BAB II TINJAUAN UMUM SURAT AL-IKHLAS
A. ASBAB AL-NUZUL Di antara syarat wajib yang harus dimiliki oleh seorang mufassir untuk memahami dan menafsirkan al-Qur’an adalah mengetahui asbab alnuzulnya. Al-Qur’an diturunkan pada dua bagian, pertama: bagian yang diturunkan secara spontan (tanpa sebab turun), dan kedua: bagian yang diturunkan setelah adanya kejadian tertentu atau adanya pertanyaan. Bagian terakhir inilah yang dicari sebab turunnya. Menurut Ibnu Taimiyyah bahwasannya mengetahui asbab al-nuzul akan membantu untuk memahami ayat al-Qur’an, karena ilmu tentang asbab al-nuzul akan mewariskan ilmu tentang musabab (ayat al-Qur’an yang diturunkan berkaitan dengan sebab itu).1 Ibnu Daqiqil’id (w. 702H) menegaskan bahwa mengetahui sebab turunnya ayat adalah jalan yang kuat dalam memahami maksud-maksud alQur’an.2 Demikianlah pentingnya ilmu asbab al-nuzul menurut para ulama. Karena itu, tidak mengherankan kalau kalangan ulama al-muhaqqiqun sampai mengharamkan seseorang yang berani menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an tanpa mengetahui asbab al-nuzulnya. Maka untuk dapat pemahaman yang benar mengenai surat al-ikhlas ini perlu diketengahkan asbab al-nuzulnya. Adapun asbab al-nuzul surat ini sebagai berikut:
1
Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, Gema Insani Press, Jakarta, 1999,
2
Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulum al-Qur’an,, Karya Abditama, Surabaya, 1997, hlm.
hlm. 360
41
15
ﻌ ﹶﻔ ٍﺮ ﺟ ﻦ ﹶﺍﺑِﻰ ﻋ ﺎﻧِﻰﻨﻌﺼ ﻮ ﺍﻟ ﺳ ِﻌ ٍﺪ ﻫ ﻮ ﺎ ﺍﹶﺑﺪ ﹶﺛﻨ ﺣ ﻴ ِﻊِﻨﻦ ﻣ ﺑ ﻤﺪ ﺣ ﺎ ﹶﺍﺪ ﹶﺛﻨ ﺣ ﻦ ﻴﺸ ِﺮ ِﻛ ﺐ ﹶﺍﻥﱠ ﺍﹾﻟﻤ ٍ ﻌ ﺑ ِﻦ ﹶﻛ ﻦ ﹶﺍﺑِﻰ ﻋ ﻴ ٍﺔﺎِﻟﻦ ﹶﺍﺑِﻰ ﺍﻟﻌ ﻋ ﺲ ٍ ﻧﺑ ِﻦ ﹶﺍ ﻴ ِﻊﺮِﺑ ﻦ ﺍﻟ ﻋ ﻱ ﺍ ِﺯﺍﻟﺮ ﻮ ﷲ )ﹸﻗ ﹾﻞ ﻫ ُ ﺰ ﹶﻝ ﺍ ﻧ ﻓﹶﺎ,ﻚ ﺑﺭ ﺎﺐ ﹶﻟﻨ ﺴ ﻧ ﹸﺍ:ﻢ ﺳﻠﱠ ﻭ ﻴ ِﻪﻋﹶﻠ ُﺻﻠﱠﻰﺍﷲ ﷲ ِ ﻮ ِﻝ ﺍ ﺮﺳ ﺍ ِﻟﻗﹶﺎﹸﻟﻮ ﻮﹶﻟﺪ ﺷ ﹲﺊ ﻳ ﺲ ﻴﻪ ﹶﻟ ﻻﻧ,ﺪ ﻮﹶﻟ ﻳ ﻢ ﻭﹶﻟ ﺪ ﻳِﻠ ﻢ ﺍﱠﻟﺬِﻯ ﹶﻟﻤﺪ ﺼ ﺪ( ﻓﹶﺎﻟ ﻤ ﷲ ﺍﻟﺼ ُ ﺪ ﺍ ﺣ ﷲ ﹶﺍ ُﺍ ﻻ ﻭﻮﺕ ﻳﻤ ﺟﻞﱠ ﻻ ﻭ ﺰ ﻋ ﷲ َ ﻭِﺍﻥﱠ ﺍ ,ﺭﺙﹸ ﻮ ﺳﻴ ﺍِﻻﻮﺕ ﻳﻤ ﺷ ﹲﺊ ﻻ ﻭﻮﺕ ﻴﻤﺳ ِﺍِﻻ ﺲ ﻴﻭﹶﻟ ﺪ ﹲﻝ ﻻ ِﻋﻪ ﻭ ﻴﺷِﺒ ﻦ ﹶﻟﻪ ﻳ ﹸﻜ ﻢ ﹶﻟ:ﺪ( ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺣ ﺍ ﹶﺍ ﹸﻛ ﹸﻔﻮﻦ ﹶﻟﻪ ﻳ ﹸﻜ ﻢ ﻭﹶﻟ ) ﺭﺙﹸ ﻮ ﻳ 3 ( )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻯ.ﺷ ﹲﺊ ﹶﻛ ِﻤﹾﺜِﻠ ِﻪ ِArtinya : Mengabarkan kepada kami Ahmad bin Mani', mengabarkan kepada kami Abu Sa'din yaitu al-Shan'ani dari Abi Ja'far al-Razi dari al-Rabi' bin Anas dari Abi al-'Aliyyah dari Ubay bin Ka'ab Sesungguhnya kaum musyrikin berkata kepada rosulullah : "Gambarkan kepada kami Tuhanmu!" maka Allah menurunkan (Qul Huwa Allah Ahad Allah alShamad) maka tempat yang dituju tidak beranak dan tidak diperanakkan , karena sesungguhnya tidak ada sesuatu yang dilahirkan kecuali akan mati, dan tidak ada sesuatu yang mati kecuali akan diwarisi. Dan sesungguhnya Allah azza wa jalla
