Edisi XXIV/2015
LAPORAN UTAMA
Laporan Kinerja Kemenkeu Tahun 2014:
“Bertahan atau Lebih Baik” LAPORAN KHUSUS
Mengapa Harus Corporate University? POTRET
Politeknik Keuangan Negara STAN: Pendidikan, Pengabdian, Penelitian
FOTO:
Tri Mundiatmoko
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
1
Editorial
BPPK Menuju Center of Excellence TEKS:
Arif Setiawan
K
ementerian Keuangan (Kemenkeu) terus berbenah menuju yang lebih baik. Dalam dua dekade terakhir terdapat tiga fase perubahan besar yang telah maupun sedang dilakukan. Fase pertama pada tahun 2002, reformasi birokrasi dimulai dengan pembenahan yang berfokus pada reformasi administrasi perpajakan dan pengelolaan keuangan Negara. Selanjutnya pada tahun 2007 reformasi birokrasi dilakukan lebih menyeluruh dengan perbaikan pada tiga pilar besar yakni organisasi, sumber daya manusia (SDM) dan proses bisnis. Sedangkan yang sampai saat ini masih bergulir adalah fase ketiga dimulai tahun 2012 yaitu mewujudkan rancangan desain blue print Transformasi Kelembagaan. Salah satu cara pandang yang mendasari desain blue print Transformasi Kelembagaan adalah mewujudkan Kemenkeu sebagai satu organisasi yang utuh, bukan sebagai gabungan beberapa organisasi (holding type organization). Dalam cara pandang yang baru ini, proses bisnis, organisasi dan SDM serta sumber daya organisasi lainnya, merupakan sesuatu yang integral dan terpusat. Terkait hal tersebut, Transformasi Kelembagaan mengamanatkan proses pengelolaan SDM Kemenkeu yang terpusat serta mendukung pencapaian sasaran strategis organisasi. Harapannya terdapat link and match antara pengelolaan SDM dengan pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi, sehingga SDM benar-benar menjadi asset penting untuk pencapaian sasaran strategis organisasi. Peran Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) dalam pengembangan kompetensi pegawai Kemenkeu menjadi sangat penting, dan perlu ditetapkan strategi agar BPPK ke depan dapat menjadi center of excellence pendidikan dan pelatihan di Kemenkeu. Dalam kerangka Transformasi Kelembagaan tersebut, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) sebagai salah satu penyedia SDM Kementerian Keuangan, juga harus dapat bertransformasi untuk dapat memberikan kinerja yang lebih baik. Arah Transformasi Kelembagaan STAN ke depan telah dirumuskan dalam blue print Transformasi Kelembagaan sebagai sebuah corporate university. Sebagai corporate University, STAN diharapkan dapat berubah menjadi lembaga pendidikan yang mampu menghasilkan pegawai baru berkualitas serta memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan Kemenkeu. Pada tahap berikutnya STAN juga diharapkan dapat memenuhi gap competency para pegawai Kemenkeu. Tentunya rencana tersebut tidak sekedar membalikkan telapak tangan. Banyak tantangan yang muncul baik internal maupun eksternal seperti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan komitmen dan semangat perubahan dari pimpinan dan seluruh pegawai BPPK, maka kita semua berharap agar STAN mampu mengatasi tantangan tersebut dan dapat menyongsong wajah barunya sebagai corporate university Kementerian Keuangan.
2
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
Redaksi
Edisi XXIV/2015
Diterbitkan Oleh: Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Pelindung Menteri Keuangan Pengarah Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Penanggung Jawab Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Redaktur Herry Hernawan, Herry Siswanto, Dianita Suliastuti, Eka Saputra, Rachmad Arijanto, Moch. Asep Kurniawan, Arif Setiawan Penyunting/Editor R. Aji Setiantoko, Misnilawaty Sidabutar, Agus Dwiatmoko, Susmianti, Hening Indreswari, Eman Adhi Patra, Azharuddin Kontributor Tetap Manajer Kinerja Organisasi, Manajer Kinerja Pegawai Desain Grafis & Fotografer Alfan Abrorul Sofyan, Wardah Adina, Bagus Wijaya, Annisa Fitria Pencetakan dan Distribusi Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Alamat Redaksi: Gedung Djuanda I Lt. 5 Jl Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710 Kotak Pos 21 Telp. 021 3449230 pst 6139 Fax. 021 3517020 Website: www.kemenkeu.go.id Email:
[email protected];
[email protected]
Redaksi menerima tulisan/artikel untuk dimuat dalam buletin ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1,5 maksimal 3 halaman. Tulisan artikel dapat dikirim ke email redaksi. Setiap tulisan yang masuk menjadi milik redaksi. Redaksi berhak mengubah/mengedit setiap tulisan yang dimuat.
Laporan Utama
Rapat Pimpinan Kinerja (Rapimja) Tahun 2014, 26 Januari 2015. FOTO:
Dok. Biro KLI
Laporan Kinerja Kemenkeu Tahun 2014:
“Bertahan atau Lebih Baik” TEKS:
Azharuddin, Eka Saputra
A
khir-akhir ini, pemberitaan media baik cetak maupun elektronik tiada hentinya menyoroti kinerja pemerintah. Semua informasi yang terkait dengan dunia birokrasi seperti kinerja instansi pemerintah, moratorium pegawai, remunerasi, serta aturan-aturan pendukung tak ayal selalu menarik perhatian publik. Bahkan, beberapa instansi pemerintah juga seakan berlomba-lomba memamerkan berbagai program kerja dan pencapaian kinerja yang cukup memikat simpati publik. Fenomena ini lantas tidak membuat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) latah untuk ikut unjuk diri. Sebagai instansi pemerintah yang bersentuhan dengan semua Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah, sudah semestinya institusi ini selalu menunjukan prestasi kerja
terbaiknya tanpa terpengaruh kegaduhan media. Konsisten dengan kebijakan, aturan atau governance yang kuat memberikan nilai lebih bagi Kemenkeu dalam meraih prestasi secara ajeg. Salah satu penghargaan yang berhasil diraih terkait sistem manajemen kinerja selama dua tahun terakhir yaitu predikat “A” atas penilaian Laporan Kinerja Instansi Pemerintah yang dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). Prestasi ini tentunya bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba dan begitu mudah diraih, melainkan dengan kerja keras dan sinergi berbagai unit terkait. Dalam rangka menjamin akuntabilitas dan peningkatan kinerja instansi pemerintah di Indonesia, telah diterapkan suatu sistem manajemen kinerja
yang selanjutnya dinamakan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Hal ini sebagaimana diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang menjelaskan bahwa SAKIP merupakan rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat dan prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran, pengumpulan data, pengklarifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi pemerintah. Penerapan sistem ini dimulai dengan penetapan perjanjian kinerja oleh pimpinan instansi pada awal tahun sebagai acuan dalam pengukuran kinerja selama tahun berjalan. Selanjutnya dilakukan pengukuran kinerja dengan cara membandingkan antara kinerja
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
3
Laporan Utama
yang terjadi dengan kinerja yang diharapkan. Pengukuran kinerja ini dapat dilakukan secara berkala (triwulanan, semesteran, atau tahunan) untuk melihat sejauhmana pencapaian kinerja instansi tersebut. Selanjutnya, hasil pengukuran kinerja dituangkan dalam laporan kinerja yang disusun paling cepat sebulan setelah tahun anggaran berakhir. Berdasarkan Peraturan KemenPAN-RB Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanijian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, Laporan Kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan anggaran. Tujuan pelaporan kinerja antara lain: (1) memberikan informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas kinerja yang telah dan seharusnya dicapai; dan (2) sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi instansi pemerintah untuk meningkatkan kinerjanya. Laporan Kinerja menyajikan informasi tentang: (1) uraian singkat organisasi; (2) rencana dan target kinerja yang ditetapkan; (3) pengukuran kinerja; dan (4) evaluasi dan analisis kinerja untuk setiap sasaran strategis atau hasil program/ kegiatan dan kondisi terakhir yang seharusnya terwujud. Analisis ini juga mencakup atas efisiensi penggunaan sumber daya. Sama halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, penyusunan laporan kinerja Kemenkeu tahun 2014 dikoordinasikan oleh Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan (Organta) Sekretariat Jenderal dengan melibatkan Biro
4
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
SAKIP yang telah dibangun dengan tujuan mulia tidak hanya berhenti pada laporan/dokumentasi belaka, tetapi juga dapat dibuktikan dengan kinerja nyata.
