BAB III
PERTIMBANGAN PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUAT SURAT DAKWAAN SECARA TERPISAH
Di dalam hukum acara pidana secara garis besar tahapan-tahapan dalam hukum acara pidana dibagi dalam 5 (lima) tahapan, yaitu: 1. Tahap penyidikan (opsporing) dilaksanakan oleh penyidik; 2. Tahap penuntutan (vervolging) dilaksanakan oleh penuntut umum; 3. Tahap mengadili (rechtspraak) dilaksanakan oleh hakim: 4. Tahap melaksanakan putusan hakim (executie) dilaksanakan oleh jaksa; 5. Tahap pengawasan dan pengamatan putusan pengadilan dilaksanakan oleh hakim pengadilan negeri. Tahapan-tahapan tersebut merupakan suatu proses yang kait mengkait antara tahap yang satu dengan tahap selanjutnya yang dilaksanakan oleh subyek pelaksana hukum acara pidana, yang akhirnya bermuara pada tahap pemeriksaan terdakwa dalam persidangan pengadilan (tahap mengadili). Kemudian ketika terpidana berada dalam lembaga pemasyarakatan sebagai tahap mengawasi dan mengamati putusan pengadilan. Permasalahan yang akan dibahas mengenai pertimbangan penuntut umum dalam membuat surat dakwaan secara terpisah terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang, terletak pada tahap penuntutan. Maka ada baiknya terlebih dahulu menjelaskan tahap penuntutan ini secara ringkas.
Universitas Sumatera Utara
Dalam prakteknya proses penuntutan dibagi menjadi tahap pra-penuntutan dan tahap penuntutan. Akan tetapi hukum acara pidana indonesia yakni KUHAP sendiri memuat kedua tahap ini dalam satu bab saja, adapun bab itu adalah Bab Penuntutan (Bab XV). a. Tahap pra-penuntutan. Tahap pra-penuntutan dimulai saat penuntut umum menerima berkas perkara dari penyidik. Dalam waktu tujuh hari penuntut umum/jaksa harus menentukan apakah berkas perkara tersebut sudah lengkap. "Lengkap" artinya bukti-buktinya cukup dan berkasnya disusun menurut KUHAP. 29 Kalau penuntut umum
berpendapat
berkasnya
belum
lengkap
maka
penuntut
harus
mengembalikannya kepada penyidik disertai dengan petunjuk-petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi. Dalam waktu empat belas hari penyidik harus menyelesaikan penyidikan tambahan itu sesuai dengan petunjukpetunjuk penuntut umum. Sebaliknya, berkas perkara dianggap sudah lengkap dan penyidikan dianggap telah selesai apabila sejak penyerahan berkas tersebut penuntut umum tidak mengembalikannya kepada penyidik. Akan tetapi dalam tahap pra-penuntutan ini ternyata dapat menjadi permasalahan dalam praktik. Tidak ada suatu ketentuan dalam Undang-undang No.81 Tahun 1981 yang mengatur berapa kali berkas perkara bolak-balik antara penyidik dan penuntut umum dalam hal perkara tersebut menurut pandangan penuntut umum belum lengkap. 30
29
R.M. Surakhman dan Andi Hamzah, Jaksa di Berbagai Negara : peranan dan kedudukannya. Jakarta: Sinar Grafika, 1995. hlm. 35. 30 Moerad B.M, Pontang, Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara Pidana. Bandung: Alumni, 2005. hlm. 195.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu, dalam Pasal 30 (1) e dan penjelasannya Undang-undang tentang Kejaksaan RI (UU No. 16 Tahun 2004) memberi wewenang kepada kejaksaan melakukan penyidikan tambahan, tetapi penyidikan tersebut terbatas pada perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, atau dapat meresahkan masyarakat, dan atau dapat membahayakan keselamatan negara; di samping itu, penyidikan tambahan tersebut harus diselesaikan dalam waktu empat belas hari dan juga tidak dilakukan terhadap tersangka serta memegang prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik. b. Tahap penuntutan. Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan. Apabila penuntut umum berpendapat bahwa penuntutan dapat dilakukan, ia dalam waktu secepatnya akan membuat surat dakwaan. Menurut Pasal 1 butir 7 KUHAP penuntutan adalah "tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pcngadilan". Disamping juga sebaliknya, apabila penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyelidikan tidak dapat dilakukan penuntutan, karena tidak cukup alasan / bukti, atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, maka penuntut umum membuat surat ketetapan. Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka dan bila tersangka ditahan wajib segera dibebaskan. Turunan surat ketetapan itu wajib disampaikan
Universitas Sumatera Utara
kepada : Tersangka, Keluarga Tersangka, Penasehat Hukum Tersangka, Pejabat Rutan, Penyidik dan Hakim. Di samping itu Pasal 137 KUHAP menyatakan bahwa penuntut umum berwenang melakukan penuntutan tcrhadap siapa saja yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dengan melimpahkan perkaranya ke pengadilan. Wewenang eksklusif penuntutan ini sudah lama dijalankan sejak zaman penjajahan Belanda. Oleh karena itu, adalah tugas jaksa untuk memonitor langkah-langkah penyidikan. 31 Jadi wewenang menentukan apakah akan menuntut atau tidak menuntut bukan diberikan kepada polisi, melainkan kepada jaksa.
A. Surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan perkara pidana Rumusan surat dakwaan haruslah sejalan dengan hasil pemeriksaan penyidikan. Rumusan surat dakwaan yang menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan merupakan surat dakwaan yang palsu dan tidak benar. Surat dakwaan yang demikian tidak dapat dipergunakan jaksa menuntut terdakwa. Misalnya, dari hasil dan kesimpulan pemeriksaan penyidikan jelas secara murni terdakwa diperiksa melakukan perbuatan "penipuan" berdasarkan Pasal 378 KUHP. Kemudian dari hasil pemeriksaan penyidikan tersebut penuntut umum merumuskan surat dakwaan "pencurian" berdasarkan Pasal 362 KUHP. Dalam contoh ini rumusan surat dakwaan sudah jauh menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan. Apabila penyimpangan yang seperti ini diperkenankan dalam pelaksanaan penegakan hukum, kita telah menghalalkan penuntut umum berbuat sesuka hati mendakwa seseorang atas sesuatu yang tidak pernah dilakukannya.
31
R.M. Surakhman dan Andi Hamzah. op. cit., hlm. 36.
Universitas Sumatera Utara
Keleluasaan yang demikian tidak dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis, dan dapat dianggap merupakan penindasan kepada terdakwa. Jika seandainya terdakwa menjumpai perumusan surat
dakwaan yang
jauh
menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan, terdakwa dapat mengajukan keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan dimaksud. Demikian juga hakim, apabila menjumpai rumusan surat dakwaan yang menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan, dapat menyatakan surat dakwaan "tidak dapat diterima" atas alasan isi rumusan surat dakwaan "kabur" atau obscuur libel, karena isi rumusan surat dakwaan tidak senyawa dan tidak menegaskan secara jelas fakta tindak pidana yang ditemukan dalam pemeriksaan penyidikan dengan apa yang diuraikan dalam surat dakwaan. Apabila pengadilan menerima pelimpahan berkas perkara, seharusnya pihak pengadilan meneliti secara saksama apakah surat dakwaan yang diajukan tidak menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan. Dan tentang menyimpang atau tidaknya rumusan surat dakwaan dengan hasil pemeriksaan penyidikan dapat diketahui hakim dengan jalan menguji rumusan surat dakwaan dengan berita acara pemeriksaan penyidikan. 32 Hal yang penting diperhatikan tentang fungsi surat dakwaan dalam pemeriksaan sidang pengadilan bahwa fungsi surat dakwaan dalam sidang pengadilan merupakan landasan dan titik tolak perneriksaan terdakwa. Berdasarkan rumusan surat dakwaan dibuktikan kesalahan terdakwa. Pemeriksaan sidang tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan. Jika surat dakwaan berisi tuduhan melakukan perampokan pada malam hari 32
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Penyidikan dan Penuntutan , Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. hlm. 387.
