BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pernikahan 2.1.1. Definisi pernikahan. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, didalam bab 1 pasal 1 dinyatakan definisi perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Olson dan DeFrain (2006)
mendefinisikan pernikahan adalah komitmen yang terkait dengan emosi dan hukum dari dua orang untuk berbagi keintiman emosional dan fisik, bermacammacam tugas, dan sumber ekonomi. Strong, DeVault, dan Cohen (2008) mendefinisikan pernikahan sebagai pengakuan secara hukum penyatuan antara dua orang, umumnya laki-laki dan perempuan, yang mana mereka bersatsu secara seksual, bergabung dalam keuangan, dan mungkin melahirkan, mengadopsi, atau membesarkan anak. Keluarga menurut Winch (dalam DeGenova, 2008) adalah sekumpulan orang yang terkait satu sama lain melalui hubungan darah, pernikahan, atau adopsi yang tinggal bersama dan merupakan penganti fungsi dasar bermasyarakat.
12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
Dari definisi pernikahan dan keluarga di atas, dapat digambarkan bahwa pernikahan jika dikaitkan dengan keluarga berarti sebuah proses yang mengikat dua orang yang lazimnya adalah pria dan wanita secara hukum dan agama sehingga ikatan tersebut membuat mereka disebut sekumpulan yang tinggal bersama dan yang berguna untuk memerankan fungsi dasar bermasyarakat dengan cara melebur secara emosional, fisik, keuangan, seksual dan pengasuhan. 2.1.2. Tipe – tipe Pembagian peran dalam Perkawinan Kephart dan jedlicka ( 1991 ) membagi beberapa tipe pembagian peran didalam perkawinan, yaitu : 1. Traditional Role Arragements, dikarakteristikan dengan peran wanita sebagai pengasuuh, memiliki sikap yang patuh, dan terbatas untuk menjaga rumah, suami dan anak. sedangkan, laki-laki sebagai pencari nafkah dan bekerja serta memiliki peran yang dominan. 2. Role Sharing in Marriage, dimana pasangan akan membagi tanggung jawab untuk melakukan berbagai macam rumah tangga. Melengkapi penghasilan keluarga, melakukan pekerjaan rumah tangga, menjaga anak – anak, memelihara hubungan dengan keluarga, dan bersama – sama dalam pengambilan keputusan. 3. Random Role Assignment, dimana tidak ada perbedaan antara laki – laki yang bekerja dan wanita yang bekerja. Lebih melihat pada kemampuan, manfaat dan ketertarikan, sehingga peran ditetapkan secara acak atau random.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
2.1.3. Tahap awal pernikahan. Ted Huston dan Heidi Melz (dalam Strong, DeVault, & Cohen, 2008) menyatakan bahwa awal pernikahan diisi dengan kasih sayang, sehingga sedikit menimbulkan konflik. Pada satu tahun pertama, pasangan sudah dapat menunjukkan kasih sayangnya lebih dalam yaitu terutama terkait dengan seksual. Frekuensi dan intensitas terjadinya konflik juga berkurang, karena ketika pertengkaran terjadi maka pasangan diawal pernikahan ini akan menunjukkan kasih sayangnya, sehingga muncul adanya rasa bersalah. a. Menetapkan peranan dan tugas sebagai suami-istri. Penetapan peran ini biasanya diharapkan berdasarkan peran gender dan pengalaman. Weitzman (dalam Strong, DeVault, & Cohen, 2008) mengungkap ada empat asumsi tradisional mengenai tanggung jawab suami-istri: suami adalah kepala rumah tangga, suami bertanggung jawab mendukung keluarga, istri bertanggung jawab untuk pekerjaan rumah tangga, dan istri bertanggung jawab untuk mengurus anak. Namun, asumsi tradisional ini tidak selalu digambarkan dalam realitas pernikahan. Pasangan awal memulai dengan sejumlah tugas untuk suami-istri agar pernikahannya terbangun dan sukses. Tugas untuk penyesuaian yang terutama termasuk: 1) Menetapkan peranan suami-istri dalam pernikahan dan keluarga. 2) Menyediakan dukungan emosional bagi pasangan. 3) Menyesuaikan kebiasaan pribadi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
