BAB II URAIAN TEORITIS
A. Penelitian Terdahulu Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) pernah dilakukan Marfirani (2008) dengan judul penelitian “Hubungan Kepuasan Kerja dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan PT.Pelindo I (Persero)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan cukup signifikan antara kedua variabel tersebut. B. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan evaluasi seseorang terhadap kerja dan pekerjaannya. Termasuk juga di dalamnya penilaian terhadap karakteristik pekerjaan yang dirasakan serta pengalaman emosional ketika bekerja. Oleh karena itu, karyawan yang merasa puas akan cenderung membuat penilaian yang lebih positif terhadap pekerjaannya dibandingkan yang kurang puas. (McShane & Von Glinow, 2003:116). Kepuasan kerja juga didefinisikan sebagai pengalaman emosional yang dirasakan setelah menilai suatu pekerjaan Dapat juga diartikan sebagai reaksi perasaan yang dialami oleh seseorang terhadap pekerjaannya Definisi ini juga menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap yang ditinjau dari evaluasi afeksi, kepercayaan dan perilaku. Hal ini berarti bahwa sikap yang dimiliki seseorang terhadap pekerjaannya akan mempengaruhi bagaimana perasaan,
kepercayaan serta perilaku kerja yang ditunjukkannya (Locke dalam Luthans, 2006:243). Wexley dan Yukl (dalam Barbara dkk, 2001) mengartikan kepuasan kerja sebagai “the way an employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspekaspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan. Kepuasan kerja juga dimaknai sebagai keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini tampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya (Kreitner & Kinicki, 2005). Jadi dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan evaluasi seseorang terhadap kerja dan pekerjaannya berupa perasaan mendukung atau tidak mendukung dirinya yang dialami karyawan dalam bekerja.
2. Dimensi Kepuasan Kerja Smith, Kendall & Hulin (dalam Luthans, 2006:243) mengidentifikasi lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu :
6. Pekerjaan itu sendiri (Work It self), yaitu evaluasi karyawan terhadap tingkat kesulitan yang harus dihadapi oleh seorang karyawan ketika menyelesaikan tugas dari pekerjaannya. 7. Penyelia (Supervision) merupakan bentuk evaluasi karyawan terhadap sikap yang ditunjukkan oleh atasannya kepada karyawan tersebut. 8. Teman sekerja (Coworkers) adalah evaluasi karyawan terhadap karyawan lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. 9. Promosi (Promotion) yaitu evaluasi karyawan terhadap ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. 10. Gaji/Upah (Pay) merupakan evaluasi karyawan terhadap pemenuhan kebutuhan hidup karyawan serta kesesuaian antara jumlah gaji dengan pekerjaan yang dilakukan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Ada beberapa faktor yang menentukan dalam kepuasan kerja yang disebutkan oleh Robbins (dalam Sweeney & McFarlin, 2002:56):
1. Kerja yang secara mental menantang
Karyawan
cenderung
menyukai
pekerjaan-pekerjaan
yang
memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan serta menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai seberapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, sebaliknya terlalu banyak tantangan dalam pekerjaan dapat menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan.
2. Ganjaran yang pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan selaras dengan harapan mereka. Bila upah dilihat sebagai kondisi adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar upah yang ada, maka karyawan akan cenderung merasakan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang yang bersedia menerima dengan baik gaji yang lebih kecil untuk bekerja dalam organisasi yang sesuai dengan keinginannya atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut tantangan yang terlalu besar serta mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam jam kerja. Tetapi kunci penting yang mangaitkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang
dibayarkan, akan tetapi yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Demikian pula karyawan yang berusaha untuk mendapatkan kebijakan dan promosi yang lebih banyak, serta status sosial yang lebih tinggi. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and justice) mereka cenderung akan mengalami kepuasan yang lebih besar dari pekerjaan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan dalam mengerjakan tugas. Sejumlah riset menunjukkan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya. Oleh karena itu, seharusnya temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain tidak esktrem.
4. Rekan kerja yang mendukung
Karyawan mengharapkan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud material dari pekerjaannya. Bagi kebanyakan karyawan, bekerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang menyenangkan dapat mengarahkan kepada peningkatan kepuasan kerja. Perilaku atasan seorang juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Penelitian menunjukkan bahwa kepuasan karyawan akan meningkat bila atasan langsungnya bersifat ramah dan
dapat memahami karyawannya, memberikan pujian atas kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, serta mampu menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka.
5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
Pada hakikatnya individu dengan tipe kepribadian yang kongruen (sama dan selaras) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya akan merasakan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian individu tersebut akan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, individu tersebut juga mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dalam pekerjaannya.
C. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Bateman dan Organ pada 1983 merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB) ini untuk menggambarkan konsep perilaku tersebut. Adapun definisi yang diberikan terhadap OCB adalah perilaku bermanfaat yang dilakukan oleh karyawan, secara bebas dari ketentuan atau kewajibannya dengan tujuan untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan organisasi ( Bateman & Organ dalam Garg & Rastogi, 2006:530).
Hal ini termasuk juga perilaku kerja yang melebihi standar yang ada serta di luar dari kewajiban tugas yang dibebankan kepada karyawan tersebut yang biasa disebut dengan istilah “going extra miles” atau melaksanakan tugasnya secara ekstra. OCB juga disamakan dengan istilah contextual performance, yang menggambarkan perilaku kerja di luar deskripsi jabatan yang ada, namun tetap sesuai dengan tujuan organisasi. Perilaku ini tidak dipersyaratkan bagi anggota organisasi, namun sangat dibutuhkan untuk kemajuan dan efektifitas organisasi (Borman & Motowidlo dalam Landy & Conte,2004:170). OCB juga diartikan sebagai minat terhadap organisasi, hal ini ditampilkan tidak hanya melalui pelaksanaan kewajiban mereka saja, tapi juga termasuk upaya untuk membantu rekan kerja, melindungi sumber daya organisasi serta melakukan segala upaya yang telah melampaui standar minimum yang harus dipenuhi seorang karyawan. Ketika seorang karyawan melakukan hal ini, organisasi tidak memberikan imbalan finansial tertentu buat mereka, akan tetapi perilaku ini menjadi rekomendasi bagi perusahaan untuk melaksanakan kenaikan jabatan dan promosi buat karyawan tersebut. Oleh karena itu, OCB tidak dikaitkan langsung dengan reward tertentu seperti pemberian bonus atau semacamnya (Organ, dkk,2006:139). OCB menjadi semakin penting karena lingkungan organisasi yang semakin kompetitif sehingga menuntut fleksibilitas dari setiap karyawan agar mudah menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada serta perubahan yang cepat. Selain itu, pekerjaan yang juga lebih banyak dilakukan dalam tim daripada secara individual. Rentannya organisasi untuk melakukan downsizing juga memicu
karyawan untuk berbuat lebih banyak untuk perusahaannya (Motowidlo dalam Landy & Conte, 2004:171) Berdasarkan
uraian
definisi
di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan : 1. Perilaku yang bersifat sukarela dan dipilih sendiri oleh karyawan dan bukan suatu paksaan atau keharusan yang diwajibkan oleh organisasi untuk kepentingan organisasi itu sendiri. 2. Perilaku di luar deskripsi jabatan yang menjadi kewajiban karyawan dan dapat meningkatkan efektifitas organisasi. 3. Pelaksanaan OCB tidak terkait dengan reward secara langsung oleh perusahaan, namun menjadi bahan pertimbangan dalam promosi. 2. Faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Ada beberapa faktor yang melandasi seorang karyawan melakukan OCB, diantaranya : 1. Kepuasan Kerja Seorang karyawan yang merasa puas terhadap pekerjaan serta komitmennya kepada organisasi tempatnya bekerja akan cenderung menunjukkan performa kerja yang lebih baik dibandingkan karyawan yang merasa tidak puas terhadap pekerjaan dan organisasinya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada korelasi yang negatif antara OCB dengan perilaku counterproductive karyawan (Robbins & Judge, 2007:40). OCB hanya dapat dicapai jika didukung oleh faktor dalam organisasi memungkinkan hal itu, dimana yang paling utama adalah
adanya kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan selama bekerja dalam
organisasi.
Dennis
Organ
sebagai
tokoh
penting
yang
mengemukakan OCB, menyatakan bahwa karyawan yang merasa puas akan membalas kenyamanan bekerja yang dirasakannya kepada organisasi yang telah memperlakukan dirinya dengan baik dan memenuhi kebutuhannya selama ini dengan cara melaksanakan tugasnya secara ekstra melebihi standar yang ada. Hal ini ditunjukkan dengan kesediaan karyawan dalam berbagai bentuk perilaku OCB secara sukarela demi kemajuan perusahaannya (George & Jones, 2002:95). 2. Keadilan Karyawan harus merasa diperlakukan secara adil oleh organisasi baru ia akan menunjukkan perilaku OCB. Hal ini termasuk juga bahwa karyawan dapat merasakan prosedur kerja dan hasil kerja yang diperolehnya adalah sesuatu yang adil. Sejumlah studi juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara keadilan dengan OCB. Tampaknya keadilan procedural berpengaruh pada karyawan, yaitu mempengaruhi dukungan organisasi yang mereka rasakan dan selanjutnya mendorong mereka untuk membalas dengan OCB, yakni melakukan tugas di luar persyaratan kerja tertentu (Luthans, 2006:251). 3. Motivasi Intrinsik OCB muncul sebagai perwujudan dari motivasi intrinsik yang ada dalam diri seseorang, misalnya kepribadian serta minat tertentu. Lebih lanjut, motivasi didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk
beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Dengan demikian, motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar. Robbins
(2001:162)
mengatakan
bahwa
teori
kebutuhan
McClelland terfokus pada tiga kebutuhan yaitu : •
Kebutuhan
akan
prestasi:
Dorongan
untuk
mengungguli,
berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. •
Kebutuhan akan kekuasaan: Kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara yang orang-orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan berperilaku demikian.
