BAB VII RESPON MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM HUTAN DESA
Bab ini berisi tentang respon masyarakat terhadap program hutan desa yang telah dilaksanakan oleh FFI, yang dimaksud dengan respon adalah bentuk partisipasi dan reaksi masyarakat terhadap program hutan desa.
1.1 Partisipasi Partisipasi, sebagai suatu konsep dalam pengembangan masyarakat digunakan secara umum dan luas. Partisipasi berasal dari kata bahasa inggris “Participation” yang berarti pengambilan bagian, pengikutsertaan (John M, echols & Hasan Shadily, 2000: 419). Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan (I Nyoman Sumardi, 2010: 46) Menurut Uphoff dan Cohen (1979), partisipasi menekankan pada rakyat yang memiliki peran dalam pembuatan keputusan. Paul (1987, disitir dalam Kannan, 2002) berpendapat bahwa dalam partisipasi harus mencakup kemampuan rakyat untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya (Ife, 2008: 297) Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembuatan dan pengambilan keputusan dalam suatu kegiatan guna mencapai suatu tujuan untuk kesejahteraan bersama.
83
Dalam pelaksanaannya ada beberapa bentuk partisipasi yang diberikan oleh masyarakat Desa Sungai Pelang terhadap program hutan desa yang dilakukan oleh FFI, yaitu: a. Ikut serta dalam seminar tentang pengenalan program hutan desa. Masyarakat desa mengikuti seminar yang terkait dengan Hutan Desa yang diadakan oleh LSM FFI. b. Ikut serta dalam musyawarah desa dan pemetaan partisipatif. Masyarakat disini difasilitasi oleh LSM FFI untuk ikut serta dalam penetapan wilayah yang akan menjadi Hutan Desa di Desa Sungai Pelang. c. Ikut serta dalam pelatihan pembuatan Perdes. Masyarakat diajarkan untuk membuat atau mencatat hal- hal yang mereka butuhkan untuk kesejahteraan masyarakat desa secara sederhana, kemudian baru ditata sebagai Perdes yang dapat mewakili kebutuhan mereka serta sesuai dengan kondisi hutan yang ada di kawasan desa mereka. sehingga dengan adanya Hutan Desa nantinya akan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka, tidak akan melenceng dari Perdes yang mereka buat sendiri. d. Ikut serta dalam pelatihan tata guna lahan. Masyarakat dibekali oleh LSM, bagaimana cara mempergunakan lahan yang baik dan benar sehingga mereka dapat merasakan hasil, namun tidak merusak area Hutan Desa. e. Ikut serta dalam pembentukan lembaga kelola hutan desa (LKHD). Terbentuknya LKHD berfungsi sebagai lembaga Desa yang mengurusi segala hal tentang pembentukan Hutan Desa. Mulai dari membuat PerDes sampai dengan melakukan hubungan komunikasi secara rutin dengan LSM FFI serta Dinas Kehutanan Kebupaten terkait dengan perkembangan Hutan Desa.
84
“Seperti saya dan pak Jaswadi selaku Ketua LKHD, masyarakat Desa mengikuti setiap seminar dan pelatihan yang mengenai Hutan Desa yang diadakan oleh LSM FFI “(Suandi)1.
Partisipasi masyarakat desa masih hanya mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh LSM FFI. Partisipasi masyarakat masih terkesan pasif. Menurut Hoble, 1996 (dalam Awang, 2003 : 151) ada 7 (tujuh) tingkatan partisipasi, salah satunya yaitu partisipasi fungsional, partisipasi dilihat oleh lembaga eksternal sebagai satu tujuan akhir untuk mencapai target proyek, khususnya untuk mengurangi biaya. Rakyat mungkin berpartisipasi melalui pembentukkan kelompok untuk penentuan tujuan terkait dengan proyek. Keterlibatan seperti ini mungkin cukup menarik, dan mereka juga dilibatkan dalam pengambilan keputusan, tetapi kecenderungan yang terjadi keputusan tersebut diambil setelah keputusan utama ditetapkan oleh orang luar desa dari luar komunitas rakyat desa. Hal yang terburuk, penduduk desa hanya dikooptasi untuk melindungi target dari orang luar desa. Pada kasus Hutan Desa ini, partisipasi masyarakat desa masih sekedar mengikuti ide dari LSM yang berupa kegiatan dan seminar yang terkait dengan Hutan Desa. Masyarakat masih belum bisa mengeluarkan ide secara mandiri. Masyarakat berpartisipasi aktif dalam mengikuti setiap kegiatan yang diadakan oleh LSM. Akan tetapi, keputusan yang ditentukan merupakan keputusan dari LSM, dan masyarakat hanya menjalani semua keputusan yang telah dibuat secara berurutan. Selain daripada itu, masyarakat tidak dapat mengajukan wilayah Hutan desa tanpa perantara DisHut, sehingga memang partisipasi masyarakat masih sebatas mengikuti kegiatan dan anjuran LSM dalam terbentuknya Hutan Desa.
