BAB III METODE KAJIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001), Pasal 24 ayat (1) menyebutkan bahwa “Pengawasan terhadap urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah sesuai dengan fungsi dan kewenangannya”. Ayat (2) berbunyi “Aparat Pengawas Intern Pemerintah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Inspektorat Provinsi dan inspektorat kabupaten/kota. Berdasarkan hal tersebut, maka Gubernur Riau membentuk Badan Pengawas Provinsi Riau melalui Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2001 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Provinsi. Pada Pasal 3 menyebutkan: Badan Pengawas adalah perangkat daerah yang diserahkan wewenang dan tanggung jawab untuk menunjang penyelenggaraan otonomi daerah, desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan di bidang pengawasan umum di Daerah. Badan Pengawas Provinsi melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam upaya pembinaan terhadap aparat pemerintah baik di lingkup Pemerintahan Provinsi maupun Pemerintahan Kabupaten/Kota (sesuai dengan Pasal 26 ayat (3), PP Nomor 79 tahun 2005). Sejalan dengan ketentuan tersebut di atas, maka Badan Pengawas mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan pembangunan daerah, khususnya penyelenggaraan pemerintahan daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Kemampuan menarik kembali uang negara/daerah merupakan salah satu upaya dalam menjawab tingginya tuntutan masyarakat untuk segera mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 ditegaskan antara lain:
a. Menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (Good Governance) di lingkungan pemerintah daerah. b. Meningkatkan pelayanan publik dan meniadakan pungutan liar dalam pelaksanaannya. c. Bersama-sama dengan DPRD melakukan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran keuangan Negara baik yang bersumber dari APBN maupun APBD. d. Menindaklanjuti apa yang telah diinstruksikan Presiden tersebut harus disikapi dengan optimis, bahwa permasalahan korupsi di Indonesia, termasuk di Provinsi Riau pada hakekatnya dapat dicegah dan diberantas, apabila hal tersebut dilakukan sungguh-sungguh. Prinsip dasar dari implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah mewujudkan pemerintahan yang demokratis yang mendorong peran serta masyarakat dalam upaya penerapan pemerataan dan keadilan, sehingga diperlukan suatu Pemerintah Daerah yang baik dan bersih serta terbebas dari unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Untuk mencapai pemerintahan yang baik (good governance) maka dibutuhkan komitmen dari semua pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat, karena good governance yang efektif menuntut adanya kesinergian yang baik, integritas, profesionalisme dan etos kerja serta moral yang tinggi dari semua elemen. Dengan demikian konsep good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan bukan hanya merupakan tuntutan dan harapan masyarakat, tetapi juga merupakan tantangan tersendiri. Dari uraian tersebut, maka kerangka pemikiran kajian dalam kajian ini dapat disampaikan dalam Gambar 1.
Pemerintah Provinsi Riau
Bawasda Provinsi Riau
Kondisi Internal
Strategi Penguatan Kondisi Peran Bawasda Eksternal
Strategi dan Program
Gambar 1 . Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran kajian
3.2.Lokasi Dan Waktu Kajian Kajian ini mengambil lokasi di Kota Pekanbaru pada Badan Pengawas Provinsi Riau dan Satuan Kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Mengingat jumlah responden dan aktivitasnya, maka periode kajian dilakukan selama empat bulan yaitu dari bulan Oktober 2007 hingga Januari 2008.
3.3.
Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data
3.3.1. Penentuan Responden Dalam melakukan kajian ini, yang menjadi responden adalah
pejabat/pegawai pada
Badan Pengawas Provinsi Riau dan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Sampel
yang menjadi responden diambil secara sengaja (purposive random
sampling) yaitu Kepala Badan Pengawas Provinsi Riaui dan pejabat eselon IV dan III di lingkungan Badan Pengawas Provinsi Riau dan pegawai/pejabat pada SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Jumlah sampel yang diambil pada kajian ini adalah 14 orang dari Badan Pengawas Provinsi Riau, empat orang dari Badan, Dinas, Kantor Sekretariat Daerah dan satu orang dari Rumah Sakit. Dari total sampel untuk Badan Pengawas Provinsi didistribusikan secara proporsional sesuai dengan jabatan dan dari total sampel pada SKPD yang dijadikan sebagai sampel adalah Kepala Bagian Tata Usaha. Dengan demikian jumlah sampel yang dijadikan Responden dalam Kajian ini adalah 19 orang, sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Responden yang Dijadikan Sampel Kajian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Jabatan Kepala Badan Kepala Bidang Kepala Sub. Bagian Kepala Sub.Bidang Kabag TU Kabag Anggaran Kabag Pengadaan Perlengkapan Kabag TU
Satuan Kerja Bawasprov. Riau Bawasprov. Riau Bawasprov. Riau Bawasprov. Riau Diknas Prov. Riau Setda Prov. Riau BADP Prov. Riau RSUD Prov. Riau Kantor Satpol PP Jumlah
Jumlah Sampel 1 4 5 4 1 1 1 1 1 19
3.3.2. Metode Pengumpulan Data Dalam melakukan kajian ini, pengumpulan data bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer merupakan sumber data kajian yang diperoleh secara langsung melalui pejabat struktural Badan Pengawas Provinsi Riau dan sumber lain yang ada hubungannya dengan kajian ini (Sekretariat Daerah, Dinas Pendidikan, BADP, RSUD dan Satuan Pamong Praja Provinsi Riau). Data primer pada kajian ini dikumpulkan melalui teknik wawancara/diskusi dengan responden, yang tujuannya adalah untuk mengumpulkan keterangan antara lain mengenai kendala/hambatan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Pengawas dan upaya-upaya yang
