarkan analisa diatas, kami merekomendasikan kepada pemerintah dan Presiden Republik Indonesia bahwa organisasi, kegiatan-kegiatan, ajaran-ajaran dan buku-buku Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Qadiyan) dan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore) agar dilarang di seluruh daerah di Indonesia lewat sebuah Keputusan Presiden.5 Sebuah aspek yang menonjol dari analisa tersebut adalah banyaknya rujukan terhadap pandangan organisasiorganisasi garis keras non-pemerintah.6 Salah satunya, Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), yaitu lembaga yang sebelumnya dan selanjutnya dipimpin oleh Amin Djamaluddin dan fokus pada upaya membersihkan Islam dari aliran-aliran sesat. Dengan terlibatnya Djamaluddin sebagai salah satu anggota tim perancang, pengaruh kelompok garis keras sudah terjamin. Hal ini bukan berarti organisasi Islam
mainstream nyaman dengan Ahmadiyah. Hampir seluruh Muslim menganggap ajaran JAI sebagai ajaran sesat, tetapi mereka memilih cara-cara persuasif dan pembinaan dari pada jalur hukum. Rekomendasi tersebut merupakan kemenangan bagi kelompok konservatif. Pada tanggal 3 Juli 2005, sebuah pertemuan di Bandung diadakan oleh Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), yang sangat dikenal karena telah mengeluarkan fatwa mati terhadap Ulil Abshar Abdullah, seorang pemikir Islam Liberal, pada tahun 2002.7 Dihadiri oleh tokohtokoh pemimpin Muslim konservatif dari Jawa Barat dan Jakarta, mereka mengeluarkan sebuah fatwa “Menegakkan Syariah Islam, Sikap dan Aksi terhadap Upaya-upaya Menyebar Kesesatan, Fitnah dan Kemurtadan”. Fatwa tersebut merekomendasikan bahwa langkah-langkah strategis, politik dan hukum perlu diambil untuk melawan upaya-upaya semacam itu, dan jalan lain akan dipertimbangkan jika langkahlangkah tersebut terbukti tidak efektif. Seminggu kemudian, tanggal 9 Juli, anggota FUUI, diikuti sejumlah pemuda yang mewakili FPI (Forum Pembela Islam) dan LPPI nya Djamluddin menyerbu sebuah pertemuan tahunan Ahmadiyah di Parung, Bogor. Delapan orang luka-luka karena pukulan tongkat atau terkena lemparan batu sebelum petugas polres Bogor akhirnya tiba di lokasi kejadian. Kelompok Muslim konservatif menyalahkan aksi penyerangan itu kepada masyarakat Ahmadiyah – mereka “semakin agresif”, kata salah seorang anggota MUI.8 Kemudian, tanggal 26-29 Juli 2005, dalam Musyawarah Nasional MUI yang Ketujuh yang dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, MUI mengeluarkan sebuah fatwa yang menyatakan Ahmadiyah berada “diluar Islam” dan pengikutnya dianggap murtad. Musyawarah ini mendesak para pengikutnya untuk kembali ke ajaran yang benar dan mengatakan bahwa pemerintah wajib untuk melarang penyebaran ajaran Ahmadiyah dan menghentikan kegiatan mereka. 9 7
4
M. Amin Djamaluddin, Ahmadiyah Menodai Islam (Jakarta, 2007), hal. 104-111. Buku ini termasuk catatan tentang rapat tersebut, tapi tidak disebutkan apa yang diputuskan rapat tersebut mengenai Falun Gong. Konfusianisme akhirnya diterima sebagai agama sah. 5 Ibid. hal. 125. 6 Organisasi yang disebutkan adalah Forum Ukhuwah Islamiyah Indonesia; Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), Syarikat Islam, Ittihadul Muballighin, Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam, Al Irsyad, Institute Tarbiyah al Qur’an Jakarta, Persatuan Islam (PERSIS), Persatuan Tarbiyah Islamiyah dan LPPI. Dari semuanya hanya Muhammadiyah dan mungkin Persatuan Trabiyah Islamiyah yang bisa dianggap mainstream.
Page 3
Ketua FUUI, K.H. Athian Ali, adalah tokoh anggota Dewan Dakwah Islam Indonesia dan Persatuan Islam (Persis). Lebih lanjut mengenai organisasi-organisasi ini lihat dibawah. 8 Wawancara Crisis Group interview, pejabat MUI, Jakarta, 24 Juni 2008. Dr Atho Mudzar dari Departemen Agama menandai bertambah kelihatannya Ahmadiyah kepada kunjungan pemimpin internasional Jemaat Ahmadiyah, Khalifah al-Masih, ke Indonesia tahun 2000, ketika ia diterima oleh saat itu Presiden Abdurrahman Wahid. Sekembalinya ke London, ia mengatakan yakin bahwa Indonesia akan memiliki jamaat Ahmadiyah terbesar di dunia akhir abad ini. Wawancara Crisis Group, 1 Juli 2008. 9 Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 11/Munas VII/MUI/15/2005 tentang Aliran Ahmadiyah, 29 July 2005. Ditandatangani oleh ketua komisi fatwa, K.H. Ma’ruf Amin.
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
Page 4
Mereka juga mengeluarkan fatwa menentang pluralisme, sekularisme dan liberalisme. Seminggu kemudian pada 5 Agustus, dengan menyatakan dukungan mereka terhadap dua fatwa MUI, Forum Umat Islam (FUI) didirikan. Forum ini didominasi oleh para kelompok garis keras, dengan FPI dan Hizbut Tahrir Indonesia sebagai dua komponen terbesarnya.10
penodaan agama”, tapi tidak disebutkan Bakorpakem.12 Dengan fatwa yang dikeluarkan MUI tahun 2005, lembaga-lembaga yang bertemu dalam rapat pembahasan mengenai Ahmadiyah pada bulan Januari 2005 itu mulai semakin sering mengadakan rapat. Secara teori rapat-rapat tersebut dipimpin oleh Jaksa Agung, pada prakteknya oleh Wakil Jaksa Agung Bidang Intel.
Fatwa anti-Ahmadiyah, dengan dukungan dari Presiden dan bentrokan di Bogor sebagai latar belakang, memberi nafas baru kepada sebuah lembaga lama, Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat atau Bakorpakem. Badan ini dibentuk tahun 1984, pada masa penindasan oleh Soeharto sedang mencapai puncaknya, dan pada dasarnya merupakan sebuah badan intelijen untuk mengawasi aliran-aliran kepercayaan di Indonesia yang banyak sekali tumbuh, menetapkan jika mereka menjadi ancaman bagi pemerintah, dan melarang mereka kalau memang demikian. Dasar hukum badan ini adalah penetapan presiden tahun 1965 mengenai penodaan agama, yang dikeluarkan oleh presiden pertama Indonesia, Sukarno, tidak lama sebelum ia jatuh dari kekuasaannya, dan penpres ini dimasukkan kedalam sebuah undang-undang keamanan yang baru oleh penggantinya, Soeharto, tahun 1969.11
Tekanan terhadap JAI terus bertambah. Selama tahun 2006, aksi massa meningkat terhadap Ahmadiyah dan aliran-aliran kepercayaan lain, begitu juga terhadap “rumah tinggal yang dipergunakan sebagai gereja” yang dianggap telah didirikan secara ilegal. Seringkali, yang ditangkap adalah mereka yang dianggap menyimpang bukannya orang-orang yang melakukan penyerangan.13
Dengan jatuhnya pemerintahan Soeharto bulan Mei 1998, Bakorpakem telah menjadi sekarat, meskipun sebuah unit pengawas di dalam Kejaksaan Agung terus beroperasi. Sebuah undang-undang tahun 2004 memberi kejaksaan wewenang untuk “mengawasi aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara” dan “mencegah penyalahgunaan dan/atau
B. KELOMPOK RADIKAL MERUBAH TAKTIK Namun, awal tahun 2006, mereka segera akan memperoleh instrumen yang lebih baik dari kegiatan anti-Ahmadiyah untuk kampanye berbasis penggalangan massa, yaitu: pertama, kontroversi kartun Nabi Muhammad. Kedua, Rancangan Undang-Undang AntiPornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Isu RUU APP surut lebih lama dari isu kontroversi kartun. Isu yang sangat penting bagi para moralis konservatif, penggunaan kata-kata dalam naskah RUU anti-pornografi begitu luas sehingga apapun bisa dianggap pornografi, dari pakaian yang dipakai oleh para turis di Bali sampai busana yang dipakai oleh penari tradisional Jawa, dan
12
10
Diantara yang hadir adalah anggota-anggota dari MUI, Komite Islam untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BBKSPPI), Hizb ut-Tahrir Indonesia (HTI), Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama (NU), Hidayatullah, Ikatan Da’i Indonesia (IKADI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Al-Irsyad AlIslamiyah, Yayasan Pesantren Islam (YPI) Al-Azhar, Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), and Partai Bintang Reformasi (PBR). Lihat “31 Ormas Gelar Tabligh Akbar”, http://swaramuslim.com/foto/more.php?id= A2028_0_10_0_M. 11 “Protectors of the Pristine”, Tempo [Edisi Bahasa Inggris], 12 Mei 2008. Surat Keputusan yang asli, UU No.1/PNPS/ 1965, menjadi bagian dari UU No.5/1969. Lihat juga “Bakorpakem: Ancaman bagi Kebebasan Agama di Indonesia”, press release, Imparsial, 21 April 2008. www.berpolitik. com/static/myposting/2008/04/myposting_11906.html.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, pasal 30(3) dan (4). www.pu.go.id/ITJEN/HUKUM/uu16-04.htm. 13 Beberapa contoh kejadian: Tanggal 6 Januari 2006 sekelompok massa menyerang sebuah mesjid Ahmadiyah di Bogor yang digunakan oleh sekitar 70 keluarga. Lima orang ditangkap dan dituntut dengan kasus perusakan. Lihat “Lima Perusak Masjid Ahmadiyah Jadi Tersangka”, Koran Tempo, 9 Januari 2006. Tanggal 29 Januari, sekelompok massa menyerang Jamaat Ahmadiyah di Lingsar, Lombok Barat. Seorang juru bicara kantor pemda Nusa Tenggara Barat mengatakan ia berharap semua anggota Ahmadiyah mendapat suaka di luar negeri, menyiratkan apapun akan lebih baik daripada mereka tinggal di Lombok. Lihat “Terpojok di Negeri Sendiri”, Koran Tempo, 5 Februari 2006. Tanggal 17 Februari, sebuah Ahmadiyah center diserang sekelompok massa di Bulukumba, Sulawesi Selatan; penyerangnya termasuk anggota Laskar Jundullah, sebuah kelompok yang dikenal memakai kekerasan di Makassar dan Poso. Lihat “Lagi Massa Serbu Markas Ahmadiyah”, Indopos, 18 Februari 2006. Tanggal 12 Maret, delapan orang dari aliran Jemaah al-Qiayadah [Kepemimpinan Islam] ditangkap di Batam karena menyebarkan ajaran sesat, Lihat “Jemaah alQiayadah Ditangkap”, Koran Tempo, 13 Maret 2006.
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
sangat membatasi kebebasan berekspresi. Tadinya RUU ini akan dibahas oleh DPR di tahun 2005, tapi tentangan dari berbagai kelompok perempuan, aktivis HAM, kelompok agama minoritas dan elemen-elemen dari masyarakat bisnis, termasuk industri pariwisata, mulai meningkat. Bulan Maret-April 2006, RUU ini menjadi tujuan populer bagi kelompok-kelompok garis keras, didukung penuh oleh MUI dan disulut oleh pengumuman akan diterbitkannya majalah Playboy versi Indonesia. 14 Oposisi garis keras memuncak tanggal 21 Mei dengan apa yang mereka sebut “Aksi Sejuta Umat” yang mendukung RUU anti-pornografi, tapi ternyata aksi ini hanya menarik sedikit peserta. Mereka yang menentang RUU APP juga tidak kurang aktif. Sejak jatuhnya Soeharto, baru pertama kali kelompok garis keras menghadapi tentangan massa yang terorganisir dan vokal. Pada akhirnya kelompok moderat yang menang, dengan DPR menyetujui untuk memperbaiki undang-undang tersebut dan menarik klausul yang paling ofensif, sebelum dibawa lagi untuk dibahas. RUU ini dijadwalkan untuk dibahas lagi oleh DPR bulan Juli 2008. Namun dalam perjalanan, sebuah insiden terjadi yang membawa akibat bagi SKB Ahmadiyah. Mantan Presiden Abdurrahman Wahid (atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur), pemimpin organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan yang dikenal dengan komitmennya terhadap pluralisme, adalah seorang oponen yang blak-blakan terhadap usulan undangundang APP ketika masih dirancang. Ia berkelakar bahwa kalau memakai standar RUU anti-pornografi, bahkan al-Qur’an pun akan dianggap pornografi. Pada tanggal 23 Mei 2006, ia diundang ke Purwakarta, Jawa Barat, untuk ikut serta dalam sebuah dialog lintas agama, yang juga dihadiri kelompok-kelompok garis keras seperti FPI dan Hizbut Tahrir. Gus Dur mengkritik RUU itu lagi dan mengatakan bahwa sejumlah peserta Aksi Sejuta Umat telah dibayar oleh sejumlah jendral. Kontan Ketua FPI cabang setempat berdiri dan menuntut Gus Dur untuk minta maaf atau pergi dari Purwakarta. Gus Dur kemudian meninggalkan lokasi dialog, dibawah hujanan kata-kata kasar, dengan media nasional memberitakan bahwa Gus Dur diusir oleh para pendukung RUU yang emosional, termasuk FPI.