Perencanaan dan Keuangan, Biro Hukum, Biro Sumber Daya Manusia, dan Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan (Pushaka), serta bagian yang menangani organisasi, tata laksana, dan kepatuhan internal pada masingmasing unit eselon I. Penyusunan laporan dimulai pada Bulan Februari melalui serangkaian pembahasan. Masing-masing unit yang terlibat memberikan kontribusi sesuai dengan lingkup tanggung jawabnya. Biro Organta mengumpulkan seluruh data capaian kinerja Kemenkeu yang telah dikelola oleh Pushaka untuk menyusun bab terkait target, capaian, dan pengukuran kinerja. Kedua unit bersinergi menarasikan keseluruhan pencapaian kinerja Kemenkeu selama tahun 2014. Selanjutnya Biro Perencanaan dan Keuangan berperan dalam menyempurnakan narasi pada bab terkait perencanaan kinerja dan menyelaraskannya dengan Rencana Strategis Kemenkeu 2010-2014. Berikutnya Biro Hukum melakukan penelaahan legal drafting atas Rancangan Keputusan Menteri Keuangan tentang Laporan Kinerja Kemenkeu.
Pada tahap finalisasi, Inspektorat Jenderal Kemenkeu melakukan reviu atas substansi laporan untuk menjamin validitas dan keabsahan data capaian kinerja yang dilaporkan. Kemudian, laporan kinerja final disampaikan kepada KemenPANRB dengan batas waktu paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun berjalan. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah selanjutnya dilakukan penilaian oleh KemenPAN-RB. Penilaian mencakup keseluruhan tahapan SAKIP mulai dari perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja, sampai dengan capaian kinerja berdasarkan bobot yang telah ditetapkan. Dalam rangka menjaga konsistensi penerapannya, berbagai pihak yang tekait di lingkungan Kemenkeu telah bersinergi untuk mengimplementasikan keseluruhan rangkaian SAKIP secara optimal. Harapannya, SAKIP yang telah dibangun dengan tujuan mulia tidak hanya berhenti pada laporan/dokumentasi belaka, tetapi juga dapat dibuktikan dengan kinerja nyata. Predikat “A” yang telah diraih bukanlah puncak prestasi dalam pencapaian kinerja. Walaupun masih ada peringkat “AA” yang mesti dikejar, tapi bukan itu yang menjadi tujuan kita membangun sistem manajemen kinerja menggunakan pendekatan balanced scorecard. Praktikpraktik manajemen publik terbaik selalu menjadi obsesi kita untuk menata diri dan meningkatkan motivasi menjadi lebih baik. Ke depan, tantangan dan tuntutan kian menghadang, sudah saatnya Kemenkeu bersiap diri untuk mempertahankan prestasi atau menggapai yang lebih baik lagi.
Laporan Khusus
ILUSTRASI:
Tim Buletin Kinerja
Mengapa Harus Corporate University? TEKS:
Anang Rohmawan (CTO) dan Sekti Widihartanto (CTO)
K
ebutuhan dunia bisnis yang berkembang cepat pasca kelesuan ekonomi setelah Perang Dunia II memunculkan kebutuhan untuk mencetak tenaga terampil sekaligus calon pemimpin bisnis secara cepat pula. Di sisi lain terdapat kesenjangan antara kebutuhan dan kemampuan metode pembelajaran tradisional dalam memenuhi kebutuhan akan tenaga terampil dan pemimpin perusahaan yang siap pakai. Keadaan ini mendorong kalangan dunia usaha untuk berpaling pada suatu pendekatan baru pengembangan SDM melalui corporate university (CU). Dari berbagai definisi mengenai CU yang berbedabeda, selalu mengandung dua komponen utama, yaitu pertama learning process dan strategic business goals. Learning process
adalah wahana pengembangan pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta budaya SDM melalui education, training, development, dan research. Unsur kedua adalah strategi organisasi yang meliputi proses bisnis penentuan visi, dan misi, untuk diturunkan menjadi sasaran kinerja organisasi. Perkembangan CU sangat pesat yang ditunjukkan dengan terus bertambahnya jumlah CU yang dikelola perusahaan-perusahaan di dunia yang mencapai kurang lebih 4.000 unit sampai akhir tahun 2010 (Mc. Ateer and Pino 2011). Sedangkan untuk Indonesia, CU mulai berkembang tahun 2000-an dan semakin pesat pada dekade 2010-an. Pertamina Corporate University yang diresmikan oleh Presiden RI pada tahun 2012 merupakan salah satu milestone
tumbuhnya corporate university di Indonesia. Beberapa perusahaan besar lainnya yang mendirikan CU antara lain PLN, Bank Danamon, PT Telkom Indonesia dan Bank Mandiri. Corporate university untuk Kementerian Keuangan? Bagaimana dengan Kementerian Keuangan? Munculnya gagasan pendirian Corporate University Kementerian Keuangan sebenarnya sudah dimulai pada tahun 2012 (Rapimsus di Bandung, 9 Juni 2012) saat kepemimpinan Bapak Agus D.W. Martowardojo, dan kemudian dilontarkan kembali wacana tersebut oleh Bapak Bambang P.S. Brodjonegoro pada rapat Steering Committe Meeting tanggal 13 Januari 2015. Hal ini merupakan sinyal kuat akan pentingnya peningkatan kualitas proses
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
5
Laporan Khusus
pengembangan SDM Kementerian Keuangan melalui suatu proses learning yang terintegrasi. Proses tersebut sejalan dengan gagasan bahwa sumber daya manusia merupakan asset utama organisasi, sebagai ide sentral human capital management. Melihat pada kondisi yang ada saat ini pada Kementerian Keuangan dan beberapa Kementerian/Lembaga lain, maka pengembangan corporate university dapat dipandang sebagai proses upgrading fungsi pendidikan dan pelatihan yang selama ini telah ada. Pada unsur pendidikan selama ini banyak Kementerian/ Lembaga yang menyelenggarakan fungsi pendidikan seperti Institut Pendidikan Dalam Negeri, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi LAN, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik dan juga Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang mengikuti regulasi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Sedangkan bentuk lembaga pelatihan di pemerintahan seperti Pusdiklat, Badan Diklat mengikuti regulasi Lembaga Administrasi Negara. Dalam proses upgrading tersebut, hal pertama yang harus dilakukan adalah integrasi proses pendidikan dan pelatihan dengan strategi organisasi agar dipastikan organisasi memperoleh manfaat nilai tambah atau return on investment dari proses pengembangan SDM yang dilakukannya. Argumen ini sesuai dengan studi kinerja finansial organisasi bisnis yang menerapkan corporate university secara signifikan lebih baik dibanding dengan perusahaan yang tidak menerapkan (CorpU, 2011). Hal selanjutnya yang perlu dipertimbangkan dalam
6
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
kebijakan pengembangan corporate university adalah perkembangan teknologi dan teknik pembelajaran yang ada saat ini. Perkembangan teknologi memungkinkan dilaksanakannya e-learning sehingga dapat meningkatkan tingkat partisipasi diklat dan memungkinkan proses on the job learning di luar kelas klasikal. Hal ini akan menguntungkan pegawai Kementerian Keuangan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia untuk dapat mengakses materi diklat tanpa harus hadir di kelas.
Pengembangan corporate university dapat dipandang sebagai proses upgrading fungsi pendidikan dan pelatihan yang selama ini telah ada.