tidak akan mati dan tidak diwarisi. (Wa lam yakun lahu
kufuwan ahad) Nabi bersabda : tidak ada yang serupa dengan-Nya. (HR. alTurmudzi). Riwayat di atas mengetengahkan bahwa kaum musyrikin meminta penjelasan tentang sifat-sifat Allah kepada Rasulullah saw., dengan berkata: ”Jelaskanlah kepada kami sifat-sifat Rabbmu”. Ayat ini (Q.S.112: 1-4) turun
3
Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa Surah al-Tirmidzi, Al-Jami’ al- Shohih, Juz 5, Dar alKitab al-Islamiyyah, Beirut, Libanon, tt. hal. 421
16
berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai tuntunan menjawab pertanyaan kaum musyrikin. Riwayat ini dijadikan dalil bahwa surat ini Makkiyyah.4
ﻢ ﻬ ﻨﻡ ِﻣ ﻼﻭ ﺍﻟﺴ ﻼ ﹸﺓﻴ ِﻪ ﺍﻟﺼﻋﹶﻠ ﻰ ﻨِﺒﺕ ِﺍﻟﹶﻰ ﺍﻟ ﺎ ْﺀﺩ ﺟ ﻮ ﻴﻬﺱ ﹶﺍﻥﱠ ﺍﹾﻟ ٍ ﺎﻋﺒ ﺑ ِﻦﻦ ِﺍ ﻋ ﻚ ﺑﺭ ﺎﻒ ﹶﻟﻨ ﺻ ِ ﺪ ﺤﻤ ﻣ ﺎ ﻳ: ﺍ ﹶﻓﻘﹶﺎﹸﻟﻮ,ﺧ ﹶﻄﺐ ﺑ ِﻦ ﹶﺍ ﻰ ﺣ ﻭ ﺮﻑ ﺷ ﺑ ِﻦ ﺍﹾﻻ ﺐ ٍ ﻌ ﹶﻛ .ﺭ ﹸﺓ ﻮ ﺎﻟﹶﻰ ﺍﻟﺴﺗﻌ ﷲ ُ ﺰ ﹶﻝ ﺍ ﻧﻚ ﹶﻓﹶﺎ ﻌﹶﺜ ﺑ ﹶﺍﱠﻟﺬِﻱ Artinya : Dari Ibnu Abbas sesungguhnya orang Yahudi dating kepada Nabi saw. Diantaranya Ka'ab bin Al-Asyraf dan Hayy bin Akhthab Mereka berkata : "Ya Muhammad gambarkan kapada kami Tuhanmu yang mengutusmu!" maka Allah menurunkan (Q.S.112: 1-4). Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas.5Hadits ini dijadikan dasar bahwa surat ini Madaniyyah. Menurut Al-Syuyuti sebagaimana dikutip oleh K.H. Qomaruddin Shaleh, bahwa kata al-musyrikin (kaum musyrikin) dalam hadits yang bersumber dari Ubai bin Ka’ab ialah kaum musyrikin dari kaum Ahzab.6 Jadi surat ini madaniyyah, namun tidak ada pertentangan antara dua hadits di atas. Hal ini menurut al-Syuyuti ada beberapa ayat al-Qur’an yang turun berulangulang. Maksudnya sebagai peringatan dan pengajaran karena perintah yang dikandung ayat tersebut sangat penting. Sedangkan menurut al-Zarkasyi, hal demikian di samping menggambarkan pentingnya arti ayat itu bagi manusia,
4
Allamah M.H. Thabathaba’i, Mengungkap Rahasia al-Qur’an, Terj. A. Malik Madani dan Hamim Ilyas, Mizan, Bandung, 1997, hlm. 124 5
Qamaruddin Shaleh, Asbab al-Nuzul, CV. Penerbit Diponegoro, Bandung, 2000, hlm.