Buntut dari kejadian Purwakarta, bentrokan terjadi antara FPI dan Garda Bangsa, yaitu sebuah milisi yang loyal terhadap Gus Dur, di Jember, Jawa Timur, dan di beberapa daerah lain. Pada tanggal 15 Juni, Garda Bangsa menghalangi ketua FPI, Habib Rizieq, untuk bicara di sebuah pesantren di Demak, Jawa Tengah, mengancam akan membakar pesantren tersebut kalau ia muncul. Spanduk-spanduk muncul didekat kantor pusat Nahdlatul Ulama menyerukan pembubaran FPI. Pada tanggal 26 Juni, puluhan pemuda dari Garda Bangsa mengklaim akan bergerak ke markas FPI di Jakarta, dan anggota FPI, yang diperkuat oleh dua kelompok garis keras lain, bersiapsiap untuk melakukan perlawanan. Polisi berhasil mengalihkan para pendukung Gus Dur, dan kekerasan dapat dihindarkan. Namun permusuhan antara FPI dengan Garda Bangsa masih bersisa, dan dua tahun kemudian, ketakutan pemerintah terhadap kemungkinan kekerasan meletus diantara mereka mempengaruhi pemilihan waktu dikeluarkannya SKB. Sebuah masalah lain patut dikemukakan disini. Pada tanggal 21 Maret 2006, sebuah peraturan bersama tentang pemeliharaan kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadat yang dikeluarkan oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri yang kontroversial telah dijadikan undang-undang. 15 Peraturan ini menggantikan SKB dua menteri tahun 1969 yang mewajibkan ijin dari masyarakat sekitar sebelum mesjid atau gereja dapat dibangun. Dibawah peraturan yang baru, sebanyak 90 (sembilan puluh) Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat harus diserahkan kepada kepala desa dan sekaligus disahkan, bersama dengan dukungan tertulis masyarakat setempat, paling sedikit sebanyak 60 (enam puluh) orang. Pendirian rumah ibadat baru juga perlu persetujuan tertulis dari sebuah lembaga baru yang didirikan dibawah peraturan bersama ini, yaitu Forum Kerukunan Umat Beragam (FKUB). FKUB dibentuk di tingkat propinsi dan kabupaten/kota, dengan jumlah anggota FKUB propinsi paling banyak 21 orang dan jumlah anggota FKUB kabupaten paling banyak 17 orang. Komposisi keanggotaan FKUB ditetapkan berdasarkan perbandingan jumlah pemeluk agama setempat dengan
15
14
“Tarik Ulur Pasal Birahi”, Sabili, 30 Juni 2005, hal. 6061; “Sosok di Balik Kelinci Putih”, Sabili, 9 Februari 2006; “Sahkan RUU Anti-Pornografi”, Sabili, 9 Februari 2006, hal.29-31.
Page 5
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, “Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 2006 dan Nomor 8 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah delam Pemeligharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat”, Jakarta 2006.
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
keterwakilan minimal 1 (satu) orang dari setiap agama yang ada di propinsi dan kabupaten.16 Peraturan ini merupakan kemajuan dari SKB no 1969 yang lebih mengekang, tapi hal ini tetap berarti bahwa umat beragama masih harus menghadapi kesulitan untuk memperoleh ijin, apakah itu bagi gereja di daerah Jawa Barat, atau mesjid di Papua Barat atau masyarakat Ahmadiyah di daerah lain di Indonesia. Kelompok garis keras, terutama di Jawa Barat dan daerah lain, memutuskan bahwa jika pemerintah tidak menerapkan peraturan tentang ijin rumah ibadat, maka mereka yang akan melakukan hal itu, dan aksi-aksi penyerangan kegiatan agama “yang liar” pun meningkat.17
Pada tanggal 14 Januari 2008, JAI menyerahkan dua belas butir pernyataan mereka kepada Departemen Agama, dengan tembusan ke MUI. Butir-butir yang penting antara lain:
Kami warga Jemaat Ahmadiyah sejak semula meyakini dan mengucapkan dua kalimah syahadat sebagaimana yang diajarkan oleh Yang Mulia Nabi Muhammad Rasulullah SAW yaitu, Asyhadu anlaa-ilaaha illallahu wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, artinya: aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah;
Sejak semula kami warga Jemaat Ahmadiyah meyakini bahwa Muhammad Rasulullah adalah Khatamun Nabiyyin (nabi penutup);
Di antara keyakinan kami bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang guru, mursyid, pembawa berita gembira dan peringatan serta pengemban mubasysyirat, pendiri dan pemimpin Jemaat Ahmadiyah yang bertugas memperkuat dakwah dan syiar Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW;
Untuk memperjelas bahwa kata Rasulullah dalam 10 syarat bai’at yang harus dibaca oleh setiap calon anggota Jemaat Ahmadiyah bahwa yang dimaksud adalah Nabi Muhammad SAW, maka kami mencantumkan kata Muhammad di depan kata Rasulullah;
Kami warga Jemaat Ahmadiyah meyakini bahwa tidak ada wahyu syariat setelah Al-Quranul Karim yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW; Al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad Rasulullah SAW adalah sumber ajaran Islam yang kami pedomani;
Buku Tadzkirah bukanlah kitab suci Ahmadiyah, melainkan catatan pengalaman rohani Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad yang dikumpulkan dan dibukukan serta diberi nama Tadzkirah oleh pengikutnya pada tahun 1935, yakni 27 tahun setelah beliau wafat (1908).
C. KEMBALI KE AHMADIYAH Ditengah-tengah ini semua, rekomendasi tahun 2005 kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melarang Ahmadiyah tidak mendapatkan tanggapan, dan Jaksa Agung waktu itu, Abdurrahman Saleh merekomendasikan bahwa sebaiknya diadakan dialog dengan para pimpinan Ahmadiyah terlebih dahulu.18 Setelah beberapa lama, baru pada awal bulan September 2007, dialog yang pertama dari tujuh dialog selanjutnya terjadi. Dialog pertama ini dipimpin oleh seorang pejabat tinggi Departemen Agama dan dihadiri oleh para pimpinan Ahmadiyah (JAI). Pejabat dari beberapa departemen lain juga kadang ikut hadir, tapi biasanya selalu ada perwakilan dari Departemen Dalam Negeri, Intel Polri dan Kejaksaan Agung.19 Para pemimpin JAI ini diberitahu bahwa mereka punya beberapa pilihan, antara lain pembubaran JAI oleh pemerintah, pembubaran JAI oleh pengadilan, pengkategorian sebagai non-Muslim dan pengakuan sebagai salah satu aliran dalam komunitas Muslim Indonesia. Tidak heran bahwa mereka memilih yang terakhir. Kemudian mereka diberitahu bahwa mereka harus menyerahkan sebuah penjelasan tertulis mengenai posisi keyakinan dan kemasyarakatannya untuk memperlihatkan bahwa mereka patut dianggap sebagai Muslim.
16
Ibid, Pasal 10 (2) dan (3), hal. 45. Lihat “Data Tempat Ibadah Yang Ditutup, Dirusak dan Mengalami Kesulitan Untuk Melakukan Ibadah di Propinsi Jawa Barat Tahun 1996-2008”, FKKI-JABAR. 18 Prof. Dr H.M. Atho Mudzhar, “Penjelasan Kepala Badan Litbang Agama dan Diklat Departmen Agama Tentang Perkambangan dan Penanganan Masalah Ahmadiyah di Indonesia”, Jakarta, 20 Februari 2008. 19 Ibid, hal. 2. 17
Page 6
Keesokan harinya, Jaksa Agung Muda Intelijen mengadakan rapat Bakorpakem untuk membahas keduabelas butir pernyataan JAI tersebut. Rapat ini dihadiri oleh perwakilan dari Departemen Agama, Departemen Dalam Negeri, dan Departemen Pendidikan, serta BIN, Intel POLRI dan Kejaksaan Agung. Para peserta rapat memutuskan untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan isi duabelas butir pernyataan JAI tersebut, dan menghimbau semua pihak
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
untuk menghindari “tindakan-tindakan anarkis dan destruktif”.20 Ketua MUI K.H. Ma’ruf Amin segera mengeluarkan pernyataan bahwa duabelas butir penjelasan JAI adalah multitafsir, bisa diinterpretasikan apa saja; ia menginginkan pernyataan tegas dari JAI bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi. Pada saat yang sama, organisasi Muslim konservatif yang lain, yang dipimpin oleh Forum Umat Islam (FUI) dan Lembaga Penelitian Pengkajian Islam (LPPI), institut yang didanai oleh Arab Saudi, mengkritisi duabelas butir pernyataan JAI tersebut dan mendesak pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah.21 Menghadapi banyak protes dari seluruh daerah, Departemen Agama kemudian mengeluarkan sebuah edaran kepada seluruh kantor-kantor propinsi dan universitas-universitas Islam negeri mengumumkan dibentuknya sebuah tim yang akan mengevaluasi pelaksanaan 12 butir pernyataan JAI dan menghimbau instansi-instansi di tingkat daerah untuk juga melakukan pemantauan memastikan bahwa jemaat Ahmadiyah di daerah mereka tidak menyimpang dari ajaran Islam yang benar. 22 Tetapi MUI terus menuntut pernyataan dari JAI bahwa Mirza Ghulam adalah bukan seorang nabi. Pada tanggal 23 Januari, Bakorpakem kembali mengadakan rapat dan memberi tim pemantau batas waktu tiga bulan untuk menyelesaikan tugas mereka. Tim pemantau tersebut dibentuk secara resmi keesokan harinya, dibawah Departemen Agama. Pada tanggal 14 Februari, sebuah tabligh akbar berlangsung di sebuah pesantren di Banjar, Jawa Barat, dipimpin oleh Shobri Lubis dari FPI, Mohammad al-Khatkhath dari Hizbut Tahrir dan Abu Bakar Ba’asyir, mewakili Majelis Mujahidin Indonesia. Sebuah gambar video yang diambil dari tabligh akbar tersebut dan diposting di You Tube memperlihatkan ketiga orang tersebut sedang mengecam Ahmadiyah dan Lubis menyerukan katakata “kita perangi Ahmadiyah, bunuh Ahmadiyah, dimanapun mereka berada, bunuh Ahmadiyah, bunuh Ahmadiyah!!”23 Pada tanggal 16 April, Bakorpakem kembali mengadakan rapat, kali ini dihadiri lengkap oleh
wakil-wakil dari aparat keamanan. 24 Diakhir rapat, mereka mengeluarkan sebuah pernyataan bahwa JAI belum melaksanakan isi keduabelas butir pernyataannya secara “konsisten dan bertanggung jawab” dan telah “melakukan kegiatan dan penafsiran keagamaan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yang dianut di Indonesia, dan menimbulkan keresahan dan pertentangan di masyarakat sehingga mengganggu ketentraman dan ketertiban umum”. Rapat tersebut juga merekomendasikan pemerintah untuk mengeluarkan SKB, sesuai dengan UU No.1 PNPS Tahun 1965 tentang penodaan agama, memperingatkan JAI untuk menghentikan perbuatannya, dan apabila perintah dan peringatan keras tersebut tidak diindahkan, maka JAI akan dibubarkan. Mereka juga menghimbau kepada para pemuka/tokoh agama beserta organisasi kemasyarakatan Islam dan semua lapisan masyarakat menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dengan menghormati “proses penyelesaian masalah JAI”.25
D. PENYUSUNAN RANCANGAN SKB Aksi protes di jalan-jalan yang diorganisir oleh kelompok-kelompok garis keras langsung merebak. Pada tanggal 21 April 2008, sebuah unjuk rasa berlangsung di depan Istana Presiden di Jakarta, yang diorganisir oleh FUI, dengan dihadiri Cholil Ridwan dari MUI; Habib Rizieq dan Shobri Lubis dari FPI; serta Ismail Yusanto dan Muhammad Al Khaththath dari Hizbut Tahrir. Dari waktu dikeluarkannya pernyataan Bakorpakem, yang menjadi pertanyaan adalah kapan, bukan apakah, SKB akan dikeluarkan, dan bagaimana persisnya kegiatan JAI akan dibendung. Selama itu tak sekalipun Presiden Yudhoyono memberi isyarat bahwa SKB bukan langkah yang paling baik atau menegaskan komitmennya dan negara Indonesia untuk melindungi kelompok minoritas. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden sangat terbelah. Seorang anggota, KH Ma’ruf Amin, ketua MUI, menginginkan Ahmadiyah dilarang sama sekali. Adnan Buyung Nasution, yang seorang praktisi hukum, berargumentasi bahwa pembatasan apapun terhadap
24
20
Ibid, hal. 5. Ibid, hal. 6. 22 Ibid, hal.7-8. 23 “Khotbah Yang Mencoreng Citra Islam”, http://youtube. com/watch?v=U7RLCXNdKF4. 21
Page 7
Rapat dipimpin dan dibuka oleh Jaksa Agung Muda Intelijen, dan dihadiri oleh tujuh pejabat Kejaksaan Agung, serta perwakilan dari Kabalitbang dan Diklat Departemen Agama; Ditjen Kesbang dan Politik Departemen Dalam Negeri; Ditjen NBSF (Nilai Budaya Seni dan Film) Departemen Kebudayaan & Pariwisata; Aster Panglima TNI; Kaba Intelkam Mabes POLRI; Badan Intelijen Negara (BIN). 25 Rakorpakem, Aula Jaksa Agung Muda Intelijen, 16 April 2008.
