BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produksi dan Sistem Produksi Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa (Assauri, 1995). Produksi dalam pengertian sederhana adalah keseluruhan proses dan operasi yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa. Sistem produksi merupakan kumpulan dari sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi. Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal dan informasi. Sedangkan output produksi merupakan produk yang dihasilkan berikut sampingannya seperti limbah, informasi, dan sebagainya.
Gambar 2. 1 Sistem Produksi 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
Sub sistem–sub sistem dari sistem produksi tersebut antara lain adalah Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Pengendalian Kualitas, Penentuan Standarstandar Operasi, Penentuan Fasilitas Produksi, Perawatan Fasilitas Produksi, dan Penentuan Harga Pokok Produksi. Sub sistem–sub sistem dari sistem produksi tersebut akan membentuk konfigurasi sistem produksi. Keandalan dari konfigurasi sistem produksi ini akan tergantung dari produk yang dibuat serta bagaimana cara membuatnya (proses produksinya). Untuk melaksanakan fungsifungsi perencanaan, operasi dan pemeliharaan, perusahaan manufaktur harus memiliki organ pelaksana. Sistem produksi pada suatu perusahaan manufakturing harus memiliki bagian-bagian atau organ.
Perencanaan dan Pengendalian produksi
Gambar 2. 2 Sistem Produksi Perusahaan Manufaktur
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa sistem produksi berawal dari pemahaman terhadap keinginan dan harapan para pelanggan berdasarkan temuantemuan dari kegiatan pemasaran termasuk permintaan langsung dari para pelanggan terhadap produk-produk tertentu. Data dan informasi tentang keinginan pelanggan kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk rancangan produk atau jasa untuk mengetahui part, komponen dan sub-assembly apa yang dibutuhkan termasuk ukuran, spesifikasi, jenis bahan, jumlah masing-masing item yang dibutuhkan untuk setiap unit produk yang diinginkan. Berdasarkan hasil rancangan ini kemudian ditentukan prosles pembuatan (manufacturing) di lantai pabrik yang meliputi tahapan proses. Data dan informasi yang telah tersedia kemudian disampaikan kepada bagian cost accounting untuk menilai kelayakan pembiayaan dan penerimaan. Bila dinilai layak maka diteruskan kepada pimpinan untuk disahkan. Kemudian disusun rencana dan program pengolahan di lantai pabrik yang meliputi jadwal tentative proses operasi, jadwal dan jumlah kebutuhan bahan baku (raw material) dan bahan tambahan dari luar (bought-out items) dan jadwal operasi dan kapasitas fasilitas produksi yang akan digunakan dan lain-lain. Berdasarkan jadwal-jadwal tersebut, rencana pengadaan bahan, kapasitas stasiun kerja, tenaga operator disusun dan kemudian diimplementasikan. Monitoring dan pengendalian operasi di lantai pabrik dilakukan secara rutin untuk memastikan tidak terjadi penyimpangan termasuk penyimpangan mutu (spesifikasi) dari setiap item yang dikerjakan. Apabila penyimpangan tidak dapat dihindarkan maka tindakan perbaikan yang meliputi penjadwalan ulang sisa operasi di lantai pabrik segera dilakukan, pengadaan tambahan bahan bila diperlukan dan sebagainya. Beberapa sumber -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
penyimpangan yang umum terjadi ialah kesalahan dalam pembuatan rancangan part dan komponen, kekeliruan dalam penentuan waktu setup dan operasi, ketidaksesuaian mutu bahan, kerusakan pada fasilitas produksi dan lain-lain. Produk yang telah selesai diangkut ke gudang penyimpanan untuk dikirimkan kepada para pelanggan sesuai dengan jadwal pengiriman yang disepakati.