Dinamika perkembangan teknik pembelajaran dewasa ini telah memberikan perspektif baru bahwa proses pembelajaran tidak hanya dapat dilakukan di dalam kelas (off the job training), namun juga dapat dikombinasikan dengan pembelajaran di luar kelas (on the job training) yang dikenal sebagai blended learning. Blended learning dapat mengoptimalkan proses pembelajaran pegawai. Menurut penelitian 70% proses pembelajaran sebenarnya terjadi di luar kelas (Callan, 2015). Blended
learning dapat mengurangi gap antara kebutuhan organisasi dan kompetensi SDM yang tersedia (link and match) yang menjadi salah satu permasalahan di Kementerian Keuangan. Dalam Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Kemenkeu yang tertuang dalam KMK No. 36/KM.01/ 2014, pengembangan SDM merupakan bagian dari proses end to end talent management sehingga perlu diintegrasikan dengan proses manajemen SDM yang lain. Corporate university Kementerian Keuangan sebagai entitas pengelola pengembangan SDM adalah bagian integral dari proses end to end talent management yang meliputi pengorganisasian fungsi strategic human capital management, strategic learning development dan manajemen operasional SDM serta optimalisasi fungsi pendidikan dan pelatihan teknis termasuk transformasi STAN dalam bentuk Politeknik Keuangan Negara agar dapat menyelanggarakan program S-2 bahkan nanti S-3 profesi. Dalam perkembangan terakhir proses pembentukan CU Kementerian Keuangan, saat ini sedang disiapkan pelaksanaan minilab untuk mengkoordinasikan kebijakan strategis terkait implementasi strategic human capital management atau end to end talent management Kementerian Keuangan. Penyiapan pengembangan corporate university Kementerian Keuangan termasuk dalam agenda minilab tersebut. Dari pembahasan dalam minilab tersebut diharapkan dapat dihasilkan format CU Kementerian Keuangan yang lebih memberikan dampak kinerja yang nyata bagi pencapaian visi dan misi Kementerian keuangan.
Profil
Syaratnya adalah Tiga Riil TEKS:
R. Aji Setiantoko, Rachmad Arijanto
T
enang dan kharismatik, begitulah kesan pertama yang terasa saat menemui sosok pria yang satu ini. Dengan gayanya yang cool, tim buletin kinerja disambut dengan sikap yang ramah dan suasana yang hangat. Ahmad Ghufron, pada awal tahun 2014 ditugaskan sebagai Kepala Bagian Organisasi dan Kinerja Inspektorat Jenderal (Itjen). Secara otomatis tugas sebagai Manajer Kinerja Organisasi Itjen juga harus diemban oleh pria berkulit sawo matang ini. Di ruang kerjanya yang terkesan simpel dan sederhana, tim buletin kinerja mencoba mengenal lebih dekat sosok pria kelahiran Rembun 44 tahun yang silam. Baginya pengelolaan kinerja organisasi bukanlah hal yang asing lagi. Pria yang akrab dipanggil Abi Ghufron ini, sebelumnya telah menjabat sebagai Kepala Subbagian Tata Usaha yang juga sekaligus merupakan Admin Kinerja di Inspektorat VII selama kurang lebih empat tahun. Banyak pengalaman mengesankan yang dirasakan sebagai pengelola kinerja. Salah satu kegiatan pengelolaan kinerja yang menurutnya merupakan pengalaman berharga adalah saat mengikuti Rapat Pimpinan Kinerja (Rapimja) yang dipimpin langsung oleh Pimpinan Kementerian Keuangan. “Dengan mengikuti kegiatan ini kita dapat memperoleh wawasan global serta isu-isu hangat Kementerian Keuangan langsung dari Menteri Keuangan”, ujarnya dengan
semangat. Hal lain yang membuat pria lulusan STAN ini menikmati tugasnya sebagai manajer kinerja adalah adanya forum pengelola kinerja yang secara rutin dilaksanakan. “Dalam forum itu, biasanya para pengelola kinerja dapat saling bertukar pikiran serta berkomunikasi satu sama lain sehingga menciptakan karakter, pola komunikasi, kebersamaan dan sinergi yang sangat baik”, imbuhnya lagi sambil menawarkan minuman beraroma jeruk segar. Bagi Ghufron, implementasi Balanced Scorecard di Kementerian Keuangan dirasakan sudah semakin baik. Hal ini terlihat dengan semakin matangnya Indikator Kinerja Utama (IKU) yang digunakan. Di Itjen sendiri IKU telah menggambarkan hasil kerja atau outcome dan tidak sekedar menghasilkan output. Mengingat Itjen merupakan supporting manajemen yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern, maka salah satu hal yang unik dan merupakan tantangan tersendiri sebagai pengelola kinerja Itjen adalah bagaimana menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) dengan mengadopsi praktek internasional dalam bidang pengawasan dan menyelaraskan dengan regulasi nasional. Misalnya IKU Jumlah temuan yang ditindaklanjuti dan IKU Coverage anggaran yang diaudit, yang masih dianggap
FOTO:
Dok. Pribadi
berada pada level output. Padahal menurut The Institute of Internal Auditors (IIA) yang merupakan induk profesi internal auditor saat ini, hal ini masih relevan. Pada saat dilakukan evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang disusun berdasarkan IKU berbasis Balanced Scorecard, evaluator menilai IKU tersebut masih berada pada level output sehingga nilai yang diberikan lebih rendah. “Ke depan, perlu dibuat batasan yang jelas mengenai definisi antara output dan outcome, ujarnya lagi. Sebagai contoh riil, saat menggunakan IKU Jumlah policy recomendation yang ditindaklanjuti, secara frasa bisa dinilai sebagai output, namun
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
7
Profil
“Perencanaan adalah hal terberat terutama dalam posisi melakukan perubahan." Ahmad Ghufron FOTO:
R. Aji Setiantoko
secara substansi sebenarnya merupakan outcome. Berbeda dengan kata persentase yang seringkali dikonotasikan sebagai outcome, padahal sebenarnya belum tentu. Sehingga perlu dilihat definisi IKU secara jelas apakah sebagai output atau outcome, dan jangan sampai hanya mengambil batasan yang mudah hanya berdasarkan jenis kata seperti persentase atau jumlah. Hal lain yang juga unik di Itjen adalah survei terkait dengan layanan yang diberikan oleh Inspektorat Jenderal. Tentunya berbeda dengan layanan yang diberikan oleh unit lain, sehingga parameter survei yang dilakukan juga harus berbeda. Bila di kantor pelayanan ada parameter sarana dan prasarana seperti meja layanan,tempat pelayanan terpadu dan banners informasi layanan, maka di Itjen parameternya lebih pada substansi pada layanan konsultasi. Itjen sendiri menggunakan IKU Indeks persepsi klien untuk mengukur persepsi auditee terhadap nilai tambah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Itjen selaku auditor. “Namun demikian, hal yang paling berat adalah pada tahap perencanaan meskipun bukan berarti tahap pelaksanaan
8
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
tidak berat, apalagi dalam posisi melakukan perubahan” ujarnya dengan wajah yang serius. “Namun bila ditimbangtimbang perencanaan adalah hal yang lebih berat karena semuanya harus dipersiapkan dengan matang sehingga akan sangat membantu pada saat pelaksanaannya” tegasnya lagi. Dalam pelaksanaannya, agar proses pembahasan manajemen kinerja di Itjen dapat berjalan efektif, maka dilakukan secara bottom up terlebih dahulu, yaitu dimulai dari pembahasan internal Bagian Organisasi dan Kinerja, lalu dilakukan lagi pembahasan dengan para Sub Manajer Kinerja Organisasi dan hasilnya dibawa ke level eselon II sampai akhirnya pembahasan dengan Inspektur Jenderal. Menyinggung soal quality assurance atas pengelolaan kinerja, suami dari Catur Indah yang sudah dikaruniai tiga anak ini menjelaskan bahwa sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, maka pelaksanaan pengawasan intern atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Keuangan terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, review,
evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya merupakan tugas dan fungsi Itjen. Harapannya adalah pengelolaan kinerja ke depan harus bisa lebih baik lagi, mengingat Itjen sudah dapat melakukan quality assurance atas pengelolaan kinerja. Di unit kerjanya, Abi Ghufron dikenal cukup terbuka, teliti dan humoris. Saya persilakan staf saya untuk membuat kegiatan apa saja dengan syarat tiga riil, yaitu riil kegiatan, riil output dan riil manfaat. Baginya, apabila ketiga riil tersebut dapat terpenuhi maka kegiatan tersebut tentunya dapat berjalan efektif. Salah satu kegiatan yang rutin dilakukan untuk memotivasi sekaligus berkomunikasi dengan staf adalah BPJS alias “BOK Punya Jumat Sehat”. Kegiatan ini diisi dengan olahraga yang dilanjutkan dengan sarapan bersama dan sharing session mengenai berbagai macam hal. Berbincang mengenai moto hidup, ibarat orang yang akan mengemudikan kendaraan bermotor, pengendara harus memiliki SIM terlebih dahulu. Oleh karena itu Abi Ghufron selalu berpegangan bahwa dalam hidup juga harus selalu memiliki SIM yaitu Syukur, Ikhlas dan Manfaat, ujarnya saat menutup perbincangan yang hangat ini.
