BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Beton Beton merupakan suatu elemen struktur yang terdiri dari partikel-partikel
agregat yang dilekatkan oleh pasta yang terbuat dari semen portland dan air. Pasta itu mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel agregat dan setelah beton segar dicorkan, ia akan mengeras sebagai akibat dari reaksi-reaksi kimia eksotermis antara semen dan air sehingga membentuk suatu bahan struktur yang padat dan dapat tahan lama, (Ferguson, 1991, dalam Muhammad Ikhsan Saifuddin, 2012). Mulyono (2004), mengungkapkan bahwa beton merupakan fungsi dari bahan penyusunannya yang terdiri dari bahan semen hidrolik, agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah. Sedangkan Sagel, dkk, (1994), menguraikan bahwa beton adalah suatu komposit dari bahan batuan yang direkatkan oleh bahan ikat. Mutu beton dipengaruhi oleh bahan pembentukannya serta cara pengerjaannya. Semen mempengaruhi kecepatan pengerasan beton. Selanjutnya kadar lumpur, atas pengerjaan yang mencakup cara penuangan, pemadatan, dan perawatan, yang pada akhirnya mempengaruhi kekuatan beton. Menurut Mulyono (2004) secara umum beton dibedakan kedalam 2 kelompok, yaitu : 1.
Beton berdasarkan kelas dan mutu beton. Kelas dan mutu beton ini, di bedakan menjadi 3 kelas, yaitu : a. Beton kelas I adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan non struktutral. Untuk pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus. Pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu bahanbahan,
sedangkan
terhadap
kekuatan
tekan
tidak
disyaratkan
pemeriksaan. Mutu kelas I dinyatakan dengan B0. b. Beton kelas II adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural secara umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan harus
dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Beton kelas II dibagi dalam mutu-mutu standar B1, K 125, K 175, dan K 225. Pada mutu B1, pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan terhadap mutu bahanbahan sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan pemeriksaan. Pada mutu-mutu K 125 dan K 175 dengan keharusan untuk memeriksa kekuatan tekan beton secara kontinu dari hasil-hasil pemeriksaan benda uji. c. Beton kelas III adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural yang lebih tinggi dari K 225. Pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Disyaratkan adanya laboratorium beton dengan peralatan yang lengkap serta dilayani oleh tenaga-tenaga ahli yang dapat melakukan pengawasan mutu beton secara kontinu. Adapun pembagian kelas dan mutu beton ini, dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Kelas dan mutu beton Pengawasan Kelas
Mutu
σ’bk
σ’bm
(kg/cm2)
(kg/cm2)
terhadap mutu Tujuan
kekuatan agregat tekan
I
Non
Ringan
Tanpa
Struktural
Sedang
Tanpa
200
Struktural
Ketat
Kontinu
175
250
Struktural
Ketat
Kontinu
K 225
225
200
Struktural
Ketat
Kontinu
K > 225
> 225
> 300
Struktural
Ketat
Kontinu
B0
-
-
B1
-
-
K 125
125
K 175
Struktural
II
III
(Sumber: Mulyono. T, 2004 dalam Anwar, 2011.)
2.
Berdasarkan jenisnya, beton dibagi menjadi 6 jenis, yaitu : a. Beton ringan Beton ringan merupakan beton yang dibuat dengn bobot yang lebih ringan dibandingkan dengan bobot beton normal. Agregat yang digunakan untuk memproduksi beton ringan pun merupakan agregat ringan juga. Agregat yang digunakan umumnya merupakan hasil dari pembakaran shale, lempung, slates, residu slag, residu batu bara dan banyak lagi hasil pembakaran vulkanik. Berat jenis agregat ringan sekitar 800-1800 kg/m3 atau berdasarkan kepentingan penggunaan strukturnya berkisar 1400 kg/m3, dengan kekuatan tekan umur 28 hari antara 6,89 Mpa sampai 17,24 Mpa menurut SNI 08-1991-03.
b. Beton normal Beton normal adalah beton yang menggunakan agregat pasir sebagai agregat halus dan split sebagai agregat kasar sehingga mempunyai berat jenis beton antara 2200 kg/m3 – 2400 kg/m3 dengan kuat tekan sekitar 15 – 40 Mpa.
c. Beton berat Beton berat adalah beton yang dihasilkan dari agregat yang memiliki berat isi lebih besar dari beton normal atau lebih dari 2400 kg/m3. Untuk menghasilkan beton berat digunakan agregat yang mempunyai berat jenis yang besar.
d. Beton massa (mass concrete) Dinamakan beton massa karena digunakan untuk pekerjaan beton yang besar dan masif, misalnya untuk bendungan, kanal, pondasi, dan jembatan.
e. Ferro-Cement Ferro-Cement adalah suatu bahan gabungan yang diperoleh dengan cara memberikan suatu tulangan yang berupa anyaman kawat baja sebagai pemberi kekuatan tarik dan daktil pada mortar semen.
f. Beton serat (fibre concrete) Beton serat (fibre concrete) adalah bahan komposit yang terdiri dari beton dan bahan lain berupa serat. Serat dalam beton ini berfungsi mencegah retak-retak sehingga menjadikan beton lebih daktil daripada beton normal. Disamping beton memiliki pengelompokan, beton pun memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut ini kelebihan dan kekurangan dari beton, yaitu (Mulyono. T, 2004) : 1.