2.2 Definisi Kualitas Definisi kualitas sangatlah relatif, setiap individu dapat mendefinisikannya dengan berbagai cara sebab kualitas memiliki banyak kriteria baik dari kriteria konsumen maupun kriteria yang telah diberikan produsen sebagai pihak yang menciptakan kualitas. Oleh karena itu, definisi kualitas memiliki dua perpektif yaitu pertama kualitas berdasarkan perspektif konsumen dan kedua perspektif produsen. Berdasarkan Montgomery (2009,6) “quality means fitness for use” , terdapat dua aspek umum dalam kesesuain penggunaaan dalam kualitas yaitu design of quality dan conformance of quality. Kualitas suatu produk dapat dijelaskan dengan berbagai cara yang berbeda dan dan dibedakan berdasarkan perbedaan yang dijelaskan dengan dimensi kualitas. Menurut Garvin (dalam Montgomery, 2009:4) terdapat delapan komponen dari dimensi kualitas yang dapat digunakan dalam menganalisis kualitas yaitu: 1. Keandalan (Reliability)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Dimensi ini berkaitan dengan kemungkinan suatu produk melaksanakan fungsinya secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi terterntu. 2. Ketahanan (Durability) Dimensi ini berkaitan dengan ketahanan suatu produk yang dapat diberikan dengan masa pakai suatu produk dalam jangka waktu tertentu. 3. Kemampuan pelayanan (Serviceability) Dimensi ini berkaitan dengan kemudahan memperbaiki produk serta akurasi dalam perbaikan produk dan juga kecepatan dan ekonomis dalam melakukan aktivitas perbaikan. 4. Estetika (Aesthetics) Dimensi ini berkaitan dengan tampilan suatu produk seperti warna, bentuk, pemilihan kemasan, dan juga karasteristik yang hanya ada dalam produk. 5. Keistimewaan (Features) Dimensi ini berkaitan dengan pengembangan produk yang dapat menambah fungsi dasar suatu produk, sehingga dengan features dapat menambah nilai pada suatu produk. 6. Kualitas yang dipresepsikan (Perceived Quality) Dimensi ini berkaitan dengan reputasi dari perusahaan yang membuat produk dan berisfat subjektif dari beberapa pelanggan, biasanya bergantung dengan produk yang telah ada dan pelanggan menilai sehingga kegagalan dalam produk sebelumnya dapat mempengaruhi -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
reputasi dari produk yang akan dibuat. Sehingga terdapat konsumen yang loyal terhadap produk atau perusahaan. 7. Konformasi untuk standard (Conformance to Standard) Dimensi iniberkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan (standard) berdasarkan permintaan pelanggan dan juga sudah memenuhi kriteria.
2.3 Pengendalian Kualitas Salah satu aktivitas bisnis yang terdapat di perusahaan yaitu menjamin kualitas produk hasil proses produksi, guna mencapai tingkat kualitas yang baik pada produk yang dihasilkan perusahaan memiliki suatu cara dengan adanya penerapan sistem pengendalian kualitas baik kualitas bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi. Aktivitas tersebut biasanya disebut quality control. Menurut Gasperz (2005:480) pengendalian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memantau aktivitas dan memastikan kinerja sebenarnya yang dilakukan telah sesaui dengan yang direncanakan. Oleh karena itu, pengertian pengendalian kualitas adalah suatu teknik operasi dan aktivitas yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
2.4 Tujuan Pengendalian Kualitas Dalam memenuhi kepuasan konsumen, setiap perusahaan memiliki sistem pengendalian
kualitas
yang
berbeda
tergantung
pada
manajemen
perusahaan.Namun tujuan dari pengendalian kualitas menurut Assauri (dalam Fakhri, 2010) adalah: 1. Tercapainya standard kualitas yang telah ditetapkan oleh produsen maupun konsumen untuk produk hasil produksi. 2. Usaha untuk mengurangi biaya inspeksi pada suatu produk. 3. Usaha untuk mengurangi biaya desain dari produk dan proses menggunakan kualitas tertentu. 4. Usaha untuk mengefisiensi biaya produksi yang menjadi berkurang dan sekecil mungkin. Jadi, secara umum tujuan utama dari pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan kualitas produk yang sudah terjamin dan juga mengeluarkan biaya yang seminimal mungkin tanpa mengurangi standard produk yang telah ditetapkan.
