BERLAYAR MENUNTUT ILMU BERSELANCAR MENGUMPULKAN ILMU1 ir. Mahatmanto, MT.2
Belajar dari Sejarah Gereja, khususnya di masa Abad Pertengahan dan Reformasi di Eropa, saya sadar bahwa perubahan modus komunikasi pasti akan membawa serta perubahan bagaimana pengetahuan dihimpun dan didistribusikan. Penemuan tulisan, lalu kemudian penemuan mesin cetak dan buku telah membongkar relasirelasi antar manusia dan mengintegrasikannya kembali secara baru, termasuk relasi antara orang yang mau belajar dengan pengajarnya. Bila pada masa lalu para guru dikejar oleh pelajar untuk dimintai ilmu, maka setelah munculnya buku kewibawaan dan kewenangan itu bergeser ke lembaran-lembaran bertulis dan bergambar itu. Saya sudah memulai menggunakan kuliah dengan modus web untuk matakuliah Perkembangan Arsitektur atau Sejarah Arsitektur, waktu itu tahun 1996. Dengan kemampuan otak-atik html dan tentu saja dengan bantuan dari staff Puspindika3 situs itu dengan resmi saya beri nama "bale". Nama yang merujuk pada suatu tempat berhimpunnya anggota komunitas untuk membicarakan hal-hal yang perlu diketahui bersama. Paparan berikut ini hanyalah sebagian dari ingatan yang bisa saya sampaikan yang pada intinya hanyalah berupa ajakan untuk memperbaiki Proses Belajar-Mengajar kita agar lebih relevan dengan kebutuhan mahasiswa.
1
Disampaikan dalam Sarasehan New Lifestyle: Mobile Access Menjelajah Dunia melalui laptop, 17 April 2008 di Kampus Universitas Kristen Duta Wacana 2 Pengajar di Program Studi Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana http://mahatmanto.ukdw.ac.id 3 Beberapa kali berganti person, yang pertama adalah mas Hendra dan sekarang mas Haryo
1
MENGAPA SAYA MEMERLUKAN KULIAH DENGAN WEB? Mula-mula karena tekanan kurikulum yang menginginkan mata kuliah sejarah hanya diberikan 6 sks, alias 3x dengan masing-masing berbobot 2 sks. Sementara itu, bahan
yang
harus
disampaikan
banyak
sekali.
Berikutnya,
mata
kuliah
Perkembangan Arsitektur adalah salah satu mata kuliah yang paling tidak diminati mahasiswa. Dalam pertemuan antar Ketua Jurusan dan Program Studi Arsitektur seluruh Indonesia di Universitas Indonesia 1994, pernah dinyatakan hal ini dan rekomendasinya adalah agar pengajar menyajikan mata kuliah ini seatraktif mungkin. Bisa dengan membuat subjek studinya relevan dengan lokalitas Perguruan Tinggi setempat, bisa pula dibuat agar isinya gayut dengan tugas-tugas Studio Perancangan yang adalah mata kuliah pokok di semua perguruan Arsitektur. Salah satu yang saya lihat mengapa mata kuliah ini tidak menarik adalah relevansi mata kuliah ini dengan kebutuhan mahasiswa. Ini ada hubungannya dengan kurikulum dan dengan mekanisme Belajar-Mengajar yang dipilih oleh suatu Perguruan Tinggi. Mengenai hal terakhir tadi, pada hemat saya, kuliah tidak boleh lagi berupa penggelontoran pengetahuan kepada mahasiswa, atau transfer pengetahuan dari Dosen yang dianggap sebagai sumber dan Mahasiswa yang menerima alirannya. Saya tidak bisa memaksa mahasiswa asal Flores atau Timor Leste untuk memelajari
2
