BERPAKAIAN MASA KINI DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN PROPOSAL DISERTASI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Doktor Dalam Konsentrasi Ilmu al-Quran dan Tafsir
Oleh : M. Mukhid Mashuri
KONSENTRASI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2015
BERPAKAIAN MASA KINI DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN
Fakta telah terbukti, Banyak kaum hawa dilecehkan oleh kaum adam karena cara berpakaian yang tidak wajar. Perempuan menjadi mitra laki-laki pada setiap aktivitas kemanusiaan, di seluruh kemampuan jiwa dan raga serta dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan dan pemikiran. Inilah salah satu bagian dari kerja sama antar mereka. Kemudian perempuan dibedakan dari laki-laki dengan pemberian fenomena kefiminiman serta unsur pesona, yang dijadikan Allah sebagai jalan kebahagiaan di antara mereka (laki-laki dan perempuan). Sudah menjadi rahasia umum, bahwa tempat kembali kebahagiaan dan stimulasi ini adalah naluri yang ditiupkan pada tabiat mereka, bukan pada bagian kerja sama yang mengumpulkan mereka dalam pemikiran dan semangat untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas sosial, keilmuan dan kebudayaan. Jadi, laki-laki menerima perempuan sebagai mitra tolong-menolong pada bidang pemikiran dan pergerakan untuk membangun masyarakat serta peradaban, dan secara naluriah laki-laki menemukan hal-hal menarik dari kefeminiman dan kesempurnaan yang dititipkan pada perempuan. Mari kita memperhatikan sejenak, dengan segala kemudahan kita akan menemukan, di sini tentu terdapat syarat yang harus dipenuhi ketika terjadi pertemuan-pertemuan antara laki-laki dan perempuan untuk tolongmenolong dalam konteks pembangunan manusia, masyarakat dan peradaban.
Sebagaimana adanya keharusan syarat, tidak menimbulkan fitnah antara kedua belah pihak, dan tidak menghilangkan kesucian dan kehormatan dalam interaksi sosial mereka dalam Islam berhubungan dengan perempuan1 dan cara berpakaian dengan benar, yakni bagian tubuh manusia yang harus ditutup serta dijaga karena perintah Allah SWT. Aurat dianggap sebagai aib, oleh karena itu orang yang mempertontonkan auratnya berdosa kepada Allah. Hanya saja, bagian tubuh manakah yang menjadi bagian aurat, yang kalau dipertontonkan menyebabkan dosa, inilah yang dipersoalkan oleh peneliti. Masalah pemakaian busana, yang dari waktu kewaktu semakin pesat berkembang dan menyebar ke berbagai kalangan, dalam beberapa hal masih perlu dijernihkan, dalam arti diolah agar sesuai dengan tuntunan syari’at Islam yang merujuk kepada dalil naqli> (Al-Qur’a>n dan Al-Hadi>th yang sah}i>h) dan dalil aqli> berupa alasan-alasan yang logis dan argumentatif. Beberapa ulama menafsirkan sebuah firman Allah surat al-Ahza>b ayat 59, yang artinya, “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anakanak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
1
Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, Perempuan Dalam Pandangan Hukum Barat dan Islam (Yogyakarta: Suluh Press, 2005), 175.