1
Hasil wawancara dengan Bapak Suandi, pada tanggal 11 September 2013 85
1.2 Reaksi / Respon Masyarakat Menurut Soekanto (1989:102), didalam hubungan antara manusia dengan manusia lain yang paling penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat hubungan-hubungan tadi, reaksi tersebutlah yang menyebabkan sesorang bertindak sesuai dengan fikiran, perasaan dan kehendaknya. Masyarakat Desa Sungai Pelang Sendiri memiliki respon yang sangat baik terhadap pembentukan Hutan Desa di Desa Sungai Pelang. Hal ini dibuktikan dengan dukungan penuh dari Kepala Desa dengan memberikan izin pembentukan Hutan Desa. Izin dari Kepala Desa untuk pengajuan pembentukkan Hutan Desa merupakan syarat utama . faktor utama yang mendukung masyarakat memiliki respon yang positif terhadap program Hutan Desa adalah masyarakat memginginkan perubahan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Masyarakat memiliki keinginan dan harapan yang kuat akan lingkungan alam yang seperti dulu. Maka dari itulah masyarakat menginginkan Hutan Desa segera terbentuk. “Ya saya sangat mendukung terbentuknya Hutan Desa. Karena salah satu syarat pengajuan pembentukkan Hutan Desa adalah adanya persetujuan dari kepala Desa.” (Suandi)2
Pihak LSM FFI mengungkapkan bahwa masyarakat Desa sangat antusias dengan program pembentukkan Hutan Desa. Syarat untuk terbentuknya Hutan Desa selain izin dari Kepala Desa, masyarakat Desa Sungai Pelang pun harus mengajukan permintaan pembentukkan
Hutan
Desa
kepada
Menteri
Kehutanan.
Kemudian
Menteri
menandatangani pengajuan tersebut untuk penunjukan kawasan Hutan Desa, setelah mendapatkan penunjukan kawasan proses selanjutnya masyarakat mengajukan izin Hak
2
Hasil wawancara dengan Bapak Suandi, pada tanggal 11 September 2013 86
kelola Hutan Desa kepada Gubernur, maka jika disetujui Gubernur menandatangani izin tersebut.