berbagai jenis atap joglo Jawa -yang setelah dihapal dan diketahui- tidak bisa diterapkan di tempatnya sana. Demikian pula dengan berbagai seluk beluk Arsitektur Gerika, Mesir, Mesopotamia atau mana lagi yang terlalu jauh secara waktu mau pun tempat, bagi mahasiswa arsitektur di Duta Wacana masa kini. Volume kepala kita tidak perlu menyimpan segenap khasanah pengetahuan sebanyak itu, karena toh tidak semua bisa dipakai. Akan lebih baik bila kita mempersiapkan mahasiswa untuk bisa mengambil keputusan kemana mencari bahan-bahan itu. Artinya, yang kita butuhkan adalah adanya jaringan sesumber tadi dan mekanisme melacak atau menemukannya kembali. Perpustakaan yang koleksinya relevan, dosen yang siap sedia dihubungi dan sarana komunikasi yang menjamin kelancaran distribusi pengetahuan di antara mahasiswa dan dosennya. Dalam skema ini dosen bukanlah sumber pengetahuan, tapi rekan perjalanan yang bisa memberi petunjuk bagi arah yang harus ditempuh mahasiswa dalam mencari bahan-bahan, menyusun argumen, serta membangun pengetahuannya sendiri. Untuk itu ia –Dosen- harus mudah dihubungi, demikian pula perpustakaan harus siap sedia dan jaringan sarana komunikasi pun harus siap sedia melayani penggalian dan penyebaran pengetahuan yang diproduksi di mata kuliah-mata kuliah tadi. Dengan demikian maka persoalannya adalah: Pertama, bagaimana menyampaikan bahan yang banyak itu secara atraktif, ringkas dan punya relevansi atau mengarah pada kebutuhan mahasiswa. Kedua, bagaimana menempatkan posisi Dosen dalam jaringan penggalian ilmu bersama-sama, dan bagaimana membangun jaringan kerja sama antara Perpustakaan, pengelola sarana informasi dan mahasiswanya sendiri. Ketika saya memulai perkuliahan dengan web, internet memang sedang naik daun, sehingga atraktif bagi banyak orang, termasuk juga mahasiswa. Orang bisa berlama-lama untuk chatting atau menulis email dan mendistribusikan foto di sana. Bila keakraban dengan sarana komunikasi ini sudah dibangun, agak mudah bagi kita untuk menggeser subjectnya, dari hal yang remeh menjadi hal yang punya kontribusi dalam pembangunan pengetahuan. Berbahagialah bahwa Rektorat memberi lampu hijau bagi pengembangan sarana komunikasi
ini
sehingga
pada
masa
sekarang
sudah
banyak
dosen
yang
menggunakan sarana ini [web] untuk kuliah-kuliahnya.
3
MENYIAPKAN PRASARANA Prasarana terpenting adalah membangun situs kuliah beserta mailinglistnya, membangun situs/blog pribadi dosen, dan meminta semua mahasiswa memiliki email yang aktif digunakan untuk berkomunikasi. Ini semua dengan anggapan bahwa mahasiswa sudah otomatis mendapatkan account email ketika masuk ke UKDW, dan Laboratorium Komputer selalu buka untuk melayani
kebutuhan
mahasiswa ini. Demikian pula dengan perpustakaannya. Namun, akan lebih produktif bila mahasiswa bisa membawa sendiri sarana komputer yang bisa untuk masuk ke web sehingga dia lebih bebas memutuskan kapan berselancar, menyimpan, membuat catatan dan mendistribusikannya di antara rekan mahasiswa. Situs perkuliahan untuk mata kuliah Perkembangan Arsitektur itu mula-mula sangat bersahaja organisasinya. Hanya berisi bahan kuliah yang berurutan dari pertemuan pertama hingga terakhir, di mana pada masing-masing lembarnya disertakan links yang menuju ke situs lain atau ke gambar-gambar/foto yang relevan. Untuk ini Puspindika sudah sangat membantu. Tiap mata kuliah sudah diberi alokasi space di server ukdw.ac.id yang longgar [karena masih baru, trafiic masih lancar maka alokasi space besarnya tadi nyaris tanpa batas]. Namun demikian, perlulah bagi dosen untuk punya account situs di luar ukdw.ac.id yang bisa digunakan untuk menyimpan file ukuran besar [foto, e-book, gambar-gambar konstruksi] agar
