BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi, karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Menurut Sunaryo dalam Wijayaningsih (2014) Perilaku adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan, Notoatmodjo dalam Wijayaningsih (2014) mendefinisikan perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organism yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Skiner dalam Notoatmodjo (2010) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses: StimulusOrganismeRespons, sehingga teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” (stimulus-organisme-respons). Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
8
9
1. Perilaku tertutup (covert behavior) Perilaku tertutup, terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. 2. Perilaku terbuka (overt behavior) Perilaku terbuka, ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior”. Perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari luar), meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentuk respon akan berbeda dari setiap orang. Faktor-faktor ini dapat dibedakan dari respon terhadap stimulus tersebut disebut “determinan perilaku”. Menurut para ahli psikologi kognitif-sosial, seseorang sering kali mentetapkan tujuan bagi diri mereka sendiri kemudian mengarahkan perilaku berdasarkan tujuan itu. Tujuan itu sendiri memotivasi mereka untuk menunjukkan perilaku yang sesuai (Latipah, 2012). Seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar, artinya perubahan perilaku organism adalah akibat pengaruh lingkungan (Sumanto, 2014). Perilaku juga dapat di artikan sebagai respon/reaksi individu terhadap stimulasi yang berasal dari luar dan atau dari dalam dirinya. Bentuk respon tersebut ada 2, yaitu:
10
1. Respon berupa tindakan yang dapat dilihat dari luar dan dapat diukur (Overt Behaviour), Contoh: berjalan, memukul, menangis, dan lain-lain. 2. Respon yang tidak berupa tindakan yang dapat dilihat langsung (Covert Behaviour), Contoh: pengertian, persepsi, sikap, dan lain-lain (Ali, 2010). Perilaku dari pandangan biologis, merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organism tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum, dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan itu, merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor keturunan, adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya, sedangkan lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010). 2.1.2 Determinan Perilaku Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.
11
Meski stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku (Notoatmodjo, 2007). Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. 2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku tertutup (covert), maupun perilaku terbuka (overt) seperti telah diuraikan sebelumnya, tetapi sebenarnya perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang bersangkutan. Dengan kerkataan lain, perilaku adalah merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara factor internal dan eksternal tersebut. Perilaku seseorang adalah sangat kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) dalam Notoadmojo (2010) seorang ahli psikologi pendidikan membedakan adanya 3 area, wilayah, ranah atau domain perilaku ini, yakni kognitif (cognitive), afektif (affective), dan Psikomotor (psychomotor). Kemudian oleh ahli pendidikandi Indonesia, ketiga domain ini diterjemahkan ke dalam cipta (kognitif)), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor), atau pericipta, perirasa, peritindak.
12
Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian domain oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3 tingkat ranah perilaku sebagai berikut : 1. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadp objek. Sebagian besar objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni : a. Tahu (Know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar, penyakit demam berdara ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes Agepti, dan sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaanpertanyaan misalnya : apa tanda-tanda anak kurang gizi, apa penyebab TBC, bagaimana cara melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya. b. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
13
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M (mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras, dan sebagainya, tempat-tempat penampungan air tersebut. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat
menggunakan
atau
mengaplikasikan
atau
mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan ditempat ia bekerja atau dimana saja, orang yang telah paham metodologi penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian dimana saja, dan seterusnya. d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan,
kemudian
mencari
hubungan
antara
komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Inidikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat
14
membedakan antara nyamuk Aedes Agepti dengan nyamuk biasa,dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi, dan sebagainya. e. Sintetis (syntetis) Sintetis menunjuk suatu kemaampuan seseorang untuk merangkum arau meletakkan satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintetis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dpat membuat atau meringkas dengan katakata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dan dapat mebuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada uatu criteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Misalnya seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutriai atau tidak, seorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana bagi keluarga, dan sebagainya. 2. Sikap (attitude) Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
15
(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell (1950) dalam Notoadmojo (2010) mendefenisikan sangat sederhana, yakni: “An individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to object”. Jadi jelas di sini
dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau
kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Newcomb, salah seorang ahli psikologi social menyatakan bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup (Notoadmojo, 2010).
