BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab IV ini akan dibahas mengenai deskripsi tempat penelitian yaitu di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang, karakteristik responden pegawai yang menjadi sampel dalam penelitian ini, kemudian hasil uji validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan, hasil pengukuran variabel, dan uji statistik yaitu dengan teknik regresi berganda, serta pembahasan. 4.1. DESKRIPSI SINGKAT TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang yang beralamat di jalan W.J. Lalamentik, Oepoi-Kupang. Adapun tugas pokok Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang adalah membantu Gubernur dalam melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang Perindustrian dan Perdagangan. Sementara itu, fungsinya adalah: 1). Pembinaan umum berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubernur, 2). Pembinaan teknik dibidang Perindustrian dan Perdagangan berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan, 3). Pengsinkronisasian penyusunan rencana dan program pembangunan industri dan perdagangan atas dasar keterpaduan kebijaksanaan Pemerintah, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota, 4). Pemfasilitasi kegiatan program sektor industri dan perdagangan dibidang pengembangan industri kimia, industri hasil pertanian, hasil hutan, logam, mesin, elektronik, aneka industri kecil dan dagang kecil, perdagangan dalam negeri/ luar negeri dan kemetrologian, 5). Pemfasilitasian pelaksanaan
dan
pengawasan,
kebijaksanaan
pembinaan
dan
pengembangan industri dan perdagangan di kabupaten/ kota, termasuk perijinan, 6). Pemfasilitasian perlindungan konsumen, baik sebagai 114
pengguna maupun pengusahan akan kebenaran ukuran dalam transaksi dagang, 7). Pengawasan mutu dan pemantauan mutu dan pemantauan penerapan standar, baik pengguna maupun pengusaha akan kebenaran ukuran dalam transaksi dagang, 8). Pemfasilitasian bimbingan dan usaha perbaikan serta peningkatan mutu barang dan jasa dalam rangka pemasaran dalam negeri dan ekspor, 9). Pengelolaan laboratorium kemetrologian
dan
dukungan,
pengelolaan
kemetrologian
di
kabupaten/kota, 10). Pemfasilitasian pemberdayaan potensi sumber daya industri dan perdagangan lintas kabupaten/ kota, 11). Pengelolaan unit pelaksana teknik dinas, 12). Pelaksanaan urusan ketatausahaan, 13). Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan Gubernur. Karena itu, visi Disperindag Provinsi NTT di Kupang adalah berkembangnya sektor industri dan perdagangan sebagai kekuatan ekonomi yang tangguh. Misi Disperindag Provinsi NTT di Kupang adalah sebagai penggerak ekonomi daerah yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan, memperhatikan persaingan sehat dan perlindungan konsumen. Dan nilai-nilai dalam organisasi
di
Disperindag
Provinsi
NTT
di
Kupang
adalah
profesionalisme, pembelajaran, kejujuran, kerjasama, dan kesetiaan (dalam RENSTRA, 2009). 4. 2. DESKRIPSI RESPONDEN PENELITIAN Responden dalam penelitian ini adalah adalah pegawai negeri sipil bekerja di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang. Adapun beberapa karakteristik dari responden, yang digambarkan sebagai berikut:
115
4.2.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1 Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin NO
Jenis Kelamin
Jumlah
1 2
Laki-laki 105 Perempuan 45 150 TOTAL Sumber: data primer yang diolah, 2012
Persentase (%) 70% 30% 100%
Pegawai yang menjadi responden penelitian berjumlah 150 orang yang terdiri dari 45 perempuan (30%) dan 105 laki-laki (70%). Responden berjenis kelamin laki-laki jauh lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin perempuan.
4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Tabel 4.2 Persentase Responden Berdasarkan Usia NO 1 2 3 4
Usia Responden (Tahun)
Jumlah
25 – 33 32 34 – 42 19 43 – 51 57 52 – 60 42 150 TOTAL Sumber: data primer yang diolah, 2012
Persentase (%) 21,3 % 12,7 % 38% 28 % 100%
Tabel di atas menunjukkan gambaran responden berdasarkan usia, yang diklasifikasikan dalam 4 kelompok usia. Responden penelitian didominasi oleh pegawai dengan rentang usia 43 – 51 tahun (38%). Pada dasarnya pegawai yang termasuk dalam kelompok usia ini cenderung sudah memiliki banyak pengalaman kerja. Kemudian diikuti oleh pegawai dengan rentang usia 52 – 60 sebanyak 28%, dan yang paling sedikit
116
pegawai dengan rentang usia 25 – 33 tahun sebanyak 21,3% dan 34 – 42 tahun sebanyak 12,7%.
4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja Tabel 4.3 Persentase Responden Berdasarkan Masa Kerja Masa Kerja Jumlah (Tahun) 1 2 – 10 47 2 11 – 19 32 3 20 – 28 69 4 29 – 37 2 150 TOTAL Sumber: data primer yang diolah, 2012 NO
Persentase (%) 31,3 % 21,4 % 46 % 1,3 % 100%
Tabel di atas menunjukkan gambaran responden berdasarkan masa kerja, yang diklasifikasikan dalam 4 kelompok. Responden dengan rentang masa kerja 20 – 28 tahun menempati jumlah terbesar yaitu 46%, diikuti responden dengan rentang masa kerja 2 – 10 tahun sebanyak 31,3%, responden dengan rentang masa kerja 11 – 19 tahun sebanyak 21,4%, dan yang paling sedikit adalah responden dengan rentang masa kerja 29 – 37 tahun yaitu sebanyak 1,3%.
117
4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 4.4 Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Jumlah Pendidikan 1 S2 3 2 S1 67 3 Diploma 5 4 SMU/sederjat 68 5 SLTP 6 6 SD 1 150 TOTAL Sumber: data primer yang diolah, 2012 NO
Persentase (%) 2% 44,7 % 3,3 % 45,3 % 4% 0,7 % 100%
Tabel di atas menggambarkan bahwa yang menjadi responden penelitian sebagian besar berpendidikan SMU/sederajat yaitu sebanyak 45,3%, dan sisanya berpendidikan S1 sebanyak 44,7 %, SLTP sebanyak 4%, Diploma sebanyak 3,3%, S2 sebanyak 2% dan SD sebanyak 0,7%. Berdasarkan data tingkat pendidikan ini dapat diketahui bahwa pegawai di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang masih ada yang belum memiliki jenjang pendidikan S1.
