BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prinsip-prinsip Perpindahan Panas Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali. Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat dan atau perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan. Perpindahan kalor/panas (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material[6]. Dimana perpindahan panas ini merupakan satu dari disiplin ilmu teknik termal yang mempelajari cara menghasilkan panas, menggunakan panas, mengubah panas, dan menukarkan panas di antara sistem fisik. Proses terjadinya perpindahan panas dapat dilakukan secara langsung, yaitu fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin tanpa adanya pemisah. Selain itu dapat juga dilakukan secara tidak langsung, yaitu bila diantara fluida panas dan fluida dingin tidak berhubungan langsung tetapi dipisahkan oleh sekat-sekat pemisah. Frank Kreith dan Mark S. Bohn[11] dalam bukunya mengklasifikasikan perpindahan panas dalam tiga bahagian yaitu : konduksi, konveksi, radiasi. Dimana ketiga hal tersebut dapat di ilustrasi dari proses sederhana berikut. Konveksi
Konduksi
Radiasi
Gambar 2.1 Prinsip proses perpindahan panas Sumber : http://budisma.net/2015/01/perpindahan-kalor-konduksi-konveksi-dan-radiasi.html
Gambar 2.1 menggambarkan adanya proses perpindahan panas konduksi pada batang, konveksi dari wadah menuju air atau api menuju batang serta perpindahan panas radiasi dari api menuju sekitarnya (tangan manusia).
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Perpindahan Panas Konduksi Pada gambar dibawah ini terdapat sebuah ilustrasi dimana sebuah batang silinder dengan material tertentu dimana tidak ada isolasi pada sisi terluarnya dan salah satu ujungnya dipanaskan dengan api sehingga kedua ujung permukaannya memiliki suhu yang berbeda yakni T1>T2. Seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini : T2
qx
T1
Gambar 2.2 Skematik perpindahan panas pada batang Sumber : http://maslatip.com/3-cara-perpindahan-panas.html
Akibat dari proses pemanasan seperti pada Gambar 2.2 maka perpindahan panas akan dialami oleh batang yaitu dari ujung batang T1 menuju ujung batang T2 yang terjadi secara konduksi. Kita dapat mengukur laju perpindahan panas qx, dan dapat menentukan qx bergantung pada variabel-variabel berikut : ΞT yakni perbedaan temperatur Ξx yakni panjang batang A
yakni luas penampang tegak lurus bidang
K
yakni konduktifitas panas dari material
Sehingga dapat dituliskan untuk nilai perpindahan panas konduksi dengan rumus sebagai berikut.[6]
qx = k A
Ξππ Ξx
..................................................(2.1)
pada Tabel 2.1 berikut merupakan nilai konduktivitas panas untuk beberapa material : Tabel 2.1 Tabel nilai konduktivitas termal untuk beberapa materil[11] Material Copper Aluminium Carbon steel, 1% C Glass
Thermal conductivity at 300 K (W/m K) 399.0 237.0 43.0 0.81
Universitas Sumatera Utara
Plastics Water Ethylene glykol Engine oil Freon (liquid) Hydrogen Air
0.2-0.3 0.6 0.26 0.15 0.07 0.18 0.026
2.1.2 Perpindahan Panas Konveksi Konduksi dan konveksi adalah membutuhkan media perantara dalam proses perpindahan panasnya. Namun pada konveksi membutuhkan gerakan fluida untuk dapat memindahkan panas. Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi sangat bergantung pada sifat-sifat fluida seperti viskositas dinamis ΞΌ, konduktivitas termal k, massa jenis Ο, dan spesifik panas Cp, dan dipengaruhi oleh kecepatan fluida Ρ΄. Konveksi juga bergantung pada bentuk dan kekasaran permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau turbulen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas secara konveksi adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel. Oleh karena itu, konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling kompleks. Meskipun konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju perpindahan panas secara konveksi berbanding lurus dengan perbedaan temperatur dan dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang pendinginan. Berikut adalah skematik perpindahan panas secara konveksi :
Gambar 2.3 Perpindahan panas secara konveksi Sumber : literatur 3 Yunus A Cengel
Pada Gambar 2.3 terlihat bahwa perpindahan panas konveksi terjadi dari permukaan benda panas menuju aliran udara pada sekitanya.