4) Negosiasi peran gender. 5) Menetapkan prioritas keluarga dan pekerjaan. 6) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi. 7) Mengelolah anggaran belanja dan financial. 8) Menetapkan hubungan dengan sanak-saudara. 9) Berpartisipasi dalam komunitas besar Whitebourne dan Ebmeyer (dalam Strong, DeVault, & Cohen, 2008) memaparkan bahwa pernikahan memiliki bentuk yang berbeda dalam membagi, menyelesaikan, dan memisahkan tugas. Oleh karena itu pasangan dalam pernikahan akan merasakan kesulitan lebih dari yang mereka pikirkan sebelumnya. Namun, ketika tugas-tugas ini dikerjakan dengan cinta dan kebersamaan, maka akan mengembangkan, memperkaya dan makin mengikat pernikahan tersebut. Dalam melakukan tugas tersebut, pasangan suami-istri memulainya dengan perundingan akan identitas yang akan dibawa dalam kehidupan rumah tangga. Menurut Blumstein
(dalam Strong, DeVault, & Cohen, 2008)
perundingan tentang identitas adalah proses interaksi untuk penyesuaian peran. Cara melakukan perundingan identitas dibagi menjadi tiga tahap (Strong, DeVault, & Cohen, 2008), yaitu: masing-masing pasangan mengidentifikasi peranan yang dilakukannya, masing-masing pasangan harus memperlakukan yang lain sesuai dengan peranannya, dan pasangan harus saling membicarakan untuk perubahan peranan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
b. Keadaan dan tekanan sosial. Bradbury dan Karney (dalam Strong, DeVault, & Cohen, 2008) menyatakan bahwa kesuksesan pernikahan secara garis besar dipengaruhi oleh hal-hal yang dari luar dan yang ada di sekeliling pasangan menikah tersebut. Keadaan-keadaan yang berpengaruh seperti pekerjaan, pengasuhan, kesehatan, teman, keuangan, sanak-saudara, dan pengalaman pekerjaan dapat mempengaruhi kualitas hubungan pernikahan. Oleh karena itu, meningkatkan kualitas pernikahan membutuhkan juga untuk memperbaiki dan mengurus keadaan yang ada. c. Perubahan Individu. Strong, DeVault, & Cohen (2008) memaparkan bahwa dalam usai 30an maka situasi dalam pernikahan akan berubah. Anak sudah mulai sekolah sehingga orang tua bisa sedikit lebih fokus pada karirnya. Wanita biasanya kembali bekerja dan mendapatkan kembali kekuasaannya dalam pernikahan. Laki-laki sudah mendapatkan posisi yang mapan dalam pekerjaannya. Mungkin pengalamannya tentang pekerjaan yang terdahulu terkadang membuatnya tertekan, namun kekecewaan tersebut dapat diatasi dengan kepuasan dan pemenuhan emosi dari keluarga. Seperti yang dijelaskan pada pasangan muda dengan usai 20-40 tahun yang umumnya berada pada tahapan awal pernikahan, maka banyak hal yang tidak diduga akan terjadi sebelumnya oleh pasangan. Pembagian tugas dan tanggung jawab, identitas, perubahan dan tekanan sosial, dan perubahan individu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
membuat banyak perubahan kehidupan awal pernikahan (Strong, DeVault, & Cohen, 2008). Hal utama yang mempengaruhi hubungan pernikahan dan juga merupakan hasil dari faktor-faktor tersebut adalah tuntutan bagi wanita untuk bekerja.. 2.1.4. Bentuk Pernikahan Unger dan Crawford (1992 ) menyebutkan bahwa ada tiga jenis bentuk pernikahan yaitu bentuk bentuk pernikahan tradisional, modern dan egalitarian. Ketiga bentuk pernikahan tersebut dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan pada tiga dimensi yang penting di dalam pernikahan yaitu : a) Dimensi Role Differentiation yaitu menentukan bagaimana pasangan suami istri mendefinisikan peran masing – masing dalam pernikahan tersebut ( Marital Roles). b) Dimensi Authorty yaitu menentukan bagaimana pembagian kekuasaan dalam pengambilan keputusan yang terpenting dalam keluarga berkaitan erat dengan marital power distribution. c) Dimensi Companionship yaitu dimana pasangan suami istri merasakan kebersamaan dalam menjalankan aktivitas- aktivitas pasangan mereka ( Peplau & Gordon; Scanzoni & Scanzoni dalam Unger & Crawford, 1992 ). dapat dijelaskan sebagai berikut ;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dengan demikian ketiga bentuk pernikahan
18
