BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. UMUM Dalam merencanakan suatu perkerasan jalan raya dibutuhkan pengetahuan yang baik dalam merencanakannya, baik dalam segi material pengisi bahan-bahan tiap lapisan perkerasan dan juga proses pengerjaan struktur perkerasan jalan raya tersebut. Setiap orang dapat merencanakan perkerasan jalan raya dengan asumsiasumsi sesuai keinginan, namun rancangan perkerasan tersebut belum tentu memberikan hasil yang diinginkan oleh perencana baik dari segi kesanggupan perkerasan dalam menahan beban kendaraan maupun ketahanan perkerasan dari kerusakan (failure). Perkerasan jalan merupakan campuran antara material pengisi lapisan jalan dengan bahan pengikat sebagai perekat antar partikel material tersebut untuk membentuk suatu lapisan yang kokoh dalam mendukung beban yang ada diatas perkerasan tersebut. Dibawah lapisan perkerasan ini terdapat lapisan-lapisan lainnya yang terdiri dari material tertentu sesaui dengan perencanaan, yang berguna sebagai pendukung dan mendistribusikan beban yang diterima oleh lapisan permukaan ke lapisan paling bawah. Dalam buku Hary Christady Hardiyatmo (2011) mengatakan bahwa fungsi perkerasan adalah menyebarkan beban roda ke area permukaan tanah dasar yang lebih luas dibandingkan luas kontak roda dan perkerasan, sehingga mereduksi tegangan maksimum yang terjadi pada tanah dasar, yaitu pada tekanan di mana tanah
14
dasar tidak mengalami deformasi berlebihan selama masa pelayanan perkerasan. Secara umum, fungsi perkerasan jalan adalah : Untuk memberikan struktur yang kuat dalam mendukung beban lalu lintas. Untuk memberikan permukaan rata bagi pengendara. Untuk memberikan kekesatan atau tahanan gelincir (skid resistance) di permukaan perkerasan. Untuk mendistribusikan beban kendaraan ke tanah dasar secara memadai, sehingga tanah dasar terlindung dari tekanan yang berlebihan. Untuk melindungi tanah dasar dari pengaruh buruk perubahan cuaca. Setelah melihat fungsi umum dari suatu perkerasan seperti di atas, perencana perkerasan jalan raya harus benar-benar merencanakan atau mendesain suatu perkerasan dengan baik. Karena suatu kesalahan pada perencanaan ataupun pelaksanaan pengerjaannya akan berpengaruh terhadap fungsi perkerasan bagi pengguna jalan. Perkerasan jalan raya yang telah di rencanakan diharapkan dapat memiliki peforma yang baik sampai jangka waktu tertentu yang telah di rencanakan sebelum perkerasan mengalami perbaikan. Kinerja suatu perkerasan jalan salah satunya dapat dilihat dari kemampuannya menerima beban (beban kendaraan yang melintas) dimana beban ini terjadi secara berulang-ulang di atas perkerasan tersebut. Apabila kendaraan dengan beban yang berbeda-beda melintas di atas perkerasan, terjadi deformasi pada permukaan perkerasan. Meskipun deformasi tersebut kecil, tetapi apabila terjadi secara berulang-ulang ditambah lagi apabila muatan suatu kendaraan berlebih, perkerasan tersebut dapat kehilangan kekuatannya. Apabila telah terjadi suatu kerusakan pada perkerasan, fungsi perkerasan seperti dipaparkan
15
sebelumnya akan terganggu. Dan menimbulkan rasa tidak aman dan tidak nyaman pada pengguna jalan. Agar menjaga keawetan dan keekonomisan suatu perkerasan dibuat berlapis-lapis. Menurut Federal Highway Administration (FHWA, 2006) dalam buku Hary Christady Hardiyatmo (2011) komponen-komponen perkerasan meliputi :
Lapis aus (wearing course) yang memberikan cukup kekesatan, tanah gesek, dan penutup kedap air atau drainase air permukaan.
Lapis perkerasan terikat atau tersementasi (aspal atau beton) yang memberikan daya dukung yang cukup, dan sekaligus sebagai penghalang air yang masuk ke dalam material tak terikat di bawahnya.
Lapis pondasi (base course) dan lapis pondasi bawah (subbase course) tak terikat yang memberikan tambahan kekuatan (khususnya untuk perkerasan lentur), dan ketahanan terhadap pengaruh air yang merusak struktur perkerasan, serta pengaruh degradasi yang lain (erosi dan intrusi butiran halus).
Tanah dasar (subgrade) yang memberikan cukup kekakuan, kekuatan yang seragam dan merupakan landasan yang stabil bagi lapis material perkerasan di atasnya.
Sistem drainase yang dapat membuang air dengan cepat dari sistem perkerasan, sebelum air menurunkan kualitas lapisan material granuler tak terikat dan tanah dasar. Berdasarkan bahan pengikat yang terdapat pada perkerasan jalan, jenis
perkerasan dapat dibagi dalam beberapa tipe, yaitu :
16
a. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Perkeran Lentur atau disebut juga perkerasan aspal (Asphalt Pavement)
merupakan
perkerasan
dengan
aspal
sebagai
bahan
pengikatnya. Lapisan aspal bertindak sebagai lapisan permukaannya dengan didukung oleh lapisan pondasi dan lapisan pondasi bawah granuler yang dihamparkan di atas tanah dasar. Pada umumnya, lapisan perkerasan lentur terdiri dari ; lapisan permukaan (surface course), lapisan pondasi (base course), dan lapisan pondasi bawah (subbase course).
Gambar 2.1 Perkerasan Lentur
Namun, dibeberapa perencanaan perkerasan jalan lentur, lapisan pendukung seperti lapisan pondasi dan/atau lapisan pondasi bawah tidak digunakan yaitu pada jenis perkerasan lentur full dept, dimana aspal digunakan diseluruh kedalamannya.
Dalam
kasus
lain,
terdapat
perkerasan lentur dimana lapisan pondasi dan/atau lapisan pondasi bawah distablisasi menggunakan aspal atau semen.
17
b. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Perkerasan kaku atau sering juga disebut dengan perkerasan beton merupakan perkerasan yang menggunakan bahan semen (beton) sebagai lapisan permukaannya. Lapisan semen ini bentuk menjadi pelat beton semen Portland yang diletakkan di atas lapisan pondasi bawah (subbase). Pelat beton ini dapat menggunakan tulangan ataupun tanpa tulangan tergantung dari perencanaan. Dalam beberapa kasus, di atas pelat beton dilapisi lapisan aspal.
Gambar 2.2 Perkerasan Kaku
c. Perkerasan Komposit (Composite Pavement) Perkerasan Komposit merupakan gabungan antara perkerasan lentur dengan perkerasan kaku. Perkerasan lentur terdapat diatas perkerasan kaku, atau sebaliknya. Lapisan komposit biasanya dapat ditemukan pada kasus overlay dimana adanya penambahan lapisan aspal di atas lapisan kaku lama. Sebaliknya, perkerasan lama diatasnya ditambah lapisan pondasi granular, Asphalt Treated Base (ATB) dan Lapisan AC (Asphalt Concrete).
18
Pemilihan perkerasan yang akan dipakai pada suatu perencanaan perkerasan jalan harus diperhatikan dengan baik. Karena masing-masing jenis perkerasan seperti yang
dijelaskan
sebelumnya
memiliki
kelebihan
dan
kekurangan
dalam
perencanaannya. Faktor biaya juga perlu diperhitungkan dalam memilih jenis perkerasan apa yang akan dipakai, agar dengan biaya ekonomis menghasilkan jalan yang aman dan nyaman sesuai standar perencanaan yang ada. Untuk lebih mengetahui perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1 Perbandingan antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku No Perkerasan kaku 1 Komponen perkerasan terdiri dari pelat beton yang terletak di atas tanah atau lapisan material granuler pondasi bawah (subbase) 2 Kebanyakan digunakan untuk jalan kelas tinggi 3 Pencampuran adukan beton mudah dikontrol 4 Umur rencana dapat mencapai 20 - 40 tahun 5 6 7
8
9
10
Perkerasan lentur Komponen perkerasan terdiri dari lapisan aus, pondasi atas (base) dan pondasi bawah (subbase)
Digunakan untuk semua kelas jalan dan tingkat volume lalu lintas Pengontrolan kualitas campuran lebih rumit Umur rencana lebih pendek, yaitu sekitar 10 - 20 tahun, jadi kurang dari perkerasan kaku Lebih tahan terhadap drainase yang Kurang tahan terhadap drainase yang buruk buruk Biaya awal pembangunan lebih tinggi Biaya awal pembangunan lebih rendah Biaya pemeliharaan kecil. Namun, Biaya pemeliharaan besar jika terjadi kerusakan biaya pemeliharaan lebih tinggi Kekuatan perkerasan lebih ditentukan Kekuatan perkerasan ditentukan oleh oleh kekuatan pelat beton kerjasama setiap komponen lapis perkerasan Tebal struktur perkerasan adalah tebal Tebal perkerasan adalah seluruh pelat betonnya lapisan pembentuk perkerasan di atas tanah dasar Perkerasan dibuat dalam panel-panel Tidak dibuat dalam panel-panel, (untuk tipe JPCP dan JRCP), sehingga sehingga tidak ada sambungan dibutuhkan sambungan-sambungan (kecuali tipe CRCP) Sumber : Hary Christady Hardiyatmo (2011)
19
II.2. FLEXIBLE PAVEMENT (PERKERASAN LENTUR) Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri (Silvia Sukirman, 1992). Beban yang diterima berupa beban kendaraan yang melintas di atas perkerasan akan diteruskan atau dengan kata lain akan didistribusikan ke lapisan dibawahnya. Lapisan di bawah perkerasan akan meneruskan beban ke lapisan bawahnya sampai ke tanah dasar. Pada lapisan paling bawah yaitu lapisan tanah dasar (subgrade) akan meberikan perlawanan yaitu gaya ke atas sebagai bentuk gaya dukung atas beban yang yang diterima oleh lapisan perkerasan. Dalam buku Silvia Sukirman (1992), kinerja perkerasan jalan jalan (pavement peformance) meliputi 3 hal, yaitu :
Keamanan, yang ditentukan oleh besarnya gesekan akibat adanya kontak antara ban dan permukan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh bentuk dan kondisi ban, tekstru permukaan jalan, kondisi cuaca dan lainnya.
Wujud perkerasan (struktural perkerasan), sehubungan dengan kondisi fisik dari jalan tersebut seperti adanya retak-retak, amblas, alur, gelombang dan lainnya.
Fungsi pelayanan (fungtional performance), sehubungan dengan bagaimana perkerasan tersebut memberikan pelayanan kepada pemakai jalan. Wujud perkerasan dan fungsi pelayanan umumnya merupakan satu kesatuan yang dapat digambarkan dengan kenyamanan mengemudi (riding quality).
20
a. Lapisan Permukaan (Surface Course) Lapisan permukaan (surface course) merupakan lapisan yang terletak paling atas posisinya dari suatu perkerasan lentur, lapisan ini adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan beban kendaraan atau dengan kata lain lapisan yang pertama kali menerima beban kendaraan. Secara umum, lapisan permukaan memliki fungsi sebagai berikut :
Menahan beban roda. Karena posisi letak lapisan permukaan ini yang berada paling atas, maka lapisan ini berhubungan langsung dengan beban yang berada di atasnya yaitu beban roda dari kendaraan. Oleh karena itu, lapisan ini harus memiliki stabilitas tinggi agar dapat menahan beban kendaraan dalam jangka waktu rencana (masa layan) sesuai perencanaan awal.
Sebagai lapisan kedap air. Air dapat merusak lapisan-lapisan dibawah lapisan permukaan. Oleh karena itu, lapisan harus dibuat kedap air sehingga air tidak dapat meresap kedalam perkerasan jalan karena dapat merusak lapisan ini.
Sebagai lapis aus. Beban kendaraan selain memiliki gaya kebawah (vertikal) juga memiliki gaya horizontal. Gaya horizontal ini berasal dari gesekan ban kendaraan dengan lapisan permukaan akibat rem kendaraan.
Lapisan yang menyebarkan beban kendaraan yang diterimanya ke lapisan-lapisan di bawahnya.
21
b. Lapisan Pondasi (Base Course) Lapisan pondasi (base course) adalah lapisan kedua setelah lapisan permukaan. Lapisan ini berada di bawah lapisan permukaan dan di atas lapisan pondasi bawah. Apabila suatu perkerasan lentur dirancang tanpa memakai lapisan pondasi bawah, maka lapisan pondasi berada di atas tanah dasar. Biasanya, lapisan pondasi terdiri dari material berupa agregat seperti batu pecah, sirtu, terak pecah (crushed slag) atau kombinasi campuran material tersebut. Secara umum, lapis pondasi memiliki fungsi sebagai berikut :
Lapisan yang menyebarkan gaya akibat beban kendaran dari lapis permukaan, agar tersebar sampai tanah dasar.
Merupakan lapisan peresapan lapisan pondasi bawah.
Apabila air masuk dari lapisan permukaan, lapisan pondasi dapat mengalirkan air melalui retakan ke drainase.
Sebagai dasar perletakan lapisan permukaan.
Dalam merencakan suatu perkerasan lentur, pada lapisan pondasi memiliki pertimbangan utama dalam perancangannya, yaitu : Ketebalan. Lapisan pondasi biasanya dibuat lebih tebal dari lapisan permukaan. Hal ini karena lapis pondasi memliki peran dalam mendistribusikan beban kendaraan dari lapis permukaan ke lapisan di bawahnya. Stabilitas akibat beban lalu lintas. Lapis pondasi harus mempunyai tahanan yang lebih besar terhadap deformasi akibat distribusi beban dibandingkan dengan tanah dasar.
22
Ketahanan terhadap pelapukan. Lapis pondasi tidak seperti lapis permukaan dimana lapisannya terlindungi dari rembesan air oleh aspal. Lapis pondasi kurang terlindungi dibandingkan tanah dasar. Lapis pondasi menambah kekuatan struktur perkerasan, akan tetapi kontribusi terhadap kekuatan tidak begitu besar. Lebar lapis pondasi dibuat melebihi tepi dari lapis aus. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan kemungkinan adanya beban yang bekerja di tepi perkerasan yang akan didukung oleh lapisan di bawahnya. Lapis pondasi umumnya dilebihkan 30 cm ke luar dari tepi perkerasan, namun dalam halhal khusus bias lebih lebar lagi (Yoder dan Witczak, 1975). c. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course) Lapisan pondasi bawah (subbase course) merupakan lapisan yang bersentuhan dengan tanah dasar, Karena letaknya di bawah lapis pondasi dan di atas tanah dasar. Lapisan pondasi bawah merupakan lapisan paling tebal dari lapisan lainnya. Namun, memiliki material yang kualitasnya lebih rendah (kekuatan, plastisitas, dan gradasi), tetapi masih lebih tinggi dari kualitas material pada tanah dasar. Hal ini agar dengan lapisan pondasi relatif cukup tebal (pendistribusian beban), biaya yang dipakai dalam pembuatan lebih murah. Oleh Karena itu, kualitas lapis pondasi bawah ini sangat bervariasi dengan persyaratan tebal pada perencanaanya terpenuhi. Lapis pondasi bawah dipakai karena kondisi tanah dasar yang buruk kualitas nya, atau material yang digunakan untuk lapisan pondasi tidak ada dilokas proyek. Apabila tanah dasar memiliki persyaratan seperti hal nya lapisan pondasi bawah, lapisan pondasi bawah tidak perlu lagi digunakan dalam desain perkerasan lentur.
23
Fungsi dari lapis pondasi bawah adalah :
Berperan dalam mendukung dan menyebarkan beban kendaraan (termasuk ke dalam struktur perkerasan).
Untuk lapisan drainase (mengalirkan air yang terdapat pada perkerasan melalui retakan).
Untuk efisiensi material yang digunakan. Lapisan-lapisan lainnya dikurangi tebalnya sehingga menghemat biaya perancangan.
Mencegah material yang berasal dari tanah dasar masuk ke lapisan di atasnya (lapisan pondasi).
d. Tanah Dasar (Subgrade Course) Tanah dasar merupakan lapisan paling bawah pada suatu perkerasan lentur. Tanah dasar yang digunakan dalam perkerasan dipadatkan terlebih dahulu sampai tingkat kepadatan tertentu agar mempunyai daya dukung yang baik. Tanah dasar sebagai pondasi suatu jalan dapat berupa permukaan tanah asli, tanah galian, ataupun tanah timbunan. Beban yang diterima oleh lapisan perkerasan, akan didistribusikan sampai ke tanah dasar. Tanpa dukungan tanah dasar, lapisan perkerasan akan mengalami kerusakan yang akan menimbulkan deformasi permanen, sehingga lapisan permukaan akan bergelombang dan dapat mengalami kegagalan struktur perkerasan.
24
II.3. METODE PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR II.3.1. Sejarah dan Prinsip Perkerasan Jalan Sebelum secanggih sekarang ini, perencanaan perkerasan jalan memiliki latar belakang sejarah. Melihat perkembangannya seperti sekarang ini, perkerasan jalan dulunya hanya terbuat dari pasangan batu yang dipilih ukuran dan bentuknya kemudian disusun sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti jalan yang memiliki bentuk yang berbeda dengan tanah biasa. Hal ini dibuat karena perkembangan manusia dahulu dalam mencari kebutuhan hidup sangat sulit apabila hanya dengan berjalan kaki. Untuk itu dipergunakan alat transportasi dengan memperkerjakan hewan sebagai alat transportasi tersebut. Teknologi
perkerasan
jalan
dapat
mulai
berkembang
pesat
sejak
ditemukannya roda sekitar 3500 tahun sebelum Masehi di Mesopotamia dan zaman keemasan Romawi. Perencanaan perkerasan jalan pada masa itu sedikit lebih baik dari zaman alat transportasi hewan yang hanya terdiri dari pasangan batu. Pada zaman tersebut sudah menggunakan prinsip tebal perkerasan, walau lebih tebal dari perencanaan perkerasan saat ini. Dan pada zaman itu belum menggunakan aspal atau semen sebagai perekat perkerasan jalan. Setelah pada zaman ditemukannya roda, muncul lah nama yang dapat dikatakan sebagai bapak perkerasan jalan, yaitu Thomas Telford dan John Lauden Macadam. Menurut Washington State Department of Transport (WSDOT) dalam buku Silvia Sukirman (2010), Thomas Telford (1757 – 1843) dari Skotlandia, seorang ahli tentang batu, membangun jalan di atas lapisan tanah dasar dengan kemiringan tidak lebih dari 1:30. Struktur perkerasan di atas tanah dasar terdiri dari 3 lapis dengan
25
tebal total antara 35 – 45 cm. Ciri khas Telford adalah lapisan batu dibangun di atas tanah dasar dimana lapis pertama terdiri dari batu besar dengan lebar 10 cm dan tinggi 7,5 – 18 cm, lapis kedua dan ketiga terdiri dari batu dengan ukuran maksimum 6,5 cm (tinggi lapis kedua dan ketiga sekitar 15 – 25 cm), dan paling atas diberi lapisan aus dari kerikil dengan ukuran 4 cm. Lapisan perkerasan ini diperkirakan mampu memikul beban 88 N/mm lebar.