Universitas Sumatera Utara
Untuk nilai perpindahan panas secara konveksi dapat di tentukan dengan rumus :
qkonveksi = h As (Ts - Tβ) .............................................. (2.2) dengan
h : koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K) As : luas permukaan perpindahan panas (m2) Ts : temperatur permukaan benda (K) Tβ : merupakan temperatur lingkungan sekitar benda (K)
2.1.4 Perpindahan Panas Menyeluruh Dalam alat penukar kalor terdapat dua jenis fluida yang mengalir dan dipisahkan oleh dinding material berupa pipa, dimana perpindahan panas terjadi terhadap kedua fluida dengan perantaraan dinding solid tersebut. Perpindahan panas tersebut terjadi dengan beberapa tahap. Pertama, panas dari fluida panas akan berpindah panasnya menuju permukaan dinding yang terjadi secara konveksi. Kedua, panas akan berpindah melewati dingding solid menuju permukaan dinding fluida dingin yang terjadi secara konduksi, kemudian panas akan berpindah ke fluida dingin yang terjadi secara konveksi sehingga temperatur fluida dingin menjadi meningkat. Perpindahan panas untuk semuanya dapat dilihat pada Gambar 2.4 untuk tahanan panas (R) pada sebuah pipa :
Gambar 2.4 Jaringan tahanan panas pada alat penukar kalor Sumber : Literatur 3 Cangel halaman 671
Universitas Sumatera Utara
dimana subskrip i dan o pada gambar menunjukkan diameter dalam dan diameter luar tabung yang berada didalam dan permukaan luar tabung. Dalam sebuah alat penukat kalor nilai perpindahan panas radiasi tidak diperhitungkan
karena
permukaannya
diisolasi,
sehingga
hanya
terjadi
perpindahan panas konveksi dan konduksi seperti yang tampak pada tahanan panas diatas (Gambar 2.4). Untuk menentukan total tahanan panas [9] yang terjadi pada pipa tersebut adalah : R = Rtotal = Ri + Rdinding + Ro =
1
+
hi A i
ln (Do/Di) 1 + .................... (2.3) 2ο k L ho A o
Sehingga untuk perpindahan panas menyeluruhnya[9] adalah 1 UAs
=
1 Ui Ai
=
1 Uo Ao
= R ................................... (2.4)
A merupakan luas bidang aliran kalor yang terjadi untuk alat penukar kalor yang dapat ditentukan dengan persamaan : Ai = ο Di L dan Ao = ο Do L .............................. (2.5) Dan untuk menentukan perpindahan panas konveksi (h) yang terjadi dalam pipa di rumuskan dengan : h= Dimana,
k Nu D
....................................................... (2.6)
R : tahanan panas (k/W) k : konduktifitas panas dari material pipa (W/m.K) L : panjang alat penukar kalor (m) D : diameter pipa (m) h : perpindahan panas konveksi (W/m2K) U : perpindahan panas menyeluruh (W/m2K) Nu: bilangan Nusselt
Universitas Sumatera Utara
2.2 Alat Penukar Kalor Alat penukar kalor (heat exchanger) adalah sebuah alat yang berfungsi untuk mentransfer energi panas (entalpi) antara dua atau lebih fluida, antara permukaan padat dengan fluida, atau antara partikel padat dengan fluida, pada temperatur yang berbeda serta terjadi kontak termal[6]. Lebih lanjut, heat exchanger dapat juga berfungsi sebagai alat pembuang panas, alat sterilisasi, pasteurisasi, pemisahan campuran, distilisasi (pemurnian, ekstraksi), pembentukan konsentrat, kristalisasi, atau juga untuk mengontrol sebuah proses fluida. Alat ini sering digunakan dalam industri kimia, industri permesinan, pembangkit tenaga dan sebagainya. Satu bagian terpenting dari penukar kalor adalah permukaan kontak panas, karena pada permukaan inilah terjadi perpindahan panas dari satu zat ke zat yang lain. Semakin luas bidang kontak total yang dimiliki oleh penukar kalor tersebut, maka akan semakin tinggi nilai efisiensi perpindahan panasnya. Pada kondisi tertentu, ada satu komponen tambahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan luas total bidang kontak perpindahan panas ini, komponen tersebut adalah sirip. Sitompul Tunggul[16] dalam bukunya menyebutkan proses perpindahan panas yang terjadi dalam sebuah APK bisa terjadi dengan dua cara, yaitu : 1. APK langsung, dimana fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin ( tanpa adanya pemisah ) dalam suatu bejana atau ruangan tertentu, diantaranya : jet condensor, pesawat desuperheater dan lain-lain. 2. APK tidak langsung, dimana fluida panas tidak berhubungan langsung (indirect contact) dengan fluida dingin. Jadi proses pemindahan panasnya melalui media perantara, seperti pipa, pelat atau peralatan lainnya. Contoh alatnya antara lain : pemanas air pendahuluan pada ketel (ekonomiser), condensor pada turbin uap dan lain-lain. Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan koefisien perpindahan panas menyeluruh U yang memungkinkan untuk menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara kedua fluida
Universitas Sumatera Utara
terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan logarithmic mean temperature difference LMTD, yang sebanding dengan perbedaan temperatur ratarata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor. Ketika dua temperatur tidak diketahui maka dapat dianalisis dengan metode keefektifan-NTU. Alat penukar kalor juga sangat banyak digunakan dalam sebuah mesin pembangkit tenaga, salah satunya PLTA. Dalam mengoperasikan sebuah turbin dalam sebuah PLTA pasti membutuhkan pelumasan untuk memperlancar proses kerja mesin, diantaranya pelumasan pada turbine gate bearing dan thrust bearing yang memiliki temperatur operasi 40-60oC sehingga dibutuhkan alat penukar kalor yang dapat membuat suhu pada sistem pelumasan tersebut terjaga. 2.2.1 Klasifikasi Alat Penukar Kalor Terdapat banyak jenis alat penukar kalor yang sudah dipergunakan hingga saat ini yang dapat diklasifikasikan dalam berbagi tipe. Secara umum, alat penukar kalor dapat dibagi berdasarkan fungsinya, seperti yang diterangkan oleh Sitompul Tunggul[16] dalam bukunya tentang jenis alat penukar kalor berdasarkan fungsinya : a. Chiller Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperature yang rendah. Temperature fluida hasil pendinginan didalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan fluida
pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media pendingin biasanya digunakan amoniak atau Freon. Pada Gambar 2.5 diperlihatkan gambar untuk chiller dengan jenis sentrifugal :
