5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Motif 2.1.1 Pengertian Motif Kotler (2007) menjelaskan bahwa motif merupakan kebutuhan yang cukup mampu untuk mendorong seseorang bertindak. Sedangkan Engel, dkk (1994) berpendapat bahwa motif merupakan suatu predisposisi abadi yang membangkitkan dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan tertentu. Motif dapat bersifat rasional (utilitarian) atau emosional (hedonik). Dalam Loudon dan Della Bitta (1993), yang dimaksud dengan motif merupakan suatu keadaan yang menggerakkan energi dan tenaga jasmani dalam diri seseorang dan mengarahkan secara selektif menuju suatu tujuan yang biasanya terletak dalam lingkungan eksternal. Definisi ini menyiratkan bahwa motif melibatkan dua komponen utama: 1.
Mekanisme untuk membangkitkan energi tubuh
2.
Sebuah gaya yang memberikan arah ke energi tubuh
2.1.2 Pendorong Motif Loudon dan Della Bitta (1993) menjelaskan bahwa motif memiliki empat pendorong, yaitu: 1.
Kondisi Fisiologis (Physiological Condition) Salah satu sumber pendorong untuk
bertindak adalah
untuk memenuhi kebutuhan biologis atau kebutuhan pendukung hidup
lainnya.
Kebutuhan
yang
tidak
terpenuhi
akan
menimbulkan ketegangan, sehingga dorongan akan terjadi dan menimbulkan energi untuk memuaskan kebutuhan. 2.
Aktivitas Kognitif Manusia banyak terlibat dalam aktivitas kognitif (berpikir dan bernalar). Berpikir dan bernalar, termasuk diantaranya
6
berfantasi atau berkhayal dapat bertindak sebagai pemicu motif. Hal ini dapat terjadi jika konsumen menyadari akan kebutuhan yang belum terpuaskan. 3.
Kondisi Situasional (Situational Condition) Kondisi situasional merupakan situasi khusus yang dihadapi konsumen yang dapat memicu dorongan. Hal ini dapat terjadi ketika situasi menarik perhatian terhadap kondisi fisiologis yang ada.
4.
Sifat-Sifat Rangsangan Sifat-sifat rangsangan mengemukakan bahwa beberapa sifat dari rangsangan eksternal juga memiliki kekuatan untuk menggerakkan dorongan seperti karakteristik sesuatu yang baru, keterkejutan, ambiguitas dan ketidakpastian. Rangsangan yang memiliki cukup sifat akan memiliki potensi untuk menarik perhatian kepada diri mereka sendiri dengan membangkitkan keingintahuan seseorang atau keinginan untuk eksplorasi. Dengan demikian, mereka mewakili jenis khusus kondisi situasional.
2.1.3 Peran Motif Menurut Loudon dan Della Bitta (1993), motif memiliki beberapa fungsi penting untuk menuntun perilaku. Peran motif dapat dikategorikan sebagai berikut: 1.
Menetapkan Kebutuhan Dasar (Defining Basic Strivings) Motif
berperan
mengembangkan
dan
mempengaruhi
konsumen
untuk
mengidentifikasi
kebutuhan
dasar
konsumen seperti keamanan, keanggotaan, berprestasi, dan tingkat kebutuhan lainnya yang ingin dicapai konsumen. Hal-hal tersebut dapat membimbing perilaku melalui berbagai macam keputusan dan aktivitas. 2.
Mengidentifikasikan Objek Sasaran (Identifying Goal Objects) Konsumen sering melihat produk atau jasa sebagai sarana dimana mereka dapat mencapai motif mereka. Bahkan, konsumen sering melangkah lebih jauh dan berpikir produk
7
sebagai tujuan yang sebenarnya, tanpa menyadari bahwa mereka benar-benar mewakili cara-cara untuk memuaskan motif. 3. Mempengaruhi Kriteria Pemilihan (Influencing Choice Criteria) Motif berperan untuk menuntun konsumen dalam mengembangkan kriteria untuk mengevaluasi produk-produk. Pemasar juga mampu mempengaruhi kriteria pilihan konsumen. Dalam beberapa kasus, hal ini terjadi karena konsumen tidak secara sadar mengetahui motif mereka sendiri. Dalam kasus lain, konsumen menyadari motif mereka tetapi tidak yakin akan kriteria khusus untuk digunakan dalam evaluasi produk mereka. 4.