dilakukan untuk mengatasi kendala/hambatan tersebut, serta mengetahui sikap dan tanggapan Satuan Kerja lain terhadap keberadaan dan peranan Badan Pengawas di lingkungan Provinsi Riau. Data sekunder didapat melalui teknik dokumentasi, yang diperoleh dari Badan Pengawas Provinsi Riau, antara lain Struktur Organisasi, jumlah pegawai, jumlah sarana dan prasarana, anggaran dan hasil pemeriksaan Badan Pengawas
3.3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data Untuk menjawab tujuan dari kajian ini, metode pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT (Strenghts-Weaknesses-Opportunities-Threaths). Langkah langkah analisis SWOT ini adalah sebagai berikut: 1) Menyusun matriks SWOT ini terdiri dari empat kuadran yaitu kekuatan dan kelemahan yang merujuk pada situasi di lingkungan internal kuadran peluang dan ancaman merujuk pada situasi lingkungan eksternal sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2. a) Strategi SO: menggunakan kekuatan internal Program Penguatan peran Badan Pengawas Provinsi Riau untuk meraih peluang-peluang yang di luar program. Pada umumnya, pelaksanaan strategi WO, ST atau WT untuk menerapkan strategi SO. Oleh karena itu, jika program pemberdayaan Badan Pengawas Provinsi Riau memiliki banyak kelemahan dalam pelaksanaannya, mau tidak mau program harus mengatasi kelemahan itu agar menjadi kuat. Sedangkan jika program ini menghadapi banyak ancaman, maka program ini harus berusaha menghindarinya dan berusaha berkonsentrasi pada peluang-peluang yang ada. b) Strategi WO: memperkecil kelemahan-kelemahan internal program dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. Kadang kala program ini menghadapi kesulitan untuk memanfaatkan peluang karena adanya kelemahan-kelemahan internal. c) Strategi ST: Program berusaha menghindari atau mengurangi dampak ancaman-ancaman ekternal. Hal ini bukan berarti bahwa Program yang tangguh harus selalu mendapat ancaman.
Tabel 2. Identifikasi Faktor Internal dan Ekternal SWOT
Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
1.
1.
2.
2.
3.
3. Peluang (O)
Ancaman (T)
1.
1.
2.
2.
3.
3.
d) Strategi WT: Merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman. Program Pemberdayaan Badan Pengawas Provinsi Riau yang dihadapkan pada sejumlah kelemahan internal dan ancaman eksternal berada dalam posisi berbahaya. Ia harus berjuang untuk tetap dapat bertahan dengan melakukan strategi untuk mengatasinya. Matriks SWOT yang merupakan matriks matching tool membantu untuk mengembangkan empat tipe strategi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Matrik SWOT Internal
Eksternal Peluang-O
Kekuatan-S
Kelemahan-W
1.
1.
2.
2.
3.
3. Strategi SO
Strategi WO
1.
Gunakan kekuatan untuk
Atasi kelemahan untuk
2.
mengekploitasi peluang
ekploitasi peluang
Strategi ST
Strategi WT
1.
Gunakan Kekuatan
Kurangi kelemahan dan
2.
untuk hindari ancaman
hindari ancaman
3. Ancaman-T
3.
2)
Berdasarkan matriks SWOT inilah dilakukan analisis sehingga diperoleh keputusan alternatif yang diprioritaskan.
3)
Untuk menentukan faktor yang lebih urgen digunakan metode kuantitatif dengan melakukan pembobotan (membuat bobot) masing-masing faktor variabel SWOT. Untuk menghitung seberapa besar urgensi dari masing-masing faktor terhadap indikator kinerja diberi skala1-5 dengan bobot : 5
= sangat besar
4 = besar 3 = cukup besar 2 = kecil 1 = sangat kecil
3.4.
Definisi Konseptual Konsep merupakan generalisasi dari sekelompok fenomena abstrak yang secara empirik
dapat memberikan arahan pada variabel penelitian. Kepastian arah penelitian dilakukan melalui definisi sebagai berikut : 1. Manajemen startegis adalah sekumpulan konsep dan pola, untuk mempertahankan kinerja. 2. Kinerja adalah penilaian atas kualitas pengelolaan dan kualitas pelaksanaan tugas atau operasi organisasi. Aspek lain adalah hubungan organisasi dengan lingkungan sosial dan lingkungan politiknya. 3. Capacity building adalah merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan. 4. Pengawasan adalah proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesual dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. 5. Governance adalah praktek penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah dalam pengelolaan urusan pemerintahan secara umum dan pembangunan ekonomi pada khususnya.
3.5.
Definisi Operasional Berkenaan dengan definisi konseptual tersebut, maka diperlukan operasionalisasi konsep
tersebut yang digunakan untuk alat ukur penelitian di lapangan. Penguatan peran Bawasda berbasis kinerja dapat dicermati dengan indikator-indikator sebagai berikut: 1. Indikator manajemen strategis dijelaskan dengan outcome dan output yang jelas, indikator internal dan eksternal, indikator keuangan dan non-keuangan, dan indikator sebab dan akibat. 2. Indikator penilaian kinerja organisasi dijelaskan dengan kemampuan SDM baik tim maupun individual. 3. Penguatan lembaga dan capacity building dijelaskan dengan pengolaan perbaikan mutu sumber daya manusia dan sarana penunjang. 4. Implementasi pengawasan dijelaskan dengan penerapan rencana strategis oleh lembaga dalam kegiatan pengawasan dan evaluasi program kerja Dinas. 5. Penerapan governance pada Bawasda dijelaskan dengan upaya implementasi pengaeasan dengan keterbukaan dengan berbasis kinerja.