•
Kebutuhan akan afiliasi: Hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.
4. Gaya Kepemimpinan Dukungan dan gaya kepemimpinan atasan sangat mempengaruhi munculnya OCB pada karyawan, hal ini dapat dipahami melalui proses modeling ataupun vicarious learning yang dilakukan oleh atasan yang kemudian menginspirasi para karyawan untuk melakukan juga OCB, sehingga atasan dapat menjadi agen model OCB. Namun hal ini harus didukung juga dengan kualitas interaksi yang baik antara atasan dan
bawahannya. Dengan begitu, atasan akan berpandangan positif terhadap bawahan, sebaliknya bawahan pun akan merasa bahwa atasannya memberi dukungan dan motivasi sehingga mereka akan menunjukkan rasa hormat dan berusaha berbuat lebih bagi organisasinya (Graham dalam Gibson, 2003:110). 5. Iklim Organisasi Iklim organisasi didefinisikan sebagai pendapat karyawan terhadap keseluruhan lingkungan sosial dalam perusahaannya yang dianggap mampu memberikan suasana mendukung bagi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Istilah ini juga digunakan untuk menggambarkan bagaimana sejumlah subsistem dalam organisasi berinteraksi dengan anggota organisasi serta lingkungan eksternalnya. Konsep iklim organisasi ini sering kali didasarkan pada persepsi individu (Organ dalam Novliadi, 2007:12). 6. Jenis Kelamin Studi terbaru menunjukkan bahwa ada pengaruh jenis kelamin terhadap kinerja OCB. Perilaku kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerja sama lebih menonjol dilakukan oleh wanita daripada pria. Oleh karena itu, perilaku OCB lebih menonjol dilakukan oleh wanita disbanding pria karena mereka merasa bahwa OCB merupakan bagian dari kewajiban pekerjaan dan bukanlah suatu tugas ekstranya (Lovell dalam Luthans, 2006:251). 7. Masa Kerja
Karyawan yang telah lama bekerja di suatu organisasi akan memiliki keterikatan yang lebih mendalam, baik dengan organisasi maupun dengan rekan kerjanya sehingga individu memiliki orientasi kolektif dalam
bekerja.
Dengan
kata lain,
mereka akan
lebih
mengutamakan kepentingan bersama dibanding ambisi pribadinya sehingga mereka lebih cenderung bersedia menolong rekan kerjanya dan berbuat lebih terhadap pencapaian organisasi (Konovsky & Pugh, dalam Ivancevich & Matteson, 2002:157).
5. Aspek-Aspek dalam Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Dimensi OCB menurut Organ ,dkk (2006:120) adalah sebagai berikut :
a. Altruism Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah kepada memberi pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya. b. Conscientiousness Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan perusahaan. Perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas karyawan. Dimensi ini menjangkau jauh diatas dan jauh ke depan dari panggilan tugas c. Sportmanship
Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan – keberatan. Seseorang yang mempunyai tingkatan yang tinggi dalam sportmanship akan meningkatkan iklim yang positif diantara karyawan, karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan. d. Courtessy Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah – masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi ini adalah orang yang menghargai dan memperhatikan orang lain, yaitu membantu teman kerja, mencegah timbulnya masalah sehubungan dengan pekerjannya dengan cara memberi konsultasi dan informasi serta menghargai kebutuhan mereka. e. Civic Virtue Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi (mengikuti
perubahan
dalam
organisasi,
mengambil
inisiatif
untuk
merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur – prosedur organisasi dapat diperbaiki, dan melindungi sumber – sumber yang dimiliki oleh organisasi). Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni.
4. Manfaat Organizational Citizenship Behavior (OCB) terhadap Organisasi
Melalui sejumlah riset, OCB diyakini dan terbukti dapat memberikan manfaat yang besar terhadap organisasi, diantaranya adalah berikut ini, yaitu (Organ ,dkk, 2006:199) :
1. OCB dapat meningkatkan produktivitas rekan kerja 2. OCB juga mampu meningkatkan produktivitas manajer 3. OCB dapat menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan 4. OCB menjadi sarana yang efektif untuk mengkordinasi kegiatan tim kerja secara efektif 5. OCB
meningkatkan
kemampuan
organisasi
untuk
merekrut
dan
mempertahankan karyawan dengan kualitas performa yang baik 6. OCB dapat mempertahankan stabilitas kinerja organisasi 7. OCB membantu kemampuan organisasi untuk bertahan dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan