BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Staphylococcus sp. 1. Morfologi Stapylococcus sp. adalah bakteri berbentuk bulat atau kokus, susunannya tidak teratur atau bergerombol seperti anggur, merupakan bakteri Gram positif. Morfologi koloni pada media BAP yaitu koloni bulat, permukaan koloni mengkilat, dan cembung, tepi rata, membentuk pigmen kuning emas (S. aureus), putih porselin (S. epidermidis dan S. saprophyticus) dan memiliki sifat hemolisa beta (S. aureus), gama (S. epidermidis dan S. saprophyticus) (Abidin, 2013; Jawetz, et al., 2005). Genus Staphylococcus terdiri dari berbagai macam spesies kurang lebih memiliki 30 spesies. Tiga spesies Staphylococcus yang penting dan berkaitan secara klinik adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus saprophyticus (Harniza, 2009). Spesies Staphylococcus antara satu dengan yang lainnya dapat dibedakan dengan melihat sifat koagulasenya yaitu koagulase positif dan koagulase negatif. Staphylococcus aureus adalah bakteri yang membentuk koagulase positif, merupakan flora normal pada permukaan kulit, selaput mukosa manusia, dan bersifat patogen bagi manusia yang dapat menyebabkan keracunan makanan dan infeksi. Staphylococcus koagulase negatif merupakan patogen oportunistik (dalam habitat aslinya merupakan flora normal, tetapi dalam habitat lain dapat
6
7
menimbulkan infeksi terutama dalam keadaan imunitas yang lemah) seperti
Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus saprophyticus, sedangkan jenis spesies
lainnya
yaitu
Staphylococcus
capitis,
Staphylococcus
hominis,Staphylococcus lentus, Staphylococcus xylosus, Staphylococcus warneri, Staphylococcus cohnii, dan lain-lain (Yanti, 2004; Hasanah, 2013).
2.
Sifat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus sp. bersifat aerob sehingga pada uji katalase
menunjukkan hasil positif dan uji oksidase hasil negatif, pada uji katalase digunakan
untuk
membedakan
antara
famili
Micrococcaceae
dan
Streptococcaceae sedangkan pada uji oksidase digunakan untuk membedakan antara spesies Staphylococcus dan Micrococcus. Bakteri Staphylococcus sp. dapat tumbuh baik pada suhu optimum 370 C tetapi pembentukkan pigmen paling baik pada suhu kamar 20-250 C, dapat memfermentasi karbohidrat secara lambat, mengasilkan asam, resisten terhadap panas (Soemarno, 2000; Jawetz, et al., 2005).
3.
Patogenitas Bakteri Staphylococcus sp. dapat menyebabkan keracunan makanan dan
infeksi melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas di dalam jaringan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler yang dihasilkan yaitu dapat berupa protein termasuk enzim dan toksin (Abidin, 2013; Jawetz, et al., 2005). Sifat patogenitas pada Bakteri Staphylococcus sp. dapat dibedakan
8
berdasarkan enzim koagulase yang dihasilkan seperti yang telah disebutkan di atas yaitu: (Abidin, 2013; Hasanah, 2013; Indarti, 2009; Jawetz, et al., 2005; ) a. Staphylococcus aureus Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri dengan koagulase positif yang bersifat patogen. Enzim kaogulase adalah suatu protein yang mirip dengan enzim yang dapat menggumpalkan plasma sitrat. Serum bereaksi dengan koagulase menghasilkan esterase yang dapat meningkatkan aktivasi pembekuan sehingga terbentuk pengendapan fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat meghambat fagositosis. Tes koagulase digunakan untuk membedakan spesies Staphylococcus. Bakteri Staphylococcus aureus juga menghasilkan toksin yaitu: - Toksin hemolisin yang dapat melisiskan sel darah merah. - Enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan dan toksin tersebut dihasilkan ketika Staphylococcus aureus tumbuh pada makanan yang mengandung karbohidrat dan protein. b. Staphylococcus epidermidis Bakteri Staphylococcus epidermidis merupakan sebagian dari bakteri flora normal pada kulit manusia, saluran pernafasan dan saluran pencernaan makanan. Bakteri Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri dengan koagulase negatif yang tidak bersifat patogen, bersifat oportunis, bersifat non hemolitik,
dan
dapat
menyebabkan
bakteriemia
yaitu
masuknya
mikroorganisme melalui jalur intravena, melalui cairan intravena, kateter atau tempat tusukkan jarum.