Gambar 2.3 Perkerasan Telford Jhon L. Macadam (1756 – 1836) orang Skotlandia, mengamati bahwa pada saat itu kebanyakan perkerasan jalan dibangun dengan menggunakan batu bulat. Oleh karena itu, dia memperkenalkan struktur perkerasan yang dibangun dari batu pecah. Disamping itu, Macadam memperhatikan juga kebutuhan drainase dengan membuat struktur perkerasan di atas lapisan tanah dasar yang memiliki kemiringan (lapisan Telford dibangun di atas lapisan tanah dasar yang hampir rata). Keistimewaan lain dari perkerasan Macadam adalah memperkenalkan penggunaan batu pecah ukuran kecil (maksimum 2,5 cm) untuk membuat permukaan perkerasan rata. Batu pecah dengan ukuran maksimum 7,5 cm diletakkan di atas lapisan tanah dasar dalam dua lapis. Tebal total kedua lapis adalah 20 cm. Lapisan aus dibangun dengan ketebalan sekitar 5 cm terdiri dari agregat berukuran maksimum 2,5 cm. Jadi tebal total struktur
26
perkerasan Macadam adalah 25 cm, lebih tipis dari perkerasan Telford. Lapisan perkerasan Macadam diperkirakan mampu memikul beban 158 N/mm lebar.
Gambar 2.4 Perkerasan Macadam Setelah desain perkerasan jalan Telford dan Macadam, desain perkerasan jalan semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Mulai tahun 1900-an mulai banyak perkembangan jalan yang dikembangkan oleh berbagai peneliti di dunia. Perencanaan perkerasan dikembangkan dengan menitikfokuskan kekuatan struktur perkerasan dalam menerima beban kendaraan. Karena volume lalu lintas yang semakin meningkat, perencanaan desain perkersan jalan semakin disesuaikan dengan mengevaluasi kinerja permukaan jalan yang telah lalu. Metode yang dipergunakan dalam titik fokus kekuatan suatu perencanaan perkerasan berdasarkan serviceability (indeks kualitas pelayanan perkerasan) yang dikembangkan berdasarkan percobaan test track. Pada tahun 1960-an The AASHO Road Test melakukan eksperimen dimana eksperimen inilah yang menjadi panduan metode AASHTO. Metode ini dikembangkan dengan cara uji laboratorium atau percobaan tes lajur dengan kurva model yang dilengkapi dengan parameter-parameter tertentu sebagai datanya dikenal dengan metode empiris. Metode empiris ini hanya berlaku untuk bahan-bahan
27
tertentu dan kondisi iklim (sesuai dengan percobaan yang dilakukan) di tempat metode tersebut dikembangkan. Semakin berkembangnya teknologi, semakin berkembang pula metode desain perkerasan jalan. Yang sebelumnya metode desain hanya memakai prinsip kekuatan struktur dengan menggunakan tebal yang berbeda-beda disetiap lapis perkerasan, saat ini beberapa metode muncul bersamaan dengan penggunaan material perkerasan baru dalam desain perkerasan jalan. Parameter desain yang baru dalam perencanaan perkerasan jalan diperlukan untuk memasukkan mekanisme kegagalan (metode kegagalan). Dengan kata lain, dalam merencanakan perkerasan jalan selain mengharapkan kekuatan struktur yang baik, perencanaan harus mempertimbangkan bentuk kegagalan perkerasan tersebut, misalnya kelelahan retak dan deformasi permanen dalam kasus beton aspal. Contoh metode yang menggunakan prinsip kegagalan ini adalah metode yang dikembangkan oleh Asphalt Institute dan Shell. Metode ini yang pertama menggunakan teori linear-elastis untuk menghitung respon strukturdengan kombinasi model empiris untuk memprediksi jumlah kegagalan untuk perkerasan lentur khususnya. Namun, dalam aplikasinya material perkerasan yang dipergunakan dalam desain tidak menunjukkan perilaku sederhana seperti yang diasumsikan dalam teori isotropic linier elastis. Parameter seperti ketidakseragaman material, waktu dan temperatur dalam perkerasan, dan anisotropi merupakan hal yang rumit untuk diamati. Untuk itu diperlukan model dalam perencanaan perkerasan seperti ini. Pendekatan desain mekanistik didasarkan pada teori mekanika yang berhubungan dengan perilaku struktur dari perkerasan serta faktor diluar perkerasan seperti beban kendaraan dan lingkungan. 28
Secara umum, dalam perencanaan perkerasan lentur dikenal tiga metode, yaitu metode empiris, metode mekanistik dan metode mekanistik empiris. II.3.2. Metode Empiris Metode empiris merupakan metode yang dibuat dan dikembangkan dari pengalaman penelitian perencanaan suatu perkerasan jalan yang dimodelkan untuk tujuan penelitian tersebut ataupun dengan jalan yang sudah ada. Jadi metode ini menggunakan material dan parameter desain perkerasan tertentu. Dalam buku Yang H. Huang (2004) menjelaskan bahwa metode empiris diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu metode empiris tanpa uji kekuatan tanah dan metode empiris dengan tes kekuatan tanah. Penggunaan metode empiris tanpa uji kekuatan tanah berasal dari pengembangan Public Roads (PR) sistem klasifikasi tanah, di mana tanah dasar tersebut diklasifikasikan menjadi seragam dari A-1 sampai A-8 dan seragam dari B-1 sampai B-3. Sistem PR kemudian dimodifikasi oleh Highway Research Board (HRB), di mana tanah dikelompokkan dari A-1 sampai A-7 dan ditambahkan grup indeks untuk membedakan kelompok masingmasing tanah. Steele membahas penerapan klasifikasi HRB dan grup indeks sebagai dasar dalam memperkirakan tebal perkerasan tanpa tes kekuatan. Metode empiris dengan Uji Kekuatan pertama kali digunakan oleh California Highway Department pada tahun 1929. Ketebalan perkerasan berhubungan dengan California Bearing Ratio (CBR). CBR didefinisikan sebagai ketahanan penetrasi tanah dasar relatif terhadap standar batu pecah. Desain metode CBR dipelajari secara luas oleh U. S. Corps of Engineers selama Perang Dunia II dan menjadi metode yang sangat populer setelah perang.
29
Kelemahan dari metode empiris ini adalah metode ini hanya dapat dipergunakan untuk desain perkerasan jalan lentur dengan kondisi lingkungan, material dan kondisi pembebanan tertentu sesuai dengan percobaan yang dilakukan dalam pengembangan metode empiris ini. Oleh karena itu apabila seorang perencana mau menggunakan metode empiris, harus dikembangkan terlebih dahulu dengan cara trial dan error untuk menyesuaikan dengan kondisi yang baru. II.3.3. Metode Mekanistik Metode mekanistik merupakan metode yang dikembangkan dari kaidah teoritis dari karakteristik dari suatu material yang digunakan dalam perencanaan perkerasan, termasuk estimasi terhadap respons struktur perkerasan terhadap beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan. Metode mekanistik mengasumsikan perkerasan jalan menjadi suatu struktur multi-layer (elastic) structure untuk perkerasan lentur dan suatu struktur beam on elastic foundation untuk perkerasan kaku. Akibat beban kendaraan yang bekerja diatasnya, yang dalam hal ini dianggap sebagai beban statis merata, maka akan timbul tegangan (stress) dan regangan (strain) pada struktur tersebut. Tempat bekerjanya tegangan ataupun regangan yang memiliki nilai paling maksimum yang terjadi akibat pembebanan suatu perkerasan jalan akan menjadi kriteria perncanaan tebal struktur perkerasan dengan cara metode mekanistik ini. II.3.4. Metode Mekanistik-Empiris Metode ini merupakan metode pada prinsip perencanaan perkerasan jalan yang dikembangkan dari kombinasi metode meknistik dan empiris. Masing-masing metode yang telah dijelaskan di atas memiliki kelemahan dalam penggunaannya
30
dalam desain perkerasan. Oleh karena itu peneliti mengembangkan metode ini dengan tujuan semakin baiknya kinerja perencanaan perkerasan jalan. Metode desain mekanistik-empiris didasarkan pada mekanika bahan yang berhubungan dengan data yang diperlukan seperti beban roda, respon perkerasan, seperti tegangan dan regangan. Nilai respon digunakan untuk memprediksi tekanan dari tes laboratorium dan data kinerja lapangan. Sangat perlu dilakukan pengamatan pada kinerja perkerasan karena teori saja belum terbukti cukup untuk desain perkerasan secara realistis. Kerkhoven dan Dormon pertama kali menyarankan penggunaan regangan tekan vertikal pada permukaan tanah dasar sebagai kriteria kegagalan untuk mengurangi deformasi permanen. Saal dan Pell merekomendasikan penggunaan regangan tarik horisontal di bawah lapisan aspal untuk meminimalkan kelelahan retak, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. Penggunaan konsep untuk desain perkerasan pertama kali disajikan di Amerika Serikat oleh Dormon dan Metcalf (Huang, 2004).
Gambar 2.5 Konsep Desain Perkerasan Pertama
31
Penggunaan regangan tekan vertikal untuk mengontrol deformasi permanen didasarkan pada fakta bahwa regangan plastis sebanding dengan regangan elastis pada bahan perkerasan. Dengan demikian, dengan membatasi regangan elastis pada tanah dasar, regangan elastis pada bahan di atas tanah dasar juga dapat dikontrol atau dikendalikan, maka besarnya deformasi permanen pada permukaan perkerasan juga dapat dikendalikan dan dikontrol pada akhirnya. Kedua kriteria telah diadopsi oleh Shell Petroleum International, dan oleh Asphalt Institute (Huang, 2004). Dari bahasan di atas, dapat dilihat bahwa metode mekanistik-empiris ini memiliki kelebihan dalam desainnya yaitu perencana perkerasan lentur dapat memprediksi kerusakan yang akan terjadi pada perkerasan tersebut, menigkatkan nilai reliabilitas dari desain juga memungkinkan melakukan perencanaan perkerasan lentur dengan data dari laboratorium dan lapangan yang sangat terbatas dikarenakan pada metode ini memakai prinsip nilai tegangan dan regangan pada lapisan perkerasan. II.3.5. Metode Bina Marga 2013 Prosedur-prosedur ini harus diikuti sebagaimana diuraikan pada sub bab refrensi Bina Marga 2013 untuk mencapai solusi optimum dalam desain perkerasan lentur.