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
kegiatan Ahmadiyah merupakan pelanggaran konstitusi yang melindungi kebebasan beragama, dan empat anggota dewan yang lain mendukung sikapnya. Yang lain tidak suka dengan ajaran Ahmadiyah tapi tak merasa kalau Ahmadiyah dilarang, dan memilih untuk melakukan langkah “persuasif” untuk menarik kembali jemaat Ahmadiyah ke mainstream Islam. 26 Perbedaan pendapat di Wantimpres ini menunda dikeluarkannya SKB, yang mana Jaksa Agung pernah mengisyaratkan SKB akan selesai awal bulan Mei. Pada tanggal 12 Mei, para wartawan berkumpul menunggu dikeluarkannya SKB, tetapi hanya mendapat penjelasan dari Menteri Dalam Negeri Mardiyanto bahwa peluncuran SKB masih harus ditunda, karena pemerintah sedang berusaha mencari kebijakan yang paling baik. Hingga akhir bulan Mei, kelihatan jelas bahwa pemerintah sudah agak berubah. Para pemimpin Ahmadiyah memahami dari sumber mereka di seputar tim perancang bahwa SKB tersebut akan fokus pada pembinaan untuk menarik mereka kembali ke mainstream Islam, membawa mereka hidup berdampingan, bukan melarangnya, dan juga kepada berbagai kelompok masyarakat madani menolak dikeluarkannya SKB sama sekali. Pada tanggal 10 Mei, sebuah iklan sehalaman penuh muncul di beberapa koran di Jakarta, atas nama Aliansi Kebangsaan Untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Diantara nama-nama penandatangan ada cendekiawan Muslim, wartawan, anggota DPR, pejabat pemerintah, mantan pejabat, aktivis HAM, Gus Dur dan banyak lagi.
E. AKSI PENYERANGAN TANGGAL 1 JUNI DAN IMBASNYA Pada tanggal 1 Juni 2008, dengan ketidakhadiran SKB dan dengan harapan untuk menghalangi dikeluarkannya SKB, AKKBB mengorganisir sebuah aksi unjuk rasa atas nama kebebasan beragama, dengan maksud menunjukkan dukungan terhadap toleransi antar umat beragama dan menolak pandangan garis keras. Polri, demi mengetahui akan ada demonstrasi di hari yang sama oleh Hizbut Tahrir untuk memprotes kenaikan harga BBM, meminta panitia untuk memindahkan lokasi unjuk rasa mereka yang rencananya akan dilakukan di Monas, pindah ke bundaran yang tidak jauh dari situ. Panitia menyetujui tetapi memutuskan
Page 8
untuk berkumpul di Monas terlebih dahulu. Disitu para peserta unjuk rasa, termasuk ratusan keluarga jemaat Ahmadiyah beserta para penandatangan pernyataan tanggal 10 Mei, diserang oleh milisi Muslim bersenjata tongkat, yang meneriakkan sloganslogan anti Ahmadiyah. Mereka telah melukai beberapa belas orang sebelum dibubarkan oleh polisi. Diantara yang terluka adalah seorang cendekiawan Muslim dari Cirebon; ketua Wahid Institut, sebuah organisasi think thank terkait Gus Dur; dan beberapa pemimpin Muslim lain yang dikenal memiliki pandangan moderat. Penyerangan tersebut menimbulkan kemarahan masyarakat di seluruh Indonesia, dan Presiden Yudhoyono buka suara soal insiden itu dengan mengatakan bahwa kekerasan tidak dapat dibenarkan – meskipun pada kenyataannya salah satu kelompok yang terlibat, yaitu FPI, sudah menggunakan kekerasan sejak pertama kali dibentuk, dengan bantuan polisi dan TNI, pada tahun 1998. Salah satu komandan lapangan milisi tersebut adalah Munarman, mantan pembela HAM dari Palembang yang menjadi Muslim militan, yang tak lama kemudian namanya disebut sebagai tersangka oleh polisi. Selama seminggu, perhatian masyarakat tertumpu pada pencarian Munarman oleh polisi. Pada tanggal 5 Juni, lebih dari 1,000 anggota polisi dikerahkan ke wilayah markas FPI, dimana tim polisi masuk dan menangkap 53 anggota FPI, termasuk ketuanya, Habib Rizieq Shihab. Munarman tidak ditemukan disitu, dan berkembang spekulasi-spekulasi bahwa ia telah meninggalkan pulau Jawa, kabur keluar negeri atau terbunuh. Tapi pada hari yang sama, ia meluncurkan sebuah video dari tempat persembunyiannya, dan mengatakan bahwa ia bersedia menyerahkan diri asalkan, dan pada waktu, pemerintah melarang Ahmadiyah. Pada pagi hari tanggal 9 Juni, sebuah demonstrasi besar-besaran berlangsung di depan Istana Presiden, mendesak pemerintah mengeluarkan larangan terhadap Ahmadiyah. Tim perancang SKB buru-buru dipanggil ke Departemen Agama untuk rapat darurat, dan siang itu dikeluarkan SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah. Meskipun tidak disebutkan bahwa Ahmadiyah dilarang sama sekali, dan maksud dari para penyusun SKB adalah Ahmadiyah dibolehkan untuk terus beribadah sepanjang mereka tidak berupaya menarik penganut agama lain, namun hal ini memperlihatkan bahwa pemerintah tunduk kepada kelompok garis keras yang berdemonstrasi di jalan.27 Menurut salah
26
Wawancara Crisis Group, Jakarta, 18 Juni 2008. Lihat juga “Wantimpres Halangi SKB Membekukan Ahmadiyah, Indopos, 23 April 2008.
27
Menurut Dr Atho Mudzkar dari Departemen Agama, “mereka [Ahmadiyah] tidak dilarang melakukan kegiatan ibadah yang
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
seorang peserta rapat, salah satu faktor utama yang mendorong dikeluarkannya SKB 3 Menteri siang itu adalah kekhawatiran akan terjadinya bentrokan keras antara para pendukung Gus Dur dan FPI. “Yang mengherankan adalah bahwa kedua-duanya memiliki latar belakang Nahdlatul Ulama”, tutur salah seorang pimpinan NU. “Ini adalah masalah antara NU sekuler versus NU radikal”.28 SKB 3 Menteri tersebut tidak memuaskan siapa-siapa kecuali beberapa anggota DPR. Banyak anggota masyarakat Indonesia, termasuk Dirjen HAM Departemen Kehakiman dan HAM, yang percaya hal itu merupakan langkah mundur bagi demokrasi dan HAM, karena telah memberikan negara wewenang untuk menetapkan interpretasi “yang benar” mengenai agama.29 Kelompok garis keras merasa isi SKB tersebut tidak cukup dan, karena mencium bau kemenangan, menuntut lebih. Munarman, yang sekarang menjadi pahlawan bagi kelompok radikal, menyerahkan diri kepada polisi malam tanggal 9 Juni, memberi kesan seolah-olah pemerintah telah menurut, paling sedikit sebagian karena tuntutannya. Diorganisir lewat pesan SMS, sekitar 10,000 orang menggelar aksi unjuk rasa di jalan-jalan di daerah pusat ibu kota pada tanggal 18 Juni, kali ini menuntut Presiden untuk membubarkan Ahmadiyah lewat sebuah surat keputusan Presiden dan menuntut pembebasan Munarman dan Habib Rizieq, dan kelihatannya protes akan terus berlanjut.
pelanggaran. Ia mengutarakan hal yang sama dalam sebuah pernyataan pers sebelumnya: Kita akan membiarkan masyarakat bertindak sebagai penjaga SKB 3 Menteri. Mereka bisa menyampaikan laporan kepada aparat penegak hukum kalau mereka melihat pengikut JAI melanggar SKB. Apakah pengikut JAI tersebut bersalah melakukan pelanggaran atau tidak akan diputuskan oleh pengadilan.30 Ma’ruf Amin mengatakan kepada penonton TV, kemudian mengutarakan lagi dalam sebuah wawancara, bahwa MUI sedang membentuk sebuah tim pemantau untuk menetapkan apakah Ahmadiyah mematuhi SKB atau tidak. Tim tersebut akan disusun oleh cabang-cabang MUI di tingkat propinsi, kabupaten dan kecamatan, dan ormas-ormas Islam diundang untuk berpartisipasi. Sudah diramalkan bahwa tim tersebut akan memutuskan Ahmadiyah telah melakukan pelanggaran. 31 Sementara itu, aksi massa terhadap aset dan anggota jemaat Ahmadiyah terus terjadi:
11 Juni: polisi menggunakan mobil water canon untuk menghalangi massa yang bergerak menuju sebuah mesjid Ahmadiyah di Palembang;32
18 Juni: enam buah masjid Ahmadiyah di Cianjur, Jawa Barat, disegel oleh sekitar 100 orang yang menyebut dirinya kelompok Ahlussunnah Waljamaah, sementara polisi berdiri dan mengawasi untuk memastikan bahwa tidak terjadi “tindakan anarkis”;33
20 Juni: FPI setempat menutup markas Ahmadiyah di Makassar, Sulawesi Selatan; massa menyegal dua mesjid Ahmadiyah di Cianjur; dan belasan pemuda berusaha memblokir sebuah mesjid Ahmadiyah di Tanggerang, Jawa Barat; dan
26 Juni: Masjid al-Ghofur yang digunakan oleh keluarga Jemaat Ahmadiyah di Cianjur, Jawa Barat,
F. UNDANGAN KE VIGILANTISME Meskipun anggota masyarakat diperingatkan untuk tidak melakukan tindak kriminal terhadap JAI dan penegasan pemerintah bahwa penegakan SKB secara tegas akan dilakukan dalam wilayah hukum, SKB 3 Menteri meningkatkan kemungkinan vigilantisme agama. Dalam sebuah program TV populer “Today’s Dialogue”, tanggal 18 Juni, seorang juru bicara Departemen Agama mengatakan masyarakat dapat memantau pelaksanaan SKB 3 Menteri dan melaporkan kepada polisi kalau mereka melihat ada
lain. Mereka masih bisa sembahyang, pergi ke mesjid mereka, mengorganisir donor darah dan sebagainya”. Lihat “Ahmadiyah decree ‘bans propagation, not private prayer’”, Jakarta Post, 14 June 2008. 28 Wawancara Crisis Group, Jakarta, 24 Juni 2008 29 Harkristuti Harkrisnowo, Dirjen HAM Departemen Kehakiman dan HAM, mengkritik SKB dan mendorong anggota Ahmadiyah mengajukan petisi ke badan peradilan untuk uji materiil. Lihat “Ahmadiyah can worship, Kalla says”, Jakarta Post, 11 Juni 2008.
Page 9
30
Lihat “Ahmadiyah decree ‘bans propagation, not private prayer’”, Jakarta Post, 14 Juni 2008. 31 Wawancara Crisis Group, Jakarta, 24 Juni 2008. Ma’ruf Amin mengatakan ia tidak ada masalah kalau anggota Ahmadiyah membentuk sebuah agama baru, dari pada menyebut diri mereka Muslim. Tetapi ketika ditanya apakah mereka masih bisa beribadah di mesjid, ia mengatakan, “tentu tidak – mereka tidak bisa mengadopsi atribut-atribut Islam, seperti menyebut tempat ibadat mereka mesjid atau shalat lima waktu – karena itu memfitnah Islam”. 32 “Penentang Ahmadiyah Kembali Beraksi”, Koran Tempo, 12 Juni 2008. 33 “Warga Segel Enam Masjid Ahmadiyah”, Koran Tempo, 19 Juni 2008.