Stimulus ( rangsangan)
Proses stimulus
Reaksi terbuka (tindakan)
Reaksi tertutup ( pengetahuan dan sikap)
Gambar 2.1 hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoadmojo,2010) Komponen pokok sikap : Menurut Allport (1954) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yakni :
16
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. Sikap orang terhadap penyakit kusta misalnya, berarti bagaimana pendapat atau keaykinan orang tersebut terhadap penyakit kusta. b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya factor emosi) orang tersebut terhadap objek. c. Kecenderungan orang untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah merupakan ancang-ancang untuk bertindak atau berprilaku terbuka (tindakan). Misalnya tentang contoh sikap terhadap penyakit kusta diatas, adalah apa yang dilakukan seseorang bila ia menderita penyakit kusta. Seperti
halnya
pengetahuan,
sikap
juga
mempunyai
tingkat-tingkat
berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut : a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseoorang terhadap periksa hamil (ante natal care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care di lingkungannya. b. Menanggapi (responding) Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya seorang ibu yang
17
mengikuti penyuluha ante natal tersebut ditanya atau diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudia ia menjawab atau menanggapinya. c. Menghargai (valuing) Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang postif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak dan mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons. Contoh butir a tersebut, ibuitu mendiskusikan ante natal care dengan
suaminya,
atau
bahkan
mengajak
tetangganya
untuk
mendengarkan penyuluhan ante natal care. d. Bertanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggunng jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau ada resiko lain. Contoh tersebut, ibu yang sudah mau mengikuti penyuluhan ante natal care, ia harus berani untuk mengorbankan waktunya, atau mungkin kehilangan penghasilannya, atau diomeli oleh mertuanya karena meninggalkan rumah, dan sebagainya (Notoadmojo, 2010). 3. Tindakan atau Praktik (practice) Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu factor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Seorang ibu hamil sudah tahu bahwa periksa kehamilan itu penting
18
untuk kesehatannya dan janinnya, dan sudah ada niat (sikap) untuk periksa kehamilan. Agar sikap ini meningkat menjadi tindakan, maka diperlukan bidan, posyandu, atau Puskesmas yang dekat dari rumahnya, atau fasilitas tersebut mudah dicapainya. Apabila tidak, kemungkinan ibu tersebut tidak akan memeriksakan kehamilannya (Notoadmojo, 2010). Praktik tindakan in dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yakni : a. Praktik terpimpin ( guided response) Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan. Misalnya, seorang ibu memeriksakan kehamilannya tetapi masih menunggu diingatkan oleh bidan atau tetangganya. b. Praktik secara mekanisme (mechanism) Apabila subjek atau seorang telah melakukan atau mempraktikan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis. Misalnya seoranvibu selalu membawa anaknya ke Posyandu untuk ditimbang, tanpa harus menunggu perintah dari kader atau petugas kesehatan. c. Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas. Misalnya menggosonk gigi, bukan sekadar gosok gigi, melainkan dengan teknik-teknik yang benar. Seorang ibu memasak memilih bahan
19
makanan bergizi tinggi meskipun bahan makanan tersebut mahal harganya (Notoadmojo, 2010) Berdasarkan pembagian domain perilaku kesehatan, Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2003) membagi perilaku menjadi 3 domain yang dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan yang terdiri dari : (1) pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge), (2) sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude), (3) praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice). Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahui. Akhirnya rangsangan itu, yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. 2.1.3 Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit penyakit, sistem pelayanan kesehatan, lingkungan dan sebagainya. (Notoatmodjo 2003) Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu : 1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
20
Usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan upaya penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek : a) Perilaku pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. b) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat sehingga dapat mencapai tingkat kesehatan yang optimal. c) Perilaku gizi makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatan kesehatan tetapi dapat juga menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit. 2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, (health sekiing behavior). Perilaku yang menyangkut tindakan seseorang saat sakit/kecelakaan, mulai dari mengobati diri sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri. 3. Perilaku kesehatan lingkungan Bagaimana seseorang merespons lingkungan baik fisik, sosial, budaya dan sebagainya agar tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga dan masyarakat.
21
2.1.4 Perubahan Perilaku 1. Bentuk Perubahan Perilaku Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga: a. Perubahan alamiah (Natural Change) Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan. b. Perubahan terencana (Planned Change) Perubahan ini terjadi karena direncanakan sendiri oleh subjek. Misalnya, seseorang perokok berat yang pada suatu saat terserang batuk yang sangat mengganggu, ia memutuskan untuk mengurangi rokok sedikit demi sedikit, dan akhirnya berhenti merokok sama sekali. c. Kesediaan untuk berubah (Readiness to Change) Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya), dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang berbeda-
22