32
1. Tentukan umur rencana dari tabel 2.2 Umur Rencana Perkerasan Dalam Bina Marga 2013 dicantumkan umur rencana untuk masingmasing tipe perkerasan untuk jalan baru. Tabel 2.2 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR) Jenis Perkerasan Perkerasan lentur
Umur Rencana Elemen Perkerasan lapisan aspal dan lapisan berbutir dan CTB
(tahun) 20
pondasi jalan semua lapisan perkerasan untuk area yang tidak
Perkerasan Kaku
diijinkan sering ditinggikan akibat pelapisan ulang, misal : jalan perkotaan, underpass, jembatan, Cement Treated Based terowongan. lapis pondasiatas, lapis pondasi bawah, lapis beton semen, dan pondasi jalan.
Semua elemen Jalan tanpa penutup Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013
40 Minimum 10
Catatan : 1. Jika dianggap sulit untuk menggunakan umur rencana di atas, maka dapat digunakan umur rencana berbeda, namun sebelumnya harus dilakukan analisis dengan discounted whole of life cost, dimana ditunjukkan bahwa umur rencana tersebut dapat memberikan discounted whole of life cost terendah. Nilai bunga diambil dari nilai bunga rata-rata dari Bank Indonesia, yang dapat diperoleh dari http://www.bi.go.id/web/en/Moneter/BI+Rate/Data+BI+Rate/. 2. Umur rencana tidak boleh diambil melampaui kapasitas jalan pada saat umur rencana
33
2. Tentukan nilai-nilai CESA4 untuk umur desain yang telah dipilih Dalam Bina Marga 2013 pada Sub Bab 4 menjelaskan tentang Lalu Lintas, dimana di dalamnya terdapat penjelasan mengenai Beban Sumbu standar Kumulatif atau dikenal dengan Cumulative Equivalent Single Axle Load (CESA) yang merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur desain selama umur rencana yang ditentukan sebagai : ESA
= (Σjenis kendaraan LHRT x VDF) …………………. (2.1)
CESA
= ESA x 365 x R ……………………………………... (2.2)
Dimana
ESA
: lintasan sumbu standar ekivalen
(equivalent standard axle) untuk 1 (satu) hari LHRT
: lintas harian rata – rata tahunan untuk
CESA
jenis kendaraan tertentu
: Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama
umur rencana R
Dimana
: faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
(
)
………………………………….. (2.3)
R
: faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
i
: tingkat pertumbuhan lalu lintas tahunan (%)
UR
: umur rencana (tahun)
Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data – data pertumbuhan historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid, bila tidak ada maka pada tabel 2.3 digunakan sebagai nilai minimum 34
Tabel 2.3 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum Untuk Desain 2011 – 2020 5 3,5 1
Arteri dan perkotaan (%) Kolektor rural (%) Jalan desa (%)
> 2021 – 2030 4 2,5 1
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013
3. Tentukan nilai Traffic Multiplier (TM) TM atau Traffic Multiplier merupakan nilai yang dihitung untuk mengoreksi kerusakan atau kelelahan dari lapisan aspal, dimana perhitungan nilai TM masih berpedoman pada percobaan AASHTO. Dalam Bina Marga 2013 mencantumkan bahwa nilai TM ini digunakan hanya untuk desain dengan menggunakan program CIRCLY. Untuk perkerasan lentur, kerusakan yang disebabkan lalu lintas desaindinyatakan dalam ekivalen Sumbu Standar 80 kN. Berdasarkan jalan percobaan AASHTO, faktor ekivalen beban dihitung sebagai berikut: Kerusakan perkerasan secara umum
( ) …………………………………………………………(2.4)
Dimana
Lij SL
= beban pada sumbu atau kelompok sumbu = beban standar untuk sumbu atau kelompok sumbu (nilai SL mengikuti ketentuan dalam pedoman desain Pd T-05-2005).
Kinerja perkerasan lentur dipengaruhi oleh sejumlah faktor, namun tidak semua faktor tersebut tercakup di dalam persamaan diatas.Misalnya faktor kelelahan. Hubungan kelelahan lapisan aspal (asphalt fatigue) untuk lapis beraspal
35
tebal berkaitan dengan regangan (strain) sebagaimana terlihat dalam persamaan berikut: Kerusakan lapisan aspal (
*
Dimana
RF Vb Smix μɛ
)
+ …………………………....... (2.5)
= tingkat kepercayaan (diambil nilai 1 untuk reliabilitas) = volume bitumen =95%) kekakuan aspal = regangan
Kerusakan yang diakibatkan oleh lalu lintas yang dinyatakan dalam ESA4 memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan kerusakan akibat kelelahan lapisan aspal (asphalt fatigue) akibat overloading yang signifikan. Persamaan TM yang dapat digunakan untuk mengoreksi ESA4 akibat kelelahan lapisan aspal : Kerusakan lapisan aspal …………………………… (2.6) Dimana
ESAaspal = jumlah pengulangan sumbu standar untuk desain lapisan aspal total dengan tebal lebih besar dari 50 mm (tidak berlaku untuk lapisan yang tipis). ESA4
= jumlah pengulangan sumbu standar dihitung
dengan menggunakan rumus
pangkat
4
yang
digunakan
untuk
desainPondasi jalan. Nilai TM kelelahan lapisan aspal (TM lapisan aspal) untuk kondisi pembebanan yang berlebih di Indonesia adalah berkisar 1,8 - 2. Nilai yang akurat berbeda-beda
36
tergantung dari beban berlebih pada kendaraan niaga di dalam kelompok truk.LAMPIRAN B memberikan dasar untuk VDF kelompok kendaraan dan perhitungan TM untuk Indonesia. 4. Hitung CESA5= TM x CESA4 dan gunakan untuk semua bab dari prosedur ini Nilai CESA tertentu (pangkat 4) untuk desain perkerasan lentur harus dikalikan dengan nilai TM untuk mendapatkan nilai CESA5, CESA5 = (TM x CESA4) …………………………………………… (2.7) Sama halnya juga untuk mengakomodasi deformasi tanah dasar dan lapis perkerasan dengan pengikat semen masing-masing juga mengikuti aturan pangkat 7 dan pangkat 12, sehingga juga dibutuhkan penggunaan faktor TM untuk desain mekanistik, desain dalam manual ini didasarkan pada nilai CESA pangkat 4 dan 5 yang sesuai. Karena itu sangat penting untuk menggunakan nilai CESA yang benar sebagai masukan dalam penggunaan desain.
Pangkat 4 digunakan untuk bagan desain pelaburan tipis (Burda) dan perkerasan tanpa penutup.
Pangkat 5 digunakan untuk perkerasan lentur
Desain perkerasan kaku membutuhkan jumlah kelompok sumbu kendaraan berat dan bukan nilai CESA
37
5. Tentukan tipe perkerasan dari Tabel 2.4 atau dari pertimbangan biaya (analisis dicounted whole of life cost) Setelah dilakukan perhitungan beban lalu lintas dengan Traffic Multiplier, Perhitungan selanjutnya menentukan tipe perkerasan apa yang akan digunakan dalam desain. Secara umum hanya terdapat 2 jenis perkerasan pada jalan raya, yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku.
38
Tabel 2.4 Pemilihan Jenis Perkerasan
Struktur Perkerasan Perkerasan kaku dengan lalu lintas berat Perkerasan kaku dengan lalu lintas rendah (desan dan daerah perkotaan) AC WC modifikasi atau SMA modifikasi dengan CTB (pangkat 5) AC dengan CTB (pangkat 5) AC tebal ≥ 100 mm dengan lapis pondasi berbutir (pangkat 5) AC atau HRS tipis di atas lapis pondasi berbutir Burda atau Burtu dengan LPA Kelas A atau batuan asli Lapis Pondasi Soil Cemnet sPerkerasan tanpa penutup
Desain
ESA 20 tahun (juta) (pangkat 4 kecuali disebutkan lain) 0 - 0.5 0.1 - 4 4 - 10 10 – 30 > 30
4
2
4A
2
2
1,2
3
2
3
2
3A
1,2
3
1,2
Gambar 6 6 Gambar 6
3 1
3 1
1
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013
Solusi yang lebih diutamakan (lebih murah) Alternatif – lihat catatan
Catatan:
tingkat kesulitan:
1
kontraktor kecil - medium
2
kontraktor besar dengan sumber daya yang memadai
3
membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus -dibutuhkan kontraktor spesialis Burda
39
6. Tentukan seksi-seksi subgrade yang seragam dan daya dukung subgrade Subgrade merupakan lapisan pertama dalam desain perkerasan yang dikerjakan baik dilakukan perbaikan (timbunan) maupun langsung dilakukan pemadatan. Subgrade harus benar-benar diperhatikan dalam perkerasan, Karena distribusi beban yang berasal dari permukaan perkerasan akan ditransfer sampai ke subgrade. Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Modulus Tanah Dasar akibat Variasi Musiman
Musim
Faktor Penyesuaian Minimum untuk CBR dari pengujian DCP
Faktor Penyesuaian Minimum Pengukuran Lendutan
0.90
1
0.80 0.70
1.15 1.13
Musim Hujan dan Tanah Jenuh Peralihan Musim Kering
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013
Nilai desain (CBR/lendutan) = (hasil bacaan DCP atau data lendutan) x faktor penyesuaian Pendekatan umum untuk desain pondasi harus diambil konservatif, yang mengasumsikan kondisi terendam pada tingkat pemadatan yang disyaratkan. 7. Tentukan struktur pondasi jalan Dalam mendesain perkerasan jalan, perencana perlu menentukan struktur pondasi jalan yang bagaimana akan dipergunakan dalam perencanaan tersebut. Dalam Bina Marga 2013 dicantumkan bagan alir dalam pemilihan metode desain pondasi jalan.