Universitas Sumatera Utara
dengan mempergunakan senjata yang didahului dengan pembongkaran dan penembakan, maka nantinya sepanjang ruang lingkup itulah sebagai batas-batas pemeriksaan dalam persidangan. Sudah seharusnya persidangan tidak boleh melakukan pemeriksaan terhadap kejahatan dan keadaan lain diluar apa yang didakwakan. Itulah sebabnya undang-undang mewajibkan penuntut umum menyusun rumusan surat dakwaan yang jelas, supaya mudah mengarahkan jalannya pemeriksaan sidang. Cara dan arah pemeriksaan dalam persidangan harus melingkupi semua pihak, apakah hakim yang memimpin persidangan, penuntut umum yang bertindak sebagai penuntut, terdakwa maupun penasihat hukum yang berperan sebagai pendamping terdakwa, mesti terikat pada rumusan surat dakwaan. Menyimpang dari itu, dianggap sebagai kekeliruan dan perkosaan kepada usaha penegakan hukum serta mengakibatkan perkosaan kepada diri terdakwa karena kepadanya dilakukan pemeriksaan mengenai sesuatu yang tidak didakwakan kepadanya. Tujuan dan guna surat dakwaan adalah sebagai dasar atau landasan pemeriksaan perkara di dalam sidang pengadilan. Hakim di dalam memeriksa suatu perkara tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan. Dengan demikian seorang terdakwa yang dihadapkan ke sidang pengadilan hanya dapat dijatuhi hukuman karena telah terbukti melakukan tindak pidana seperti yang disebutkan atau yang dinyatakan jaksa dalam surat dakwaan. Oleh karena itu, pendekatan perneriksan persidangan harus bertitik tolak dan diarahkan kepada usaha membuktikan tindak pidam yang dirumuskan dalam surat dakwaan. Penegasan prinsip ini pun sejalan dengan putusan Mahkamah Agung
Universitas Sumatera Utara
tanggal 16 Desember 1976 No. 68 K/KR/1973, yang menyatakat "Putusan pengadilan harus berdasarkan pada tuduhan, yang dalam hal ini berdasarkn Pasal 315 KUHP, walaupun kata-kata yang tertera dalam surat tuduhan lebih banyak ditujukan pada Pasal 310 KUHP". 33 Diharapkan pemeriksaan sidang tidak menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan, yang dapat mengakibatkan pemeriksaan dan pertimbangan putusan menyimpang dari apa yang dimaksudkan dalam surat dakwaan, maka untuk mencapai keadaan itu, sebenarnya diperlukan kesadaran hak dan kewajiban dari masing-masing penegak hukum. Dengan demikian dapat daimabil kesimpulan bahwa arti pentingnya surat dakwaan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam sidang pengadilan adalah sebagai berikut: 1. Bagi Penuntut Umum. Surat dakwaan merupakan dasar penuntutan perkara ke pengadilan dan juga dasar untuk pembuktian dan pembahasan juridis dalam tuntutan pidana (requsitoir); dasar untuk rnelakukan upaya hukum. 2. Bagi Terdakwa/Penasihat Hukum Surat dakwaan merupakan dasar untuk melakukan pembelaan dengan menyiapkan bukti-bukti kebalikan terhadap apa yang didakwakan oleh penuntut umum. 3. Bagi Hakim Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan di persidangan dan pedoman untuk mengambil keputusan yang akan dijatuhkan.
33
Ibid., hlm. 388.
Universitas Sumatera Utara
B. Pertimbangan Penuntut Umum dalam Membuat Surat Dakwaan Secara Terpisah Surat dakwaan sangat penting dalam hukum acara pidana, karena menjadi dasar pemeriksaan di sidang pengadilan. Pada Pasal 141 KUHAP yang menyangkut bentuk surat dakwaan kumulasi, undang-undang dan praktek hukum memberi kemungkinan menggabungkan beberapa
perkara
atau
beberapa orang dalam satu surat dakwaan. Dengan jalan penggabungan tindak pidana dan pelaku-pelaku tindak pidana dalam suatu surat dakwaan perkara atau pelaku-pelakunya dapat diperiksa dalam suatu persidangan pengadilan yang sama. Berbeda halnya dengan apa yang diatur ketentuan Pasal 141 KUHAP, pertimbangan penuntut umum dalam membuat surat dakwaan terpisah berpedoman pada Pasal 142 Undang-undang No. 8 Tahun 1981 KUHAP. Ketentuan ini boleh dikatakan merupakan kebalikan ketentuan Pasal 141, pada Pasal 142 KUHAP memberi wewenang kepada penuntut umum untuk melakukan "pemecahan berkas perkara" dari satu berkas menjadi beberapa berkas perkara. Pemecahan berkas perkara ini dulu disebut splitsing. Memecah satu berkas perkara menjadi dua atau lebih atau a split trial. 34 Menurut M. Yahya Harahap, pakar hukum acara, pemisahan berkas perkara bukan tren yang muncul belakangan. Sejak zaman HIR, itu sudah lazim dipraktekkan di pengadilan. “Pada
34
Ibid., hlm. 442.
Universitas Sumatera Utara
masa lalu, tujuan memecah perkara itu terkait karena kurangnya saksi. Sehingga untuk mencukupi saksi sebagai alat bukti, berkas dipecah”.
35
Pada dasarnya pemecahan berkas perkara terjadi disebabkan faktor pelaku tindak pidana terdiri dari beberapa orang. Pemecahan berkas perkara ini dapat terjadi pada beberapa perkara yang merupakan tindak pidana yang terdiri dari beberapa orang, sedangkan saksinya tidak ada selain para pelaku tindak pidana, misalnya kasus pemerkosaan, ataupun korupsi. Untuk menghindari pelaku terlepas atau terbebas dari pertanggungjawaban hukum pidana, apabila terdakwa terdiri dari beberapa orang, dan dari hasil penyelidikan penuntut umum ragu untuk meneruskan perkara ke pengadilan karena kekurangan bukti dan saksi, maka penuntut umum dapat menempuh kebijaksanaan untuk memecah berkas perkara menjadi beberapa berkas sesuai dengan jumlah terdakwa. Untuk mencegah terjadinya penerapan yang salah terhadap pemecahan berkas perkara ini maka pada pelaksanaannya ada beberapa ketentuan dalam pemecahan berkas perkara, yaitu : a.
