BAB III PEMILIHAN UMUM KDH DAN WKDH KOTA SALATIGA TAHUN 2011 A. Mengenai Pemilu KDH dan WKDH Salatiga Tahapan
Pemilihan
Umum
di
Indonesia
-
sebagaimana dirancang oleh KPU - pada prinsipnya melalui 10 (sepuluh) tahapan teknis. Tahapan teknis sesuai Pasal 65 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 4 UU Nomor 10 tahun
2008
tentang
Pemilihan
Umum
yang
dijabarkan dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan
dan
Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dibagi dalam dua tahapan besar yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan, sebagai berikut : Tahap persiapan a. Pemberitahuan DPRD kepada Kepala Daerah mengenai berakhirnya masa jabatan; b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah; c. Perencanaan penyelenggaraan yang meliputi penetapan tatacara dan jadwal tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah; d. Pembentukan Panitia Pengawas, Panitia Pemilihan Kecamatan(PPK), Panitia Pemungutan Suara(PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara(KPPS);dan e. Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau pemilihan.
Tahap Pelaksanaan a. Penetapan daftar pemilih; b. Pendaftaran dan Penetapan calon kepala daerah/ wakil kepala daerah; c. Kampanye;
77
d. Pemungutan suara; e. Penghitungan suara; dan f. Penetapan pasangan calon kepala daerah/ wakil kepala daerah terpilih, pengesahan, dan pelantikan.
Pelaksanaan
tahapan-tahapan
tersebut
merupakan cerminan dari demokrasi prosedural yang dijalankan di Indonesia khususnya dalam Pemilihan KDH dan WKDH di Kota Salatiga pada tahun 2011 yang merupakan periode kedua dari rezim pemilihan KDH dan WKDH secara langsung setelah pelaksanaan pertama tahun 2006. Lebih lanjut pembahasan mengenai Pemilihan KDH dan WKDH akan didahului dengan gambaran singkat mengenai Salatiga. Secara administratif Kota Salatiga terbagi menjadi 4 kecamatan dan 22 Kelurahan dengan luas wilayah 5.678,110 hektare atau 56.781 km2. Adapun keempat kecamatan tersebut
adalah
Kecamatan
Tingkir,
Kecamatan
Argomulyo, Kecamatan Sidomukti, dan Kecamatan Sidorejo. Total seluruh kelurahan yang ada di Salatiga berjumlah 22 Kelurahan yaitu ; Kel. Ledok; Kel. Tegalrejo; Kel. Noborejo; Kel. Kumpulrejo; Kel. Randuacir; Kel. Cebongan; Kel. Gendongan; Kel. Tingkir Lor; Kel. Tingkir Tengah; Kel. Kalibening; Kel. Kutowinangun; Kel. Sidorejo Kidul; Kel. Dukuh; Kel. Kalicacing; Kel. Kecandran; Kel. Mangunsari; Kel. Sidorejo Lor; Kel. Salatiga; Kel. Blotongan; Kel. Pulutan; Kel. Bugel; dan Kel. Kauman Kidul.
78
Jumlah penduduk Salatiga hingga 2009 sebesar 170.022 jiwa.1 Dari jumlah ini, sebanyak 124.072 orang tercatat sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Sementara2, ditambah lagi pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tambahan sebanyak 1.495 orang3. Lebih lanjut mengenai sebaran pemilih dapat dilihat pada tabel 2. Pada Pemilihan Umum KDH dan WKDH Kota Salatiga Tahun 2011, dari seluruh wilayah ini dibagi menjadi
376
TPS
Pemasyarakatan
termasuk
dengan
TPS
jumlah
di
Lembaga
anggota
KPPS
sebanyak 2.632 orang. Adapun masing-masing TPS ditempatkan 1(satu) Ketua dan 6(enam) anggota ditambah 2(dua) anggota Linmas.4
Tim Bappeda Salatiga, Salatiga dalam Angka 2009, Bappeda Salatiga : 2009. 2 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011, Salatiga : 2011. Bab II Hal 22. 3 Loc. Cit, Bab III - Hal 26. 4 Op. Cit, Bab II - Hal 57. 1
79
Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS) No 1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4
1 2 3 4 5 6
Kec/Kel ARGOMULYO LEDOK TEGALREJO NOBOREJO KUMPULREJO RANDUACIR CEBONGAN JUMLAH TINGKIR TINGKIR LOR TINGKIR TENGAH SIDOREJO KIDUL KALIBENING GENDONGAN KUTOWINANGUN JUMLAH SIDOMUKTI DUKUH KALICACING KECANDRAN MANGUNSARI JUMLAH SIDOREJO SIDOREJO LOR SALATIGA BLOTONGAN KAUMAN KIDUL BUGEL PULUTAN JUMLAH
TOTAL
Jumlah Pemilih Lk Pr
Jumlah
3,432 3,318 1,875 2,493 1,748 1,570 14,436
3,586 3,652 2,012 2,523 1,849 1,638 15,260
7,018 6,970 3,887 5,016 3,597 3,208 29,696
1,474 1,581 1,757 665 2,138 7,487 15,102
1,498 1,634 1,875 661 2,297 7,914 15,879
2,972 3,215 3,632 1,326 4,435 15,401 30,981
3,796 2,147 1,829 5,476 13,248
4,080 2,644 1,892 5,747 14,363
7,876 4,791 3,721 11,223 27,611
4,809 4,980 4,046 1,129 978 1,390 17,332
5,195 5,422 4,145 1,238 1,020 1,432 18,452
10,004 10,402 8,191 2,367 1,998 2,822 35,784
60,118
63,954
124,072