690 6
Kaum Ahzab yaitu Persekutuan antara kaum Quraisy, Yahudi Madinah, kaum Ghaththafan dari Thaif, Munafikin Madinah, dan beberapa Suku sekeliling Makah. ibid
17
juga dikuatirkan kalau turun satu kali kemungkinan Rasulullah lupa mengingatnya.7 Demikian penting essensi dari surat ini sehingga turun berulangulang. Hal ini dimaksudkan supaya Nabi Muhammad saw. tidak lupa tugasnya untuk mentauhidkan Allah dan mengajarkan ketauhidan yang murni kepada umat manusia.
B. MUNASABAH AYAT Kitab suci al-Qur’an diturunkan selama dua puluh dua tahun lebih beberapa bulan. Kitab itu berisi berbagai macam petunjuk dan peraturan yang disyari’atkan karena beberapa sebab dan hikmah yang bermacam-macam. Ayat-ayat yang diturunkan sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat ayat itu turun. Susunan ayat-ayat dan surat-suratnya ditertibkan sesuai dengan yang terdapat di Lauh Mahfudz, sehingga tampak adanya persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat yang lain dan antara surat yang satu dengan surat yang lain. Ilmu yang membahas persesuaian ayat dan surat tersebut disebut Ilmu Munasabah. Ilmu
Munasabah
secara
epistimologi
berarti
ilmu
yang
menerangkan hubungan antar ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang lain.8 Ayat atau surat dalam al-Qur’an itu sepintas seperti tidak ada hubungan sama sekali antar ayat yang satu dengan yang lain, namun bila diamati secara teliti akan tampak adanya munasabah atau kaitan yang erat antara ayat yang satu dengan yang lain. Jadi, pengertian munasabah itu tidak hanya sesuai dalam arti yang sejajar dan paralel saja, melainkan yang kontradiksipun termasuk munasabah, seperti sehabis menerangkan orang mukmin lalu orang kafir dan sebagainya.
7 Depag, Muqaddimah al-Qur’an dan Tafsirnya, PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995, hlm. 118-119 8
Abdul Djalal, Ululmul Qur’an, Dunia Ilmu, Surabaya, 2000, hlm 154
18
Demikian juga halnya surat al-Ikhlas yang memuat ajaran pokok alQur’an –yakni tauhid– juga mempunyai munasabah. Munasabah ini meliputi antar ayat dalam surat ini maupun munasabah dengan surat sebelum dan sesudahnya. Adapun munasabah ayat dalam surat ini sebagai berikut :
ﺪ ﺣ ﷲ ﹶﺍ َ ﻮ ﺍ ﹸﻗ ﹾﻞ ﻫ “Katakanlah : Dialah Allah Yang Maha Esa”. (QS. al-Ikhlas : 1) Ahad berarti satu, tidak banyak. Dzat-Nya satu. Ayat satu surat alIkhlas ini dmaksudnya Allah tidak terdiri dari unsur-unsur kebendaan yang beraneka ragam, dan bukan terdiri dari bahan pokok lainya.9 Seseorang yang telah bersaksi bahwa Allah itu satu, pasti dia hanya bergantung dan meminta hanya kepada Allah. Sebagaimana ayat keduasurat al-Ikhlas :
ﺪ ﻤ ﹶﺍﷲُ ﺍﻟﺼ “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu” (QS. alIkhlas : 2) Menurut Abu Huraairah al-shamad berarti segala sesuatu memerlukan dan berkehendak kepada Allah, berlindung kepada-Nya. Sedang Dia tidaklah berlindung kepada sesuatu apapun. Husain bin Fadhal mengartikan al-shamad bahwa Dia berbuat apa yang Dia mau dan menetapkan apa yang Dia kehendaki.10 Sebuah riwayat yang disandarkan kepada Ibnu Abbas menyatakan