2.
2.2
Kelebihan : -
Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi
-
Mampu memikul beban yang berat
-
Tahan terhadap temperatur tinggi
-
Biaya pemeliharaan yang kecil.
Kekurangan : -
Bentuk yang dibuat sulit untuk diubah
-
Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi
-
Berat
-
Daya pantul suara yang besar.
Beton Ringan Beton ringan didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan
kasar yaitu pasir, batu kerikil (batu apung) atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu, guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Agregat halus dan kasar disebut sebagai bahan susun dasar
campuran merupakan komponen utama beton. Nilai kekuatan serta daya tahan (durability) beton merupakan fungsi dari banyak faktor, diantaranya ialah nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur, dan kondisi perawatan pengerasannya. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9%-15% saja dari kuat tekannya (Dipohusodo Istimawan, 1994). Menurut SNI.T-08-1991-03 kuat tekan beton ringan minimal adalah 17,24 MPa. Menurut SK SNI T-03-3449-2002 atau SNI 03-3449-2002 yaitu Tata Cara Rencana Pembuatan Campuran Beton Ringan dengan Agregat Ringan, bahwasanya beton ringan struktural adalah beton yang memiliki agregat ringan atau campuran agregat kasar ringan dan pasir alam sebagai pengganti agregat halus ringan dengan ketentuan tidak boleh melampaui berat isi maksimum beton 1850 kg/m3 dan harus memenuhi ketentuan kuat tekanan dan kuat tarik belah beton untuk tujuan struktural. Berdasarkan tujuan konstruksinya, telah dijelaskan jenis agregat ringan yang dapat dipilih dan kuat tekan minimum serta maksimum dari beton ringan yang disyaratkan seperti dalam tabel berikut ini : Tabel 2.2 Jenis agregat ringan yang dipilih berdasarkan tujuan konstruksi
(Sumber: Tata Cara Rencana Pembuatan Campuran Beton Ringan, 2002.)
Beton ringan merupakan beton yang memiliki bobot ringan. Beton ringan sendiri dalam dunia konstruksi, memiliki sejarah yang sudah dikenal dunia dalam beberapa produk. Produk beton sangat ringan yang sudah banyak dikenal dalam dunia konstruksi yaitu Autoclaved Aerated Concrete (AAC) dan Cellular Lightweight Concrete (CLC). Keduanya didasarkan pada gagasan yang sama yaitu menambahkan gelembung udara ke dalam mortar akan mengurangi berat beton yang dihasilkan secara drastis. Perbedaan beton ringan AAC dengan CLC dari segi proses pengeringan yaitu AAC mengalami pengeringan dalam oven autoklaf bertekanan tinggi sedangkan beton ringan jenis CLC yang mengalami proses pengeringan alami. CLC sering disebut juga sebagai Non-Autoclaved Aerated Concrete (NAAC). Beton ringan AAC ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun 1923 sebagai alternatif material bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan. Beton ringan AAC ini kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman pada tahun 1943. Di Indonesia sendiri beton ringan mulai dikenal sejak tahun 1995, saat didirikannya Pabrikasi AAC di Karawang, Jawa Barat. Beton ringan AAC adalah beton selular dimana gelembung udara yang ada disebabkan oleh reaksi kimia, adonan AAC umumnya terdiri dari pasir kwarsa, semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan alumunium pasta sebagai bahan pengembang (pengisi udara secara kimiawi). Setelah adonan tercampur sempurna, nantinya akan mengembang selama 78 jam. Alumunium pasta yang digunakan dalam adonan tadi, selain berfungsi sebagai pengembang ia berperan dalam mempengaruhi kekerasan beton. Volume aluminium pasta ini berkisar 5-8 persen dari adonan yang dibuat, tergantung kepadatan yang diinginkan. Adonan beton aerasi ini lantas dipotong sesuai ukuran. Adonan beton aerasi yang masih mentah ini, kemudian dimasukkan ke autoclave chamber atau diberi uap panas dan diberi tekanan tinggi. Suhu di dalam autoclave chamber sekitar 183oC. Hal ini dilakukan sebagai proses pengeringan atau pematangan. Saat pencampuran pasir kwarsa, semen, kapur, gypsum, air, dan alumunium pasta, terjadi reaksi kimia. Bubuk alumunium bereaksi dengan kalsium hidroksida