1) Pernikahan Tradisional yaitu suami harus mempunyai otoritas yang lebih besar daripada istri. Pembagian yang sangat jelas dibuat untuk membedakan tanggung jawab istri maupun suami. Suami berperan sebagai pencari nafkah dan ia adalah kepala keluarga, dimana istri adalah ibu rumah tangga yang bertanggung jawab mengurus rumah dan anak – anak. Istri pada pernikahan tradisional adalah ibu rumah tangga yang sepenuhnya tidak bekerja untuk mendapat bayaran sehingga istri tergantung pada suami secara financial. Pasangan di dalam pernikahan ini tidak dapat dilihat sebagai sahabat karena masing – masing mempunyai teman yang berbeda. dimana istrinya membina hubungan dengan tetangga, saudara perempuan atau kerabat – kerabatnya. sedangkan, lingkungan suami adalah teman kerjanya dan kerabat. Pola pernikahan tradisional banyak pada kelas sosial ekonomi rendah. pola pernikahan ini sudah berubah dalam berkembangnya zaman. tetapi, tetap masih banyak pasangan yang menjalani pernikahan tersebut. 2) Pernikahan Modern Yaitu istri sudah mulai bekerja di luar rumah dan mempunyai penghasilan. Penghasilan istri dianggap sebagai penambah penghsilan keluarga atau komplementer. pekerjaan istri diharapkan tidak mengganggu tanggung jawabnya di dalam mengurus rumah tangga dan anak –anak. Pasangan modern akan mendiskusikan tentang peran – peran mereka sebagai suami istri daripada hanya pasrah menerima seperti pada pasangan tradisional.tetapi, pada saat pelaksanaan peran tetap dipengaruhi oleh gender role
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
yang relatif tradisional. pasangan suami – istri pada pernikahan tersebut adalah menekankan pentingnya companionship dan berharap dapat menghabiskan waktu luang bersama keluarga. 3) Pernikahan Egalitarian yaitu dimana menekankan pada kesetaraan dimana istri maupun suami mempunyai power yang sama. pasangan suami istri juga berusaha membagi peran dan tanggung jawab secara setara tanpa memperhitungkan gender role. tugas rumah tangga sehari- hari dibagi berdasarkan minat dan kemampuan, bukan karena pekerjaan itu “pekerjaan laki-laki”atau “pekerjaan perempuan”.Pasangan pada pernikahan ini cenderung untuk menjadi sahabat karib dimana aktivitas dan segala aspek kehidupan dijalani bersama-sama secara setara. mereka juga berusaha untuk mengatasi perbedaan gender dalam mengekspresikan perasaan sehingga mereka saling terbuka secara afektif satu sama lain maupun terhadap anak- anak. 4) Pernikahan Dual-earner Pada pernikahan dual-earner, baik istri ataupun suami memiliki pekerjaan yang menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Dalam kebanyakan pernikahan dual-earner, pekerjaan
rumah tangga bukanlah
merupakan tanggungjawab yang setara dan saling menguntungkan. Dari penelitian ditemukan bahwa suami dari jenis pernikahan ini tidak menghabiskan waktu lebih lama dalam mengerjakan tugas rumah tangga daripada pria lain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
2.2. Kepuasan Pernikahan 2.2.1. Definisi kepuasan pernikahan. Kepuasan pernikahan menurut Bradbury, Fincham, dan Beach (dalam Laura,2013) merupakan pusat kesejahteraan bagi individu dan keluarga, serta dapat mempengaruhi tingkat perceraian. Schoen, Astone, Rothert, Standish, dan Kim (2002) mendefiniskan kepuasan pernikahan sebagai penilaian keseluruhan pada keadaan pernikahan dan refleksi untuk kebahagiaan dan fungsi perkawinan. Sedangkan dari prespektif revolusioner, Shackelford dan Buse (dalam Zainah, Nasir, Hashim, & Yusof, 2012) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan dapat dilihat dari sisi keadaan pengaturan mekanisme psikologis yang membantu melihat manfaat atau kerugian pernikahan pada orang tertentu. Dari beberapa definisi diatas, maka peneliti merumuskan bahwa kepuasan pernikahan yaitu pusat kesejahteraan bagi individu pada keadaan pernikahan dan merefleksikan mekanisme psikologis yang membantu melihat manfaat atau kerugian pernikahan dan fungsi dari pernikahan. 2.2.2 Faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan. Menurut Hendrick dan Hendrick ( 1992 ) terdapat dua factor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan ; A. Premarital factors. 1. Latar belakang ekonomi, dimana status ekonomi yang dirasakan tidak sesuai dengan harapan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