beda. Setiap orang di dalam masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda meskipun kondisinya sama. 2. Strategi Perubahan Perilaku Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2007), strategi untuk memperoleh perubahan perilaku dikelompokkan 3 kelompok yaitu: a) Memberikan kekuatan/kekuasaan atau dorongan. Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau masyarakat sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh misalnya dengan adanya peraturanperaturan/perundangundangan
yang
harus
dipatuhi
oleh
anggota
masyarakat. Cara ini akan menghasilkan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri. b) Pemberian infomasi. Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya
dengan
pengetahuan-pengetahuan
itu
akan
menimbulkan
kesadaran mereka, dan akhirnya menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya c) Diskusi Partisipasi Cara ini adalah sebagai peningkatan cara kedua yang dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja, tetapi dua
23
arah. Hal ini berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya. Dengan demikian maka pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku akan mereka peroleh dengan lebih mendalam. Diskusi partisipasi adalah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi-informasi dan pesanpesan kesehatan. 2.2 Scabies 2.2.1 Pengertian Scabies Scabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung. Pada tahun 1687, Benomo dalam Harahap (2000) menemukan kutu scabies pada manusia dan von Herba pada abad XIX telah melukiskan tentang pengetahuan dasar dari penyakit ini. Scabies pada manusia adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis. Tungau ini adalah parasit obligat untuk manusia. Scabies tidak hanya menular dengan penyakit seksual semata-mata (Habif, 2007) tetapi mempunyai banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhinya seperti “personal hygiene” yang jelek dan sebagainya. Secara Etiologi dan Patogenesis, scabies ditularkan oleh kutu betina yang telah dibuahi, melalui kontak fisik yang erat. Penularan melalui pakaian dalam, handuk, seprei, tempat tidur, perabot rumah, jarang terjadi. Kutu dapat hidup du luar kulit hanya 2-3 hari dan pada suhu kamar 21℃ dengan kelembaban relative
24
40-80%. Kutu betina berukuran 0,4-0,3 mm. kutu jantan membuahi kutu betina, dan kemudian mati. Kutu betina, setelah impregnasi, akan menggali lobang ke dalam epidermis, kemudian membentuk terowongan di dalam stratum korneum. Masa inkubasi scabies bervariasi, ada yang beberapa minggu bahkan berbulanbulan tanpa menunjukkan gejala (Harahap, 2000). Sedangkan secara epidemiologik, distribusi scabies adalah pada seluruh negara dan beberapa daerah seperti Kepulauan Carribean merupakan endemik dengan hampir kesemuanya mengalami penyakit ini. Pada masa lalu, scabies muncul dalam suatu siklus yang dikenal sebagai gatal tujuh tahun (Sterry 2006), tapi ini tidak lagi terjadi. Dalam beberapa tahun terakhir, epidemik lebih pada panti jompo, panti asuhan dan beberapa tempat yang mungkin mengalami kesesakan. Faktor predisposisi umum adalah kepadatan penduduk (Walton SF, 2004) imigrasi, kebersihan yang buruk, status gizi buruk, tunawisma, demensia, dan kontak seksual. Selain itu, diasosiasi dengan gangguan lain yang umum seperti infeksi dengan leukemia T-sel manusia atau limfoma virus I (HTLV-1) dan HIV dikaitkan dengan terjadinya scabies (Chosidow O, 2000) Kontak langsung kulit-ke-kulit antara 15 dan 20 menit dibutuhkan untuk memindahkan tungau dari satu orang ke orang lain. (Hicks dan Elston, 2009). Sarcoptes scabiei var. hominis atau juga dikenal sebagai tungau , adalah di kelas Arachnida arthropoda, subkelas Acari dan keluarga Sarcoptidae (Centers for Disease Control and Prevention,2008). Secara anatomis tungau dewasa adalah 0.3-0.4 mm panjang ( Hunter, Savin dan Dahl, 2006) dan memiliki tubuh pipih,
25
oval dengan wrinklelike, korugasi melintang dan delapan kaki. Saluran pencernaan mengisi sebagian besar tubuh dan mudah diamati bila tungau dilihat pada specimen histologiknya ( Habif, 2007). Siklus hidup tungau berlangsung selama 30 hari dan dihabiskan dalam epidermis manusia. Tungau ini biasanya merangkak atau crawl dengan kecepatan 2,5cm pada permukaan kulit yang bersuhu normal (Munusamy, 2010). Setelah kopulasi, tungau jantan mati dan tungau betina membentuk liang ke dalam lapisan kulit yang dangkal dan meletakkan kira-kira 60-90 telurnya. Ova membutuhkan 10 hari untuk berkembang menjadi tahap larva dan nimfa menjadi tungau dewasa. Kurang dari 10% dari telur berkembang menjadi tungau dewasa. Setelah impregnasi pada permukaan kulit, tungau betina mengeluarkan substansi keratolytic berupa protease untuk mendegradasi stratum korneum dan membentuk terowongan ke stratum korneum, sering membentuk terowongan yang dangkal dalam waktu 30 menit. Secara bertahap memperluas saluran ini dengan kira-kira 0,5-5 mm/24 jam sepanjang batas stratum granulosum. Dideposit 1-3 telur oval dan banyak pelet kotoran coklat (scybala) setiap hari (Behrman dalam Munusamy, 2007). Ketika selesai bertelur , dalam 4-5 minggu, tungau betina meninggal dalam liang itu. Telur menetas dalam 3-5 hari, melepaskan larva yang pindah ke permukaan kulit dan bertukar menjadi nimfa. Kematangan dicapai dalam waktu sekitar 2-3 minggu. Setelah kopulasi terjadi, tungau betina menyerang kulit untuk melengkapi siklus hidup.
26
Sistem imun tubuh banyak memainkan peranan dalam infestasi tungau ini. Secara imunologis, reaksi hipersensitivitas tipe IV dan bukan respons asing-tubuh bertanggung jawab atas lesi, yang mungkin menunda tampaknya gejala skabiasis. Peningkatan titer IgE terjadi pada beberapa pasien yang kronis , bersama dengan eosinofilia, dan reaksi hipersensitivitas tipe segera terhadap ekstrak yang dibuat dari tungau betina. Tingkat IgE menurun dalam waktu setahun setelah infestasi tetapi Eosinofilia kembali normal segera setelah perawatan. Gejala diakui berkembang jauh lebih cepat pada waktu reinfestasi, dan ini membuktikan bahwa gejala dan lesi dari scabies adalah hasil dari reaksi hipersensetivitas. Penyakit ini dimulai secara pasif. Gejala berupa seperti gigitan serangga dan tampak seperti kulit kering. Menggaruk lokasi terowongan akan menghancurkan dan menghapuskan tungau serta memberikan kelegaan pada peringkat awal (Habif dalam Munusamy, 2010). Pasien tetap nyaman selama hari tapi gatal pada malam hari.Gejala klinis yang paling umum adalah pruritus yang amat sangat pada waktu malam. Bagi orang dewasa, lesi kelihatan terutama pada aspek fleksor pergelangan tangan, ruang web interdigital tangan, kaki punggung, aksila, siku, pinggang, pantat, dan alat kelamin. Pruritic papula dan vesikula di dalam skrotum dan penis laki-laki dan bagi perempuan areolae sangat khas (Cordoro dalam Munusamy, 2010). Secara fizik, lesi boleh digolongkan menjadi lesi primer dan sekunder. Lesi primer adalah manifestasi pertama dari kutu, dan ini biasanya meliputi papula kecil, vesikula, dan liang. Lesi sekunder hasil menggosok dan menggarukgaruk, dan mereka mungkin menjadi satu-satunya manifestasi klinis dari penyakit
27
ini. Jika demikian, diagnosis harus disimpulkan oleh sejarah, distribusi lesi, dan gejala yang menyertainya. Sifat dari lesi primer adalah distribusi ini sangat khas. Burrows adalah tanda patognomonik dan merupakan terowongan intraepidermal diciptakan oleh tungau betina bergerak. Mereka muncul sebagai serpiginous, keabu-abuan dan seperti benang ketinggian berkisar 2-10 milimeter. Mereka tidak Nampak dan harus aktif dicari. Sebuah titik hita dapat dilihat di salah satu ujung liang itu, yang mengindikasikan keberadaan sebuah tungau. Ukuran sebanyak 2 - 5 mm papula merah yang dominan ditemukan di daerah intertriginosa atau hangat dan dilindungi (Frankel dalam Munusamy, 2010). Eritem dan vesikula terlihat dalam distribusi khas pada orang dewasa. Vesikula adalah lesi diskrit diisi dengan cairan yang jelas, walaupun mungkin muncul cairan keruh jika vesikel yang lebih dari beberapa hari tua. Papula jarang mengandung
kutu
dan
kemungkinan
besar
merupakan
suatu
reaksi
hipersensitivitas. Papula yang umum pada batang penis pada pria dan di areolae pada wanita. Sifat dari lesi sekunder adalah lesi merupakan hasil dari menggaruk, infeksi sekunder, dan atau respon kekebalan host terhadap kutu dan produk mereka. Karakteristik temuan termasuk excoriasi, eksim luas, pengerasan kulit berwarna madu, hiperpigmentasi postinflammatory, erythroderma, nodul prurigo, dan Pioderma. Terdapat variasi dari lesi yang berupa pioderma yaitu pruritus mengarah ke eksoriasi dan erosi yang menjadi infeksi sekunder. Pada beberapa bagian,
28
terbentuk
lingkaran
berupa
impetigo
yang
menyebakan
terjadinya
glomerulonefritis. Selain itu, Scabies incognita merujuk pada pasien dengan personal hygine yang baik dan terjaga serta pasien dengan penggunaan obat kortikosteroid topikal, dimana pada kedua golongan ini diagnosis dari skabiasis hanyalah berdasarkan dari keluahan pruritus sahaja. Scabies nodular merupakan papula persisten yang biasanya kelihatan pada bayi dengan lokasi paling sering adalah pangkal paha, aksila, dan alat kelamin. Kadang-kadang terlihat pada orang dewasa terutamanya pada bagian alat kelamin. Pada biopsi, kelihatan infiltrat walaupun setelah lama dieliminasi tungaunya. Ini karena kehadiran antigen secara persisten. (Sterry 2006). Selain bentuk
yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk khusus yaitu
(Harahap, 2000): 1. Scabies pada orang bersih Scabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya cukup bias salah didiagnosis. Biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. 2. Scabies pada bayi dan anak Lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi , lesi terdapat dimuka. 3. Scabies yang ditularkan Oleh hewan
29
Sarcoptes scebiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnyya peternak dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak. Dan akan sembuh sendiri apabila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih. 4. Scabies noduler Nodul terjadi akibat reaksi hipersenitivitas. Tempat yang sering dikenai adalah genitalia pria, lipat paha, dan aksila. Lesi ini dapat menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti scabies. 5. Scabies incognito Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda scabies, sementara infeksi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin di sebabkan oleh karena penurunan respons imun seluler. 6. Scabies terbaring di tempat tidur (bed-ridden) Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita yang lesinya terbatas. 7. Scabies krustosa (Norwegian scabies) Lesinya berupa gambaran eritrodermi yang disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku. Krusta terdapat banyak
30
sekali. Krusta ini melindungi sarcoptes scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah menular karena populasi sarcoptes scabiei sangat tinggi dan gatal tidak menonjol. Bentuk ini sering salah didiagnosis, malahan kadang diagnosisnya baru dapat ditegakkan setelah penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering terdapat pada orang tua dan orang yang menderita retardasi mental (down’s syndrome), sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan tebas dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat (leukemia dan diabetes), dan penderita imunosupresif (misalnya pada penderita AIDS atau setelah pengobatan glukokortikoid atau sitotoksik jangka panjang.
Diagnosa berdasarkan oleh identifikasi mikroskopis tungau, larva, ova, atau scybala (pelet tinja) dalam mengorek kulit. Selain itu, Peningkatan titer imunoglobulin E dan eosinofilia mungkin akan ditunjukkan pada beberapa pasien dengan infeksi scabies ( Cordoro, 2009). Selain
itu
penggunaan
alat
seperti
Dermoskopi
memungkinkan
mengidentifikasi struktur segitiga yang sesuai dengan bagian anterior dari tungau termasuk bagian mulut dan 2 pasang kaki depan. Aspek ini telah digambarkan sebagai pesawat jet mirip dengan jejak, sebuah glider delta atau spermatozoid. Dermoskopi adalah alat yang berguna untuk diagnosis skabiasis baik sebagai tes diagnostik atau panduan bagi tes diagnostik tradisional (Prins C,2004).
31
Prosedur dalam pemeriksaan adalah untuk scrapping kulit, tempatkan setetes minyak mineral pada slide kaca, menyentuh minyak mineral, dan situs menggores kulit penuh dengan menggunakan scapel blade No.15 ( Habif, 2007), sebaiknya lesi primer seperti vesikula, papula , dan liang. Kulit dikorek diletakkan pada slide kaca, ditutupi dengan coverslip, dan diperiksa di bawah mikroskop cahaya
pada
pembesaran
40x.