yang ada di dalam pasir kwarsa dan air sehingga membentuk hidrogen. Gas hidrogen ini membentuk gelembung-gelembung udara di dalam campuran beton tadi. Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volumenya menjadi dua kali lebih besar dari volume semula. Di akhir proses pengembangan atau pembusaan, hidrogen akan terlepas ke atmosfir dan langsung digantikan oleh udara. Ronggarongga udara yang terbentuk ini yang membuat beton ini menjadi ringan. Beton ringan CLC adalah beton selular yang mengalami proses curing secara alami. CLC adalah beton konvensional yang mana agregat kasar (kerikil) diganti dengan gelembung udara, dalam prosesnya mengunakan busa organik yang sangat stabil dan tidak ada reaksi kimia ketika proses pencampuran adonan, foam/busa berfungsi hanya sebagai media untuk membungkus udara. Pabrikasi dan peralatan yang digunakan untuk menghasilkan CLC juga standard, sehingga produksi dengan mudah dapat pula diintegrasikan ke dalam pabrikasi beton konvensional. Hanya pasir, semen, air dan foam yang digunakan dan kepadatan yand didapatkan dapat disesuaikan mulai dari 350 kg/m³ sampai 1.800 kg/m³ dan kekuatan dapat juga dicapai dari serendah 1,5 sampai lebih 30 N/mm². Pada CLC Gelembung udara di dalam beton benar-benar terpisah satu sama lain, sehingga penyerapan air jauh lebih sedikit dan baja tidak perlu dilapisi dengan lapisan anti korosi, beton dengan kepadatan diatas 1.200 kg/m3 juga tidak memerlukan plaster, seperti pada AAC, hanya cukup di cat saja. Penyerapan air lebih rendah daripada di AAC dan masih cukup baik dibandingkan dengan beton konvensional. CLC sama halnya dengan beton konvensional kekuatan akan bertambah seiring dengan waktu melalui kelembapan alamiah pada tekanan atmosfir saja. Meskipun tidak seringan AAC, CLC tetap menawarkan penurunan bobot isi yang cukup besar dibandingkan dengan beton konvensional dan isolasi termal 500% lebih tinggi dan tahan api. Karena sangat praktis maka beton CLC menawarkan banyak ruang lingkup pengaplikasian, mulai dari isolasi atap rumah pada kepadatan serendah 350 kg/m³ sampai dengan produksi panel dan lantai beton dengan kepadatan 1800 kg/m³.
Berdasarkan metode di atas, penulis berkeinginan untuk mencoba membuat beton dengan bahan lokal sebagai pengisi untuk mengurangi bobot yaitu serbuk kayu.
-
Hasil Penelitian yang yang serupa Dari hasil studi literatur yang dilakukan, ditemukan beberapa jurnal yang
memiliki topik serupa yaitu penelitian mengenai kuat tekan terhadap beton dengan pencampuran serbuk kayu. Berikut ini salah satu tabel hasil penelitian mengenai pengaruh campuran serbuk kayu terhadap kuat tekan beton.
Tabel 2.3 Hasil penelitian serupa mengenai pengaruh pencampuran serbuk kayu terhadap kuat tekan beton
(Sumber : Muhammad Ikhsan Saifuddin, 2013)
Tabel 2.4 Hasil rerata penelitian yang serupa
(Sumber : Muhammad Ikhsan Saifuddin, 2013)
2.3
Material Dalam pembuatan beton ringan, komposisi material yang dibutuhkan
memiliki sifat yang sedikit berbeda dari beton normal. Jelas pada beton ringan ini, harus menggunakan material yang tergolong ringan atau tidak memiliki bobot yang besar sehingga tidak mengganggu bobot dari beton ringan yang akan terbentuk ini.
2.3.1 Serbuk kayu Serbuk kayu atau serbuk gergaji merupakan limbah industri penggergajian kayu.
Selama
ini
limbah
kayu
banyak
menimbulkan
masalah
dalam
penanganannya yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk, dan dibakar yang
kesemuannya
berdampak
negatif
terhadap
lingkungan
sehingga
penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikatif dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada masyarakat. Serbuk kayu adalah sisa-sisa dari pengolahan kayu yang dapat digunakan sebagai bahan tambah untuk kuat tekan beton. Menurut Arif (2006), penambahan serat berupa serabut kelapa dengan volume fraksi (Vf) sebanyak 0,25 % dari volume total beton, dan panjang serat 90 mm ke dalam adukan beton, memiliki pengaruh terhadap perubahan nilai kuat geser, beban retak pertama, workability, kuat tekan dan modulus elastisitas. N. Balaguru, P. Shah (1992), serbuk kayu merupakan salah satu serat alami (cellulose fibers) yang dapat digunakan sebagai zat tambah dalam campuram beton. Kayu terdiri dari selulosa (cellulose), hemiselulosa, dan lignin. Lignin merupakan unsur dari sel kayu yang mempunyai pengaruh yang buruk terhadap kekuatan serat (fibers). Kuat tarik selulosa (cellulose) setelah diteliti sebesar 2000 Mpa sedangkan unsur lignin dalam kayu dapat menurunkan kuat tarik sebesar 500 Mpa. Pada pembebanan tekan biasanya kayu bersifat elastis sampai batas proposional. Terhadap tarikan, sifat-sifat elastisitas untuk kayu tergantung dari keadaan lengas. Kayu yang berkadar lengas
rendah memperlihatkan batas elastisitas yang agak rendah, sedangkan kayu yang berkadar lengas tinggi terdapat perubahan yang permanen pada pembebanan. Berikut ini terdapat kadar lengas pada kayu yaitu (Felix Yap, 1964, dalam Muhammad Ikhsan Saifuddin, 2012) : a.
Kadar lengas kayu berat : 40 %
b.
Kadar lengas kayu ringan : 200 %
c.
Fiber Saturation Point (FSP) 24 % - 30 % Sesudah FSP, pada pengeringan selanjutnya akan memperlihatkan kebaikan sifat-sifat mekanisnya disertai arah tangensial ± 7 % arah radial 5 % dan arah aksial kecil sekali.
d.
