BAB V KESIMPULAN dan SARAN 5.1 Kesimpulan
Hasil analisis industri mikro dan kecil dengan menggunakan metode SIG (Sistem Informasi Geografis), Matrik Kepadatan Industri, Analisis Spearman Rank dan Korelasi Pearson, Indikator Industri Unggulan SLQ-DLQ dan SSLQ-DSLQ serta analisis Logit dan Multinomial Logistik. Sumber data yang digunakan adalah data SUSI2005 dan data VIMK13 dari BPS (Badan Pusat Statistik) di Provinsi Sumatera Utara, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut. 1. Lokasi utama Industri Mikro dan Kecil di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2005 dan 2013 terdapat pada wilayah Kabupaten/Kota Medan, Tapanuli Selatan, Karo, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Sibolga, dan Pematang Siantar. Hasil ini didasari oleh analisis Matrik Kepadatan Industri dan Analisis SIG (Sistem Informasi Geografis). 2. Berdasarkan analisis SLQ-DLQ dan SSLQ-DSLQ mengidentifikasi lima industri mikro dan kecil yang menjadi unggulan utama di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terserap adalah. a. Industri Makanan (KBLI 10) pada Kabupaten/Kota Medan, Binjai, Pematang Siantar, Sibolga, Deli Serdang, Tebing Tinggi, dan Padang Sidempuan. b. Industri Minuman (KBLI 11) pada Kabupaten/Kota Medan, Deli Serdang, Langkat, Pematang Siantar dan Dairi. c. Industri Pakaian Jadi (KBLI 14) pada Kabupaten/Kota Medan. d. Industri karet, barang dari karet (KBLI 22) pada Kabupaten/Kota Tapanuli Selatan dan Karo. 120
e. Industri kayu dan barang dari kayu (KBLI 16) pada Kabupaten/Kota Medan, Asahan, Pematang Siantar, Simalungun dan Tapanuli Selatan. 3.
Berdasarkan Hasil uji Moran’s I dan Moran’s I scatter plot (LISA) terdapat pola spatial cluster pada 1 daerah di Provinsi Sumatera Utara. Daerah klusterisasi spasial berdasarkan nilai yang tinggi (hot spot) terdapat di Kabupaten Deli Serdang. Dan wilayah yang menunjukkan konsentrasi spasial yang rendah (cold spot) terdapat pada wilayah Kabupaten Labuhan Batu dan Samosir.
4.
Berdasarkan hasil analisis regresi Logit, faktor-faktor yang menyebabkan probabilitas terkonsentrasinya industri IKM pada suatu lokasi adalah : a.
Jarak tempuh signifikan (0,11) dan memiliki hubungan negatif (-1,962) terhadap probabilitas terjadinya konsentrasi industri pada suatu lokasi.
b.
Keanggotaan koperasi signifikan (0,14) dan memiliki hubungan positif (1,056) terhadap probabilitas terjadinya konsentrasi industri pada suatu lokasi.
c.
Upah tenaga kerja signifikan (0,27) dan memiliki hubungan positif (1,872) terhadap probabilitas terjadinya konsentrasi industri pada suatu lokasi.
d.
Produktifitas IKM signifikan (0,33) dan memiliki hubungan positif (1,671) terhadap probabilitas terjadinya konsentrasi industri pada suatu lokasi.
e.
Tenaga kerja keluarga signifikan (0,39) dan dan memiliki hubungan negatif (-0,999) terhadap probabilitas terjadinya konsentrasi industri pada suatu lokasi.
f.
Populasi signifikan (0,56) dan memiliki hubungan positif (1,477) terhadap probabilitas terjadinya konsentrasi industri pada suatu lokasi.
