BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sistem Usaha Tani Tanaman Pangan Usaha Tani merupakan kemampuan dari petani dalam mengorganisasikan dan
mengkoordinir faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian petani yang kurang mampu memanfaatkan benih, pupuk, luas lahan, tenaga kerja dan pestisida akan memiliki tingkat pendapatan yang relatif lebih rendah (Yusri, 2005). Untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan dengan penanaman beberapa komoditi diperlukan perencanaan usaha tani. Di mana perencanaan usaha tani yang dimaksud adalah pengaturan kembali sumber daya usaha tani melalui penetapan tujuan-tujuan, penyusunan rencana dan program-program dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Bagi seorang petani, perencanaan usaha tani adalah bagaimana seharusnya mengalokasikan sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu tetapi juga harus dapat meramalkan bagaimana mengalokasikan sumber daya dengan faktor-faktor tertentu seperti harga, permintaan, teknologi dan sebagainya. Soekartawi dkk (1986) menyatakan bahwa perencanaan usaha tani dapat digunakan untuk mengidentifikasi pedoman umum mengenai penggunaan sumber daya secara ekonomis untuk usaha tani di suatu daerah. Perencanaan usaha tani sangat dipengaruhi oleh sistem usaha tani itu sendiri. Menurut Fresco (1986) sistem usaha tani (Farming System) dapat diartikan sebagai
Universitas Sumatera Utara
unit pengambilan keputusan yang melibatkan rumah tangga petani, sub sistem pertanian (dalam arti luas tanaman, hewan atau ikan) dan sub sistem sumber daya alam dan lingkungan yang hasilnya dapat dikonsumsi langsung oleh keluarga maupun dijual. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perencanaan usaha tani merupakan perencanaan petani dari awal hingga akhir dengan mengkombinasikan pemanfaatan segala potensi sumber daya yang ada dan mampu mengatasi kendala-kendala yang dihadapi guna menghasilkan suatu produk yang yang optimum. Keadaan yang masih dijalani oleh umumnya petani kita adalah sebagian besar masih untuk memenuhi kebutuhan keluarga (pola subsistem) dan belum berorientasi pasar (market oriented) seperti halnya usaha tani di negara-negara maju (Danil, 2001). Pada umumnya usaha tani petani yang ada di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif kecil, tingkat pengetahuan yang rendah dan kurang dinamis sehingga mengakibatkan tingkat pendapatan usaha tani yang rendah (Soekartawi, 1989). Selanjutnya Mubyarto (1991) mengemukakan bahwa dalam pertanian, faktor produksi tanah (lahan) mempunyai kedudukan yang paling penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima dibandingkan faktor produksi lainnya. Sedangkan Muhajir dan Nazaruddin (1996) mengemukakan bahwa di samping modal dan tenaga kerja maka lahan merupakan faktor produksi yang sangat penting apalagi bagi seorang petani yang hidup matinya tergantung kepada lahan pertaniannya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Kebijakan Pemerintah Adanya kebijakan otonomi daerah memberikan peluang kepada daerah
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyuluhan terhadap petani dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan. Penyuluh pertanian diperlukan guna menyampaikan informasi dan teknologi bagi peningkatan produktivitas pertanian, namun adanya kelemahan kebijakan otonomi daerah bahwa penyuluh pertanian dapat berasumsi menjadi tenaga struktural dalam birokrasi pemerintahan, menyebabkan terhambatnya pelaksanaan tugas dan penyampaian informasi kepada petani. Oleh karena itu dalam implementasinya, hendaknya menempatkan tim pelayanan pada petani sebagai prioritas strategi pembangunan sistem pertanian yang transparan dan kondusif.
2.3.
Infrastruktur Pentingnya infrastruktur untuk pertumbuhan sektor pertanian sudah banyak
diakui. Hal ini terlihat jelas bahwa infrastruktur fisik membawa dampak langsung bagi kemajuan sektor pertanian di negara berkembang maupun negara maju. Fan and Zang (2004) mengatakan adanya pola sebab akibat dari investasi infrastruktur dan pertumbuhan sektor pertanian. Investasi di sektor jalan dan irigasi sangat penting dalam mendukung pertumbuhan sektor pertanian. Pada pertumbuhan sektor pertanian yang tinggi menyebabkan demand effect bidang irigasi jauh lebih tinggi dibanding bidang jalan.