Beberapa
korekan
diperlukan
untuk
mengidentifikasi tungau atau produk mereka. Alternatif lain adalah dengan menggunakan solusi tetrasiklin Topical untuk uji tinta liang. Setelah aplikasi dan penghapusan solusi tetrasiklin kelebihan dengan alkohol, liang itu diperiksa di bawah lampu Wood. Tetrasiklin tersisa dalam liang fluoresces warna kehijauan. Metode ini lebih disukai karena tetrasiklin merupakan solusi yang tidak berwarna dan daerah besar kulit dapat diperiksa. Dalam pemeriksaan histologis, didapati bahwa adanya infiltrat yang superfisial dan dalam terdiri dari limfosit, histiosit, sel mast, dan eosinofil. Spongiosis dan pembentukan vesikel dengan exocytosis dari eosinofil dan neutrofil sesekali hadir. Biopsi dari lesi yang lebih tua tidak berguna untuk diagnostik karena tidak persis. Kondisi kulit
kadang-kadang selesai spontan.
Penatalaksaan berupa 5% pimetrin atau krim permetrin (Elimite) atau hexachloride gamma benzena (lindana), tetapi mungkin neurotoksik dan tidak disarankan untuk wanita hamil atau menyusui (Cordoro, 2009). Juga boleh digunakan crotamiton 10%, N-etil-o-crotonotoluidide (Eurax) untuk bayi di bawah 2 bulan. Mandi air hangat sebelum aplikasi karena ini meningkatkan efektivitas pengobatan dan harus diingat bahwa dengan daerah lesi,
32
penyerapan meningkat. Selimut dan pakaian harus dicuci selalu dengan air panas. Untuk kasus resisten atau epidemic, ivermectin 150-400μg/kg po diberikan pada hari 1 dan 14 adalah sangat efektif (Sterry, 2006). Scabicide harus diterapkan selama 8 sampai 12 jam dan kemudian dibersihkan. Ulangi aplikasi dalam 1 minggu jika tungau hidup atau telur yang masih ada. Hilangkan fomites dengan mencuci pakaian dan alas tidur dan panas pengeringan (lebih dari 50 º C) atau dengan menyimpan dalam wadah plastik tertutup selama 7 hari. Infeksi Sekunder mengharuskan penggunaan antibiotik berdasarkan pada data kultur dan sensitivitas. Flaring atau pengaktifan kembali sudah ada ekzema atau dermatitis atopik memerlukan penggunaan pengobatan ekzema standar. Komplikasi dari scabies adalah Acarophobia yaitu takut terhadap infeksi yang persisten selepas pengobatan. Ini boleh menyebabkan efek psikik yang serius pada pasien (Sterry 2006). Selain itu, boleh juga menyebabkan sepsis sekunder dan komplikasi pascainfeksi. Beberapa pasien mengalami bentuk ekstrim dari penyakit ini, yaitu crusted scabies, di mana ratusan tungau dapat menempati kulit menyebabkan pengerasan kulit yang parah dan hiperkeratosis (Walton SF,2004). Prognosis sangat baik dengan diagnosa yang tepat dan perawatan pada orang yang sehat. Bagi pasien yang Immunocompromised mempunyai risiko mendapat crusted scabies yang terkait dengan hasil yang kurang menguntungkan. 2.2.2 Personal Hygiene sebagai Pencegahan Scabies Hygiene dedefinisikan sebagai ilmu kebersihan dan meningkatkan kesehatan baik individu dan masyarakat (The Columbia Encyclopedia, 2008).
33
Hygiene memiliki banyak aspek seperti kebersihan pribadi yang terdiri dari kebiasaan hidup yang teratur, kebersihan tubuh dan pakaian, diet sehat, seimbang rejimen istirahat dan olahraga. Kebersihan domestik seperti sanitasi dalam persiapan makanan, kebersihan, dan ventilasi rumah. Kebersihan umum seperti pengawasan air dan suplai makanan, penahanan penyakit menular, pembuangan sampah dan limbah, pengendalian pencemaran udara dan air. Kebersihan industri seperti langkah-langkah yang meminimalkan penyakit kerja dan kecelakaan serta higiene mental yaitu faktor mental dan emosional dalam gaya hidup sehat. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization-WHO) mempromosikan praktek-praktek higienis di tingkat internasional. Antaranya adalah tabiat mandi yaitu membersihkan kulit dengan penghapusan mekanik bakteri dari korneosit. Jumlah bakteri yang setidaknya sama tinggi atau lebih tinggi setelah mandi atau mandi dengan sabun biasa daripada sebelumnya. Untuk pencegahan scabies, sekurang-kurangnya mandi 2 kali sehari diperlukan. Mandi dengan produk antimikroba mengurangi tingkat infeksi kulit dan bisa bermanfaat saat infeksi kulit yang mungkin atau sebelum prosedur bedah tertentu (Simamora M, 2013) 2.2.3 Kepadatan sebagai Faktor Predisposisi Scabies Kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan atau sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik. Suatu Keadaan dikatakan lebih bersifat padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Hasnida S, 2002).