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
disegel dan papan namanya dicopot oleh sekitar 500 anggota massa, yang kemudian bentrok dengan aparat polisi. Dua hari sebelumnya sekelompok massa menghalangi anggota Jemaat Ahmadiyah yang ingin mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Cianjur untuk menyampaikan keprihatinan mereka terhadap perkembangan yang terjadi belakangan ini.34
III. KELOMPOK GARIS KERAS DI BELAKANG AKSI UNJUK RASA Keberhasilan tekanan terhadap pemerintah tidak dapat dijelaskan tanpa merujuk pada bertambah besarnya pengaruh MUI terhadap pemerintah yang terkesan dibiarkan oleh SBY. Sementara para pimpinan MUI ini sebenarnya mewakili kelompok-kelompok garis keras, yang berarti ada hubungan langsung ke pembuat kebijakan.
A. MENINGKATNYA PENGARUH MUI Sembilan bulan setelah pengangkatannya sebagai Presiden, SBY menerima undangan untuk membuka Musyawarah Nasional MUI yang ketujuh tanggal 26 Juli 2005. Kepada peserta musyawarah ia mengatakan: Kami membuka pintu hati, pikiran kami untuk setiap saat menerima pandangan, rekomendasi dan fatwa dari MUI maupun dari para Ulama, baik langsung kepada saya, kepada Saudara Menteri Agama, atau kepada jajaran pemerintah yang lain. Kami ingin meletakkan MUI untuk berperan secara sentral yang menyangkut akidah ke-Islaman, dengan demikian akan jelas bedanya mana-mana yang itu merupakan atau wilayah pemerintahan kenegaraan, dan mana-mana yang pemerintah atau negara sepatutnya mendengarkan fatwa dari MUI dan para Ulama.35 Tidak jelas apakah Presiden SBY menyadari bagaimana MUI telah menjadi lembaga yang sangat konservatif. Didirikan 1975 oleh Soeharto, MUI sebelumnya dimaksudkan untuk menjadi instrumen dalam rangka mengkooptasi para pemimpin Muslim dan memberi kesan legitimasi agama bagi kebijakan-kebijakan Orde Baru. Misi awalnya adalah untuk menegakkan keamanan nasional dan membantu pemerintahan yang sangat-sangat anti komunis memerangi atheisme. Pada awalnya anggota MUI terdiri dari 26 orang
34 35
“Masjid Ahmadiyah Disegel Lagi”, Koran Tempo, 28 Juni. www.presidenri.go.id/index.php/pidato/2005/07/26/370.html.
Page 10
ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia; 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormasormas Islam yang berkantor pusat di Jakarta, beberapa dari ormas ini tidak lebih hanya merupakan cover, sebenarnya dibelakangnya adalah Golkar, partai yang berkuasa saat itu; empat orang ulama dari Dinas Rohani Islam Angkatan Bersenjata (masingmasing dari Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan POLRI) serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan. 36 Saat ini, MUI memiliki struktur hingga ke tingkat kecamatan. MUI sebagian didanai lewat APBN, meskipun demikian, seperti Komnas HAM, MUI secara resmi adalah sebuah badan independen. Pada pertengahan tahun 1980an, MUI mendapat tugas menguntungkan memberi label halal buat makanan, kosmetik dan obat-obatan; banyak perusahaan yang bersedia membayar banyak untuk mendapatkan sertifikat halal dari MUI.37 Pada tahun 1990an, peran yang lebih menguntungkan menghampiri MUI yaitu dengan datangnya perbankan Islam; beberapa anggota MUI duduk di dewan pembina di Bank Mu’amalat, bank Syariah pertama di Indonesia, dan bank-bank Syariah lain yang berdiri kemudian, menerima imbalan besar atas servis mereka lewat Dewan Syariah Nasional. Dua fungsi “teknis” ini menjadikan MUI menjadi lembaga yang jauh lebih berkuasa dari pada sebelumnya.38 Kekuasaan tersebut dibarengi dengan tumbuhnya konservatisme yang tampak jelas pada Musyawarah Nasional tahun 2005 dengan dikeluarkannya fatwa yang mengharamkan liberalisme, pluralisme dan sekularisme.39 Ketua panitia fatwa saat itu adalah KH
36
“20 Tahun Majelis Ulama Indonesia”, Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, 1995, hal.13. 37 “Masyarakat pun Bertindak Sendiri”, Wahid Institut, laporan bulanan mengenai persoalan agama, November 2007. Pada bulan Maret 2005, seorang jurubicara MUI membantah rumor bahwa perusahaan roti Singapura, BreadTalk, diminta Rp 25 juta untuk sertifikat halal. Lihat “MUI Bantah Tarifkan Sertifikasi Halal BreadTalk Rp.25 Juta”, www.detik.com, 8 Maret 2005. Sebuah RUU yang diserahkan ke DPR awal tahun 2008 tentang penjaminan produk-produk halal mengancam akan menyerahkan wewenang pemberian sertifikat halal ke departemen agama; MUI menolak keras. Lihat “MUI: Sertifikasi Halal Harus Wewenang Kita”, www. detik.com, 27 Februari 2008. 38 MUI juga bekerja sama dengan program transmigrasi Soeharto, mengirimkan 1,667 ustadz ke wilayah-wilayah transmigrasi. “Masyarakat pun Bertindak Sendiri”, op. cit, hal. 33. 39 Sebuah makalah konsep yang menguraikan misi MUI lima tahun kedepan (2005-2010) menyebutkan: “Saat ini masyarakat Muslim Indonesia menghadapi tantangan global yang berat.
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
Ma’ruf Amin, belakangan ia masuk menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden.40 Pada bulan November 2007, Presiden SBY menegaskan dukungannya yang pertama kepada MUI dengan tampil lagi di acara MUI, kali yang kedua ini dengan membuka secara resmi Rakernas (Rapat Kerja Nasional) MUI. Pada saat itu, perhatian masyarakat Indonesia sedang tertumpu pada pemberitaan tentang beberapa aliran agama baru yang ditemukan. Sebulan sebelumnya, MUI telah mengeluarkan sebuah fatwa sesat terhadap aliran al-Qiyadah [Kepemimpinan], yang pendirinya, Ahmad Mosshadeq, telah menyatakan bahwa dirinya sebagai rasul baru. Dalam rakernas MUI itu, Presiden menyambut baik fatwa tersebut dan dalam pidatonya kepada MUI mengatakan: Sesuai aturan main, MUI mengeluarkan fatwa. Presiden tidak bisa memberikan fatwa. Setelah fatwa dikeluarkan, perangkat negara menjalankan tugasnya. Mudah-mudahan terjalin kerja sama di masa akan datang … Kita harus melakukan langkah tegas terhadap paham, aliran sesat, dan menyesatkan.41 Diakhir rakernas, MUI mengeluarkan sebuah pedoman yang berisi 10 kriteria untuk mengidentifikasi sebuah ajaran dinyatakan aliran sesat. 42 Mereka juga
Mereka termasuk ideologi kapitalisme-liberalisme yang mendompleng pada sekularisme dalam sistem politik dan ekonomi yang seringkali dipaksakan terhadap negara lain; kemajuan pesat dalam science dan teknologi yang bisa mengikis pondasi etika dan moral kita; dan budaya global yang didominasi oleh Barat dan ditandai oleh pemujaan individualisme, materialisme, dan mendasarkan insting yang berpotensi menipiskan peran agama dalam kehidupan ummat sehari-hari”. “Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia Tahun 2005”, Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, 2005, hal.19. 40 Seorang konservatif asal Banten, Jawa Barat, Ma’ruf Amin adalah ketua Dewan Syuro sebelum Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Dewan Syuro adalah lembaga tertinggi di Nahdlatul Ulama. Dari tahun 1971 hingga 1982 ia duduk sebagai anggota DPRD Jakarta, dari tahun 1973 dan seterusnya anggota faksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dari tahun 1997 sampai 2001 anggota DPR dari partai PKB. 41 “Kiai Sahal: Fatwa MUI tentang al-Qiyadah agar umat tak terperdaya”, 5 November 2007, www.nu.or.id/page.php? lang=id&menu=news_view&news_id=10690 42 Mereka yaitu 1) mengingkari Rukun Iman dan Rukun Islam; 2) meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai Dalil Syar`i (Al Qur`an dan As Sunah); 3) menyakini turunnya wahyu setelah Al Qur`an; 4) mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al Qur`an; 5) melakukan penafsiran Al Qur`an yang tidak berdasarkan kaidah tafsir; 6) mengingkari kedudukan Hadist Nabi sebagai sumber ajaran Islam; 7)
Page 11
menghimbau kepada pemerintah untuk segera membuat Bakorpakem menjadi lebih aktif di dalam pemerintah tingkat pusat maupun daerah.43 Pada saat yang sama, MUI meminta pemerintah untuk menaikkan anggaran buat MUI agar dapat menangani beban kerja yang bertambah karena harus memantau dipenuhinya pedoman aliran sesat tersebut. Jadi dibawah pemerintahan SBY, MUI telah memainkan peran yang lebih berpengaruh dalam pembuatan kebijakan dari pada yang mereka miliki di masa lalu, yaitu setidaknya beberapa dari fatwa yang mereka keluarkan digunakan sebagai landasan untuk penegakan hukum lewat Kejaksaan Agung atau departemen lain. Hubungan langsung ke kebijakan pemerintah diakui oleh Departemen Agama, ketika disebutkan bahwa sehubungan dengan Ahmadiyah, MUI lah, bukan pemerintah, yang memiliki kewenangan untuk menetapkan apakah sebuah aliran sesat atau tidak, tetapi terserah kepada pemerintah untuk mengambil tindakan sesuai dengan hukum yang berlaku.44 Namun hubungan yang menarik untuk disimak yaitu antara peran institusi MUI dan hubungannya dengan aksi-aksi protes di jalan, dan disini Cholil Ridwan dan Muhammad Al-Khaththath yang menjadi kuncinya. Cholil, yang duduk di dewan eksekutif MUI bulan Juli 2005, adalah anggota Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dan ketua himpunan pesantren-pesantren konservatif yang menjadi anggota pertama FUI di bulan Agustus 2005.45 Dia juga wakil ketua KISDI (Komite Indonesia Untuk Solidaritas Dunia Islam), sebuah kelompok yang di tahun 1998 terkait erat dengan menantu Soeharto dan seorang jenderal senior Prabowo. Cholil Ridwan selalu ada di setiap aksi demonstrasi anti-Ahmadiyah sebelum dan sesudah SKB 3 Menteri dikeluarkan, biasanya sebagai salah seorang orator. Pada bulan Januari 2008, ia menjadi ketua komisi fatwa di Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI), yaitu organisasi yang berbasis di Bandung yang terlibat dalam penyerangan markas
melecehkan dan atau merendahkan para Nabi dan Rasul; 8) mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir; 9) mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah; 10) mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar`i, contohnya, menyatakan seseorang kafir hanya karena mereka bukan anggota kelompok tertentu. 43 “Rakernas Majelis Ulama Indonesia 2007: Menjawab Persoalan Umat ke Depan”, Suara Islam, 23 November-6 Desember 2007. 44 “Penjelasan Kepala Badan Litbang dan Diklat Departmen Agama”, op. cit. 45 Koalisi itu yaitu Badan Kerjasama Pondok Pesantren seIndonesia (BKSPPI).