40
Periksa data proyek dan gambar rencana dan bagilah dalam seksiseksi yang homogeny dengan daya dukung pondasi yang hamper sama
Tanahnya alluvial dengan kepadatan rendah ?
YA
Tanahnya jenuh atau berpotensial jenuh ?
TIDAK
YA
TIDAK
Metode Desain A (prosedur subgrade standar)
Metode Desain B (tanah alluvial jenuh)
Metode Desain C (tanah alluvial kering)
Gambar 2.6 Bagan Alir Desain Pemilihan Metode Desain Pondasi Jalan
41
Selain bagan tersebut, untuk mempermudah dalam desain pondasi jalan, dicantumkan juga tabel perkiraan nilai CBR tanah dasar untuk beberapa jenis kondisi tanah dan juga dan tabel desain pondasi jalan minimum seperti dibawah ini :
42
Tabel 2.6 Bagan Desain 1 : Perkiraan Nilai CBR Tanah Dasar
43
Tabel 2.7 Bagan Desain 2 : Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum
44
8. Tentukan struktur perkerasan yang memenuhi syarat dari desain 3 Maksud dari syarat desain 3 adalah pertimbangan desain pada perkerasan lentur dengan menggunakan Bina Marga 2013 didasarkan pada pengoptimalan biaya desain tersebut dengan menggunakan bagan-bagan desain yang diberikan seperti berikut :
45
Tabel 2.8 Bagan Desain 3 : Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Minimum Termasuk CTB
46
Tabel 2.9 Bagan Desain 3A : Desain Perkerasan Lentur Alternatif
47
Tabel 2.10 Alternate Bagan Desain 3A : Desain Perkerasan Lentur – Aspal dengan Lapis Pondasi Berbutir
1
Periksa apakah setiap hasil perhitungan secara struktur sudah cukup kuat menggunakan Pd T-01-2002-B
1
atau Desain Mekanistik (misalnya Austroads 2008)
48
9. Tentukan standar drainase bawah permukaan yang dibutuhkan Seperti peraturan lainnya, drainase bawah permukaan (sub surface pavement drainage) juga harus diperhatikan dalam desain perkerasan jalan lentur. Dalam Bina Marga 2013 dicantumkan ketentuan dalam desain drainase bawah permukaan : Tabel 2.11 Koefisien Drainase ‘m’ untuk Tebal Lapis Berbutir
49
10. Tetapkan kebutuhan daya dukung tepi perkerasan Dalam Bina Marga 2013 dicantumkan ketebalan lapisan yang diijinkanuntuk pembatasan pada tepi perkerasan
Tabel 2.12 Ketebalan Lapisan yang Diijinkan Untuk Pembatasan
50
11. Tetapkan kebutuhan pelapisan (sealing) bahu jalan Tahap terakhir adalah dilakukannya pelapisan bahu jalan (sealing) yang dijelaskan dalam Bina Marga 2013 pada lampiran. Pada lampiran tersebut diberikan ketentuan dalam desain sealing.
II.4. MULTI-LAYERED ELASTIC SYSTEM Multilayer Elastic System (Teori sistem Lapis Banyak) merupakan salah satu penyelesaian secara analisis pada metode mekanistik. Pada sistem struktur lapisan banyak ini berkenaan dengan tegangan, regangan, dan lendutan yang merupaka respon dari perkerasan terhadap beban roda kendaran yang melintas di atasnya. Dalam multi-layered elastic system, menggunakan beberapa asumsi dalam menghitung respon struktur seperti yang disebutkan di atas, antara lain (Yodder and Witczak, 1975) :
Sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan dianggap homogen. Contohnya sifat di titik Ai sama dengan sifat-sifat bahan di titik Bi. (Lihat Gambar 2.7).
Tiap lapisan mempunyai tebal tertentu (batas ketebalan), kecuali untuk lapisan paling bawah (tanah dasar memiliki ketebalan tidak terbatas) dan lebar setiap lapisan perkerasan dianggap tidak terbatas.
Tiap lapisan dianggap isotopik, yakni sifat bahan di suatu titik tertentu, titik Ai contohnya sama di setiap arah.
Friksi yang terjadi diantara lapisan yaitu di interface.
Gaya geser permukaan tidak terdapat di permukaan tersebut.
51
Sifat-sifat bahan diwakili oleh dua parameter struktural, yaitu modulus resilient (E atau MR) dan konstanta Poisson (µ)
Gambar 2.7 Model Sistem Lapis Banyak Dalam Teori Sistem Lapis Banyak (Multi-layered Elastic System) terbagi atas tiga sistem, yaitu Sistem Satu Lapis, Sistem Dua Lapis, dan Sistem Tiga Lapis. Berikut akan dijelaskan masing-masing sistem lapisan tersebut. II.4.1. Sistem Satu Lapis Dalam menganalisis tegangan (stress), regangan (strain) dan lendutan (deflection) dapat digunakan persamaan Boussinesq, dimana pada persamaan ini Boussinesq mengasumsikan lapisan tanah bersifat homogen, isotropik dan elastis yang dimodelkan pada media beban terpusat (point load) (Yodder and Witczak, 1975). Untuk beban terpusat ini, Boussinesq memberikan persamaan berikut : 52
…………………………………………………………………………… (2.7)
[
(
) ]
…………………………………………………………………… (2.8)
Dimana : r = jarak radial dari beban terpusat z = kedalaman Karena beban roda berbentuk lingkaran (lihat Gambar 2.12), maka untuk rumusrumus tegangan, regangan, dan lendutan untuk akibat beban terbagi rata (P) pada bidang kontak lingkaran berjari-jari (a) dapat dilihat pada tabel 2.10
Gambar 2.8 Diagram tegangan sistem satu lapis
53
Tabel 2.13 Persamaan Pada Multilayered Elastic System
Sumber : Principles Of Pavement Design (Yodder, E.J and M.W. Witczak. 1975)
II.4.2. Sistem Dua Lapis Sistem struktur dua lapisan dapat memodelkan struktur perkerasan dengan membedakan tanah dasar dari lapisan-lapisan perkerasan di atasnya, atau dengan membedakan lapisan aspal dari lapisan agregat (termasuk tanah dasar). Dalam pemecahan masalah dua lapis, beberapa asumsi dibuat batas dan kondisi sifat bahan, yaitu homogen, isotropik dan elastik. Lapisan permukaan diasumsikan tidak terbatas tetapi kedalaman lapisan terbatas. Sedangkan lapisan bawahnya tidak terbatas baik arah horisontal maupun vertikal. Nilai tegangan dan defleksi didapat dari perbandingan modulus elastisitas setiap lapisan E1 / E2.
54
µ1,H1,E
1
µ2,H2,E2
Gambar 2.9 Sistem Dua Lapis
Gambar 2.10 Grafik Distribusi Tegangan Vertikal Dalam Sistem Dua Lapis
II.4.3. Sistem Tiga Lapis Tegangan – tegangan yang terjadi di setiap lapis pada axis simetri sistem tiga lapis dapat dilihat pada gambar 2.15. Tegangan – tegangan yang terjadi meliputi:
55
σz1 : tegangan vertikal interface 1 σz2 : tegangan vertikal interface 2 σr1 : tegangan horisontal pada lapisan 1 bagian bawah σr2 : tegangan horisontal pada lapisan 2 bagian bawah σr3 : tegangan horisontal pada lapisan 3 bagian atas
µ2,H2,E2 µ3,H3,E3
µ1,H1,E1
Gambar 2.11 Tegangan Sistem Tiga Lapis
Untuk menghitung besarnya nilai tegangan vertikal diperlukan grafik. Sedangkan untuk menghitung besarnya nilai tegangan horisontal diperlukan tabel tegangan faktor. Dalam menghitung nilai tegangan, baik vertikal maupun horisontal pada grafik dan diperlukan nilai di bawah: ................................................................................................(2.9) ………………………………………………………………... (2.10) ………………………………………………………………….(2.11) ………………………………………………………………….(2.12)
56
Dalam menentukan σ z1 dan σz2 diperlukan grafik. Dari grafik tersebut didapat nilai faktor tegangan (ZZ1 atau ZZ2) yang didapatkan dengan memasukkan parameter di atas. Untuk perhitungan tegangan vertikal digunakan rumus sebagai berikut: z1=
p(ZZ1)…………………………………………………………….(2.13)
z2=
p(ZZ2) …………………………………………………….……...(2.14)
Sedangkan untuk tegangan horisontal σr1, σr2, dan σr3 dapat diperoleh juga dari tabel. Pada tabel tersebut didapatkan nilai (ZZ1 – RR1), (ZZ2–RR2), (ZZ3 – RR3), maka diperlukan rumus : z1
− σr1= p(ZZ1 – RR1) ………………………………………………(2.15)
z2
− σr2= p(ZZ2 - RR2) ……………………………………………….(2.16)
Untuk menghitung regangan tarik horizontal di bawah lapis permukaan menggunakan rumus: (
)…………………………………………..……..... (2.17)
II.5. PEMODELAN LAPISAN PERKERASAN Sistem lapis banyak atau model lapisan elastis dapat menghitung tekanan dan regangan pada suatu titik dalam suatu struktur perkerasan. Model ini berasumsi bahwa setiap lapis perkerasan memiliki sifat-sifat seperti homogen, isotropis dan linear elastik yang berarti akan kembali ke bentuk aslinya ketika beban dipindahkan. Dalam permodelan lapis perkerasan jalan dengan model lapisan elastis ini diperlukan data input untuk mengetahui tegangan dan regangan pada struktur perkerasan dan respon terhadap beban. Paramer – parameter yang digunakan adalah:
57
a. Parameter setiap lapis
Modulus Elastisitas Hampir semua bahan adalah elastis, artinya dapat kembali ke bentuk
aslinya setelah direnggangkan atau ditekan. Modulus elastisitas adalah perbandingan antara tegangan dan regangan suatu benda. Modulus elastisitas biasa disebut juga Modulus Young dan dilambangkan dengan E. …………………………………………………….….(2.18) E = Modulus Elastsitas ; Psi atau kPa σ = Tegangan ; kPa ε = Regangan Modulus elastisitas untuk suatu benda mempunyai batas regangan dan tegangan elastisitasnya. Grafik tegangan dan regangan dapat dilihat pada gambar 2.12 batas elastisitas suatu bahan bukan sama dengan kekuatan bahan tersebut menanggung tegangan atau regangan, melainkan suatu ukuran dari seberapa baik suatu bahan kembali ke ukuran dan bentuk aslinya.