34
Menurut Hasnida, Terlihat bahwa lantai rumah yang kurang dari 10 meter persegi per orang merupakan faktor resiko yang bermakna baik untuk terjadinya penyaki t. Penelitian terhadap manusia dibuat untuk mengetahui reaksi manusia terhadap kepadatan dan hasilnya dampak memperlihatkan hal-hal negative dari kepadatan. Pertama diperhatikan ketidaknyahmanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hingga terjadi penurunan kesehatan. Keduanya adalah peningkatan agresivitas atau menjadi sangat turun yaitu berdiam diri atau murung bila kepadatan tinggi sekali. Juga diperhatikan kehilangan minat untuk berkomunikasi, bekerjasama, dan tolong-menolong sesame anggota kelompok. Ketiga, terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan. Dalam penelitian tersebut diketahui pula bahwa dampak negatif kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria berbanding wanita. Pria bereaksi lebih negatif terhadap anggota kelompok baik, pada kepadatan tinggi atau kepadatan rendah justru wanita lebih menyukai anggota kelompoknya pada kepadatan tinggi. Kesesakan atau crowding merupakan persepsi individu terhadap keterbatasan ruang, sehinga lebih bersifat psikis (Simamora M, 2013) Kesesakan terjadi bila mekanisme privasi individu gagal berfungsi dengan baik karena individu atau kelompok terlalu banyak berinteraksi dengan yang lain tanpa diinginkan individu tersebut. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan pada individu.
35
2.3 Anak Panti Asuhan 2.3.1 Pengertian Panti Asuhan Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan panti asuhan sebagai rumah tempat memelihara dan merawat anak yatim piatu dan sebagainya. Departemen Sosial Republik Indonesia menjelaskan bahwa: “Panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak telantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak telantar, memberikan pelayanan pengganti fisik, mental, dan sosial pada anak asuh, sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional.” Kesimpulan dari uraian di atas bahwa panti asuhan merupakan lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab memberikan pelayanan pengganti dalam pemenuhan kebutuhan fisik, mental, dan sosial pada anak asuhnya, sehingga mereka memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadian sesuai dengan harapan. 2.3.2 Tujuan Panti Asuhan Tujuan panti asuhan menurut Departemen Sosial Republik Indonesia yaitu: 1. Panti asuhan memberikan pelayanan yang berdasarkan pada profesi pekerja sosial kepada anak terlantar dengan cara membantu dan membimbing mereka ke arah perkembangan pribadi yang wajar serta
36
mempunyai keterampilan kerja, sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya, keluarga, dan masyarakat. 2. Tujuan penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial anak di panti asuhan adalah terbentuknya manusia-manusia yang berkepribadian matang dan berdedikasi, mempunyai keterampilan kerja yang mampu menopang hidupnya dan hidup keluarganya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan panti asuhan adalah memberikan pelayanan, bimbingan, dan keterampilan kepada anak asuh agar menjadi manusia yang berkualitas. 2.3.3Fungsi Panti Asuhan Panti asuhan berfungsi sebagai sarana pembinaan dan pengentasan anak telantar. Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia panti asuhan mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Sebagai pusat pelayanan kesejahteraan sosial anak. Panti asuhan berfungsi sebagai pemulihan, perlindungan, pengembangan dan pencegahan.: -
Fungsi
pemulihan
dan
pengentasan
anak
ditujukan
untuk
mengembalikan dan menanamkan fungsi sosial anak asuh. Fungsi ini mencakup kombinasi dari ragam keahlian, teknik, dan fasilitas-fasiltias khusus
yang ditujukan
demi
tercapainya
pemeliharaan
fisik,
penyesuaian sosial, psikologis penyuluhan, dan bimbingan pribadi maupun kerja, latihan kerja serta penempatannya.
37
-
Fungsi perlindungan merupakan fungsi yang menghindarkan anak dari keterlambatan dan perlakuan kejam. Fungsi ini diarahkan pula bagi keluarga-keluarga dalam rangka meningkatkan kemampuan keluarga untuk mengasuh dan melindungi keluarga dari kemungkinan terjadinya perpecahan.
-
Fungsi pengembangan menitikberatkan pada keefektifan peranan anak asuh, tanggung jawabnya kepada anak asuh dan kepada orang lain, kepuasan yang diperoleh karena kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Pendekatan ini lebih menekankan pada pengembangan potensi dan kemampuan anak asuh dan bukan penyembuhan dalam arti lebih menekankan
pada
pengembangan
kemampuannya
untuk
mengembangkan diri sendiri sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan. -
Fungsi
pencegahan
menitikberatkan
pada
intervensi
terhadap
lingkungan sosial anak asuh yang ebrtujuan di satu pihak dapat menghindarkan anak asuh dari pola tingkah laku yang sifatnya menyimpang, di lain pihak mendorong lingkungan sosial untuk mengembangkan pola-pola tingkah laku yang wajar. 2. Sebagai pusat data dan informasi serta konsultasi kesejahteraan sosial anak. 3. Sebagai pusat pengembangan keterampilan (yang merupakan fungsi penunjang). Panti asuhan sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi keluarga dan
38
masyarakat
dalam
perkembangan
dan
kepribadian
anak-anak
remaja.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi panti asuhan adalah memberikan pelayanan, informasi, konsultasi, dan pengembangan keterampilan bagi kesejahteraan sosial anak.
2.3.4 Prinsip Pelayanan Panti Asuhan Pelayanan Panti Asuhan bersifat preventif, kuratif dan rehabilitatif, serta pengembangan, yakni: 1. Pelayanan Preventif adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk menghindarkan tumbuh dan berkembangnya permasalahan anak 2. Pelayanan Kuratif dan Rehabilitatif adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk penyembuhan atau pemecahan permasalahan anak. Pelayanan Pengembangan adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan cara membentuk kelompokkelompok anak dengan lingkungan sekitarnya, menggali semaksimal mungkin, meningkatkan kemampuan sesuai dengan bakat anak, menggali sumber-sumber baik di dalam maupun luar panti semaksimal mungkin dalam rangka pembangunan kesejahteraan anak. 2.3.5 Pelaksana Pengasuhan dalam Panti Asuhan Panti/ lembaga asuhan dalam perannya membina dan membimbing anakanak penghuni panti, harus memiliki beberapa orang sebagai pelaksana
39
pengasuhan. Seorang pelaksana akan membawa anak untuk mencapai hak-hak mereka sehingga kebutuhan permanensi anak penghuni panti asuhan akan terpenuhi. Selain itu, pelaksana pengasuhan juga berperan mendukung orang tua atau anggota keluarga lainnya untuk tetap melaksanakan perannya sebagai orang tua selama anak tinggal di panti asuhan. Pelaksana pengasuhan dalam panti asuhan terdiri atas: a.