*Sumber: Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga
Pemilihan KDH dan WKDH Kota Salatiga 2011 diikuti oleh empat pasangan calon yakni (bukan berdasar nomor urut) berdasarkan keputusan KPU
80
Kota
Salatiga
nomor
078/Kpts/KPU-SLG-
012.329537/2011 yakni:5 1. Ir. Hj. Diah Sunarsasi dan Milhous Teddy Sulistyo, SE dengan partai pengusul PDI-P, Partai Amanat Nasinonal(PAN), Partai Damai Sejahtera(PDS) dan Partai Golongan Karya(GOLKAR). Nomor urut 2(dua). 2. Yulianto, SE, MM dan H. Muhammad Haris, SS, M.Si dengan partai pengusul Partai Keadilan Sejahtera, Partai Indonesia Sejahtera(PIS), Partai Persatuan Pembangunan(PPP), dan Partai Demokrat. Nomor urut 3(tiga). 3. H. Bambang Soetopo, SE dan Rosa Maria Delima Sri Darwanti, SH, M.Si dengan partai pengusul Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia(PKPI) dan Partai Peduli Rakyat Nasional(PPRN). Nomor urut 4(empat). 4. Bambang Supriyanto, SH, MH dan Ir. Hj. Adriana Susi Yudhawati, M.Pd dengan partai pengusung Partai Hati Nurani Rakyat(HANURA), Partai Gerakan Indonesia Raya(GERINDRA), Partai Karya Peduli Bangsa(PKPB) dan Partai Kebangkitan Bangsa(PKB). Nomor Urut 1(satu).
Hasil Rekapitulasi dalam Pemilihan Umum KDH dan WKDH Kota Salatiga Tahun 2011 diperoleh hasil sebagai berikut :6 1. Ir. Hj. Diah Sunarsasi dan M. Teddy Sulistyo, SE sebanyak 37.086 suara (37,70 %). 2. Yulianto, SE, MM dan H. Muh Haris, SS, M.Si sebanyak 42.396 suara (43,09 %). 3. H. Bambang Soetopo, SE dan Rosa Maria Delima Sri Darwanti, SH, M. Si sebanyak 13.317 suara (13,54 %). 4. Bambang Supriyanto, SH, MH dan Ir. Hj. Adriana Susi Yudhawati, M.Pd sebanyak 5.580 suara (5,67 %). 5 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011, Salatiga : 2011. Bab III Hal 61. 6 Tim Panwaslu, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Salatiga tahun 2011,Panwaslu, Salatiga 2011.
81
Setelah
proses
penghitungan
suara
dan
rekapitulasi hasil pemungutan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan,
dan
Pemberhentian
Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 95 Ayat (1) dan (2) berikut: Ayat (1) Pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Ayat (2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara lebih dari 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
Maka sebagai
ditetapkanlah pasangan
pasangan
terpilih.
Yulianto-Haris
Namun
demikian,
gugatan ke MK diajukan oleh salah satu pasangan hingga
keluar
amar
putusan
dari
MK
yang
menyatakan menolak permohonan keberatan dari pasangan Diah-Teddy. Setelah proses hukum selesai dan menghasilkan keputusan hukum tetap, selanjutnya KPU Kota Salatiga menetapkan pasangan calon terpilih yaitu Yulianto, SE, MM dan H. Muh Haris, SS, M.Si
82
dengan Keputusan KPU nomor 140/Kpts/KPU-SLG02.329537/2011.7
B. Identifikasi
Problematika
Hukum
Pemilihan KDH dan WKDH Kota Salatiga Tahun 2011. Sesuai urutan tahapan Pemilihan KDH dan WKDH dapat diidentifikasi setiap permasalahan yang muncul sebagai berikut : 1. Tahapan Persiapan a. Terdapat
laporan
dari
masyarakat
dan
Panwaslu, bahwa ada 2(dua) anggota PPS yang tidak memenuhi syarat dikarenakan masih menjadi anggota partai politik yaitu Sholli, SE(PPS Pulutan) dan Tatik Hermiyati, SH(PPS Gendongan).8 Hal ini melanggar Pasal 11 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang menyatakan bahwa : “Anggota
PPS
masyarakat
yang
…….berasal
dari
independen
”,
tokoh hal
ini
diperkuat dengan Pasal 13 huruf (e) yaitu; “Syarat untuk menjadi PPS, PPK dan KPPS adalah
(e)
Tidak
menjadi
anggota
Partai
Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011, Salatiga : 2011. Bab IV – hal 9. 8 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011, Salatiga : 2011. Bab II Hal 47. 7
83
Politik”. Oleh karena itu, kemudian diambil tindakan
dengan
pemberhentian
yang
bersangkutan dari keanggotaan. b. Adanya kebijakan Walikota Salatiga tentang mutasi
dan
promosi
kepegawaian
di
lingkungan Pemerintah Kota Salatiga yang berakibat pada Pergantian Antar Waktu yang terjadi
pada
sekretariat
di
tingkat
PPK
maupun di tingkat PPS. Hal ini didasarkan pada Keputusan Walikota Salatiga No. 27405/193/2011 tentang Susunan Keanggotaan PAW
Sekretariat
Panitia
Pemilihan
Kecamatan(PPK) pada Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011.9 2. Tahap Pelaksanaan a. Dalam proses penetapan pasangan calon yang mendaftarkan diri melalui partai politik terjadi beberapa
problematika
hukum.