2.5 Faktor – Faktor Pengendalian Kualitas Faktor – faktor pengendali kualitas merupakan faktor yang mempengaruhi adanya aktivitas pengendalian kualitas. Menurut Montgomery (2009), faktor tersebut diantaranya: 1. Kemampuan proses
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
Faktor ini merupakan faktor yang harus disesuaikan oleh perusahaan dalam melakukan suatu proses bisnis yang ada dalam perusahaan. 2. Spesifikasi yang berlaku Produk yang diproduksi oleh perusahaan harus memilki spesifikasi yang sesuai dengan standard umum dan juga sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen. 3. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima Tujuannya yaitu pengendalian kualitas suatu proses dapat mengurangi produk yang berada di bawah standard yang dapat diterima 4. Biaya kualitas Biaya kualitas sangat mempengaruhi tingkat pengendalian kualitas dalam menghasilkan produk dimana biaya kualitas mempunyai hubungan yang positif dengan terciptanya produk yang berkualitas. Biaya tersebut diantaranya preventive cost, appraisal cost, internal failure cost, external failure cost.
2.6 Langkah – langkah pengendalian Kualitas Proses pengendalian kualitas dapat dilakukan dengan penereapan konsep yang dikembangkan oleh seorang pakar kualitas yaitu Dr. W. Edward Deming dengan konsep PDCA (plan-do-check-action) atau disebut juga Deming Wheel. Selain itu, PDCA juga disebut siklus perbaikan yang terus menerus sehingga dapat memperbaiki produk dimasa yang akan datang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
Gambar 2. 3 Siklus PDCA
Penjelasan dari tahapan siklus PDCA adalah sebagai berikut (Montgomery, 2009:21) : 1. Plan Merencanakan perubahan atau eksperimen yang bertujuan untuk meningkatkan suatu peruabahan dalam sistem. 2. Do Melakukan perubahan yang telah direncanakan. 3. Check Menganalisa dan mempelajari hasil yang telah didapatkan dari proses dalam sistem. 4. Action Mengadaptasi perubahan yang telah dilakukan dan pastikan perubahan merupakan perubahan yang secara tetap. Jika tidak maka tidak dianjurkan untuk melakukan perubahan. Siklus PDCA merupakan suatu konsep yang dikembangkan untuk melakukan perubahan yang terus menerus dan untuk melaksanakan pengendalian kualitas -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
terlebih dahulu memahami langkah dalam pengendalian kualitas. Menurut Schroeder (dalam Fakhri, 2010) untuk mengimplementasikan perencanaan, pengendalian dan pengembangan kualitas diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan karekteristik (atribut) kualitas 2. Menentukan bagaimana cara mengukur setiap karakteristik 3. Menetapkan standard kualitas 4. Menetapkan program inspeksi 5. Mencari dan memperbaiki penyebab kualitas yang rendah 6. Melakukan perbaikan secara berkelanjutan Selain langkah-langkah pengendalian kualitas terdapat beberapa tahapan pengendalian kualitas yaitu terdapat dua tingkatan anatara lain: 1. Pengawasan selama proses produksi 2. Pengawasan terhadap barang hasil yan telah diselesaikan
2.7 Pengendalian Kualitas Statistik Salah satu teknik dalam pengendalian kualitas yaitu pengendalian kualitas secara statistik dengan menggunakan alat bantu yang terdapat dalam statistical process control dan statistical quality control. Manfaat dari pengendalian kualitas secara statistik adalah pengawasan, pengerjaan kembali barang yang kurang dari standard dan dapat dicegah didalam proses, biaya yang dikeluarkan lebih sedikit dikarenakan dapat diambil dari sampel dengan menggunakan teknik sampling. Pengendalian kualitas statistic terbagi menjadi dua jenis metode yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
1. Acceptance Sampling Dalam metode ini digunakan sampel yang secara acak yang diambil dari suatu
populasi
dalam
memeriksa
kualitas
suatu
barang,
dalam
memutuskan suatu kualitas maka digunakan sebuah spesifikasi dan terdapat hipotesis menerima atau menolak suatu sampel. Sampel harus representatif terhadap kondisi suatu populasi. 2. Process Control Pengndalian ini menggunakan pememriksaan produk ketika barang tersebut masih dalam proses produksi atau work in process (WIP). Dengan memantau proses produksi maka pengendalian dapat dipertahankan dan penyebab dari kegagalan produk dapat dipantau baik dari mesin maupun manusia. Pengendalian proses didasarkan pada atas asumsi variabilitas yang berarti variasi selama proses produksi tidak sepenuhnya dapat dihindari dan bahkan tidak pernah dapat dihilangkan sama sekali. Namun sebagian dari variasi tersebut dapat dicari penyebabnya serta diperbaiki. Selain itu asumsi kedua yaitu proses produksi tidak selau dalam keadaan terkendali dikarenakan lemahnya prosedur, pemeliharaan mesin sehingga variasi produk biasanya jauh lebih besar dari semestinya.