Gambar 2.5 Chiller sentrifugal Sumber : http://clubchillercontrol.blogspot.co.id/2014_08_01_archive.html
Universitas Sumatera Utara
b. Kondensor Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas latent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat. Untuk kondensor yang sering digunakan pada pembangkit listrik dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut :
Gambar 2.6 Kondensor Sumber : https://ecanblue.wordpress.com/2014/01/09/peralatan-padapembangkit-listrik-tenaga-panas-bumi/
c. Cooler Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin coler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan (kipas), dimana pada Gambar 2.7 berikut adalah salah satu jenis cooler :
Gambar 2. 7 Coller Sumber : www.standardxchange.com/Tools/Portfolio/frontend/item.asp?reset=1&Itemid
Universitas Sumatera Utara
d. Evaporator Alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrigerant cair. Pada Gambar 2.8 berikut ditunjukkan merupakan rangkaian sederhana dari sebuah evaporator AC :
Gambar 2.8 Evaporator AC Sumber : https://www.google.com/search?q=evaporator&tbm
e. Reboiler Alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada penyulingan minyak pada Gambar 2.2, diperlihatkan sebuah reboiler dengan mempergunakan minyak (665 Β°F) sebagai media penguap, minyak tersebut akan keluar dari boiler dan mengalir didalam tube. Gambar 2.9 berikut adalah penampang dalam dan luar dari sebuang reboiler yang sering digunakan :
Gambar 2.9 Reboiler Sumber : http://megproduction.blogspot.co.id/2011/04/reboiler-design.html
Universitas Sumatera Utara
f. Heat Exchanger Alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu: β’ Memanaskan fluida dingin β’ Mendinginkan fluida yang panas Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan kebutuhannya. Pada Gambar 2.10 berikut diperlihatkan sebuah heat exchanger tipe shell and tube, dimana fluida panas masuk melalui cangkang (shell) dan fluida dingin masuk melalui tabung (tube)
Fluida dingin masuk
Fluida panas keluar
Pipa tabung Pipa cangkang Fluida dingin keluar Fluida panas masuk
Gambar 2.10 Konstruksi Heat Exchanger Sumber : https://grabcad.com/library
Dari beberapa jenis alat penukar kalor tersebut, Situmpul Tunggul[16] dalam bukunya mengklasifikasikan APK dalam berbagai tipe, diantaranya : 1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas a. Tipe kontak tidak langsung β’ Tipe dari satu fase β’ Tipe dari banyak fase β’ Tipe yang ditimbun (storage type) β’ Tipe fluidized bed b. Tipe kontak langsung β’ Immiscible fluids β’ Gas liquid β’ Liquid vapor
Universitas Sumatera Utara
2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir a. Dua jenis fluida b. Tiga jenis fluida c. N β Jenis fluida (N lebih dari tiga) 3. Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan a. Tipe penukar kalor yang kompak, Density luas permukaan > 700 m b. Tipe penukar kalor yang tidak kompak, Density luas permukaan < 700 m 4. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya terdapat cara konveksi 2 aliran c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 passaliran masingmasing d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi 5. Klasifikasi berdasarkan konstruksi a. Konstruksi tubular (shell and tube) β’ Tube ganda (double tube) β’ Konstruksi shell and tube Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod baffle) β’ Konstruksi tube spiral b. Konstruksi tipe pelat β’ Tipe pelat β’ Tipe lamella β’ Tipe spiral β’ Tipe pelat koil c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface) β’ Sirip pelat (plate fin) β’ Sirip tube (tube fin) β’ Heat pipe wall β’ Ordinary separating wall d. Regenerative β’ Tipe rotary
Universitas Sumatera Utara
β’ Tipe disk (piringan) β’ Tipe drum β’ Tipe matrik tetap 6. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran a. Aliran dengan satu pass β’ Aliran Berlawanan β’ Aliran Paralel β’ Aliran Melintang β’ Aliran Split β’ Aliran yang dibagi (divided) b. Aliran multipass a. Permukaan yang diperbesar (extended surface) β’ Aliran counter menyilang β’ Aliran paralel menyilang β’ Aliran compound b. Multipass plat
Untuk semua jenis apat penukar kalor diatas terdapat suatu terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular Exchanger Manufactureβs Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperature dan tekanan yang tinggi. Didalam standar mekanik TEMA, terdapat tiga macam kelas heat Exchanger, yaitu : 1. Kelas R, yaitu untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk industri minyak. 2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri. 3. Kelas B, yaitu alat yang biasa digunakan pada proses kimia.
Universitas Sumatera Utara
Dimana kelas R, C dan B semuanya adalah alat penukar kalor yang tidak dibakar, tidak sama dengan dapur atau ketel uap. Mesikipun banyak jenis alat penukar kalor, namun ada beberapa APK yang sering digunakan dalam hidup sehari-hari terutama yang sering digunakan dalam dunia industri. Berikut ini akan dijelaskan beberapa alat penukar kalor yang umum digunakan dalam dunia industri :
1. Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe) Heat exchanger ini menggunakan dua pipa dengan diameter yang berbeda. Pipa dengan diameter lebih kecil dipasang paralel di dalam pipa berdiameter lebih besar seperti pada gambar berikut : Fluida dingin masuk Fluida dingin keluar
Fluida panas keluar
Fluida panas masuk
Gambar 2.11 Heat Exchanger Tipe Double-Pipe Sumber : http://solidworkssimulation.blogspot.co.id/2012_09_01_archive.html
Dari Gambar 2.11 diatas perpindahan panas terjadi pada saat fluida kerja yang satu mengalir di dalam pipa diameter kecil, dan fluida kerja lainnya mengalir di luar pipa tersebut. Arah aliran fluida dapat didesain berlawanan arah untuk mendapatkan perubahan temperatur yang tinggi, atau jika diinginkan temperatur yang merata pada semua sisi dinding heat exchanger maka arah aliran fluida dapat didesain searah. Keuntungan dan kerugian penggunaan double pipe heat exchanger: a) Keuntungan β’ Penggunaan longitudinal tinned tubes akan mengakibatkan suatu heat exchanger untuk shell sides fluids yang mempunyai suatu low heat transfer coefficient.