58
Gambar 2.12 Modulus Elastisitas Tabel 2.14 Nilai Modulus, Koefisien Relatif, dan Poisson Rasio Jenis Bahan
Modulus Tipikal
Koefisien Relatif (a)
HRS WC
800 Mpa
0.28
HRS BC
900 Mpa
0.28
AC WC
1100 Mpa
0.31
AC BC (lapis atas) AC Base atau AC BC (sebagai base)
1200 Mpa
0.31
1600 Mpa
0.31
Bahan bersemen (CTB)
Rasio Poisson's 0.4
0.2 (mulus) 500 Mpa retak
0.35 (retak) 0.45 (tanah kohesif)
Tanah dasar (disesuaikan musiman)
10 x CBR (Mpa)
0.35 (tanah non kohesif)
Sumber : Bina Marga 2013
Poisson Ratio Salah satu parameter penting yang digunakan dalam analisa elastis dari
sistem perkerasan jalan adalah Perbandingan Poisson ratio. Perbandingan Poison digambarkan sebagai rasio garis melintang sampai regangan bujur dari
59
satu spesimen yang dibebani. Konsep ini digambarkan di dalam Gambar. Di dalam terminologi realistis, perbandingan Poisson dapat berubah-ubah pada awalnya 0 sampai sekitar 0.5 (artinya tidak ada volume berubah setelah dibebani).
Gambar 2.13 Model Poisson Ratio b. Ketebalan Lapisan Ketebalan setiap lapisan diperlukan dalam teori sistem lapis banyak sebagai input dalam penyelasaian menggunakan program. Ketebalan setiap lapis dalam satuan cm atau inch.
60
c. Kondisi beban Data ini terdiri dari data beban roda, P (KN/Lbs) , tekanan ban, q (Kpa / Psi) dan khusus untuk sumbu roda belakang , jarak antara roda ganda, d (mm/inch). Nilai q dan nilai d pada prinsipnya dapat ditentukan sesuai dengan data spesifikasi teknis dari kendaraan yang digunakan .Sedangkan nilai P dipengaruhi oleh barang yang diangkut oleh kenderaan. Nilai P pada sumbu roda belakang dan pada sumbu roda depan juga berbeda. Dengan metode analitis kedua beban sumbu roda depan dan sumbu roda belakang dapat dianalisis secara bersamaan. Analisis struktural perkerasan yang akan dilakukan pada langkah selanjutnya juga memerlukan jari-jari bidang kontak, a (mm,inch) antara roda bus dan permukaan perkerasan yang dianggap berbentuk lingkaran. √
………………………………………………..……(2.19)
a = jari-jari bidang kontak P = beban kendaraan q = tekanan beban Nilai yang akan dihasilkan dari permodelan lapis perkerasan dengan sistem lapis banyak adalah nilai tegangan, regangan dan lendutan. a. Tegangan. Intensitas internal di dalam struktur perkerasan pada berbagai titik. Tegangan satuan gaya per daerah satuan (N/m2, Pa atau psi). b. Regangan, pada umumnya menyatakan sebagai rasio perubahan bentuk dari bentuk asli (mm/mm atau in/in). Karena regangan di dalam perkerasan adalah sangat kecil, dinyatakan dalam microstrain (10 -6).
61
c. Defleksi/lendutan. Perubahan linier dalam suatu bentuk. Defleksi dinyatakan di dalam satuan panjang (μm atau inchi atau mm). Penggunaan program komputer analisis lapisan elastis akan memudahkan untuk menghitung tegangan, regangan, dan defleksi di berbagai titik dalam suatu struktur perkerasan. Beberapa titik penting yang biasa digunakan dalam analisa perkerasan adalah sebagai berikut: Tabel 2.15 Analisa Struktur Perkerasan Lokasi Permukaan
Respon Defleksi
perkerasan Bawah
Analisa struktur perkerasan Digunakan dalam desain lapis tambah
lapisan Regangan
perkerasan
horizontal
Bagian atas tanah Regangan dasar/bawah lapis vertical
tarik Digunakan untuk memprediksi retak fatik pada lapis permukaan tekan Digunakan untuk memprediksi kegagalan rutting yang terjadi
pondasi bawah .
62
Gambar 2.14 Lokasi Analisa Struktur Perkerasan
II.6. KERUSAKAN PADA PERKERASAN Perkerasan yang telah didesain dengan metode tertentu ataupun dengan bahan perkerasan yang baik, pada akhirnya akan menemukan titik jenuh, dimana ketahanan perkerasan dalam menerima beban kendaraan dalam masa layan tertentu akan mengalami kerusakan. Ada yang mengalami kerusakan pada waktu masa layan (umur rencana) yang telah direncanakan, adapun yang mengalami kerusakan di awal atau sebelum akhir umur rencana yang telah ditetapkan. Kerusakan dalam
bentuk
yang
sederhana
umumnya
lebih
mudah
diidentifikasikan sebab-sebabnya.
63
Kerusakan perkerasan jalan dapat disebabkan oleh (Hary, 2007) :
Beban lalu-lintas yang berlebihan.
Kondisi tanah dasar (subgrade) yang tidak stabil, sebagai akibat dari sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat-sifat tanah dasar yang memang jelek.
Kondisi tanah pondasi yang kurang baik, lunak atau mudah mampat, bila jalan terletak pada timbunan.
Kondisi lingkungan, yaitu termasuk akibat suhu udara dan curah hujan yang tinggi.
Material dari struktur perkerasan dan pengolahan yang kurang baik.
Penurunan akibat pembangunan utilitas di bawah lapisan perkerasan.
Drainase yang buruk, sehingga berakibat naiknya air ke lapisan perkerasan akibat isapan atau kapilaritas.
Kadar aspal dalam campuran terlalu banyak, atau terurainya lapis aus oleh akibat pembekuan dan pencairan es.
Kelelahan (fatigue) dari perkerasan, pemadatan, atau geseran yang berkembang pada tanah dasar, lapis pondasi bawah (subbase), lapis pondasi (base) dan lapis permukaan.
Dalam perkerasan kaku, kondisi beton yang memburuk disebabkan oleh berkurangnya mutu kekuatan pada perkerasan beton akibat material pembentuk yang tidak awet, proses beku-cair, reaksi agregat alkali dan lainlain. Kerusakan perkerasan kaku juga bisa diakibatkan oleh melengkung atau tidak tepatnya kelurusan batang ruji (dowel) dan tegangan-tegangan yang timbul akibat ekspansi dan penyusutan. Selain itu, perkerasan rusak oleh 64
akibat: pemompaan (pumping), pecahnya bagian sudut pelat, rusaknya sambungan dan lain-lain. Banyak bentuk kerusakan yang dapat terjadi pada perkerasan. Jenis-jenis kerusakan perkerasan lentur, umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Deformasi : bergelombang, alur, ambles, sungkur, mengembang, benjol, dan turun.
Retak : memanjang, melintang, diagonal, reflektif, blok, kulit buaya, dan bentuk bulan sabit.
Kerusakan tekstur permukaan : butiran lepas, kegemukan, agregat licin, terkelupas, dan stripping.
Kerusakan lubang, tambalan dan persilangan jalan rel.
Kerusakan di pinggir perkerasan : pinggir retak/pecah dan bahu turun.
Pada subbab ini akan di bahas mengenai kerusakan pada perkerasan, yaitu perkerasan lentur. Dengan bahasan kerusakan yang dikhususkan pada kerusakan alur (rutting). Dalam buku Hary Christady Hardiyatmo (2007) menjelaskan bahwa alur (rutting) adalah deformasi permukaan perkerasan aspal dalam bentuk turunnya perkerasan kearah memanjang pada lintasan roda kendaraan (lihat gambar 2.19 dan 2.20). Distorsi permukaan jalan yang membentuk alur-alur terjadi akibat beban lalu lintas yang berulang-ulang pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Gerakan ke atas perkerasan dapat timbul di sepanjang pinggir alur.
65
Gambar 2.15 Alur Pada Jalan Raya (1)
Gambar 2.16 Alur Pada Jalan Raya (2) Alur biasanya baru nampak jelas ketika hujan dan terjadi genangan air di dalamnya. Menurut Asphalt Institute MS-17, sebab-sebab terjadinya alur adalah seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.17 Alur disebabkan oleh pemadatan (deformasi tanah dasar) atau perpindahan campuran aspal yang tidak stabil. Faktor penyebab kerusakan adalah sebagai berikut :
66
Pemadatan lapis permukaan dan pondasi (base) kurang, sehingga akibat beban lalu lintas lapis pondasi memadat lagi.
Kualitas campuran aspal rendah, ditandai dengan gerakan arah lateral dan ke bawah dari campuran aspal di bawah beban roda berat.
Gerakan lateral dari satu atau lebih dari komponen pembentuk lapis perkerasan yang kurang padat. Contoh terjadinya alur pada lintasan roda yang disebabkan oleh deformasi dalam lapis pondasi atau tanah dasar. Tanah dasar lemah atau agregat pondasi (base) kurang tebal, pemadatan kurang, atau terjadi pelemahan akibat infiltrasi air.