118
4.3. HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS 4.3.1 Variabel Kepuasan Kerja Berdasarkan perhitungan validitas diperoleh 2 item yang gugur dan 18 item yang valid, dengan rentang nilai validitas antara 0.320 sampai dengan 0.568. Dengan koefisien alpha cronbach dari 18 item sebesar 0.813, yang berarti alat ukur kepuasan kerja dapat diandalkan dalam melakukan penelitian dengan kriteria sangat kuat. Di bawah ini dijelaskan penyebaran item valid dan item gugur. Tabel 4.5 Sebaran Item Valid dan Item Gugur Skala Kepuasan Kerja No 1 2
3
4
5
Aspek
Jumlah Item
Nomor Item Valid
Nomor Item Gugur
4
1, 2, 4,
3
4
5, 6, 8
7
4
9, 10, 11, 12
-
4
13, 14, 15, 16
-
4
17,18, 19, 20
-
20
18
2
Kepuasan terhadap gaji (satisfaction with pay) Kepuasan terhadap promosi (satisfaction with promotions) Kepuasan terhadap rekan kerja (satisfaction with coworkers) Kepuasan terhadap supervisi (satisfaction with supervisors) Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri (satisfaction with work itself) Total
4.3.2 Variabel Iklim Organisasi Berdasarkan perhitungan validitas diperoleh 5 item yang gugur dan 24 item yang valid, dengan rentang nilai validitas antara 0.301 sampai dengan 0.624. Dengan koefisien alpha cronbach dari 24 item sebesar 0.874, yang berarti alat ukur iklim organisasi dapat diandalkan dalam melakukan penelitian dengan kriteria sangat kuat. untuk itu reliabilitas alat 119
ukur iklim organisasi berada pada kategori dapat diandalkan. Di bawah ini akan dijelaskan penyebaran item valid dan item gugur. Tabel 4.6 Sebaran Item Valid dan Item Gugur Skala Iklim Organisasi No 1 2 3 4 5 6
Dimensi Struktur (structure) Standar (standards) Tanggung jawab (responsibility) Penghargaan (recognition) Dukungan (support) Komitmen (commitment) Total
Jumlah Item 5 4
1, 3, 2, 4, 5 6, 7, 10
Nomor Item Gugur 8
5
11, 14, 15
12, 13
5
16, 18, 19, 20
17
5
21, 23, 24, 25
22
5
26, 27, 28, 29, 30
-
29
24
5
Nomor Item Valid
4.3.3 Variabel Motivasi Kerja Berdasarkan perhitungan validitas diperoleh 20 item valid, dengan rentang nilai validitas antara 0.303 sampai dengan 0.562. Dengan koefisien alpha cronbach dari 20 item sebesar 0.864, yang berarti alat ukur motivasi kerja dapat diandalkan dalam melakukan penelitian dengan kriteria sangat kuat. Berikut ini akan dijelaskan penyebaran item valid dan item gugur. Tabel 4.7 Sebaran Item Valid dan Item Gugur Skala Motivasi Kerja No
Aspek
1
Kebutuhan Keberadaan (Existence need) Kebutuhan Relasi (Relatedness need) Kebutuhan Pertumbuhan (Growth need)
2 3
Total
Jumlah Item
Nomor Item Valid
Nomor Item Gugur
8
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
-
8
9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16
-
4
17, 18, 19, 20
-
20
20
120
4.4. DESKRIPSI HASIL PENGUKURAN VARIABEL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data tentang variabel kepuasan kerja pegawai, iklim organisasi dan motivasi kerja. Agar mudah dipahami, data yang diperoleh dari hasil penelitian ini, dideskripsikan dalam bentuk tabulasi yaitu penyajian data yang sudah diklasifikasikan/ dikategorikan ke dalam bentuk tabel atau diagram, sehingga dapat memberikan gambaran deskriptif tentang kepuasan kerja pegawai, iklim organisasi dan motivasi kerja. 4.4.1 Identifikasi Skor 4.4.1.1 Variabel Kepuasan Kerja Skala
kepuasan
kerja
yang
digunakan
dalam
penelitian
menggambarkan kepuasan kerja pegawai dalam bekerja di Dinas Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang. Dalam hal ini responden diminta untuk memberikan penilaian atau tanggapan sejauh mana tingkat kepuasan kerja dari responden. Skala kepuasan kerja terdiri dari 18 item pernyataan yang valid dengan menggunakan 4 option yaitu skor 4 untuk sangat sesuai, 3 untuk sesuai, 2 untuk tidak sesuai, dan 1 untuk sangat tidak sesuai. 4 option ini berlaku untuk pernyataan yang bersifat positif, dan sebaliknya bila pernyataan bersifat negatif. Skor total empiris yang diperoleh dalam penelitian ini menyebar dari skor terendah 41 sampai skor tertinggi 68. Semakin tinggi skor total menunjukkan kepuasan kerja yang semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah skor total menunjukkan kepuasan kerja yang semakin rendah. Skor total data kepuasan kerja yang diperoleh masing-masing responden, diklasifikasikan dalam 4 kategori yakni sangat tinggi, tinggi, rendah, dan sangat rendah. Cara membuat kategori :
Jumlah item yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja adalah 18 item valid, maka secara teoritik skor minimum yang diperoleh adalah 41 dan skor maksimum yang diperoleh adalah 68. 121
Menentukan panjang kelas interval (p) dengan cara : =
68 − 41 4 27 i= 4
−
i=
i = 6,75
Dengan demikian, gambaran tinggi rendahnya kepuasan kerja pegawai dikategorikan pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Deskripsi Pengukuran Variabel Kepuasan Kerja Pegawai Skor
Kategori
61,25 ≤ x < 68 Sangat Tinggi 54,5 ≤ x < 61,25 Tinggi 47,75 ≤ x < 54,5 Rendah 41 ≤ x < 47,75 Sangat Rendah Sumber: data primer yang diolah, 2012
Frekuensi
%
27 63 46 7
18% 42% 35,3% 4,7%
Mean
Stdev
55,43
5,341
Tabel 4.8. menunjukkan bahwa rata-rata skor kepuasan kerja pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang adalah 55.43 dan standar deviasi 5.341. Adapun gambaran sebaran kepuasan kerja adalah sebesar 4,7% pegawai berada pada kategori tingkat kepuasan kerja yang sangat rendah, 35,3% berada pada kategori tingkat kepuasan kerja yang rendah, 42% berada pada kategori tingkat kepuasan kerja yang tinggi, dan 18% berada pada kategori tingkat kepuasan kerja yang sangat tinggi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja pegawai di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang, belum sepenuhnya berada pada tingkat yang diharapkan, karena sebagian besar pegawai masih belum memiliki kepuasan kerja yang tergolong dalam
122
kategori yang sangat tinggi, dalam hal ini kepuasan kerja pegawai masih harus ditingkatkan.
4.4.1.2 Variabel Iklim Organisasi Skala iklim organisasi digunakan untuk mengukur iklim organisasi instansi pemerintah di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang berdasarkan persepsi dari pegawai yang bekerja di dalamnya. Artinya responden diminta untuk memberikan penilaian atau tanggapan yang menunjukkan seberapa baik atau kondusifnya iklim organisasi tempat responden bekerja. Skala iklim organisasi terdiri dari 24 item pernyataan yang valid dengan menggunakan 4 option yaitu skor 4 untuk sangat sesuai, 3 untuk sesuai, 2 untuk tidak sesuai, dan 1 untuk sangat tidak sesuai. 4 option ini berlaku untuk pernyataan yang bersifat positif, dan sebaliknya bila pernyataan bersifat negatif. Skor total empiris yang diperoleh dalam penelitian ini menyebar dari skor terendah 44 sampai skor tertinggi 84. Semakin tinggi skor total menunujukkan iklim organisasi yang lebih baik, sebaliknya semakin rendah skor total menunjukkan iklim organisasi yang semakin tidak baik. Skor total data iklim organisasi yang diperoleh masing-masing responden, diklasifikasikan dalam 4 kategori yakni sangat baik, baik, tidak baik, dan sangat tidak baik. Cara membuat kategori :
Jumlah item yang digunakan untuk mengukur iklim organisasi adalah 24 item valid, maka secara teoritik skor minimum yang diperoleh adalah 44 dan skor maksimum yang mungkin diperoleh adalah 84.