Pertama,
Pasangan calon Bambang Soetopo dan Rosa Darwanti yang merupakan kader partai Golkar justru tidak didukung oleh partai Golkar. Berdasarkan penjaringan aspirasi di tingkatan kecamatan diusulkan pengajuan calon dari partai Golkar atasnama Rosa Darwanti akan tetapi hal ini tidak disetujui oleh DPD II. Kedua, pasangan calon atas nama Teddy 9 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011, Salatiga : 2011. Bab II Hal 50.
84
Sulistiyo
dan
Bambang
Riantoko
yang
diajukan lewat rapat kecamatan hingga Dewan Pimpinan Cabang(DPC) PDI-Perjuangan Kota Salatiga untuk diusulkan Ke Dewan Pimpinan Pusat(DPP) ternyata tidak disetujui. Dengan alasan hasil survei independen yang dilakukan DPP pusat PDI-Perjuangan, maka dikeluarkan rekomendasi untuk Diah Sunarsasi(sebagai calon walikota) berpasangan dengan Teddy Sulistyo(sebagai calon wakil walikota). Hal ini melanggar prinsip demokrasi dan transparansi dalam
penjaringan
pasangan
calon
lewat
partai politik seperti tertuang dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik : Ayat (1) Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi: …….. c. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; dan ……. Ayat (1a) Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui seleksi kaderisasi secara demokratis sesuai dengan AD dan ART dengan mempertimbangkan paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan. (2) Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang undangan.
Selain itu, penetapan pasangan calon ini juga melanggar Pasal 59 Ayat (3) dan (4) UU No. 32 85
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berikut: Ayat (3) Partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud melalui mekanisme yang demokratis dan transparan. Ayat (4) Dalam proses penetapan pasangan calon, partai politik atau gabungan partai politik memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat.
b. Pelanggaran terkait kampanye dengan arakarakan dan pengumpulan massa mengganggu pengendara peraga
jalan
kampanye
serta tidak
pemasangan pada
alat
tempatnya
merupakan pelanggaran terhadap Pasal 78 huruf (e) dan huruf (j) UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yaitu: “huruf (e). mengganggu keamanan, ketenteraman, dan
ketertiban
umum”
dan
huruf
(j)
“melakukan pawai atau arak-arakan yang dilakukan
dengan berjalan kaki dan/atau
dengan kendaraan di jalan raya”. Dimana pelanggaran ini dilakukan oleh seluruh peserta Pemilihan KDH dan WKDH. c. Keikutsertaan Pegawai Negeri Sipil(PNS) dalam tim pemenangan salah satu calon secara langsung maupun tidak langsung, bahkan melibatkan salah satu pejabat eselon II, dalam
86
hal ini Kepala Dinas.10 Penuturan salah satu PNS Dishubkombudpar yang baru saja purna tugas(Juni 2012):”dukungan PNS terhadap salah satu calon merupakan suatu kewajaran sebagai bagian dari masyarakat, meskipun ada yang secara langsung(vulgar), namun ada pula yang secara diam-diam mempengaruhi pemilih lainnya.11 Jika ditinjau dari prinsip netralitas aparatur negara, hal ini sangat bertentangan
dengan
larangan
bagi
PNS
seperti tertuang dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yaitu: Setiap PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara: a. Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; b. Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; c. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau d. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan Dinilai Berpihak, Panwas Tegur 5 PNS. Jawa Pos. Published: 19 April 2011. 11 Wawancara dengan PNS Dishubkombudpar yang kini terlibat dalam kepengurusan partai Gerindra dimana Diah Sunarsasi menjadi ketua DPC terpilih periode 2012-2017. Selain yang bersangkutan ada pula mantan Ka. Dishubkombudpar yang bergabung dalam partai Gerindra, Senin 4 Oktober 2012 di kediaman bersangkutan. 10
87
unit kerjanya, masyarakat.
anggota
keluarga,
dan
d. Politik uang yang terjadi di sebagian besar daerah di Salatiga, bahkan di salah satu TPS di
daerah
Tingkir
sangat
terencana
dan
sistemik. Dimana Tim Sukses menunggu para pemilih agak jauh dari TPS sambil menunggu bukti
rekaman
foto
handphone
untuk
kemudian diberikan imbalan uang merupakan pelanggaran terhadap Pasal 117 Ayat (2) UU No.32
tahun
2004
tentang
Pemerintahan
Daerah berikut: Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih pasangan calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Meskipun demikian, money politics sulit untuk dibuktikan karena kurangnya alat bukti serta saksi-saksi yang ada. Sehingga penindakannya sebatas teguran lisan dari saksi lainnya dan dari panitia pengawas Pemilu, namun tidak dapat dilakukan penegakan secara hukum.
