BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan pelatihan dan pengembangan telah banyak dilakukan sebelummya, namun yang menjadi objek penelitiannya pegawai administrasi pada suatu perguruan tinggi masih jarang ditemui. Di antaranya penelitian mengenai pengaruh Pendidikan Pelatihan dan fasilitas terhadap kinerja pegawai administrasi UIN Pekan Baru yang dilakukan oleh Ali (2008). Judul penelitiannya adalah ”Analisis Pengaruh Pendidikan Pelatihan dan Fasilitas Terhadap Kinerja Pegawai Administrasi (Studi kasus di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau). Metode penelitian menggunakan quesioner dan model analisis yang digunakan adalah uji validitas, reliabilitas, dan regresi linier berganda. Hasil penelitian yang dilaksanakan pada pegawai administrasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau menunjukkan bahwa ada hubungan antara kinerja pegawai administrasi dengan faktor-faktor pendidikan pelatihan kepemimpinan yang berupa pengetahuan,
sikap
dan
keterampilan.
Faktor-faktor
Pendidikan
Pelatihan
Kepemimpinan yang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan secara bersamasama mempengaruhi kinerja pegawai administrasi. Selain itu, terdapat hasil penelitian yang berkaitan dengan pelatihan dan pengembangan pegawai administrasi Unhalu Kendari, berupa tesis yang berjudul:” Analisis Pengaruh Pendidikan Pelatihan Serta Fasilitas Terhadap Kinerja Tenaga
Universitas Sumatera Utara
Pegawai Administrasi Universitas Haluoleo Kendari”. Penelitian ini dilakukan oleh Nilawati (2004) mahasiswa program pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Metode
pengambilan
sampel
dilakukan
dengan
menggunakan
proporsional random sampling. Di antara hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pelatihan dan pengembangan pegawai lebih diprioritaskan pada pendidikan pelatihan struktural, sedangkan pendidikan di perguruan tinggi dan pendidikan pelatihan teknis untuk meningkatkan kemampuan di bidang ilmu pengetahuan kurang mendapat perhatian. Penelitian yang akan dilakukan penulis berbeda dengan penelitian yang disebutkan di atas, terutama yang terkait dengan tujuan dan hasil yang diharapkan. Demikian juga mengenai waktu, tempat dan populasi penelitian, berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Teori Tentang Kerja Tim 2.2.1.1. Pengertian Kerja Tim Penyelenggaraan kerja tim dilakukan karena pada saat sekarang ini tekanantekanan persaingan yang semakin meningkat, para ahli menyatakan bahwa keberhasilan organisasi akan semakin bergantung pada kerja tim dari pada bergantung pada individual-individual yang menonjol. Konsep tim maknanya terletak pada ekspresi yang menggambarkan munculnya sinergi pada kelompok orang yang mengikatkan diri dalam kelompok yang disebut dengan tim.
Universitas Sumatera Utara
Griffin (2004) menyatakan bahwa “Kerja tim adalah kegiatan yang dilakukan kelompok pekerja yang berfungsi sebagai satu unit, biasanya hampir tanpa supervisi, untuk mengerjakan tugas-tugas, fungsi-fungsi dan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan”. Selanjutnya Dewi (2007) berpendapat ”Kerja tim (teamwork) adalah bentuk khusus kelompok kerja yang harus diorganisasi dan dikelola secara berbeda dengan bentuk kelompok kerja lain. Tim beranggotakan orang-orang yang dikoordinasi untuk bekerja bersama. Terjadi saling ketergantungan yang kuat satu sama lain untuk mencapai sebuah tujuan atau menyelesaikan sebuah tugas. Dengan bekerja dalam tim diharapkan hasilnya melebihi jika dikerjakan secara perorangan”. Pada suatu organisasi keberadaan tim struktural atau fungsional merupakan suatu jalan untuk meningkatkan produktivitas, pendayagunaan sumberdaya secara efektif, penghematan biaya, peningkatan mutu dan sebagainya. Disebutkan bahwa kelompok akan lebih merasakan keberhasilannya apabila bekerja dan menjadi unit yang lebih produktif yaitu tim atau kelompok kerja. Lebih spesifik Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwa “Kerja tim adalah kelompok di mana individu menghasilkan tingkat kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan individu tersebut”. Pada suatu perusahaan dengan jumlah orang yang sama, mengerjakan tugas yang sama dengan teknologi yang sama, berhasil meningkatkan produktivitas secara dramatis dengan menetapkan iklim di mana orang bersedia memberikan yang terbaik dari yang dimilikinya dan bekerja bersama di dalam tim. Hasil kerja tidak seperti kelompok yang oleh sebagian pimpinan dinilai hasilnya baik, sebuah tim bisa
Universitas Sumatera Utara
menjadi tidak lagi seperti biasa, artinya bisa istimewa, atau sebagai hasil yang dramatis. Keberhasilan sebuah tugas akan lebih meningkat produktivitasnya apabila orang bersedia bekerja dalam sebuah tim, dengan menetapkan iklim di mana orang bersedia memberikan yang terbaik dari diri mereka. Oleh karena itu, anggota tim harus bekerja secara efektif dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. West (2002) merinci ada 4 (empat) kekuatan dalam membangun tim yang efektif, yaitu : 1.