Pengaruh-Pengaruh Lainnya (Other Influences) Pada tingkat yang lebih mendasar, motif mempengaruhi individu dalam membentuk persepsi, pembelajaran, kepribadian, sikap dan proses informasi seseorang. Hal ini juga mempengaruhi arah perilaku.
2.1.4 Klasifikasi Motif Terdapat dua jenis pola pengklasifikasian motif, yaitu menurut pola yang sederhana dan menurut pola yang kompleks. Loudon dan Della Bitta (1993) mengemukakan kedua pengklasifikasian tersebut sebagai berikut: 1.
Pola-Pola yang Disederhanakan (Simplified Schemes) a.
Physiological Versus Psychogenic Physiogical motive berorientasi pada pemuasan kebutuhan biologis individu secara langsung. Sebaliknya, Psychogenic motive memusatkan pada pemuasan keinginan psikologis.
b.
Primary Versus Selective Primary motive adalah motif yang melibatkan perilaku pembelian dan menggerakkan para kategori produk tertentu. Selective motive adalah motif yang mempengaruhi pilihan-pilhan antara toko, merek, dan model di dalam kelas produk tertentu.
8
c.
Conscious Versus Unconscious Conscious motive adalah motif utama dimana konsumen
menyadari
sepenuhnya
akan
motifnya.
Unconscious motive adalah motif dimana konsumen tidak menyadari motif yang mempengaruhi pembelian yang konsumen lakukan. d.
Positive Versus Negative Positive motive adalah motif yang menarik konsumen pada tujuan yang diharapkan. Gerakan positif ini lebih mengarah pada kebutuhan, keinginan dan tujuan dari konsumen. Negative motive adalah motif yang menuntun konsumen untuk menjauhi konsekuensi atau akibat yang tidak diharapkan.
2.
Pola yang Komprehensif (A Comprehensive Scheme) Mc. Guire dalam Loudon dan Della Bitta (1993) menjelaskan pengaruh motif pada perilaku konsumen dengan metode pembanding. Klasifikasi komprehensif pengaruh motif yang utama ini digambarkan dalam Tabel 1. Tabel 1. A comprehensive classification of major motive influences Active Internal Preservation
1. Consistency
Growth
5.Autonomy
Cognitive
Preservation Affective Growth
9. Tension Reduce 13. Assertion
External 2. Attribution 6. Exploration 10. Expressive 14. Affiliation
Passive Internal
External
3. Categorization
4. Objectification
7. Matching
8. Utilitarian
11. EgoDefensive 15. Identification
12. Reinforcement 16. Modelling
Sumber: Loudon dan Della Bitta, 1993 Dalam menggerakkan perilaku konsumen, motif kognitif konsumen dapat menjadi lebih dominan daripada motif afektif atau kebalikannya. Kedua motif tersebut merupakan aspek individu, yaitu tanggapan psikologis konsumen karena pengaruh rangsangan atau kejadian dalam lingkungan.
9
Motif kognitif berdasarkan Loudon dan Bitta (1993) merupakan motif yang dilakukan secara rasional ketika konsumen mempertimbangkan seluruh alternatif kemudian memilih
alternatif
Kecenderungan
yang
motif
memberikan
kognitif
ini
kegunaan
terbesar.
menunjukkan
delapan
pengaruh utama pada perilaku konsumen, yaitu: 1.
Consistency (Ketetapan) Motif yang dimaksudkan untuk mempertahankan sebuah
pandangan
yang
bertalian
secara
logis
dan
terorganisasi. Rasa percaya atau informasi yang kurang konsisten dengan kenyataan menciptakan ketegangan dan kebutuhan untuk menjelaskan situasi tersebut. 2.
Attribution (Sifat) Motif yang timbul untuk memahami dan menarik kesimpulan tentang apa yang menyebabkan suatu kejadian dalam satu lingkungan. Motif ini fokus pada tiga arah utama yaitu persepsi obyek, persepsi diri, dan persepsi pengguna produk.