88
C. Analisa Problematika Pemilihan KDH dan WKDH Kota Salatiga Tahun 2011 Hasil
penelitian
menunjukkan
proses
demokrasi yang berlangsung melalui mekanisme Pemilihan Umum KDH dan WKDH di Kota Salatiga menunjukkan hasil yang signifikan dengan tingkat partisipasi pemilih mencapai 82,16 %. Persentase partisipasi pemilih ini dapat menjadi indikator keberhasilan proses demokrasi secara prosedural dimana pelibatan masyarakat sangat tinggi, akan tetapi secara substansial proses demokrasi tersebut belum menunjukkan hasil yang memuaskan hal ini nampak pada beberapa fenomena yang muncul dalam
proses
Pemilihan
KDH
persiapan dan
hingga
WKDH
pelaksanaan
Kota
Salatiga.
Pemberlakuan hukum dalam Pemilihan KDH dan WKDH tidak absolut dapat dilaksanakan. Hal ini telah diprediksi oleh William Chambliss dengan teori keberlakuan hukum yang dipengaruhi faktor-faktor eksternal dari hukum itu sendiri. Terlebih, proses Pemilihan Umum KDH dan WKDH merupakan proses pengisian jabatan politis, sehingga sudah tentu faktor-faktor politik tidak dapat dinihilkan. Berikut ini merupakan analisa persoalan yang muncul berdasarkan tahapan Pemilihan KDH dan WKDH. 1. Tahapan Persiapan a. Syarat keanggotaan serta tugas pokok dan fungsi dari PPK, PPS, KPPS sebagai bagian sistem penyelanggaraan Pemilihan KDH dan WKDH diatur dalam Peraturan Pemerintah 89
Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan,
Pemberhentian
Kepala
Daerah
dan dan
Wakil
Kepala Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Pasal 11 Ayat (2a) merupakan fungsi krusial dan strategis dari PPS
yakni
“melakukan
rekapitulasi
hasil
penghitungan suara dari seluruh TPS dalam wilayah kerjanya dan membuat berita acara dan
sertifikat
rekapitulasi
penghitungan
suara”. Sehingga dalam proses pemilihan KDH dan
WKDH
melakukan
posisi
ini
penting
untuk
kecurangan-kecurangan
dengan
manipulasi data. Hal ini dikarenakan sebagian besar Panitia pemilihan di masing-masing TPS mempercayakan
rekapitulasi
sepenuhnya
pada PPS tanpa pengawasan. Berkaitan tugas dan fungsi krusial dan strategis
dari
diperebutkan
PPS, oleh
posisi
ini
pihak-pihak
banyak yang
berkepentingan. Salah satunya adalah partai politik yang ikut serta dalam pemilihan KDH dan
WKDH.
Partai
politik
sengaja
menempatkan kadernya sebagai PPS untuk mempermudah koordinasi serta melakukan kecurangan dalam pemungutan suara. b. Kebijakan mutasi dan promosi kepegawaian di lingkungan
Pemerintah
Kota
Salatiga
merupakan wewenang penuh dari seorang Walikota
sebagai
Kepala
Pemerintahan
di 90
Daerah
dengan
mendasarkan
pada
pertimbangan Dewan Kepegawaian Daerah. Meskipun
demikian,
mutasi
tersebut
seharusnya
tidak
jalannya
proses
demokrasi
dan
rotasi
mengganggu yang
sedang
berlangsung melalui Pemilihan Umum KDH dan WKDH. Utamanya tersebut
bila
berakibat
rotasi
pada
dan
promosi
Pergantian Antar
Waktu yang terjadi pada sekretariat di tingkat PPK
maupun
di
tingkat
PPS,
sehingga
mengubah susunan keanggotaan Sekretariat Panitia
Pemilihan
Kecamatan(PPK)
pada
Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011.12 Perubahan yang terjadi ditengah proses pemilihan Umum tentu akan mengacaukan pengadministrasian sebelumnya,
yang
mengingat
telah tugas
dilakukan pokok
dan
fungsi sekretariat PPK dan PPS yang krusial untuk pendataan hingga memunculkan Daftar Pemilih Tetap. Celah
ini
dapat
menggelembungkan
digunakan suara
untuk ataupun
penghilangan suara dengan alasan tenaga administrasi baru sehingga banyak data yang hilang dan tidak dipahami. Terlebih salah satu
Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011, Salatiga : 2011. Bab II Hal 50. 12
91
pasangan calon merupakan istri dari walikota yang saat itu menjabat. Bukan
tidak
mungkin
dalam
keanggotaan KPU disusupi oleh pihak-pihak yang berkepentingan seperti disampaikan oleh J.Kristiadi dengan melihat fenomena yang ada: “fenomena yang menyedihkan adalah politik uang dalam KPUD karena lebih mudah membeli suara dari KPUD dari pada langsung dari rakyat.”13 2. Tahapan Pelaksanaan a. Pasangan calon Bambang Soetopo dan Rosa Darwanti
yang
merupakan
kader
partai
Golkar(Rosa) justru tidak didukung oleh partai Golkar. Berdasarkan penjaringan aspirasi di tingkatan kecamatan diusulkan pengajuan calon
dari
partai
Golkar
atasnama
Rosa
Darwanti akan tetapi hal ini tidak disetujui oleh DPD II. Keputusan Dewan Pengurus Pusat(DPP) Partai Golkar memberikan dukungan kepada Ir. Hj. Diah Sunarsasi dan Milhous Teddy Sulistyo, SE menjadi polemik diinternal Partai Golkar sekaligus sebagai bentuk pengingkaran terhadap demokrasi berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik meskipun
13 Wawancara Metro TV : genta demokrasi, 2 Oktober 2012, Pukul 23:29
92
Hal ini sesuai dengan Petunjuk Pelaksanaan Dewan Pimpinan Pusat Partai GOLKAR Bab III poin
(1a)
Nomor.