Kelompok hendaknya mempunyai tugas-tugas yang menarik secara intrinsik agar berhasil. Anggota tim akan bekerja lebih keras jika tugas-tugas yang harus dikerjakannya secara intrinsik menarik minat, memotivasi, menantang, dan menyenangkan.
2.
Individu seharusnya merasa dirinya penting bagi nasib kelompok. Satu hal yang akan menjadikan anggota tim bahwa kerjanya sangat penting bagi kelangsungan nasib kelompoknya adalah melalui penggunaan teknik penjelasan peran (role clarification) dan negosiasi (negotiation).
3.
Kontribusi individual seharusnya sangat diperlukan, unik, dan teruji. Dampak keengganan sosial sangat berkurang pada anggota tim yang merasa kerja mereka bermanfaat bagi keberhasilan tim secara menyeluruh.
4.
Seharusnya ada tujuan tim yang jelas dengan umpan balik kinerja yang tetap. Penting bagi para individu mempunyai tujuan yang jelas dan umpan balik kinerja (performance feedback) yang sama pentingnya bagi tim secara keseluruhan.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan dapat berfungsi sebagai motivator keberhasilan tim jika umpan balik kinerja tercapai secara akurat. Selanjutnya Williams (2008) membagi ada 5 (lima) hal yang menunjukkan peranan anggota dalam membangun kerja tim yang efektif, yaitu : 1.
Para anggota mengerti dengan baik tujuan tim dan hanya dapat dicapai dengan baik pula dengan dukungan bersama, dan oleh karena itu mempunyai rasa saling ketergantungan, rasa saling memiliki tim dengan tugas pekerjaannya.
2.
Para anggota menyumbang keberhasilan tim dengan menerapkan bakat dan pengetahuannya untuk sasaran tim, dapat bekerja dengan secara terbuka, dapat mengekspresikan
gagasan,
opini
dan
ketidaksepakatan,
peranan
dan
pertanyaannya disambut dengan baik. 3.
Para anggota berusaha mengerti sudut pandang satu sama lain, didorong untuk mengembangkan ketrampilannya dan menerapkan pada pekerjaan, untuk itu mendapat dukungan dari tim.
4.
Para anggota mengakui bahwa konflik adalah hal yang normal, atau hal yang biasa, dan berusaha memecahkan konflik tersebut dengan cepat dan konstruktif (bersifat memperbaiki).
5.
Para anggota berpartisipasi dalam keputusan tim, tetapi mengerti bahwa pemimpin mereka harus membuat peraturan akhir setiap kali tim tidak berhasil membuat suatu keputusan, dan peraturan akhir itu bukan merupakan persesuaian.