Kadar lengas kering mutlak (kering dalam oven) adalah 0 %. Berdasarkan penelitian kekuatan tarik kayu lebih tinggi daripada kekuatan
tekan yaitu 2- 3 kali lebih besar. Bahan penambah yang dipakai pada penelitian ini adalah serbuk kayu Akasia sisa pengergajian pabrik pengolahan kayu ataupun sisa dari limbah konstruksi lainnya. Kayu Akasia Mangium dimasa depan dapat digunakan untuk substitusi kayu-kayu komersial. Bahan kayu Akasia Mangium diambil dari (HTI) berumur 7 tahun dengan kadar air kering udara 13,78-14,89 % ; kerapatan 0,60-0,62 gr/cm2 ; berat jenis 0,59-0,61 ; kekuatan tekan sejajar serat 319,54-361,70 kg/cm2 ; kekuatan tegak lurus serat 117,197 kg/cm2 ; kekuatan lentur (MOR) 509,25680,50 kg/cm2 ; keteguhan belah 80,25-110,90 kg/cm2 ; kekuatan tarik 98,27133,03 kg/cm2 ; kekuatan geser sejajar serat 93,53-149,43 kg/cm2 dan kekerasan 453-565 kg/cm2. (Effendi Arsad, 2011, sifat fisik dan kekuatan mekanik kayu akasia mangium (Acacia mangium Willd) dari hutan tanaman industri Kalimantan Selatan).
Gambar 2.1 Serbuk kayu akasia
2.3.2 Agregat Agregat adalah butiran mineral yang merupakan hasil disintegrasi alami batu-batuan atau juga hasil mesin pemecah batu dengan memecah batu alami. Agregat merupakan salah satu bahan pengisi pada beton, namun demikian peranan agregat pada beton sangatlah penting. Kandungan agregat dalam beton kira-kira mencapai 70 % - 75 % dari volume beton. Agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian yang penting dalam pembuatan beton. Agregat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu agregat halus dan agregat kasar yang didapat secara alami atau buatan. Untuk menghasilkan beton dengan kepadatan yang baik, diperlukan gradasi agregat yang baik pula. Gradasi agregat adalah distribusi ukuran kekasaran butiran agregat. Gradasi diambil dari hasil pengayakan dengan lubang ayakan 10 mm, 20 mm, 30 mm, dan 40 mm untuk kerikil. Untuk pasir lubang ayakan 4,8 mm, 2,4 mm, 1,2 mm, 0,6 mm, 0,3 mm, dan 0,15 mm. Penggunaan bahan batuan dalam adukan beton berfungsi : 1.
Menghemat penggunaan semen portland.
2.
Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton.
3.
Mengurangi susut pengerasan.
4.
Mencapai susunan beton dengan gradasi beton yang baik.
5.
Mengontrol workability adukan beton dengan gradasi bahan batuan yang baik. Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan adalah
dengan berdasakan pada ukuran butiran-butirannya. Agregat yang mempunyai butir-butir yang besar disebut agregat kasar yang ukurannya lebih kasar dari 4,8 mm. Sedangkan butir agregat yang kecil disebut agregat halus yang memiliki ukuran lebih kecil dari 4,8 mm. Menurut SK-SNI-T-15-1990-03 kekasaran pasir dibagi menjadi empat kelompok menurut gradasinya, yaitu pasir halus, agak halus, agak kasar, dan kasar. Dalam penelitian ini digunakan kedua jenis agregat tersebut, yaitu pasir atau agregat halus dan split atau agregat kasar yang kemudian akan di campur dengan komposisi lain yang telah di rencanakan.
Gambar 2.2 Agregat kasar (splite) 2.3.3 Semen portland Semen merupakan serbuk yang halus yang digunakan sebagai perekat antara agregat kasar dengan agregat halus. Apabila bubuk halus ini dicampur dengan air selang beberapa waktu akan menjadi keras dan dapat digunakan sebagai pengikat hidrolis. Semen jika dicampur dengan air akan membentuk adukan yang disebut pasta semen, jika dicampur dengan agregat halus (pasir) dan air, maka akan terbentuk adukan yang disebut mortar, jika ditambah lagi dengan agregat kasar
(kerikil) maka akan terbentuk adukan yang biasa disebut beton. Semen bersama air sebagai kelompok aktif sedangkan pasir dan kerikil sebagai kelompok pasif yang berfungsi sebagi pengisi. Sesuai dengan tujuan pemakaiannya semen portland dibagi menjadi 5 (lima) tipe, yaitu : Tipe I
: Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.
Tipe II : Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Tipe III : Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut kekuatan awal yang tinggi. Tipe IV : Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan panas hidrasi rendah. Tipe V : Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat.