Berkas yang semula diterima penuntut umum dari penyidik, dipecah menjadi dua atau beberapa berkas perkara,
b.
Pemecahan dilakukan apabila yang menjadi terdakwa dalam perkara tersebut, terdiri dari beberapa orang. Dengan pemecahan berkas dimaksud, masing-masing terdakwa didakwa dalam satu surat dakwaan yang berdiri sendiri antara yang satu dengan yang lain,
c.
Pemeriksaan perkara dalam pemecahan berkas perkara,
35
website : http://www.modusaceh-news.com/files/hal/hal11edisi36des2007.pdf diakses pada tanggal 30 Mei 2008.
Universitas Sumatera Utara
tidak lagi dilakukan bersamaan dalam suatu persidangan. Masing-masing terdakwa diperiksa dalam persidangan yang berbeda. d.
Pada umumnya, pemecahan berkas perkara menjadi penting, apabila dalam perkara tersebut kurang bukti dan kesaksian.
Biasanya “splitsing” dilakukan dengan membuat berkas perkara baru dimana para tersangka saling menjadi saksi, sehingga diperlukan pemeriksaan baru, baik tersangka maupun saksi. 36
Dengan pemecahan berkas perkara
menjadi beberapa perkara yang berdiri sendiri, antara seseorang terdakwa dengan terdakwa yang lain, masing-masing dapat dijadikan sebagai saksi secara timbal balik. Kalau para terdakwa diadili secara terpisah maka diharapkan terdakwa dapat dihadapkan satu sama lainnya untuk menguatkan bukti dan keterangan saksi. Sedangkan apabila mereka digabung dalam suatu berkas dan pemeriksaan persidangan, antara yang satu dengan yang lain tidak dapat dijadikan saling menjadi saksi yang timbal balik.
C. Pemeriksaan Penyidikan dalam Pemecahan Berkas Setelah penuntut umum menentukan berkas perkara harus dipecah maka timbul pertanyaan siapa yang melakukan pemeriksaan penyidikan dalam pemecahan berkas perkara. Seperti yang diterangkan, salah satu urgensi pemecahan berkas perkara menjadi beberapa berkas yang berdiri sendiri, dimaksudkan untuk menempatkan para terdakwa masing-masing menjadi saksi secara timbal balik di antara sesama mereka. Oleh karena itu jelas diperlukan kembali pemeriksaan 36
Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana, Jakarta: Yayasan Pengayoman, tt. hlm. 90.
Universitas Sumatera Utara
penyidikan. Dengan adanya pemecahan berkas perkara ini maka dengan sendirinya mementahkan kembali pemeriksaan kepada proses pemeriksaam penyidikan. Kalau begitu, dengan adanya keharusan untuk kembali melakukan pemeriksaan penyidikan, maka pemeriksaan penyidikan yang diakibatkan pemecahan berkas tetap menjadi wewenang instansi penyidik walaupun pemecahan berkas dilakukan penuntut umum. Alasan utama dalam hal ini adalah pada hakikatnya pemecahan berkas perkara masih dalam tahap prapenuntutan. Dengan demikian pemeriksaan penyidikan belum selesai dan masih tetap menjadi wewenang instansi penyidik. Atas pertimbangan tersebut maka dalam pemecahan berkas perkara
pemeriksaan penyidikan dilakukan oleh
penyidik dengan jalan pihak penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik, dalam arti untuk melakukan "penyidikan tambahan", serta pemeriksaan penyidikan pemecahan berkas perkara dilakukan oleh penyidik berdasar petunjuk yang diberikan oleh penuntut umum.
37
Tata cara pengembalian berkas baik yang dilakukan oleh penuntut umum kepada pihak penyidik maupun oleh pihak penyidik kepada penuntut umum dalam rangka pemecahan berkas perkara, berpedoman kepada ketentuan tata cara dan batas-batas tenggang waktu yang ditentukan dalam Pasal 110 ayat (4) dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP.