Menentukan panjang kelas interval (p) dengan cara : =
− 123
84 − 44 4 40 i= 4 i=
i = 10
Dengan demikian, gambaran baik tidaknya iklim organisasi berdasarkan persepsi pegawai dikategorikan pada tabel 4.9. Tabel 4.9 Deskripsi Pengukuran Variabel Iklim Organisasi Skor
Kategori
74 ≤ x <84 Sangat baik 64 ≤ x < 73 baik 54 ≤ x < 63 Tidak baik 44≤ x < 53 Sangat tidak baik Sumber: data primer yang diolah, 2012
Frekuensi
%
60 69 17 14
40% 46% 11,3% 2,7%
Mean
Stdev
71,04
7,551
Tabel 4.9 menggambarkan hasil pengisian skala iklim organisasi yang dinilai berdasarkan persepsi responden, di mana diperoleh skor ratarata untuk iklim organisasi adalah 71,04 dan standar deviasi sebesar 7,551. Responden menyatakan iklim organisasi dalam rentang kategori sangat tidak baik sampai kategori sangat baik, dengan penyebaran 2,7% responden menyatakan iklim organisasi tempat responden bekerja sangat tidak baik, 11,3% menyatakan iklim organisasi kategori tidak baik, 46% menyatakan iklim organisasi kategori baik, dan 40% menyatakan iklim organisasi kategori sangat baik. Berdasarkan persepsi responden menunjukkan kecenderungan penilaian baik atau kondusif terhadap iklim organisasi di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang, namun demikian masih ditemukan beberapa responden yang menilai iklim organisasi tersebut belum sepenuhnya baik.
124
4.4.1.3. Variabel Motivasi Kerja Skala
motivasi
kerja
yang
digunakan
dalam
penelitian
menggambarkan motivasi kerja pegawai dalam melakukan pekerjaan di organisasi tempatnya bekerja yaitu pegawai di Dinas Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang. Dalam hal ini responden diminta untuk memberikan penilaian atau memberikan tanggapan sejauh mana tingkat motivasi kerja dari responden. Skala motivasi kerja terdiri dari 20 item pernyataan yang valid dengan menggunakan 4 option yaitu skor 4 untuk sangat sesuai, 3 untuk sesuai, 2 untuk tidak sesuai, dan 1 untuk sangat tidak sesuai. 4 option ini berlaku untuk pernyataan yang bersifat positif, dan sebaliknya bila pernyataan bersifat negatif. Skor total empiris yang diperoleh dalam penelitian ini menyebar dari skor terendah 48 sampai skor tertinggi 76. Semakin tinggi skor total menunjukkan motivasi kerja yang semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah skor total menunjukkan motivasi kerja yang semakin rendah. Skor total data motivasi kerja yang diperoleh masing-masing responden, diklasifikasikan dalam 4 kategori yakni sangat tinggi, tinggi, rendah, dan sangat rendah. Cara membuat kategori :
Jumlah item yang digunakan untuk mengukur motivasi kerja adalah 20 item yang valid, maka secara teoritik skor minimum yang diperoleh adalah 48 dan skor maksimum yang diperoleh adalah 76.
Menentukan panjang kelas interval (p) dengan cara : =
76 − 48 4 28 i= 4
−
i=
i=7
125
Dengan demikian, gambaran tinggi rendahnya motivasi kerja pegawai dikategorikan pada tabel 4.10. Tabel 4.10 Deskripsi Pengukuran Variabel Motivasi Kerja Skor
Kategori
Frekuensi
69 ≤ x < 76 Sangat tinggi 61 ≤ x < 68 Tinggi 53 ≤ x < 60 Rendah 45 ≤ x < 52 Sangat Rendah Sumber: data primer yang diolah, 2012
15 42 83 10
% 10% 28% 55,3% 6,7%
Mean
Stdev
60,54
5,369
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa rata-rata skor motivasi kerja pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang adalah 60,54 dengan standar deviasi 5,369. Adapun gambaran sebaran motivasi kerja adalah sebesar 6,7% pegawai berada pada kategori tingkat motivasi kerja yang sangat rendah, 55,3% berada pada kategori tingkat motivasi kerja yang rendah, 28% berada pada kategori tingkat motivasi kerja yang tinggi, dan 10% berada pada kategori tingkat motivasi kerja yang sangat tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pegawai di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Nusa Tenggara Timur di Kupang pada dasarnya memiliki tingkat motivasi kerja dalam kategori rendah. Dalam hal ini motivasi kerjanya masih harus ditingkatkan.
126
4.5. PENGUJIAN PERSYARATAN ANALISIS (UJI ASUMSI) Pengujian asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan linearitas.
4.5.1. Uji Normalitas Pengujian normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan analisa grafik histogram, grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual, dan uji One Sample Kolmogorov Smirnov. Pada analisa
grafik,
normalitas
dideteksi
dengan melihat
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Adapun dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2011).
127
Gambar 4.1. Histogram Tampilan histogram di atas menunjukkan pola distribusi normal. Sebab memperlihatkan grafik mengikuti sebaran kurva normal, di mana kurva berbentuk lonceng / bell shaped curve yang tidak melenceng ke kiri atau ke kanan.
Gambar 4.2. Grafik P-P Plot Test Berdasarkan grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual di atas menunjukkan bahwa sebaran data (berupa titik-titik)
128
berada di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal tersebut, sehingga asumsi normalitas dapat dipenuhi. Uji normalitas data dapat pula dilakukan secara statistik dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan terdistribusi secara normal, bila nilai signifikansi pada output Kolmogorov-Smirnov di atas nilai (p>0,05). Adapun hasil uji normalitas data dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov ditunjukkan pada tabel 4.11. Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Residual One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parametersa,,b
150 Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
.0000000 3.88047744
Absolute
.065
Positive
.065
Negative
-.028
Kolmogorov-Smirnov Z
.790
Asymp. Sig. (2-tailed)
.560
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat nilai KSZ sebesar 0,790, > 0.05. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nilai residual normal
dan memenuhi asumsi untuk menggunakan analisis regresi.
129
Secara
keseluruhan,
dengan
menggunakan
metode
grafik
histogram, grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual, dan One Sample Kolmogorov-Smirnov dapat dinyatakan bahwa data penelitian ini memenuhi asumsi normalitas dan model regresi ini layak untuk digunakan.
4.5.2. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi linear, yaitu bahwa variasi residual sama untuk semua pengamatan atau disebut homokedastisitas (Gujarati, 1995). Model regresi yang baik yaitu homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Santoso, 2000). Pengujian asumsi ini dilakukan dengan analisis grafik scatterplot dengan kepuasan kerja sebagai variabel dependennya. Dasar pengambilan keputusan adalah jika titik-titik pada output tersebut membentuk suatu pola tertentu yang teratur maka terjadi heterokedastisitas. Bentuk grafik scatterplot yang dihasilkan dapat dilihat pada halaman berikut ini:
130
Gambar 4.3. Scatterplot Scatterplot di atas menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk pola-pola tertentu yang jelas, serta tersebar di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga model regresi dapat dipakai untuk memprediksi variabel kepuasan kerja pegawai berdasarkan iklim organisasi dan motivasi kerja.