Fungsi semen ialah bereaksi dengan air menjadi pasta semen. Pasta semen berfungsi untuk melekatkan butir-butir agregat agar menjadi suatu kesatuan massa yang kompak/padat. Selain itu pasta semen mengisi rongga-rongga antara butirbutir agregat. Walaupun volume semen hanya kira-kira 10% saja dari volume beton, namun karena merupakan bahan perekat yang aktif dan mempunyai harga yang mahal dari pada bahan dasar beton yang lain perlu diperhatikan/dipelajari secara baik. (Tjokoridimulyo, 2004, dalam Muhammad Ikhsan Saifuddin, 2012)
Gambar 2.3 Semen portland (semen baturaja)
2.3.4 Air Faktor air sangat mempengaruhi dalam pembuatan beton, karena air dapat bereaksi dengan semen yang akan menjadi pasta pengikat agregat. Air juga berpengaruh terhadap kuat tekan beton, karena kelebihan air akan menyebabkan penurunan kekuatan beton itu sendiri. Selain itu, kelebihan air akan menurunkan mutu dan mengakibatkan beton mengalami bleding, yaitu air akan bergerak ke atas permukaan adukan beton segar yang baru saja dituang. Hal ini akan menyebabkan kurangnya lekatan antara lapis-lapis beton dan mengakibatkan beton menjadi lemah. Air pada campuran beton akan berpengaruh pada : 1.
Mutu beton.
2.
Sifat workability adukan beton.
3.
Besar kecilnya nilai susut beton.
4.
Kelangsungan reaksi hydrasi semen portland.
5.
Perawatan keras adukan beton guna menjamin pengerasan yang baik. Air adalah bahan untuk mendapatkan kelecakan yang perlu untuk
penggunaan beton. Jumlah air yang digunakan tentu tergantung pada sifat material yang digunakan. Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu proses pengerasan atau ketahanan beton. Pengaruh kotoran secara umum dapat menyebabkan : 1.
Gangguan pada hidrasi dan pengikatan.
2.
Gangguan pada kekuatan dan ketahanan.
3.
Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan.
4.
Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton.
5.
Bercak-bercak pada campuran beton. Air untuk pembuatan beton minimal memenuhi syarat sebagai air minum
yang tawar, tidak berbau, dan tidak mengandung bahan-bahan yang dapat merusak beton, seperti minyak, asam, alkali, garam atau bahan-bahan organis lainnya yang dapat merusak beton atau tulangannya. (Tata Cata Perhitungan Standar Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-2847-2002) Selain untuk reaksi pengikatan, dapat juga untuk perawatan sesudah beton dituang. Air untuk perawatan (curing) harus memiliki syarat-syarat yang lebih
tinggi dari air untuk pembuatan beton. Keasamannya tidak boleh PHnya > 6, juga tidak dibolehkan terlalu sedikit mengandung kapur.
2.4
Karakteristik Beton Ringan Beton ringan ini dibuat dari campuran : semen, pasir, kerikil, air, dan serbuk
kayu. Campuran beton kemudian dicetak dan dirawat (curing) selama 28 hari. Karakteristik beton yang diukur adalah kuat tekan (compressive strength) dan bobot isi. Selain itu, dalam pembuatan beton ringan ini juga melalui tahap pemeriksaan atau pengujian material yaitu uji berat jenis dan penyerapan agregat, uji kadar lumpur, uji analisa saringan, dan uji bobot isi atau berat isi dari agregat baik gembur maupun padatnya, sedangkan untuk semen portlandnya langsung diambil dari spesifikasi dalam semen portlandnya itu sendiri.
2.4.1 Kuat tekan (compressive strength) Pemeriksaan kuat tekan beton dilakukan untuk mengetahui kuat tekan beton ringan pada umur 28 hari yang dihasilkan apakah sesuai dengan yang telah disyaratkan. Pada mesin uji tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai benda runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja (Mulyono. T, 2004). Kuat tekan beton dapat di hitung dengan rumus :
P=
F A
Dengan : F
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (2.1)
= gaya maksimum dari mesin tekan, N
A
= luas penampang yang diberi tekanan, cm2
P
= kuat tekan, N/cm2
Pada mesin uji tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai benda runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja seperti gambar di bawah ini.
F
A
t
A l p
Gambar 2.4 Sampel beton kubus yang akan di uji
2.4.2 Uji berat jenis dan penyerapan agregat Pengujian berat jenis penyerapan terhadap agreagat yang digunakan dalam komposisi pembuatan beton ringan ini berguna untuk mendapatkan hasil berat jenis SSD dari agregat serta mendapatkan prosentase penyerapan dari agregat itu sendiri (Pedoman Uji Bahan, Politeknik Negeri Sriwijaya). Pengujian ini dilakukan dengan rumus akhir yaitu :
BJ SSD =
A - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -(2.2) (A C) - D
Dengan : BJ SSD
= Berat Jenis SSD
A
= Berat Benda Uji SSD, gram.
C
= Berat Piknometer + Air, gram.
D
= Berat Piknometer + Air + Benda Uji SSD, gram.
2.4.3 Uji kadar lumpur Pengujian kadar lumpur terhadap agreagat yang digunakan dalam komposisi pembuatan agregat ringan ini berguna untuk mengetahui seberapa banyak lumpur yang terdapat pada suatu agregat yang akan digunakan untuk pembuatan beton ringan, karena kadar lumpur juga mempengaruhi mutu beton ringan itu sendiri.
Untuk agregat kasar, kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm) maksimum 1%. Sedangkan untuk agregat halus, kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm atau No.200) dalam persen maksimum (SK-SNI-T -15-1990-03). - Untuk beton yang mengalami abrasi sebesar 3%. - Untuk AH sebesar 5%. Pengujian ini dilakukan dengan rumus :
KL =
BA - BAK x100 % - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -(2.3) BA
Dengan : KL
= Kadar Lumpur Agregat, %.