D. Manfaat Pembuatan Surat Dakwaan Secara Terpisah Sebagaimana telah diuraikan terlebih dahulu dalam tulisan ini bahwa penuntut umum dapat membuat surat dakwaan terpisah terhadap tindak pidana
37
M. Yahya Harahap, op. cit., hlm. 442-443.
Universitas Sumatera Utara
yang dilakukan oleh beberapa orang. Pemisahan berkas perkara hanya dapat diperkenankan dengan ketentuan apabila terdakwa dalam perkara tersebut terdiri dari beberapa orang, dan pemecahan berkas perkara dilakukan apabila dalam perkara tersebut kurang bukti dan kesaksian yang dapat memberatkan terdakwa. Adapun yang menjadi manfaat dalam pemisahan berkas perkara dalam proses persidangan pidana, khususnya bagi para penegak hukum adalah sebagai berikut :
a. Bagi Hakim : Memudahkan Hakim dalam menjalankan proses pemeriksaan, dimana surat dakwaan terpisah pada waktu pemecahan berkas perkara telah disusun sedemikian rupa untuk menambah bukti dan keterangan saksi dari terdakwa lainnya yang telah dipisah surat dakwaannya sehingga akan mengungkap perbuatan pidana terdakwa.
b. Bagi Jaksa Penuntut Umum Pemisahan berkas perkara ini bermanfaat bagi Jaksa Penuntut Umum sebagai alat agar jangan sampai terdakwa lepas dari segala tuntutan pidana atau melepaskan diri dari pertanggung-jawaban hukum atas tindak pidana yang dilakukan terdakwa.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
KASUS DAN TANGGAPAN KASUS A. Kasus KEJAKSAAN NEGERI MEDAN “ UNTUK KEADILAN “ SURAT DAKWAAN NO. REG.PER : PDM – 190/Ep.1/02/2007 a. Identitas Terdakwa Nama Lengkap
: HASAN
Tempat Lahir
: Besitang
Umur /Tgl.lahir
: 33 tahun / Tgl 03 April 1973
Jenis kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Jln. Palem I No. 14/08 Kec- Medan Helvetia
Agama
: Islam
Pendidikan
: D3
Pekerjaan
: Karyawan PT. Securiccor Indonesia
b. Penahanan - Ditahan oleh Penyidik
: Tgl. 16-12-2006 s/d 04-01-2007
- Diperpanjang PU
: Tgl . 05-01-2007 s/d 13-02-2007
- Ditahan PU
: Tgl. 05-02-2007 s/d 24-02-2007
c. Dakwaan : Bahwa dia terdakwa Hasan, secara bersama-sama dengan temannya AMRI MEDIANSYAH YUSUF, dan TUMPAK SURYANTO MANIK, masingmasing berkas terpisah, pada hari, tanggal tidak ingat lagi tetapi pada bulan Nopember tahun 2006 s/d bulan Desember tahun 2006 sekira Jam 24.00 WIB,
Universitas Sumatera Utara
atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Nopember tahun 2006 s/d bulan Desember tahun 2006, bertempat di Komplek Multatuli Indah No.3 Medan jalan Multatuli Medan, atau setidak-tidaknya disuatu tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Medan, telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sehingga demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, dengan sengaja dan melawan hukum, menggelapkan
uang
perusahaan
PT.
Securiccor
Indonesia
sejumlah
Rp.4.000.000,- yang sebagian atau seluruhnya adalah milik PT. Securiccor Indonesia Medan, atau setidak- tidaknya bukan kepunyaan terdakwa sendiri, dan uang tersebut ada pada terdakwa disebabkan karena ada hubungan pekerjaannya atau pencariaannya atau disebabkan karena kejahatan, yang dilakukan terdakwa bersama teman- temannya dengan cara sebagai berikut: Pada waktu dan ditempat seperti tersebut diatas, ketika terdakwa bersama saksi AMRI MEDIANSYAH YUSUF, dan TUMPAK SURYANTO MANIK berkas terpisah, bekerja sebagai kasir di PT. Securiccor Indonesia Medan, dan atas kepercayaan yang diberikan oleh Pimpinannya kepada terdakwa, terdakwa bersama dengan para saksi telah menggelapkan uang perusahaan dengan cara pada bulan Nopember tahun 2006 sekira jam 24.00 WIB terdakwa bekerja bersama para saksi dibagian kasir, oleh saksi Tumpak Suryanto Manik menghitung uang dimesin sorti, dan oleh saksi memberitahukan kepada terdakwa ada uang lebih sebesar Rp.50.000.- lalu saksi memberikan uang tersebut kepada terdakwa, yang oleh terdakwa katakan kepada saksi “kita ambil saja" lalu terdakwa kembalikan lagi uang tersebut kepada saksi, yang kemudian oleh saksi menggulung uang tersebut dan dihekter dikertas HVS, yang kemudian saksi
Universitas Sumatera Utara