Menurut Ibnu Al-Jawzi> dalam bukunya Zad al-Masir sebagai kutipan Muhammad ‘Ali> al-S{a>bu>ni> mengartikan kutipan ayat yang bergaris bawah di atas sebagai kewajiban wanita beriman untuk menutup kepala dan wajahnya agar dapat dikenali sebagai wanita merdeka.2 Abu> Hayyan dalam bukunya
al-Bah}r al-Muh{i>t} sebagai kutipan ‘Ali> al-S{a>bu>ni> mengartikan ayat di atas sebagai kewajiban menutup seluruh anggota tubunya, termasuk wajah, karena memperlihatkan wajah wanita merupakan tradisi jahiliyah. Beda halnya Abu> Bakr al-Ra>zi>, ayat di atas diartikan sebagai perintah kepada wanita muslimah yang masih muda untuk menutup wajahnya dari pandangan laki-laki lain agar selamat dari incaran laki-laki yang tidak bertanggung jawab.3 Abu> Su’u>d dalam tafsirnya (Tafsir Abi> Su’u>d ala H{ashiyah al-Ra>zi>) dan Jala>l al-Di>n al-Suyu>ti>} dalam tafsirnya (Tafsir al-Jala>lain) menegaskan wanita-wanita muslimah hendaknya menutup kepala dan wajahnya dengan jilbab selain mata, agar dapat dikenali dan dibedakan wanita muslimah merdeka (h}ara>’ir) dari wanita muslimah budak (ima>’).4 Kalau dicermati, keberagaman dan corak penafsiran sebagaimana terukir dalam karya-karya para mufassirin di atas, mereka menunjuk kepada penggunaan bahasa sebagai wacana interpretatif, karena al-Qur’a>n sebagai sumber ajaran Islam, kitab
yang
menempati
posisi
sentral
dalam
perkembangan
dan
pengembangan ilmu-ilmu keislaman sebagai pemandu gerakan-gerakan umat
2
Muh{ammad ‘Ali> al-S{a>bu>ni>, Rawa>i’i al-Baya>n Tafsi>r A
m min al-Qur’a>n, Juz II, (Jakarta: Da>r al-Kutub al-Islamiyah, 2001), 310. 3 Ibid. 4 Ibid.
Islam sepanjang sejarahnya. Tidak mengherankan bila kaum muslimin bersemangat mempelajari al-Qur’a>n, sejak kitab suci ini diturunkan hingga sekarang dan masa-masa mendatang sejalan dengan dinamika dan gerak evolusioner pemikiran umat Islam. Jika demikian halnya, maka pemahaman terhadap ayat-ayat alQur’a>n melalui penafsiran-penafsirannya mempunyai peran yang urgen bagi maju mundurnya umat, sekaligus hasil penafsiran itu akan menjadi cermin dan pemicu bagi para mufassir yang muncul belakangan. Dalam
metode
menafsirkan
al-Qur’a>n,
Ibn
Jari>r
al-T{abari>
menafsirkan ayat al-Qur’a>n dengan berdasarkan pada pendapat para Sahabat dan Tabi’in yang diriwayatkan dengan sanad lengkap, yakni tafsi>r bi al -
ma’thu>r. Ia memaparkan segala riwayat yang berkenaan dengan ayat, namun tidak hanya sekedar mengemukakannya semata, melainkan ia juga membandingkan pendapat-pendapat (riwayat-riwayat) tersebut satu dengan yang lain, lalu mentarjihkan salah satunya. Terkadang pula ia mengkritik sanad, tak ubahnya seperti kritikus sanad yang berpengalaman. Menetapkan sebagai orang tercela perawi yang lain yang cacat dan menolak riwayat yang tidak dijamin kesah}i>hannya.5
Ibn Jari>r al-T{abari> adalah salah satu ulama’ tafsir yang menaruh perhatian besar terhadap masalah qira>’at dan menghubungkan masingmasing qira>’at dengan menyebutkan bermacam-macam qira>’at dan menghubungkan masing-masing qira>’at dengan makna-makna yang berbeda. 5
Manna’ Kha>li>l al-Qat}t}a>n, Maba>h}ith fi Ulu>m al-Qur’a>n, terj. Muzakir As, (Jakarta: Pustaka lentera Antar Nusa, 2004) 502-503.