Universitas Sumatera Utara
β’ Counter current flow mengakibatkan penurunan kebutuhan surface area permukaan untuk service yang mempunyai suatu temperature cross. β’ Potensi kebutuhan untuk ekspansi joint adalah dihapuskan dalam kaitan dengan konstruksi pipa-U. β’ Konstruksi sederhana dalam penggantian tabung dan pembersihan.
b) Kerugian β’ Bagian hairpin adalah desain khusus yang mana secara normal tidak dibangun untuk industri standar dimanapun selain ASME code. β’ Bagian multiple hairpin tidaklah selisih secara ekonomis bersaing dengan single shell dan tube heat exchanger. β’ Desain penutup memerlukan gasket khusus.
2. Shell And Tube Heat Exchanger Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di annulus sehingga terjadi perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular pitch (pola segitiga) dan square pitch (pola segiempat). Gambar 2.12 berikut adalah contoh APK dengan tipe shell and tube dengan pola segitiga:
Gambar 2.12 Shell and tube heat exchanger Sumber : http://www.southwestthermal.com/shell-tube-exchanger.html
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan dari shell and tube: 1. Konfigurasi yang dibuat akan memberikan luas permukaan yang besar dengan bentuk atau volume yang kecil. 2. Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk operasi bertekanan. 3. Menggunakan teknik fabrikasi yang sudah mapan (well-astablished). 4. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dapat dipilih jenis material yang digunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi. 5. Mudah membersihkannya. 6. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil. 7. Pengoperasiannya
tidak
berbelit-belit,
sangat
mudah
dimengerti
(diketahui oleh para operator yang berlatar belakang pendidikan rendah). 8. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga pengangkutannya relatif gampang
3. Plate Type Heat Exchanger Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti stainless steel atau tembaga. Plate dibuat dengan desain khusus dimana tekstur permukaan plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk ruang sempit antara dua plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plateplate menjadi seperti berlapis-lapis, susunan plate-plate tersebut tertekan dan bersama-sama membentuk saluran alir untuk fluida. Area total untuk perpindahan panas tergantung pada jumlah plate yang dipasang bersamasama, seperti Gambar 2.13 dibawah ini menunjukkan APK dengan tipe plate yang di alirkan dengan arah aliran cross flow atau aliran berlawanan
Gambar 2.13 Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent Sumber : http://pixhder.com/plate+and+frame+heat+exchanger+design
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Metode Log Mean Temperature Difference ( LMTD ) Dalam merancang ataupun memprediksi performansi alat penukar kalor, sangatlah perlu untuk menghubungkan antara laju perpindahan panas total terhadap temperatur fluida yang masuk dan keluar, koefisien perpindahan panas menyeluruh, dan luas permukaan total untuk laju perpindahan panas. Persamaan perpindahan panas antara fluida panas dan fluida dingin adalah setimbang. Seperti Gambar 2.14 dibawah ini yang menunjukkan kesetimbangan energi untuk dua fulida.
Gambar 2.14 Kesetimbangan energi total untuk fluida panas dan fluida dingin Sumber : literatur 5 Frank P Incropera, halaman 714
Frank Incropera[9] dalam bukunya mengatakan, jika q adalah laju perpindahan panas antara fluida panas dengan fluida dingin dan dengan mengabaikan perpindahan panas yang terjadi pada alat penukar kalor terhadap lingkungan, mengabaikan perubahan energi potensial dan energi kinetik, dan dengan mengaplikasikan persamaan energi steady, dan dalam hal ini fluida tidak mengalami perubahan fasa dan diasumsikan pada kondisi panas jenis yang konstan, maka diperoleh persamaan
q = αΉh cp,h (Th,i β Th,o) ............................................ (2.7a) dan
q = αΉc cp,c (Tc,o β Tc,i) ............................................ (2.7b) dimana temperatur dalam persamaan merupakan temperatur rata-rata fluida dalam lokasi yang ditentukan, dan persamaan diatas dapat digunakan untuk semua jenis alat penukar kalor. Metode Log Mean Temperature Difference atau Perbedaan temperatur rata-rata logaritma (LMTD) merupakan metode untuk menentukan nilai perbedaan temperatur yang terjadi dalam alat penukar kalor. Penentuan LMTD tersebut dipengaruhi oleh jenis kedua aliran fluida didalam pipa yaitu aliran sejajar (paralel flow), aliran berlawanan (counter flow), aliran menyilang (crosflow).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.1 Aliran Searah ( Paralel Flow ) Yaitu apabila arah aliran dari kedua fluida di dalam penukar kalor adalah sejajar. Artinya kedua fluida masuk pada sisi yang satu dan keluar dari sisi yang lain mengalir dengan arah yang sama. Karakter penukar panas jenis ini temperatur fluida yang memberikan energi akan selalu lebih tinggi dibanding yang menerima energi sejak mulai memasuki penukar kalor hingga keluar. Gambar 2.15 berikut adalah grafik bila aliran kedua fluida sejajar
Gambar 2.15 Skematik aliran sejajar Bila grafik aliran pararel seperti Gambar 2.15 maka akan berlaku persamaan sebagai berikut :
q = αΉh cp,h (Th,i β Th,o) = αΉc cp,c (Tc,iβ Tc,o) ......................... (2.8) dimana:
q
= laju perpindahan panas ( watt )