9
c. Staphylococcus saprophyticus Staphylococcus saprophyticus merupakan bakteri dengan koagulase negatif, dapat menyebabkan infeksi saluran kencing pada wanita, selain itu bakteri ini juga merupakan penyebab penyakit sistitis selain Escherichia coli. Bakteri koagulase negatif lainnya seperti Staphylococcus capitis, Staphylococcus hominis, Staphylococcus lentus, Staphylococcus xylosus, Staphylococcus warneri, Staphylococcus cohnii, dan lain-lain juga dapat menyebabkan infeksi jika fungsi imunitas menurun tetapi hanya sedikit dijumpai.
4. Penyebaran Bakteri Staphylococcus sp. Bakteri Staphylococcus sp. merupakan bakteri floranormal permukaan kulit, selaput mukosa manusia, dan saluran pernafasan. Bakteri tersebut juga dapat ditemukan pada udara dan lingkungan. Penyebaran secara langsung dengan kontak fisik dapat dicegah dengan menjaga kebersihan kulit, mencegah pencemaran bakteri berpindah pada luka, lecet, dan makanan atau minuman (Irianto, 2006).
B. Keju 1.
Definisi keju Keju merupakan nama umum untuk kelompok produk makanan berbasis
susu yang difermentasi dan diproduksi di seluruh dunia dengan beragam rasa, tekstur dan bentuk (Fox, et al., 2004). Keju adalah salah satu produk olahan susu yang diperoleh karena terbentuknya koagulasi susu oleh rennet (enzim pencernaan
10
dalam lambung hewan penghasil susu). Bagian dari susu cair yang mengalami proses koagulasi akan membentuk substansi padat seperti gel yang disebut curd dan sejumlah besar air serta beberapa zat terlarut akan terpisah dari curd yang disebut whey (Anjarsari, 2010). Bahan baku keju yang diproduksi di dunia berasal dari susu sapi, namun susu dari hewan lainnya juga banyak digunakan (Hutagalung, 2008).
2.
Jenis Keju Menurut (Anjarsari, 2010) terdapat berbagai jenis keju yang diproduksi di
dunia. Keju memiliki banyak rasa, macam dan jenis yang berbeda-beda tergantung dari jenis susu yang digunakan, metode pembuatan, dan lama fermentasi atau pematangan. Secara umum keju diklasifikasikan berdasarkan konsistensi, lama fermentasi atau pematangan, dan tekstur. Berdasarkan konsistensi dan lama fermentasi atau pematangan keju digolongkan dalam beberapa kelompok yaitu : 1. Keju segar tidak mengalami proses pematangan, contohnya Cottage, Ricotta, Mascarpone, dan Mozzarella. Keju segar mengandung lebih dari 70% air, berbentuk seperti krim serta tidak begitu awet. 2. Keju lunak memiliki konsistensi yang empuk dan lembut serta memiliki kadar air 36-40% contohnya Brie, Camembert, Limburger, dan Feta. Dalam proses pembuatannya keju dimatangkan sekitar 2-4 minggu. 3. Keju iris semikeras memiliki konsistensi yang agak empuk, jika diiris mempunyai bentuk yang tetap contohnya Bel Paese, Blue cheese.
11
4. Keju keras mempunyai kadar air 25-36% contohnya Edam, Gouda, Cheddar, dan Parmesan. Masa pematangan keju keras minimal selama 3 bulan, keju yang sangat keras kadang dimatangkan sampai dengan 3 tahun. Berdasarkan terksturnya keju keras diklasifikasikan menjadi : 1. Tekstur tertutup Keju dibuat dengan melakukan pengepresan untuk mendapatkan tekstur yang diharapkan. Keju Cheddar merupakan salah satu contoh dari jenis keju bertekstur tertutup. 2. Tekstur terbuka Keju yang dihasilkan memiliki tekstur dengan lubang-lubang yang tidak beraturan pada permukaannya disebut juga tekstur granular. Contohnya Swiss cheese, dan Gruyere cheese.