Klinik Kinerja
Merujuk KMK nomor 467/ KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan, setiap IKU harus dilengkapi dengan Manual IKU dan Matriks Cascading. Bila dianalogikan dengan perangkat komunikasi, seperti telepon genggam, Manual IKU bagaikan petunjuk rinci tentang cara pengoperasiannya. Lalu, bagaimana KMK 467/ KMK.01/2014 mendefinisikan Manual IKU dan Matriks cascading?
M
Manual IKU dan Matriks Cascading TEKS:
Annisa Fitria, Moch. Asep Kurniawan
anual IKU adalah dokumen penjelasan IKU yang berisi berbagai
informasi seperti deskripsi IKU, formula IKU, degree of controllability, jenis IKU, pihak yang mengukur IKU, sumber data, satuan pengukuran, jenis konsolidasi data, polarisasi data, dan periode pelaporan. Manual IKU ini sangat diperlukan untuk panduan dan menjaga konsistensi pengukuran kinerja. Oleh karena itu, sebagai pemilik IKU, pegawai berkewajiban menyusun Manual IKU. Tentu dalam penyusunannya perlu memperhatikan arahan atasan dan rekomendasi hasil reviu. Selain Manual IKU, dokumentasi lain yang perlu dibuat adalah Matriks Cascading. Matriks ini mendokumentasikan penyelarasan Sasaran Strategis (SS), IKU, dan target IKU antar unit, baik secara vertikal maupun horizontal, dari level tertinggi sampai level terendah dalam suatu unit pemilik Peta Strategi. Matriks cascading memuat informasi terkait
sasaran strategis yang ingin dicapai, nama IKU beserta targetnya, unit in charge, jenis cascading IKU, jenis konsolidasi lokasi, serta validitas dan kendali IKU, serta unit atau pegawai yang mendapat cascade SS atau IKU di bawahnya. Manual IKU ditetapkan oleh pemilik IKU dan pengelola kinerja organisasi dengan menandatangani Lembar Penetapan Manual IKU, kemudian disampaikan kepada Pengelola Kinerja Organisasi Atasan Langsung paling lambat 3 (tiga) minggu setelah penandatanganan Kontrak Kinerja. Sedangkan Matriks Cascading, cukup dibuat pada unit pemilik peta strategi yang mencakup seluruh pegawai yang berada di bawahnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Manual IKU dan
Matriks Cascading adalah: 1.
Manual IKU unit/pegawai dengan Manual IKU unit/ pegawai yang lebih rendah (yang mendapat (cascade) harus memiliki kesamaan pada komponen satuan pengukuran, aspek target, polarisasi, konsolidasi periode, dan periode pelaporan. 2. Cascading SS dan Cascading IKU harus diupayakan secara hierarkis sesuai dengan struktur jabatan. Namun demikian, cascading SS dan cascading IKU dapat dilakukan tidak secara hierarkis, sesuai struktur organisasi dan alur kerja. 3. Cascading IKU harus memperhatikan level wewenang dan tanggung jawab unit/pegawai, sehingga IKU tidak selalu di-cascade hingga level pelaksana.
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
9
Wawancara
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan:
Pencetak SDM Keuangan Negara yang Tak Tergantikan TEKS:
Misnilawaty Sidabutar, Herry Hernawan
T
ahun 2015 ini menjadi babak baru bagi BPPK dengan pimpinan barunya. Ibu Sumiyati yang akrab dipanggil Bu Sum dilantik pada tanggal 7 Februari 2015 sebagai kepala BPPK. Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa pelantikan Bu Sum telah membawa beliau kembali ke rumahnya. Penempatan pertama kali Ibu Sum di Kementerian Keuangan adalah di BPPK. Maka, melihat Purnawarman saat ini, mengingatkan beliau tentang berbagai kenangan masa mudanya dulu. Sebagai kepala BPPK, beliau tentu mempunyai strategi pengembangan BPPK ke depannya. Tim Buletin Kinerja ingin mengorek lebih dalam tentang hal ini. Tim mengunjungi kantor Ibu Sumiyati di BPPK Purnawarman yang sangat nyaman dipenuhi hijaunya pepohonan. Berikut ini adalah petikan hasil wawancara tim buletin dengan Kepala BPPK. BPPK diharapkan menjadi center of excellence oleh para stakeholders, bagaimana Ibu melihat hal ini? BPPK adalah center of excellence khususnya bagi Kementerian Keuangan. Kami turut bertanggung jawab atas pengembangan kompetensi SDM di bidang keuangan negara. Hal ini diperkuat melalui Peraturan Presiden nomor 28 tahun 2015
10
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
yang memberi mandat kepada BPPK untuk menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi di bidang keuangan negara. Pengertian keuangan negara dalam konteks ini adalah sebagaimana diatur oleh UU nomor 17 tahun 2003. Ini merupakan tantangan yang luar biasa bagi BPPK. Apa saja area of improvement untuk mencapai harapan stakeholders tersebut? BPPK sudah berkomitmen untuk membangun corporate university. Konsep corporate university menjadikan Kemenkeu sebagai kampus dalam mengembangkan kompetensi SDM di bidang keuangan negara khususnya. Dalam hal ini, BPPK dan unit eselon I bersama-sama akan terlibat secara aktif dalam pengembangan SDM. BPPK bersama dengan unit eselon I akan bekerja sama untuk mengembangkan program diklat. Pada dasarnya program diklat sebenarnya adalah program unit eselon I. Line manager di unit adalah owner, sedangkan BPPK mengembangkan dan mengemas program diklatnya, seperti menyusun kurikulum serta bahan ajarnya. Corporate university saat ini sedang menjadi hot issue. Apa konsep yang dikembangkan
dalam corporate university ini? Sebenarnya jika dilihat dari sisi ketentuan, diklat sudah dikelola dengan pola corporate university. Namun, dalam tataran impelementasinya belum sepenuhnya diikuti. Kebijakan dalam PMK nomor 37 tahun 2014 sudah menggunakan corporate university walaupun belum menyeluruh. Identifikasi kebutuhan diklat merupakan tugas rekan-rekan di unit eselon I yang memerlukan kerja sama yang erat dengan BPPK. Agar kita dapat memberikan program diklat yang tepat, kita harus tahu apa yang diperlukan unit itu, untuk jabatan apa, standar kompetensi jabatannya, serta level kompetensi yang diperlukan. Lalu kita bisa mengidentifikasi pengetahuan atau keterampilan yang harus diberikan kepada mereka. Setelah itu, BPPK menindaklanjuti hasil inventarisasi kebutuhan diklat dengan mengembangkan program diklatnya. Namun semua ini harus dilandasi dengan pengembangan organisasi pembelajar serta mempersiapkan SDM. Apa saja permasalahan yang dihadapi dalam membangun corporate university? Pertama, karateristik unit yang berbeda-beda. Ada unit yang program pengembangan SDM-nya telah siap namun ada juga yang belum. Hal ini terkait
Wawancara
“Konsep corporate university menjadikan Kemenkeu sebagai kampus dalam mengembangkan kompetensi SDM di bidang keuangan negara khususnya.” Sumiyati
FOTO:
Tri Mundiatmoko
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
11
Wawancara
dengan pola diklat dan pola karir pada unit tersebut. Komitmen pimpinan mutlak diperlukan untuk membangun kompetensi SDM, menempatkan pada jabatan yang tepat, serta terus mengevaluasi kinerja berikut permasalahannya. Kedua, diklat ini berfungsi mengisi gap, dimana informasi ini diketahui oleh unit masing-masing. Informasi ini dapat dengan mudah didapatkan jika sistem informasi kediklatan dan database SDM sudah lengkap. Jangan sampai diklat yang diberikan kurang pas, terjadi pengulangan, bahkan mungkin diklat yang diperlukan justru belum pernah diikuti. Maka, database harus disiapkan dan terintegrasi meliputi seluruh unit eselon I. Yang ketiga, dari sisi widyaiswara saat ini jumlahnya masih kurang sehingga mereka lebih konsentrasi mengajar di kelas namun terkendala dengan update perkembangan pengetahuan praktis. Sementara kita ketahui bahwa mengajar itu seperti gunung es, yang muncul hanya permukaannya saja namun sebenarnya persiapannya banyak sekali. Keempat, corporate university harus didukung dengan IT yang kuat. Hal ini terutama diperlukan untuk membangun e-learning, sarana pembelajaran, knowledge management, dan distance learning. Corporate university bertujuan menyediakan orang-orang yang kompeten, bagaimana persiapan SDM BPPK ke depannya? Jumlah SDM BPPK sangat terbatas sehingga porsi terbesar yang mengajar adalah dari luar BPPK. BPPK melakukan pemetaan kompetensi baik untuk widyaiswara maupun pejabat yang ada. Orang sering bilang,
12
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
FOTO:
Tri Mundiatmoko
Bicara mengenai keuangan negara dan kekayaan negara, maka yang diingat adalah BPPK.
