Bab III Pelaksanaan Penelitian
Untuk menentukan jenis korosi, laju korosi dan inhibitor yang sesuai pada korosi material runner turbin di lingkungan PLTA Saguling, dilakukan pengukuran dan pengujian laboratorium sebagai berikut : penentuan larutan tiruan yang memberikan kondisi paling korosif dengan memvariasi konsentrasi NaCl dan kandungan ion sulfida serta suhu larutan. Penentuan laju korosi keadaan statik dilakukan dengan teknik Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) menggunakan elektroda kerja berbentuk lempeng. Analisis menggunakan teknik SEM, untuk mengamati kerusakan dan lapisan hasil korosi pada permukaan logam. Secara garis besar skema alur penelitian yang dilakukan seperti pada gambar di bawah ini : Preparasi Sampel Penelitian (Penyiapan sampel logam material runner turbin) Elektroda Kerja Pengukuran Komposisi metalografi Pengukuran dengan metoda EIS
Analisis permukaan logam dengan SEM
Ö Penentuan komposisi larutan uji tiruan yang korosif terhadap Cu-37Zn
Variasi konsentrasi NaCl Variasi ion sulfida (S2-) Ö Penentuan pengaruh suhu terhadap laju korosi Cu-37Zn pada komposisi larutan uji tiruan paling korosif Ö Penentuan efektifitas inhibitor terhadap laju korosi pada Cu-37Zn
Variasi konsentrasi benzotriazol dan sistein Pengaruh suhu terhadap daya inhibisi inhibitor yang digunakan Gambar III.1 Skema alur penelitian
III.1
Penentuan Laju dan Uji Inhibisi Korosi
Untuk menentukan laju dan inhibisi korosi pada material runner turbin, dilakukan beberapa persiapan pengukuran antara lain : penyiapan bahan material uji, pembuatan larutan uji serta pembuatan larutan inhibitor yang akan diuji. III.1.1 Bahan Material Uji Logam material runner turbin dengan komposisi kimia : Cu 62,79% dan Zn 37,17% (Cu-37Zn) disebut sebagai elektroda kerja yang dibuat dengan luas permukaan kontak dengan larutan uji sebesar 0,92 cm2. Pada saat akan digunakan untuk pengukuran elektrokimia, permukaan elektroda kerja dihaluskan dengan ampelas silikon karbida (SiC) 1000 grit, kemudian dicuci dengan aqua DM dan aseton. III.1.2 Larutan Uji Larutan uji dibuat dengan melarutkan padatan kristal kalsium nitrat (p.a), kristal natrium klorida (p.a), kristal natrium sulfat hidrat (p.a) dalam aqua DM yang telah dimurnikan (berdaya hantar ≤ 10 μS/cm dan pH 6,75 ± 0,5). Gas CO2 dengan kemurnian 99,9%, digunakan sebagai gas pengusir oksigen terlarut dan penjenuh larutan dengan cara bubling secara terus menerus ke dalam larutan uji sebelum dan selama waktu pengukuran. III.1.3 Inhibitor Korosi Pada uji inhibisi korosi Cu-37Zn berupa elektroda kerja statik, yang digunakan sebagai inhibitor korosi adalah : benzotriazol (BTAH) dan sistein (Cys). Larutan induk sediaan inhibitor dibuat berkonsentrasi 1000 ppm dalam pelarut air yang telah dimurnikan.