121
5.2 Saran
yang dapat diberikan dengan memperhatikan hasil analisis industri mikro dan kecil yang telah dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Hasil temuan lokasi utama IKM (industri mikro dan kecil) berdasarkan unit usaha dan penyerapan tenaga kerja tahun 2005 dan 2013 di Sumatera Utara masih tergolong sedikit. Berdasarkan hal tersebut maka implikasi kebijakan industri daerah yang harus di tinjau ulang oleh pemerintah daerah Sumatera Utara adalah mengenai pemanfaatan data spasial ekonomi daerah. Di tingkat regional dan nasional juga semakin disadari bahwa penyediaan dan pemanfaatan informasi spasial sebagai hasil kegiatan survei dan pemetaan merupakan kebutuhan utama dan pertama untuk pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara rasional dan terencana dengan baik. Diferensiasi kapasitas perekonomian ditandai dengan adanya kesenjangan ekonomi spasial yang merupakan refleksi dari keberadaan pemilikan sumber daya produktif di antara daerah-daerah. Daerah otonom Provinsi dan Kabupaten/Kota dibentuk berdasarkan atas pertimbangan kemanpuan ekonomi, potensi daerah, dan pertimbangan lainnya yang memungkinkan terselenggaraannya pemerintahan daerah di masing-masing daerah otonom dengan sasaran utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui saluran industri mikro dan kecil. 2. Hasil temuan pada analisis SLQ-DLQ dan SSLQ-DSLQ diketahui daerah-daerah yang berkaitan dengan spesialisasi potensi sektor unggulan IKM. Implikasi kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara harus berkaitan dengan kompetensi inti daerah. Kebijakan kompetensi inti daerah yang harus dilakukan adalah pertama, melakukan analisis kesenjangan untuk mendapatkan 122
status kondisi saat ini (eksisting), permasalahan-permasalahan yang dihadapi, dan harapan di masa yang akan datang. Analisis kesenjangan dilakukan melalui pemetaan dan analisis kondisi eksisting pada kompetensi inti industri dan IKM prioritasnya. Pemetaan dan analisis ini mencakup permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya adalah memetakan sejumlah harapan atau sasaran yang hendak dicapai di masa yang akan datang. Kedua, melakukan analisis SWOT yang digunakan untuk mengetahui posisi IKM unggulan prioritas dan kompetensi intinya. Melalui analisis ini, peta kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada masing-masing IKM unggulan prioritas dapat diketahui. Ketiga, Membangun strategi, dalam hal ini adalah penentuan kompetensi inti industri dan memperluas skala industri yang ada, dengan melihat keterkaitan antara industri dan nilai tambah yang diperoleh. Dan keempat, scenario planning bertujuan untuk mendapatkan sejumlah alternatif kebijakan dan strategi di masa yang akan datang. Kebutuhan pengembangan scenario planning didasarkan pada kenyataan bahwa tidak ada yang bisa memastikan satu masa depan, ada beragam ketidakpastian, persepsi dan judgment, dan apa yang dilakukan sekarang mempengaruhi masa depan. Demikian pula dengan pengembangan kompetensi inti industri daerah, di mana pengaruh perubahan dan ketidakpastian lingkungan global dapat menjadi faktor yang berpengaruh nantinya.
3. Hasil analisis Moran’s I dan Moran’s scatter plot (LISA) menggambarkan letak daerah klasterisasi spasial berdasarkan nilai yang tinggi (hot spot) terdapat di Kabupaten Deli Serdang. Dan wilayah yang menunjukkan konsentrasi spasial yang rendah (cold spot) terdapat pada wilayah Kabupaten Labuhan Batu dan Samosir. Saran implikasi kebijakan yang harus dilakukan adalah dengan pendekatan klaster industri dalam menumbuhkan wilayah-wilayah hot spot. Pendekatan klaster dapat mencapai suatu dampak yang signifikan pada pembangunan ekonomi daerah melalui: a. Keterlibatan dalam dialog konstruktif atau proses partisipatif antara pelaku IKM, pemasok bahan baku, pembeli dan stakeholder lainnya di daerah. 123
b. Memperkuat keterkaitan yang saling menguntungkan antar stakeholder, seperti misalnya antara penyelenggara dengan industri, penyedia teknologi dengan pengguna, investor dan lembaga keuangan/pembiayaan dengan perusahaan yang ada atau yang baru dan lainnya. c. Penyediaan kerangka infrastruktur yang lebih terarah sesuai dengan kebutuhan dunia industri kecil dan mikro. d. Penyediaan investasi berupa infrastruktur dan informasi yang teraseskan dan mempunyai
daya
dongkrak
(leverage
impact)
yang
signifikan
untuk
meningkatkan kinerja klaster. e. Pemerintah daerah juga memfasilitasi penyesuaian sistem administratif untuk mendorong peningkatan produktifitas klaster IKM. 4. Hasil analisis Logit menunjukkan faktor-faktor yang kemungkinan mendorong terkonsentrasinya IKM pada suatu lokasi adalah jarak, keanggotaan koperasi, populasi, upah, tenaga kerja keluarga dan produktifitas. Setelah mengetahui faktorfaktor pendorongnya maka pemerintah daerah bersama pemerintah pusat harus membuat kebijakan yang secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam mengambangkan faktor-faktor tersebut. Dengan mempertimbangkan kondisi pembangunan industri, baik di tingkat nasional maupun daerah, dan dalam rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan industri dilaksanakan dengan melakukan sinergi antara perencanaan di tingkat nasional atau pusat dan perencanaan di tingkat daerah.
Hal ini dilakukan dengan dua pendekatan sekaligus, yaitu
pendekatan top down dan pendekatan bottom up. Pendekatan top down pembangunan industri direncanakan dengan memperhatikan prioritas yang ditentukan nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah. 124
secara
Hal ini biasa dikenal dengan
pembangunan berdasarkan disain (by design) nasional. Pendekatan bottom up dilakukan dengan penetapan kompetensi inti yang merupakan keunggulan daerah. Penggunaan kompetensi inti sebagai unggulan daerah ini dimaksudkan agar daerah memiliki daya saing dan meningkatkan daya saingnya. Praktek perencanaan dengan dua pendekatan ini tercermin dari pelaksanaan rencana pembangunan industri. Berdasarkan disain nasional, kebijakan industri secara nasional dilakukan dengan menentukan industri prioritas dengan pendekatan kluster. Kemudian, secara bottom up, pemerintah telah secara aktif
melakukan sosialisasi dan mengajak daerah
berpartisipasi dalam pembangunan kompetensi inti pada setiap daerah prioritas.
125