2.8 Alat Bantu Pengendalian Kualitas 2.8.1 Check Sheet Check Sheet atau lembar pemeriksaan merupakan alat pengumpul dan penganalisis data yang disajikan dalam bentuk tabel yang berisi data jumlah barang yang diproduksi dan jenis ketidaksesuaian beserta dengan jumlah -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
yang dihasilkan. Tujuannya yaitu untuk memudahkan proses pengumpulan data dan analisis. 2.8.2 Scatter Diagram Scatter diagram atau disebut juga dengan peta korelasi adalah grafik yang menampilkan hubungan antara dua variabel apakah hubungan antara dua variabel tersebut kuat atau tidak yaitu antara faktor proses yang mempengaruhi proses dengan kualitas produk. 2.8.3 Cause and Effect Diagram Diagram ini disebut juga diagram tulang ikan (fishbone chart) dan berguna untuk
memperlihatkan
faktor-faktor
utama
yang berpengaruh pada
kualitas dan mempunyai akibat pada masalah yang kita pelajari. Selain itu kita juga dapat melihat faktor-faktor yang lebih terperinci yang berpengaruh dan mempunyai akibat pada faktor utama tersebut yang dapat
kita lihat
dari
panah-panah
yang berbentuk tulang ikan pada
diagram fishbone tersebut. Diagram sebab akibat ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1950 oleh seorang pakar kualitas dari Jepang yaitu Dr. Kaoru Ishikawa yang menggunakan uraian grafis dari unsur-unsur proses untuk menganalisa sumber-sumber potensial dari penyimpangan proses. Faktor-faktor penyebab utama ini dapat dikelompokkan dalam beberapa katergori seperti Material (bahan baku), Machine (mesin), Man (tenaga kerja), Method (metode) dan Environment (lingkungan).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Gambar 2. 4 Cause-Effect Diagram 2.8.4 Diagram Pareto Diagram pareto pertama kali diperkenalkan oleh Alfredo Pareto dan digunakan pertama kali oleh Joseph Juran. Diagram pareto adalah grafik
balok dan
masing-masing
grafik
jenis
baris
yang
data terhadap
menggambarkan
perbandingan
keseluruhan. Dengan
memakai
diagram Pareto, dapat terlihat masalah mana yang dominan sehingga dapat mengetahui prioritas penyelesaian masalah. Fungsi diagram pareto adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah utama untuk peningkatan kualitas dari yang paling besar ke yang paling kecil. Diagram
Pareto
digunakan
untuk
mengidentifikasikan
beberapa
permasalahan yang penting, untuk mencari cacat yang terbesar dan yang paling berpengaruh. Pencarian
cacat terbesar atau
cacat
yang paling
berpengaruh dapat berguna untuk mencari beberapa wakil dari cacat yang teridentifikasi, kemudian dapat digunakan untuk membuat diagram sebabakibat. Hal ini perlu untuk dilakukan mengingat sangat sulit untuk mencari penyebab dari semua cacat yang teridentifikasi. Apabila semua cacat -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
dianalisis untuk dicari penyebabnya maka hal tersebut hanya akan menghabiskan waktu dan biaya dengan sia-sia. 2.8.5 Histogram Histogram adalah suatu alat yang membantu untuk menentukan variasi dalam proses. Berbentuk diagram batang yang menunjukkan tabulasi dari data yang diatur berdasarkan ukurannya. Tabulasi data ini umumnya dikenal sebagai distribusi frekuensi. Histogram menunjukkan karakteristikkarakteristik dari data yang dibagi-bagi menjadi kelas-kelas. Histogram dapat berbentuk “normal” atau berbentuk seperti lonceng yang menunjukkan bahwa