kalau pegawai sudah dua tahun jadi widyaiswara maka ilmunya sudah obsolete. Saya tidak menginginkan hal itu. Berdasarkan pemetaan itu, maka disiapkan training baik bersifat substansi maupun ke-widyaiswara-an. Widyaiswara diminta melakukan individual study dan mengakses international best practices di bidangnya. Selain itu, mereka juga diberi training baik dengan mengundang pakar, dikirim ke luar negeri atau kerjasama dengan perguruan tinggi. Untuk mengikuti perkembangan di lapangan, widyaiswara diminta mengikuti lokakarya, launching atau seminar yang dilakukan oleh unit eselon I terkait, serta meriset perkembangan implementasi atau praktik di lapangan. Maka, dalam praktiknya apabila ada permasalahan di lapangan dapat di-capture lalu disandingkan dengan international best practice untuk menghasilkan program diklat. Ini bukan perubahan yang
mudah karena membutuhkan kerja keras. Selain tenaga pengajar, untuk jajaran penyelengga diklat dilakukan training juga. Seluruh orang yang terlibat dalam suatu rantai mata diklat harus benarbenar disiapkan. BPPK sendiri juga menginventarisasi kebutuhan diklatnya, sehingga kapasitasnya berkembang, tidak hanya mengerjakan sesuatu sebagai tugas rutin, business as usual, dan tanpa ada peningkatan. Bagaimana koordinasi yang diharapkan dapat ditingkatkan antara BPPK dengan Biro SDM? Human capital investment diharapkan dapat benar diterapkan. Program pengembangan SDM dijalankan dengan baik. Standar kompetensi jabatan, rumpun jabatan, penempatan pegawai, dan carier path ditetapkan dengan baik. Jika hal ini dapat disinergikan maka setiap pegawai bisa memenuhi kompetensi pada jabatan yang diemban. Strategi pengembangan SDM Kemenkeu dikelompokkan menjadi tiga. Pertama STAN untuk menghasilkan fresh graduate yang mampu memenuhi kebutuhan di bidang keuangan negara. Setelah menjadi pegawai, ada 2 bagian. Pusdiklat-pusdiklat sebagai sekolah yang menangani training substantif. Selain itu, khusus di bidang kepimpimpinan, kompetensi soft skill, akan dikembangakan BPPK melalui Pusdiklat Pengembangan SDM. Seluruh strategi pengembangan SDM tersebut membutuhkan kerja sama antara Biro SDM dengan BPPK serta ke depannya BPPK berharap agar dapat lebih memanfaatkan hasil assesment pegawai untuk mengetahui
Wawancara
kompetensi yang masih perlu ditingkatkan. Apakah mungkin membangun BPPK menjadi top of mind orang jika berbicara tentang akuntansi pemerintah langsung mengarah ke BPPK? Bagaimana hal ini bisa dicapai? Harapan kami memang seperti itu. Jadi, kalau orang bicara keuangan negara, penyusunan anggaran, penyelenggaraan akuntansi berbasis akrual, pengelolaan barang milik negara, lelang atau aktuaria, maka yang diingat adalah BPPK. Sebagai informasi, dalam penyusunan kurikulum terutama terkait dengan keuangan negara, core-nya itu di STAN. Walaupun berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia menyusun kurikulum keuangan negara, keuangan daerah atau perpajakan, namun pada umumnya orangnya dari STAN. Dari sisi substansi, tidak ada yang meragukan, internationally recognized. Hal yang masih kurang adalah status formal kelembagaannya, karena landasan hukum keberadaan STAN kurang kokoh. Perlu semacam rebranding dan dituangkan dalam Renstra. Ada beberapa tahapan, misalnya STAN diharapkan status kelembagaannya sudah siap. Pada tanggal 17 maret 2015, persetujuan dari Menristek-dikti sudah diperoleh, sudah ada kesepakatan untuk membangun STAN menjadi Politeknik Keuangan Negara, sehingga hanya tinggal penyelesaian kelembagaannya di KemenPAN-RB. Apabila status kelembagaan STAN dapat diselesaikan tepat waktu, mudahmudahan, seleksi penerimaan mahasiswa baru diharapkan dapat dilakukan bersamaan dengan
penerimaan di kampus lain. Adapun untuk tenaga dosen juga sudah dilakukan seleksi. Sarana prasarana yang diperlukan di STAN sudah mulai diidentifikasi. Laboratorium mulai disiapkan, antara lain tahun ini akan dibangun KPP Tangerang Selatan yang sekaligus berfungsi sebagai laboratorium dan tax research center bagi mahasiswa. Selain itu akan dibangun juga laboratorium Bea dan Cukai. Bagaimana dukungan IT agar dapat mempermudah proses bisnis? BPPK memerlukan dukungan IT yang terintegrasi di Kemenkeu, terutama untuk sistem informasi kepegawaian. BPPK juga sudah mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Kediklatan untuk membantu alokasi resources, waktu, peserta, dan evaluasi. Untuk penyebaran informasi sudah ada SMS gateway. Jaringan informasi dan dokumentasi hukum sudah dikembangkan. BPPK TV untuk live streaming juga sudah bagus namun perlu koordinasi dengan Pusintek untuk masalah jaringan. IT melalui video conference juga sudah kita gunakan secara efektif untuk Diklatpim III dan IV. BPPK juga mempunyai dua studio di Purnawarman dan BDK Palembang. Kita juga punya e-learning karena standar jamlat ke depannya adalah 80 jamlat padahal tuntutan kinerja di Kemenkeu sangat tinggi. BPPK akan mengupayakan blended learning sehingga jumlah tatap muka di kelas diminimalisasi namun peserta diklat didorong untuk melakukan individual study. Selain itu, tersedia juga COMET yaitu Communication Media for Education and Training yang merupakan social network
dan mempercepat penyampaian informasi yang ada di BPPK. Berbagai aplikasi sederhana untuk keperluan penyelenggaraan training juga sudah ada seperti ada e-registration dan library. Secara internasional, kita telah masuk pada GDLN (Global Distance Learning Network). Kita tersambung dengan dunia internasional untuk e-learning. Hubungan yang cukup kuat adalah dengan Korean Development Institute (KDI). Melalui GDLN, rekan-rekan di BPPK bisa mengikuti distance learning yang ada di dunia internasional tanpa harus datang ke lokasi diklat. Namun demikian, BPPK masih terus memerlukan tambahan sarana dan prasarana IT untuk peningkatan efisiensi kegiatan diklat serta pelayanan diklat yang lebih baik dan lebih luas. BPPK mempunyai beberapa Balai Diklat Keuangan (BDK) di berbagai daerah. Bagaimana caranya agar BDK memiliki kapastitas yang sama dengan BPPK pusat? Jika kita berkomitmen dan konsisten membangun corporate university, maka kita harus melakukan refocusing alokasi SDM. Sebagian widyaiswara akan difokuskan mengembangkan program diklat dan sebagian widyaiswara yang kuat dalam mengajar akan banyak di penyelenggaraan diklat. Kondisi saat ini, distribusi widyaiswara belum merata karena tidak cukup, masih ada BDK yang belum mempunyai widyaiswara. Maka perlu pengaturan SDM dan kerja sama dengan Unit Eselon I lainnya yang ada di daerah tersebut untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan diklat. Disamping itu, untuk membangun
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
13
Wawancara
benar-benar menjadi tempat untuk meningkatkan skill, knowledge, attitude. Mengingat komposisi pegawai Kemenkeu, banyak yang berusia muda, kami juga mengarah pada implementasi kegiatan yang responsive gender, misalnya berupa penyediaan kamar untuk peserta diklat yang harus membawa bayi dan ruang laktasi. Disamping itu juga, ke depan kami ingin membangun green building, sehingga BDK menjadi kampus yang nyaman untuk belajar.