αΉ = laju alir massa fluida ( kg/s ) cp = kapasitas kalor spesifik ( j/kg.K ) T = suhu fluida (K) Bila asumsi nilai kapasitas kalor spesifik ( Cp ) fluida dingin dan panas konstan, tidak ada kehilangan panas ke lingkungan serta keadaan steady state, maka kalor yang dipindahkan :
q = U A βTRL ................................................. (2.9)
Universitas Sumatera Utara
dengan U = koefisien perpindahan panas secara keseluruhan ( W / m2. K) A = luas perpindahan panas (m2)
βTRL = Beda temperatur rata-rata βTRL = dimana :
βT1 β βT2
ln (βT1/βT2)
......................................... (2.10)
βT1 = Th,i β Tc,i
βT1 = Th,o β Tc,o
2.2.3.2 Aliran berlawanan (counter flow) Yaitu bila kedua fluida mengalir dengan arah yang saling berlawanan dan keluar pada sisi yang berlawanan. Pada tipe ini masih mungkin terjadi bahwa temperatur fluida yang menerima panas (temperatur fluida dingin) saat keluar
penukar kalor
lebih tinggi
dibanding temperatur fluida yang memberikan kalor (temperatur fluida panas) saat meninggalkan penukar kalor. Gambar 2.16 berikut adalah grafik untuk aliran bila kedua fluida saling berlawanan arah :
Gambar 2.16 Skematik aliran berlawanan Bila grafik aliran pararel seperti Gambar 2.16 maka akan berlaku persamaan sebagai berikut :
q = αΉh cp,h (Th,i β Th,o) = αΉc cp,c (Tc,o β Tc,i) ...................... (2.11) untuk menentukan nilai βTRL sama dengan aliran sejajar.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.3 Aliran menyilang ( Cross Flow ) Artinya arah aliran kedua fluida saling bersilangan. Contoh yang sering kita lihat adalah radiator mobil dimana arah aliran air pendingin mesin yang memberikan energinya ke udara saling bersilangan. Apabila ditinjau dari efektivitas pertukaran energi, penukar kalor jenis ini berada diantara kedua jenis di atas. Dalam kasus radiator mobil, udara melewati radiator dengan temperatur rata-rata yang hampir sama dengan temperatur udara lingkungan kemudian memperoleh panas dengan laju yang berbeda di setiap posisi yang berbeda untuk kemudian bercampur lagi setelah meninggalkan radiator sehingga akan mempunyai temperatur yang hampir seragam.
2.2.3 Metode Number of Transfer Unit ( NTU ) Metode log mean temperature difference dalam menganalisis penukar kalor berguna bila suhu fluida masuk dan suhu fluida keluar diketahui atau dapat ditentukan dengan mudah; sehingga LMTD dapat dihitung dan aliran kalor, luas permukaan, serta koefisian perpindahan panas dapat dihitung. Namun apabila hanya temperatur fluida masuk saja yang diketahui maka metode LMTD tidak dapat digunakan. Maka dari itu dibutuhkan pendekatan alternatif yang lain yaitu metode keefektifan NTU. Dimana metode efektivitas ini mempunyai beberapa keuntungan untuk menganalisis permasalahan dimana kita harus membandingkan berbagai jenis penukar kalor guna memilih jenis yang terbaik untuk melaksanakan suatu tugas pemindahan kalor tertentu. Metode NTU-efektivitas merupakan metode yang berdasarkan atas efektifitas penukar panas dalam memindahkan sejumlah panas tertentu. Metode NTU-efektifitas juga mempunyai beberapa keuntungan untuk menganalisa soal β soal di mana harus dibandingkan berbagai jenis penukar panas guna memilih jenis yang terbaik untuk melaksanakan sesuatu tugas pemindahan panas tertentu. Holman J P[1] mendefenisikan efektifitas penukar panas sebagai berikut Efektifitas = Ξ΅ =
Laju perpindahan
panas aktual
Laju perpindahan panas yang mungkin
=
ππππππππππππππ
ππππππππππππππππππ
......... (2.12)
Universitas Sumatera Utara
Laju perpindahan panas aktual yang terjadi pada sebuah alat penukar kalor dapat dihitung dari energi yang dilepaskan oleh fluida panas atau energi yang diterima oleh fluida dingin. Untuk menentukan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi pada sebuah alat penukar kalor, pertama sekali kita menganggap bahwa perbedaan temperatur maksimum yang berada pada sebuah alat penukar kalor adalah perbedaan antara temperatur masuk pada fluida panas dan pada fluida dingin, yakni ΞTmaks = Th,i β Tc,i Perpindahan panas pada sebuah alat penukar kalor akan mendapatkan nilai maksimum pada saat : 1. Fluida dingin dipanaskan hingga mencapai temperatur masuk fluida panas 2. Fluida panas didinginkan hingga mencapai temperatur masuk fluida dingin Kondisi pembatas diatas tidak akan dicapai kecuali kapasitas panas fluida panas dan fluida dingin adalah sama (Cc = Ch). Pada saat Cc β Ch, yang adalah merupakan kasus yang biasanya terjadi, fluida yang memiliki kapasitas panas yang lebih kecil akan memiliki perubahan temperatur yang lebih besar, sehingga berdasarkan pengalaman akan mencapai temperatur maksimum, dimana pada kondisi tersebut perpindahan panas akan berhenti. Sehingga laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi adalah : Q maksimum = Cmin (Th,i β Tc,i) ................................................. (2.13) Cmin diperoleh dari perhitungan Cc dan Ch yang lebih kecil. Ξ΅=
Q
=
Qmaksimum
Cc (Tc,o β Tc,i) Ch (Th,i β Th,o) = Cmin (Th,i β Tc,i) Cmin (Th,i β Tc,i)
...............................(2.14)
Dimana Incropera[9] menyebutkan sebuah syarat penentuan efektifitas yaitu : Bila Ch = Cmin, maka :
Ξ΅=
ππβ ππ βππβ ππ
................................ (2.15a)
Bila Cc = Cmin, maka :
Ξ΅=
ππππππ βππβ ππ
................................ (2.15b)
dimana :
ππβ ππ βππππππ
ππβ ππ βππππππ
Ch = αΉh cp,h atau Cc = αΉc cp,c ................................ (2.16) Cc dan Ch adalah kapasitas panas fluida dingin dan kapasitas panas fluida panas.