memberi kode kepada saksi Amri Mediansyah Yusuf untuk mengambil uang tersebut, lantas saksi Tumpak Suryanto Manik memberikan uang tersebut kepada saksi Amri Mediansyah Yusuf dan oleh saksi menyelipkan uang tersebut di berkas Administrasi agar jangan dapat dimonitor oleh kamera, dan kemudian setelah terdakwa bersama para saksi selesai bekerja lalu menggunakan uang tersebut untuk makan malam bersama, yang kemudian pada buian Nopember 2006 juga sekira jam 05.00 WIB terdakwa bekerja diruangan monitor dan melihat uang lalu terdakwa mengambilnya dan digulung serta dihekter dikertas HVS, kemudian terdakwa letakkan diatas meja kasir serta memberitahukan kepada saksi Amri Mediansyah Yusuf dan mengatakan kau ambil saja uang itu dan bawa keluar, oleh saksi Amri Mediansyah Yusuf menyelipkan diberkas Administrasi dan dibawanya, dan setelah terdakwa dan para saksi selesai bekerja kemudian keluar dan uang sebesar Rp.100.000,- lalu oleh terdakwa memberikan uang tersebut kepada lrawan, yang kemudian pada hari Jumat tanggal 08 Desember 2006 sekira jam 01.00 WIB terdakwa bekerja seperti biasa, yang oleh Kasir Jhonson melaporkan kepada terdakwa bahwa ada uang yang lebih seperti biasa dan diberikan kepada saksi Tumpak Suryanto Manik, oleh saksi melaporkannya kepada terdakwa ada uang lebih sebesar Rp 100.000, yang oleh terdakwa katakan kita ambil aja, lantas saksi menggulung uang tersebut dan dihekter dengan laporan, yang oleh saksi memberikan kode kepada saksi Amri Mediansyah Yusuf untuk
mengambil uang tersebut,
lalu
saksi Tumpak Suryanto
Manik
menyerahkannya kepada saksi Amri Mediansyah Yusuf, dan oleh saksi menyelipkan diberkas Administrasi agar jangan termonitor kamera lalu keluar, dan setelah terdakwa bersama para saksi selesai bekerja oleh terdakwa
Universitas Sumatera Utara
mengatakan kepada saksi agar diberikan kepada saksi Tumpak Suryanto Manik untuk disimpan, yang kemudian pada hari Jumat tangal 15 Desember 2006 sekiranya 07.00 WIB oleh pimpinan Perusahaan mengumpulkan terdakwa bersama para saksi serta ternan-temannya yang satu kerja di kantor Brimob Poldasu, kemudian pimpinan perusahaan memberitahukan kepada terdakwa beserta teman-ternannya bahwa banyak uang yang hilang ditempat ruang monitor Kasir, dan atas pemberitahuan tersebut maka terdakwa bersama-sama dengan temannya terus terang mengakui bahwa terdakwa beserta teman-temannya yang sering mengambil uang pada saat bekerja diruang monitor kasir dan oleh saksi Tumpak Suryanto Manik mengambilkan sisa uang yang telah diambilnya sebesar Rp.200.000.- kepada pimpinan perusahaan dan atas perbuatan terdakwa bersama dengan teman-temannya pimpinan Perusahaan PT. Securiccor Indonesia tidak merasa senang lalu menyerahkan terdakwa bersama dengan teman-temannya beserta barang bukti berupa uang sebesar Rp.200.000.- ke Poltabes M.S untuk diusut, akibat perbuatan terdakwa bersama dengan teman-temannya pihak PT. Securiccor Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp.4.000.000,- atau setidaktidaknya lebih dari Rp.250.-(dua ratus lima puluh rupiah). Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana sebagaimana dalam Pasal 374 jo. Pasal 64 (1) KUHP. Medan, 07 Februar i 2007 JAKSA PENUNTUT UMUM
P. SIBURIAN, SH. AJUN JAKSA NIP.230015760
Universitas Sumatera Utara
B. Tanggapan Kasus Dari kasus di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemisahan berkas perkara yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam menyusun surat dakwaan dinilai sangat tepat. Hal ini dapat kita lihat dari perkara pidana tersebut. Dimana kasus ini merupakan perkara pidana yang dilakukan oleh beberapa orang. Di dalam KUHAP yang mengatur hukum acara pidana di Indonesia, ada suatu ketentuan mengenai perkara pidana dilakukan oleh beberapa orang yang diatur dalam Pasal 141, yang berbunyi : “ Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima berkas perkara dalam hal : a. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan
pemeriksaan
tidak
menjadikan
halangan
terhadap
penggabungan; b. Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain; c. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain akan tetapi satu dengan yang lainnya itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan.” Kalau kita melihat apa yang termuat dalam Pasal 141 KUHAP, Jaksa Penuntut Umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan atas kasus diatas. Dimana dari kasus diatas dapat kita lihat bahwa terdakwa Hasan, secara bersama-sama dengan temannya AMRI MEDIANSYAH YUSUF, dan TUMPAK SURYANTO MANIK, bertempat di
Universitas Sumatera Utara
Komplek Multatuli Indah No.3 Medan jalan Multatuli Medan, telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sehingga demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, dengan sengaja dan melawan hukum, menggelapkan
uang
perusahaan
PT.