3.
Categorization (Pengelompokkan) Motif untuk mengumpulkan dan menggolongkan informasi-informasi yang kompleks ke dalam kategori yang mudah
dengan
tujuan
agar
menggunakannya
dengan
mudah.
teratur
dan
dapat
Contohnya
adalah
pengelompokkan produk juga menjadi produk dengan harga mahal, masuk akal, atau murah. 4.
Objectification (Obyektivitas) Motif menggunakan penilaian obyektif ditekankan pada kecenderungan untuk lebih menggunakan informasi eksternal
yang
dianggap
lebih
obyektif
daripada
pertimbangan internal untuk menarik simpulan mengenai nilai barang, sikap dan preferensi.
10
5.
Autonomy (Otonomi) Motif pengembangan
untuk pribadi
menemukan melalui
kepribadian
aktualisasi
dan
diri
dan
pengembangan identitas yang berbeda. Produk seperti pakaian, rokok, dan cologne yang dipromosikan sebagai alternatif yang tersedia bagi konsumen untuk meningkatkan atau mengekspresikan individualitas mereka. 6.
Exploration (Pencarian) Motif mencari pendorong pada tingkat yang lebih tinggi melalui suatu kejadian atau keadaan baru. Hal ini dilakukan secara alamiah oleh konsumen karena masingmasing konsumen memiliki rasa ingin tahu dan berupaya mendapatkan sesuatu
yang baru. Motif penjelajahan
membawa konsumen untuk mencoba produk dengan aktivitas yang berbeda-beda. 7.
Matching (Kesesuaian) Banyak
konsumen
termotivasi
untuk
mengembangkan citra tentang situasi ideal dan kemudian membandingkannya dengan persepsi mereka terhadap situasi yang ada. Perbandingan akan memberikan umpan balik tentang apakah tindakan yang dapat mengantar ke arah tujuan. 8.
Utilitarian (Manfaat) Motif yang menggunakan lingkungan eksternal sebagai sumber daya yang berharga dan terpercaya untuk memperoleh informasi yang bernilai. Konsumen akan menggunakan informasi ini untuk memecahkan masalah. Loudon dan Della Bitta (1993) menyatakan bahwa motif
afektif atau motif emosional adalah motif konsumen yang berdasarkan atau berkaitan dengan kriteria pribadi dan emosi. Konsumen memilih tujuan menurut kriteria subyektif individu seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggan, status, preferensi
11
dan keamanan. Kecenderungan motif afektif menunjukkan delapan pengaruh utama pada perilaku konsumen, yaitu: 1.
Tension Reduction (Pengurangan Ketegangan) Konsumen
yang
memiliki
kebutuhan
akan
menghasilkan ketegangan jika mereka tidak merasa puas. Ketegangan ini dipandang sebagai sebuah pengalaman yang tidak diinginkan dan harus dihindari atau diminimalkan. Untuk itu, motif ini digunakan untuk menghindari atau mengurangi
beberapa
keresahan
atau
tekanan
yang
disebabkan kebutuhan yang belum terpuaskan. 2.
Self Expression (Ekspresi Diri) Motif untuk memproyeksikan atau menunjukkan identitas diri kepada orang lain. Motif ini muncul untuk menggambarkan ekspresi pada suatu produk.
3.
Ego Defensive (Pertahanan Diri) Kebanyakan orang merasa bahwa berbagai situasi kehidupan yang muncul dapat mengancam ego mereka. Situasi ini menghasilkan rasa malu sosial, tantangan untuk perasaan harga diri, atau bentuk lain dari bahaya psikologis. Karena itu, motif pertahanan diri merupakan dorongan untuk mempertahankan citra diri.
4.
Reinforcement (Menguatkan) Konsumen yang dipengaruhi oleh motif penguatan memiliki kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan situasi yang telah terbukti menguntungkan. Pengalaman yang dirasa menguntungkan di masa lampau dapat ikut mempengaruhi.
5.