bahwa
al-shamad
bererti
tokoh
yang
telah
sempurna
ketokohannya, yang mulia yang mencapai puncak kemuliaannya, yang agung yang mencapai puncak keagungannya, yang penyantun yang tidak tertandingi
9
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj., hlm. 446
10
HAMKA, Tafsir al-Azhar, jilid 10, Pustaka Nasional PTE LTD, Singapura, 1993,
hlm. 8146
19
santunannya, yang mengetahui yang sempurna pengetahuannya, yang bijaksana yang tidak ada cacat dalam kebijaksanaannya.11 Allah Maha Sempurna dan Maha Esa jadi mustahil Dia beranak, sebagaimana firman Allah ayat ketiga surat al-Ikhlas :
ﺪ ﻮﹶﻟ ﻳ ﻢ ﻭ ﹶﻟ ﺪ ﻳِﻠ ﻢ ﹶﻟ “Dia tidak beranak dan Dia tidak diperanakkan” (QS. al-Ikhlas : 3) Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Maha Suci Dia dari mempunyai anak. Ayat ini juga menentang dakwaan kaum musyrik Arab yang mengatakan bahwa malaikat-malaikat itu adalah anak perempuan Allah dan dakwaan orang Nasrani bahwa Isa anak laki-laki Allah. Dia tidak beranak, tidak pula diperanakkan. Dengan demikian Dia tidak sama dengan makhluk lainnya, Dia berada tidak didahului oleh tidak ada-Nya.12 Allah tidak sama dengan makhluk lainnya, sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikutnya :
ﺪ ﺣ ﺍ ﹶﺍ ﹸﻛ ﹸﻔﻮﻦ ﹶﻟﻪ ﻳ ﹸﻜ ﻢ ﻭﹶﻟ “Dan tidak ada Seorangpun yang setara dengan Dia”.(QS. al-Ikhlas :4) Ayat ini merupakan jawaban terhadap keyakinan orang-orang yang beranggapan bahwa Allah itu ada yang menyamai-Nya dalam seluruh perbuatan-Nya. Keyakinan seperti dianut oleh kaum musyrik Arab yang mengatakan bahwaa para malaikat itu adalah sekutu Allah.13
11
M. Quraish Shihab, Tafsir Atas Surat-surat Pendek Berdasar Urutan Turunnya Wahyu, Pustaka Hidayah, Bandung, 1997, hlm. 671 12
Depag, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid X, PT. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, hlm.
844 13
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Op.Cit., hlm. 447
20
Demikianlah surat al-Ikhlas menetapkan ke-Esa-an Allah secara murni dan menafikkan segala macam kemusyrikan
terhadap-Nya. Wajar jika
Rasulullah saw. menilai surat ini sebagai “sepertiga al-Qur’an” Munasabah surat al-Ikhlas dengan surat sebelumnya dengan surat alLahab yaitu dalam suraat yang telah lalu Tuhan menjelaskan bahwa Abu Lahab dibenamkan ke dalam neraka karena ia menganut agama syirik dan tidak mau meng-Esa-kan Allah. Dalam surat al-Ikhlas dijelaskan bahwa Tuhan yang disembah oleh Muhammad dan umatnya adalah Allah yang Esa, yang dituju oleh segenaap makhluk, tidak beranak, tidak beristri, dan tidak ada seorangpun yang sebanding dengan Dia.14 Sedangkan kaitan surat al-Ikhlas dengan surat sesudahnya surat al-Falaq yaitu mempunyai hubungan fungsional.Ayat kedua dari surat al-Ikhlas memerintahkan untuk selalu bergantung kepada Allah dan surat al-falaq ayat satu memerintahkan untuk berlindung kepada Allah.15 Jelas
ketiganya
mempunyai
hubungan
yang
erat.