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Kelembagaan Kelembagaan memegang peranan penting untuk menjamin suatu program
dapat berjalan terus-menerus dan mencapai tujuan. Kelembagaan pendukung sektor pertanian di pedesaan bersifat pasang surut dan tergantung kebutuhan. Kelembagaan dapat bersifat formal (disponsori dan dibantu pemerintah) dan non formal (terbentuk sebagai jawaban atas tuntutan kebutuhan aktual petani). Kelembagaan yang bersifat formal seperti penyuluh pertanian (WKBPP/WKPP, KUD) kurang berjalan karena batasan-batasan formal yang sering bergesekan dengan pemahaman petani. Kelembagaan juga berfungsi sebagai penggerak, penghimpun, penyalur sarana produksi, pembangkit minat dan sikap serta menjamin keberhasilan agribisnis pertanian. Kelembagaan yang mampu berkembang adalah kelembagaan yang sesuai dengan kondisi lokal dan bersifat multi fungsi dan luwes. Alan Foller (1992) tentang kelembagaan dan organisasi: “An institution is a complex norm and behavior that persist overtime by serving some socialy value purpose, while an organization is a structure of recognize and accept roles”.
2.5.
Produktivitas Tanaman Pangan Produktivitas pertanian tanaman pangan (padi dan palawija) dalam arti sempit
dapat diartikan sebagai kemampuan berproduksi dalam satu satuan luas. Namun secara luas produktivitas diartikan sebagai pendapatan yang diperoleh dengan menggunakan segala potensi sumber daya yang ada disertai dengan kemampuan untuk meminimumkan segala resiko yang dapat memperkecil pendapatan tersebut
Universitas Sumatera Utara
dalam satu satuan periode yang dibutuhkan. Hubungan antara produksi yang dihasilkan dengan pendapatan yang akan diterima petani sangat dipengaruhi oleh banyak faktor namun dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah faktor manajemen pengelolaan produksi seperti kebijakan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, kelembagaan dan infrastruktur pendukung. Usaha peningkatan produksi padi sawah di Indonesia pada dasarnya ditempuh secara bersama-sama dengan dua cara yaitu: 1) Peningkatan hasil tiap satuan luas (Intensifikasi), 2) Perluasan areal tanaman (Ekstensifikasi). Peningkatan produktivitas tanah pada umumnya diutamakan dari perluasan areal pertanian, hal ini terjadi karena terbatasnya tanah yang tersedia dan sulitnya pemindahan penduduk dari tempat yang padat ke tempat yang renggang. Produktivitas tanah umumnya dilakukan melalui 1) perbaikan di bidang teknologi pertanian untuk meningkatkan daya produksi tanaman 2) mengusahakan cara bertanam baru yang memungkinkan sebidang tanah menghasilkan lebih dari satu macam tanaman pada waktu yang sama misalnya pertanaman Tumpang Sari (Syahwier, dkk, 1994). Dalam pembangunan pertanian, peningkatan produksi seringkali diberi perhatian utama. Namun ada batas maksimal produktivitas ekosistem. Jika batas ini ini dilampaui ekosistem akan mengalami degradasi dan kemungkinan akan runtuh sehingga hanya sedikit orang yang bisa hidup dengan sumber daya yang tersisa (Kanisius, 1999). Produktivitas merupakan hasil per satuan luas lahan, tenaga kerja, modal (misalnya ternak, uang), waktu atau input lainnya (misalnya uang tunai, energi air dan
Universitas Sumatera Utara
unsur hara). Orang luar cenderung mengukur produktivitas usaha tani menurut total biomassa, hasil komponen-komponen tertentu (misalnya gabah, jerami, kandungan protein), hasil ekonomis atau keuntungan, seringkali memandang perlu untuk memaksimalkan hasil per satuan luas lahan (Kanisius, 1999).
2.6.