banyak
data
yang
terdapat pada
nilai
rata-ratanya. Bentuk
histogram yang miring atau tidak simetris menunjukkan bahwa banyak data yang tidak berada pada nilai rata-ratanya tetapi kebanyakan datanya berada pada batas atas atau bawah. 2.8.6 Peta Kendali (Control Chart) Peta kendali adalah suatu alat yang secara grafis digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi apakah suatu aktivitas/ proses berada dalam pengendalian kualitas secara statistika atau tidak sehingga dapat memecahkan masalah dan menghasilkan perbaikan kualitas. Peta kendali menunjukkan adanya perubahan data dari waktu ke waktu, tetapi tidak menunjukkan penyebab penyimpangan meskipun penyimpangan itu akan terlihat pada peta kendali. Peta kendali digunakan mendeteksi
untuk
membantu
adanya penyimpangan dengan cara menetapkan batas-batas
kendali:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
1. Upper control limit/ batas kendali atas (UCL) merupakan garis batas atas untuk suatu penyimpangan yang masih diijinkan. 2. Central line/ garis pusat atau tengah (CL) merupakan garis yang melambangkan tidak adanya penyimpangan dari karakteristik sampel. 3. Lower control limit/ batas kendali bawah (LCL) merupakan garis batas bawah untuk suatu penyimpangan dari karakteristik sampel. Berikut yang merupakan bentuk-bentuk penyimpangan adalah;
Gambar 2. 5 Bentuk-Bentuk Penyimpangan Control Chart
2.9 Six Sigma Sigma (σ) merupakan sebuah abjad Yunani yang menunjukkan standar deviasi dari suatu proses. Standar deviasi mengukur variasi atau jumlah persebaran suatu rata-rata proses. Nilai sigma dapat diartikan seberapa sering cacat yang mungkin terjadi. Jika semakin tinggi tingkat sigma maka semakinkecil toleransi yang diberikan pada kecacatan sehingga semakin tinggi kapabilitas proses, dan hal itu dikatakan semakin baik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Dalam esensinya, Six Sigma menganjurkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara cacat produk dan produk yang dihasilkan, reliability, costs, cycle time, inventory, schedule, dll. Bila jumlah cacat yang meningkat, maka jumlah sigma akan menurun. Dengan kata lain, dengan nilai sigma yang lebih besar maka kualitas produk akan lebih baik. Pengertian Six Sigma yang menurut Gaspersz, V. (2002) yang termuat dalam bukunya yang berjudul Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO 9001:2000, MBNQA dan HACPP adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) untuk setiap transaksi produk (barang dan/atau jasa), upaya giat menuju kesempurnaan (zero defect / kegagalan nol ) Dari beberapa definisi yang telah disebutkan maka dapat diambil kesimpulan bahwa Six Sigma adalah sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, mempertahankan, dan memaksimalkan sukses bisnis. Six Sigma secara unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data, analisis statistik, dan perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki, dan menanamkan kembali proses bisnis.