2. Pendidikan, dimana pasangan yang memiliki pendidikan yang rendah akan merasakan kepuasan yang rendah karena lebih banyak mendapatkan stressor seperti penggangguran atau tingkat penghasilan yang rendah. 3. Hubungan dengan orang tua yang akan mempengaruhi sikap pasangan terhadap romantisme, pernikahan dan perceraian. B. Postmarital factors. 1. Kehadiran anak sangat berpengaruh terhadap menurunnya kepuasan pernikahan terutama pada wanita ( Bee & Mitchel,1984 ). Penelitian menunjukkan bahwa dengan bertambahnya anak dapat menambah stress pasangan dan mengurangi waktu bersama pasangan ( Hendrick & Hendrick, 1992 ). Kehadiran anak dapat berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan suami istri dengan keberadaan anak. 2. Lama pernikahan, dimana yang dikemukakan Duval & Miller ( 1985 ) bahwa tingkat kepuasan tertinggi di awal pernikahan, kemudian menurun setelah kehadiran anak dan meningkat kembali setelah anak mandiri. C. Other factors. 1. Jenis kelamin, dimana seperti yang dikemukakan oleh Holahan & Levenson ( dalam Lemme, 1995) bahwa pria lebih puas dengan pernikahannya daripada wanita karena wanita pada umumnya lebih sensitif daripada pria yang menghadapi masalah dalam hubungan pernikahannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
2. Agama, dimana menurut Abdullah ( 2003 ) menyatakan bahwa jika seseorang mengawali segalanya dengan motivasi iman dan ibadah pada tuhan akan merasakan kepuasan di dalam hidupnya. 3. Pekerjaan, dimana pekerjaan yang memakan waktu cukup lama menyebabkan berkurangnya waktu yang dimiliki suami dan istri untuk anak-anak dan untuk mengurus rumah pekerjaan rumah tangga seperti ; membersihkan rumah, menyediakan makanan dan lain-lain. 2.3 Aspek-aspek kepuasan pernikahan. Dalam pengukuran PREPARE/ENRICH customized version digambarkan aspek-aspek yang terkait dengan kepuasan perkawinan (Olson, Larson, & Olson, 2009): 1. Komunikasi adalah kepercayaan, perasaan, dan sikap tentang hubungan komunikasi dengan pasangannya. Fokusnya pada perasaan nyaman satu dengan yang lain untuk mampu membagikan emosi dan pendapat penting, persepsinya pada kemampuan pasangan mendengarkan dan merbicara dan persepsi pada kemampuan sendiri untuk berkomunikasi dengan pasangan. 2. Penyelesaian konflik adalah kepercayaan, perasaan, dan sikap tentang keadaan dan pemecahan masalah dalam hubungan. Fokusnya pada keterbukaan pasangan dalam mengakui dan menyelesaikan isu-isu, strategi dan proses untuk mengakhiri perdebatan, dan tingkat kepuasan terhadap cara penyelesaian masalah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
3. Gaya dan kebiasaan pasangan adalah persepsi dan kepuasan dengan kebiasaan pribadi dan sifat perilaku pasangan. Fokus pada sifat, suasana hati, dan sikap keras kepala, serta bagi melihat secara keseluruhan/umum, keteguhan, dan kecenderungan diharapkan untuk dikendalikan. 4. Keluarga dan teman adalah perasaan dan perhatian tentang hubungan dengan rekan, sanak-saudara, dan teman. Fokus pada sikap keluarga dan teman terhadap pernikahan, harapan terkait jumlah waktu yang dihabiskan bersama keluarga dan teman, perasaan nyaman dengan keberadaan teman dan keluarga pasangan, dan persepsi untuk situasi yang dihasilkan karena konflik atau kepuasan. 5. Pengelolahan finansial adalah sikap dan perhatian mengenai cara mengelolah isu-isu ekonomi dalam hubungan dengan pasangan. Fokus pada apakah individu cenderung menyimpan atau menghabiskan uang, kesadaran dan perhatian tentang isu-isu kredit dan hutang, pehatian dengan bagaimana keputusan finansial untuk pembelian dibuat, perjanjian terkait berbagai hal finansial, pengelolahan keuangan, dan kepuasan dengan status ekonomi. 6. Aktifitas waktu luang adalah mengevaluasi pilihan pribadi dalam pengunaan waktu luang. Fokus pada aktifitas sosial dibandingkan dengan pribadi, aktifitas aktif dibandingkan dengan pasif, pilihan atau harapan yang saling berbagi dibandingkan dengan pribadi, serta apakah waktu luang harus dihabiskan bersama atau seimbang antara aktifitas bersama dan terpisah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
7. Harapan berhubungan seksual adalah perasaan dan perhatian mengenai kasih sayang dan hubungan seksual dengan pasangan. Fokus pada kepuasan
mengekspresikan
kasih
sayang,
tingkat
kenyamanan