Gambar 2.17 Skema Terjadinya Alur Setelah melihat pengertian dan faktor penyebab kerusakan perkerasan lentur berupa alur, bentuk kerusakan seperti ini harus segera diperbaiki. Karena apabila kerusakan alur dibiarkan terus menerus, perkerasan yang mengalami kenaikan dari posisi awal desain (kenaikan masih kecil) lama kelamaan akan naik secara berlebihan di sepanjang alur yang terjadi. Sehingga ketinggian perkerasan disepanjang alur akan
67
dua kali lipat tingginya dari posisi awal desain perkerasan tersebut. Selain itu apabila alur ini digenangi oleh air akan menyebabkan kerusakan tambah meluas yang akan mengakibatkan kecelakaan pada kendaraan (dapat terjadi slip atau ambles ketika melintas di sepanjang alur). Hal ini tentunya mengurangi kenyamanan dan keselamatan dalam berkendara. Untuk melakukan perbaikan kerusakan perkerasan berupa alur seperti ini dapat dilakukan perbaikan berupa lapis tambah (overlay).
Pada perbaikan lapis
tambah ini menggunakan campuran aspal panas (hot mix). Seperti yang diketahui overlay merupakan bentuk perbaikan yang dilakukan pada permukaan perkerasan saja. Oleh karena itu bagian perkerasan yang terjadi alur di ratakan kemudian dilakukan pelapisan permukaan dengan hot mix. Proses perbaikan seperti ini sering dipakai untuk perbaikan sementara. Selain perbaikan dengan lapis tambah, apabila penyebab kerusakan alur terjadi karena kurangnya daya dukung lapis pondasi (base) atau tanah dasar terhadap beban kendaraan, perbaikan yang cocok adalah dengan melakukan perencanaan perkerasan kembali pada perkerasan tersebut. Shahin (1994) dalam buku Hary Christady Hardiyatmo (2007), memberikan tabel tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan perbaikannya.
68
Tabel 2.16 Tingkat Kerusakan Perkerasan Aspal, Identifikasi dan Pilihan Perbaikan Alur Tingkat Kerusakan L
M
H
Identifikasi Kerusakan
Pilihan Untuk Perbaikan
Kedalaman alur rata-rata 1/4 - 1/2 in (6 – 13 mm). Kedalaman alur rata-rata 1/2 - 1 in (13 – 25,5 mm).
Belum perlu diperbaiki; mill dan lapisan tambahan.
Kedalaman alur rata-rata 1 in. (25,4 mm)
Penambalan dangkal, parsial atau di seluruh kedalaman, mill dan lapisan tambah Penambalan dangkal, parsial atau di seluruh kedalamn, mill dan lapisan tambah
II.7. PROGRAM KENPAVE Software ini terbagi dalam empat program yang terpisah dan ditambah dengan beberapa program untuk menunjukkan grafis, keempat program tersebut antara lain yaitu LAYERINP, KENLAYER, SLABINP, dan KENSLAB. LAYERINP dan KENLAYER. merupakan program analisis untuk perkerasan lentur, sedangkan SLABINP dan KENSLAB merupakan program analisis untuk perkerasan kaku (Huang, 2004). II.7.1. Instalasi Program Program ini disimpan dalam CD dan terdiri dari lima file: setup.exe, Setup.lst, KENPAVEI.CAB, KENPAVE2.CAB, dan KENPAVE3.CAB. Program ini dapat diinstal pada setiap komputer dengan Windows 95 atau lebih tinggi. Prosedur untuk menginstal KENPAVE dijelaskan seperti di bawah ini: 1. Masukkan disk ke dalam CD Drive, Klik tombol Start, kemudian klik Run, dan akan keluar menu pada tampilan.
69
2. Ketik drive pertama diikuti oleh SETUP (misalnya D:\SETUP), kemudian klik OK, dan akan muncul pengaturan layar dengan beberapa petunjuk. 3. Disarankan semua file yang diinstal akan disimpan dalam direktori bawaan yaitu pada direktori C:\KENPAVE. tapi, dapat mengganti default dan menyimpannya dalam direktori yang anda inginkan. 4. Ikuti petunjuk pada layar sampai muncul pesan "KENPAVE Setup was completed succesfully". Selama instalasi, jika pesan" A file being copied is older than the file in your system . Do you want to keep this file? " muncul, cukup klik "Ya" seperti yang direkomendasikan. Jika pesan kesalahan muncul untuk file tertentu, klik tombol Abaikan dan biarkan instalasi dilanjutkan. Sistem mungkin sudah memiliki file, atau file tujuan mungkin ditulis untuk dilindungi. 5. Jalankan KENPAVE dengan mengklik tombol Start, kemudian arahkan ke Programs dan KENPAVE, dengan mengklik KENPAVE akan keluar layar utama KENPAVE.
Setelah instalasi, total 30 file akan disimpan di direktori KENPAVE, di antaranya
adalah
KENPAVE.EXE,
KENLAYER.EXE,
KENSLABS
EXE,.
LARGE.EXE (KENSLABS dengan memori besar), 12 file data dalam satuan Inggris, 12 file data dalam satuan SI, datapath digunakan untuk drop-down box, dan ST6UNST untuk menguninstall program. Untuk menghapus program dari komputer, klik start, klik Kontrol Panel. Kemudian klik dua kali Add / Remove Programs ikon, dan keluar tampilan untuk semua program yang diinstal, termasuk KENPAVE, akan ditampilkan. Setelah mengklik KENPAVE dan kemudian klik pada Add / Remove.
70
II.7.2. Perkembangan Program KENPAVE Program KENPAVE yang menyertai buku Yang H. Huang Edisi Kedua Pavement Analisis and Desain, adalah versi Windows pengganti empat program DOS dari LAYERINP, KENLAYER, SLABSINP, dan KENSLABS yang menyertai buku edisi pertama yang diterbitkan pada tahun 1993. Kontrol program KENPAVE adalah pada layar utama yang dapat melakukan berbagai fungsi. Setelah file data dibuat dan diberi nama (atau berganti nama), seluruh analisis dan desain dapat diselesaikan hanya dengan mengklik tombol atau menu tanpa keharusan untuk mengetik nama file lagi. File data yang disiapkan oleh KENPAVE sedikit berbeda dari programprogram sebelumnya. Sebagai contoh, program-program lama hanya dapat menggunakan unit bahasa Inggris, sementara KENPAVE dapat menggunakan salah satu unit bahasa Inggris atau SI. Dalam unit Inggris, program-program lama yang digunakan pci untuk satuan berat, sementara KENPAVE digunakan PCF. Namun, pada LAYERINP untuk perkerasan lentur dan SLABSINP untuk perkerasan kaku dapat mengkonversi file lama secara otomatis ke format baru sehingga file data lama masih dapat digunakan untuk menjalankan KENLAYER dan KENSLABS.
II.7.3. Tampilan Utama Program KENPAVE Gambar 2.18 menunjukkan tampilan utama KENPAVE, yang terdiri dari dua menu pada bagian atas dan 11 menu di bagian bawah. Tiga menu pada bagian kiri digunakan untuk perkerasan lentur, dan lima menu pada bagian kanan untuk perkerasan kaku, dan sisanya tiga untuk tujuan umum.
71
Gambar 2.18 Tampilan Awal KENPAVE II.7.4. Menu-menu pada Program KENPAVE Dalam jurnal Fadhlan (2013) yang dikutip dari buku Yang H.Huang (2004) menjelaskan menu-menu yang terdapat pada program KENPAVE. Selain itu akan dicantumkan juga menu input dan output pada sub program KENPAVE yaitu KENLAYER. Penjabarannya sebagai berikut :
Data Path Pada sebelah kiri di bagian ujung atas terdapat kotak Data Path yang merupakan direktori tepat penyimpanan data. Nama yang umum pada direktori adalah default C:\KENPAVE \ sebagai mana terdaftar pada proses instalasi. Jika ingin membuat direktori baru untuk menyimpan data file yang dibuat, Anda dapat mengetikkan nama direktori (mis C:\ABC \) di kotak Jalur data. Setelah LAYERINP atau SLABSINP diklik, direktori baru akan dibuat dan muncul sebagai item pertama dalam kotak data path. Jika Anda ingin
72
membuat file data yang ada selain direktori C:\KENPAVE\, Anda dapat mengetikkan nama direktori. Semua file data dalam direktori tersebut dengan extension. DAT akan ditampilkan dalam menu Filename yang berada di sebelah kanan. Namun, kotak nama file akan tetap kosong, jika tidak ada file dengan extensi DAT di direktori data.
Filename Pada menu filename akan ditampilkan sebuah file baru yang diciptakan oleh LAYERINP atau SLABSINP, kita tidak perlu mengeketik nama di kotak Filename karena file yang dibuat akan automatis ada pada menu filename. Semua file data harus memiliki ekstensi DAT. Nama file ditampilkan dalam kotak juga akan digunakan dalam file lain yang dihasilkan selama pelaksanaan KENLAYER atau KENSLABS. Untuk file yang ada untuk diedit, dapat mengetikkan nama file atau menggunakan daftar drop-down box untuk menemukan nama file.
Help Pada Setiap layar menu terdapat menu 'help' yaitu bantuan yang menjelaskan parameter input dan penggunaan yang tepat dari program. Textbox dan bentuk data yang kebanyakan berada pada layar yang sama. Beberapa menu memiliki 'Bantuan' menu atau tombol yang harus diklik jika ingin membacanya. Menu help sangat membantu dalam menjalankan program ini, karena pada setiap menu yang baru akan ada penjelasan sehingga lebih memudahkan pengguna dalam menggunakan program.
73
Editor EDITOR dapat digunakan untuk memeriksa, mengedit, dan cetak data file, untuk pengguna pemula dengan pengaturan file data, penggunaan LAYERINP atau SLABINP sebagai editor sangat dianjurkan. Jika pengguna yang berpengalaman, mungkin ingin membuat beberapa perubahan sederhana dalam file data dengan EDITOR karena dapat memasukkan file lebih cepat dan melihat isi dari seluruh file, bukan melalui serangkaian layar dengan menggunakan LAYERINP atau SLABSINPExit Setelah semua analisis yang diinginkan telah selesai, klik 'EXIT' untuk menutup KENPAVE.
