BAB VI KESIMPULAN
Indonesia adalah negara yang jumlah penduduknya mencapai 257 juta jiwa pada tahun 2015 dan negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi bernilai positif. Jumlah penduduk yang besar dan terus tumbuh serta pertumbuhan ekonomi menjadikan Indonesia sebagai pasar yang menarik bagi pelaku bisnis, termasuk bisnis semen. Jumlah penduduk yang besar memerlukan dukungan perumahan dan infrastruktur yang besar sehingga keperluan bahan–bahan konstruksi, khususnya semen juga besar. Kawasan pasar bebas ASEAN mulai berlaku pada tahun 2015. Berlakunya kesepakatan pasar bebas tersebut membuka peluang bagi pelaku industri dari luar negeri untuk masuk ke Indonesia. Hal tersebut terbukti dengan masuknya investor–investor baru dari luar negeri ke dalam industri semen di Indonesia. Mereka kemudian mendirikan pabrik–pabrik semen baru di beberapa kawasan di Indonesia. Sampai dengan tahun 2015, sepuluh pabrik semen baru sudah mulai dibangun di seluruh wilayah Indonesia. Sepuluh pabrik semen baru tersebut akan memiliki kapasitas total sebesar 34,8 juta ton semen. Kapasitas tersebut setara dengan 44,6% dari kapasitas total pada tahun 2015. Masukknya pemain–pemain baru dalam industri semen di Indonesia terbukti menurunkan tingkat konsentrasi industri semen di Indonesia. Pada tahun 2015, nilai CR4 untuk industri semen di Indonesia adalah 0,882. Nilai itu turun dari nilai tahun 2014, yaitu 0,91 dan tahun 2013 yaitu 0,944. Nilai HHI industri
semen di Indonesia tahun 2015 adalah 0,275 yang berarti turun dari tahun 2014, yaitu 0,274 dan tahun 2013, yaitu 0,295. Konsentrasi industri semen diperkirakan akan semakin menurun dengan mulai beroperasinya pabrik–pabrik baru pada tahun 2016. Pada tahun 2018, nilai CR4 untuk industri semen di Indonesia diperkirakan 0,752 dan nilai HHI diperkirakan 0,177. Penurunan konsentrasi pasar tersebut berdampak pada penurunan marjin EBITDA rata–rata dari tiga perusahaan semen di Indonesia, yaitu PT Semen Indonesia, PT Semen Indocement, dan PT Holcim Indonesia. Pada tahun 2010, margin EBITDA rata – rata dari tiga perusahaan tersebut adalah 30,1% yang kemudian turun menjadi 19,1% pada tahun 2015. EBITDA margin untuk industri semen di Indonesia menurun dengan masuknya pemain baru dalam pasar semen di Indonesia. Kesepakatan MEA 2015 telah mengubah kinerja perusahaan dalam industri semen di Indonesia, yaitu menurunnya marjin keuntungan bersih. Masuknya pemain baru mengancam pangsa pasar dari pemain lama dalam industri semen di Indonesia. Pemain lama dalam industri semen di Indonesia melakukan strategi untuk mengamankan pangsa pasar yang telah dimiliki. Perubahan strategi yang dilakukan adalah dengan melakukan merger dan akuisisi untuk menaikkan konsentrasi pasar sehingga margin keuntungan dari perusahaan tersebut dapat terus dipertahankan. Merger dalam industri semen di Indonesia terjadi dua kali. Pada tahun 2012, tiga perusahaan, yaitu PT Semen Gresik, PT Semen Padang, dan PT Semen Tonasa melakukan merger dengan membentuk PT Semen Indonesia. Pada tahun 2015, merger juga terjadi antara PT Holcim
Indonesia dan PT Lafarge Cement Indonesia dengan membentuk PT Holcim Indonesia. Strategi lain adalah dengan tidak banyak mengubah iklan baik sebelum maupun sesudah masuknya pemain baru dalam industri semen di Indonesia. Strategi iklan bukan merupakan strategi utama yang dilakukan oleh pemain lama dalam industri semen di Indonesia. Biaya iklan rata–rata dari perusahaan semen yang ada di Indonesia pada tahun 2010 sampai 2015 adalah 0,88% -- 1,29% dari total biaya produksi dan pemasaran. Biaya iklan tersebut cenderung tetap dari tahun ke tahun. Kesepakatan MEA 2015 tidak mengubah perilaku iklan perusahaan dalam industri semen di Indonesia. Merger yang dilakukan oleh PT Semen Indonesia belum menunjukkan pengaruhnya terhadap efisiensi kinerja perusahaan. Efisiensi terkait dengan biaya gaji tidak mengalami penghematan. Pada