JUKLAK-
13/DPP/GOLKAR/XI/2011
tentang
Perubahan
JUKLAK-
02/DPP/GOLKAR/X/2009 tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah dari Partai Golongan Karya. Para kader partai Golkar kecewa dan protes karena Golkar tak mengusung kader sendiri dalam Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwakot) 2011, hal ini sebelumnya telah diusulkan oleh DPD II Partai Golkar14. Di lain pihak, menurut penuturan dari Ketua DPD II Partai Golkar Salatiga. Proses pencalonan
Rosa
darwanti
tidak
melalui
mekanisme partai yang sah, mengacu pada ketentuan partai seharusnya lewat rapat luar biasa
yang
kecamatan, pengurus mekanisme
melibatkan sehingga
pengurus-pengurus klaim
kecamatan yang
bahwa
telah
para
melakukan
demokratis
untuk
mendukung Rosa merupakan tidak benar. Meski
demikian,
Ketua
DPD
II
Golkar
mengakui mekanisme dalam partai Golkar bergantung pada keputusan dari DPP(pusat) dan mekanisme ditingkatan bawah hanya memberi rekomendasi dan membuat urutan elektabilitas merupakan
sesuai suatu
hasil
mekanisme
survei yang
lokal tidak
Fungsionaris Mundur dari Tim Sukses. Semarang Metro. Published : 11 Februari 2011. 14
93
demokratis dengan catatan bahwa demokratis yang dimaksud adalah benar-benar aspirasi dari pengurus lokal tanpa ada politik uang yang menyertai.15 Pola yang sama terjadi dalam penetapan Pasangan calon atasnama Teddy Sulistiyo dan Bambang Riantoko yang diajukan lewat rapat kecamatan
hingga
Dewan
Pimpinan
Cabang(DPC) PDI-Perjuangan Kota Salatiga untuk
diusulkan
Ke
Dewan
Pimpinan
Pusat(DPP). Secara prosedural, Proses penjaringan PDI-P telah sesuai dengan amanat Undang Undang
Nomor
12
Tahun
2008
tentang
Perubahan Kedua Atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 59 Ayat (4) dan UU no 2 tahun 2011
tentang
partai
diperkuat
dengan
Nomor
tahun
6
tersebut
telah
kepada
Dewan
politik16,17.Hal
Peraturan 200518
Pemerintah
dimana
disampaikan Pertimbangan
ini
secara
usulan resmi
Daerah(DPD)
Wawancara dengan Ketua DPD II partai Golkar sekaligus anggota DPRD Kota Salatiga (Agung Setiyono), Senin 19 Juni 2012 di kediaman bersangkutan. 16 Pasal.29 ayat 1c “Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi: c. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah” 17 berbunyi : “Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang-undangan. 18 Pasal 37 Ayat 5 yang menyatakan proses dalam penjaringan dilakukan secara demokratis dan transparan dan mendapat masukan dari masyarakat, bukan sekedar keputusan dari DPP. 15
94
PDI-P Jawa tengah di Semarang, melalui surat bernomor
120/DPC.PDI-P/IN/I/2011
tertanggal Selasa (4/1/2011). Surat usulan itu ditandatangani 11 pengurus teras DPC dan 4 ketua Pengurus Anak Cabang(PAC). Ketua DPC PDI-P Kota Salatiga M Teddy Sulistio mengatakan,
usulan
tersebut
berdasarkan
hasil rapat pleno diperluas pengurus DPC, Senin
(3/1/2011).