Layerinp dan Slabsinp LAYERINP atau SLABSINP digunakan untuk membuat data file sebelum KENLAYER atau KENSLABS dapat dijalankan.
Kenlayer dan Kenslabs KENLAYER atau KENSLABS merupakan program utama untuk analisis perkerasan dan dapat dijalankan hanya setelah file data telah diisi. Program ini akan membaca dari file data dan memulai eksekusi. Selama eksekusi, beberapa hasil akan muncul di layar untuk member tahu bahwa program ini berjalan.
LGRAPH atau SGRAPH LGRAPH atau SGRAPH dapat digunakan untuk menampilkan grafik rencana dan penampang perkerasan dengan beberapa informasi tentang input dan output.
74
Contour Menu ini berguna untuk plot kontur tekanan atau momen dalam arah x atau y. plot contour adalah untuk perkerasan kaku.
II.8.
PROGRAM KENLAYER Program komputer KENLAYER ini hanya dapat diaplikasikan pada jenis
perkerasan lentur tanpa sambungan atau perkerasan kaku (Huang, 2004). Untuk perkerasan kaku digunakan program KENPAVE bagian KENSLABS. II.8.1. Dasar Teori Program KENLAYER Dasar dari program KENLAYER ini adalah teori sistem lapis banyak. Teori sistem lapis banyak adalah metode mekanistik dalam perencanaan perkerasan lentur sebagaimana yang telah diuraikan di BAB dua. KENLAYER dapat diaplikasikan pada perilaku tiap lapis yang berbeda, seperti linear, non linear atau viskoelastis. Dan juga empat jenis sumbu roda, yaitu sumbu tunggal roda tunggal, sumbu tunggal roda ganda, sumbu tandem dan sumbu triple. Pada program KENLAYER dimulai dengan input data melalui menu LEYERINP pada program KENPAVE.
II.8.2. Menu-Menu Pada LAYERINP Pogram KENLAYER
Tampilan LAYERINP Gambar 2.19 menunjukkan tampilan menu LAYERINP. Pada
LAYERINP ada 11 menu. Dari setiap menu harus diisi dengan data yang ada. Namun, ada menu-menu yang default yang artinya tidak perlu diisi Karena dengan automatis akan menyesuaikan dengan data yang diisi.
75
Gambar 2.19 Tampilan Layar LAYERINP Berikut ini adalah penjelasan dari menu – menu yang ada di dalam LAYERINP, yaitu: a. File Menu ini untuk memilih file yang akan diinput. New untuk file baru dan Old untuk file yang sudah ada. b. General Dalam menu General terdapat beberapa menu yang harus diinput:
Title
: Judul dari analisa.
MATL
: Tipe dari material.
(1) jika seluruh lapis merupakan linear elastis, (2) jika lapisan merupakan non linear elastis, (3) jika lapisan merupakan viskoelastis, (4) jika lapisan merupakan campuran dari ketiga lapisan di atas.
76
Gambar 2.20 Tampilan Menu General
NDAMA : Analisa kerusakan. (0) jika tidak ada kerusakan analisis, (1) terdapat kerusakan analisis, ada hasil printout, (2) terdapat kerusakan analisis, ada hasil printout lebih detail.
DEL
: Akurasi hasil analisa. Standar akurasi 0.001.
NL
: Jumlah layer / lapis, maksimum 19 lapisan
NZ
: Letak koordinat arah Z yang akan dianalisa. Jika
NDAMA =1 atau 2, maka NZ = 0 karena program akan menganalisa di koordinat yang mengalami analisa kerusakan.
NSTD
: (1) untuk vertikal displacement, (5) untuk vertikal displacement dan nilai tegangan, (9) untuk vertikal displacement, nilai tegangan dan nilai regangan.
77
NBOND : (1) jika antar semua lapis saling berhubungan / terikat, (2) jika tiap antar lapisan tidak terikat atau gaya geser diabaikan. NUNIT
: Satuan yang digunakan. (0) satuan English, (1) satuan SI. Tabel 2.17 Satuan English dan SI Satuan Panjang Tekanan Modulus
Satuan English Inch Psi Psi
Satuan SI cm kPa kPa
c. Zcoord Jumlah poin yang ada dalam menu ini sama dengan jumlah NZ pada menu General. ZC adalah jarak vertikal atau jarak dalam arah Z dimana jarak tersebut yang akan dianalisa oleh program. Contoh seperti dalam gambar, hal itu berarti yang akan dianalisa oleh program adalah pada kedalaman 4 inch dan 6 inch.
Gambar 2.21 Tampilan Layar Zcoord
78
d. Layer Jumlah layer yang ada dalam menu ini sama dengan jumlah NL pada menu General. TH adalah tebal tiap layer / lapis. PR adalah Poisson’s Ratio tiap layer.
Gambar 2.22 Tampilan Layar Layer e. Interface Menu interface ini berkaitan dengan NBOND yang ada dalam menu General. Jika NBOND = 1, maka menu interface akan default. Jika NBOND = 2, maka menu interface akan keluar seperti pada gambar
79
Gambar 2.23 Tampilan Layar Interface f. Moduli Jumlah period dalam menu ini sama dengan jumlah NPY dalam menu General. Maksimal period dalam menu ini adalah 12. E adalah modulus elastisitas tiap layer. g. Load Jumlah unit yang ada dalam menu ini sama dengan jumlah NLG dalam menu General. Untuk kolom Load (0) untuk sumbu tunggal roda tunggal, (1) untuk sumbu tunggal roda ganda, (2) untuk sumbu tandem, (3) untuk sumbu triple. Kolom CR adalah radius kontak pembebanan. Kolom CP adalah nilai beban. Kolom YW dan XW merupakan jarak antar roda arah y dan arah x. Jika kolom Load = 0, maka kolom YW dan XW = 0. Kolom NR dan NPT.
80
Gambar 2.24 Tampilan Layar Load
h. Parameter lain seperti Nonlinear, Viscoelastic, Damage, Mohr-Coulomb akan mengikuti nilai dengan sendirinya sesuai dengan input nilai yang dimasukan sebelum data ini.
II.9.
DATA MASUKAN (INPUT PROGRAM KENPAVE) Data yang diperlukan sebagai masukan dalam program KENPAVE adalah
data struktur perkerasan yang berkaitan dengan perencanaan tebal perkerasan metode mekanistik teori sistem lapis banyak. Data tersebut antara lain; modulus elastisitas, poisson ratio, tebal lapisan perkerasan, dan kondisi beban. Modulus elastisitas dari lapisan permukaan sampai tanah dasar yang diperlukan adalah dari modulus elastisitas yang telah ditentukan dalam perencanaan dengan metode Bina Marga.
81
Nilai poisson ratio ditentukan berdasarkan tabel 2.14. Data tebal perkerasan dari tebal lapisan yang dihasilkan melalui perhitungan metode Bina Marga. Data kondisi beban terdiri dari data beban roda P(KN/lbs), data tekanan ban q (Kpa/psi), data jarak antara roda ganda d(cm / inch), dan data jari-jari bidang kontak a(cm/inch). Pada penelitian ini digunakan data kondisi beban berdasarkan data yang digunakan di Indonesia (Sukirman, S. 2010) sebagai berikut: o Beban kendaraan Sumbu standar 18.000 pon/8.16 ton o Tekanan Roda satu ban 0,55 MPa = 5,5 kg/cm2 o Jari-jari bidang kontak 110 mm atau 11 cm o Jarak antara masing-masing sumbu roda ganda = 33 cm
Gambar 2.25 Sumbu Standar Ekivalen di Indonesia
II.10. DATA KELUARAN (OUTPUT PROGRAM) Setelah semua data yang diperlukan dimasukkan kedalam program KENPAVE maka program akan menjalankan analisis perkerasan. Keluaran dari program ini adalah tegangan, regangan, dan lendutan. Ada sembilan keluaran dari program ini yaitu vertical deflection, vertical stress, major principal stress, minor principal stress, intermediate principal stress, vertical strain, major principal strain,
82
minor principal strain, dan horizontal principal strain. Pada penelitian ini output yang digunakan adalah vertical strain dan horizontal principal strain untuk selanjutnya digunakan dalam menghitung jumlah repetisi beban berdasarkan analisa kerusakan fatigue dan rutting. II.11. TAHAPAN EVALUASI MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE Tahapan perhitungan evaluasi tebal perkerasan metode Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 (Bina Marga 2013) dengan menggunakan program KENPAVE adalah sebagai berikut: 1. Menentukan data struktur perkerasan yaitu modulus elastisitas, poisson ratio, dan tebal perkerasan berdasarkan perencanaan menggunakan metode Bina Marga 2013. 2. Hitung parameter dengan menggunakan teori sistem lapis banyak program KENPAVE sehingga diperoleh hasil tegangan dan regangan yang terjadi pada struktur perkerasan. 3. Nilai regangan tarik horisontal di bawah lapisan permukaan perkerasan dapat digunakan untuk mengetahui jumlah repetisi beban N f dan nilai regangan tekan di bawah lapis pondasi bawah atau permukaan tanah dasar dapat digunakan untuk mengetahui Nd. 4. Periksa nilai Nf dan Nd dengan Nrencana, yang telah direncanakan. 5. Jika Nf atau Nd lebih besar dari Nrencana maka tebal perkerasan yang dihasilkan melalui perencanana metode Bina Marga 2013 mampu menahan beban lalu lintas sesuai dengan yang direncanakan.
83
6. Jika Nf atau Nd lebih kecil dari Nrencana, maka tebal perkerasan metode Bina Marga tidak mampu menahan beban lalu lintas yang direncanakan berdasarkan teori sistem lapis banyak program KENPAVE.
84