widyaiswara agar lebih fokus, akan disusun rumpun widyaiswara, agar mereka tidak menjadi generalis yang harus bisa mengajar semuanya. Dari sisi sarana dan prasarana, kondisinya juga beragam. Ada yang cukup baik, ada yang dibangun tahun 80-an sehingga tidak lagi memenuhi standar diklat saat ini. Kami akan menginventarisasi serta memperbaikinya sesuai dengan kemampuan anggaran. Untuk menambah ruang kelas yang diperlukan, BPPK akan memanfaatkan gedung-gedung milik Kemenkeu yang idle. Kondisi IT juga sudah mulai dipetakan bekerja sama dengan Pusintek. Dari sisi penyelenggaraan diklat, kami mencoba membuat standardisasi, sehingga diklat yang diselenggarakan di berbagai lokasi, pusat maupun balai, punya standar yang sama. Kami berharap diklat diberlakukan sebagai “Kawah Candradimuka”, yang
Apa harapan Ibu akan peran BPPK ke depan? Saya berharap kalau orang menghadapi masalah dalam pengelolaan keuangan negara maka larinya ke BPPK. BPPK sebenarnya punya kapasitas namun perlu packaging, branding, dan marketing. Perguruan tinggi atau lembaga training lainnya paham knowledge namun bisa
jadi kurang dalam tataran implementasi sehingga yang diberikan lebih fokus ke teori. Oleh karena itu, BPPK dalam pengembangan program diklat perlu berkoordinasi dengan unit. Sehingga, kalau orang disuruh menggambar sapi misalnya, pada akhirnya yang tergambar adalah sapi. Kalau orang disuruh menyusun laporan keuangan, pada akhirnya laporan itu ada. Kalau orang disuruh menyusun anggaran, pada akhirnya RKAKLnya ada. Kuncinya ada di kerja sama BPPK dan user. Maka, belajar dari best practices, lihat dan pelajari praktik yang ada secara dalam, lalu kemas dengan baik. Apabila hal ini bisa kita lakukan dengan baik dan mampu memenuhi kebutuhan user, SDM yang dilatih dapat menjadi SDM yang produktif dan menghasilkan kinerja yang lebih baik serta terukur maka BPPK bisa berbangga karena mampu mencetak SDM keuangan negara yang excellent.
Selingan Asah Otak
Ada berapakah angka 8 yang muncul bila kita mengurutkan bilangan bulat antara 1 sampai dengan 100?
8888 JAWABAN KUIS BULETIN KINERJA EDISI XXIII TAHUN 2015
14
Gedung Djuanda I Lantai 5, Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710 Jawaban dapat kami terima paling lambat pada tanggal 5 Juli 2015
Nama Pemenang Buletin Kinerja Edisi Edisi XXIII Tahun 2015
J
I
K
A
M
E
N
I
T
I
S
E
L
A
M
A
B
A
D
A
N
S
E
B
E
R
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
Dapatkan bingkisan menarik bagi 5 pemenang dengan mengirimkan jawaban yang benar beserta identitas (nama, jabatan, unit kerja, alamat) Anda ke
[email protected] dengan subject/perihal email “Jawaban Quiz Buletin Kinerja XXIV” atau dikirim ke Bidang Program dan Kegiatan IV Pushaka d/a:
P
A
N
D
A
I H
B
U
I
T
L
A
H
K
E
A
N
G
(1) Ishaq Azhary Hasibuan, Pelaksana pada Subbagian Pengelolaan Kinerja, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. (2) Imam Sofi’i, Pelaksana Seksi Pengurangan, Keberatan dan Banding IV, Kantor Wilayah DJP Kalimantan Selatan dan Tengah. (3) Agnes Soriani, Pelaksana Biro Umum, Sekretariat Jenderal. (4) Ali Akbar, Pelaksana pada KPPN Jakarta IV. (5) Adina Winanda Putra, Pelaksana pada Pusdiklat Pajak, BPPK. (6) Cucun Handoko, Pelaksana, Pusdiklat Pajak, BPPK.
Potret
FOTO:
R. Aji Setiantoko
Politeknik Keuangan Negara STAN: Pendidikan, Pengabdian, Penelitian TEKS:
Eman Adhi Patra, Rachmad Arijanto
C
hange or nothing, begitulah salah satu tagline dalam acara Rapat Koordinasi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), yang pernah diposting dalam website STAN lima tahun yang lalu. Sudah selayaknya bahwa suatu organisasi harus berubah ke arah yang lebih baik, agar menjadi organisasi yang dinamis dan dapat memberikan manfaat yang besar bagi banyak pihak. Demikian halnya dengan STAN. Salah satu kawah candradimuka Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini, harus selalu berbenah dari waktu ke waktu agar selalu menjadi institusi pendidikan yang dapat dibanggakan tidak hanya oleh internal Kemenkeu namun juga seluruh pemangku kepentingan terkait. Harapannya adalah menjadi Center of Excellence khususnya mengenai Keuangan Negara. Bagaimanakah wujud
komitmen STAN dalam pencapaian visi dan misi organisasi? Upaya perubahan apa saja yang telah dilakukan dan bagaimana rencananya ke depan? Berikut sekilas ulasan Tim buletin kinerja dalam perbincangan dengan Bapak Agus Sunarya selaku Sub Manajer Kinerja STAN di kampus Jurangmangu, Tangerang. Memenuhi harapan Stakeholder Visi STAN adalah “Menjadi lembaga pendidikan yang terdepan dalam menghasilkan SDM Keuangan dan Kekayaan Negara yang amanah, profesional, berintegritas tinggi dan bertanggungjawab. Salah satu tantangan terberat yang harus dihadapi STAN dalam mencapai visi ini adalah bagaimana memenuhi harapan serta dapat memberikan kepuasan kepada stakeholder. Sebagai contoh adalah
bagaimana STAN harus dapat memenuhi permintaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mendidik ribuan calon pegawai DJP. Jika melihat kapasitas yang ada saat ini bukanlah hal mudah untuk memenuhi ketentuan rasio dosen yang ditetapkan oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Apabila dipaksakan, maka kualitasnya tentu tidak akan memuaskan, karena STAN bukan hanya mendidik dari sisi pengetahuan tetapi juga dari pembentukan karakter sehingga dengan jumlah mahasiswa yang banyak dan pengampu tetap yang minim, keinginan tersebut sulit dipenuhi. Tantangan lain yang dihadapi STAN adalah adanya kondisi eksternal yang sangat dinamis yang menyangkut stakeholder STAN. Salah satunya adalah kebutuhan formasi pegawai dari unit pengguna lulusan STAN. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi kebijakan STAN dalam memetakan jumlah penerimaan mahasiswa serta merencanakan kebutuhan tenaga pendidik yang optimal. Di sisi lain, kebijakan moratorium dapat berpotensi menjadi ancaman bagi STAN, mengingat penundaan penerimaan mahasiswa baru memiliki dampak terhadap ijin penyelenggaraan Program Diploma (Prodi) oleh Kemenristekdikti. Mewujudkan Researh Center Keuangan Negara Salah satu upaya yang dilakukan STAN dalam memenuhi harapan stakeholder adalah peningkatan kualitas sumber daya internal. Dari sisi SDM, difokuskan kepada peningkatan kuantitas maupun kualitas pengampu/pengajar. Saat ini
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
15
16
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
Dalam meningkatkan kualitas proses pendidikan, STAN berusaha agar dapat menjadi kampus riset keuangan negara. Agus Sunarya
FOTO:
STAN telah mengantongi ijin untuk menyelenggarakan 10 Prodi dengan jumlah mahasiswa pada tahun 2015 yang berjumlah lebih kurang 8000 orang. Sesuai ketentuan pendidikan tinggi, satu Prodi harus memiliki enam dosen tetap. Oleh karena itu STAN harus memiliki sedikitnya 60 pengajar tetap sebagai pengampu. Ditambah lagi aturan yang menyatakan bahwa rasio antara dosen dengan mahasiswa adalah 1 dosen mengampu 30 mahasiswa, maka dengan kondisi sekarang saja STAN membutuhkan sekitar 200300 dosen (baik tetap maupun tidak tetap). Hal tersebut belum ditambah dengan adanya rencana pembukaan Prodi baru, yaitu Prodi Aktuaria dan Prodi Keuangan Daerah sehingga kebutuhan dosen ke depannya menjadi semakin bertambah. Saat ini, STAN telah memiliki 65 pengajar tetap yang direkrut dari internal Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) dan nantinya akan dijadikan sebagai dosen tetap dalam kelembagaan STAN yang baru. Dari segi kualitas SDM, pengampu diharapkan dapat meningkatkan kualitasnya dengan mengikutsertakan dalam kegiatan capacity building baik melalui training mapun dengan menaikkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, baik dari dalam maupun luar negeri sesuai dengan keahlian yang harus dikembangkan. Dalam meningkatkan kualitas proses pendidikan, STAN berusaha agar dapat menjadi kampus riset (research center) keuangan negara. Idealnya kampus harus berdekatan dengan objek ilmunya. Jika fakultas kedokteran memiliki rumah sakit sebagai tempat riset dan penerapan