Universitas Sumatera Utara
Keefektifan sebuah alat penukar kalor bergantung pada bentuk dan ukuran alat penukar kalor dan arah aliran yang terjadi. Oleh karena itu, perbedaan tipe pada alat penukar kalor akan menghasilkan persamaan keefektifan yang berbeda. Untuk alat penukar kalor tipe shell and tube J P Holman[6] menulisakan persamaan penentuan efektifitasnya sebagai berikut :
Ξ΅ = 2[1 + πΆπΆ +
1
1+ exp (βππππππ(1+πΆπΆ 2 )2 )
1 1β exp (βππππππ(1+πΆπΆ 2 )2
)
1
(1 + πΆπΆ 2 )2 ]β1 ..................... (2.17)
dimana nilai C diperoleh dari persamaan berikut : C = Cmin/Cmax .................................................. (2.18) Dan nilai NTU (Number of Transfer Unit) diperoleh dari persamaan NTU =
UA Cmin
................................................... (2.19)
Selain dari persamaan diatas yang dibedakan berdasarkan tipe APKnya, dengan melihat hubungan antara efektifitas sebagai fungsi dari NTU dan C, nilai dari efektifitas dapat ditentukan melalui grafik yang menunjukan hubungan tersebut, berikut adalah grafik hubungan efektifitas, NTU dan C untuk semua jenis APK. Dimana Gambar 2.17 adalah grafik untuk alat penukar kalor tipe tabung sepusat dengan aliran sejajar dan berlawanan yang ditunjukkan sebagai berikut :
(a)
(b)
Gambar 2.17 Grafik efektifitas untuk (a) aliran sejajar (b) aliran berlawanan Sumber : literatur 3 Yunus A Cengel halaman 695
Universitas Sumatera Utara
Selain untuk tipe tabung sepusat terdapat juga grafik hubungan untuk tipe shell and tube. Gambar 2.18 berikut akan menunjukkan grafik untuk penukar kalor tipe shell and tube dengan satu/dua laluan cangkang dan 2,4,6,..,n laluan tabung sebagai berikut :
(a)
(b)
Gambar 2.18 Shell and tube (a) 1 shell-2,4,6, n, tube (b) 2 shell-,4,8, n, tube Sumber : literatur 6 Incropera halaman 726
Dan untuk alat penukar kalor tipe shell and tube dengan arah aliran yang menyilang untuk fluida bercampur dan tidak bercampur akan di tunjukkan Gambar 2.19 dibawah ini :
(a)
(b)
Gambar 2.19 Shell and tube cross flow (a) tidak bercampur (b) bercampur Sumber : literatur 6 Incropera halaman 727
Dari keenam grafik tersebut nilai efektifitas dapat ditentukan dengan menginterpolasikan nilai NTU terhadap efektifitas dengan melibatkan besarnya nilai Cmax/Cmin.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4
Faktor Pengotoran (fouling) dalam Alat Penukar Kalor Dalam ilmu perpindahan kalor fouling adalah pembentukan lapisan deposit
pada permukaan perpindahan panas dari bahan atau senyawa yang tidak diinginkan. Bahan atau senyawa itu berupa kristal, sedimen, senyawa biologi, produk reaksi kimia, ataupun korosi. Pembentukan lapisan deposit ini akan terus berkembang selama alat penukar kalor dioperasikan. Akumulasi deposit pada permukaan alat penukar kalor menimbulkan kenaikan pressure drop menurunkan efisiensi perpindahan
panas.