2.10 Karakteristik Kualitas (CTQ) Karakteristik kualitas (Critical To Quality / CTQ) adalah atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan -
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu produk, proses, atau praktek-praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan. Pada umumnya, karakteristik-karakteristik kualitas yang dipertimbangkan adalah sebagai berikut : 1. Kualitas produk 2. Dukungan purna-jual 3. Interaksi antara karyawan (pekerja) dan pelanggan
2.11 Kapabilitas Proses Kapabilitas proses merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses tersebut mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
Gambar 2. 6 Kapabilitas Proses
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
2.12 Definisi DPMO (Defect per Million Opportunities) Defect adalah kegagalan untuk memberikan “apa yang diinginkan oleh pelanggan?, sedangkan Defect Per Opportunities (DPO) merupakan ukuran kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kualitas Six Siqma, yang menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan per satu kesempatan, dan dihitung dengan formula: DPO =
Banyaknya cacat yang ditemukan Banyaknya unit yang diperiksa X jumlah CTQ
Besarnya DPO ini apabila dikalikan dengan konstanta 1.000.000 akan menjadi formula: DPMO = DPO X 1.000.000 Defect per Million Opportunities (DPMO) merupakan ukuran kegagalan dalam program peningkatan Six Sigma, yang menunjukkan kegagalan per satu juta kesempatan. Target dari pengendalian kualitas Six Sigma Motorola sebesar 3,4 DPMO seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat dari satu juta unit output yang diproduksi, tetapi diinterpretasikan sebagai dalam satu unit produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan gagal dari suatu karakteristik CTQ adalah hanya 3,4 kegagalan per satu juta kesempatan (Gaspersz,V. 2002). Tingkat sigma sering dihubungkan dengan kapabilitas proses, yang dihitung dalam defect per milion opportunities. Beberapa tingkat pencapaian sigma:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Tabel 2. 1 Tingkat Pencapaian Sigma Prosentase yang memenuhi
DPMO
spesifikasi
Level
Keterangan
Siqma
31%
691.462
1-sigma
Sangat tidak kompetitif
69.20%
308.538
2-sigma
Rata-rata industry indonesia
93.32%
66.807
3-sigma
99.379%
6.210
4-sigma
99.977%
233
5-sigma
99.99977%
3,4
6-sigma
Rata-rata industry USA Industry kelas dunia
Sumber : Gasperz, V. 2002
2.13 Siklus DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) Six Sigma menggunakan alat statistik untuk mengidentifikasi beberapa faktor vital, Siklus DMAIC merupakan proses kunci untuk peningkatan secara kontinyu menuju target Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta (systematic, scientific, and fact based). Berikut ini adalah tahapan dalam siklus DMAIC (Breyfogle., and Forrest, W, 2003) dan langkahlangkah yang harus dilaksanakan pada setiap tahap: 2.13.1 Define (D) Tahap Define merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Dalam tahap Define dilakukan identifikasi proyek yang potensial, mendefinisikan peran orang-orang yang terlibat dalam proyek Six Siqma, mengidentifikasi karakteristik kualitas kunci (CTQ) yang berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan dan menentukan tujuan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
2.13.2 Measure (M) Measure merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, terdapat beberapa hal pokok yang harus dilakukan yaitu: 1. Melakukan dan mengembangkan rencana pengumpulan data yang dapat dilakukan pada tingkat proses, dan/atau output. 2. Mengukur kinerja sekarang (current performance) untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja pada awal proyek Six Sigma. 2.13.3 Analyze (A) Merupakan langkah operasional ketiga dalam peningkatan kualitas Six Sigma. Sebenarnya target dari program Six Sigma adalah membawa proses industri pada kondisi yang memiliki stabilitas (stability) dan kemampuan (capability), sehingga mencapai tingkat kegagalan nol (zero defect oriented). 2.13.4
Improve ( I )
Setelah sumber-sumber dan akar penyebab permasalahan kualitas teridentifikasi, maka perlu dilakukan penentapan rencana tindakan (action plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Siqma, yaitu dengan tools: Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) yang mendiskripsikan tentang alokasi sumber-sumber daya serta prioritas dan atau alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari rencana itu. 2.13.5
Control ( C )
Merupakan tahap operasional terakhir dalam proyek peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini prosedur-prosedur serta hasil-hasil
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
peningkatan kualitas didokumentasikan untuk dijadikan pedoman kerja standart guna mencegah masalah yang sama atau praktek-praktek lama terulang kembali, kemudian kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada penanggung jawab proses, dan ini berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini.