BA
= Berat Agregat, gram.
BAK
= Berat Agregat Konstan, gram.
2.4.4 Uji analisa saringan Pengujian analisa saringan agregat halus ini dimaksudkan untuk mengetahui gradasi agregat kasar maupun agregat halus dengan menggunakan hasil analisa saringan atau ayakan yang kemudian data yang dihasilkan dapat digambarkan kedalam grafik gradasi. Dalam hal ini agregat halus akan didapatkan zona agregat halus yang mempengaruhi porositas, selain itu juga berpengaruh terhadap sifat kedap air, dan berpengaruh terhadap kepadatan. Sedangkan agregat kasarnya akan didapatkan ukuran agregat kasar yang sedang diteliti. Untuk agregat halus, sebelum dimasukkan ke dalam analisa saringan harus dalam kondisi konstan terlebih dahulu agar tidak menyerap air. Ada pun yang akan kita dapat dalam hasil pengujian yaitu, MHB ( Modulus Halus Butir) ialah suatu indeks yang di pakai untuk mengukur kehalusan atau kekerasan butir-butir agregat (Abrams, 1918). MHB didefenisikan sebagai jumlah persen kumulatif dari persen agregat yang tertinggal di atas satu set ayakan (18, 19, 9.6, 4.8, 2.4, 1.2, 0.6, 0.3, dan 0.15 mm), kemudian nilai tersebut di bagi dengan seratus (ilsley, 1942).
Makin besar nilai MHB suatu agregat semakin besar butiran agregatnya. Umumnya agregat halus mempunyai MHB sekitar 1.50 – 3.8. Nilai ini juga dipakai sebagai dasar untuk perbandingan dari campuran agregat. Untuk agregat campuran nilai MHB yang biasa bisa dipakai sekitar 5.0 – 6.0. Selain MHB ada pula dinamakan gradasi agregat. Gradasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu menerus, seragam, dan sela. Untuk mendapatkan campuran beton yang baik kadang-kadang kita harus mencampur beberapa jenis agregat. Untuk itu pengetahuan mengenai gradasi inipun menjadi penting. Dalam pekerjaan beton yang banyak dipakai adalah agregat normal dengan gradasi yang harus memenuhi standar, namun untuk keperluan yang khusus sering dipakai agregat ringan atau agregat berat.
-
Gradasi agregat normal SK. SNI T-15-1990-03 memberikan syarat-syarat untuk agregat halus yang
diadopsi dari British Standar di Inggris. Agregat halus dikelompokan dalam empat zone (daerah) seperti dalam tabel berikut ini : Tabel 2.5 Batas gradasi agregat halus Lubang Ayakan (mm)
Persen Berat Butir Yang Lewat Ayakan I
II
III
IV
10
100
100
100
100
4.8
90-100
90-100
90-100
95-100
2.4
60-95
75-100
85-100
95-100
1.2
30-70
55-90
75-100
90-100
0.6
15-34
35-59
60-79
80-100
0.3
5-20
8-30
12-40
15-50
0.15
0-10
0-10
0-10
0-15
(Sumber: Mulyono. T, 2004 dalam Anwar, 2011.)
Keterangan : - Daerah Gradasi I
= Pasir Kasar
- Daerah Gradasi II = Pasir Agak Kasar - Daerah Gradasi III = Pasir Halus - Daerah Gradasi IV = Pasir Agak Halus
2.4.5 Uji bobot isi Standar metode pengujian ini untuk menghitung berat isi dalam kondisi padat atau gembur dan rongga udara dalam agregat. Ukuran butir agregat kasar adalah 5mm – 40mm, agregat halus terbesar 5mm.pengujian dalam kondisi padat dilakukan dengan cara tusuk. Dalam kondisi gembur dengan cara sekop atau sendok. Bobot isi kering udara agregat dihitung dalam kondisi kering oven dan kering permukaan. Pada kondisi padat dan gembur memiliki berat isi yang berbeda karena pada berat isi gembur masih terdapat rongga – rongga udara, berbeda dengan berat isi padat yang dipadatkan dengan cara ditisuk sehingga berat isi padat lebih berat daripada berat isi gembur karena berat isi padat tidak memiliki rongga udara.Berat isi pada agregat sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berat jenis, gradasi agregat, bentuk agregat, diameter maksimum agregat. Dalam SII No. 52 – 1980, berat isi untuk aggregat beton disyaratkan harus lebih dari 1.2 – 1,5 gr/ a.
b.
. Adapun dalam pengujian ini digunakan rumus :
Bobot isi gembur - Volume
= (berat tabung + air ) – (berat tabung) - - - - - - - - - - (2.4)
- Gembur
=
- - - - - - - - - - - - (2.5)
Bobot isi padat - Volume
= (berat tabung + air ) – (berat tabung) - - - - - - - - - - (2.6)
- Padat
=
- - - - - - - - - - - - - - (2.7)
2.4.6 Perancangan campuran beton (mix design) Perencanaan campuran beton merupakan pemilihan dari bahan-bahan beton yang memadai, serta menentukan proposi masing-masing bahan untuk menghasilkan beton yang ekonomis dengan kualitas yang baik. Syarat-syarat beton keras ditentukan oleh jenis struktur dan teknik pengecoran (perletakan, pengangkatan dan pemadatan). Berikut dapat dilihat kerangka perhitungan untuk perencanaan campuran beton sebagai berikut: a.