R. Aji Setiantoko
Potret
ilmunya, maka STAN akan memiliki kantor-kantor keuangan negara di kampus. Hal ini sesuai dengan misi STAN sebagai tempat Pendidikan, Pengabdian dan Penelitian. Untuk mewujudkan hal tersebut, STAN bekerjasama dengan DJP akan membuat laboratorium pajak dan targetnya tahun ini akan dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Tangerang Selatan yang sekaligus akan berfungsi sebagai Pusat Riset Perpajakan di lingkungan kampus. Menyempurnakan Kelembagaan STAN Dengan adanya ketentuan baru mengenai pendidikan tinggi, maka semua pengelolaan lembaga pendidikan tinggi harus berada di bawah koordinasi Kemenristekdikti. Oleh karena itu, maka STAN sebagai lembaga pendidikan yang saat ini bernaung di Kementerian Keuangan, juga harus bertransformasi menjadi sebuah “Politeknik” yang mengajarkan ilmu terapan. Dengan adanya perubahan status tersebut, maka STAN harus berbenah menjadi sebuah kampus yang sesuai dengan aturan mengenai perguruan tinggi yang baru. Hal ini tentunya tidak sekedar membalikkan telapak tangan. Perlu banyak kesiapan, terutama dalam hal SDM maupun fasilitas lainnya sebagaimana layaknya sebuah perguruan tinggi. Dari segi proses bisnis tidak banyak yang berubah. Setiap Prodi nanti akan memiliki ketuanya
masing-masing. Ke depan struktur organisasi akan menjadi lebih ramping. Meskipun jabatan yang tersedia lebih banyak, namun akan dipegang oleh fungsional sebagai tambahan tugas bagi seorang dosen. Terkait kurikulum, tentu selalu disesuaikan dengan keinginan stakeholder. Secara konten, kurikulum yang ada untuk 10 Prodi tidak berubah secara signifikan. Perubahan kurikulum kemungkinan hanya untuk 1 Prodi yaitu Prodi Pengelolaan Piutang Lelang Negara yang berubah menjadi Prodi Manajemen Aset. Dari sisi SDM, salah satu kendalanya adalah masalah dosen. STAN tidak memiliki pengajar dengan jabatan fungsional “dosen” tetapi yang ada adalah jabatan fungsional “Widyaiswara”. Meskipun secara kompetensi sebenarnya sudah memenuhi, namun secara aturan kedua jabatan tersebut berbeda. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana menarik minat orang-orang yang kompeten untuk menjadi dosen khususnya dari kalangan pegawai Kementerian Keuangan. Hal ini masih menjadi kendala mengingat adanya aturan mengenai dosen yang berlaku sejak 1 April 2015. Namun demikian, berbagai upaya telah dilakukan guna mengatasi kendala tersebut. Kita semua berharap agar ke depannya STAN dapat mewujudkan cita-citanya menjadi center of excellence keuangan negara yang dapat dibanggakan di tanah air kita tercinta. Bravo STAN!
Rujukan
Best Practice Corporate University TEKS:
Agus Dwiatmoko, Arif Setiawan
S
alah satu program transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan adalah mewujudkan suatu corporate university yang akan memasok kebutuhan SDM Kementerian Keuangan. SDM yang dihasilkan diharapkan memiliki spesifikasi kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan Kementerian Keuangan untuk menjalankan tugas dan fungsi dalam mencapai sasaran strategis organisasi. Sebagai mana kita ketahui, Kementerian Keuangan telah memiliki sebuah institusi tempat menggodok calon pegawainya yaitu Sekolah Tinggi Akuntasi Negara (STAN). Dalam konteks pengembangan corporate university sesuai blue print Transformasi Kelembagaan maka STAN diharapkan dapat menjadi cikal bakal corporate university yang dikelola dengan berbasis prinsip-prinsip corporate university sesuai best practice. Untuk mewujudkan corporate university tentu bukan pekerjaan mudah. Salah satu langkah awal yang mesti dilakukan adalah penggalian konsep corporate university itu sendiri dan bagaimana pengalaman institusi dalam mengelola corporate university yang dapat dipertimbangkan sebagai best practice yang dapat menjadi role model. Kajian singkat ini mencoba mengulas apakah yang dimaksud corporate university dan bagaimana best practice-nya.
Pengertian Corporate University Corporate University adalah entitas pendidikan yang merupakan alat strategis yang dirancang untuk membantu organisasi induk dalam mencapai misinya dengan menyelenggarakan kegiatan pembelajaran, pengetahuan, dan kebijaksanaan bagi individu dan organisasi (Mark Allen, Pepperdine University). Corporate university pertama kali didirikan pada akhir tahun 1980 untuk meningkatkan pelatihan yang ada pada badan pelatihan. Pendekatan baru tersebut didesain untuk menyelaraskan program pelatihan perusahaan dengan visi, misi dan strategi organisasi serta untuk dapat terus bersaing di dunia bisnis yang semakin kompetitif. Perbedaan utama antara corporate university dengan training center dan universitas tradisional adalah corporate university dirancang untuk selaras dengan visi, misi, dan inisiatif strategis perusahaan. Sedangkan training center tradisional cenderung menyusun program pelatihan berdasarkan kebutuhan program yang memiliki permintaan tinggi dan universitas tradisional memberikan pembelajaran secara umum berdasarkan penelitian-penelitian ilmiah. Selain itu Corporate university memiliki fungsi yang lebih komprehensif yang mencakup integrasi pengembangan SDM sebagai individu dalam organisasi, mempertahankan
dan mempromosikan karyawan yang berprestasi dan berkinerja tinggi dan juga memfasilitasi pembelajaran organisasi untuk mempertahankan keunggulan kompetitif perusahaan tersebut. Corporate university semakin popular dikarenakan dua alasan yaitu perusahaan mendapatkan keuntungan dari program pelatihan pada semua level yang didesain khusus sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan lulusan perguruan tinggi tradisional tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan berdasarkan kebutuhan perusahaan khususnya untuk posisi pimpinan. Menurut Doug Guthrie dalam tulisannya di majalah Forbes, banyak perusahaan yang menciptakan universitas internal karena banyak perusahaan merasa sekolah bisnis telah gagal melatih para manajer dan pimpinan yang dibutuhkan perusahaan. Perkembangan Corporate University Corporate University mengalami transformasi subtansi yang cukup besar sejak General Electric (GE) memperkenalkan untuk pertama kali Crotonville sebagai pusat Kepemimpinan GE pada tahun 50-an. Pada awalnya, Crotonville hanya ditujukan untuk mendidik para manajer GE karena dianggap lebih murah dibandingkan dengan mengirim para manajer untuk belajar pada jalur pendidikan tradisional. Seiring berjalannya waktu, Crotonville berkembang menjadi Corporate University yang mendunia dan melayani tidak hanya pegawai GE tetapi juga para konsumen, vendor, dan mitra bisnis GE. Keberhasilan GE mendominasi dunia pada bidangnya karena didukung
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
17
Rujukan
CORPORATE UNIVERSITY HISTORY SUMBER:
www.cuenterprise.com