4.5.3. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan linear secara sempurna atau mendekati sempurna antara variabel bebas (independen) dalam model regresi. Asumsi klasik yang digunakan pada model regresi berganda adalah bahwa tidak adanya masalah multikolinearitas dalam hal ini tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Pedoman yang digunakan dalam pengujian ini adalah nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor). Multikolinearitas terjadi apabila nilai tolerance ≤ 0.10 dan VIF ≥ 10 (Ghozali, 2011).
131
Tabel 4.12 Hasil uji Multikolinearitas Collinearity Statistics Model 1
Tolerance
VIF
Iklim Organisasi
.614
1.629
Motivasi Kerja
.614
1.629
(Constant)
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa kedua variabel bebas yang digunakan memiliki nilai tolerance lebih kecil dari 0.10 dan nilai VIF lebih kecil dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas pada variabel yang digunakan. Tabel 4.13 Koefisien Korelasi Coefficient Correlationsa Motivasi Kerja
Model 1 Correlations
Covariances
Iklim Organisasi
Motivasi Kerja
1.000
-.621
Iklim Organisasi
-.621
1.000
.006
-.003
-.003
.003
Motivasi Kerja Iklim Organisasi
a. Dependent Variable: Kepuasan Kerja
Dari tabel 4.13, terlihat koefisien korelasi variabel independen berada di bawah 0.90, karena jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (di atas 0.90), maka merupakan indikasi adanya multikolinearitas (Ghozali, 2011). Koefisien korelasi antar variabel iklim organisasi dan motivasi kerja adalah -0.621. Dengan demikian dapat
132
disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas pada model regresi ini. 4.5.4. Uji Linearitas Uji linearitas (Hadi, 2000) dilakukan untuk mengetahui linearitas hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dan untuk mengetahui signifikansi penyimpangan dari linearitas hubungan tersebut. Adapaun hasil uji linearitas terhadap variabel iklim organisasi, motivasi kerja dan kepuasan kerja sebagai berikut: Tabel 4.14 Hasil Uji Linearitas Iklim Organisasi dengan Kepuasan Kerja ANOVA Table Sum of Squares Kepuas Between (Combined) an Groups Linearity Kerja * Deviation from Iklim Linearity Organi sasi Within Groups Total
Mean Square
Df
2302.494
30
76.750
1800.787
1
501.708
29
17.300
1948.339
119
16.373
4250.833
149
F
Sig.
4.688
.000
1800.787 109.988
.000
1.057
.402
Pada tabel ini dapat dilihat nilai F sebesar 109.988 dengan signifikansi 0.000 (p < 0.05) dan nilai F beda sebesar 1.057 dengan signifikansi 0.402 (p > 0.05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi dengan kepuasan kerja memiliki hubungan yang linear.
133
Tabel 4.15 Hasil Uji Linearitas Motivasi Kerja dengan Kepuasan Kerja ANOVA Table Sum of Squares Kepuas Between (Combined) an Groups Linearity Kerja * Motiva Deviation from si Linearity Kerja Within Groups Total
Mean Square
Df
1915.313
24
79.805
1415.668
1
499.644
23
21.724
2335.521
125
18.684
4250.833
149
F
Sig.
4.271
.000
1415.668 75.768
.000
1.163
.291
Berdasarkan tabel ini dapat dilihat nilai F sebesar 75.768 dengan signifikansi 0.000 (p < 0.05) dan nilai F beda sebesar 1.163 dengan signifikansi 0.291 (p > 0.05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja dengan kepuasan kerja memiliki hubungan yang linear.
Secara keseluruhan hasil uji asumsi klasik menunjukkan bahwa model regresi dapat digunakan untuk menguji hipotesis penelitian karena memenuhi beberapa persyaratan analisis yaitu data terdistribusi secara normal, tidak terjadi heteroskedastisitas, seluruh variabel independen tidak terdapat problem multikolinearitas, dan adanya hubungan linear antar variabel independen terhadap variabel dependen.
134
4.6. UJI HIPOTESIS Hipotesis : Iklim organisasi dan motivasi kerja secara simultan sebagai prediktor terhadap kepuasan kerja pegawai di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji regresi berganda yang melibatkan dua variabel independen yaitu iklim organisasi dan motivasi kerja serta satu variabel dependen yaitu kepuasan kerja. Hasil pengujian selengkapnya adalah sebagai berikut: Tabel 4.16 Hasil Uji Regresi Berganda Nilai Koefisien Beta dan Nilai t Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model
B
1 (Constant)
Std. Error
Standardized Coefficients Beta
T
Sig.
3.882
.000
14.571
3.753
Iklim Organisasi
.337
.054
.476
6.225
.000
Motivasi Kerja
.280
.076
.281
3.677
.000
a. Dependent Variable: Kepuasan Kerja
Berdasarkan tabel 4.16 diperoleh persamaan regresi linear sebagai berikut: Y = 14,571+ 0,337X1 + 0,280X2 Keterangan: 1. Konstanta (a) sebesar 14.571 berarti bahwa jika semua variabel independen (iklim organisasi dan motivasi kerja) bernilai 0, maka nilai kepuasan kerja pegawai sebesar 14.571. 135
2. Koefisien regresi iklim organisasi bernilai positif yaitu sebesar 0.337, yang berarti bahwa terdapat pengaruh positif iklim organisasi terhadap kepuasan kerja, dalam hal ini setiap penambahan satu satuan atau satu tingkatan iklim organisasi akan berdampak pada meningkatnya kepuasan kerja pegawai sebesar 0.337, dengan asumsi bahwa variabel independen yang lain dari model regresi adalah tetap. 3. Koefisien regresi motivasi kerja bernilai positif yaitu 0.280, yang berarti bahwa terdapat pengaruh positif motivasi kerja terhadap kepuasan kerja, dalam hal ini setiap penambahan satu satuan atau tingkat motivasi kerja akan berdampak pada meningkatnya kepuasan kerja sebesar 0.280, dengan asumsi bahwa variabel independen yang lain dari model regresi adalah tetap. Tabel 4.17 Hasil Uji Regresi Berganda Signifikansi Nilai F ANOVAb Sum of Squares
Model 1
Df
Mean Square
Regression
2007.176
2
1003.588
Residual
2243.658
147
15.263
Total
4250.833
149
F 65.753
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), Iklim Organisasi, Motivasi Kerja b. Dependent Variable: Kepuasan Kerja
Tabel 4.17 menunjukkan hasil analisas uji F, yang digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara serentak atau bersamasama berpengaruh terhadap variabel dependen. Berdasarkan tabel ANOVA di atas, diperoleh nilai Fhitung sebesar 65.753 dengan signifikansi
136
sebesar 0.000 (p < 0.05) yang berarti ada pengaruh signifikan iklim organisasi dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja pegawai. Tabel 4.18. Hasil Uji Korelasi Regresi Iklim Orgnisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Model Summaryb Model 1
R .687a
R Square
Adjusted R Square
.472
Std. Error of the Estimate
.465
3.90679
a. Predictors: (Constant), Iklim Organisasi, Motivasi Kerja b. Dependent Variable: Kepuasan Kerja
Tabel 4.18 menunjukkan bahwa Nilai R (koefisien korelasi) sebesar 0,687, menggambarkan bahwa korelasi antara iklim organisasi dan motivasi kerja (secara simultan) terhadap kepuasan kerja sangat erat atau kuat. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0.472, menggambarkan bahwa besarnya sumbangan pengaruh variabel iklim organisasi dan motivasi kerja terhadap variabel kepuasan kerja sebesar 47.2%, sedangkan sisanya 52.8% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan dalam model penelitian ini. Selanjutnya standar kesalahan estimasi adalah 3.90679. Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel iklim organisasi dan motivasi kerja dapat digunakan sebagai prediktor terhadap kepuasan kerja pegawai. Untuk mengetahui sumbangan efektif dari tiap variabel independen terhadap variabel dependen dapat digunakan rumus sebagai berikut: SE X1 = Nilai β x koefisien Korelasi X1Y x 100% SE X2 = Nilai β x koefisien korelasi X2Y x 100% Nilai β yang digunakan dalam perhitungan adalah nilai yang sudah distandarisasi, untuk dapat membandingkan besarnya pengaruh dari variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. 137