Assertion (Penegasan) Motif konsumen dalam berusaha keras untuk berprestasi, bersaing, kesuksesan, kekaguman dan kekuatan. Fokus dari motif ini lebih berorientasi ke arah prestasi dan
12
melebihi orang lain. Produk dan jasa layanan yang diperoleh merupakan suatu simbol kepuasan akan keberhasilan. 6.
Affiliation (Keanggotaan) Motif yang menjadi dasar untuk berhubungan sosial dengan orang lain. Motif ini meliputi mencari dukungan, kasih sayang, dan hubungan hangat untuk mengadakan hubungan
interpersonal
dengan
orang
lain
untuk
berkelompok. 7.
Idenification (Pembentukan Identitas) Motif untuk membangun pengembangan identitas dan peran baru untuk meningkatkan konsep pribadi seseorang. Pentingnya pengungkapan tindakan dari peran ini tampak di dalam lingkungan masyarakat yang menyebabkan seseorang perlu mengekspresikan nilai-nilai yang dimiliki dan mengembangkan perasaan dihargai serta pengakuan terhadap diri sendiri.
8.
Modelling (Model) Motif
yang
cenderung
mengidentifikasi
dan
berempati dengan orang lain. Hal ini dapat menyebabkan perilaku yang meniru individu-individu tertentu. Seperti misalnya kecenderungan untuk penggunaan selebriti dan orang lain yang memiliki potensi tinggi untuk identifikasi dalam iklan. 2.2 Proses Keputusan Konsumen Kotler (2007) menjelaskan bahwa keputusan konsumen mengambil bentuk yang diperlihatkan pada Gambar 1 dan mempunyai langkah-langkah berikut: 1.
Pengenalan masalah Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal dan eksternal.
13
2.
Pencarian informasi Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Rangsangan dapat dibagi menjadi dua level. Sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok berikut: a.
Sumber pribadi, seperti keluarga, teman, tetangga, atau kenalan
b.
Sumber komersial, seperti iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, atau pajangan di toko
c.
Sumber publik, seperti media massa atau organisasi penentu peringkat konsumen
d.
Sumber
pengalaman,
seperti
penanganan,
pengkajian,
atau
pemakaian produk. Jumlah dan pengaruh relatif sumber-sumber informasi itu berbeda-beda, tergantung pada kategori produk dan karakteristik pembeli. Secara umum, konsumen mendapatkan sebagian besar informasi tentang produk dari sumber komersial yaitu sumber yang didominasi oleh pemasar. Namun, informasi yang paling efektif berasal dari sumber pribadi atau sumber publik yang merupakan wewenang independen. Informasi komersial biasanya menjalankan fungsi pembeli informasi, dan sumber pribadi menjalankan fungsi legitimasi atau evaluasi. 3.
Evaluasi alternatif Tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana yang digunakan oleh semua konsumen atau oleh satu konsumen dalam semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan modelmodel terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif yaitu model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional. Para konsumen akan memberikan perhatian besar bagi atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya. Pasar produk tertentu sering dapat disegmentasi berdasarkan atribut yang menonjol bagi kelompok konsumen yang berbeda-beda.
14
4.
Keputusan Pembelian Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. Dalam melaksanakan maksud pembelian, konsumen bisa mengambil lima subkeputusan, yaitu merek, dealer, kuantitas, waktu, dan metode pembayaran.
5.
Perilaku Paska Pembelian Selama ketidaksesuaian
pembelian, karena
konsumen
memerhatikan
mungkin fitur-fitur
mengalami tertentu
yang
mengganggu atau mendengar hal-hal yang menyenangkan tentang merek lain, dan akan selalu siaga terhadap informasi yang mendukung keputusannya. Komunikasi pemasaran harus memasok keyakinan dan evaluasi yang mengukuhkan pilihan konsumen dan membantu konsumen merasa nyaman dengan produk. Tugas produsen tidak berakhir begitu saja ketika produk dibeli. Produsen harus memantau kepuasan paska pembelian, tindakan pasca pembelian, dan pemakaian produk paska pembelian. Secara singkat, urutan proses keputusan konsumen dapat dilihat pada Gambar 1. Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Pembelian Hasil
Gambar 1. Pemecahan masalah mengenai lima langkah dalam pengambilan keputusan konsumen (Kotler, 2007) 2.3 Motif Langganan (Patronage Motive) Menurut Swastha dan Irawan (1990), motif langganan sering menjadi latar belakang pembelian konsumen. Dalam hal ini, konsumen lebih
15
mengutamakan untuk membeli pada penjual tertentu. Di antara motif langganan yang lebih penting adalah menyangkut: 1.