diusulkannya
Adapun
pasangan
pertimbangan
tersebut,
kondisi
politik Kota Salatiga dan berdasarkan hasil survei
dari
lembaga
independen
yang
dilaksanakan Oktober dan Desember 201019. Pada
akhirnya
klaim
sebagai
partai
penegak demokrasi ternyata tidak terbukti dalam proses penetapan calon dari PDI-P. DPP PDI-P secara sepihak memutuskan untuk mencalonkan Ir Hj Diah Sunarsasi-Milhous Teddy Sulistio SE20 sebagai pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota. Hal ini bertentangan dengan fakta yang terjadi berkaitan dengan partai politik dalam rezim Sistem
Pemilihan
Umum
kepartaian
yang
secara
langsung.
oligarkis21
dan
DPC PDIP Usulkan Bambang Riantoko-Teddy Sulistio. Semarang metro. Published: 7 Januari 2011 20 PDIP-PAN Gandeng PDS. Semarang metro. Published : 29 Januari 2011. 21 Menurut Airlangga P. K, oligarki dalam politik di Indonesia dimaknai sebagai kepentingan elite ekonomi dalam kancah politik serta kekeluargaan dalam sistem kepartaian yang ada. Hal ini menyebabkan kader-kader politik yang bermunculan bukanlah orang yang memiliki kapabilitas serta pengalaman yang memadai, 19
95
cenderung
bertumpu
mematahkan hendak
pada
semangat
dibangun
satu
demokrasi
melalui
partai
orang yang politik.
Berbeda dengan demokrasi yang berjalan di Amerika Serikat misalnya, ada 4 fungsi partai politik yang dimaknai oleh orang awam yaitu :22 1.
2. 3.
4.
Kesinambungan organisasi, suatu kelestarian yang jangka lebih panjang daripada masa hidup orang-orang yang sedang memegang pimpinan. Struktur organisasi yang permanen dan menurun hingga tingkat lokal. Kepemimpinan berniat merebut dan mempertahankan kekuasaan untuk membuat keputusan dan tidak hanya sekedar untuk mempengaruhi pelaksanaan dari kekuasaan semacam itu. Usaha untuk meyakinkan pemilih agar memilih calon-calon mereka.
Adapun fungsi partai politik bertumpu pada kesinambungan
organisasi
bukan
pada
kharisma pemimpin semata. Kembali pada partai politik yang ada di Indonesia yang sebagian besar menyatakan diri sebagai partai terbuka dan demokratis namun fakta berlainan dengan konsep yang dibangun.
Bahkan
secara
terang-terangan
melainkan mereka yang dekat(keluarga) dengan ketua partai, selain keluarga dekat, akses bagi munculnnya seorang kader juga bergantung pada kepemilikan modal untuk maju dalam pemilihan legislatif maupun eksekutif yang ada. (Kompas, 6 Oktober 2012, hal 5) 22 Robert P.Clark, Menguak Kekuasaan dan Politik di Dunia Ketiga, Erlangga, Jakarta : 1986
96
Ketua Umum PDI-P dalam orasinya di GOR Jatidiri Semarang baru-baru ini menyatakan, “segala keputusan menyangkut calon yang diusung
merupakan
kewenangan
Ketua
Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.”23 Hal ini disampaikan kaitannya dengan Pemilihan Gubernur Jawa Tengah yang akan segera berlangsung bahkan seperti dikutip Suara Merdeka, siapa
Megawati
yang
mengatakan:”Ya
mendapat
(soal
rekomendasi)
itu
kewenangan DPP partai. Urusan saya”. Suatu pola demokrasi terpimpin yang diterapkan ayahnya
yaitu
Soekarno
dalam
masa
kepemimpinananya sebagai Presiden Republik Indonesia. Menyikapi
hal
tersebut
Teddy
Sulistio
menanggapi bahwa ihwal yang terjadi dalam penetapan
pasangan
merupakan
suatu
harus
ditaati
calon
proses sebagai
dari
demokrasi kader
PDI-P yang partai.
Rekomendasi apapun yang dikeluarkan oleh DPP pusat merupakan perintah yang wajib dilaksanakan oleh kader ditingkatan bawah, meski dalam proses tidak sesuai dengan demokrasi.
Apabila
sebuah
partai
mengandalkan sebuah proses demokrasi dari
23 Rekomendasi Bisa di Luar 20 Nama, Suara Merdeka. Published: 2 Oktober 2012.
97
“bawah” saja tentu akan merusak sistem kepartaian yang ada.24 b. Berkaitan peserta
Pelanggaran
melakukan
kampanye,
seluruh
pelanggaran
terhadap
ketentuan kampanye yang diatur dalam Pasal 78 UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 dan melanggar Pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan
Pemberhentian
Kepala
Daerah
dan dan
Wakil
Kepala Daerah. Hal ini utamanya arak-arakan dan
pengumpulan
pengendara
jalan
massa serta
mengganggu
pemasangan
alat
peraga kampanye tidak pada tempatnya. c.