3.
Komposisi Keju Produk olahan susu yang pertama kali dikenal adalah keju, bahan baku
keju dapat berupa susu penuh, susu skim atau susu yang sudah dikurangi kadar lemaknya. Keju merupakan produk olahan susu yang kaya akan protein, mineral berupa kalsium, dan fosfor serta vitamin (Hidayat, dkk., 2006). Komposisi keju ditunjukkan dalam istilah kelembaban dan total presentase lemak susu penuh yang berbeda antara keju satu dan lainnya. Presentase lemak dalam susu penuh antara 32-50%. Keju tanpa pematangan memiliki kelembaban sekitar 80%, lemak susu antara 0,5-4%. Keju dengan proses pematangan yaitu pada keju parut keras kelembaban sekitar 35% sampai sekitar 55% pada keju lunak (Ulfah, 2012).
12
4.
Pembuatan Keju Pembuatan keju harus mengikuti prosedur higienis dan menggunakan
peralatan yang tepat. Hal yang perlu dilakukan adalah melihat proses apa saja yang terlibat dan peralatan apa saja yang dilakukan. Menurut (Hidayat, dkk., 2006) prinsip pembuatan keju pada dasarnya adalah menghilangkan air, laktosa, dan beberapa mineral dari susu untuk menghasilkan massa padat protein dan lemak. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan keju yaitu susu, rennet ( enzim penggumpal), kultur bakteri, dan garam. Rennet menyebabkan penggumpalan pada protein susu terjadi perubahan pada bentuk cair menjadi gel, apabila gel dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil akan menyebabkan whey ( air dan laktosa ) akan terpisah dari curd ( padatan yang terdiri dari kasein ). Curd inilah yang akan diproduksi menjadi keju sesuai dengan jenis keju yang dikehendaki. Kultur bakteri asam laktat ditambahkan untuk membantu dalam proses pembentukan curd dan akan menentukan tekstur, aroma dan kadar air keju.
13
5.
Keju Cheddar
Gambar 1. Keju Cheddar
Keju cheddar merupakan keju keras dengan tekstur tertutup. Bahan baku pembuatan keju cheddar adalah susu dengan kadar lemak 48% dan kelembabannya 39%. Streptokoki asam laktat yang mesofilik merupakan mikroorganisme yang digunakan untuk memproduksi keju cheddar. Suhu saat pengolahan diatur rendah dan keasaman diatur tinggi selama proses berlangsung, kemudian ditambahkan dengan garam ,dipres atau ditekan, dan melalui gilingan yang berfungsi seperti ayakan atau gilingan berputar, setelah itu ditambahkan kapang, dipres atau ditekan, dan penambahan parafin sering kali dilakukan untuk mencegah evaporasi. Keju kemudian disimpan pada suhu 150C dengan tingkat kelembaban 88%. Pengontrolan kelembaban tidak terlalu penting tetapi suhu penyimpanan harus kurang dari 4-60C hanya untuk selama 4-10 bulan. Proses pematangan dapat terjadi karena adanya enzim yang dihasilkan oleh bakteri starter. Bentuk dari keju yang sudah masak yaitu berbentuk padat tetapi tidak keras. Proses dari pembuatan keju cheddar ini tidak jauh berbeda dengan pembutan keju keras lainnya, tetapi dalam keju cheddar perlu diperhatikan perbandingan antara kandungan kasein dan lemak yaitu biasanya 0,68-0,72.
14
Kultur yang digunakan adalah Streptococcus lactis, Streptococcus cremoris, Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis, dan beberapa jenis dari bakteri lainnya sesuai dengan keju yang ingin dibuat (Budiyanto, 2004). Menurut (Widiyanti, 2002) dalam proses pengolahan terjadi 3 proses metabolisme penting yaitu: 1.