tahun 2012, biaya produksi semen PT Semen Indonesia yang berupa biaya gaji per ton semen mencapai Rp34.450,00. Pada tahun 2013, biaya gaji per ton semen mencapai Rp36.071,00 dan terus meningkat sampai dengan tahun 2015, yaitu Rp46.639,00 per ton semen. Nilai biaya gaji per ton semen pada tahun 2013 sampai 2015 tersebut sudah dibagi dengan faktor inflasi sehingga data biaya gaji tahun ke tahun yang tersaji tersebut merupakan data biaya gaji per ton semen dengan inflasi nol persen. Biaya gaji per ton semen PT Semen Indonesia sejak tahun 2012 sampai 2015 terus mengalami kenaikan. Pemain lama dalam industri semen di Indonesia belum semua meningkatkan efisiensi yang terkait dengan tenaga kerja dalam
memproduksi semen. Dengan demikian, efisiensi tenaga kerja belum mengalami peningkatan secara menyeluruh menjelang berlakunya pasar bebas ASEAN 2015. Merger yang dilakukan oleh tiga perusahaan yang membentuk PT Semen Indonesia tidak mengubah efisiensi kinerja dari perusahaan hasil merger tersebut. Sebelum terjadi merger, profitabilitas margin EBITDA rata–rata untuk tiga perusahaan yang membentuk PT Semen Indonesia adalah berkisar pada angka 32%. Pada tahun 2010, rata–rata margin EBITDA adalah 32,9%, sedangkan pada tahun 2012, margin EBITDA rata–rata sebesar 32,1 %. Marjin EBITDA rata – rata setelah terjadi merger turun menjadi lebih rendah dari 30%. Pada tahun 2013, margin EBITDA PT Semen Indonesia adalah 28,2% kemudian pada tahun 2014 menjadi 26,3% dan terus turun menjadi 21,7% pada tahun 2015.Penurunan margin EBITDA juga terjadi pada perusahaan lain yang tidak melakukan merger. Merger yang dilakukan oleh PT Semen Indonesia pada tahun 2012 tidak memberikan dampak terhadap profitabilitas yang diperoleh oleh PT Semen Indonesia tersebut. Penelitian tentang pengaruh pasar bebas ASEAN 2015 terhadap industri semen di Indonesia memberikan gambaran bahwa terbukanya pintu perdagangan bebas akan menurunkan konsentrasi industri. Penurunan konsentrasi industri tersebut akan mengubah kinerja perusahaan, yaitu turunnya marjin keuntungan bersih. Agar keuntungan bersih dapat tetap dijaga, pelaku dalam industri semen di Indonesia disarankan untuk tetap menjaga konsentrasi pasar agar tetap tinggi dengan cara melakukan merger dan akuisisi. Merger dan akuisisi akan meningkatkan konsentrasi pasar sehingga perusahaan akan lebih memiliki
kekuatan dalam menentukan harga jual produk. Faktor biaya merupakan salah satu faktor yang memengaruhi margin keuntungan bersih perusahaan. Agar keuntungan bersih perusahaan dapat terus dijaga, perusahaan disarankan untuk memangkas faktor biaya tenaga kerja. Perusahaan dapat melakukan merger dan akusisi untuk menyederhanakan rantai produksi sehingga biaya tenaga kerja dapat diturunkan dan margin keuntungan bersih dapat terus dijaga serta ditingkatkan. Penelitian tentang pengaruh pasar MEA 2015 terhadap industri semen di Indonesia masih perlu dikembangkan dan disempurnakan. Penelitan yang sudah dilakukan masih terbatas pada penelitian perilaku umum yang terlihat dari data– data dan publikasi resmi yang dikeluarkan oleh perusahaan. Peneliti belum melakukan kajian secara mendalam terhadap masing–masing perilaku perusahaan karena keterbatasan waktu dan sumber daya. Hambatan dalam penelitian ini adalah tidak tersedianya data–data yang penting untuk meneliti struktur pasar dan pengaruhnya. Data tersebut adalah data harga jual produk dari waktu ke waktu. Karena
data
tersebut
merupakan
data
penting,
perusahaan
tidak
mempublikasikannya secara gamblang. Penelitian ini dapat dilanjutkan dan disempurnakan dengan melakukan penellitian tentang pengaruh pasar bebas terhadap harga jual produk semen yang dikaitkan dengan profitabilitas perusahaan. Selain itu, penelitian yang bersifat studi kasus secara spesifik untuk masing-masing perusahaan atau masing–masing perilaku perusahaan juga dapat dilakukan untuk menyempurnakan penelitian ini.