dan
Untuk menghindari penurunan
efisiensi APK terjadi secara terus menerus maka dilakukan pembersihan deposit tersebut supaya efisiensinya kembali meningkat. Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rf yang menjadi ukuran dalam tahanan termal. Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor. Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya kecepatan. Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya pada persamaan 2.3 dan persamaan 2.4 yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tipe tabung cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya menjadi : 1 UAs
=R=
1
R ln(D /D ) R 1 + Af,i + 2ο ok L i + Af,o + h A ............... (2.20) i o o o hi A i
Dimana Rf,i dan Rf,o adalah faktor kotoran permukaan dalam yang dan luar alat penukar kalor, berikut pada Tabel 2.3 adalah nilai Rf yang diperoleh untuk beberapa fluida dalam sebuah APK :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Faktor kotoran untuk berbagai fluida[9]. Fluid Distiled water, sea water, river water, boiled feedwater : Below 50 Β°C Above 50 Β°C Fuel oil Steam (oil-free) Refrigerants (liquid) Refrigerants (vapor) Alcohol vapors Air
Rf, m2. Β°C/W
0.0001 0.0002 0.0009 0.0001 0.0002 0.0004 0.0001 0.0004
2.3 Aliran fluida dalam pipa Aliran fluida di dalam sebuah pipa merupakan aliran laminar, aliran turbulen atau diantaranya. Osborne Reynolds (1841-1912), ilmuwan dan ahli matematika inggris, adalah orang yang pertama kali membedakan dua kasifikasi aliran ini dengan menggunakan sebuah peralatan sederhana seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini
Gambar 2.20 Eksperimen untuk menentukan jenis aliran Sumer : literatur 5 Bruce R Munson
Gmabar 2.20 menunjukkan jenis aliran tersebut tergantung pada kecepatan fluida yang melalui pipa dan dapat ditentukan dengan bilangan Reynolds (Re), yaitu perbandingan antara efek inersia dan viskos dalam aliran. Dari percobaan tersebut Osborne Reynolds menentukan rumus empiris untuk menenukan besarnya nilai bilangan Reynold dalam sebuah pipa .
Universitas Sumatera Utara
Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut [5] :
dengan,
π
π
π
π
=
ππππD ππ
................................................. (2.21)
Ο = kerapatan fluida (kg/m3) V = kecepatan aliran (m/s) D = diameter tabung (m) Β΅ = viskositas dinamik (kg/m.s)
Dari persamaan diatas dapat ditentukan apakah jenis aliran sebuah fluida dalam pipa merupakan aliran laminar, aliran turbulen dan juga aliran transisi, dimana untuk nilai bilangan Reynoldnya diberi batasan untuk setiap jenis aliran. Bambang Triadmodjo[17] dalam bukunya menyatakan bahnwa sifat fulida dalam pipa ditentukan oleh besarnya bilangan Reynold yang diperoleh fluida, yaitu : -
Untuk nilai Re β€ 2000 maka sifat fluida merupakan aliran laminar
Untuk nilai Re β₯ 4000 maka sifat fluida merupakan aliran turbulen
Untuk nilai 2000 < Re > 4000 maka sifat fluida merupakan aliran transisi.
Jika penampang saluran tempat fluida itu mengalir tidak berbentuk lingkaran penuh, maka disarankan untuk menggunakan korelasi perpindahan kalor tersebut didasarkan pada diameter hidraulik Dh yang didefeniskan sebagai berikut[6] : π·π·β = 4π΄π΄οΏ½ππ .................................................. (2.22)
dimana : A = Luas penampang (m2)
P = Keliling penampang (m) Dh = Diameter hidraulik (m) Sehingga persamaan 2.21 menjadi,
π
π
π
π
=
ππππ π·π·β ππ
.................................................... (2.23)
Universitas Sumatera Utara
Dengan menghitung bilangan Reynold, maka selanjutnya dapat ditentukan jenis aliran yang terjadi, yaitu ketika perbedaan temperatur antara permukaan pipa dengan fluida kerja besar, sangat penting untuk menghitung variasi kekentalan dengan temperatur. Dengan adanya bilangan Reynold maka dapat ditentukan bilangan Nusselt dari suatu fluida dalam pipa, dimana untuk mencari bilangan Nusselt bergantung pada besarnya bilangan Reynold (Re), bilangan Prandelt (Pr) dan parameter lainnya. Sieder dan Tate (1936) dalam buku Pitts Donald[10] merumuskan untuk menentukan Bilangan Nusselt rata-rata untuk aliran laminar yang berkembang pada sebuah pipa berpenampang lingkaran. Persamaan tersebut dikenal dengan persamaan Sieder dan Tate yakni : Re Pr D 1/3 ΞΌb 0,14 Nu = 1,86 οΏ½ οΏ½ οΏ½ οΏ½ ......................... (2.24) ΞΌs L
dengan syarat emua sifat fluida dihitung pada temperatur rata-rata fluida, kecuali ΞΌs dihitung pada temperatur permukaan pipa. Untuk aliran turbulen berkembang penuh didalam pipa yang halus, sebuah persamaan sederhana untuk menghitung bilangan Nusselt dapat diperoleh yang dikenal dengan persamaan Colburn : Nu = 0,023 Re0,8 Pr1/3 ................................... (2.25) dengan syarat bahwa : 0,7 β€ Pr β€ 160 Re > 10000 Keakurasian persamaan diatas ditingkatkan
dan dimodifikasi yang dikenal