2.14 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk mengidentifikasikan dan mendahulukan masalah-masalah potensial (kegagalan). Dengan berdasarkan aktivitas tim pada FMEA maka seorang manajer, tim perbaikan atau penanggung jawab proses dapat memfokuskan energi dan sumber daya pada pencegahan, monitoring, dan rencana-rencana tanggapan yang paling mungkin untuk memberikan hasil.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
2.15 Kerangka Pemikiran TEMA
MASALAH Banyaknya cacat produk yang dihasilkan oleh PT Krakatau Steel sehingga dapat menimbulkan rasa tidak puas konsumen yang berdampak pada minimumnya profit perusahaan
Peningkatan kualitas produk dengan menggunakan metode Six Sigma
OBJEK PENELITIAN Produk Baja Cold Rolling Coil TUJUAN Mengukur tingkat sigma perusahaan, menganalisa faktor penyebab kegagaglan, serta merencanakan perbaikan untuk meningkatkan kualitas dan revenue produk
JUDUL Pengendalian Kualitas Produk Cold Rolling Coil pada Lini Continuous Picking Line dengan Menggunakan Six Sigma
Produk
Indentifikasi kegagalan produk pada internal perusahaan
Mengidentifikasi penyebab kegagalan produk
HASIL AKHIR Dapat mengurangi tingkat kegagalan produk menuju zero defect sehingga kualitas dan revenue produk meningkat
Gambar 2. 7 Flowchart Kerangka Pemikiran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
Tabel 2. 2 Studi Jurnal Referensi
NO. 1.
PENULIS Ganguly, 2012
JUDUL METODOLOGI DMAIC steps Improvement Process For Rolling Mill Through The Dmaic Six Sigma Approach
HASIL PENELITIAN Dengan six sigma, siklus waktu berkurang dari 47 hari ke 20 hari sehingga mengurangi inventory, masalah slip baja bisa teratasi, memastikan kelancaran operasi
2.
Roy. et al, 2013
Productivity Improvement of a Fan Manufacturing Company by using DMAIC Approach: A SixSigma Practice
DMAIC metodology
Peningkatkan produksi dengan efisiensi telah diperbaiki dari 64,31% hingga 83.60%, dengan menerapkan jalur penyeimbangan, produktivitas meningkat dari 240 menjadi 312 per hari dengan mengurangi Cacat.
3.
Bratić, 2011
Six Sigma: A Key Driver for Process Improvement
Six sigma, Process Improvement.
Adanya korelasi kuat antara pembentukan Six Sigma kerangka kerja dan semua faktor-faktor perbaikan proses dan koordinasi dengan sistem manajemen pengetahuan juga. Korelasi kuat ditemukan dan antara manajemen puncak komitmen dan partisipasi, kerja sama dan komunikasi dan pemanfaatan
4.
Dey, Sharma, dan Dutt, 2013
Applications of Six Sigma in Electronics Industry – A case study
Data historis, analisis data dan kemudian secara sistematis menghilangkan penyebab Cacat dengan menggunakan teknik berbagai pemecahan
Sebelum memulai proyek, hasil proses pada tingkat sigma 3.87. Dengan kata lain proses ini menghasilkan 8890 Cacat dalam 1 juta kesempatan. Dengan menerapkan teknik-teknik sigma enam hasil proses ditingkatkan, sekarang tingkat kecacatan dikurangi menjadi Cacat 54 per 1 juta peluang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
NO. 5.
PENULIS Taneja, Manchanda, 2013
JUDUL Six Sigma an Approach to Improve Productivity in Manufacturing Industry
METODOLOGI DMAIC phase
HASIL PENELITIAN Telah ditemukan parameter variasi produk yang menjadi masalah besar dalam industri manufaktur. Dengan six sigma mampu melejitkan produktifitas di industry manufaktur
6.
Abreu. et al, 2012
Using Six Sigma to Improve Complaints Handling
DMAIC, Quality tools.
7.
Dewi, 2012
Minimasi Defect Produk Dengan Konsep Six Sigma
DMAIC, FMEA
8.