Glikolisis Proses fermentasi laktosa akan menghasilkan D-laktat selanjutnya laktat
diubah menjadi CO2 dan H2O sehingga meningkatkan pH dan menstimulasi proteolisis. 2.
Lipolisis Kadar asam lemak bebas dalam keju merupakan indikator dari proses
pematangan dan akan menghasilkan flavour yang enak. 3.
Proteolisis Kasein akan didegradasi oleh koagulan untuk menghasilkan polipeptida
yang kemudian didegradasi oleh proteinase dan peptidase bakteri menjadi peptide dan asama amino yang kemudian dimetabolisme oleh bakteri starter selama proses pematangan/pemeraman. Proses ini akan mempengaruhi rasa dan tekstur pada hasil akhir pembuatan keju.
6.
Cara Pembuatan Keju Cheddar Cara membuat keju cheddar dari susu pasteurisasi yaitu pertama melalui
proses penggumapalan, pemotongan, dan pemasakan, sebelum pembuatan keju, susu biasanya menjalani perlakuan pendahuluan untuk menciptakan kondisi optimum selama proses produksi. Susu dimasukkan dalam bejana pada suhu 86 F
15
(300C) kemudian susu diinokulasikan dengan starter asam laktat yaitu Streptococcus lactis atau Streptococcus chemoris sebanyak 0,5%-1,0% untuk memproduksi asam, aduk dengan baik. Ekstrak rennet ditambahkan cukup banyak agar diperoleh gumpalan yang cukup keras kemudian diencerkan kurang lebih sebanyak 20 kali lipat dari volume dengan air dingin dan ditambahkan sedikit demi sedikit sambil susu diaduk dengan kuat setelah gumpalan keju menyatu dibiarkan terlebih dahulu sebelum dipotong-potong, setelah kurang lebih 25-30 menit gumpalan keju dipotong-potong menjadi kubus-kubus berukuran 3/8 – 1/2 inci. Whey akan terpisah dari bakal keju dari proses pemotongan tersebut, semakin kecil potongan bakal keju maka semakin banyak cairan yang keluar. Pengadukan dilakukan untuk mengeluarkan whey, setelah itu dilakukan pemanasan pada suhu 38,90C selama kurang lebih 45 menit. Pemanasan tersebut akan menyebabkan whey terpisah dan keluar dari bejana. Bakal keju dikumpulkan dan dibiarkan menggumpal dan menyatu menjadi massa yang padat (Anjarsari, 2010). Proses selanjutnya yang dilakukan yaitu cheddaring, penggilingan, penggaraman, pencetakan, dan pengepresan. Bakal keju yang sudah menyatu menjadi massa yang padat kemudian dilakukan proses cheddaring dengan memotong-motong menjadi potongan slab dan ditumpuk 2 atau 3 tumpukan dan sesekali dibolak-balikkan, proses ini dilakukan agar memungkinkan pembentukan asam berlanjut oleh tekanan dari berat tumpukan dan whey dapat keluar kembali. Proses ini berlangsung selama kurang lebih 2 jam dengan kadar asam mencapai 0,5-0,6%. Potongan-potongan slab digiling oleh mesin penggiling, pada proses ini lebih banyak lagi whey yang keluar dan produksi asam laktat masih terus
16
berlangsung. Kadar asam whey pada tahap ini harus mencapai 0,5% jika tidak maka whey tidak akan keluar dari bakal keju dengan baik yang akan mempengaruhi tekstur dan aroma. Bakal keju diberi garam dan dimasukkan ke dalam cetakan kemudian dipres. Pengepresan menyebabkan whey kembali keluar sehingga kandungan air keju akhir menjadi kurang lebih 37,5%. Garam selain berguna untuk memberikan rasa asin juga berfungsi sebagai pengawet. Kandungan garam yang diberikan 1,75-1,95%. Bakal keju kemudian ditempatkan dalam ruang yang cukup kering dengan kelembaban 60% pada suhu 600F selama 3-4 hari sampai bagian kulit dari keju mengering, setelah kulit mengering kemudian dicelupkan dalam parafin panas (100-1150C) untuk mencegah kehilangan air dan pertumbuhan jamur. Pematangan dilakukan dengan memeram keju muda untuk beberapa lama. Selama pematangan starter yang ditambahkan dan enzim-enzim proteolitik dalam rennet mengadakan perubahan-perubahan pada keju yaitu proses proteolisis, lipolisis, dan glikolisis. Pematangan dilakukan pada suhu sekitar 2-30C selama 2-6 bulan sampai satu tahun (Anjarsari, 2010; Wageningen University, 2014).