dengan keberadaan Crotonville. Semakin banyak perusahaan yang menyadari corporate university merupakan wahana pengembangan sumber daya manusia yang lebih efisien dan efektif terinspirasi dari keberhasilan GE. Hal ini sudah terlihat dari peningkatan jumlah corporate university yang ada di dunia. Pada tahun 1993 jumlah corporate university baru ada pada 400 perusahaan. Jumlah tersebut meningkat drastis pada tahun 2001 mencapai 2000. Beberapa perusahaan besar internasional yang ikut berlombalomba mendirikan corporate university antara lain Hamburger University yang didirikan oleh McDonald’s Corporation tahun 1961, Motorola University, Trump University, MillerCoor University, Microsoft, HP, Boeing Company, dan sebagainya. Sementara untuk perusahaan besar di Indonesia yang memiliki corporate university antara lain Pertamina, Garuda, dan Telkom. Kunci Sukses Corporate University Terdapat beberapa elemen utama yang merupakan kunci sukses dalam pengelolaan corporate university. Pertama
18
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
leadership dalam artian mendapatkan dukungan kuat dari jajaran manajerial dan juga setiap individu yang diikuti dengan pengalokasian anggaran yang cukup. Kedua, setiap pelajar disiapkan program pembelajaran yang jelas dan terhubung dengan pengembangan personal dan karier. Ketiga, kurikulum yang dikembangkan dengan kuat dimana setiap program training baru terintegrasi dan saling berkontribusi. Keempat, terdapat unit pendukung terhadap pengembangan kurikulum dan program. Unit ini bertanggungjawab agar kurikulum selalu sesuai dengan dinamika kebutuhan organisasi. Kelima, kampus yang memiliki pengajar baik full time dosen internal, internal mentor, maupun dosen-dosen eksternal. Keenam, memiliki aliansi strategis baik dengan universitas tradisional dan penyedia teknologi untuk dapat berkolaborasi dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan. Tujuh, proses pembelajaran dengan dukungan teknologi termasuk sistem informasi yang memungkinkan pembelajaran model jarak jauh. Delapan,
infrastruktur yang menciptakan lingkungan yang nyaman dan segar untuk mendukung proses belajar (Thompson, Reuters, 2012) Pertamina Corporate University Pada tahun 2012 Pertamina memulai langkah baru dalam pengembangan SDM di Pertamina dengan membentuk Pertamina Corporate University (PCU) sebagai pengembangan dari konsep sebelumnya yang bernama Pertamina Learning Center (PLC). PCU yang diresmikan pada 7 Desember 2012 menjalankan kegiatan pengembangan SDM sesuai dengan kebutuhan bisnis Pertamina (seperti gap keahlian kunci) dan konteks bisnis terkait (seperti teknologi dan situasi di lapangan). Proses transformasi PLC menjadi PCU dilakukan dengan mengkonversikan fasilitas pembelajaran PLC dengan menerapkan teknologi pembelajaran yang termaju. Kemudian dilanjutkan dengan meluncurkan 3 akademi bisnis percontohan, yaitu Efisiensi Energi untuk Pengolahan, Manajemen Reservoir untuk Hulu, dan Keahlian Penjualan B2B untuk Pemasaran dan Perdagangan. Selain itu salah satu hal yang menarik dalam proses transformasi pembentukan corporate university ini adalah penugasan Dewan Direksi untuk menjadi Dekan Akademisi Bisnis dan membangun Dewan Penyelia Internasional (International Advisory Council). Penugasan tersebut menunjukkan komitmen dan dukungan yang kuat dari level pimpinan tertinggi yang akan menjadi kunci sukses pembentukan corporate university.
Lensa Peristiwa
Sharing of Knowledge and Best Practices on Strategy Focused Organization, Kementerian Luar Negeri, 20 Januari 2015. FOTO: Dok. Biro KLI
Penandatanganan Kontrak Kinerja Kemenkeu-Wide dan Kemenkeu-One Tahun 2015, Gedung Djuanda, 26 Januari 2015. FOTO: Dok. Biro KLI
DTU Pengelolaan Kinerja Angkatan I, Pusdiklat Keuangan Umum, 9 s.d. 13 Maret 2015. FOTO: Annisa Fitria
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
19
Kata Mereka
Politeknik Keuangan Negara STAN
STAN
terus melakukan perubahan kelembagaan. Selain untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku juga untuk mewujudkan corporate university, sehingga pengelolaan pendidikan menjadi lebih optimal. Salah satu langkah dari perubahan tersebut adalah menjadikan STAN, yang berbentuk sekolah tinggi menjadi politeknik. Bentuk politeknik merupakan opsi yang dipandang paling realistis dan sesuai dengan orientasi pendidikan pada vokasi (terapan). Perubahan bentuk perguruan tinggi menjadi politeknik nantinya juga akan diikuti dengan perubahan struktur kelembagaan, layanan, dan termasuk kebijakan SDMnya. Di sinilah ada peluang sekaligus tantangan bagi pegawai STAN. Peluang untuk memberikan kontribusi yang lebih baik kepada lembaga, baik sebagai tenaga akademik (dosen) maupun tenaga non akademik. Tantangannya adalah perubahan tersebut tentu mensyaratkan kualifikasi tertentu yang semakin ketat dan kompetitif. Kami siap menyongsong perubahan untuk menjadi lebih baik.
RAME PRIYANTO Pelaksana STAN
20
Buletin Kinerja - Edisi XXIV/2015
S
ebagai MAHASISWA, saya mendukung perubahan status STAN menjadi politeknik. STAN akan memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan jenjang pendidikan hingga S3 sehingga akan lebih mampu menyelenggarakan pendidikan yang bersifat khusus (keuangan negara) pada jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, status STAN lebih diakui oleh Dikti. Secara konsep, status politeknik merupakan perubahan yang lebih baik. Tentunya, perubahan membutuhkan konsekuensi. Tantangan yang dihadapi STAN akan menjadi lebih besar ke depannya. STAN harus memiliki SDM yang mumpuni dan juga mampu menghasilkan SDM yang makin dapat dihandalkan. Sarana dan prasarana juga harus ditingkatkan. Perpustakaan misalnya, digital library diperlukan untuk mendukung kegiatan akademis mahasiswa. Yang tak kalah pentingnya adalah memupuk sinergi yang makin erat antara kampus dan mahasiswa. Tak lupa tersemat harap semoga STAN menjadi institusi pendidikan terdepan yang tak hanya memberikan kontribusi kepada Kemenkeu tetapi juga mampu menorehkan prestasi di tingkat nasional dan internasional.
MONIKA YULANDO PUTRI
D-IV Akuntansi Reguler angkatan 2013
P
ERUBAHAN tidak mengenal kata terlambat, mungkin itulah pendapat saya apabila ditanya tentang bagaimana pandangan saya dengan berubahnya STAN menjadi politeknik. STAN sangat erat dengan image perguruan tinggi kedinasan yang notabene “ketat” dengan sistem perkuliahannya dan penuh survival alias “apabila tidak mencapai Indeks Prestasi (IP) minimal, pasti anda saya DO”. Perubahan ini mungkin menjadi berita gembira bagi pihak-pihak yang menginginkan STAN memiliki image lebih “lembut” dan lebih “berkelas”. Saat ini kondisi STAN menurut saya masih perlu perbaikan di banyak lini, baik dari segi pelayanan kesekretariatan maupun kegiatan perkuliahan. Cukup banyak kegiatan akademis yang tertunda dikarenakan beberapa hal seperti masih kurangnya ruang kelas atau sibuknya beberapa dosen yang masih terikat dengan jabatan strukturalnya. Akibatnya, beberapa jadwal harus direschedule dan menumpuknya kegiatan perkuliahan pada akhir semester. Oleh karena itu, saya berharap, berubahnya STAN menjadi politeknik akan lebih menyempurnakan pelayanan bagi para mahasiswa dan kegiatan akademis, meningkatkan kualitas infrastruktur pendukung kegiatan perkuliahan, perbaikan sistem perkuliahan, maupun meningkatkan kualitas dosen dan widyaiswara yang sudah tinggi menjadi lebih tinggi lagi.
ALFAN ABRORUL SOFYAN Pelaksana Pushaka