“Masyarakat mengajukan pembentukkan Hutan Desa kepada menteri kehutanan setelah itu menteri menandatangani untuk penunjukan
kawasan
Hutan
Desa,
setelah
mendapatkan
penunjukan kawasan proses selanjutnya masyarakat mengajukan izin Hak kelola Hutan Desa kepada Gubernur, maka jika disetujui Gubernur menandatangani izin tersebut.” (Rahmawati)3
Masyarakat Desa Sungai Pelang membuat Lembaga Kelola Hutan Desa (LKHD) yang diberi nama Wana Gambut guna mempermudah mengkoordinir masyarakat dalam mengelola Hutan Desa yang akan terbentuk. Adapun organisasi LKHD Wana Gambut sebagai berikut :
3
Hasil wawancara dengan Ibu Rahmawati, pada tanggal 10 September 2013 87
susunan
Gambar 7.1 Bagan Keorganisasian LKHD Wana Gambut Penasehat dan Pembina Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa
Ketua Lembaga Jaswadi
Sekretaris Sumardi
Bendahara Samsudin
Koordinator
Koor. Kelola Kawasan
Koor. Kelola Usaha
Koor. Kelola SDM
Koor. Kelola Lembaga
Kooor dor. Wilayah Kerja
Selamet Mujiono
Salahudin
Asmaji
Syahrudin A.MA.PD
Jemu Hadi Wibowo
88
Keterangan: 1. Penasehat dan Pembina bertugas sebagai pemberi masukan kepada LKHD dalam setiap keputusan yang dibuat oleh LKHD yang berkaitan tentang Hutan Desa. 2. Ketua lembaga bertugas sebagai pemberi keputusan terhadap setiap kebijakkan yang ada di LKHD. Serta penghubung LKHD dengan LSM FFI dan Dinas Kehutanan. 3. Sekretaris bertugas sebagai pendata semua kebutuhan Hutan Desa dan menyimpan semua dokumen penting yang terkait dengan program Hutan Desa. 4. Bendahara bertugas sebagai pendata serta penanggung jawab keuangan yang dimiliki LKHD untuk kebutuhan Hutan Desa. 5. Koor. Kelola Kawasan bertugas sebagai pengecek dan
penanggung jawab kawasan
Hutan Desa. 6. Koor. Kelola Usaha bertugas sebagai pengecek dan penanggung jawab kelola usaha berdasarkan hasil Hutan Desa non- kayu. 7. Koor. Kelola SDM bertugas sebagai pengecek dan penanggung jawab sumber daya manusia yang mengelola hasil Hutan Desa non- kayu. 8. Koor. Kelola Lembaga bertugas sebagai pengecek dan penanggung jawab terhadap tugas apa saja yang ada di LKHD 9. Koor. Wilayah Kerja bertugas sebagai pengecek dan penanggung jawab wilayah kerja masyarat desa didalam areal Hutan Desa. LKHD Wana Gambut sebagai lembaga Desa yang menangani Hutan Desa dapat mempercepat pembentuk Hutan Desa serta mempermudah hubungan komunikasi Desa dengan LSM FFI dan Pemerintah Daerah tentang perkembangan perizinan pembentukkan Hutan Desa. 89
Respon masyarakat desa di Desa Sungai Pelang terlihat menonjol dan selalu ikut serta dalam setiap kegiatan yang dibuat oleh LSM FFI. Uphoff dan Cohen (1979 dalam Ife 2008:296) menekankan partisipasi pada rakyat yang memiliki peran dalam pembuat keputusan. Hal ini jika kita lihat dalam pembentukkan Hutan Desa di Desa sungai Pelang sudah mulai terlihat dengan adanya penyusunan PerDes tentang Hutan Desa. Namun, dalam proses pelaksanaannya LSM FFI masih ikut membantu dalam perancangan serta finalisasi PerDes Hutan Desa. Hal ini dikarenakan masyarakat desa yang belum mengetahui secara detail pokok- pokok apa yang harus ada dan terkandung dalam pasal–pasal pada PerDes tersebut. Dalam penelitian ini masyarakat desa masih belum mampu mandiri untuk mewujudkan Hutan Desa tanpa bantuan dari pihak terkait seperti LSM FFI dan Dinas Kehutanan, karena kita masih memiliki PerDa yang mengatur sistem birokrasi dalam pemberian izin untuk pembentukkan Hutan Desa. Maka dari itulah partisipasi yang terlihat jelas mereka lakukan masih hanya mengikuti semua kegiatan yang dibuat oleh LSM. Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat desa tetap berusaha aktif dalam proses pembentukkan Hutan Desa, mereka tidak hanya menunggu dan mengikuti segala kegiatan yang berhubungan tentang program Hutan Desa, melainkan juga mereka terus menjaga komunikasi dengan pihak LSM serta Dinas Kehutanan mengenai perkembangan Hutan Desa. Mereka juga berusaha mencari dana tambahan untuk pembentukkan Hutan Desa dengan membuat proposal yang diserahkan kepada perusahaan yang ada di Desa Sungai Pelang. Pada penelitian ini masih terlihat dominasi LSM dalam menangani semua urusan yang berhubungan dengan perizinan. Sehingga membuat masyarakat pasif mengenai urusan birokrasi pembentukkan Hutan Desa di aras PemDa dan Pusat. Masyarakat Desa hanya menunggu dengan tidak pasti kapan Hutan Desa terbentuk. 90