Tabel 4.19 Sumbangan Efektif Varibel Independen Terhadap Varibel Dependen Variabel X1 (Iklim Organisasi) X2 (Motivasi Kerja)
β (Standardized coefficients) 0.476 0.281 TOTAL
Koefisien korelasi X dan Y 0.651 0.577
Sumbangan efektif 31% 16.2% 47.2%
Tabel 4.19 memaparkan besarnya sumbangan pengaruh yang diberikan oleh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, dimana iklim organisasi memberikan pengaruh yang signifikan sebesar 47,2% (β= 0.476 dan koefisien korelasi 0.651) dan motivasi kerja memberikan pengaruh yang signifikan sebesar 16,2% (β=0.281 dan koefisien korelasi 0.577). Dari hasil ini juga menunjukkan bahwa iklim organisasi memengaruhi kepuasan kerja pegawai lebih besar dibandingkan motivasi kerja. Melalui analisa uji t (tabel 4.16), juga dapat diketahui pengaruh variabel iklim organisasi dan motivasi kerja secara parsial terhadap kepuasan kerja. Untuk variabel iklim organisasi mempunyai nilai thitung sebesar 6.225 dengan signifikansi 0.000 (p<0.05), yang berarti iklim organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja. Variabel motivasi kerja mempunyai nilai thitung sebesar 3.677 dengan signifikansi 0,000 (p<0.05), yang berarti motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara parsial baik iklim organisasi maupun motivasi kerja juga dapat dijadikan sebagai prediktor kepuasan kerja pegawai.
138
Tabel 4.20 Koefisien Beta dari masing-masing aspek variabel independen terhadap variabel dependen Variabel
Iklim Organisasi
Motivasi Kerja
Aspek/ Dimensi Struktur (Structure) Standar (Standards) Tanggung jawab (Responsibility) Penghargaan (Recognition) Dukungan (Support) Komitmen (Commitment) Kebutuhan Keberadaan (Existence need) Kebutuhan Relasi (Relatedness need) Kebutuhan Pertumbuhan (Growth need)
Beta
Signifikansi
0,394
0,000
-0,011 0,088
0,891 0,212
-0,005
0,947
0,228 0,162 0,295
0,007 0,066 0,001
0,338
0,000
0,068
0,387
Tabel 4.20 menunjukkan bahwa untuk variabel iklim organisasi melalui aspek struktur (structure) dalam organisasi yang paling dominan dalam memengaruhi kepuasan kerja pegawai, sedangkan untuk variabel motivasi kerja, aspek kebutuhan untuk relasi (relatedness need) yang paling dominan dalam memengaruhi kepuasan kerja pegawai.
4.7. PEMBAHASAN Secara umum hasil pengukuran di atas membuktikan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa iklim organisasi dan motivasi kerja secara simultan sebagai prediktor terhadap kepuasan kerja pegawai dapat diterima. Hal ini didukung oleh hasil penelitian dengan uji statistika F (Uji signifikansi simultan) dengan nilai Fhit sebesar 65.753 pada taraf signifikansi 0.000 (p<0.05). Jadi, iklim organisasi dan motivasi kerja secara simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai dengan nilai R Square sebesar 0.472 atau 47.2%. Dengan 139
demikian kepuasan kerja pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang dipengaruhi oleh iklim organisasi dan motivasi kerja pegawai sebesar 47.2% dan sisanya sebesar 52.8% diterangkan oleh variabel lain. Dengan kata lain, makin tinggi iklim organisasi dan motivasi kerja maka makin tinggi pula kepuasan kerja pegawai yang dihasilkan. Sebaliknya, makin rendah iklim organisasi dan motivasi kerja maka makin rendah pula kepuasan kerja pegawai. Hal ini mungkin dikarenakan iklim organisasi yang dirasakan melalui persepsi para pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTT di Kupang sudah cukup memberikan suasana kerja yang kondusif dan menyenangkan terhadap harapan, minat, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh para pegawai, yang sekaligus dapat menimbulkan dorongan pegawai untuk memiliki keinginan bekerja dengan kemampuan untuk mengembangkan diri sebagai pemenuhan kebutuhan sehingga menghasilkan kepuasan kerja pegawai. Hal ini di sejalan dengan pendapat Khaeron (2009) bahwa iklim organisasi yang baik dan menyenangkan sesuai harapan dan minat disertai dorongan dari dalam diri untuk bekerja keras dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sehingga dapat mencapai tujuan organisasi dan tercapainya kepuasan kerja karyawan. Hasil ini di dukung dalam penelitian yang dilakukan Aridiana (2007) yang menemukan ada hubungan secara simultan antara iklim organisasi dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja perawat di BPKM RSU Ngudi Waluyo Wlingi. Dalam hasil penelitian ini juga diperoleh sumbangan efektif dari iklim organisasi sebesar 31%, dan motivasi kerja memberikan sumbangan sebesar 16.2%. Hal ini mengindikasikan bahwa iklim organisasi memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kepuasan kerja dibandingkan dengan motivasi kerja pegawai. Dalam hal ini mungkin dapat disebabkan karena motivasi kerja yang bersumber dari dalam diri
140
pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang, kurang kuat dalam memotivasi para pegawai untuk mencapai kepuasan kerja yang lebih baik. Hasil ini diperkuat dengan penelitian penelitian Hidayat (2001) menemukan pula bahwa motivasi kerja berpengaruh sangat rendah dengan nilai regresi 0.129, dan nilai thit = 2.495 dengan sumbangan determinasi sebesar r2= 0.020 atau 0.2% (p = 0.013 <0.05) sehingga dikatakan motivasi kerja karyawan yang didasarkan pada tiga kebutuhan oleh McClelland tidak mempunyai kontribusi yang cukup tinggi terhadap kepuasan kerja karyawan. Sementara itu, iklim organisasi berkaitan dengan lingkungan kerja yang senantiasa dirasakan oleh pegawai selama melakukan aktivitas pekerjaan setiap harinya, sehingga cukup kuat dalam memacu munculnya emosi atau perasaan (menyenangkan/ tidak menyenangkan) dalam diri pegawai, sehingga berdampak pada kepuasan kerja. Secara teoritis iklim organisasi merupakan satu set perlengkapan dari suatu lingkungan kerja yang dirasakan secara langsung atau tidak langsung oleh pegawai yang bekerja di lingkungan tersebut dan beranggapan akan menjadi kekuatan utama yang memengaruhi tingkah laku mereka dalam bekerja (Gibson dkk., 1996). Iklim organisasi merupakan salah satu variabel yang berpengaruh positif
dan
signifikan
terhadap
kepuasan
kerja
pegawai
Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang. Hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai β standar sebesar 0.476, thit sebesar 6.225 dengan signifikansi 0.000 (p<0.05). Dalam hal ini iklim organisasi yang baik, sehat dan kondusif yang dinilai dan dirasakan pegawai menyebabkan kepuasan kerja pegawai yang tinggi, sebaliknya iklim organisasi yang kurang menyenangkan dan tidak kondusif menyebabkan kepuasan kerja yang rendah. Hal ini dikarenakan iklim organisasi
141
merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kualitas kehidupan suatu organisasi yang dipersepsikan oleh pegawai di mana berkaitan dengan terciptanya suatu kondisi kerja yang mendorong dan merangsang para pegawai untuk bekerja lebih giat berdampak pada kepuasan kerja pegawai. Hal ini sejalan dengan pendapat Lussier (2005) yang mengemukakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi pegawai mengenai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif dirasakan oleh anggota organisasi yang berdampak kemudian akan memengaruhi perilaku mereka berikutnya. Ditambahkan pula oleh Stringer (2002) bahwa iklim organisasi berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dilihat dan dirasakan oleh individu dalam lingkungan pekerjaan yang berdampak pada kepuasan kerja. Hal ini diperkuat dengan penelitian Agustin (2010) yang menemukan iklim organisasi melalui teori Stringer berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai. Selain itu, penelitian Ayudiarini (2010) yang meneliti iklim organisasi berdasarkan teori dari Stringer menyimpulkan iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan dengan nilai R square sebesar = 0.591 sehingga iklim organisasi yang kondusif dipersepsikan karyawan dapat memengaruhi kepuasan karyawan dalam bekerja. Namun hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Temitope (2011), Fahrani (2011) dan Mulyanto dan Suryani (2010) yang menyatakan bahwa iklim organisasi tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Akan tetapi hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kaya dkk., (2010), Frimansah dan Santy (2009), Castro dan Martins (2011) yang menyatakan bahwa iklim organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Hal ini memberi indikasi bahwa iklim organisasi merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan oleh pegawai ataupun suatu
142
institusi, karena dengan iklim organisasi yang baik menurut persepsi setiap anggota organisasi maka individu akan berusaha untuk mewujudkan apa yang diinginkan, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepuasan kerjanya. Sementara itu, hasil penelitian ini semakin memperkuat peranan iklim organisasi sebagai suatu arena penetapan keputusan mengenai kepuasan kerja. Apabila iklim dinilai positif dan bermanfaat bagi individu (misalnya memperhatikan kepentingan pekerja dan berorientasi prestasi), maka dapat tercipta rasa nyaman dan nikmat dalam bekerja, di mana perasaan-perasaan tersebut akan menimbulkan rasa puas dalam bekerja, yang pada akhirnya dapat mewujudkan peningkatan kualitas dan kinerja kerja. Sebaliknya apabila iklim dinilai negatif dalam hal ini bertentangan dengan tujuan, harapan, minat, kebutuhan dan motivasi pribadi, dapat menyebabkan rasa bosan dalam bekerja, menurunnya gairah kerja, dan kepuasan kerja pegawai menjadi rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Achua (2004) yang menyatakan bahwa iklim dalam suatu organisasi berfungsi
sebagai
mekanisme
pengendali
yang
membentuk
dan
mengarahkan sikap dan perilaku pegawai. Menurut Gilles (1996), iklim dikatakan positif bagi suatu organisasi apabila memberikan kontribusi pada kepuasan kerja dan kinerja yang efektif serta produktif. Berdasarkan dimensi dalam iklim organisasi yang terlihat pada tabel 4.21 diketahui dimensi struktur (structure) memberi pengaruh yang lebih besar terhadap kepuasan kerja pegawai dengan nilai koefisien β= 0,394, p=0.000;p<0.05, diikuti dimensi dukungan (support) dengan nilai koefisien β=0.228, p=0,007;p<0.05. Hal ini disebabkan dalam Disperindag Provinsi Nusa Tenggara di Kupang telah terorganisir dengan baik yang tertuang dalam struktur kerja dengan uraian kerja yang jelas, adanya praktik kebijakan yang demokratis disertai dukungan para pegawai yang bekerja sama dengan baik sehingga menghasilkan kepuasan kerja pegawai.
143
Hal ini sejalan dengan pendapat Stringer (2002) bahwa struktur yang tinggi maka pegawai merasa bahwa pekerjaan setiap pegawai terorganisir dengan baik. Sementara itu, dimensi dukungan yang tinggi menjadikan pegawai bagian dari tim yang berfungsi dengan baik dan merasa ada bantuan dari atasannya. Hasil ini sejalan dengan penelitian Bhutto dkk., (2012) yang menemukan dimensi struktur berpengaruh lebih kuat terhadap kepuasan kerja karyawan (β= 3.399, p=0.015; p<0.05) dan penelitian Agustin (2010) membuktikan dimensi dukungan dari iklim organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan (β=0.296, p=0.000; p<0,05) sehingga semakin baik struktur dan dukungan yang dipersepsikan karyawan sebagai iklim organisasi yang kondusif dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Stringer (2002) bahwa dimensi struktur adalah bagian dari kondisi eksternal lingkungan kerja organisasi dan dimensi dukungan adalah bagian kondisi internal lingkungan kerja organisasi, keduanya memiliki pengaruh langsung dan paling banyak berpengaruh sebagai penentu iklim organisasi. Selain itu, dalam penelitian ini iklim organisasi melalui dimensi standar (standards) memiliki nilai koefisien β=-0.011, dan tidak signifikan (p=0.891; p>0,05). Hal ini mungkin dikarenakan standar kerja yang ditetapkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara di Kupang bersifat umum, artinya sesuai dengan standar yang ditetapkan untuk semua lembaga pemerintah dan dilakukan secara rutinitas, satndar kinerja yang masih kurang, produktivitas kerja yang kadang menurun oleh karena kurang terorganisasi atau kurang terencana, ketidakjelasan atas kewenangan formal untuk pengambilan keputusan, dan standar kerja yang diterapkan belum sesuai dengan keahlian/ latar belakang pendidikan yang dimiliki setiap pegawai untuk di tempatkan pada masing-masing unit kerja. Hal ini sejalan dengan ungkapan Kosasih (2002) bahwa standar
144
yang lemah berkontribusi dengan kepuasan kerja disebabkan standar pekerjaan yang ditetapkan bersifat umum dan dilakukan secara rutinitas serta berlaku kepada semua lembaga. Hasil ini diperkuat oleh temuan Bhutto dkk., (2012) yang membuktikan iklim organisasi melalui dimensi standar berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan (β=-1.071, p=0.407; p>0.05) dengan menyimpulkan bahwa rendahnya dimensi standar berpengaruh terhadap rendahnya kepuasan kerja karyawan. Sementara itu, dimensi tanggung jawab (responsibility) dari iklim organisasi mempunyai nilai koefisien β= 0.088 dan tidak signifikan (p = 0.212; p>0.05). Hal ini dikarenakan kurangnya tanggung jawab pegawai dalam menjalankan pekerjaannya yang secara rutinitas dan monoton, kurang memiliki inisiatif, dan ketrampilan yang rendah dalam melakukan pekerjaan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kosasih (2002) bahwa tanggung jawab yang lemah karena responden kurang membedakan antara suatu tanggung jawab dan rutinitas, serta kurangnya ketrampilan dalam bekerja. Hal ini diperkuat dalam penelitian Bhutto dkk., (2012) yang menemukan iklim organisasi melalui dimensi tanggung jawab tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan (β= 0.559, p=0.689; p>0.05) sehingga disimpulkan rendahnya dimensi tanggung jawab berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan yang rendah. Selanjutnya,
dimensi
komitmen
(commitment)
dari
iklim
organisasi mempunyai nilai koefisien β=0.162 dan tidak signifikan (p =0.066; p>0.05). Hal ini dikarenakan kurangnya sikap loyalitas pegawai melalui rendahnya displin waktu di mana beberapa pegawai datang terlambat dalam bekerja, kurangnya kepedulian atas pekerjaan dengan meninggalkan pekerjaan pada saat jam kerja, lebih banyak waktu untuk mengobrol dengan sesama rekan kerja daripada melakukan pekerjaannya,
145
kurangnya keterikatan dengan unit kerja dalam menjiwai setiap tugas dan pekerjaan oleh pegawai sendiri yang timbul dari minat yang rendah dalam bekerja sebagai wujud ketidakbanggaan pegawai dalam bekerja yang memengaruhi rendahnya kepuasan kerja pegawai dan berdampak pada tujuan
organisasi.