Lokasi penjual yang srategis, pelayanan yang baik, tempat persediaan yang mudah tercapai, dan tidak ramai.
2.
Harga
3.
Penggolongan barang
4.
Servis yang ditawarkan
5.
Toko yang menarik
6.
Kemampuan tenaga penjual
2.4 Retailing 2.4.1 Pengertian Retailing Retailing merupakan tingkat terakhir dari proses distribusi, di dalamnya terdapat aktivitas bisnis dalam penjualan barang atau jasa kepada konsumen (Berman dan Evans dalam Foster, 2008). Sedangkan menurut Kotler dalam Foster (2008), retailing adalah penjualan eceran meliputi kegiatan yang melibatkan kegiatan penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir, bukan untuk penggunaan bisnis. 2.4.2 Macam-macam Retailer Lembaga
yang
digolongkan
sebagai
pedagang
eceran
bervariasi bentuknya. Hal ini memberikan petunjuk kepada kita bahwa jenis dan bentuk usaha ini terus berkembang. Berikut adalah pengklasifikasian pedagang eceran (retailing) menurut Kotler dalam Foster (2008). 1.
Store Retailer (Pedagang Eceran Bertoko) a.
Specialty Store (Toko Khusus) Merupakan sebuah toko yang mempunyai lini produk terbatas tetapi dengan berbagai keragaman dalam hal produk itu. Contoh: toko olah raga, toko furniture, toko pakaian, dan toko buku.
16
b.
Department Store (Toko Serba Ada) Merupakan toko serba ada yang memiliki beberapa lini produk, khususnya pakaian, alat-alat rumah tangga, dan perlengkapan rumah, dimana setiap lini produk dioperasikan sebagai sebuah departemen yang terpisah yang dikelola oleh pembeli barang khusus.
c.
Supermarket (Pasar Swalayan) Merupakan sebuah toko
yang cukup besar,
menyediakan makanan, minuman, kebutuhan rumah tangga, barang-barang kosmetik, bahkan obat-obatan. d.
Convenience Store (Toko Kebutuhan Sehari-hari) Toko kebutuhan sehari-hari yang secara relatif merupakan toko yang kecil yang berada dekat wilayahwilayah pemukiman.
e.
Super Store, Combination Store, Hypermart Super Store (Toko Super) merupakan toko yang lebih besar daripada pasar swalayan konvesional dengan ruang jual seluas 35.000 kaki persegi, toko ini bertujuan memenuhi kebutuhan total konsumen untuk jenis-jenis makanan yang dijual secara rutin dan konstan serta kenisjenis non makanan. Combination Store (Toko Gabungan) sendiri merupakan diversifikasi dari pasar swalayan dengan memasuki produk obat-obatan dengan resep, toko ini ratarata mempunyai ruang jual 55.000 kaki persegi. Hypermart (Pasar Hyper) lebih luas daripada toko gabungan, yaitu 80.000 – 220.000 kaki persegi. Pasar hyper merupakan kombinasi antara pasar swalayan, toko diskon, dan prinsip-prinsip pedagang eceran gudang.
f.
Discount Store (Toko Pemberi Potongan Harga) Merupakan toko yang menjual barang-barang standar dengan harga lebih rendah daripada pedagang
17
konvensional yang menetapkan marjin yang lebih rendah dan volume yang lebih tinggi. g.
Warehouse Store (Toko Gudang) Toko tanpa embel-embel diskon, mengurangi operasi pelayanan yang menjual dengan volume tinggi pada harga rendah.
h.
Catalog Showroom (Ruang Pamer Katalog) Merupakan prinsip-prinsip katalog dan pemotongan harga terhadap pilihan-pilihan produk yang banyak dengan penggembungan (mark up) yang tinggi, perputaran cepat (fast moving), dan bermerek.