Keikutsertaan Pegawai Negeri Sipil(PNS) dalam tim pemenangan salah satu calon secara langsung maupun tidak langsung, bahkan melibatkan salah satu pejabat eselon II, dalam hal ini Kepala Dinas merupakan sebuah pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil.25 Meski
demikian,
keterlibatan
PNS
bila aktif
dicermati pada
alasan
umumya,
merupakan suatu fenomena pertahanan diri dan “cari aman” ketika salah satu pasang Wawancara dengan Teddy Sulistio (Ketua DPC PDI-P), Rabu 18 Oktober 2011 di kantor DPRD Kota Salatiga. 25 Dinilai Berpihak, Panwas Tegur 5 PNS. Jawa Pos. Published: 19 April 2011. 24
98
calon yang diprediksi menang akan menajdi pemimpin mereka secara birokratis, maka perlu
pendekatan
non-formal
kepentingan-kepentingan
karena
tertentu
yang
selama ini telah berjalan. Selain itu, ada pula motif mencari peluang setelah pensiun kelak, sehingga menjadi pendukung salah satu calon merupakan
cara
perlindungan
efektif
setelah
untuk
mencari
pensiun
dalam
kaitannya penempatan sebagai pejabat BUMD ataupun jabatan lainnya. d. Berkaitan
dengan
isu
dilakukan
secara
massif,
sistematis
menjadi
dikemukakan terhadap
untuk
politik
uang
terencana
alasan
yang
pengajuan
keputusan
rekapitulasi
yang dan sering
banding hasil
Pemilihan Umum. Beberapa pasangan calon yang di kemudian hari tidak puas seringkali menggunakan alasan politik uang sebagai alasan untuk memohon Pemilihan Umum ulang. Kenyataannya, pelanggaran
politik
banyak uang
dugaan
yang
sengaja
dilakukan oleh pihak pasangan calon lain yang
mengatasnamakan
calon
A(misalkan)
yang diduga melakukan politik uang, sehingga ketika “makelar” uang tersebut tertangkap akan menyebutkan bahwa dia merupakan orang yang ditugaskan oleh calon A padahal si calon A tidak pernah melakukan hal tersebut. 99
Demikian fenomena politik uang ini hadir dalam pemilihan KDH dan WKDH.26 Hal
serupa
terjadi
dalam
Pemilihan
Umum KDH dan WKDH Kota salatiga 2011. Rekapitulasi
hasil
penghitungan
perolehan
suara oleh KPU mendapat tanggapan berupa keberatan
oleh
pasangan
Sunarsasi
dan
Milhous
calon Teddy
H.
Diah
Sulistiyo.
Pasangan ini mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi pada tanggal 13 Juni 2011 atas perkara nomor 55/PHPU.D-IX/2011 dengan termohon KPU Kota Salatiga.27,28 Pada akhirnya dugaan politik uang ini tidak dapat dibuktikan sehingga Mahkamah Konstitusi memutus perkara dengan menolak gugatan
dari
pasangan
calon
H.
Diah
Sunarsasi dan Milhous Teddy Sulistio dan memberikan wewenang kepada KPU untuk mensahkan hasil rekapitulasi yang telah ada. Pada kenyataannya meskipun politik uang29 terjadi dalam Pemilihan Umum KDH
26 Wawancara dengan Siskawentar (Ketua DPC[kecamatan] PAN), Kamis 28 Juni 2011 di kediaman bersabgkutan. 27 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011, Salatiga : 2011. Bab II Hal 99. 28 Risalah persidangan terkait gugatan ini dapat dilihat di situs resmi www.mahkamahkonstitusi.go.id 29 Penuturan dari salah seorang petugas KPPS di daerah Tingkir memberikan gambaran praktek politik uang yang terjadi sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi pemilih secara signifikan. Oknum Tim pemenangan salah satu calon memeberikan sejumlah uang kepada pemilih dengan catatan mereka memberikan bukti berupa gambar dari telepon gengam
100
dan WKDH Kota Salatiga 2011, hakim MK memiliki pertimbangan tersendiri mengenai hal ini. Sehingga hasil keputusan KPU telah final dan bersifat tetap. Politik uang itu sendiri dicermati sebagai sebuah
pragmatisme
pemilih
yang
lebih
mementingkan uang untuk jangka pendek daripada pemilih
suatu pada
proses
saat
demokrasi dimana
pemilihan
berlangsung
menjadi penentu bagi pemenang Pemilihan Umum dan tidak berhenti disitu, namun pemilih
dapat
menyampaikan
aspirasinya
suatu saat kelak ketika calon yang menjadi pilihan berhasil memenangi Pemilihan Umum. Bahkan
ironisnya
sebagian
orang
berpikir bahwa meskipun calon yang dipilih berhasil
memenangkan
Pemilihan
Umum,
sudah barang tentu mereka akan melupakan pemilih dan tidak dapat dikontrol kelak ketika telah menjabat sebagai Kepala Daerah dan Wakil
Kepala
Daerah.
Sehingga
secara
substansial proses demokrasi tidak berjalan dengan
baik
sesuai
yang
diharapkan.