Kuat tekan beton 1. Standar deviasi Kuat tekan rata-rata yang dihitung dari standar deviasi. Standar deviasi yang didapat dapat dilihat pada persamaan 2.8.
s=
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (2.8)
dimana : s
= Standar deviasi
x1
= Kuat tekan beton yang didapat dari masing-masing benda uji = Kuat tekan beton rata-rata
n
= Jumlah nilai hasil uji
Hasil yang akan digunakan untuk menghitung standar deviasi harus sebagai berikut : - Mewakili bahan-bahan prosedur pengawasan mutu dan kondisi produksi yang serupa dengan pekerjaan yang diusulkan. - Mewakili kuat tekan beton yang disyaratkan f’c yang nilainya dalam batas 7 MPa dari nilai fcr yang ditentukan - Paling sedikit terdiri dari 30 hasil uji yang berurutan atau dua kelompok hasil uji diambil dalam produksi selama jangka waktu tidak kurang dari 45 hari. 2. Nilai tambah Nilai tambah dihitung dengan persamaan 2.9 dibawah ini : M = 1,64x Sr - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (2.9)
dimana : M
= Nilai tambah
1,64 = Tetapan static yang nilainya tergantung pada persentase kegagalan hasil uji sebesar maksimum 5%
3. Kuat tekan rata-rata Kuat tekan rata-rata dihitung menggunakan persamaan 2.10 dan 2.11 berikut : fcr = f’c + M - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (2.10) fcr = f’c + 1,64 Sr - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (2.11) Tabel 2.6 Faktor pengali untuk standar deviasi bila data kurang dari 30 Jumlah
Faktor pengali standar
Pengujian
Deviasi
Kurang dari 15
Pakai persamaan 2.2
15
1,16
20
1,08
25
1,03
30 atau lebih
1,00
(Sumber : SNI 03-2834-1993)
b.
Pemilihan faktor air semen Faktor air semen yang diperlukan untuk mencapai kuat tekan rata-rata yang ditargetkan didasarkan pada : 1. Hubungan kuat tekan dan faktor air semen sesuai dengan bahan dan kondisi pekerjaan yang diusulkan. Bila tidak tersedia data hasil penelitian sebagai pedoman dapat dipergunakan tabel 2 dan grafik 1 atau 2 dalam SNI 03-2834-1993. 2. Untuk lingkungan khusus, faktor air semen didapat maksimum.
c.
Nilai slump Slump ditetapkan sesuai dengan kondisi pelaksanaan pekerjaan agar diperoleh beton yang mudah dituangkan, dipadatkan dan diratakan.
d.
Besar butir agregat maksimum Besar butir agregat maksimum tidak boleh melebihi sebagai berikut : - Seperlima jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan; - Sepertiga dari tebal pelat; - Tiga perempat dari jarak bersih maksimum diantara batang-batang atau berkas-berkas tulangan.
e.
Kadar air bebas Kadar air bebas dapat ditentukan sebagai berikut : - Agregat tak dipecah dan agregat dipecah digunakan nilai-nilai pada tabel 1 dan grafik 1 atau 2 dalam SNI 03-2834-1993. - Agregat campuran (tak dipecah dan dipecah), dihitung menurut persamaan 2.12 berikut : wh + wk - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (2.12) Keterangan : Wh = perkiraan jumlah air untuk agregat halus Wk = perkiraan jumlah air untuk agregat kasar pada tabel 3.
Tabel 2.7 Perkiraan kekuatan tekan beton (Mpa) Beton dengan FAS dan agregat kasar yang biasa di pakai di Indonesia. Kekuatan tekan (MPa) Jenis semen
Jenis aggregat kasar
Pada Umur (hari) 3
Semen Portland
7
28
29
Batu tak dipecahkan
17
23
33
40
Batu dipecahkan
19
27
37
45
Bentuk Bentuk Uji
Silinder Tipe I
Semen tahan sulfat
Batu tak dipecahkan
20
28
40
48
Batu dipecahkan
25
32
45
54
Batu tak dipecahkan
21
28
38
44
Kubus Tipe II, V
Silinder Semen Portland Tipe III
Batu dipecahkan
25
33
44
48
Batu tak dipecahkan
25
31
46
53 Kubus
Batu dipecahkan
30
40
53
60
(Sumber : SNI 03-2834-1993)
f.
Berat jenis relatif agregat Berat jenis relatif agregat ditentukan sebagai berikut : 1. Diperoleh dari data hasil uji atau bila tidak tersedia dapat dipakai nilai dibawah ini : - Agregat tak pecah : 2,5 - Agregat dipecah
: 2,6 atau 2,7
2. Berat jenis agregat gabungan dihitung dengan persamaan 2.24 sebagai berikut : Berat jenis agregat gabungan = (% Agg. Halus x BJ Agg. Halus) + (% Agg. Kasar x BJ Agg. Kasar) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (2.13) g.