mendiskusikan isu-isu seksual, sikap terhadap perilaku seksual, keputusan pengendalian angka kelahiran/rencana keluarga, dan perasaan tentang kesetiaan berhubungan seksual. 8. Kepercayaan spiritual adalah sikap, perasaan, dan perhatian tentang arti dari kepercayaan religius dan praktek dalam keadaan hubungan dengan pasangan. Fokus pada arti dan pentingnya agama, termasuk aktifitas di tempat ibadah, dan peranan kepercayaan religius yang diharapkan dimiliki dalam pernikahan. 9. Harapan pada pernikahan adalah harapan individual mengenai cinta, komitmen, dan konflik dalam hubungan. Fokus pada tingkatan harapan tentang pernikahan adalah realistis dan didasarkan pada gagasan objektif. 10. Peran dan tanggung jawab adalah kepercayaan, sikap, dan perasaan individu tentang peran dan tanggung jawab pernikahan dan keluarga. Fokus pada kepuasan dengan bagaimana tugas rumah tangga dan pengambilan keputusan dibagi. 11. Memaafkan adalah persepsi pasangan untuk kemampuannya memaafkan yang lain setelah konflik, penghianatan, atau dilukai. Melihat bagaimana pasangan meminta dan memberi maaf dalam hubungan. Bertanggung jawab, meminta maaf, membangun kembali kepercayaan, dan bergerak maju adalah hal yang paling penting.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Aspek-aspek yang digunakan dalam menentukan gambaran kepuasan pernikahan juga menurut Rumondor, Paramita, Geni, dan Francis (2012) dalam membangun Alat Ukur Kepuasan Pernikahan Masyarakat Urban menjelaskan ada sembilan aspek kepuasan pernikahan : 1. Komunikasi Komunikasi yang khas dan memuaskan karena, satu dengan yang lain saling memahami maksud masing-masing pasangannya. Baik dalam hal pekerjaan atau pendidikan yang dijalani oleh pasangannya. 2. Keseimbangan pembagian peran Peranan yang seimbang diantara pasangan. 3. Kesepakatan Diskusi yang setara diantara pasangan dan diantarannya yang lebih mamahami situasi dapat mengambil keputusan sehingga mencapai kesepakatan bersama. 4. Keterbukaan Bersedia mengungkapkan informasi tentang diri, pikiran, dan perasaan secara terbuka terhadap pasangan, termasuk didalamnya perencanaan keuangan dan gaji. 5. Keintiman. Waktu dihabiskan dengan pasangan untuk melakukan aktifitas bersama-sama, tanpa ada kehadiaran dari pihak yang lain. 6. Keintiman sosial dalam relasi. Perasaan nyaman sebagai pasangan untuk secara bersama-sama melakukan kegiatan yang terkait dengan lingkup sosial, seperti: menghadiri acara keluarga atau membantu kerabat/teman yang perlu bantuan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
7. Seksualitas. Secara bebas pasangan menentukan aktifitas seksualnya, baik dari tempat dan waktu, untuk memenuhi kebutuhan seksual dan timbul juga kesetiaan dalam berhubungan seksual dengan pasangan. 8. Finansial Pemenuhan kebutuhan finansial keluarga baik dari jumlah dan pembagian akan tanggung jawab finansial dengan pasangan. 9. Spriritualitas. Pemenuhan kebutuhan spiritualitas tercukupi selama ada dalam ikatan pernikahan dengan pasangan. Dari berbagai teori aspek kepuasan pernikahan. Maka, peneliti menyimpulkan
dan
menggunakan
aspek
kepuasan
pernikahan
menurut
Rumondor, Paramita, Geni dan Francis ( 2012 ) yaitu komunikasi, keseimbangan pembagian peran, kesepakatan, keterbukaan, keintiman, keintiman sosial dalam relasi, seksualitas, Finansial, dan spiritualitas. 2. 4 Keluarga 2.4.1. Definisi Keluarga Keluarga merupakan suatu lembaga sosial dasar dimana semua lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Yang didalamnya terdapat interaksi hubungan sosial antar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
keluarga (suami, istri dan anak-anak) dan yang saling membutuhkan maupun mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain, didalam keluarga lah karakteristik diri itu akan terbentuk menjadi sebuah kpribadian. Keluarga merupakan tempat dimana semua anggota (suami, istri, anak-anak) berkumpul untuk berbagi cerita suka maupun duka, suatu wadah tumpuhan untuk melepas lelah dari semua aktifitas yang telah dikerjakan diluar rumah dan sebagai tempat peristirahatan untuk melepas kepenatan dari kesibukan kerja baik dikantor maupun dipabrik yang telah dilakukan seharian diluar rumah. Setiap anggota keluarga memiliki tanggung jawab masing-masing dan saling memperkuat hubungan satu sama lain didalam keluarga tersebut demi keutuhan dan keharmonisan keluarga. Karena keluarga dianggap sangat penting dan menjadi pusat perhatian kehidupan individu, maka dalam kenyataannya fungsi keluarga pada semua masyarakat adalah sama. 2.4.2Fungsi dari Keluarga Fungsi keluarga adalah : a. Fungsi pengaturan keturunan Sebagian masyarakat tidak membatasi kehidupan seks pada situasi perkawinan, tetapi semua masyarakat setuju bahwa keluarga akan menjamin reproduksi. Karena fungsi reproduksi ini merupakan hakikat untuk kelangsungan hidup manusia dan sebagai dasar kehidupan sosial manusia dan bukan hanya sekadar kebutuhan biologis saja. Fungsi ini didasarkan atas pertimbanganpertimbangan sosial, misalnya dapat melanjutkan keturunan, dapat mewariskan harta kekayaan, serta pemeliharaan pada hari tuanya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