4
meringankan beban traffic yang masuk dan keluar server kita. Puspindika juga sudah menyediakan aplikasi yang mudah untuk uploading dan file management bagi semua file yang berkaitan dengan mata kuliah kita, yang bisa diunduh di ftp.ukdw.ac.id Karena dosen dalam skema Belajar-Mengajar seperti ini berada dalam jaringan yang mobilitasnya tinggi maka dia harus punya sarana komunikasi yang memadai. Pada masa kini di seluruh bagian kampus kita ini sudah dipasang jaringan wireless yang mendukung mobilitas tadi. Demikian pula sekarang sudah muncul berbagai macam sarana: notebook yang ringan dan powerfull dalam mendukung kontinuitas kontak Dosen-Mahasiswa. Malah sudah ada telepon seluler yang juga bisa memainkan peran browser dalam komputer. Tinggal menyiapkan mentalitas para pelaku dalam skema ini tadi agar bisa menempatkan diri dalam jaringan sumbersumber pengetahuan. Mahasiswa didorong untuk berani bertanya dan dosen didorong untuk menyingkir dari pusat dan menempatkan diri sebagai pelayan bagi mahasiswa untuk bertumbuh. Skema ini membuat pertemuan-pertemuan di kelas berubah menjadi tempat presentasi slides dan diskusi. Sedangkan materi kuliah dan tugas dipasang di website dan mailing list. Apakah skema ini sudah berhasil? Tidak selalu. Tiap angkatan mahasiswa punya respons yang berbeda-beda terhadap skema Belajar-Mengajar ini. PENGALAMAN DENGAN E-CLASS [http://lecturer.ukdw.ac.id/e-class/] Perkenalan saya dengan fasilitas e-class sudah sejak gagasan ini dimulai sebagai kegiatan kerja praktik dari mahasiswa Teknik Informatika4. Lalu kemudian fasilitas ini ditingkatkan menjadi fasilitas resmi universitas untuk sarana perkuliahan di semua jurusan di universitsa Kristen Duta Wacana. Tahun 2006 saya masih menggunakan e-class untuk perkuliahan yang saya ampu, namun karena mendapatkan beberapa complaint dari para mahasiswa yang merasa sudah mendaftar di e-class tapi namanya tidak tercantum di dalam senarai peserta [malah namanya itu tercantum di mata kuliah di Fakultas Ekonomi!]. Lain dari itu, bahan kuliah di e-class juga terlalu statis. Materi kuliah tidak bertumbuh. Kita seperti sekadar mengunduh teks yang diletakkan di sana. Sementara, perkuliahan yang kami adakan dalam kuliah kami, itu dinamik, bahannya bergerak sehingga repot juga memakai fasilitas e-class. Tiap kali ingin 4
seingat saya bernama Rosa dan Anthony.
5
menulis, menambahkan pada bahan yang baru, atau mengedit bahan lama harus berarti mengupload bahan baru.
Sebagai gantinya, pada tahun 2008 ini, saya memilih untuk mengubah situs yang statis itu dengan blog yang lebih dinamik, lebih bisa merespons dinamika diskusi sementara semua bahan bisa disatukan dalam satu tempat. Belum optimalnya eclass memenuhi kebutuhan pengajaran yang beda-beda, agaknya perlu perhatian dari rektorat untuk mendukung properti ini: menargetkan perbaikan atau penyempurnaannya, serta memberi pelatihan bagi dosen dan mahasiswa. Internet
adalah
sarana
yang
memungkinkan
kita
produktif
membangun
pengetahuan, tidak sekadar mengonsumsi dan mendaur-ulang belaka. Dan nanti pada gilirannya, akan membangun kultur belajar yang baru, yang lebih egaliter dan demokratis. Semoga perubahan kultur belajar karena diterapkannya sarana belajar yang mobil ini segera terjadi di sini, di kampus Dutawacana ini.
6