Stringer
(2002)
mengemukakan
komitmen
merefleksikan perasaan bangga oleh pegawai sebagai bagian dalam organisasi dan tingkat atau derajat komitmen/ loyalitas terhadap pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Perasaan komitmen kuat berasosiasi dengan loyalitas personal. Level rendah komitmen artinya pegawai merasa apatis terhadap organisasi dan tujuannya. Hal ini diperkuat oleh penelitian Chao (2010) yang membuktikan iklim organisasi melalui komitmen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan (β=0.35, p=5.54 p<0.00 sehingga rendahnya komitmen berdampak pada rendahnya kepuasan kerja karyawan. Lebih lanjut, iklim organisasi melalui dimensi penghargaan (recognition) memiliki nilai terendah dengan nilai koefisien β = -0.005, dan tidak signifikan (p=0.947; p>0.05). Temuan ini sejalan dengan wawancara penulis kepada beberapa pegawai yang mengatakan bahwa pegawai kurang mendapat penghargaan bila berprestasi dalam melakukan pekerjaan, sistem promosi yang belum membantu pegawai yang terbaik untuk memperoleh jabatan yang lebih tinggi, gaji yang belum mencukupi untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan baik, dan kurangnya penghargaan yang sesuai dengan kinerja yang telah dicapai. Hal ini senada diungkapkan Kosasih (2002) bahwa lemahnya aspek penghargaan dalam iklim organisasi yang berkontribusi terhadap kepuasan kerja dikarenakan kurangnya penghargaan bagi mereka yang berprestasi, kurangnya pengakuan, kurangnya kesempatan maju untuk pegawai, pekerjaan yang kurang menarik dan tanggung jawab yang rendah. Hasil ini diperkuat
146
dalam penelitian Singh dkk., (2011) yang menemukan dimensi penghargaan dari iklim organisasi berpengaruh negatif dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan (β=0.038, p=0.767; p>0.05) sehingga disimpulkan rendahnya dimensi penghargaan memengaruhi rendahnya kepuasan kerja karyawan. Selain iklim organisasi, motivasi kerja juga menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien β sebesar 0.281, thit sebesar 3.677 dengan signifikansi 0.000 (p<0.05). Hasil ini mengindikasikan bahwa dengan adanya motivasi kerja melalui terpenuhinya kebutuhan pegawai dalam bekerja dapat memengaruhi kepuasan kerja pegawai. Selain itu, motivasi kerja yang terkandung dalam kebutuhan direfleksikan sebagai energi yang mendorong pegawai untuk memiliki kemampuan sehingga memperoleh kepuasan dalam bekerja. Hal ini sejalan dengan pendapat Robbins (2001) bahwa motivasi diartikan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan untuk memenuhi suatu kebutuhan individual. Dalam penelitian ini didasarkan pada teori motivasi Alderfer yang secara operasional mengemukakan motivasi kerja adalah sejauhmana pekerjaan yang dilakukan pegawai memungkinkan kebutuhan untuk dipuaskan (dalam Trivellas, Kakkos, & Reklitis, 2010). Ditambahkan pula Trivellas, Kakkos, dan Reklitis (2010) bahwa keunggulan teori Alderfer berasal dari orientasi yang spesifik dalam pekerjaan dengan mengidentifikasi kebutuhan yang spesifik melalui kebutuhan untuk gaji, kebutuhan untuk tunjangan tambahan, kebutuhan untuk berhubungan dengan atasan dan rekan kerja, dan kebutuhan untuk bertumbuh dalam pekerjaan sehingga memberikan kepuasan pegawai di
147
tempat kerja. Demikian dalam teori Alderfer ini menekankan pada kebutuhan seorang karyawan sebagai kekuatan pendorong utama dalam memotivasi karyawan untuk meningkatkan kepuasan kerja (dalam Trivellas, Kakkos, & Reklitis, 2010). Temuan dalam penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Budiyanto dan Oetomo (2011), Arifin (2005), dan Ekayadi dan Mukodim (2009) yang menemukan bahwa motivasi kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja. Akan tetapi hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kartika dan Kaihatu (2010), Mamik (2009), Subyantoro (2009), Afriyantie (2011), dan Setyawan (2005) yang membuktikan bahwa motivasi kerja secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai sehingga adanya motivasi kerja melalui dorongan untuk memenuhi kebutuhan dalam bekerja dapat meningkatkan kepuasan pegawai dalam bekerja. Senada dengan itu, Porter dan Lawler (dalam Gunawan, 2009) mengemukakan keterkaitan motivasi kerja dan kepuasan kerja dengan menjadikan imbalan yang adil sebagai komponen motivasi yang akan memengaruhi kepuasan seseorang sehingga karyawan yang memiliki motivasi kerja yang tinggi cenderung akan memiliki kepuasan kerja yang tinggi. Penelitian Herpen dkk., (2005) dan Tyilana (2005) menyatakan bahwa menjadikan motivasi kerja merupakan pemicu terjadinya kepuasan kerja sehingga pegawai yang memiliki motivasi dalam bekerja akan dapat merasakan kepuasan dalam bekerja. Demikian adanya motivasi dalam bekerja yang dimiliki pegawai dapat mendorong untuk berusaha keras dengan ketrampilan dan kemampuan yang dimiliki untuk memperoleh kepuasan dalam bekerja dan pada gilirannya kepuasan kerja merupakan parameter untuk menjamin prestasi kerja (dalam Usman, 2009).