Pengasuh Panti asuhan harus menyediakan pengasuh yang bertangggungjawab
terhadap setiap anak asuh dan melaksanakan tugas sebagai pengasuh serta tidak merangkap tugas lain untuk mengoptimalkan pengasuhan. Setiap pengasuh harus mempunyai kompetensi dan pengalaman dalam pengasuhan serta kemauan untuk mengasuh yang dalam pelaksanaannya mendapatkan supervisi dari pekerja sosial atau Dinas Sosial/ Kesejahteraan Sosial. Seleksi terhadap calon pengasuh merupakan tahap yang wajib dilakukan pihak panti asuhan dengan memperhatikan kebutuhan akan pengasuh perempuan dan laki-laki sesuai dengan jenis kelamin anak yang diasuh. Pengasuh perlu memiliki beberapa hal sebagai berikut: -
Pengetahuan tentang tahapan perkembangan anak, mengenali dan memahami tanda-tanda kekerasan dan solusinya, mendukung dan mendorong perilaku positif, berkomunikasi dan bekerja bersama anak baik secara individual maupun kelompok, mempromosikan dan memungkinkan anak untuk melakukan pilihan dan berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupannya, melakukan pengawasan dalam
40
bentuk positif terhadap perilaku anak, menghargai setiap martabat anak serta menyediakan kebutuhan fisik anak. -
Pengalaman bekerja di bidang pelayanan anak, sehat jasmani (tidak memiliki penyakit menular) dan rohani (mental) serta mampu bekerja mendukung panti asuhan.
-
Komitmen dan kemauan untuk mengasuh anak yang dinyatakan secara tertulis.
Dalam kaitannya dengan membangun suatu suasana nyaman dan aman seperti sebuah rumah untuk anak-anak, panti asuhan harus menciptakan lingkungan tempat tinggal yang menyerupai keluarga dan memungkinkan anak asuh untuk memperoleh pengasuhan dari pengasuh tetap/ tidak berubah-ubah seperti halnya dari orang tua. Sebagai pengganti peran orangtua bagi anak-anak asuh, seorang pengasuh perlu mengupayakan terbangunnya relasi dan kedekatan dengan anak secara optimal, mendiskusikan isu dan masalah yang dihadapi anak, mencari solusinya, dan memberikan dukungan individual kepada anak. Panti asuhan perlu menetapkan proporsi pengasuh yang seimbang berdasarkan
asesmen
terhadap
kebutuhan
anak
akan
pengasuhan
dan
perkembangan anak. Pertimbangan jumlah anak untuk ditempatkan dalam sistem keluarga (cottage) atau wisma dengan menempatkan sejumlah pengasuh di setiap keluarga atau wisma juga satu langkah yang perlu dilakukan pihak panti asuhan, di mana setidaknya ada 1 (satu) orang pengasuh yang akan membimbing dan membina 5 (lima) orang anak baik dalam sistem keluarga (cottage) maupun wisma.
41
b. Pekerja sosial Pekerja Sosial Profesional adalah seorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial.
2.3.6 Fasilitas dalam Panti Asuhan Panti asuhan harus menyediakan fasilitas yang lengkap, memadai, sehat, dan aman bagi anak asuh untuk mendukung pelaksanaan pengasuhan. Beberapa fasilitas yang wajib disediakan dalam panti asuhan antara lain fasilitas yang mendukung privasi anak sebagai fasilitas primer, fasilitas-fasilitas pendukung, dan pengaturan staf panti asuhan beserta pihak pengelolanya. a. Fasilitas yang mendukung privasi anak. Mencakup bagaimana panti asuhan sanggup menyediakan ruangruang yang sanggup mengoptimalkan kenyamanan masing-masing anak asuh
dalam
memenuhi
kebutuhan
dan
aktivitas
yang
sifatnya
pribadi/privat. Beberapa kriteria yang harus disediakan panti asuhan untuk menunjang aspek privasi anak asuh penghuni panti asuhan adalah sebagai berikut: -
Panti asuhan menyediakan tempat tinggal yang dapat memenuhi kebutuhan dan privasi anak, di mana tempat tinggal dan ruang tidur antara anak laki-laki dan perempuan dibedakan/dipisah.
42
-
Panti asuhan menyediakan tempat tinggal untuk pengasuh agar pengasuh bisa memantau aktivitas anak sepanjang hari termasuk di malam hari (pengawasan selama 24 jam dan kontinu)
-
Panti asuhan harus menyediakan kamar tidur dengan ukuran 9 muntuk 2 (dua) anak, yang dilengkapi lemari untuk menyimpan barang pribadi anak.
-
Panti asuhan harus menyediakan kamar mandi anak laki-laki dan perempuan secara terpisah dan berada di dalam ruangan yang sama dengan bangunan tempat tinggal anak.