Pengembangan Wilayah Wilayah adalah unit tata ruang yang terdiri dari unsur-unsur tata ruang yaitu:
jarak, lokasi, bentuk, ukuran dan skala. Sebagai inti tata ruang yang dimanfaatkan manusia penataan dan penggunaan wilayah dapat terpelihara (Hanafiah, 1982). Pengembangan wilayah adalah suatu usaha untuk mengelola segala potensi yang ada pada suatu daerah dengan melaksanakan pembangunan di berbagai sektor melalui beberapa program kegiatan dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Jayadinata (1977) menyatakan bahwa pengembangan ialah usaha memajukan atau memperbaiki sesuatu yang ada, sedangkan pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada. Sedangkan menurut Soekartawi (1994) pembangunan wilayah adalah sebagai suatu pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial serta menghormati peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian pengembangan wilayah harus selalu diupayakan pada usaha untuk pembangunan nasional.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa pengertian tentang pengembangan wilayah adalah 1) bahwa pembangunan adalah suatu proses artinya dilakukan secara terus-menerus di mana proses itu dapat dibagi menjadi tahap-tahap tertentu, 2) pembangunan merupakan suatu usaha, 3) pembangunan dilakukan secara berencana dan berorientasi kepada pertumbuhan dan perubahan, 4) pembangunan mengarah kepada modernitas, 5) modernitas dicapai melalui pengembangan yang mencakup seluruh aspek kehidupan terutama aspek politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan serta administrasi, 6) seluruh pembangunan ditujukan kepada usaha membina bangsa secara berkelanjutan. Saragih (2001) mengatakan pengembangan wilayah yang strategis untuk dikembangkan adalah dengan mengintegrasikan antar wilayah dengan pengembangan agribisnis yang merupakan paradigma baru pembangunan ekonomi yang berbasis pertanian (as a new way to seeing agriculture). Paradigma ini membangun keempat subsistem agribisnis yaitu: subsistem agribisnis hulu (downstream), subsistem agribisnis usaha tani (on-farm), subsistem agribisnis hilir (up-stream) dan subsistem jasa layanan pendukung (supporting institution). Dalam hubungan dengan pembangunan wilayah akan tercipta keunggulan komparatif dari setiap wilayah melalui pengembangan subsistem agribisnis. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan tersebut Gunawan (2004) menyatakan bahwa pemerintah harus membuat kebijakan yang dapat meningkatkan kemampuan wilayah (region) dan daerah (localities) dengan melaksanakan strategi pembangunan yang akan memperkuat keunggulan kompetitif wilayah (region
Universitas Sumatera Utara
competityve advantage). Dalam kerangka inilah maka pembangunan nasional di suatu wilayah disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial ekonomi dari wilayah tersebut dengan tetap berpedoman pada tujuan nasional. Untuk wilayah pedesaan yang umumnya identik dengan petani dan kemiskinan, maka dibutuhkan pembangunan di sektor pertanian. Pembangunan pertanian yang berhasil, jika terjadi pertumbuhan sektor pertanian yang tinggi sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani yang kurang baik menjadi lebih baik (Soekartawi, 1994). Suatu pembangunan pertanian berhasil jika didukung dengan penyediaan sarana-sarana produksi yang memadai, adanya sistem transportasi yang baik dan organisasi pemasaran yang baik. Dengan tersedianya sarana produksi pertanian dan dialokasikan dengan baik maka produktivitas pertanian akan tinggi sehingga pendapatan petani juga meningkat yang mana jika dalam proses jangka panjang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perkembangan ekonomi memerlukan pengaturan dan pengarahan dari pimpinan masyarakat (kepala daerah), oleh sebab itu pengembangan suatu wilayah juga tidak terlepas dari peran kepala daerah. Kepala daerah harus dapat menciptakan pemikiran yang inovatif yang bisa menciptakan perubahan atas kesejahteraan masyarakat, harus mampu menarik kaum entrepreneur untuk menanamkan modalnya, harus mampu menggerakkan masyarakat ke suatu sikap yang produktif, harus mampu memanfaatkan sumber daya ekonomi yang ada dan mampu mengurangi jumlah penganggur. Peran seperti inilah yang harus dimiliki
Universitas Sumatera Utara
oleh seorang kepala daerah guna mendorong terjadinya pengembangan wilayah (Miraza, 2006). Tarigan (1998) menyebutkan bahwa pengembangan wilayah (ruang) memegang peranan sangat penting, khususnya dipandang dari sudut peningkatan pendapatan dan pelayanan sosial, di mana ruang memiliki 4 pilar utama yang meliputi: 1. Ruang sebagai Lokasi Tingkat efisiensi kegiatan sangat tergantung dan dipengaruhi oleh lokasi sangat berpengaruh terhadap pasar, sistem transportasi, sarana pendidikan, komunikasi, pemerintahan dan utilitas yang dapat dimanfaatkan sebagai faktor produksi dan mendukung aktivitas kehidupan sosial dan ekonomi dalam memaksimalkan kepentingan dan partisipasi masyarakat di bidang ekonomi guna pengembangan wilayah dan pembangunan pada umumnya. 2. Ruang sebagai Geografi Wilayah sangat dipengaruhi berbagai faktor fisik yaitu alam, iklim, vegetasi, ekonomi dan budaya sehingga wilayah merupakan sesuatu yang homogen (compage). Perwujudannya dapat dilakukan berdasarkan keterkaitan antara pusat (inti kutub) dengan daerah belakangnya (hinterland) sehingga wilayah dapat dikatakan merupakan kombinasi dari lahan (tanah), air, udara, tanaman, binatang dan manusia yang terletak dan terdapat dalam suatu sistem tata ruang.