dengan persamaan Dittus-Boelter (1930) menjadi Nu = 0,023 Re0,8 Pr n .............................................. (2.26) dimana n =
0,4 untuk pemanasan fluida 0,3 untuk pendinginan fluida
Persamaan ini berlaku untuk 10000 < Re > 120000, 0,7 < Pr > 120, dan L/D > 60. Selain itu terdapat juga persamaan yang sedikit lebih akurat untuk aliran turbulen di dalam tabung yaitu persamaan Petukhow Nu =
(ππ/8)π
π
π
π
ππππ
2 ππ 1/2 1,07+12,7 οΏ½ οΏ½ ππππ 3 8
................................. (2.27) β1
Universitas Sumatera Utara
dimana f adalah faktor gesekan yang diperoleh dari diagram Moody atau untuk tabung halus dari persamaan : f = ( 0,790 ln Re β 1,64 )-2 ...................................... (2.28) Dimana :
Re : bilangan Reynold Pr : bilangan Prandelt Nu : bilangan Nusselt L : panjang APK (m) D : diameter pipa (m) Β΅
: viskositas dinamis (N.s/m2)
Selain menggunakan persamaan 2.28 diatas besarnya nilai faktor gesekan dapat ditentukan dengan metode interpolasi dari diagram, yang disebut diagram moody. Gambar 2.21 berikut adalah diagram Moody yang digunakan untuk menentukan nilai faktor gesekan :
Gambar 2. 21 Diagram Moody Sumber : literatur 5 Bruce R Munson
Universitas Sumatera Utara
2.4 Pendinginan Minyak Pelumas Sistem pelumasan merupakan salah satu sistem utama pada mesin, yaitu suatu rangkaian alat-alat mulai dari tempat penyimpanan minyak pelumas, pompa oli (oil pump), pipa-pipa saluran minyak, dan pengaturan tekanan minyak pelumas agar sampai kepada bagian-bagian yang memerlukan pelumasan. Tujuan utama dari pelumasan setiap peralatan mekanis adalah untuk melenyapkan gesekan, keausan dan kehilangan daya, namun tujuan lain dari pelumasan pada motor bakar adalah: 1. Menyerap dan memindahkan panas. 2. Sebagai penyekat lubang antara torak dan silinder sehingga tekanan tidak bocor dari ruang pembakaran. 3. Sebagai bantalan untuk meredam suara berisik dari bagian-bagian yang bergerak. Dari tujuan sitem pelumasan maka akan terjadi kenaikan temperatur pada minyak pelumas sehingga di perlukan alat untuk mendinginkannya agar dapat menjaga suhu minyak pelumas tidak terlalu tinggi yang disebut alat penukar kalor. Pendinginan dengan APK ini berfungsi untuk menyerap panas dari minyak pelumas sebagai akibat gesekan melalui konsep perpindahan panas. Pada dasarnya setiap minyak pelumas yang meninggalkan sistem yang dilumasinya memiliki suhu sekitar 70oC (pada bantalan poros turbin di sebuah PLTA) yang akan masuk menuju APK dan akan di dinginkan sehingga minyak pelumas akan keluar dengan suhu yang baru yaitu sesuai dengan suhu operasi yang di ijinkan (antara 40 oC β 60 oC) pada sistem pelumasan. Pelumas dapat dibedakan type/jenisnya berdasarkan bahan dasar (base oil), bentuk fisik, dan tujuan penggunaan. Dilihat dari bentuk fisiknya : β’
Minyak pelumas (lubricating oil)
β’
Gemuk pelumas (lubricating grease)
β’
Cairan pelumas (lubricating fluid)
Universitas Sumatera Utara
Dilihat dari bahan dasarnya : β’
Pelumas dari bahan nabati atau hewani
β’
Pelumas dari bahan minyak mineral atau minyak bumi
β’
Pelumas sintetis
Dilihat dari penggunaannya : β’
Pelumas kendaraaan
β’
Pelumas industri
β’
Pelumas perkapalan
β’
Pelumas penerbangan
Dilihat dari pengaturan atau pengawasan mutunya : a. Pelumas kendaraan bermotor : β’
Minyak pelumas motor kendaraan baik motor bensin /diesel
β’
Minyak pelumas untuk transmisi
β’
Cairan pelumas transmisi otomatis dan sistim hidrolis (Automatic transmission fluid & hydraulic fluid)
b. Pelumas motor diesel untuk industri : β’
Motor diesel putaran cepat
β’
Motor diesel putaran sedang
β’
Motor diesel putaran lambat
c. Pelumas untuk motor mesin 2 langkah : β’
Untuk kendaraan bermotor
β’
Untukm perahu motor
β’
Lain lain ( gergaji mesin, mesin pemotong rumput )
Minyak pelumas juga banyak digunakan dalam pembangkit tenaga seperti PLTA, PLTU khususnya pembangkit yang menggunakan turbin prancis. Dalam pengoperasian turbin tersebut terdapat beberapa bagian yang perlu dilumasi dengan minyak pelumas seperti : poros, generator dan lain-lain. Pada bagian poros terdapat bantalan seperti : thrust bearing dan turbine gate bearing pada bagian ini suhu pada sistem pelumasan harus dapat terjaga dengan rentang suhu sekitar 40oC
Universitas Sumatera Utara
hingga 60oC dan pelumasan dilakukan dengan sistem sirkulasi. Untuk menjaga hal tersebut maka dibutuhkan sebuah alat penukar kalor yang dapat menurunkan suhu keluaran dari pelumasan sebelum disirkulasi. Seperti data yang terdapat pada pembangkit listrik tenaga uap Suralaya (https://nurulnuha1.wordpress.com/2009/06/09/pltu-suralaya/), yaitu batasan suhu operasi pada : β’ Thrust bearing metal Temperature : 99oC β’ Tubine gate bearing : 77 oC β’ EH Oil temperature : dipertahankan sekitar 40oC β 60oC
Universitas Sumatera Utara