148
Berdasarkan aspek-aspek dalam motivasi kerja yang terlihat pada tabel 4.21 diketahui aspek kebutuhan keberadaan dari motivasi kerja memberi pengaruh dengan nilai koefisien β=0.295 (p=0.001; p<0.05) dan kebutuhan relasi/ hubungan (relatedness need) dari motivasi kerja memberi pengaruh yang lebih besar dari aspek motivasi kerja yang lain, dengan nilai koefisien β=0.338 (p=0.000; p<0.05). Hal ini dikarenakan motivasi kerja yang didapatkan pegawai melalui kebutuhan relasi yang baik antara pegawai dengan pimpinan dan sesama rekan kerja yang harmonis dapat memengaruhi kepuasan kerja pegawai. Menurut Alderfer (dalam Risambessy dkk., 2011) aspek kebutuhan relasi atau relatedness need menekankan pada pentingnya kebutuhan hubungan sosial dan hubungan antar pribadi yang meliputi kebutuhan hubungan antara pegawai dengan pimpinan, dan kebutuhan hubungan pegawai dengan rekan kerja. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Shouksmith (1989) yang menemukan motivasi kerja melalui aspek kebutuhan relasi tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan Vertenar di New Zealand. Akan tetapi hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kakkos dkk., (2010) dan penelitian Risambessy dkk., (2011) yang membuktikan bahwa motivasi kerja teori Alderfer melalui aspek kebutuhan relasi dengan atasan dan rekan kerja adalah yang paling berpengaruh kuat terhadap kepuasan kerja karyawan. Hasil ini mengindikasikan bahwa adanya dorongan kebutuhan pegawai melalui kebutuhan untuk menjalin relasi antara pegawai dengan pimpinan dan hubungan antara rekan kerja yang diperoleh dari pekerjaannya membuat pegawai lebih termotivasi dalam bekerja yang berdampak pada kepuasan kerja pegawai. Demikian juga hasil ini memperkuat penjelasan teori motivasi kerja Alderfer pada gambar 2.3. bahwa kebutuhan relasi sangat penting untuk menghasilkan suatu kekuatan dari kebutuhan untuk memperoleh kepuasan. Sementara itu,
149
Wijono (2010) mengungkapkan bahwa aspek kebutuhan relasi dapat membuat pegawai lebih mampu untuk mencapai kepuasan kerja dan bermanfaat untuk melepaskan pegawai dari perasaan bimbang dan tidak pasti
secara
sosial
sehingga
pegawai
dapat
diarahkan
untuk
mengembangkan dirinya sebagai manusia yang sempurna. Sementara itu, dalam penelitian ini motivasi kerja melalui aspek kebutuhan akan pertumbuhan (Growth need) memiliki nilai koefisien β= 0.068 dengan tidak signifikan (p=0.387; p>0.05). Hal ini mungkin disebabkan motivasi kerja melalui pemenuhan kebutuhan pertumbuhan masih kurang diperoleh pegawai dalam bekerja untuk meningkatkan kepuasan kerja pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang namun motivasi kerja melalui aspek kebutuhan keberadaan dan aspek kebutuhan relasi yang lebih tinggi dalam penelitian ini tidak mengabaikan peranan aspek kebutuhan pertumbuhan untuk meningkatkan kepuasan kerja. Sejalan dengan itu, Alderfer (dalam Mangkunegara, 2000) tidak memandang ketiga gabungan kebutuhan tersebut sebagai suatu hirarki seperti halnya Maslow namun Alderfer berpendapat bahwa salah satu kelompok kebutuhan dapat tetap kuat, walaupun kelompok kebutuhan lainnya telah terpenuhi atau tidak terpenuhi, latar belakang seseorang atau lingkungan budaya seseorang dapat menyebabkan munculnya kebutuhan relasi terlebih dahulu, tanpa harus
terpenuhinya
kebutuhan
akan
keberadaan
dan
kebutuhan
pertumbuhan. Namun hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Noermijati dan Ristri (2010) yang menemukan motivasi kerja melalui teori E.R.G Alderfer yang meliputi aspek kebutuhan keberadaan, aspek kebutuhan relasi, dan aspek kebutuhan pertumbuhan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja dengan nilai regresi 0.083, nilai
150
koefisien β =0.129, dan nilai thit =0.994 dengan nilai tidak signifikan (p=0.327; p>0.05). Hal ini dikarenakan pemenuhan kebutuhan bukan merupakan hal atau faktor utama dalam memengaruhi kepuasan kerja sehingga pemenuhan kebutuhan hanya menjadi salah satu motivasi atau pendorong dalam melaksanakan pekerjaan bukan dalam memuaskan pekerjaan.
Dikatakan
pula
bahwa
pemenuhan
kebutuhan
hanya
berpengaruh pada kepuasan masing-masing pribadi responden. Apabila terjadi ketidakpuasan atau ketika harapan mereka tidak terpenuhi, maka hal tersebut yang mendorong seseorang untuk bekerja lebih keras lagi sampai mereka merasa harapan mereka terpenuhi sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat menentukan kepuasan kerja adalah apa yang yang diharapkan seseorang dari pekerjaannya dan apa yang mereka terima dari pekerjaan tidak hanya dari pemenuhan kebutuhannya saja. Hal ini menjadi jelas bahwa walaupun tidak berpengaruh secara signifikan namun motivasi kerja melalui pemenuhan kebutuhan tidak boleh diabaikan. Demikian diperkuat dalam hasil penelitian Risambessy dkk., (2011) yang membuktikan motivasi melalui tiga aspek kebutuhan Alderfer berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan dengan nilai koefisien regresi sebesar 0.548, nilai thit =5.324, dan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p<0.05). Hasil ini menyimpulkan bahwa karyawan yang memiliki motivasi kerja melalui terpenuhinya tiga aspek kebutuhan Alderfer dapat memengaruhi kepuasan kerja karyawan. Dengan demikian berdasarkan keseluruhan hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa iklim organisasi dan motivasi kerja dapat memprediksi kepuasan kerja pegawai secara simultan atau parsial. Dengan menciptakan iklim organisasi yang baik dan kondusif melalui kondisi lingkungan internal pekerjaan berupa dimensi struktur, standar, tanggung jawab, penghargaan, dukungan, dan komitmen dalam organisasi
151
dengan disertai motivasi kerja dapat dicapai melalui pemenuhan kebutuhan yang mendorong pegawai untuk bekerja yang didasari oleh kebutuhan akan keberadaan, kebutuhan akan relasi dan kebutuhan untuk bertumbuh atau berkembang dalam pekerjaan untuk memuaskan kebutuhan dalam bekerja. Motivasi lebih berperan sebagai faktor internal dalam diri pegawai dalam bekerja. Sedangkan iklim organisasi berperan sebagai faktor eksternal. Kombinasi dari kedua faktor ini pada aktivitas pegawai dalam organisasi sangat penting karena berpengaruh pada kepuasan kerja pegawai sebagaimana dinyatakan oleh Rivai (2005) bahwa kepuasan kerja ada dasarnya dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Dalam konteks organisasi pemerintah, dengan adanya iklim organisasi yang kondusif disertai motivasi kerja pegawai maka akan dapat meningkatkan kepuasan kerja pegawai.
152