Universitas Sumatera Utara
3. Ruang sebagai Pusat Pemukiman dan Pusat Pertumbuhan Walaupun
wilayah
mengutamakan
perencanaan,
fisik,
jalan,
bangunan,
pemukiman, sarana-sarana fasilitas umum, keindahan kota dan lain-lain, namun sering timbul masalah dari daerah lainnya. Dengan demikian wilayah perlu direncanakan dengan rencana pengembangan daerah sekitarnya sehingga terdapat berbagai hirarki daerah/kota yang dapat mendukung pengembangan peningkatan perekonomian
masyarakat sehingga mendukung peningkatan
pendapatan
masyarakat yang bermukim di wilayah tersebut. 4. Ruang sebagai unit ekonomi wilayah sangat tergantung pada berbagai faktor yang timbul seperti ongkos transportasi, sumber bahan baku, biaya bahan baku, perbedaan produktivitas, tenaga kerja, perbedaan permintaan dan kondisi terhadap pasar. Wilayah harus berspesialisasi terhadap kegiatan produksi yang mempunyai keunggulan komparatif sehingga perekonomiannya dapat berkembang dan sangat bergantung kepada pasar. Keempat pilar tersebut di atas merupakan tolok ukur dari konsep pengembangan wilayah yang menekankan perlunya pengelolaan secara simultan beberapa aspek yang berkaitan dengan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Fisik (SDF), Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Keuangan/Ekonomi (SDK), yang pengelolaannya perlu disatukan dan saling mendukung untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan wilayah.
Universitas Sumatera Utara
2.7.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu data yang dapat digunakan sebagai indikator untuk perencanaan
dan evaluasi hasil pembangunan regional adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data PDRB ini dapat menunjukkan tingkat perkembangan perekonomian daerah secara makro, agregatif dan sektoral pada suatu periode (Parr, 1999). Berikut adalah data PDRB Kabupaten Serdang Bedagai mulai tahun 2004 sampai tahun 2006 atas dasar harga berlaku dan harga konstan. Tabel 2.1. PDRB Kabupaten Serdang Bedagai PDRB Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga yang Berlaku (dalam Milyar Rp)
Lapangan Usaha
Pertanian
2004
2005
2006
1.888,61
2.086,28
2.339,18
PDRB Menurut Lapangan Usaha atas dasar Harga Konstan 2000 (dalam Milyar Rp)
Lapangan Usaha
Pertanian
2004
2005
2006
1.391,38
1.441,77
1.506,20
Ada dua metode yang dapat dipakai untuk menghitung yaitu: a) Metode Langsung Penghitungan didasarkan sepenuhnya pada data daerah yang sama sekali terpisah dari data Nasional, sehingga hasil penghitungannya mencakup seluruh produk
Universitas Sumatera Utara
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Pendekatan metode ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu: 1. Pendekatan Produksi PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam suatu wilayah dalam suatu periode tertentu. 2. Pendekatan Pendapatan PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di dalam suatu wilayah/region dalam jangka waktu tertentu biasanya satu tahun. 3. Pendekatan Pengeluaran PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk konsumsi rumah
tangga
dan
lembaga
swasta
nirlaba,
konsumsi
pemerintah,
pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor neto di dalam suatu wilayah/region dalam periode tertentu biasanya satu tahun. b) Metode Tidak Langsung/Alokasi Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah propinsi ke dalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat kabupaten/kota. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut. Penghitungan PDRB dapat dilakukan atas dasar harga berlaku dan harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh NTB atau nilai barang
Universitas Sumatera Utara
dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam suatu periode tertentu biasanya satu tahun yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan. Penghitungan atas dasar harga konstan pengertiannya sama dengan atas dasar harga berlaku tetapi penilaiannya dilakukan dengan harga suatu tahun dasar tertentu. NTB atas dasar harga konstan ini hanya menggambarkan perubahan volume/ kuantum produk saja. Pengaruh perubahan harga telah dihilangkan dengan cara menilai dengan harga suatu tahun dasar tertentu.
2.8.
Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian sebelumnya yang sama persis belum ada ditemukan,
namun penelitian yang bersifat mendukung penelitian sudah banyak didapati, antara lain: 1. Analisa Penggunaan Faktor Produksi Intensifikasi Padi Sawah di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang (Ramli dkk, 1990), dalam penelitiannya menyatakan bahwa faktor-faktor produksi yang diikutsertakan dalam estimasi, secara partial menunjukkan variabel luas lahan dan variabel pupuk berpengaruh nyata terhadap produksi. Sedangkan variabel lainnya seperti bibit, pestisida dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 99% dengan determinasi (R2) sebesar 0,9702 berarti 2,98% dipengaruhi variabel lain yang tidak diikutsertakan ke dalam estimasi.
Universitas Sumatera Utara
2. Analisa Fungsi Produksi Usaha Tani Padi Sawah dan Pengaruhnya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk Pengembangan Wilayah di Kabupaten Deli Serdang (Yusri, M., 2005) mengatakan bahwa dari hasil observasi diperoleh bahwa rata-rata hasil produksi untuk petani lahan luas adalah sebesar 7,31 ton dengan rata-rata luas lahan 1,56 hektar. Sedangkan untuk lahan sempit adalah sebesar 1,59 ton dengan rata-rata luas lahan 0,35 hektar dan dapat disimpulkan bahwa variabel luas lahan, benih, pupuk organik berpengaruh nyata terhadap produksi usaha tani padi sawah pada tingkat keyakinan 95%. 3. Analisis Faktor-faktor Produksi Tanaman Pangan Padi pada Daerah Irigasi Perbaungan dan Buluh dalam Rangka Pengembangan Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai (Magdalena, T Nasution, 2008) mengatakan bahwa hasil analisis pengaruh faktor produksi (luas lahan, benih, pestisida, pupuk, tenaga kerja dan air irigasi) tanaman pangan padi sawah secara partial maupun keseluruhan pada Daerah Irigasi Perbaungan dan Buluh berpengaruh nyata terhadap produksi usaha tani padi sawah dengan nilai koefisien determinasi sebesar rata-rata 0,962-0,993 atau 96,2%-99,3% variasi dari produksi usaha tani padi sawah di Daerah Irigasi Perbaungan dan Buluh dijelaskan oleh variabel luas lahan, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan air irigasi. Namun hubungannya dengan peningkatan pendapatan petani dan perkembangan wilayah Kabupaten Serdang Bedagai disarankan agar peranan pemerintah ditingkatkan dan adanya rekayasa teknologi yang disalurkan melalui pemberdayaan tenaga-tenaga penyuluh pertanian (PPL) di lapangan.
Universitas Sumatera Utara
2.9.
Kerangka Berpikir Gambar 2.1 merupakan kerangka berpikir analisis peningkatan produktivitas
tanaman padi sawah dan pengaruhnya terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Serdang Bedagai. Kebijakan Pemerintah
Infrastruktur Pendukung
Kelembagaan Petani
Produktivitas
Pengembangan Wilayah
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Gambar 2.1 di atas menjelaskan bahwa produktivitas pertanian tanaman pangan khususnya padi sawah sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, infrastruktur pendukung dan kelembagaan petani yang pada akhirnya akan berdampak terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai. Produktivitas petani sangat dipengaruhi oleh adanya kebijakan pemerintah baik kebijakan harga yang mempengaruhi pendapatan dan juga kebijakan non pemerintah berupa peraturan-peraturan yang mendukung sektor pertanian, infra struktur, lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Dampak terakhir yang mungkin dapat dirasakan akibat adanya peningkatan pendapatan petani dan peningkatan produktivitasnya adalah terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perkembangan suatu wilayah melalui adanya kemudahan-kemudahan serta fasilitas yang dirasakan/diperoleh masyarakat di dalam kehidupan sebagai final effect dari usaha yang telah dilakukan.
2.10.
Hipotesa Sesuai dengan latar belakang masalah dan tujuan penelitian maka hipotesa
yang diajukan guna pemecahan permasalahan-permasalahan di atas adalah: 1. Kebijakan Pemerintah berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas pertanian tanaman pangan (padi sawah) di Kabupaten Serdang Bedagai. 2. Infrastruktur
pendukung
berpengaruh
nyata
terhadap
peningkatan
produktivitas pertanian tanaman pangan (padi sawah) di Kabupaten Serdang Bedagai. 3. Kelembagaan petani berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas pertanian tanaman pangan (padi sawah) di Kabupaten Serdang Bedagai. 4. Peningkatan produktivitas tanaman pangan (padi sawah) memberikan pengaruh terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Serdang Bedagai.
Universitas Sumatera Utara