Al-Lahab
menjelaskan bahwa manusia yang dihatinya ada syirik dan hal-hal yang mendekatinya. Supaya tidak terjerumus maka Allah memberi petunjuk melalui surat al-Ikhlas ini, bahwa Allah itu Esa. Namun Allah tidak hanya memberi petunjuk itu saja tetapi juga mengingatkan manusia supaya berlindung kepadaNya dari kejahatan sihir dan orang-orang yang dengki. Ke-Esa-an Allah tidak hanya ke-Esa-an pada zat-Nya, tetapi juga pada sifat dan perbuatannya. Yang dimaksud dengan Esa pada zat ialah zat Allah itu tidak tersusun dari berbagai bagian. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam memerintah dan menguasai kerajaan-Nya (QS. 17:111; Qs. 23; 91). Esa pada sifat berarti sifat Allah tidak sama dengan sifat–sifat yang lain dan tidak ada seorang pun yang mempunyai sifat sebagaimana sifat Allah. Esa pada perbuatan berarti tidak ada seorangpun yang memiliki perbuatan sebagaimana perbuatan Allah. Ke-Esa-an Allah dalam zat, sifat dan perbuatan-Nya ini
14
Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an al-Majid, jilid 5, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2000, hlm. 4731 15 A. Hasan, al-Furqan, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Jakarta, 1962, hlm. 1239
21
terangkum dalam nama-nama-Nya yang terkandung dalam Asma’ al-Husna (Qs. 7 : 180 ; 17 : 110 ; 20 : 8 ; 59 : 24)16 Al-Qur’an banyak membahas masalah Tauhid, seperti telah disebutkan di atas, ayat-ayat tersebut berhubungan dengan surat al-Ikhlas yang dibahas di sini. Demikian banyak ayat yang membahas masalah ke-Esa-an Allah, sebab hal ini merupakan masalah pokok yang diajarkan Nabi Muhammad saw., beliau sangat gigih dalam menyeru umat untuk meninggalkan berhala-berhala dan penyembahan terhadap selain Allah, beliau mengajak umat agar hanya menyembah kepada Allah Yang Maha Esa. Hal ini perlu kita teruskan, hanya menyembah kepada Allah Yang Maha Esa. C. PANDANGAN ULAMA TERHADAP SURAT AL-IKHLAS Surat al-Ikhlas diturunkan sebelum hijrah, maka ia disebut surat makkiyah, terdiri dari 4 ayat, 15 kalimat dan 47 huruf. Surat ini turun setelah surat al-Nas.17 Surat ini mengandung pilar terpenting mengenai dakwah Nabi, yakni penjelasan tentang prinsip tauhid18 dan mensucikan Allah. Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan bahwa, “sesungguhnya surat ini menyamai sepertiga al-Qur’an”.19 Orang yang mengerti makna surat ini dengan penghayatan yang mendalam tentang kebenaran yang dikandungnya, maka ia akan memahami bahwa apa yang diuraikan di dalam agama Islam, yakni masalah tauhid dan mensucikan
16
Rachmat Taufiq Hidayat, Khazanah Istilah al-Qur’an, Mizan, Bandung, 1989, hlm. 25
17 Ibnu Katsier, Tafsir Ibnu Katsier, Jilid 9, Terj. Salim Bahreisy, dkk., PT Bina Ilmu, Surabaya, 1991, hlm. 151 18