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
Ahmadiyah tahun 2005. 46 Al-Khaththath ketua Hizbut Tahrir dan sekjen FUI, adalah wakil sekretaris komisi dakwah MUI.47 Ketika MUI mengatakan bahwa mereka bermaksud menggunakan ormas-ormas Islam untuk memantau apakah Ahmadiyah mematuhi ketentuan dalam SKB 3 Menteri, sangat mungkin organisasi-organisasi tersebut sama dengan yang selama ini berupaya mempengaruhi dikeluarkannya larangan bagi Ahmadiyah, seperti organisasi-organisasi dimana Cholil dan AlKhaththath ikut terlibat. Beberapa dari organisasi tersebut digambarkan dibawah ini:
B. FORUM UMAT ISLAM (FUI) FUI didirikan bulan Agustus 2005, mendedikasikan untuk menegakkan fatwa-fatwa MUI terhadap pluralisme dan Ahmadiyah. 48 Mashadi, seorang veteran sepuh gerakan Islam di Indonesia, ditunjuk sebagai ketua.49 Sekitar 30 organisasi Islam terwakili dalam rapat pendirian, termasuk beberapa orang yang paling militan, tetapi yang menjadi otaknya adalah Hizbut Tahrir dan ototnya adalah FPI.50 Setelah rapat
46
Lihat http://fuui.wordpress.com/2008/01/16/fatwa-mengenaipenghinaan-terhadap-islam/. 47 Juru bicara HTI, Ismail Yusanto, adalah wakil ketua komisi litbang MUI. 48 Forum Umat Islam berbeda dengan organisasi konservatif Indonesia yang lain yang singkatannya sama, Forum Ukhuwiyah Islam. 49 Mashadi pernah menjadi asisten pribadi Mohammed Roem, salah seorang tokoh nasionalis dan wakil perdana menteri pada pertengahan tahun 1950an dari Partai Masjumi. Ketika menjadi anggota Pelajar Islam Indonesia, ia pernah bekerja di sebuah harian yang didanai oleh the World Islamic League di Pakistan. Anggota lama Dewan Dakwah Islam Indonesia, ia adalah salah seorang pendiri Partai Keadilan, yang kemudian menjadi Partai Keadilan Sejahtera, partai Islamis yang mencontoh Muslim Brotherhood. Dikenal atas militansinya, ia adalah pilihan yang sudah jelas untuk memimpin FUI. Lihat “Mashadi, Penggalang Kekuatan Umat yang Sederhana”, www.pks-anz.org/modules.php?op=modload&name=News& file=article&sid=665, 25 Agustus 2005. 50 Anggota awalnya antara lain Komite Islam untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI); Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII); Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI), headed by Cholil Ridwan; Hizb ut-Tahrir Indonesia (HTI); Syarikat Islam (SI); Dewan Masjid Indonesia (DMI); PERSIS; BKPRMI; Al Irsyad Al Islamiyyah; Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI); Badan Kontak Majlis Ta’lim (BKMT); YPI Al Azhar; Front Pembela Islam (FPI); Al Ittihadiyah; Hidayatullah; Al Washliyyah; PERTI; IKADI; Majelis Tafsir Al Quran (MTA); Ittihad Mubalighin; Front Perjuangan Islam Solo (FPIS); and Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), as well as representatives of four political
Page 12
tersebut, beberapa anggota yang lebih preman bergerak menuju kantor Jaringan Islam Liberal (JIL), yaitu sebuah kelompok cendekiawan progresif, mengancam untuk melakukan aksi kekerasan. Tahun 2007 jelas bahwa Hizbut Tahrir yang menjalankan FUI, tidak heran mengingat peran AlKhaththath disitu. Taktik membentuk sebuah koalisi organisasi berbasis massa dan kemudian mengambil alih ketika anggota moderat yang kurang aktif dan kadang kurang punya cukup dana keluar, cukup umum dilakukan diantara kelompok-kelompok ekstrimis di Indonesia. Di Semarang, Jawa Tengah, Forum Aktivis Islam Semarang (Forkis) didirikan tahun 2002 oleh sejumlah kelompok dan partai politik untuk memperjuangkan penerapan Syariah Islam. Dalam setahun, Forkis sudah diambil alih oleh Jemaah Islamiyah, sebuah organisasi jihadi.51 Proses yang sama terjadi di Sulawesi Tengah dengan Forum Silaturahmi Perjuangan Umat Islam Poso. Namun dalam hal FUI, Hizbut Tahrir sudah mendominasi sejak awal. Dalam kepengurusan koran duamingguan FUI, Suara Islam, Al-Khaththath duduk sebagai general manager; Ismail Yusanto, juru bicara Hizbut Tahrir, sebagai senior editor; dan Munarman sebagai senior editor dan penasihat hukum.52 Tetapi Suara Islam juga termasuk tokoh-tokoh Islamis yang bukan anggota Hizbut Tahrir, termasuk Mashadi sebagai pemimpin redaksi, dan Ma’ruf Amin dan
parties: Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) and Partai Bintang Reformasi (PBR). Individu-individu yang mewakili sayap konservatif Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah juga hadir. Hingga akhir tahun 2007 daftar anggotanya bertambah termasuk Tim Pembela Muslim (TPM), Muslimah Peduli Umat (MPU), MER-C, Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI), Forum Tokoh Peduli Syariah (ForToPS), Taruna Muslim, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Koalisi Anti Utang, PPMI, PUI, JATMI, PII, BMOIWI, Wanita Islam, GeMa Pembebasan, dan Missi Islam. Lihat “31 Ormas Islam Gelar Tabligh Akbar”, http://swaramuslim. com/foto/more.php?id=A2028_0_10_0_M, 5 Agustus 2005 dan “Forum Umat Islam Tolak Keras Asas Tunggal”, www.syabab.com/index.php?view=article&catid=23%3Aak hbar-muslimin&id=124%3Aforum, 4 Desember 2007. 51 Untuk melihat gambaran bagaimana Forkis berkembang, lihat kesaksian Sri Pujimulyo Siswanto, 18 Februari 2006 di Badan Reserse Kriminal Polri, Detasemen Khusus 88 Anti Teror, berkas perkara Dwi Widiyarto alias Wiwid alias Sigit Alias Bambang; Sri Pujimulyo adalah salah seorang yang ditangkap terkait bom Bali II tanggal 1 Oktober 2005. 52 Senior editor yang lain termasuk Ismail Yusanto, M. Luthfie Hakiem; HM Mursalin; Mahendratta dari Tim Pembela Muslim (TPM); Dr Jose Rizal Jurnalis dari MER-C; dan Ummu Dhila.
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
Cholil Ridwan sebagai anggota utama dewan editorial (diantara yang lain-lain). Sejumlah aksi FUI selama dua tahun belakangan antara lain:
Mei 2006: “Aksi Sejuta Umat” mendukung RUU Anti-Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) yang dikoordinasi oleh Al-Khaththath dalam kapasitasnya sebagai pimpinan FUI. Ma’ruf Amin, sebagai ketua Tim Pengawal RUU APP, adalah salah tokoh yang ikut. Aksi-aksi serupa di luar Jakarta, misalnya di Lampung, dikoordinasi oleh Hizbut Tahrir.53
Oktober 2007: sebuah pernyataan bersama dengan Hizbut Tahrir sebagai reaksi terhadap organisasi al-Qiyadah, menuntut pemerintah untuk melarang semua aliran sesat;
Desember 2007: pernyataan yang menolak mengembalikan Pancasila sebagai azas tunggal, kebijakan yang gencar dilakukan oleh Suharto, dan kadang dipromosikan oleh kelompok nasionalis sekuler sebagai alternatif terhadap Islam radikal;
12 Januari 2008: pernyataan dari FUI Kalimantan Selatan mengenai bagaimana investor kapitalis asing membuat Indonesia tetap miskin, “merusak hutan kita dan membuang limbah berbahaya mereka ke sungai-sungai dan laut kita”;
10 Februari 2008: pernyataan dari FUI dan organisasi-organisasi Islam di Bogor (diposting dalam situs Hizbut Tahrir) mendukung dilarangnya Ahmadiyah dan menolak pembangunan gerejagereja;54
20 Februari 2008: aksi unjuk rasa dengan Hizbut Tahrir didepan kedubes Denmark memprotes dicetaknya kembali kartun yang ofensif terhadap Nabi Muhammad;
20 April 2008: “Aksi Sejuta Umat Bubarkan Ahmadiyah” di Jakarta, setelah dikeluarkannya rekomendasi Bakorpakem;
25 Mei 2008: mengajukan lima tuntutan: membatalkan rencana kenaikan harga BBM; menurunkan harga sembako; menasionalisasi asetaset negara yang dikuasai asing; membubarkan Ahmadiyah dan menyatakan Ahmadiyah sebagai organisasi terlarang di Indonesia; mengusir
Namru-2 dari bumi Indonesia, mengusir tentara AS yang bekerja di Namru-2 dan membersihkan kabinet dari antek AS55; dan
“Minggu, Aksi Sejuta Umat”, Kompas, 20 Mei 2006. Pernyataan Forum Umat Islam Dan Ormas-Ormas Islam Se-Bogor Tentang Pembubaran Ahmadiyah dan Penolakan Pembangunan Gereja”, http://groups.yahoo.com/group/ khilafah/message/2836.
54
14 dan 17 Juni 2008: aksi demonstrasi antiAhmadiyah oleh cabang FUI di Sumatra Utara dan Kalimantan Barat.
Dari aksi-aksi ini dan aksi-aksi lain, jelas bahwa FUI memiliki jangkauan luas di seluruh Indonesia; bahwa FUI sangat bergantung pada masukan intelektual dan keorganisasian Hizbut Tahrir (lima tuntutan 25 Mei murni agenda Hizbut Tahrir); dan bahwa FUI memiliki kemampuan untuk merubah topik permasalahan dari masalah ekonomi (harga BBM) ke perkara sosial-agama (aliran sesat) sampai ke kecaman politik (oposisi terhadap hegemoni AS), tergantung topik apa yang akan menggerakkan massa. Tujuannya adalah aksi massa dan penarikan anggota baru agar berpikir bahwa pemerintahan Islam adalah satu-satunya solusi.
C. HIZBUT TAHRIR INDONESIA (HTI) Hizb ut-Tahrir (dalam bahasa Arab berarti “Partai Pembebasan”) terus tumbuh di Indonesia, meskipun jumlah anggota keseluruhannya sangat dirahasiakan. 56 Didirikan di Yerusalem tahun 1953, Hizbut Tahrir mulai beroperasi di Indonesia secara sembunyisembunyi pada awal tahun 1980an, tapi baru mulai memakai nama Hizbut Tahrir Indonesia secara terbuka setelah kejatuhan Soeharto. 57 Mereka menyatakan diri sebagai partai politik, yang bekerja untuk membangun kembali khilafah sebagai sistem pemerintahan Islam dan mengakhiri hegemoni oleh kapitalis dan kafir Barat. Meskipun secara tidak resmi menyokong kekerasan oleh yang lain, khususnya sebagai senjata kelompok lemah melawan negara superpower seperti AS, HTI memiliki kebijakan ketat untuk anggotanya tidak melakukan
55
53
Page 13
“Lima Tuntutan Umat”, Forum Umat Islam, http:// swaramuslim.com/siyasah/more.php?id=5963_0_6_0_m. 56 Untuk penjelasan mengenai perkembangan HTI di Papua, lihat Crisis Group Asia Report N°154, Indonesia: Communal Tensions in Papua (Indonesia: Ketegangan Antar Agama di Papua), 16 Juni 2008. Untuk analisa mengenai Hizbut Tahrir di tempat lain, lihat Crisis Group Asia Report N°58, Radical Islam in Central Asia: Responding to Hizb utTahrir, 30 Juni 2003. Cara penulisan di Indonesia yaitu Hizbut Tahrir. 57 Greg Fealy, “Hizbut Tahrir in Indonesia: Seeking a ‘Total’ Islamic Identity”, di Shahram Akbarzadeh dan Fethi Mansouri (eds.), Islam and Political Violence: Muslim Diaspora and Radicalism in the West (London and New York, 2007), hal. 151-164.
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
tindak kekerasan. 58 HTI berupaya untuk merubah domain politik lewat indoktrinasi secara sistematik dalam tiga tahap: “penggarapan” Muslim yang mampu menyebarkan inisiatif dan pemikiran organisasi; “interaksi” dengan masyarakat untuk menjadikan Islam sebagai pusat seluruh aspek kehidupan politik; dan, yang terakhir, mengambil alih kekuasaan.59 Hizbut Tahrir menarik pendirian politik dasarnya dari kantor pusat internasionalnya, diyakini berada di Amman, kemudian merubahnya untuk menyesuaikan dengan situasi setempat.60 Mereka menuntut ketaatan ideologi dari para anggotanya dan memiliki proses rekrutmen yang panjang dan sangat terstuktur, untuk memastikan bahwa para calon anggota benar-benar memahami doktrin dan tujuan organisasi. Anggotanya biasanya lulusan universitas: Al-Khaththath adalah seorang insinyur pertanian, dan salah seorang anggota dewan eksekutif HTI memiliki gelar Professor bidang fisika dari sebuah universitas Amerika dan direkrut oleh seseorang yang sekarang memegang posisi senior di Hizb ut-Tahrir Pakistan. Kepemimpinannya sangat faham politik dan menargetkan pada masyarakat kelas menengah. Sebuah selebaran yang beredar tanggal 1 Juni 2008 yang menawarkan beberapa alternatif terhadap kenaikan BBM, isinya begitu rinci sehingga akan sulit dimengerti oleh mereka yang pendidikannya dibawah penulis selebaran tersebut. Di Jakarta, salah satu contoh upaya penggarapan HTI mungkin kerjasama HTI dengan menteri Kesehatan Indonesia yang kontroversial, Siti Fadilah Supari. Ia menulis sebuah buku, Saatnya Dunia Berubah, pada awal tahun 2008 menyatakan ada konspirasi antara AS dan WHO (World Health Organisation) untuk menguasai sample virus flu burung dari Indonesia sehingga dapat memonopoli vaksin untuk penyakit tersebut. Dalam bukunya, ia menuduh AS mengirim sample ke laboratorium pengembangan senjata biologi di Los Alamos, New Mexico. Beberapa bulan kemudian, ia menuduh bahwa Namru (laboratorium AS yang beroperasi di Jakarta sejak tahun 1970) dijalankan oleh intelijen AS untuk tujuan pengembangan senjata rahasia biologi. Hizbut Tahrir menggaet kedua isu tersebut. Mereka mensponsori acara peluncuran buku bagi menteri kesehatan, mengiklankan buku tersebut di situs mereka dan membantu mengipas-kipasi isu tentang Namru di kalangan organisasi Muslim hingga
58
Hal ini menyebabkan kritik tajam dari yang lain di kalangan gerakan jihadi global bahwa anggota Hizb ut-Tahrir hanya bicara, tidak bertindak, dan bahwa siapapun yang menunggu bangkitnya kembali khilafah untuk berjihad akan menunggu untuk waktu yang sangat lama. 59 Fealy, op.cit. 60 Ibid.
Page 14
akhir bulan Juni 2008, dan kelihatannya sekarang keberadaan laboratarium Namru di Indonesia tinggal menghitung hari.61 Hizbut Tahrir membutuhkan waktu beberapa lama untuk membawa isu anti-Ahmadiyah ke titik didih, dan sementara itu secara seksama tetap menyimpan isu-isu tentang ekonomi dan sosial dalam agenda mereka. Namun pada akhirnya, persoalan Ahmadiyah kelihatannya mulai mendapat perhatian masyarakat, yang kalau tidak sama mungkin lebih banyak. Persoalan ini lebih simpel dari persoalan kenaikan harga BBM, membangkitkan lebih banyak emosi, dan kelihatannya ada solusi yang jelas, yaitu menyatakan Ahmadiyah sebagai organisasi terlarang. Media-media secara tidak sengaja menjadi partner yang membantu menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang ajaran kelompok Ahmadiyah. Hingga bulan Juni 2008, masyarakat Jakarta yang enam bulan sebelumnya belum pernah mendengar tentang Mirza Ghulam Ahmad dan pengikutnya mengungkapkan kemarahan mereka bagaimana kelompok Ahmadiyah bisa terus beroperasi di Indonesia.62 Namun demikian, Hizbut Tahrir hampir sama sekali tidak mewakili Islam Indonesia. Dalam sebuah survey yang dilakukan tahun 2006 oleh sebuah lembaga survey yang terpercaya, ditemukan bahwa Hizbut Tahrir memiliki approval rating (tingkat kepuasan publik terhadap) yang persis sama dengan Ahmadiyah, yaitu 3.9 persen.63 Munarman, yang telah menjadi pahlawan bagi hak kelompok radikal karena mengomandoi milisi yang menyerang para pendukung kebebasan beragama tanggal 1 Juni 2008, kemudian mengeluarkan sebuah ultimatum kepada pemerintah untuk menyatakan Ahmadiyah sebagai organisasi terlarang pada saat ia sedang diburu oleh polisi, sudah dikaitkan dengan Hizbut Tahrir paling sedikit sejak dua tahun yang lalu, meskipun seorang anggota senior HTI mengatakan ia bukan anggota Hizbut Tahrir, hanya simpatisan. Pada awal tahun 2006, ia mengikuti sebuah pesantren kilat yang diadakan oleh Hizbut Tahrir di sebuah daerah peristirahatan di selatan Jakarta. Tanggal 22 Maret, ketika masih menjadi ketua LBH/YLBHI, yaitu salah satu organisasi HAM paling dikenal dan paling tua di Indonesia, ia muncul di sebuah aksi demonstrasi yang diorganisir oleh Hizbut Tahrir di depan kedubes AS memprotes perang di Iraq.
61
Lihat http://khilafah-centre.com/content/view/289/145/ Percakapan Crisis Group di Jakarta, Juni 2008. 63 “Survei LSI: Mujahidin Lebih Didukung daripada JIL”, Koran Tempo, 17 Maret 2006. 62
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
Tanggal 28 Maret 2006, ia dipanggil untuk menjelaskan tentang aktifitasnya tersebut kepada dewan pembina LBH/YLBHI. Anggota dewan menerima informasi bahwa ia telah mengadakan rapat mingguan Hizbut Tahrir di kantor LBH/YLBHI, dan mereka juga khawatir dengan adanya spanduk-spanduk yang muncul di beberapa tempat di Jakarta dengan foto Munarman didalamnya, dan tulisan “Munarman: Sistem Khilafah Menjadi Jawaban atas Seluruh Problematika yang Saat Ini Muncul. Saatnya Khilafah Memimpin Dunia”.64 Sebelum ia dipecat, Munarman mengundurkan diri. Katanya waktu itu,”Bahwa saya berkawan dengan teman-teman Hizbut Tahrir, itu benar. Tapi, saya tidak pernah jadi bagian dalam struktur kerja Hizbut Tahrir. Apalagi, jadi pimpinan atau tokohnya.”65 Hubungannya dengan Hizbut Tahrir terus berlanjut. Pada bulan November 2006, Munarman menjadi salah seorang orator dalam aksi demonstrasi Hizbut Tahrir di depan Kedubes AS, memprotes kunjungan Presiden Bush dan menuduh Bush melindungi kepentingan Yahudi atas nama HAM dan demokrasi.66 Sejak itu ia sering muncul dalam situs Hizbut Tahrir, memimpin diskusi-diskusi atau ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan Hizbut Tahrir, kadang sebagai bagian dari “Tim Advokasi FUI”. Dalam kapasitas itu, pada bulan Februari 2008, Munarman berpartisipasi dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh Hizbut Tahrir tentang “Konspirasi dibelakang Legalisasi Ahmadiyah”. Pada bulan Maret 2008, di Pameran Buku Islam Jakarta, ia memandu sebuah acara talk show yang digelar oleh Hizbut Tahrir bertajuk “Krisis Gas, Minyak dan Listrik: Bagaimana Solusinya?” Pada tanggal 16 Mei, ia muncul bersama menteri kesehatan untuk meluncurkan bukunya dalam sebuah acara yang disponsori oleh Hizbut Tahrir di Jakarta Islamic Centre. Perihal peristiwa penyerangan tanggal 1 Juni 2008, Munarman mengklaim, dan pengurus HTI mengiyakan, bahwa yang ia komandoi disana bukan kelompok paramiliter dari organisasi FPI, yang dikenal dengan sebutan Laskar Pembela Islam (LPI), tapi Laskar Islam, walaupun di dalam gambar video insiden tersebut terlihat banyak pemuda yang memakai jaket LPI. Laskar Islam adalah sebuah pasukan yang dibentuk oleh gabungan ormas-ormas Islam termasuk anggota-anggota non-FPI, untuk mengamankan aksi
64
“Munarman: Sistem Khilafah Menjadi Jawaban atas Seluruh Problematika yang Saat Ini Muncul. Saatnya Khilafah Memimpin Dunia”. www.inilah.com/berita/2008/06/05/31871/ pergolakan-hidup-munarman/ 65 Ibid. 66 “Ribuan Massa HTI Awali Tolak Rencana Kunjungan Teroris Bush”, www.suara-islam.com, 5 November 2006.
Page 15
unjuk rasa penolakan kenaikan harga BBM yang dilakukan massa Hizbut Tahrir Indonesia di depan Istana Presiden. 67 Demi mendengar bahwa para pendukung kebebasan beragama, termasuk didalamnya ratusan keluarga Ahmadiyah, datang ke Monas, maka salah satu kelompok Laskar Islam, yang sebagian besar terdiri dari anggota-anggota FPI yang menganggur dan tidak berpendidikan dari luar Jakarta, dialihkan ke Monas dengan Munarman sebagai komandan lapangannya. Dan karena kurang berpengalaman dalam situasi semacam itu, ia segera kehilangan kendali ketika pemuda-pemuda FPI menyerang massa AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan).68 Dari dalam tahanannya, Munarman memberi kesempatan wawancara kepada Suara Islam, tabloid milik FUI, disitu ia menuduh semua yang terlibat dalam demonstrasi mendukung kebebasan beragama adalah antek “imperialis Amerika dan Zionis Israel”, yang dibekingi oleh “kaum Freemansory dan Illuminati”, dengan tujuan “menghapuskan agama dari muka bumi”.69
D. FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) FPI pada dasarnya adalah kelompok preman daerah perkotaan yang diketuai oleh Habib Rizieq Shihab, seorang ulama lulusan Saudi keturunan Arab, yang sudah melakukan gerakan anti maksiat sejak FPI didirikan bulan Agustus 1998.70 Tujuan mereka yaitu menerapkan Syariah Islam di Indonesia dan menegakkan prinsip-prinsip “amar ma’ruf nahi munkar”. Salah satu divisi FPI fokus pada upaya dakwah kepada masyarakat Islam, menyerukan untuk lebih taat terhadap ajaran Islam; dan divisi lain FPI yang lebih dikenal yaitu semacam milisi moral, menyerang tempat-tempat yang dianggap sebagai simbol maksiat dan kemungkaran.71 Mereka memiliki cabang di hampir seluruh propinsi di Indonesia, beberapa diantaranya tidak sepreman yang di Jakarta.
67
“Penawar Panas Pasca Insiden Monas”, Gatra, 18 Juni 2008, hal. 88; percakapan Crisis Group dengan pengurus HTI, 30 Juni 2008; dan “Munarman: Pelaku di Monas Laskar Islam, Bukan FPI”, www.detiknews.com, 2 Juni 2008. 68 Percakapan Crisis Group dengan pengurus HTI, 30 Juni 2008. 69 “AKKBB Antek Zionis”, Suara Islam, 20 Juni-2 Juli 2008, hal. 10. 70 Untuk analisa sebelumnya mengenai FPI dan kelompok serupa lihat Crisis Group Briefing, Violence and Radical Muslims, op. cit. 71 Ian Douglas Wilson, ‘“As Long as it’s Halal”: Islamic Preman in Jakarta’, di Greg Fealy dan Sally White (eds), Expressing Islam: Religious Life and Politics in Indonesia, (Singapore, forthcoming), hal. 192-210.
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
Contohnya di Poso, ketua FPI disitu juga adalah pimpinan al-Chairat, sebuah organisasi yang umumnya moderat dan berbasis luas. Dari awal, FPI sudah terkait erat dengan beberapa perwira polisi dan TNI, termasuk kandidat presiden dan bekas panglima TNI, Jendral Wiranto, dan sejawatnya, bekas komandan pasukan elit Kostrad, Letjen. Djaja Suparman. Seperti yang dikemukakan dalam sebuah laporan Crisis Group tahun 2000: Namun, bukan berarti, bahwa Wiranto dan perwira TNI yang lain … memiliki tujuan yang sama dengan FPI, melainkan mereka melihat merupakan hal yang berguna untuk memelihara hubungan dengan organisasi Islam yang memiliki kemampuan menggalang massa di jalan-jalan.72 Perwira lain yang juga hadir dalam pendirian FPI tahun 1998 adalah Nugroho Djayusman, yang pada saat itu menjabat sebagai Kapolda Jakarta, dan sejak saat itu Polri memiliki hubungan dekat dengan kelompok ini. Pimpinan FPI mengakui hanya selama dua tahun pertama mereka mengkoordinasikan seluruh kegiatan mereka dengan polisi. 73 Tetapi sebenarnya kerjasama mereka baru berakhir lebih dari dua tahun, walaupun Rizieq sempat ditahan bulan Oktober 2002 atas kasus penghasutan. Pada bulan November 2002, FPI bubar sebentar, sebagian karena menghindari kaitan apapun dengan teroris yang telah melancarkan bom Bali tanggal 12 Oktober, sebagian karena aksi pengeboman tersebut menyebabkan seluruh organisasi yang dianggap radikal kekurangan dana untuk sementara waktu (belum pernah ada hubungan apapun antara FPI dan Jemaah Islamiyah, organisasi yang berada di belakang aksi bom Bali).74 Tetapi pada bulan November 2006, polisi mendukung khotbah keliling Habib Rizieq di Poso, daerah yang diterjang oleh konflik antar agama dan kegiatan teroris, dengan harapan pesan anti maksiatnya mungkin dapat menarik para pemuda yang rentan terhadap upaya perekrutan oleh organisasi-organisasi teroris. Dalam khotbahnya di Luwuk tanggal 29 November, ia bicara tentang bagaimana FPI dan Polri “bagaikan suami istri”, keduanya bertekad untuk menegakkan ketertiban dan ketentraman umum. 75 Pesan tersebut kedengarannya ironis, mengingat FPI sebagian besar terkait dengan kekerasan, dengan aksi
72
Ibid. Syahrul Efendi dan Yudi Pramuko, Rahasia Sukses Dakwah: Habib-FPI Gempur Playboy, (Jakarta, 2006) hal. 52. 74 Wilson, op. cit., hal. 9. 75 Catatan Crisis Group dari kunjungan ke Palu, 1 Desember 2006. 73
Page 16
sweeping yang terorganisir ke klab-klab malam, karaoke dan sarang maksiat lain, maupun terhadap gereja-gereja “liar” dan aset-aset milik Ahmadiyah.76 Karena itu bukan hal yang mengejutkan bahwa dalam berkoalisi dengan Hizbut Tahrir, anggota FPI yang menjadi eksekutor. Lebih mengejutkan, tapi memberi harapan, bahwa setelah selama satu dekade FPI leluasa melakukan tindak kriminal terhadap aset-aset dan fasilitas umum maupun pribadi, dan kadang juga terhadap individu, dengan hampir kebal hukum, badai protes dan kecaman dari berbagai kalangan terhadap FPI setelah kejadian tanggal 1 Juni 2008 begitu kuat. Presiden Yudhoyono, setelah diam saja terhadap penyeranganpenyerangan FPI sebelumnya, mengatakan bahwa kekerasan seperti itu tidak akan ditolerir. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) mengatakan pemerintah akan mengkaji pembekuan organisasi Front Pembela Islam (FPI) berdasarkan UU No.8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. 77 Pada tanggal 5 Juni, seperti yang sudah dikemukakan diatas, polisi menangkap 59 orang di markas FPI, termasuk Habib Rizieq, yang setelah diperiksa oleh polisi, secara resmi dijadikan salah satu tersangka bersama dengan sembilan orang lainnya. FPI bisa terus hidup hingga sekarang, tidak hanya karena toleransi dari aparat dan pemilihan sasaran pemerasannya, tapi juga karena masyarakat melihat tujuannya yang ingin melindungi moralitas, walaupun dengan cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu tak dapat diterima. Namun kemarahan melihat gambar penyerangan brutal terhadap warga sipil yang jelas-jelas melakukan aksi damai begitu tinggi, dan sebuah jajak pendapat oleh harian terbesar di Indonesia menunjukkan sebanyak 86 persen responden menyatakan khawatir atas langkah sebagian ormas yang mengembangkan aksi “militerisme”.78
76
Beberapa contoh diantara banyak kejadian yang lain yaitu penyerangan dan penutupan paksa diskotik-diskotik di Jakarta, Maret 2002; upaya membubarkan sebuah kontes waria bulan Juni 2005; pengrusakan kantor Playboy, April 2006; dan penyerangan Gereja Sidang Jemaat Allah di Katapang, Soreang, Jawa Barat, Juni 2007. 77 “Pemerintah Kaji Pembekuan FPI”, Koran Tempo, 3 Juni 2008. 78 Jajak Pendapat Kompas yang dilakukan tanggal 4-5 Juni 2008, dikutip dalam Reformasi Weekly Review, 13 Juni 2008. Review mencatat bahwa survei tersebut dilakukan lewat telepon, berarti respondennya kebanyakan dari masyarakat perkotaan kelas menengah.