Ghiffari,Hars ono, dan Bakar, 2013
Analisis Six Sigma Proses DMAIC Untuk Mengurangi Jumlah Cacat Di Stasiun Kerja Sablon
Dengan six sigma waktu analisis dan variabilitas berkurang menjadi 49.8% sedangkan rata-rata waktu analisis 71.2% dengan deviasi standar) dan untuk bidang perangkat analisis waktu 15 hari adalah tidak melebihi saat ini, hasil penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Banuelas et al. (2005) dan Vanany dan Emilasari (2007) tentang aplikasi Six Sigma untuk mengurangi cacat (defect). 1. Penerapan metode Six Sigma mampu mengurangi nilai DPMO. Sebelum penerapan nilai DPMo adalah 590743. Setelah penerapan mejadi 290.741. Nilai sigma sebelum penerapan adalah 1,3 dan berubah menjadi 2,05 setelah penerapan 2. Selain itu penerapan metode Six Sigma mampu mengurangi biaya akibat kualitas rendah sebesar Rp. 205.042,-. 3. Berdasarkan proses perbaikan pada proses penjemuran diperoleh waktu penjemuran yang menghasilkan cacat dengan jumlah rendah yaitu 2 menit dengan 15 lembar.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
NO. 9.
PENULIS Vitho, Ginting, dan Anizar, 2013
JUDUL Aplikasi Six Sigma Untuk Menganalisis Faktorfaktor Penyebab Kecacatan Produk Crumb Rubber Sir 20 Pada Pt. Xyz
METODOLOGI metode six sigma yaitu define, measure, analyze, improve dan control
HASIL PENELITIAN Terdapat faktor penyebab kecacatan produk crumb rubber SIR 20 paling dominan yaitu kadar PRI. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan adalah setting mesin dryer yang belum tepat, metode penjemuran yang masih salah, kurangnya pengawasan terhadap proses produksi pada saat penerimaan bahan baku. Usulan perbaikannya adalah menerapkan lama pengeringan pada burnerI selama 60 menit dengan suhu 135℃ dan lama penjemuran 7 samapai 12 hari
10.
Putra, 2010
Penerapan Metode Six Sigma Untuk Menurunkan Kecacatan Produk Frypan Di Cv. Corning Sidoarjo
menerapkan six sigma terdiri atas beberapa tahapan DMAIC
Dengan menggunakan metode Six Sigma ini dapat dicari target kinerja pada masing-masing sub proses yang berguna untuk menurunkan tingkat kecacatan produk. Jumlah prosentase tingkat kecacatan produk sebelum menetapkan target kinerja dengan menggunakan metode Six Sigma adalah sebesar 7,13% dari total produksi per tahun. Sedangkan jumlah prosentase tingkat kecacatan produk setelah menetapkan target kinerja dengan menggunakan metode Six Sigma adalah sebesar 6,71% dari total produksi per tahun.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
NO. 11.
PENULIS Hariri, Astuti dan Ikasari, 2013
JUDUL Penerapan Metode Six Sigma Sebagai Upaya Perbaikan Untuk Mengurangi Pack Defect Susu Greenfields
METODOLOGI Metode six sigma, pendekatan DMAIC
HASIL PENELITIAN Faktor-faktor yang menyebabkan kebocoran pack meliputi masalah pada mesin filling, terjatuh atau tertubruk forklift, ketidakhati-hatian pada proses stuffing, penempatan karton pada pallet yang tidak presisi, kesalahan/kecerobohan manusia, paper lembek, dan kelembaban yang tinggi. Dari beberapa faktor penyebab kebocoran pack prioritas perbaikan perlu ditujukan pada masalah mesin filling.
12.
Sulistiyowati, Supriyanto, dan Suef 2012
Integrasi Metode Servqual, Lean Dan Six Sigma Implementasi : Pt.Pln (Persero) Distribusi Jawa Timur, Apj Surabaya Selatan – Upj Ngagel
metode six sigma pendekatan DMAIC dan konsep lean six sigma
Dari perhitungan metode ServQual didapatkan nilai gap negative tertinggi pada atribut kesiagaan petugas gangguan 24 jam sebesar 0,0479, yang selanjutnya akan diintegrasikan pada metode Lean untuk diidentifikasi waste yang terdapat pada proses layanan gangguan pelayanan teknik PT.PLN UPJ Ngagel. Hasil perhitungan waste didapat bahwa waste terbobot tipe defect mempunyai nilai tertinggi sebesar 8,4. Sehingga waste defect akan dihitung nilai kapabilitas proses dari Critical To Quality (CTQ) untuk dikonversikan ke nilai sigma dan didapat nilai sigmanya adalah 4.54.
http://digilib.mercubuana.ac.id/