Dikatakan, bahwa ia telah menulis sebuah karangan khusus mengenai
qira>’at. Sekalipun meriwayatkan berita-berita yang diambil dari kisah isra’illiyat tetapi berita-berita itu ia susun dengan pembahasan dan kritikan.6 Ibn Jari>r al-T{abari> juga sangat memperhatikan penggunaan bahasa Arab sebagai pegangan, di samping riwayat-riwayat hadi>th yang dinukil, berpedoman pada sya’ir-sya’ir Arab kuno, memperhatikan mazhab-mazhab ilmu nahwu dan berpijak pada penggunaan bahasa Arab yang telah dikenal luas. Kecuali itu ia, sebagai Mujtahid, juga banyak membicarakan hukum fiqh, maka ia sebutkan berbagai pendapat para ulama’ dan mazhabnya kemudian ia menyatakan pendapat sendiri sebagai pendapat yang kuat.7 Sebagai seorang mujtahid al-T{abari> banyak membicarakan hukum fiqh, maka ia menyebutkan berbagai pendapat para ulama dan mazhabnya. Kemudian ia menyatakan pendapat sendiri sebagai pendapat yang dipilihnya dan dipandang kuat. Adakalanya ia mengetengahkan masalah akidah dan mendiskusikannya dengan cermat. Dalam hal ini ia sering menyanggah pendapat beberapa golongan dan mazhab ahli kalam serta menyokong mazhab al-Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah.8 Sedangkan tafsir Rawa>i’i al-Baya>n merupakan satu diantara karya
‘Ali> al-S}a>bu>ni> yang memiliki keistimewaan dalam hal menetapkan peristiwa keislaman dalam kandungan ayat-ayat ah}ka>m serta menyanggah tuduhan sementara musuh Islam dalam tulisan mereka yang melewati batas, karena 6
Ibid. 503. Ibid. 8 Ibid. 7
mereka telah mengecam pribadi Rasulullah SAW. yang berpoligami. Dalam bab perkawinan Nabi SAW.; disini ‘Ali> al-S}a>bu>ni> telah menerangkan hikmah disyari’atkan poligami dengan dasar yang rasional dan logis dengan ditinjau dari pelbagai seginya. Dalam hal ini ia juga membahas masalah hijab bagi wanita muslim dalam kitab Rawa>i’i al-Baya>n pada juz II, yaitu ia telah menolak pendapat orang yang memperkenankan wanita membuka wajah dan kedua telapak tangannya terhadap orang lain (yang membuka mahramnya) dengan alasan, karena wajah telapak tangan tidak termasuk aurat, lalu menampilkan pembahasannya tentang mafsadah pergaulan bebas antara dua jenis insan yang berbeda, yang oleh masyarakat Eropa dipandang baik, serta menerangkan
kebenaran
faham
yang
melarangnya.
Kemudian
ia
membicarakan tentang lukisan dan patung dengan menampilkan pandangan ahli-ahli tafsir
yang
mu’tamad dan menyebutkan dalil-dalil yang
mengharamkannya serta sebab diharamkannya, kecuali gambar atau lukisan pemandangan alam yang tidak mempunyai roh dan menjelaskan adanya kekaburan pemandangan hukum syar’i yang sebenarnya. Dalam masalah ini,
‘Ali> al-S}a>bu>ni> benar-benar telah membicarakan dengan gamblang, tuntas, jauh dari kekaburan dan tidak mungkin dicela, agar menjadi kokohlah peristiwa-peristiwa ke Islaman yang sebenarnya dan wajib dijadikan pegangan oleh setiap muslim yang bangga dengan keislamannya, demi
ittiba>’ atas apa yang dibawa oleh nabi Muh}ammad SAW.9
9
Mu’ammal Hamidy, Imron A. Mannan. Terjemahan Tafsi>r Am al-S{a>bu>ni>, Jilid I (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997), xiii - xiv
A. Batasan Masalah Agar pembahasan menjadi jelas dan terarah, maka penulis memandang perlu untuk memberikan batasan masalah. Hal ini untuk memudahkan pembatasan dari pemahaman agar tidak meluas dan tidak menyimpang jauh dari pokok permasalahan, maka penelitian ini dibatasi hanya pada persoalan cara berpakaian perempuan dalam perspektif AlQur’an, dengan berbagai alasan semua penafsir pada permasalahan tersebut.
B. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana berpakaian masa kini dalam perpekstif Al-Qur’an? 2. Bagaimana pandangan ulama tafsir tentang berpakaian masa kini?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dalam proposal disertasi ini, sebagaimana telah dikemukakan dalam rumusan masalah di atas, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui berpakaian masa kini dalam perpekstif Al-Qur’an? 2. Untuk Mengetahui pandangan ulama tafsir tentang berpakaian masa kini?
D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun praktis, sebagai berikut: 1. Kegunaan teoritis a. Sebagai sumbangan penting pada dunia ilmu pengetahuan dalam memperluas kajian ilmu kependidikan Islam, terutama masalah yang berkaitan dengan berpakaian masa kini dalam perspektif al-Qur’an. b. Memberikan sumbangan penting dan memperluas kajian ilmu kependidikan Islam yang menyangkut kependidikan Islam, terutama mengenai cara berpakaian yang benar dalam perspektif al-Qur’an. c. Menambah konsep baru yang dapat dijadikan bahan rujukan penelitian lebih lanjut bagi pengembangan ilmu keguruan dan profesi guru agama Islam, sehingga dapat memajukan dan mengembangkan konsep pendidikan Islam yang lebih memudahkan dalam mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal, terutama pemahaman terhadap
kaum perempuan bagaimana cara berpakaian dengan benar sesuai dengan al-Qur’a>n. 2. Kegunaan praktis a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pikiran sekolah, keluarga dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas cara berpakaian dengan benar, mengingat pada zaman modern saat ini semua terpenuhi, yang menjadikan fitnah lebih besar. b. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan praktis mengenai langkah-langkah membentuk dan mendidik anak menjadi insan yang baik dalam hal cara berpakaian yang sesuai dengan al-Qur’a>n.
E. Penelitian Terdahulu Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh penulis terhadap penelitian yang sama dengan penelitian ini pada studi terdahulu belum penulis temukan masalah berpakaian masa kini dalam perspekstif al-Qur’an. Pada penelitian ini dibahas tentang bagaimana cara berpakaian masa kini. Menjadi menarik peneliti membahas masalah ini, dikarenakan melibatkan pandangan semua ulama’ tafsir mutaqaddimi> dan mutaakhiri>n yang mengharuskan berpakaian masa kini dengan menutup aurat lebih dimaksimalkan, mengingat zaman serba modern saat ini kemungkinan besar fitnah berdampak lebih besar dibandingkan zaman dahulu.
Menurut peneliti, dapat disimpulkan bahwa masih belum ada kajian yang membahas tentang berpakaian masa kini dalam perspektif Al-Qur’an secara menyeluruh yang melibatkan semua ulama’ tafsir. Jadi atas dasar inilah peneliti memposisikan diri untuk mengkaji penelitian ini.
F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah kepustakaan (Library Research).10 Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk menggali pemikiran seseorang ataupun
pandangan
kelompok
tentang
sesuatu11
melalui
data-data
kepustakaan yang representatif dan relevan dengan obyek penelitian ini berupa catatan, transkrip, buku12 yang meliputi ayat-ayat al-Quran, hadis, pendapat para ulama, sejarah, kaidah-kaidah bahasa dan sebagainya.13 Datadata yang diperoleh dalam penelitian ini adalah segala data yang terkait dengan tema. Kemudian untuk menggali dan menjelaskan kandungan yang tedapat dalam al-Quran akan digunakan metode Tah}lili yang akan mengupas maknanya dari berbagai aspeknya. 10
Suryadilaga, Metodologi Ilmu Tafsir, 153.