III.2
Penentuan Kondisi Larutan Tiruan Paling Korosif di Lingkungan PLTA Saguling
Untuk menentukan komposisi larutan uji tiruan yang memberikan kondisi paling korosif di lingkungan PLTA Saguling terhadap logam Cu-37Zn dilakukan beberapa tahapan pekerjaan antara lain : variasi konsentrasi larutan NaCl yang kemudian dilanjutkan dengan variasi konsentrasi ion sulfida. III.2.1 Variasi Konsentrasi Larutan NaCl Untuk menentukan kondisi paling korosif pengaruh ion alkali dan halida yang ada di lingkungan PLTA Saguling, diamati dengan memvariasikan konsentrasi larutan NaCl dengan konsentrasi larutan kalsium nitrat, Ca(NO3)2 tetap = 5,3 ppm. Pengaruh konsentrasi larutan NaCl diamati dengan pengukuran menggunakan metoda EIS dengan konsentrasi larutan NaCl divariasikan (ppm) : 53, 73, 78, 83, 88, 90, 93 dan 98, pada suhu 25 ± 1°C jenuh gas CO2. Daya hantar larutan-larutan tersebut diukur dengan menggunakan IonCheck 65 buatan Analitycal Radiometer. III.2.2 Variasi Konsentrasi Ion Sulfida Untuk menentukan pengaruh konsentrasi ion sulfida yang ada di lingkungan PLTA Saguling, diamati dengan memvariasikan konsentrasi larutan ion sulfida dengan konsentrasi larutan kalsium nitrat, Ca(NO3)2 tetap = 5,3 ppm dan pada konsentrasi larutan NaCl hasil optimasi sebelumnya. Pengaruh konsentrasi larutan ion sulfida diamati dengan pengukuran menggunakan metoda EIS dengan konsentrasi larutan ion sulfida divariasikan (ppm) : 5, 10, 15, 20 dan 25 pada suhu 25 ± 1°C jenuh gas CO2. Daya hantar larutan-larutan tersebut diukur dengan menggunakan IonCheck 65 buatan Analitycal Radiometer.
III.3
Penentuan
Efisiensi
Daya
Inhibisi
Beberapa
Inhibitor
yang
digunakan Pada Korosi Cu-37Zn Pada uji efisiensi daya inhibisi, inhibitor yang digunakan pada korosi Cu-37Zn dengan metoda EIS, inhibitor korosi yang diuji adalah benzotriazol dan sistein. Semua larutan inhibitor sediaan, dibuat berkonsentrasi 1000 ppm dalam pelarut air yang telah dimurnikan (berdaya hantar ≤ 10 μS/cm dan pH 6,75 ± 0,5). III.3.1 Penentuan Efisiensi Daya Inhibisi Benzotriazol (BTAH) Pada saat akan dilakukan pengukuran efisiensi daya inhibisi benzotriazol, larutan uji dibuat dengan komposisi Ca(NO3)2 = 5,3 ppm, konsentrasi NaCl optimum dan konsentrasi ion sulfida optimum hasil pengukuran sebelumnya. Larutan ini menjadi larutan blanko. Gas CO2 dengan kemurnian 99,9%, digunakan sebagai gas pengusir oksigen terlarut dan penjenuh larutan dengan cara bubling secara terus menerus ke dalam larutan uji sebelum dan selama waktu pengukuran. Untuk menentukan besarnya efisiensi inhibitor benzotriazol pengukuran dilakukan pertama sekali untuk larutan blanko kemudian baru ditambahkan inhibitor pada berbagai variasi konsentrasi (ppm) : 20, 30, 40, 60, 80 dan 100 (konsentrasi penambahan inhibitor adalah kumulatif) dengan jarak waktu injeksi ± 30 menit setelah pengukuran blanko selesai (setelah ditambahkan konsentrasi inhibitor, larutan uji tetap di bubling dengan gas CO2 selama 30 menit, kemudian baru diukur lagi). III.3.2 Penentuan Efisiensi Daya Inhibisi Sistein (Cys) Pada saat akan dilakukan pengukuran efisiensi daya inhibisi sistein, larutan uji dibuat dengan komposisi Ca(NO3)2 = 5,3 ppm, konsentrasi NaCl optimum dan konsentrasi ion sulfida optimum berdasarkan hasil pengukuran sebelumnya. Larutan ini menjadi larutan blanko. Gas CO2 dengan kemurnian 99,9%, digunakan sebagai gas pengusir oksigen terlarut dan penjenuh larutan dengan cara bubling secara terus menerus ke dalam larutan uji sebelum dan selama waktu pengukuran.