Securiccor
Indonesia
sejumlah
Rp.4.000.000,- yang sebagian atau seluruhnya adalah milik PT. Securiccor Indonesia Medan, atau setidak- tidaknya bukan kepunyaan terdakwa sendiri, dan uang tersebut ada pada terdakwa disebabkan karena ada hubungan pekerjaannya atau pencahariannya atau disebabkan karena kejahatan, yang dilakukan terdakwa bersama teman-temannya, yaitu AMRI MEDIANSYAH YUSUF, dan TUMPAK SURYANTO MANIK yang juga dijadikan tersangka dalam kasus ini. Akan tetapi penggunaan Pasal 141 KUHAP tidak akan efektif dalam kasus diatas. Menurut penulis kurangnya penggunaan penggabungan perkara atas kasus diatas dapat dipertimbangkan oleh beberapa hal : 1. Perkara pidananya bukan beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama; 2. Apabila dilakukan penggabungan perkara, maka alat bukti menjadi lemah karena tidak adanya saksi selain para tersangka itu sendiri. Dengan kurang efektifnya penggabungan perkara atas kasus diatas, maka pemisahan berkas perkara merupakan cara yang tepat untuk menuntut para terdakwa. Menurut Pasal 142, yang berbunyi : “ Dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 141, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa secara terpisah.”
Universitas Sumatera Utara
Dari kasus diatas, dapat dilihat ada 3 orang tersangka yang melakukan perbuatan tindak pidana secara bersama-sama, termasuk terdakwa sendiri dalam kasus ini. Dimana terdakwa bekerja bersama para saksi (tersangka lainnya) dibagian kasir, oleh saksi Tumpak Suryanto Manik menghitung uang di mesin sorti, dan oleh saksi memberitahukan kepada terdakwa ada uang lebih sebesar Rp.50.000.- lalu saksi memberikan uang tersebut kepada terdakwa, yang oleh terdakwa katakan kepada saksi “kita ambil saja" lalu terdakwa kembalikan lagi uang tersebut kepada saksi, yang kemudian oleh saksi menggulung uang tersebut dan dihekter dikertas HVS, yang kemudian saksi memberi kode kepada saksi Amri Mediansyah Yusuf untuk mengambil uang tersebut, lantas saksi Tumpak Suryanto Manik memberikan uang tersebut kepada saksi Amri Mediansyah Yusuf dan oleh saksi menyelipkan uang tersebut di berkas Administrasi agar jangan dapat dimonitor oleh kamera, dan kemudian setelah terdakwa bersama para saksi selesai bekerja lalu menggunakan uang tersebut untuk makan malam bersama. Perbuatan tindak pidana ini terus berlanjut sampai pimpinan perusahaan ditempat terdakwa bekerja memberitahukan kepada terdakwa beserta teman-ternannya bahwa banyak uang yang hilang ditempat ruang monitor Kasir, dan atas pemberitahuan tersebut maka terdakwa bersama-sama dengan temannya terus terang mengakui bahwa terdakwa beserta teman-temannya yang sering mengambil uang pada saat bekerja diruang monitor kasir. Dari kasus diatas, perkara pidana yang dilakukan oleh terdakwa dan teman-temannya itu memperlihatkan adanya kekurangan alat bukti dalam proses pembuktian. Dimana perbuatan pidana tersebut dilakukan oleh beberapa orang dan tak ada yang bisa dijadikan saksi kecuali para pelaku dan korban. Untuk
Universitas Sumatera Utara
mencegah agar terdakwa dan teman-temannya sebagai pelaku tidak lepas dari hukuman, maka penuntut umum melakukan penuntutan terhadap terdakwa dan teman-temannya secara terpisah dengan dakwaan melanggar Pasal 374 jo. Pasal 64 (1) KUHP, yang diharapkan dakwaan ini yang terbukti dalam proses pembuktian di pengadilan. Dengan berkas perkara terpisah, terdakwa dengan teman-temannya harus saling bersaksi dalam perkara masing-masing sehingga keterangan saksi sebagai alat bukti menjadi kuat dan prinsip batas minimum pembuktian dapat dipenuhi penuntut umum. Seandainya penuntut umum melakukan penggabungan berkas perkara dalam kasus diatas, maka kemungkinan besar terdakwa dan teman-temannya akan bebas dari hukuman karena melanggar prinsip batas minimum pembuktian. Berdasarkan uraian diatas, dapat penulis simpulkan bahwa pertimbangan penuntut umum dalam membuat surat dakwaan secara terpisah terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang adalah dalam kekurangan bukti dan tidak ada yang dapat dijadikan sebagai saksi kecuali para pelaku dan korban. Dengan
demikian
Surat
dakwaan
NO.
