BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Pohon kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat. Kelapa sawit memiliki Penggunaan sebagai makanan dan obat-obatan. Minyak sawit mentah (CPO) diperoleh dari buah pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis). Minyak ini kaya asam palmitat, carotene dan vitamin E. Minyak kelapa sawit diekstrak dari mesocarp matang buah dari pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis). Lima terkemuka negara produsen adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Kolombia dan Nigeria. Buah sawit menghasilkan dua jenis minyak, yaitu minyak sawit mentah (CPO) dari minyak mesocarp kelapa sawit dan inti dari dalam kernel (PKO) [9]. Berikut data luas perkebunan besar kelapa sawit Indonesia tahun 2009-2013 Tabel 2.1 Data Luas Perkebunan Besar Kelapa Sawit Indonesia tahun 2009-2013 [27] Data Luas Perkebunan Besar Kelapa Sawit Indonesia Tahun Produksi (000 Ton) 2009 4888,0 2010 5161,6 2011 5349,8 2012 5995,7 2013 6170,7
Minyak sawit memiliki warna yang kaya, warna kemerahan dari turunan karotenoid, yang sering ditemukan pada tumbuhan dan hewan. Viskositas minyak pada suhu kamar (25 oC) adalah 77,19 MPa.s dan selama proses sterilisasi (121 oC) biasanya dalam kisaran dari 4,9-5,1 MPa.s [10]. Minyak sawit mengandung asam lemak bebas dan trigliserida yang dapat dikonversi menjadi biodiesel. Sehubungan bahan baku tersebut, minyak sawit mentah kaya akan asam lemak (w / w), seperti asam oleat: 42,4%, asam palmitat: 37,1%, asam linoleat: 12,5% dan asam stearat: 5,4%. Asam ini diubah menjadi metil ester asam lemak (misalnya, biodiesel), dengan reaksi transesterifikasi dengan metanol, yang membuat minyak sawit bahan baku yang sangat baik untuk produksi biodiesel industri [11].
4 Universitas Sumatera Utara
Berikut data perkembangan biodiesel di Indonesia tahun 2009-2014 : Tabel 2.2 Data Perkembangan CPO di Indonesia tahun 2009-2013 [27] Data Perkembangan CPO di Indonesia Tahun
Produksi (000 Ton)
2009 2010 2011 2012 2013
21390,5 22496,9 23975,7 26895,4 26015,5
2.2 Biodiesel Biodiesel merupakan alternatif diesel, energi terbarukan dari minyak tumbuhan, lemak hewan, minyak goreng yang digunakan dan sumber bahkan baru seperti alga. Biodiesel tidak mengandung minyak bumi, namun dapat dicampur dengan diesel minyak bumi. Campuran biodiesel dapat digunakan dalam kompresi-penyalaan (diesel) mesin dengan sedikit atau tanpa modifikasi. Pembakaran biodiesel lebih bersih, mudah digunakan, biodegradable, tidak beracun, dan pada dasarnya bebas dari sulfur dan aromatik [12]. Minyak sawit mentah adalah bahan baku dasar yang diperoleh melalui ekstraksi buah kelapa. Minyak kelapa sawit tidak banyak digunakan sebagai bahan awal untuk proses biodiesel
karena tingginya kandungan asam lemak jenuh dan tak jenuh
tunggal, yang menghasilkan titik lebur minyak tinggi (33-39 oC) dan ini berhubungan dengan metil ester yang mengendap pada suhu 8 oC. Masalah ini dapat dihindari dengan menambahkan bahan bakar aditif yang akan mencegah pengendapan, atau penggabungan biodiesel dengan bahan bakar fosil (campuran biasanya mengandung 2, 5 dan 20% biodiesel, masing B2, B5 dan B20) [26]. CPO sebagai bahan baku biodiesel biasanya tinggi asam lemak bebas (FFA), hal ini disebabkan karena pada ekstraksi minyak, enzim lipolitik dari mesocarp ditransfer ke minyak (ini tergantung pada kondisi penyimpanan dan cara ekstraksi). Enzim ini menyebabkan peningkatan kandungan FFA selama penyimpanan dan membentuk sabun jika langsung ditransesterifikasi [26].