b. Fungsi sosialisasi dan pendidikan Fungsi ini adalah untuk mendidik anak mulai dari awal sampai pertumbuhan anak hingga terbentuk personalitynya.Anakanak itu lahir tanpa bekal sosial, agar anak dapat berpartisipasi maka harus disosialisasi oleh orang tuanya tentang nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itulah keluarga merupakan perantara diantara masyarakat luas dan individu.Perlu diketahui bahwa kepribadian seseorang itu diletakkan pada waktu yang sangat muda dan yang berpengaruh sangat besar sekali terhadap kepribadian seseorang adalah keluarga, khususnya seorang ibu. c. Fungsi ekonomi dan unit produks Dengan adanya fungsi ekonomi maka hubungan diantara anggota keluarga bukan hanya sekedar hubungan yang dilandasi kepentingan untuk melanjutkan keturunan, akan tetapi juga memandang keluarga sebagai sistem hubungan kerja. Dengan kata lain, suami tidak hanya sebagai kepala rumah tangga, tetapi juga sebagai kepala dalam bekerja. Jadi, hubungan suami istri-istri dan naka-anak dapat dipandang sebagai teman sekerja yang sedikit banyak juga dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan dalam kerja sama. d. Fungsi pelindung Fungsi ini adalah melindungi seluruh anggota keluarga dari berbagai bahaya yang dialami oleh suatu keluarga. Dengan adanya negara, maka fungsi ini banyak diambil alih oleh instansi negara. e. Fungsi penentuan status Jika dalam masyarakat terdapat perbedaan status yang besar, maka keluarga akan mewariskan statusnya pada tiap-tiap anggota atau individu sehingga tiap-tiap anggota keluarga mempunyai hakhak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
istimewa. Perubahan status ini biasanya melalui perkawinan.Hak-hak istimewa keluarga, misalnya menggunakan hak milik tertentu, dan lain sebagainya. f. Fungsi pemeliharaan Keluarga pada dasarnya berkewajiban untuk memelihara anggota-anggota yang sakit, menderita dan tua. Fungsi pemeliharaan ini pad setiap masyarakat berbeda-beda, akan tetapi sebagian masyarakat membebani keluarga dengan pertanggung jawaban khusus terhadap anggotanya bila mereka tergantung pada masyarakat. g. Fungsi afeksi Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang atau rasa dicintai. Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa kenakalan yang serius adalah salah satu ciri khas dari anak yang sama sekali tidak pernah mendapatkan perhatian atau merasakan kasih sayang. 2.4.3Bentuk keluarga. Terkait dengan tempat tinggal maka ada tiga cara keluarga membangun tempat tinggalnya (Williams, Sawyer, & Wahlstrom, 2006): 1. Neolocal-tinggal dirumah sendiri. Neolocal menjelaskan situasi dimana pasangan baru menikah membangun tempat tinggalnya sendiri. 2. Patrilocal-tinggal dengan keluarga suami. Pola ini yang paling sering digunakan diseluruh dunia. Jenis ini mengartikan situasi dimana pasangan baru menikah tinggal dirumah keluarga suami. 3. Matrilocal-tinggal dengan keluarga istri. Pola ini yang jarang digunakan. Jenis ini mengartikan situasi dimana pasangan baru menikah tinggal dirumah keluarga istri.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
2.4.4 Tahapan keluarga. Carter dan McGoldrick (dalam Santrock, 2008) mengambarkan siklus kehidupan bagi keluarga, yaitu: 1) Meninggalkan rumah dan menjadi dewasa muda yang lajang Tahap awal ini termasuk meluncurkan seorang remaja yang baru saja menjadi dewasa muda keluar dari keluarga asalnya. Perpisahan ini tidak mengartikan memutusakan ikatan dan emosional. Pelepasan dewasa muda ini juga merupakan waktu dimana memikirkan tujuan hidup, mengembangkan identitas, dan menjadi lebih mandiri sebelum menerima orang lain masuk dalam kehidupannya dan memiliki keluarga sendiri. 