Al-Tauhid merupakan masdar dari wahhada yang berarti keyakinan atas keesaan Allah. Tetap teguh kepercayaan bahwa Allah hanya satu. Jika dipandang sebagai ilmu berarti pengetahuan atau ajaran mengenai keesaan Allah. (Lihat Ahmad Warson al-Munawwir, AlMunawwir Kamus Arab-Indonesia, Pustaka Progresif, Surabaya, 1984, hlm. 1647. Juga W.j.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indoesia , PN Balai Pustaka, Jakarta, 1985, hlm. 1025) 19
Athiq bin Ghaits al-Balady, Keutamaan-keutamaan al-Qur’an menurut Hadits-hadits Rasulullah saw., Terj. Zainul Muttaqin, CV. Toha Putra, Semarang, t.t., hal. 170
22
Allah, semuanya itu telah disebutkan secara global di dalam surat ini.20 Hal itu sebagaimana dikutip HAMKA dalam tafsir al-Azhar sebagai berikut : Ibnu Qayyim menulis dalam Zaad al-Ma’ad: “Nabi saw selalu membaca pada shalat sunnat al-Fajar dan shalat al-Witir surat al-Ikhlas dan alKafirun. Karena kedua surat itu mengumpulkan tauhid ilmu dan amal, tauhid ma’rifat dan irodat, tauhid i’tiqad dan tujuan. Surat al-Ikhlas mengandung tauhid i’tiqad dan ma’rifat dan apa yang wajib dipandang tetap teguh pada Allah menurut akal murni yaitu Esa, Tunggal. Nafi yang Muttlaq daripada berserikat dan bersekutu dari segi manapun. Dia adalah pergantungan yang tetap, yang pada-Nya berkumpul segala sifat kesempurnaan, tidak pernah berkurang dari segi manapun. Nafi daripada beranak dan diperanakkan, karena kalau keduanya itu ada, Dia tidak jadi pergantungan lagi dan keesaan-Nya tidak bersih lagi. Dan Nafi atau tiadanya kufu’, tandingan, bandingan dan gandengan adalah menafikan perserupaan, perumpamaan atau pandangan lain. Sebab itu maka surat ini mengandung segala kesempurnaan bagi Allah dan menafikan segala kekurangan. Inilah dia pokok tauhid menurut ilmiah dan menurut aqidah, yang melepaskan orang yang berpegang teguh kepadanya dari kesesatan dan mempersekutukan.21 Surat al-Ikhlas ini mengumpulkan tauhid ilmu dan bahkan merupakan puncak ilmu tentang aqidah. Itulah sebab Nabi mengatakan sepertiga al-Qur’an. Dan hadits-hadits yang mengatakan demikian boleh dikatakan mencapai derajat mutawatir. Keutamaan lain dari surat al-Ikhlas ini antara lain juga tercantum dalam
hadits
riwayat
al-Nasa’i22
melalui
jalur
A’isyah
r.a.
yang
menjelaskankan bahwa surat ini mengandung sifat Allah SWT maka siapa yang suka membacanya, Allah juga suka pada-Nya.23 Sebagaimana riwayat dari Buraidah r.a. :
20
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,terj. Bahrun abu Bakar, LC., dkk, Jilid 30. CV. Toha Putra, Semarang, hlm. 445 21
Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 10, Pustaka Nasional PTE LTD, Singapura, 1993, hlm.
8148 22
Imam Nasa’i nama lengkapnya ialah Abu Abdurrahman Ahmad bin Syua’ib bin Bahr. Nama beliau dinisbatkan kepada kota tempat beliau dilahirkan. Beliau dilahirkan pada tahun 215 H di Kota Nassa yang masih termasuk wilayah Khurasan. Menurut sebagian pendapat dari Muhadditsin beliau lebih hafizh dari pada Imam Muslim. (Lihat Fatchur Rahman, Drs., Ikhtisar Mushthalahul Hadits, PT Al Ma’arif, Bandung, 1991, hlm. 334) 23