5 Universitas Sumatera Utara
Berikut disajikan tabel persyaratan kualitas biodiesel : Tabel 2.3 Persyaratan Kualitas Biodiesel [1] Property
Unit
Palm Diesel Petrolium Normal Winter Diesel Grade Grade
Ester content Free glyserol Total glyserol Density at 15 oC Viscosity at 40 oC Flash point Cloud point Pour point Cold filter plugging point
% mass % mass % mass Kg /L cSt o C o C o C o C
0,853 4 98 15 -
98.5 <0,02 <0,25 0,878 4,4 182 15,2 15 15
98,0-99,5 <0,02 <0,25 0,87-0,89 4,0-5,0 150-200 -18 to 0 -21 to 0 -18 to 3
96,5 (min) <0,02 (max) <0,25 (max) 0,86-0,89 3,5-5,0 120 (min) -
0,02 (max) 0,24 (max) 1,9-6,0 130 (min) -
% mass % mass
0,1 0,14 53 -
<0,001 0,02 58,3 0,08 1a
<0,001 0,02-0,03 53,0-59,0 <0,3 1a
0,001 (max) 0,3 (max) 51 (min) 0,5 (max) 1
0,0015 0,05 (max) 47 (min) 0,8 (max) 3 (max)
45800
40135
39160
-
-
Sulfur content Carbon residue Cetane index Acid value Copper strip corrosion
Mg KOH/g 3 h at 50 oC
EN 14214
ASTM D 6751
kJ / kg Gross heat of combustion
2.3 Produksi Biodiesel Kebanyakan proses untuk membuat biodiesel menggunakan katalis untuk memulai reaksi transesterifikasi dan esterifikasi. Katalis diperlukan untuk memulai reaksi. Katalis pada proses transesterifikasi yang paling umum adalah katalis basa kuat seperti natrium hidroksida, kalium hidroksida, dan natrium atau kalium metoksida. Setelah transesterifikasi selesai, katalis basa terakumulasi terutama pada fase gliserol produk samping. Katalis asam yang juga digunakan dalam reaksi esterifikasi homogen, namun cenderung menumpuk di fasa acid alkohol-air. Yang paling umum digunakan dalam produksi biodiesel adalah methanol. Faktor kunci kualitas untuk alkohol adalah kadar air (<0,08% berat). Air mengganggu reaksi transesterifikasi dan dapat mengakibatkan hasil yang buruk atau tidak ada ester, tingkat sabun tinggi, asam lemak bebas, dan trigliserida dalam produk akhir. Sayangnya, semua alkohol higroskopis dan mampu menyerap air dari udara. Selain itu, proses dasar-katalis biasanya menggunakan rasio molar 6 : 1 daripada rasio 3: 1
6 Universitas Sumatera Utara
yang dibutuhkan oleh reaksi. Alasan untuk menggunakan alkohol ekstra adalah untuk hasil yang lebih dekat dengan yield 99,7% untuk memenuhi total gliserol standar untuk bahan bakar biodiesel. Alkohol yang tidak terpakai harus didaur ulang kembali ke dalam proses untuk meminimalkan biaya operasi dan dampak lingkungan [13]. Ada tiga jenis katalis yang digunakan untuk prouksi biodiesel yaitu katalis asam dan katalis basa baik berupa katalis homogen maupun heterogen, serta enzim. Umumnya yang digunakan adalah NaOH, H2SO4 dan HCl. sayangnya katalis ini sulit sulit dipisahkan, dapat merusak lingkungan, bersifat korosif dan menghasilkan limbah beracun [14]. Penggunaan katalisis heterogen adalah teknologi yang menjanjikan untuk produksi biodiesel dalam mengatasi masalah yang terkait dengan penggunaan katalis asam-basa homogen. Katalis heterogen non-korosif dan ramah lingkungan, dapat dengan mudah dipisahkan dari produk melalui filtrasi dan masalah pembuangan yang lebih sedikit dari katalis homogen. Selain itu, karena pemisahan yang lebih baik dari katalis dengan produk akhir, katalis heterogen dapat didaur ulang dan digunakan beberapa kali, sehingga menawarkan jalur yang lebih ekonomis untuk produksi biodiesel. Namun, tantangan utama yang terkait dengan pengembangan katalis heterogen adalah kemampuan mereka mentolerir asam tinggi bebas lemak (FFA) bahan baku pada kondisi ringan dan penggunaanya kembali [15]. Katalis heterogen tulang ayam merupakan limbah dapat dijadikan sebagai sumber mineral kalsium yang berpotensi sebagai sumber kalsium oksida (CaO), dimana Ca pada tulang berada dalam bentukan garam kalsium dan fosfor, terdeposit dalam jaringan matriks lunak yang terdiri dari bahan organik mengandung serat kolagen dan gel mukopolisakarida. Konversi Ca menjadi CaO diharapkan terbentuk melalui dekomposisi termal kalsium karbonat (CaCO3) dari tulang ayam yang dipanaskan pada temperatur tinggi [8].