REG.PER
:
PDM
–
190/Ep.1/02/2007 sudah memenuhi ketentuan dalam hukum acara pidana khususnya Pasal 142 KUHAP tentang penuntutan terdakwa dalam surat dakwaan terpisah. Sehingga terdakwa tidak dapat lepas dari pertanggungjawaban pidana yang telah ia lakukan, dan juga penuntut umum tidak menunjukkan ketidaktepatan dalam menerapkan Pasal 142 KUHAP.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan Sebagaimana yang telah diuraikan penulis di atas yaitu mengenai pertimbangan penuntut umum dalam membuat surat dakwaan secara terpisah terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang dan hal-hal yang berhubungan dengannya, maka di bawah ini penulis akan menuliskan kesimpulankesimpuian yang dapat ditarik dari uraian tersebut dengan harapan akan niempermudah atas segala sesuatu yang disajikan dalam skripsi ini yang di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Bahwa surat dakwaan merupakan landasan titik tolak pemeriksaan perkara di sidang pengadilan. Oleh karena itu, surat dakwaan mesti terang serta memenuhi syarat formal dan materiil yang ditentukan Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Hakim sebagai aparatur penegak hukum yang memutuskan perkara hanya akan mempertimbangkan dan menilai apa yang tertera dalam surat dakwaan tersebut mengenai benar / tidaknya si terdakwa melakukan suatu tindak pidana di dalam hal akan menjatuhkan keputusan. 2. Jaksa Penuntut Umum sebagai salah satu aparat penegak hukum memiliki wewenang peradilan pidana. Hal ini tercantum dalam materi BAB III Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Diantaranya Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia menyatakan bahwa :
Universitas Sumatera Utara
“ Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang : a. melakukan penuntutan ; b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap ; c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat ; d. melakukan
penyelidikan
terhadap
tindak
pidana
tertentu
berdasarkan undang-undang ; e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang pelaksanannya dikoordinasikan dengan penyidik.” 3. Dalam menyusun surat dakwaan secara terpisah Jaksa Penuntut Umum harus terlebih dahulu meneliti secara cermat tindak pidana yang terjadi. Pemisahan berkas perkara atas tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang dapat dilakukan jika peristiwa tersebut a.
Terdakwa dalam perkara tersebut terdiri dari beberapa orang.
b.
Pemecahan berkas perkara dilakukan apabila dalam perkara tersebut kurang bukti dan kesaksian yang memberatkan terdakwa.
4. Pertimbangan Jaksa membuat berkas perkara terpisah terhadap suatu peristiwa pidana yang terdiri dari beberapa orang, bukan berarti Jaksa cenderung bertindak sewenang – wenang dan berusaha memberatkan salah satu terdakwa namun hal ini terpulang pada kasus-kasus / peristiwa pidana
Universitas Sumatera Utara
yang terjadi itu sendiri yang mengharuskan Jaksa memecah berkas perkara menjadi beberapa berkas. 5. Pemecahan berkas perkara sangat bermanfaat bagi Jaksa Penuntut Umum dan Hakim.
B. Saran Saran - saran yang dapat penulis pikirkan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Kejaksaan sebagai aparatur penegak hukum yang diberikan wewenang tunggal dalam bidang penuntutan seharusnya secara profesional dapat menyusun surat dakwaan secara teliti dan cermat tanpa ada kesalahan, dan kelalaian yang berarti. Mengingat seorang terdakwa yang dihadapkan ke sidang pengadilan hanya dapat dijatuhi hukuman karena telah terbukti melakukan tindak pidana seperti yang disebutkan atau yang dinyatakan jaksa dalam surat dakwaan, sehingga hal - hal yang tidak diingini misalnya terdakwa terlepas dari semua dakwaan karena delik yang terdakwa lakukan tidak dimuat dalarn surat dakwaan dan kurangnya bukti serta saksi dapat dihindarkan. 2. Sebaiknya aparat Kejaksaan senantiasa mengadakan pembinaan serta mentalitas aparatnya, sehingga aparat kejaksaan dapat menjalankan hukum dengan baik, memadukan semangat kejaksaan dengan kemanusiaan dengan cara mencari kebenaran dan bukan mencari korban serta mengabdi kepada hukum bukan kepada kepentingan golongan. Diharapkan juga kejaksaan melakukan pendekatan yang rendah hati terhadap tugasnya di masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
3. Perlunya pimpinan Kejaksaan memberikan sanksi yang tegas kepada aparat Kejaksaan yang melakukan kesalahan, kelalaian, kekeliruan dalarn pembuatan surat dakwaan ataupun sengaja melakukan penerapan Pasal tertentu demi kepentingan orang tertentu. Sehingga aparat Kejaksaan dalam melaksanakan tugasnya dapat lebih berhati-hati dan lebih baik lagi.
Universitas Sumatera Utara