Pemilihan Umum hanya menjadi proses yang demokratis secara prosedural.
bahwasanya yang bersangkutan telah memilih pasangan calon yang dimaksud.(wawancara dengan BS, 2 Juli 2012)
101
D. Perbaikan
Pemilihan
Umum
KDH
dan
WKDH pada masa yang akan datang Setelah mencermati Problematika Pemilihan KDH dan WKDH Kota Salatiga tahun 2011, maka dalam rangka mewujudkan Pemilihan KDH dan WKDH yang lebih demokratis secara prosedural maupun substansial30 di masa yang akan datang, ada beberapa alternatif perbaikan, yaitu: a. Berkenaan
dengan
penyelenggara
Pemilihan
Umum KDH dan WKDH, selama ini pendanaan bersumber dari APBN dan APBD sehingga dalam operasional terjadi kendala dalam rekrutmen tokoh-tokoh menjadi
masyarakat
PPK,
PPS,
yang
maupun
netral KPPS
untuk serta
kesekretariatan yang menyertai. Hal ini pada akhirnya disiasati dengan melibatkan unsur PNS dalam
kesekretariatan
sehingga
rotasi
kepegawaian dapat mengganggu jalannya proses demokrasi. Sehingga
perlu
dipertimbangkan
untuk
anggaran
APBN
memperbesar
porsi
dibandingkan
kemampuan
dari
APBD.
Sekalipun
tidak mampu diakomodir, hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan suatu sistem Pemilihan Umum yang serentak sehingga akan sangat menghemat anggaran namun dapat maksimal melibatkan masyarakat yang netral dalam tim penyelenggaranya. Soemantri, S , Bunga Rampai Hukum Tatanegara Indonesia, penerbit alumni, Bandung, 1992. 30
102
b. Berkenaan dengan Partai Politik yang selama ini masih menganut sistem oligarki ekonomi dan kekeluargaan dalam pengajuan pasangan calon KDH
dan
reformasi
WKDH,
harus
organisasi
dilakukan
suatu
partai
politik.
dalam
Reformasi sistem kepartaian yang ada dapat dilakukan
dengan
penjaringan
memiliki
kapabilitas
intelektual
dan
serta
aktif
kader
yang
kemampuan
dimasyarakat
sehingga
dapat mengembalikan fungi partai pada jalurnya yaitu
sebagai
pendidikan
wadah
politik
untuk
kepada
memberikan
masyarakat
serta
sebagai penyalur aspirasi masyarakat bukan sebagai “kendaraan” politik di masa pemilihan KDH dan WKDH. Selain itu dalam internal partai perlu dilakukan
perombakan
organisasi
dan
pemantapan peran dan fungsi masing-masing organ
maupun
pengurus
sehingga
dapat
dilakukan check and balances dalam keuangan partai, serta manajemen kerja partai politik. Sistem ini nantinya akan menjadi penentu dalam pengambilan kebijakan kepartaian khususnya berkaitan dengan pencalonan KDH dan WKDH. c. Berkenaan dengan netralitas Pegawai Negeri Sipil, sanksi hukum yang selama ini tidak pernah diterapkan
didalam
Korps
Pegawai
Negeri
Sipil(KORPRI) harus diterapkan dengan tegas dan berimbang sesuai kadar pelanggaran yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan penguatan fungsi penyidik PNS yang berfungsi mengawasi kinerja 103
dan pelanggaran PNS yang terjadi. Ketegasan serta
penegakan
hukum
bagi
PNS
yang
melanggar ketentuan akan memberikan efek jera, terlebih bila sanksi tersebut dijatuhkan pada pejabat yang memiliki jabatan struktural cukup tinggi akan berdampak signifikan pada jajaran dibawahnya. d. Berkenaan dengan Pemilih, pragmatisme pemilih terhadap Pemilihan Umum KDH dan WKDH dengan anggapan sebagai suatu sistem politik semata
dengan
meninggalkan
perspektif
demokrasi dan hukum harus diluruskan. Perlu upaya perubahan paradigma dalam masyarakat melalui pendidikan politik yang benar dan tidak memihak. Dalam hal ini peran Komisi Pemilihan Umum
menjadi
penting
dalam
memberikan
pendidikan politik kepada masyarakat selama masa
jeda
dari
satu
Pemilihan
Umum
ke
Pemilihan Umum berikutnya. Pendidikan politik yang dilakukan oleh KPU utamanya berkaitan dengan proses penyelenggaraan Pemilihan Umum yang
telah
dan
akan
berlangsung
sehingga
tercipta suatu pemikiran aktif partisipatif dari masyarakat dalam mengawasi dan menjalankan Pemilihan Umum secara demokratis dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. e. Berkenaan dengan Pasangan Calon, perlu peran serta aktif dari masyarakat dalam menentukan pasangan calon dari partai maupun perseorangan yang ikut serta dalam Pemilihan KDH dan WKDH. Partisipasi
aktif
dari
masyarakat
ini
dapat 104
terbangun dengan adanya pendidikan politik yang
berkesinambungan.
Upaya
selektif
masyarakat untuk memberikan masukan kepada partai politik berkaitan dengan pasangan yang dicalonkan akan menjadi penting dalam sebuah Pemilihan
Umum
KDH
dan
WKDH
yang
dijalankan secara demokratis dengan melakukan “Pemilihan internal partai” sebelum menentukan pasangan calon yang akan ditentukan.
105