Jalaluddin al-Suyuthi, Sunan al-Nasa’i, Juz I, Dar al-Kitab al-‘Alamiyyah, Beirut, Libanon, t. t., hlm. 170
23
ﻚ ﺳﹶﺄﻟﹸ ﻧِﻰ ﹶﺍ ِﺍﻬﻢ ﻮﻝﹸ ﺍﹶﻟﻠﹼ ﻳﻘﹸﻮ ﻭﻫ ﻮ ﻋ ﺪ ﻳ ﻼﺭﺟ ﻢ ﺳﻠﱠ ﻭ ﻴ ِﻪﻋﹶﻠ ُﺻﻠﱠﻰﺍﷲ ﻰ ﻨِﺒﻊ ﺍﻟ ﺳ ِﻤ ﻢ ﻭﹶﻟ ﺪ ﻳِﻠ ﻢ ﺪ ﹶﺍﱠﻟﺬِﻯﹶﻟ ﻤ ﺍﻟﺼﺣﺪ ﺖ ﺍﹾﻻ ﻧﻪ ﺍِﻻ ﹶﺍ ﷲ ﻵﺍِﻟ ُﺖﺍ ﻧﻚ ﹶﺍ ﻧ ﹶﺍﻬﺪ ﺷ ﻰ ﹶﺍِﺑﹶﺎﻧ ﷲ َ ﺳﹶﺄ ﹶﻝ ﺍ ﺪ ﹶﻟ ﹶﻘ,ﻴ ِﺪ ِﻩﻧ ﹾﻔﺴِﻲ ِﺑ ﺍﱠﹼﻟﺬِﻱ ﻭ: ﹶﻓﻘﹶﺎ ﹶﻝ:ﺪ ﹶﻗﺎ ﹶﻝ ﺣ ﺍ ﹶﺍ ﹸﻛ ﹸﻔﻮﻦ ﹶﻟﻪ ﻳ ﹸﻜ ﻢ ﻭﹶﻟ ﺪ ﻮﹶﻟ ﻳ (ﻋﻄﹶﻰ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻮﺩﺍﻭﺩ ِﺌ ﹶﻞ ِﺑ ِﻪ ﹶﺍﻭِﺍﺫﹶﺍ ﺳ ﺏ ﺎﻰ ِﺑ ِﻪ ﹶﺍﺟ ِﻋ ﹶﺍﱠﻟﺬِﻱ ِﺍﺫﹶﺍ ﺩ,ﻋ ﹶﻈ ِﻢ ﺳ ِﻤ ِﻪ ﺍﹾﻻ ﺑِﺎ Artinya: “Suatu ketika Nabi saw mendengar seorang laki-laki berdo’a dan berkata: “Ya Allah sesungguhnya aku memohon padamu dengan mengaku bahwa aku menyaksikan Engkaulah Allah Yang tiada Tuhan selain dari pada Mu, Maha Esa, Maha dibutuhkan, yang tidak berputra, tidak diputrakan dan tidak ada sesuatu apapun yang menyamai-Nya.” Buraidah melanjutkan keterangannya: demi mendengar itu, lalu Nabi Saw bersabda: Demi zat yang dijiwaku ada di dalam genggaman-Nya. Sesungguhnya orang itu telah memohon kepada Allah dengan namanya yang teragung, yang apabila dipanjatkan do’a dengan menggunakan nama itu maka Allah akan mengabulkannya dan apabila dimintai pasti akan diberinya.24 Mukmin yang mengerti makna surat ini dan menghayatinya serta mengamalkan dalam segala hal, maka dia wajib masuk surga. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw melalui jalur Abu Hurairah bahwa seseorang yang membaca ﻗﻞ ﻫﻮ ﺍﷲ ﺍﺣﺪbaginya wajib masuk surga.25
ﻴ ٍﻦﻨﺑ ِﻦ ﺣ ﻴ ِﺪﺒﻦ ﻋ ﻋ ﻤ ِﻦﺮﺣ ﺍﻟﺒﺪﻋ ﺑ ِﻦ ﷲ ِ ﻴﺪِﺍﺒﻋ ﻦ ﻋ ﻚ ٍ ﺎِﻟﻦ ﻣ ﻋ ﺒﺔﹸﻴﺘﺎ ﻗﹸﺮﻧ ﺒﺧ ﹶﺍ ﻮ ِﻝ ﺭﺳ ﻊ ﻣ ﺖ ﺒ ﹾﻠ ﹶﺍ ﹾﻗ: ﻮﻝﹸ ﻳﻘﹸ ﺮ ﹶﺓ ﻳﺮ ﺎ ﻫ ﹶﺍﺑﻌﺖ ﺳ ِﻤ ﺏ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ِ ﺨﻄﹶﺎ ﺑ ِﻦ ﺍﹾﻟ ﻳ ِﺪﺯ ﻮﻟﹶﻰ ﺍ ِﻝ ﻣ ﻢ ﺪ ﹶﻟ ﻤ ﷲ ﺍﻟﺼ ُ ﺪ ﺍ ﺣ ﷲ ﹶﺍ ُ ﻮ ﺍ ﻫ ﺮﺍﹸ ﹸﻗ ﹾﻞ ﻳ ﹾﻘ ﻼﺭﺟ ﻤِﻊﻢ ﹶﻓﺴ ﺳﻠﱠ ﻭ ﻴ ِﻪﻋﹶﻠ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻰ ﺍ ﷲ ِﺍ
24
Sayid Sabiq, Aqidah Islam, Cet. XII, CV. Diponegoro, Bandung, 2001, hlm. 51-52
25
Jalaluddin al-Suyuthi, Op Cit, hlm. 171, Lihat Abi Bakr Muhammad bin ‘Abdullash al-Ma’ruf, Ahkam Al-Qur’an, Dar al-Kitab al-‘Alamiyyah, Beirut, Libanon, t. t. hlm. 468
24
ﻴ ِﻪﻋﹶﻠ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻲ ﺍ ﷲ ِ ﻮﻝﹸ ﺍ ﺭﺳ ﺪ ﹶﻓﻘﹶﺎ ﹶﻝ ﺣ ﺍ ﹶﺍ ﹸﻛ ﹸﻔﻮﻦ ﹶﻟﻪ ﻳ ﹸﻜ ﻢ ﻭ ﹶﻟ ﺪ ﻮَﹶﻟ ﻳ ﻢ ﻭﹶﻟ ﺪ ﻳِﻠ ( ﻨﺔﹸ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀﺠ ﹶﺍﹾﻟ: ﷲ ؟ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ِ ﻮ ﹶﻝ ﺍ ﺭﺳ ﺎﺎﺫﹶﺍ ﻳ ﻣﺘﻪﺴﹶﺎﹾﻟ ﺖ ﹶﻓ ﺒﺟ ﻭ ﻢ ﺳﻠﱠ ﻭ 26