Proposi campuran beton Proposi campuran beton (semen, air, agregat halus dan agregat kasar) harus dihitung dalam kg/m3 adukan.
2.5
Uji Validitas Data Dalam penelitian, data mempunyai kedudukan yang paling tinggi, karena
data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Benar tidaknya data, sangat menentukan bermutu tidaknya hasil penelitian. Sedang benar tidaknya data, tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data. Pengujian instumen biasanya terdiri dari uji validitas dan reliabilitas.
Validitas adalah tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang digunakan. Intrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Dengan demikian, instrumen yang valid merupakan instrumen yang benar-benar tepat untuk mengukur apa yang hendak di ukur. Sedangkan Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain, reliabilitas instrumen mencirikan tingkat konsistensi. 2.5.1 Metode korelasi Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk menentukan kuatnya atau derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih.Semakin nyata hubungan linier (garis lurus), maka semakin kuat atau tinggi derajat hubungan garis lurus antara kedua variabel atau lebih.Ukuran untuk derajat hubungan garis lurus ini dinamakan koefisien korelasi.Korelasi menyatakan derajat hubungan antara dua
variabel tanpa memperhatikan variabel mana yang menjadi perubah. Karena itu hubugan korelasi belum dapat dikatakan sebagai hubungan sebab akibat.Untuk Interpretasi koefisien nilai r pada korelasi dan pengunaan teknik korelasi dapat dilihat pada tabel 2.8 dan 2.9.
Gambar 2.5 Bentuk hubungan dan kekuatan hubungan korelasi
Keterangan : - Hubungan positif menyatakan hubungan semakin besar nilai pada variabel X, diikuti pula perubahan dengan semakin besar nilai pada variabel Y - Hubungan negatif menyatakan hubungan semakin besar nilai pada variabel X, diikuti pula perubahan dengan semakin kecil nilai pada variabel Y. - r = 1,00 menyatakan hubungan yang sempurna kuat; r = 0,50 menyatakan hubungan sedang; dan 0,00 menyatakan tidak ada hubungan sama sekali (dua variabel tidak berhubungan).
Tabel 2.8 Interpretasi koefisien korelasi nilai r Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,800 – 1,000
Sangat kuat
0,600 – 0,799
Kuat
0,400 – 0,599
Cukup kuat
0,200 – 0,399
Lemah
0,000 – 0,199
Sangat lemah
(Sumber: Statistika teori dan aplikasi, 2009)
Tabel 2.9 Penggunaan teknik korelasi No.
Tingkat Skala Ukur
Teknik Korelasi yang sesuai
1.
Nominal
1.
Koefisien Kontingensi
2.
Ordinal
1.
Spearman Rank
2.
Kendal τ (tau)
1.
Pearson Product Moment
2.
Korelasi Ganda
3.
Korelasi Parsial
3.
Interval dan Rasio
(Sumber: Statistika teori dan aplikasi, 2009)
Metode perhitungan korelasi dapat dilihat pada persamaan korelasi product moment berikut. R=
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (2.17)
dimana : rxy
= Hubungan Variabel X dan Y
X
= Nilai Variabel X
Y
= Nilai Variabel Y
2.5.2 Metode regresi Regresi adalah pengukur hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakandengan bentuk hubungan atau fungsi. Untuk menentukan bentuk hubungan(regresi) diperlukan pemisahan yang tegas antara variabel bebas yang sering diberi simbul X dan variabel tak bebas dengan simbul Y. Pada regresi harus ada variabel yang ditentukan dan variabel yang menentukan atau dengan kata lain adanya ketergantungan variabel yang satu dengan variabel yang lainnya dan sebaliknya. Kedua variabel biasanya bersifat kausal atau mempunyai hubungan sebab akibat yaitu saling berpengaruh. Sehingga dengan demikian, regresi merupakan bentuk fungsi tertentu antara variabel tak bebas Y dengan variabel bebas X atau dapat dinyatakan bahwa regresi adalah sebagai suatu fungsi Y = f(X). Bentuk regresi tergantung pada fungsi yang menunjangnya atau tergantung pada persamaannya. Menurut Gujarati (2003) asumsi utama yang mendasari model regresi linear klasik dengan menggunakan model OLS (Ordinary Least Squares) adalah: -
Model regresi linear, artinya linear dalam parameter seperti persamaan berikut.
-
Yi=bl+b2Xi+ui - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (2.19)
-
Nilai X diasumsikan non-stokastik, artinya nilai X dianggap tetap dalam sampel yang berulang;
-
Nilai rata-rata kesalahan adalah nol, atau E(ui/Xi) = 0;
-
Homoskedastisitas, artinya variance kesalahan sama untuk setiap periode (Homo = sama, Skedastisitas = sebaran) dan dinyatakan dalam bentuk matematis Var (ui/Xi) = 62;
-
Tidak ada autokorelasi antar kesalahan (antara ui dan uj tidak ada korelasi) atau secara matematis Cov (ui,uj/Xi,Xj)= 0;
-
Antara ui dan Xi saling bebas, sehingga Cov (ui/Xi) = 0;
-
Jumlah observasi, n, harus lebih besar daripada jumlah parameter yang diestimasi (jumah variabel bebas);
-
Adanya variabilitas dalam nilai X, artinya nilai X harus berbeda.