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
Page 17
E. LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGKAJIAN ISLAM (LPPI)
serangkaian kejadian hingga dikeluarkannya SKB 3 Menteri bulan Juni lalu.
LPPI adalah sebuah lembaga kecil think thank yang didanai oleh Saudi berdedikasi untuk mengekspos dan membubarkan aliran-aliran sesat. Seperti yang sudah dikemukakan diatas, lembaga ini diketuai oleh Amin Djamaluddin, seorang anggota Persis (Persatuan Islam), yaitu organisasi konservatif salafi berbasis di Jawa Barat, dan telah melakukan penelitian dan mengikuti jejak Ahmadiyah sejak tahun 1988 dan lebih intens lagi sejak tahun 2003. 79 LPPI adalah satu-satunya kelompok radikal yang secara sistematis menarget pemerintah – khususnya Kejaksaan Agung dan Departemen Agama. Para aktivis LPPI tampak dalam aksi penyerangan di Bogor yang memicu fatwa MUI tahun 2005, dan lembaga ini sering terdaftar sebagai anggota FUI.80
Organisasi ini dimulai tahun 1980an sebagai sebuah jaringan informal kyai-kyai Persis dan DDII, yang berkumpul untuk membahas persoalan-persoalan umat yang muncul, misalnya haramnya lotere nasional atau bahayanya merubah hukum Islam mengenai hak waris agar supaya pewaris perempuan menerima jumlah yang sama. Pada tahun 2001 sekitar 60 orang kyai berkumpul di Bandung dan secara resmi membentuk FUUI. 82 Misinya adalah menerapkan hukum Islam, membimbing masyarakat Muslim dan memastikan tradisionalisme beragama. FUUI jelas memiliki karakteristik yang anti liberal dan anti Kristen.
Dalam penjelasannya mengenai penanganan Departemen Agama terhadap masalah Ahmadiyah, Dr. Atho Mudzar secara spesifik mengutip upaya lobby yang dilakukan LPPI dan Amin Djamaluddin setelah JAI tampil dengan duabelas butir penjelasannya pada bulan Januari 2008.81 LPPI kecil, tapi ulet dan fokus dan kelihatannya punya pengaruh terhadap pemikiran Departemen Agama – walaupun pengaruhnya hanya memberi keyakinan kepada Departemen Agama bahwa apapun tindakan yang diambil oleh pemerintah terhadap Ahmadiyah, akan kelihatan lunak dibandingkan dengan tuntutan LPPI.
F. FORUM UMAT ULAMA ISLAM (FUUI) FUUI adalah organisasi yang berbasis di Bandung yang telah secara aktif memperjuangkan penerapan Syariah Islam di Indonesia. Para pimpinan FUUI hampir semuanya dari Persis, DDII atau keduanya. Mereka termasuk pendirinya, KH Athian Ali Da’I, KH Abdul Kadir, dan Yusuf Amir Faisal, seorang bekas anggota DPR dari Partai Bulan Bintang. FUUI terlibat dalam peristiwa penyerangan terhadap Ahmadiyah tahun 2005 yang kemudian memicu
79
Wawancara Crisis Group, anggota LPPI, Jakarta, 15 Juni 2007; Amin Djamaluddin, op. cit., hal.3; dan John Olle, “The Campaign against ‘Heresy’: State and Society in Negotiation in Indonesia”, makalah yang disampaikan di the 16th Biennial Conference of the Asian Studies Association of Australia di Wollongong 26-29 Juni 2006. http://coombs. anu.edu.au/SpecialProj/ASAA/biennial-conference/2006/ Olle-John-ASAA2006.pdf 80 “Dua Kelompok Massa Bentrok”, 9 July 2005, Liputan6. com, www.geocities.com/hoelaliejoe/sctv110705.htm. 81 “Penjelasan Kepala Badan Litbang dan Diklat Departmen Agama”, op. cit.
Salah satu tindakan yang pertama kali diambil FUUI yaitu membentuk Tim Investigasi Aliran Sesat (TIAS), dimana Ahmadiyah adalah salah satunya. FUUI juga membentuk divisi anti-pemurtadan yang dibantu oleh sebuah milisi yang disebut Barisan Anti Pemurtadan (BAP), yang pergi berkeliling secara paksa menutup “gereja-gereja liar”, seringkali dengan kekerasan. Yang menjadi sasaran seringkali kelompokkelompok Protestan yang berkumpul di rumah-rumah karena gagal mendapatkan persetujuan masyarakat sekitar untuk mendirikan gereja. Pada akhir November 2007, BAP muncul di empat kongregasi pantekosta dan evangelis di Bandung timur dan menuntut menghentikan kegiatan mereka. Kelompok ini juga menjadi inspirasi kelompok yang lebih luas, yaitu Gerakan Aliansi Anti-Pemurtadan, yang meliputi 27 ormas termasuk Hizbut Tahrir dan Persis.83
G. DIREKTORAT YANG BERTAUTAN Seluruh kelompok ini, bersama dengan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), membentuk semacam direktorat gerakan-gerakan radikal yang bertautan di kota metropolitan Jakarta dan sekitarnya. Mereka sangat kelihatan, well-organised (terorganisir dengan baik) dan hampir pasti well-funded (memiliki kecukupan dana), tetapi mereka tidak punya kekuatan politik, apalagi perwakilan langsung di institusi politik Indonesia seperti DPR atau DPRD. Pandangan mereka jauh lebih ekstrim dibandingkan sebagian besar masyarakat Indonesia, dinilai dari berbagai jajak pendapat yang digelar oleh organisasi-organisasi
82
Pertemuan tersebut berlangsung di Masjid al-Furqon di kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). 83 AGAP dipimpin oleh bekas komandan BAP, Mohammed Mu’min, dari suku Batak yang lahir di Cimahi, Jawa Barat, masuk Islam dari agama Katolik.
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
terpercaya. 84 Karena itu mengapa kemudian mereka bisa punya begitu banyak pengaruh, sehingga berhasil mendapatkan SKB 9 Juni 2008 terhadap Ahmadiyah? Sebagian dari jawabannya yaitu bahwa mereka telah menjadi begitu ahli dalam salah satu peran yang seharusnya dimiliki masyarakat madani dalam kehidupan demokrasi, yaitu membangun jaringan pelaku-pelaku non-pemerintah untuk mendorong pejabat publik mengadopsi atau merubah kebijakan tertentu. Tetapi mereka juga beroperasi di dalam sebuah suhu politik yang tidak biasa yang mudah dipengaruhi oleh tekanan semacam ini.
IV. POLITIK KEPRESIDENAN DAN PEMILU 2009 Faktor utama dalam memahami mengapa pemerintah tunduk kepada tekanan adalah karena Presiden Yudhoyono ingin mempertahankan koalisi dengan partai-partai Islam yang telah membantunya terpilih menjadi Presiden tahun 2004, apalagi pemilu 2009 sebentar lagi akan datang. Beberapa jajak pendapat yang baru-baru ini dilakukan memperlihatkan SBY diungguli oleh saingan utamanya, mantan Presiden Megawati Sukarnoputri. Tetapi faktor lain kemungkinan juga berperan: gaya kepemerintahan SBY dan keinginan lawan politiknya untuk memperlihatkan SBY sebagai pemimpin yang lemah dan peragu. Presiden SBY tahun 2004 didukung oleh partai barunya yang kecil, Partai Demokrat dan sejumlah partai Islam termasuk PKS, PAN dan PPP. Untuk bisa bertanding dalam pemilu 2009, ia harus mewakili sebuah partai atau koalisi partai-partai yang telah menerima beberapa persen suara dari pemilu sebelumnya, kemungkinan antara 10 dan 20 persen (peraturan pemilu yang baru masih dalam pembahasan di DPR). Pada tahun 2004, Partai Demokrat hanya menerima sekitar 7 persen suara, dan PKS juga hampir sama. Ini berarti bahwa untuk tahun 2009 SBY akan kembali membutuhkan partnerpartner koalisi. Tetapi Partai Demokrat, menurut semua perkiraan, akan berada dalam posisi yang jauh lebih kuat setelah lima tahun, dan dukungan untuk partai-partai Islam sudah menurun. Oleh karena itu partner-partner koalisinya akan lebih butuh SBY, daripada SBY yang butuh mereka. Bahkan kalau ia
Page 18
mengambil sikap yang kemungkinan tidak akan populer – misalnya mengambil keputusan untuk melindungi kebebasan beragama yang akan memperbolehkan JAI untuk terus melakukan kegiatannya – akan tetap menjadi kepentingan mereka untuk mempertahankan aliansi informal dengan SBY. (Keputusan PKS tanggal 24 Juni 2008 untuk berbeda pendapat dengan pemerintah soal kenaikan harga BBM bukan berarti perpecahan politik untuk seterusnya). Meskipun begitu, sekjen PPP, setelah mengunjungi Habib Rizieq di penjara, mengatakan bahwa ketua FPI ini akan berada dalam daftar caleg partainya di tahun 2009.85 Laporan mingguan terhormat Reformasi Weekly Review menyebut SKB anti-Ahmadiyah sebagai kesalahan politik yang sangat besar bagi Presiden SBY, bukan hanya karena ia tidak harus memenuhi tuntutan partai-partai Muslim, tapi juga karena Megawati dan partai PDIP nya sekarang bisa tampak sebagai kandidat dan partai yang lebih terbuka dan toleran.86 Seperti yang biasanya terjadi dalam suasana menjelang pemilu, desas desus merebak tentang siapa yang mendanai kelompok garis keras, khususnya aksi-aksi unjuk rasa yang kadang transport, makanan dan minuman untuk peserta unjuk rasanya disediakan. Karena Megawati dan PDIP tidak akan memperoleh keuntungan apa-apa dari berasosiasi dengan Islam radikal, kecurigaan jatuh ke lawan politik yang lain. Tujuannya untuk membuat SBY terlihat lemah, memperlihatkan ia tidak bisa mengamankan jalanjalan di Jakarta; pembimbang dan lama sekali mengambil tindakan; atau membiarkan dirinya dipengaruhi oleh elemen-elemen pro-Barat. (Setelah peristiwa penyerangan 1 Juni, kelompok-kelompok garis keras menyebarkan sms yang mengatakan AKKBB telah didanai oleh orang-orangnya SBY untuk mengalihkan perhatian dari soal kenaikan harga BBM. Dan Hizbut Tahrir berpendapat mereka telah didanai oleh AS, dibuktikan oleh kenyataan bahwa seorang pejabat tinggi Kedubes AS mengunjungi korban yang luka dari kejadian tersebut di rumah sakit, dan Jaksa Agung Amerika mampir sebentar di Jakarta pada hari unjuk rasa terjadi). Namun belum ada bukti mengenai pendanaan dari luar. Pertanyaan yang lebih penting yaitu bagaimana pemilihan umum di daerah-daerah kemungkinan mendorong gerakan menentang Ahmadiyah. Pemilihan langsung kepala daerah sudah berlangsung di Indonesia sejak tahun 2005. Di beberapa daerah di Jawa Barat, beberapa kandidat telah memanfaatkan
84
Lihat “Trend Dukungan Nilai Islamis versus Nilai Sekular di Indonesia,”, Lembaga Survei Indonesia, 5 Oktober 2007, www.lsi.or.id/riset/310/trend-dukungan-nilai-islamisversus-nilai-sekular.