2.4 Esterifikasi Esterifikasi dilakukan jika kadar FFA CPO tingggi (> 5%) disebabkan karena kualitas CPO tersebut sangat rendah. Jika tidak dilakukan proses esterifikasi maka akan terbentuk sabun yang mempersulit pemisahan biodiesel dari gliserol sebagai produk sampingnya. Berlawanan
dengan
reaksi
transesterifikasi
trigliserida,
7 Universitas Sumatera Utara
esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak dengan alkohol menghasilkan ester [25]. Reaksi esterifikasi dapat dilihat sebagai berikut :
O
O
katalis
R – C – OH + CH3OH Asam lemak
H2 O +
metanol
Air
R – C – OCH3
Ester metil asam lemak
Gambar 2.1 Reaksi Esterifikasi
2.5 Transesterifikasi Reaksi transesterifikasi adalah serangkaian reaksi dimana trigliserida (TG) dikonversi dalam tiga langkah yaitu digliserida (DG), monogliserida (MG) dan gliserol (GL) dalam produksi tiga mol ester asam lemak dan satu mol gliserol. Transesterifikasi dengan katalis basa lebih populer daripada katalis asam karena peningkatan metil ester jauh lebih cepat daripada reaksi dengan katalis asam [16]. Reaksi transesterifikasi ditunjukkan sebagai berikut : Base-catalyst
Triglycerides + Alcohol
Glyserol + Ester
Gambar 2.2 Reaksi transesterifikasi
Memahami kinetika reaksi produksi biodiesel tidak mudah, terutama karena proses ini sangat tergantung pada berbagai faktor eksperimental, termasuk jenis katalis, perbandingan rasio molar alkohol : minyak, kemurnian reaktan, suhu dan waktu reaksi Untuk alasan ini, reaksi transesterifikasi secara nyata telah menarik minat penelitian selama beberapa tahun terakhir. Pemahaman yang baik tentang reaksi dapat membantu dalam pengoptimalan parameter eksperimental dan dapat meningkatkan hasil biodiesel dan biaya produksi yang lebih rendah [17].
2.6 Katalis Heterogen Tulang Ayam (CaO) Kehadiran katalis diperlukan untuk meningkatkan laju reaksi dan hasil reaksi transesterifikasi. Katalis dapat dibedakan dalam reaksi transesterifikasi, yaitu katalis homogen atau heterogen. Katalis homogen bertindak dalam fase yang sama seperti
8 Universitas Sumatera Utara
reaksi campuran, sedangkan katalis heterogen bertindak dalam fase yang berbeda dari campuran reaksi, biasanya sebagai solid [18]. Katalis yang digunakan untuk produksi biodiesel yaitu umumnya katalis homogen, katalis heterogen dan enzim. Katalis homogen sensitif terhadap asam lemak bebas dan mengarah pada pembentukan sabun. Katalis enzimatik memperlambat laju reaksi dan terdeaktivasi ketika alkohol digunakan sebagai acyl acceptor. Selain itu, biaya produksi juga tinggi ketika enzim yang digunakan sebagai katalis. Oleh karena itu, penggunaan katalis heterogen dapat mengatasi masalah katalis homogen dan enzim [19]. Berdasarkan literatur yang ditinjau, katalis dari tulang ayam (CaO) merupakan katalis heterogen yang telah berhasil digunakan dalam produksi biodiesel secara transesterifikasi dengan kinerja yang baik, mengingat bahwa tulang ayam merupakan limbah yang masih bisa dimanfaatkan sebagai katalis. Farooq, Muhammad dan Ramli Anita, 2014 melakukan sintesis biodiesel dari minyak jelanta dengan katalis tulang ayam yang menghasilkan yield sebesar 89.33% [7]. Mohadi, dkk., 2013 sebelumnya telah melakukan preparasi dan karakterisasi CaO dari tulang ayam, dimana persentasi CaO-nya sebesar 56,78 %. [8].
2.7 Etanol Saat ini, cara yang paling umum untuk mensintesis biodiesel adalah dari lemak dan minyak dengan transesterifikasi gliserol dengan metanol atau etanol dengan adanya katalis alkali atau asam. Di Proses ini, metanol adalah yang paling umum digunakan karena sifatnya ketersediaan dan harga rendah [20]. Dalam penggunaan, etanol lebih insentif karena toksisitasnya rendah dibandingkan dengan metanol, dan juga etanol lebih ramah lingkungan dibanding metanol [21]. Penggunaan bioetanol pada proses sintesis biodiesel menguntungkan karena dapat menyebabkan produksi bahan bakar seluruhnya didasarkan pada sumbersumber terbarukan meskipun etanol saat ini lebih mahal daripada metanol, namun memiliki keuntungan yaitu lebih larut dalam minyak nabati dan memiliki toksisitas rendah. Dibandingkan metil ester, etil ester memiliki stabilitas oksidasi yang lebih tinggi, nilai yodium rendah dan peningkatan sifat pelumasan. Kemudian, etil ester memiliki titik kabut dan pour point rendah, sehingga penyalaan mesin bisa pada suhu
9 Universitas Sumatera Utara
rendah, dan atom karbon tambahan pada molekul etanol meningkatkan panas pembakaran dan cetane number. Evaluasi emisi gas buang (NOx, CO2, jelaga) menunjukkan bahwa etil ester efek negatif terhadap lingkungan lebih sedikit dibandingkan dengan metil ester [22].
10 Universitas Sumatera Utara