2) Bergabung dalam keluarga yang baru Pernikahan merupakan penyatuan dua sistem keluarga, sehingga muncul sistem keluarga ketiga berikutnya. Tahapan ini termasuk mengatur ulang teman dan kerabat. Penyatuan berbagai hal (peran gender, perbedaan budaya, dan jarak antar pasangan) yang dibawa atau yang diperoleh saat menikah oleh masingmasing pasangan terkadang bisa menjadi beban bagi pasangan untuk mengartikan hubungan tersebut bagi diri mereka sendiri. 3) Menjadi orang tua dan keluarga dengan kehadiran anak Tahapan ini menjadikan seseorang berpindah generasi menjadi pengasuh anak yang paling awal. Masuk tahap yang paling panjang ini membutuhkan komitmen sebagai orang tua, pemahaman tentang peran orang tua, dan bersedia menyesuaikan dengan perkembangan anak. Dalam tahap ini
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
pasangan akan mengalami banyak permasalahan tentang tanggung jawab sebagai orang tua. 4) Keluarga dengan anak remaja Remaja adalah masa dimana seseorang ingin menjadi mandiri dan mencari pengembangan jati diri. Proses ini berlangsung lama setidaknya 10 sampai 15 tahun. Pendekatan paling baik dalam mengatasi masa remaja ini adalah fleksibel dengan cara menyesuaikan dengan keadaan anak. Terkadang anak butuh untuk ditekan dan disisi lain dibebaskan. 5) Keluarga di masa pertengahan Pada tahap ini maka pasangan harus melepas anaknya, untuk masuk dalam generasi baru, dan menyesuaikan dengan perubahan. Dengan melepaskan anak yang sudah dewasa dapat membuat kehidupan masa pertengahan lebih bebas untuk melakukan berbagai aktifitas lainnya. 6) Keluarga di masa terakhir Pensiun mengubah gaya hidup keluarga, sehingga pada tahap ini diperlukan adaptasi. Ciri dari tahapan ini salah satunya adalah pasangan akan masuk ketahapan menjadi kakek-nenek. 2.5 Peran Gender . Peran gender didalam keluarga menurut Crosby, Jasker, Hood dan Thompson ( Santrock,2002 ) mengatakan bahwa terdapat perbedaan peran gender didalam rumah tangga. Wanita yang dalam hal ini seorang istri biasanya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
melakukan pekerjaan rumah tangga lebih banyak daripada suami. Adapun peran gender utama antara suami – istri dalam rumah tangga sebagai berikut ( Puadi, 2008 ) : Peran Suami
Peran Istri
Sebagai kepala keluarga yang
Seorang istri
secara hierarkis memiliki kewenangan
harus mengatur urusan
paling tinggi dalam keputusan – keputusan
rumah tangga dan
keluarga.
mempersiapkan kebutuhan hidup seharihari baik kebutuhan suami maupun anakanaknya.
Pencarian nafkah, penjagaan
Taat dan patuh
hubungan rumah tangga dengan
kepada suami dalam hal
masyarakat – masyarakat, dan urusan –
kebaikan berumah
urusan lain yang melibatkan rumah
tangga.
tangga dengan kehidupan sosial. Bertanggung jawab atas anak dan istrinya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sebagai pengatur keuangan keluarga.
33
2.6 Pasangan Bekerja 2.6.1 Wanita bekerja. Glass
(dalam
DeGenova,
2008)
menyatakan
dari
penelitiannya
menghasilkan ada perbedaan antara wanita yang bekerja di luar rumah dengan yang tidak. Wanita yang tidak bekerja di luar rumah akan fokus pada pekerjaan rumah tangga dan kehidupan seksualnya. Wanita yang bekerja separoh waktu maka memiliki anak lebih banyak dan tinggal dalam rumah tangga yang pemasukannya rendah. Wanita yang bekerja waktu penuh akan memiliki pendidikan yang lebih tinggi, memiliki sedikit anak, dan pemasukannya paling besar diantara yang lainnya. DeGenova (2008) menyatakan alasan ibu untuk bekerja bisa disebabkan karena masalah ekonomi maupun tidak. Alasan utama adalah kebutuhan finansial sehingga menyebabkan kedua pasangan harus bekerja. Faktor-faktor yang berpengaruh adalah inflansi, tingginya biaya hidup, dan keinginan untuk hidup lebih baik. Alasan yang bersifat non-ekonomi adalah pemenuhan pribadi, sehingga alasan ini muncul sebagai motif utama dari dalam diri. Kecenderungan wanita bekerja membuat mereka merasa terbebani, karena diharuskan bekerja dan mengurusi pekerjaan rumah tangga. Bagi pasangannya yaitu suami, hal ini bukan hal yang berpengaruh pada pekerjaan rumah suami. Namun, menurut Scanzoni (dalam DeGenova, 2008) wanita akan mencapai kepuasannya ketika suami mau berbagi pekerjaan rumah tangga dengannya secara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