7.
Nilai Gizi Keju Cheddar Proses pembuatan keju pada tahap pemadatan dan fermentasi atau
pematangan akan meningkatkan nilai gizi dari keju. Kandungan protein, kalsium, karbohidrat, lemak, zat besi, dan fosfor dari keju akan menjadi lebih tinggi daripada susu segar. Mengonsumsi 100 g keju akan menambah kebutuhan kalsium sehari sebanyak 20-25%. Keju merupakan makanan yang sangat baik
17
untuk membantu pertumbuhan tulang dan gigi terutama pada anak-anak di masa pertumbuhan (Anjarsari, 2010). Berikut ini adalah tabel nilai gizi keju cheddar dalam 100 g : Tabel 2. Nilai Gizi Keju Cheddar per 100 g (Anjarsari, 2010) Protein
Lemak
Kalsium
Besi
Tiamin
Vit. A
Riboflavin
Vit. C
Asam nikotin
Energi
(g)
(g)
(g)
(g)
(g)
(g)
( mg )
( mg )
( mg )
( kkal )
26
33,5
800
0,5
0,4
310
0,5
0
8.
0,5
Penggunaan dan Penyajian Keju Cheddar Keju cheddar biasanya digunakan sebagai suatu bahan untuk adonan
membuat kue. Keju bisa dibeli sekaligus dalam jumlah banyak untuk kemudian disimpan sebagai stok selama satu minggu atau satu bulan (Koswara, 2007). Penyajian keju cheddar pada umumnya digunakan sebagai taburan atau isian dari makanan kecil atau jajanan, bahkan parutan atau irisan keju diisikan langsung ke dalam roti untuk dapat dikonsumsi secara instant (Mulyadi, 2004).
9. Penyimpanan Keju Menurut PERMENKES RI Nomor 1096/ MENKES/ PER/ VI/ 2011 dalam prinsip higiene sanitasi makanan cara penyimpanan bahan makanan yang harus dipenuhi adalah: a.
Tempat penyimpanan bahan makanan yang harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi bakteri, serangga, tikus, dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya.
b.
Penyimpanan harus memperhatikan prinsip FIFO (Frist In First Out) dan FEFO (Frist Expired First Out) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih
406
18
dahulu dan yang mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/ digunakan terlebih dahulu. c.
Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.
d.
Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai berikut: Tabel 3. Suhu Penyimpana Bahan Makanan No.
1.
Jenis bahan makanan
Daging, uadang olahannya
ikan, dan
Digunakan dalam waktu 3 hari atau kurang
1 minggu atau kurang
1 minggu atau lebih
- 5 0 s/d 00C
- 100 s/d – 5 0C
> -100C
2.
Telor, susu dan olahannya
50 s/d 70 C
- 5o s/d 00C
> - 50C
3.
Sayur, buah dan minuman
100C
100C
100C
4.
Tepung dan biji
250C atau suhu ruang
250C atau suhu ruang
250C atau suhu ruang
e.
Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm.
f.
Kelembaban penyimpanan dalam ruangan: 80% - 90%.
g.
Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu kurang lebih 100C.
h.
Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Jarak bahan makanan dengan lantai: 15 cm 2) Jarak bahan makanan dengan dinding: 5 cm
19
3) Jarak bahan makanan dengan langit-langit: 60 cm
10. Bakteri yang Digunakan pada Proses Pembuatan Keju Bakteri yang digunakan untuk membantu proses fermentasi pada keju adalah Streptococcus lactis, Streptococcus cremoris, Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis, dan beberapa jenis dari bakteri lainnya sesuai dengan keju yang ingin dibuat (Budiyanto, 2004).