Ahmad Mustafa al-Maraghi berpendapat dalam kitab tafsirnya bahwa surat ini mengandung nilai sanggahan terhadap keyakinan kaum musyrik dengan seluruh aneka keyakinannya. Allah mensucikan diri-Nya dari berbagai sifat yang menjadi keyakinan kaum musyrik melalui firman-Nya “Allahu Ahad”. Allah juga mensucikan diri-Nya dari hal-hal yang baru dan berawal dari firman-Nya “Lam Yalid”. Allah mensucikan diri-Nya pula dari segala bentuk rupa yang sejenis atau serupa dengan-Nya melalui firman-Nya “Wa Lam Yulad”. Allah juga mensucikan diri-Nya dari adanya sekutu melalui firman-Nya “Lam Yakun lahu Kufuwan Ahad”.27 Pendapat lain dari M. Yusran Asmuni dalam bukunya Ilmu Tauhid, bahwa surat al-Ikhlas ini menyatakan bahwa Allah itu Esa, satu tunggal. Allah bahkan memberi penegasan khusus bahwa Allah tidak beranak, tidak pula diperanakkan. Pernyataan ini secara tegas menolak anggapan bahwa Allah punya anak, apa lagi kalau Allah dilahirkan oleh yang lain. Hal ini merupakan inti ajaran Tauhid yang harus dipegangi oleh semua umat Islam.28 Berbeda dengan al-Maraghi, Ibnu Katsir dan Hamka, Quraish Shihab berpendapat bahwa surat ini merupakan wahyu yang kesembilanbelas yang diterima oleh Nabi Muhammad saw., sesudah turunnya surat al-Fiil. Ini didasarkan pada riwayat Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah bahwa beberapa orang Yahudi, diantaranya Ka’b bin al-Asyraf dan Hayy bin Akhthab, menghadap nabi Muhammad saw. mereka berkata : “Hai Muhammad, lukiskan sifat-sifat Rabb yang mengutusmu.” Ayat ini (QS. 112
26
Ibid., hlm. 171
27
Ahmad Musthafa al-maraghi. Op.cit., hlm 447-448
28
M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, Rajawali Pers, Jakarta, 1993, hlm. 15-16
25
:1-4) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut. Menurutnya surat al-Ikhlas ini menetapkan ke-Esa-an Allah secara murni dan menafikan segala macam kemusyrikan terhadap-Nya. Wajar jika Rasul saw. menilai surat ini sebagai “sepertiga al-Qur’an”.29 Dalam surat al-Ikhlas ini, Allah menjelaskan keadaan pribadinya; bahwa Allah itu Esa dalam dzat, sifat dan af’al-Nya. Allah tempat semua orang yang berhajat memanjatkan permohonan pada-Nya. Dia tidak ada seorang anakpun yang muncul dan tidak diperanakkan, sebab tidak ada permulaan perihal wujud-Nya. Dan tidak ada seorangpun menyamai ataupun menyerupai-Nya.30
29
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an al-Karim, Tafsir atas surat-surat pendek berdasarkan urutan turunnya wahyu, Pustaka Hidayah, bandung, 1997, hlm. 665 30
Menyerupai, Kamu satu, Allah juga satu. Kamu hidup, Allah juga mempunyai sifat hayat (hidup), akan tetapi hakekat daripada nama-nama yang disandarkan kepada Allah tidaklah sama dengan apa yang berlaku pada makhluk. Segala apa yang disandarkan kepada manusia hanya sesuai dengan dzat manusia sebagai makhluk, sedangkan apa yang disandarkan kepada Allah hanya sesuai dengan ‘Dzat Khaliq” yang tidak ada yang menyerupai dalam Dzat, sifat maupun asma-Nya yang sesuai dengan kesesuaian yang sempurna “ Bagi Tuhan Rabbil ‘aalamiin. (lihat Syakh Muhammad Abu Zahra, Aqidah Islamiyyah, Terj. Drs. Imam Sayuti Farid, al-Ikhlas, Surabaya, t.t., hlm. 51)
26