2.
Non Store Retailer (Pedagang Eceran Bukan Toko) a.
Direct Selling (Penjualan Langsung) Penjualan langsung adalah suatu jenis pedagang eceran yang menggunakan metode langsung ke konsumen dalam memasarkan barang dagangannya dengan melalui tenaga penjual yang mendatangi konsumen.
b.
Direct Marketing (Pemasaran Langsung) Pemasaran
langusung
adalah
suatu
sistem
pemasaran yang menarik yang menggunakan suatu metode iklan untuk mempengaruhi suatu respon yang terukur dan atau transaksi pada suatu lokasi. Pemasaran langsung terdiri dari personal selling, telemarketing, direct mail marketing, catalog marketing, direct response television marketing, kiosk marketing, dan online marketing. c.
Automatic Vending (Mesin Penjaja Otomatis) Merupakan suatu jenis pedagang eceran tanpa toko yang menggunakan mesin yang dioperasikan dengan koin dalam melayani pembeli dimana mesin tersebut beroperasi secara otomatis.
18
d.
Buying Service (Pelayanan Pembelian) Merupakan suatu bentuk pedagang eceran yang bertindak sebagai agen pembeli untuk kelompok-kelompok organisasi besar seperti sekolah, rumah sakit, lembagalembaga, dan agen-agen.
3.
Retail Organization (Organisasi Pedagang Eceran) a.
Corporate Chain (Rantai Perusahaan) Merupakan dua gerai atau lebih yang umumbya dimiliki dan diawasi, menjual lini produk yang sama, memiliki pembeli dan barang dagangan terpusat, dan mungkin menggunakan motif arsitektur yang seragam.
b.
Voluntary Chain dan Retailer Cooperative Voluntary Chain terdiri dari kelompok pedagang eceran dalam pembeli besar dan barang dagangan umum. Retailer Cooperative terdiri dari sekelompok pedagang eceran yang membentuk sebuah organisasi pembeli terpusat dan melakukan usaha-usaha promosi bersama.
c.
Consumer Cooperative Merupakan suatu perusahaan eceran yang dimiliki oleh pelanggannya sendiri.
d.
Franchise Organization (Organisasi Hak Guna Paten) Organisasi hak guna paten merupakan sebuah organisasi kontrak antara franchiser (perusahaan pedagang besar atau organisasi jasa) dan franchise (masyarakat bisnis mandiri yang membeli hak untuk memiliki dan menjalan kan suatu niat atau lebih dalam sistem franchise).
e.
Merchandising Konglomerat (Konglomerat Dagang) Konglomerat dagang merupakan bentuk bebas dari perusahaan yang mengombinasikan beberapa lini pedagang eceran yang terdiversifikasi dan berbentuk-bentuk di bawah satu kepemilikan yang mengintegrasikan fungsi-fungsi distribusi dan proses manajemen mereka.
19
2.5 Pakaian Pakaian adalah segala sesuatu yang kita pakai mulai dari kepala sampai ke ujung kaki7. Di dalam hal ini termasuk: 1.
Semua benda yang melekat di badan seperti baju, sarung dan kain panjang.
2.
Semua benda yang melengkapi dan berguna bagi si pemakai seperti selendang, topi, sarung tangan, kaos kaki, sepatu, tas, ikat pinggang didalam istilah asing disebut millineries.
3.
Semua benda yang gunanya menambah keindahan bagi si pemakai, seperti hiasan rambut, giwang, kalung, bros, gelang dan cincin. Dalam istilah asing lebih dikenal dengan istilah accessories. Pakaian adalah kebutuhan pokok manusia selain makanan dan
tempat
berteduh
atau
tempat
tinggal
(rumah).