adil. Terdapat pula beberapa hambatan yang dialami oleh wanita dalam perkembangan pekerjaanya (Williams, Sawyer, & Wahlstrom, 2006): 1) The Glass Celling. Kendala yang tidak terlihat terkait dengan prasangka, sehingga kesulitan pihak minoritas dan perempuan untuk naik tingkat dalam pekerjaannya. 2) The mommy track. Hochschild (dalam Williams, Sawyer, & Wahlstrom, 2006) menyatakan bahwa hal ini dapat membuat wanita menjadi fleksibel namun membuat mereka terpaksa melepaskan ambisi dan cita-citanya. Tantangan ini mengharuskan wanita membagi pekerjaanya dalam dua wilayah yaitu pekerjaan dan keluarga. 2.6.2 Dampak wanita dalam berkarir. 1. Dampak Positif Menjadi Wanita Karir. Dalam setiap pilihan tentunya mengalami keuntungan dan kerugian, Pilihan menjadi seorang ibu atau menjadi seorang wanita karir. Berikut adalah keuntungan menjadi seorang wanita karir : 1) Bertambahnya sumber financial. 2) Meluasnya network jaringan hubungan. 3) Tersedianya kesempatan untuk mennyalurkan bakat serta hobi, 4) Secara status sosial lebih dipandang. 5) Terbukanya kesempatan untuk mewujudkan citra diri yang positif. Dampak positif lain yang dialami seorang wanita karir yaitu ketika istri ikut bekerja mencari nafkah, beban suami akan berkurang ( Juanaidi, 2009 ).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
2. Dampak Negatif menjadi Wanita Karir. Kerugian – kerugian yang harus dihadapi seorang wanita karir adalah menerima cibiran atau pandangan sinis dari pihak lain bahwa dirinya melalaikan keluarga, suami dan anak (Etiawati, 2009 ). Kemampuan seorang istri sebagai manusia terbatas akan, maka akan membawa dampak negatif yang tidak bisa dihindarkan. Berikut adalah beberapa dampak yang ditimbulkan ( Junaidi, 2009 ): 1) Dampak terhadap wanita karir. Pekerjaan
yang
terus
menerus
dan
bersifat
resmi
akan
menimbulkan kesulitan bagi istri. Umumnya adalah letih atau lelah akibat terlalu banyak kerja,perasaan terluka akibat benturan yang dialaminya di tempat kerja, jauh dari rumah yang merupakan tempat dirinya berprofesisebagai wanita sejati, semakin berkurangnya sifat atau hubungan keibuan dengan sang anak, serta berpisah dengan anaknya yang merupakan belahan jiwanya. 2) Dampak terhadap rumah tangga Sebuah rumah yang tidak terdapat sosok ibu, bukanlah sebuah rumah. Didalamnya akan terjadi malapetaka dan kehancuran akan senantiasa mengintai. Kebahagiaan dan kehangatan suasana rumah tangga amat tergantung pada seorang ibu. Seorang ibuyang sibuk bekerja diluar rumah akan menjadi orang yang gampang tersinggung atau mmudah marah dikarenakan tubuh kecapean dan menyebabkan rumah tidak memiliki daya tarik, dan yang paling mengkhawatirkan adalah terabaikannya urusan dalam rumah tangga,terutama terhadap anak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
3) Dampak terhadap anak. Bagi sang anak, ketiadaan seorang ibu disampingnyakarena sibuk bekerja akan memicu terjadinya pedangkalan rasa cinta, kasih saying dan pedangkalan rasa cinta, kasih sayang dan belaian ibunya. Selain itu, ketiadaan seorang ibu dirumah atau disamping anak bisa menyebabkan anak manja dan suku menuntut. Hal Itu disebabkan anak dititipkan pada Orang lain, keluarga atau pembantu, dibelikan berbagai mainan,makanan, dan pakaian sebagai pengganti ibu yang tidak ada disisinya. Ada juga dampak lain yang berbahaya bagi seorang ibu tidak bisa mendampingi anaknya, yaitu dapat menjadikan sang anak berperilaku buruk, suka membantah, menentang dan gampang marah. 2.6.3 Peran ganda istri dalam keluarga Arti peran disni sudah jelas bahwasannya seorang yang memiliki tugas yang sudah menjadi kewajibannya untuk dijalankan yang sesuai dengan perannya, namun ada pula seorang yang menjalankan dua peran sekaligus walaupun itu sebenarnya bukan kewajibannya. Peran ganda yang seperti ini juga dijalankan oleh seorang wanita yang sudah menikah dan memiliki suami, didalam keluarganya dia memiliki peran ganda sebagai seorang istri atau ibu untuk suami sekaligus anak-anaknya(ibu rumah tangga) dan juga sebagai seorang pekerja mencari nafkah tambahan (wanita karir) berbagai macam pekerjaan dijalankannya untuk membantu suaminya mencari nafkah tambahan untuk memenuhi kebutuhan domestik keluarga maupun kebutuhan material yang dibutuhkan dalam keluarga.
http://digilib.mercubuana.ac.id/