Untuk menentukan besarnya efisiensi inhibitor sistein pengukuran dilakukan pertama sekali untuk larutan blanko kemudian baru ditambahkan inhibitor pada berbagai variasi konsentrasi (ppm) : 5, 10, 15, 20, 25 dan 35 (konsentrasi penambahan inhibitor adalah kumulatif) dengan jarak waktu injeksi ± 30 menit setelah pengukuran blanko selesai (setelah ditambahkan konsentrasi inhibitor, larutan uji tetap di bubling dengan gas CO2 selama 30 menit, kemudian baru diukur lagi). III.4
Penentuan Efisiensi Inhibitor dengan Cara Spektroskopi Impedansi Elektrokimia (EIS)
Semua pengukuran Spektroskopi Impedansi Elektrokimia ini dilakukan dalam sel elektrokimia tiga elektroda, menggunakan Potensiostat/Galvanostat VoltaLab PGZ 301 Radiometer dengan perangkat lunak Volta Master 4. Elektroda kerja dibuat berbentuk lempeng dengan penampang lingkaran dengan luas permukaan 0,92 cm2 yang disekat dengan politetrafluoroetilen dan perekat araldite. Elektroda kalomel jenuh (SCE) digunakan sebagai elektroda referensi dan elektroda platina (luas permukaan kontak 0,92 cm2) digunakan sebagai elektroda bantu. Daerah permukaan sentuhan elektroda/larutan dari elektroda kerja dan elektroda bantu disusun saling berhadapan berjarak ± 3 cm satu sama lain. Kemudian 100 ml larutan uji ditempatkan dalam sel elektrokimia yang terbuat dari gelas berdinding rangkap, berfungsi sebagai ruang mantel aliran air pengatur suhu larutan yang diaduk dengan batang pengaduk magnetik. Pengukuran dilakukan pada suhu kamar (disesuaikan dengan suhu yang ada pada lingkungan). Pemindaian impedansi arus bolak balik dilakukan pada potensial sirkuit terbuka (open circuit potensial, OCP), potensial AC 30 mV puncak ke puncak, pada daerah frekuensi 10 kHz sampai dengan 10 mHz. Sebelum pengukuran dilakukan, selalu diawali dengan kondisi pra – korosi sekitar 1 jam. Perlakuan ini sekaligus sebagai waktu untuk mencapai tingkat kejenuhan gas CO2 dalam larutan uji, dan untuk mengusir oksigen terlarut. Sesudah periode ini pengukuran selalu dimulai dengan pengukuran potensial sirkuit terbuka guna menentukan kestabilan potensial dari logam sampel, kemudian pengukuran dilanjutkan sampai terkumpul data EIS.
Elektroda referensi Elektroda bantu
Elektroda kerja
Aliran CO2
Alat pengaduk magnetik Batang magnet
Gambar III.2. Susunan sel elektrokimia tiga elektroda untuk pengukuran potensiodinamik Sel tiga elektroda adalah perangkat laboratorium baku untuk penelitian kuantitatif terhadap sifat – sifat korosi material (logam), dan contoh susunannya secara umum dapat dilihat dalam Gambar III.2. Sel ini dapat digunakan dalam berbagai macam percobaan korosi. III.5
Penggunaan Kondisi Corrosion Wheel Test sebagai Penyiapan Kupon untuk Analisis Permukaan Lapisan Hasil Korosi dengan Teknik SEM
Untuk keperluan analisis permukaan dengan teknik SEM, sampel kupon Cu-37Zn tidak dicuci, hanya dikeringkan dengan kertas penyerap saja. Untuk pengamatan penampang lintang material dengan teknik SEM, kupon diproses lebih lanjut. Pemrosesan ini meliputi pemancangan kupon dalam resin epoksi, pemolesan dan pelapisan permukaan dengan logam emas. Pengamatan citra penampang permukaan sebelum dan sesudah terkorosi terhadap kupon Cu-37Zn, lapisan hasil korosi baik tanpa dan dengan inhibitor korosi pada suhu 25°C dan 55°C, dilakukan dengan menggunakan SEM merk JEOL JSM6360 LA, yang dioperasikan pada tegangan 20 kV, dengan pembesaran 1500x, 2500x, dan 7500x.
III.6
Pengukuran Tegangan Permukaan Larutan Uji
Pengukuran tegangan permukaan larutan uji dilakukan setelah mengandung 20, 30, 40, 60, 80 dan 100 ppm inhibitor benzotriazol. Pengukuran juga dilakukan pada larutan uji dengan penambahan 5, 10, 15, 20, 25, 35 dan 50 ppm inhibitor sistein. Pengukuran dilakukan pada suhu kamar (25°C) dengan alat Digital Tensiometer K10ST buatan Kruss, dengan menggunakan air yang telah dimurnikan sebagai cairan acuan standar.