11
Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996),
94. 12
Suharsimi Arikunto, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 19. 13
Abdul Mu’in Salim, Metode Penelitian Tafsir (ujung Pandang: IAIN Alaluddin 1994), 8.
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan ( library
research ) bukan penelitian lapangan (field research). Oleh karena itu sumbersumber datanya berasal dari bahan-bahan tertulis, yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini. 1. Sumber data Sumber data yang akan dihimpun merupakan data-data kepustakaan yang representatif dan relevan dengan obyek studi ini yang terdiri dari data primer dan sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini adalah Al-Quran, Sedangkan sumber sekunder sebagai pelengkap antara lain, sebagai berikut : a. Tafsir al-Muni>r al-'Aqidah wa al-Shari>'at wa al-Manhaj karya Wahbah alZuhaily. b. Tafsir Jami‘ al-Baya>n fi Tafsir al-Quran karya al-T{abari. c. Tafsir al-Azha>r karya Hamka. d. Tafsir al-Maraghi karya Ahmad Mustafa al-Maraghi. e. Tafsir al-Mizan fi Tafsir al-Quran karya Muhammad Husain alT{abat}aba’i. f. Tafsir al-Kabi>r au Fawati>h al-Ghaib karya Fahruddin al-Razi. g. Tafsir Jami>’ al-Ahka>m Al-Quran karya al-Qurtubi. h. Tafsir al-Quran al-Adzi>m karya Abu al-Fida Ismail Ibnu Katsir. i. Tafsir fi Z{ila>l al-Quran karya Sayyid al-Qutb. j. Dan referensi lain yang mendukung.
2. Tehnik Analisa Data Tehnik analisis data tafsir merupakan suatu cara memahami kandungan al-Quran dengan menelaah dan menguraikan ayat-ayat al-Quran hingga diperoleh suatu kesimpulan.14 Karena pendekatan yang digunakan memakai metode deskriptif-analitis, yakni penelitian dengan memaparkan data-data yang diperoleh dari kepustakaan,15 maka akan dideskripsikan masalah mengenai berpakaian masa kini dalam perspektif al-Quran dan masalah yang berhubungan dengan itu, sehingga persoalannya dapat diketahui lebih jelas dan lebih valid. Setelah itu, data-data yang berkaitan dengan masalah tersebut diperiksa dan di analisa dengan melibatkan penafsiran dari beberapa orang mufassir dengan berbagai aspeknya, sehingga akan diperoleh pengertian yang tepat dan dapat dipahami secara keseluruhan yang pada akhirnya menghasilkan suatu kesimpulan.
G. Out Line 1. BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah b. Batasan Masalah c. Rumusan Masalah d. Tujuan Penelitian e. Kegunaan Penelitian 14 15
Suryadilaga, Metodologi Ilmu Tafsi, 76.
Ibnu Hajar, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif Dalam Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), 274.
f. Metodologi Penelitian g. Out line 2. BAB II
PAKAIAN
a. Pengertian Berpakaian dalam Al-Qur’an b. Sejarah Tradisi Berpakaian c. Dasar-dasar Berpakaian Masa Kini d. Tujuan dan Hikmah Berpakaian dengan Benar 3. BAB III
BERPAKAIAN MASA KINI DALAM AL-QURAN DAN
PENAFSIRAN AYAT AL-QURAN a. Berpakaian Masa Kini dalam al-Quran b. Penafsiran Surat al-Quran 1) Surat al-‘Araf ayat 26, 27, 28, 29 dan 33 2) Surat Al- Nu>r ayat 30 dan 31 3) surat Al- Ah}za>b ayat 33, 53 dan 59 4. BAB IV
ANALISA BERPAKAIAN DALAM BERSPEKTIF AL-QUR’AN
a. Cara Berpakaian Sesuai dengan al-Quran. b. Pendapat Para Mufassir Tentang Berpakaian. 5. PENUTUP a. Kesimpulan b. Saran-saran 6. DAFTAR PUSTAKA