Awalnya
manusia
membutuhkan pakaian untuk melindungi dan menutup dirinya. Namun seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, pakaian juga digunakan sebagai simbol status, jabatan, ataupun kedudukan seseorang yang memakainya. Perkembangan dan jenis-jenis pakaian tergantung pada adatistiadat, kebiasaan, dan budaya yang memiliki ciri khas masing-masing8. 2.6 Distribution Outlet Distribution Outlet atau biasa disebut distro adalah sejenis toko di Indonesia yang menjual pakaian dan aksesori yang dititipkan oleh pembuat pakaian, atau diproduksi sendiri9. Menurut Granito (2008), distribution outlet merupakan gerai yang berfungsi untuk menerima titipan dari berbagai macam merek clothing company lokal yang memproduksi sendiri produknya dengan produk yang terbatas dan harga yang terjangkau. Distribution Outlet menjadi industri kecil dan menengah (IKM) dengan merk independen yang dikembangkan kalangan muda. Produk diusahakan tidak diproduksi massal, agar mempertahankan sifat eksklusif suatu produk. Trend ini makin marak di kota-kota besar di Indonesia seperti 7
Bevie. 2008. Tata Cara Berbusana. http://bevienovantini.multiply.com/ [2 Februari 2010] http://id.wikipedia.org/Pakaian [02 Februari 2010] 9 Hanisaja. 2008. Pengertian Distro. http://hanisaja.wordpress.com/ [15 Januari 2010] 8
20
Bandung yang merupakan tempat kelahiran distribution outlet, Yogyakarta, Medan, Surabaya, dan tentu saja di Jakarta. 2.7 Penelitian Terdahulu Berdasarkan uraian dan analisis yang dikemukakan pada pembahasan skripsi yang disusun oleh Santoso dan Patricia (2003) dari Universitas Kristen Petra yang berjudul Analisis Pengaruh Motif Kognitif dan Motif Afektif Terhadap Keputusan Pembelian pada Konsumen Kentucky Fried Chicken Plaza Tunjungan III Surabaya, menyimpulkan bahwa motif kognitif dan motif afektif secara nyata berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Motif afektif diketahui mempunyai pengaruh paling dominan terhadap keputusan pembelian. Pada pembahasan skripsi yang disusun oleh Yusnitha (2008) dari Departemen Manajemen Institut Pertanian Bogor yang berjudul Analisis Pengaruh Komunikasi terhadap Keputusan Pembelian SimCard IM3 (Studi Kasus Mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor), menyimpulkan bahwa secara simultan variabel-variabel komunikasi pemasaran memperlihatkan pengaruh yang signifikan terhadap keputusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor dalam melakukan pembelian simcard IM3. Sedangkan secara parsial, hanya tiga variabel komunikasi pemasaran yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian yaitu variabel publisitas, variabel promosi penjualan, dan variabel point of purchase. Tesis pada Magister Sains Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Institut Pertanian Bogor oleh Hasanah (2003) yang berjudul Pengaruh Kelompok Acuan, Media Informasi dan Faktor Lainnya terhadap Perilaku Konsumsi Pakaian Remaja DKI Jakarta menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil penelitian, teman merupakan kelompok acuan yang cukup efektif memberi pengaruh pada remaja dalam membantu memilih model pakaian. Dalam meniru gaya berpakaian, remaja cenderung meniru dari idola mereka. Jenis media informasi yang paling banyak digunakan adalah televisi dan majalah. Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi frekuensi pembelian pakaian adalah umur, uang saku, pendapatan perkapita, pendidikan ayah, jenis kelamin, media informasi dan kelompok acuan.
21
Penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Motif Kognitif dan Motif Afektif terhadap Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Pakaian Jadi ini memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu: 1.
Ruang lingkup produk yang diteliti hanya mencakup produk pakaian jadi yang dijual di Distribution Outlet Blop yang beralamat di Tebet Utara Dalam no. 22 Jakarta Selatan.
2.
Metode yang digunakan adalah Regresi Linear Berganda, Uji F untuk menguji apakah variabel bebas (X1 dan X2) yang digunakan secara bersamaan mempengaruhi variabel terikat (Y), dan Uji t untuk menguji apakah masing-masing varibel secara parsial mempengaruhi variabel terikat.
3.
Variabel bebas yang digunakan adalah Motif Kognitif (X1) dan Motif Afektif (X2), sedangkan variabel terikat yang digunakan adalah Motif Langganan sebagai latar belakang keputusan pembelian konsumen (Y).