-
Tersedianya toilet yang aman, bersih, dan terjaga privasinya untuk anak laki-laki dan perempuan secara terpisah dan berada di dalam ruangan yang sama dengan bangunan tempat tinggal anak.
b. Fasilitas Pendukung Fasilitas pendukung merupakan beberapa fasilitas-fasilitas yang sifatnya untuk kepentingan bersama/komunal. Fasilitas yang sifatnya semi publik dan publik. Dalam panti asuhan, fasilitas-fasilitas pendukung yang perlu diupayakan mencakup beberapa kriteria sebagai berikut: -
Tersedianya ruang makan yang bersih dengan perlengkapan makan sesuai dengan jumlah anak asuh penghuni panti asuhan.
-
Panti asuhan harus menyediakan tempat beribadah di lingkungan panti asuhan untuk semua jenis agama yang dianut anak yang dilengkapi dengan prasarana untuk kegiatan ibadah.
43
-
Panti asuhan harus menyediakan ruang kesehatan yang bisa memberikan pelayanan reguler yang dilengkapi petugas medis, perlengkapan medis dan obat-obatan yang sesuai dengan kebutuhan penyakit anak.
-
Panti asuhan harus menyediakan ruang belajar dan perpustakaan dengan pencahayaan yang cukup baik siang maupun malam hari
-
Panti asuhan perlu menyediakan ruang bermain, olahraga, dan kesenian yang dilengkapi peralatan yang sesuai dengan minat dan bakat anak.
-
Panti asuhan menyediakan ruangan yang dapat digunakan oleh anak maupun keluarganya untuk berkonsultasi secara pribadi dengan pekerja sosial atau pengurus panti. Atau bisa juga digunakan sebagai ruang pribadi anak ketika anak ingin menyendiri.
-
Panti asuhan perlu menyediakan ruang tamu yang bersih, rapi, dan nyaman bagi teman atau keluarga anak yang akan berkunjung
-
Dalam kaitannya dengan kesiapan menghadapi bencana, panti asuhan berkewajiban
memberikan
perlindungan
kepada
anak
serta
membelajarkan anak, pengurus dan staf panti asuhan untuk mengantisipasi dan menghadapi berbagai resiko bencana baik alam maupun sosial. c. Pengaturan staf dan pengelola panti asuhan Panti asuhan harus menyediakan staf yang mencukupi dari segi jumlah, kompetensi dan dilengkapi dengan uraian tugas yang jelas. Proses
44
pengkajian terhadap kebutuhan staf yang mencakup kriteria dan jumlah staf sesuai dengan pelayanan yang disediakan wajib untuk dilakukan demi terpenuhinya kebutuhan fisik, psikis, dan sosial anak. Unsur pelaksana utama pengadaan staf yaitu pengasuh dan pekerja sosial serta pelaksana pendukung yaitu
petugas kebersihan dan petugas keamanan dan juru
masak. Dukungan dari pihak panti asuhan diberikan dalam bentuk fasilitas kerja dan dukungan finansial serta memfasilitasi peningkatan kompetensi staf. 2.4 Teori “Precede-Proceed” (1991) Teori ini dikembangkan oleh Lawrence Green, yang dirintis sejak tahun 1980. Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor
utama,
yang
dirangkumkan
dalam
akronim
PRECEDE
(Predisposing, Enabling, dan Reinforcing Causes in Educational Diagnosis and Evalution). Precede ini merupakan arahan dalam penganalisis atau diagnosis dan evaluasi perilaku untuk intervensi pendidikan (promosi) kesehatan. Precede adalah fase diagnosis masalah. Sedangkan PROCEED (Policy, Regulatory, Organizational Construct in Educational and Environmantal Development) adalah merupakan arahan dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi pendidikan (promosi) kesehatan. Apabila precede merupakan fase diagnosis masalah,
45
maka Proceed adalah merupakan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Promosi Kesehatan. Lebih lanjut precede model ini dapat diuraikan bahwa perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni : a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, jamban, dan sebagainya. c. Faktor-faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan pendorong atau penguat (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok refrensi dari perilaku masyarakat (Notoadmojo, 2010).
46
2.5 Kerangka Konsep Kerangka konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah Precede Model yang dikembankan oleh teori Lawrencee Green (1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi Gambaran Perilaku Anak Panti Asuhan Al-Jam’iatul Washliyah Kecamatan Binjai Selatan 2015 adalah sebagai berikut:
Faktor predisposisi : -
pengetahuan sikap
Faktor pemungkin : Pencegahan Scabies Sarana dan Prasarana
Faktor penguat : -
pengasuh panti asuhan
Gambar 2.2 kerangka konsep
Dalam kerangka konsep diatas, terdapat beberapa variabel yang menunjukkan bagian dari faktor Predisposisi yang dikategorikan menjadi pengetahuan dan sikap. Pengetahuan meliputi untuk mengetahipenyebab, cara penularan, gejalagejala dan cara pencegahan. Sedangkan sikap meliputi pernyataan responden terhadap pernyataan tentang penyebab penyakit scabies, cara penularannya dan cara pencegahannya. Lalu variabel Faktor Pemungkin meliputi sarana dan
47
prasarana yang seperti contohnya sumber air bersih dan fasilitas kamar di panti asuhan. Kemudian Faktor Penguatnya terdiri dari keterangan yang didapat dari pengasuh panti asuhan. Dari ketiga variabel tersebut dapat menghasilkan variabel bagaimana tindakan dari gambaran perilaku anak panti asuhan terhadap pencegahan penyakit scabies atau segala sesuatu informasi yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit scabies dipanti asuhan tersebut. Faktor penguat pun dapat diperoleh beberapa keterangan dari pengasuh panti asuhan tersebut.