85
“Habib Rizieq dilamar PPP Jadi Calon DPR”, www.detik. com, 12 Juni 2008. 86 Reformasi Weekly News, Jakarta, 8 Juni 2008.
Indonesia : Implikasi SKB (Surat Keputusan Bersama) Tentang Ahmadiyah Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 Juli 2008
isu Ahmadiyah untuk mendapatkan suara. Pada bulan Desember 2007, wakil bupati Kuningan, Jawa Barat, menandatangani surat keputusan untuk menutup empat mesjid Ahmadiyah di wilayahnya. Ia sekarang menjadi calon bupati, dan dukungannya terhadap aksi-aksi anti-Ahmadiyah telah membantu mengangkat profilnya.
V. KESIMPULAN SKB 3 Menteri tanggal 9 Juni 2008 terhadap Ahmadiyah bukan pertanda Indonesia sedang berubah menjadi Arab Saudi baru. Kelompokkelompok ekstrimis tidak banyak memiliki dukungan dari kalangan masyarakat. Jadi sangat mengherankan mengapa pemerintah mengeluarkan sebuah surat keputusan yang jelas-jelas melanggar hak sipil yang sangat fundamental dan memberi SKB ini hak untuk campur tangan dalam soal penafsiran doktrin agama. Penjelasannya ada tiga:
Penggunaan secara cakap instrumen masyarakat sipil oleh kelompok-kelompok Islam radikal, yang telah memikirkan strategi secara matang dan lebih hati-hati, kemampuan networking yang lebih baik dan ketrampilan melobi yang lebih kuat dibanding hampir sebagian besar kelompok-kelompok advokasi lain di Indonesia. Persoalan Ahmadiyah bergema hingga jauh keluar kelompok radikal, tetapi kelompok radikal ini juga yang membuat persoalan ini menjadi besar dan kontroversial sehingga membuat Presiden berpikir tidak ada pilihan lain kecuali mengambil sebuah tindakan; Presiden yang secara sistematis telah memberikan kekuasaan dan pengaruh kepada MUI, dan yang terlalu takut terhadap reaksi publik untuk berdiri dan menjelaskan prinsip-prinsip yang diyakininya; dan Manuver-manuver menjelang pemilu dimana kepentingan politik sempit dari individu-individu dan partai mengalahkan kepentingan di dalam tujuan nasional yang lebih luas.
Banyak para pemimpin Muslim yang memang punya dukungan luas dari masyarakat, seperti pemimpinpemimpin organisasi Muslim besar seperti NU dan Muhammadiyah, akademisi di universitas-universitas Islam yang utama dan anggota DPR, tidak ada masalah mengecam kekerasan atau menegaskan komitmen mereka terhadap hak asasi manusia yang universal. Tetapi mereka jauh kurang efektif dalam menandingi pandangan para radikal atau dalam menggalang massa dengan cara yang punya dampak politik yang kelihatan. Sebagian besar punya kegiatan yang lebih
Page 19
baik daripada turun ke jalan untuk pamer kekuatan setiap minggunya. Masalahnya yaitu bahwa visibilitas kelompok radikal, dibarengi ancaman kekuatan yang tersirat, adalah salah satu kunci utama keberhasilan mereka. Ditangkap oleh kamera TV, hal itu membuat mereka kelihatan lebih berpengaruh dari sebenarnya, bahkan hingga presiden tunduk kepada tekanan. Pemerintah SBY memberi konsesi penting dengan membiarkan bangkitnya kembali Bakorpakem sebagai partner pemerintah dari MUI. Konsesi-konsesi yang lain bisa terjadi, karena DPR sedang mempertimbangkan undang-undang yang bisa dipengaruhi oleh tekanan kelompok radikal, kecuali mereka yang percaya pada perlindungan terhadap kelompok minoritas dan Undang-Undang Dasar dengan memberi waktu lebih banyak untuk mempersiapkan pembelaan mereka. Mereka perlu memahami strategi-strategi kelompok radikal dan mengembangkan jaringan untuk menandingi mereka. Terlalu banyak analis yang mengukur pengaruh kelompok-kelompok ekstrimis di Indonesia dari keberhasilan, atau dalam hal ini kekurangan, mereka di kotak suara. Meskipun hal itu adalah salah satu tolak ukur, tapi bukan satu-satunya. Mereka terlalu menganggap penting pada peran partai-partai Islam, tapi kurang pada kelompok-kelompok yang beroperasi sepenuhnya diluar sistem politik namun punya kemampuan untuk memanipulasi mereka yang berada di dalam sistem politik, lewat strategi-strategi advokasi yang efektif. SKB Ahmadiyah adalah langkah mundur bagi Indonesia, tapi kalau hal ini kemudian membangkitkan aktivisaktivis pro-demokrasi dan pembela konstitusi untuk bertindak, mungkin akan ada dampak positif.
Jakarta/Brussels, 7 Juli 2008
Indonesia: Implications of the Ahmadiyah Decree Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 July 2008
Page 20
APPENDIX A PETA INDONESIA
Indonesia: Implications of the Ahmadiyah Decree Crisis Group Asia Briefing N°78, 7 July 2008
Page 21
APPENDIX B TENTANG INTERNATIONAL CRISIS GROUP
The International Crisis Group (Crisis Group) adalah suatu organisasi multinasional non-pemerintah dengan sekitar 135 pegawai yang tersebar di lima benua yang bekerja melalui analisis lapangan dan advokasi bagi pencegahan dan resolusi konflik.
Crisis Group saat ini menjangkau sekitar 60 area berpotensi atau dalam situasi konflik di empat benua. Di Afrika, meliputi Burundi, Afrika Tengah, Chad, Pantai Gading, Kongo, Eritrea, Ethiopia, Guyana, Kenya, Liberia, Rwanda, Sierra Leone,
Pendekatan Crisis Group didasarkan pada penelitian di lapangan. Beberapa analis politik ditempatkan di wilayah/ negara dengan potensi atau resiko konflik. Berdasarkan penelitian dan tinjauan lapangan, para analis menghasilkan laporan-laporan analitis yang meliputi rekomendasirekomendasi praktis yang ditujukan kepada para pengambil kebijakan internasional. Crisis Group juga menerbitkan CrisisWatch, sebuah buletin bulanan setebal dua belas halaman, yang menghadirkan informasi terkini yang singkat dan padat mengenai perkembangan situasi di berbagai wilayah konflik atau rawan konflik di seluruh dunia.
Somalia, Sudan, Uganda dan Zimbabwe; Di Asia, Afganistan, Bangladesh, Indonesia, Kashmir, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Myanmar/Burma, Nepal, Korea Utara, Pakistan, Filipina, Srilanka, Tajikistan, Thailand, Timor-Leste, Turkmenistan dan Uzbekistan; Di Eropa, Armenia, Azerbaijan, Bosnia dan Herzegovina, Siprus, Georgia, Kosovo, Serbia dan Turki; Di Timur Tengah, keseluruhan wilayah mulai Afrika Utara sampai Iran; dan di Amerika Latin, Colombia, wilayah Andean dan Haiti.
Laporan-laporan Crisis Group disebarluaskan baik melalui email atau versi cetak kepada para pejabat di kementrian luar negeri dan organisasi-organisasi internasional serta tersedia pula untuk umum melalui situs internet organisasi ini di www.crisisgroup.org. Organisasi ini bekerja secara erat dengan pemerintah dan berbagai pihak yang terkait termasuk pers untuk menyoroti berbagai potensi konflik yang berhasil diidentifikasi di lapangan dan mengupayakan dukungan bagi ketentuan-ketentuan kebijakannya. Dewan Crisis Group – yang mencakup tokoh-tokoh penting dalam bidang politik, diplomasi, usaha dan media – juga terlibat langsung dalam membantu agar laporan–laporan serta rekomendasi-rekomendasi Crisis Group mendapatkan perhatian dari para pembuat kebijakan senior di seluruh dunia. Crisis Group diketuai oleh Christopher Patten, mantan Komisioner Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Thomas R. Pickering, mantan duta besar AS dan deputi senior hubungan internasional perusahaan Boeing. Sedangkan Presiden dan Pemimpin Eksekutif semenjak bulan Januari 2000 dijabat oleh mantan Menteri Luar Negeri Australia, Gareth Evans. Kantor Pusat International Crisis Group berada di Brussels, dengan beberapa perwakilan advokasinya di Washington D.C (sebagai pusat wewenang hukum), New York, London, dan Moskow. Pada saat ini, organisasi ini mengoperasikan sebelas kantor perwakilan regional (di Bishkek, Bogotá, Kairo, Dakar, Islamabad, Istanbul, Jakarta, Nairobi, Pristina, Seoul dan Tbilisi) dan mempunyai beberapa perwakilan lapangan yang tersebar di enam belas lokasi (Abuja, Baku, Bangkok, Beirut, Belgrade, Colombo, Damascus, Dili, Dushanbe, Yerusalem, Kabul, Kathmandu, Kinshasa, Port-au-Prince, Pretoriadan Teheran).
Crisis Group mendapatkan dukungan dana dari pemerintah, yayasan-yayasan amal, perusahaan-perusahaan, dan donor perorangan. Lembaga-lembaga pemerintah berikut adalah penyandang dana pada saat ini yaitu: Australian Agency for International Development, Australian Department of Foreign Affairs and Trade, Austrian Development Agency, Kementrian Luar Negeri Belgia, Canadian International Development Agency, Canadian International Development and Research Centre, Kementrian Luar Negeri dan Perdagangan Canada, Kementrian Luar Negeri Republik Ceko, Kementrian Luar Negeri Denmark, Kementrian Luar Negeri Belanda, Kementrian Luar Negeri Finlandia, Kementrian Luar Negeri Prancis, German Federal Foreign Office, Irish Aid, Principality of Liechtenstein, Kementrian Luar Negeri Luxembourg, New Zealand Agency for International Development, Kementrian Luar Negeri Norwegia, Qatar, Kementrian Luar Negeri Swedia, Kementrian Luar Negeri Swiss, Kementrian Luar Negeri Turki, Kementrian Luar Negeri Uni Emirat Arab, United Kingdom Department for International Development, United Kingdom Economic and Social Research Council, U.S. Agency for International Development. Sedangkan para donor dari yayasan dan sektor swasta menyediakan dukungan setiap tahunnya dan/atau menyumbang untuk pendanaan Crisis Group’s Securing the Future”, diantaranya Carnegie Corporation of New York, Fundación DARA Internacional, Yayasan Iara Lee and George Gund III, Yayasan William & Flora Hewlett, Hunt Alternatives Fund, Yayasan Kimsey, Yayasan Korea, Yayasan John D.& Catherine T.MacArthur, Yayasan Charles Stewart Mott Foundation, Open Society Institute, Pierre and Pamela Omidyar Fund, Yayasan Victor Pinchuk, Ploughshares Fund, Yayasan Provictimis, Yayasan Radcliffe, Sigrid Rausing Trust and VIVA Trust. August 2008
Informasi lebih jauh mengenai Crisis Group bisa diperoleh melalui website kami di www.crisisgroup.org
International Headquarters 149 Avenue Louise, 1050 Brussels, Belgium · Tel: +32 2 502 90 38 · Fax: +32 2 502 50 38 E-mail:
[email protected]
New York Office 420 Lexington Avenue, Suite 2640, New York 10170 · Tel: +1 212 813 0820 · Fax: +1 212 813 0825 E-mail:
[email protected]
Washington Office 1629 K Street, Suite 450, Washington DC 20006 · Tel: +1 202 785 1601 · Fax: +1 202 785 1630 E-mail:
[email protected]
London Office 48 Gray’s Inn Road, London WC1X 8LT · Tel: +44 20 7831 1436 · Fax: +44 20 7242 8135 E-mail:
[email protected]
Moscow Office Belomorskaya st., 14-1 – Moscow 125195 Russia · Tel/Fax: +7-495-455-9798 E-mail:
[email protected]
Regional Offices and Field Representation Crisis Group also operates from some 27 different locations in Africa, Asia, Europe, the Middle East and Latin America. See www.crisisgroup.org for details.
www.crisisgroup.org