Universitas Sumatera Utara
Pada dunia usaha, penggunaan team work seringkali merupakan solusi terbaik untuk mencapai suatu kesuksesan. Team work yang solid akan memudahkan manajemen dalam mendelegasikan tugas-tugas organisasi. Namun demikian untuk membentuk sebuah tim yang solid dibutuhkan komitmen yang tinggi dari manajemen. Hal terpenting adalah bahwa team work harus dilihat sebagai suatu sumber daya yang harus dikembangkan dan dibina sama seperti sumber daya lain yang ada dalam perusahaan. Proses pembentukan, pemeliharaan dan pembinaan team work harus dilakukan atas dasar kesadaran penuh dari tim tersebut sehingga segala sesuatu berjalan secara normal sebagai suatu aktivitas sebuah team work, meskipun pada kondisi tertentu manajemen dapat melakukan intervensi. Menurut Robbins dan Judge (2008) bahwa ”Secara umum teamwork dapat didefinisikan sebagai kelompok yang berinteraksi terutama untuk berbagi informasi dan mengambil keputusan agar bisa membantu tiap anggota berkinerja dalam bidang sesuai dengan tanggung jawab masing-masing”. Seseorang ketika bekerja di dalam kelompok (team), akan ada dua isu yang muncul. Pertama adalah adanya tugas-tugas (task) dan masalah-masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan. Hal ini seringkali merupakan topik utama yang menjadi perhatian team. Kedua adalah proses yang terjadi di dalam team work itu sendiri, misalnya bagaimana mekanisme kerja atau aturan main sebuah team sebagai suatu unit kerja dari perusahaan, proses interaksi di dalam team, dan lainlain. Dengan kata lain proses menunjuk pada semangat kerjasama, koordinasi, prosedur yang harus dilakukan dan disepakati seluruh anggota, dan hal-hal lain yang
Universitas Sumatera Utara
berguna untuk menjaga keharmonisan hubungan antar individu dalam kelompok itu. Tanpa memperhatikan proses maka sebuah teamwork tidak akan memiliki nilai apa-apa bagi perusahaan dan hanya akan menjadi sumber masalah bagi perusahaan dalam pembentukan sebuah team work. Sebaliknya jika proses tersebut ada dalam sekumpulan orang yang bekerjasama, maka performansi kerja mereka akan meningkat karena akan mendapat dukungan secara teknis maupun moral. Kerja tim merupakan sarana yang sangat baik dalam menggabungkan berbagai talenta dan dapat memberikan solusi inovatif suatu pendekatan yang mapan. selain itu keterampilan dan pengetahuan yang beranekaragam yang dimiliki oleh anggota kelompok juga merupakan nilai tambah yang membuat teamwork lebih menguntungkan jika dibandingkan seorang individu yang brilian sekalipun. Sebuah tim dapat dilihat sebagai suatu unit yang mengatur dirinya sendiri. Rentangan ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki anggota dan self monitoring yang ditunjukkan oleh masing-masing tim memungkinkannya untuk diberikan suatu tugas dan tanggungjawab. Bahkan ketika suatu masalah tersebut dapat diputuskan oleh satu orang saja, melibatkan teamwork akan memberikan beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut adalah: Pertama, keputusan yang dibuat secara bersama-sama akan meningkatkan motivasi team dalam pelaksanaanya. Kedua, keputusan bersama akan lebih mudah dipahami oleh tim dibandingkan jika hanya mengandalkan keputusan dari satu orang saja.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan perspektif individu, dengan masuknya individu tersebut ke dalam suatu kelompok, maka hal tersebut akan menambah semangat juang/motivasi untuk mencapai suatu prestasi yang mungkin tidak akan pernah dapat dicapai seorang diri oleh individu tersebut. Hal ini dapat terjadi karena tim mendorong setiap anggotanya untuk memiliki wewenang dan tanggung jawab sehingga meningkatkan harga diri setiap orang. Hal yang sangat mendasar dalam mewujudkan keutuhan sebuah tim agar dapat berkinerja dan berdaya guna, perancangan tim yang baik sangat diperlukan. Griffin (2004) membagi perkembangan suatu tim secara umum ke dalam 4 (empat) tahap, yaitu: 1. Forming (pembentukan), adalah tahapan dimana para anggota setuju untuk bergabung dalam suatu tim. Karena kelompok baru dibentuk maka setiap orang membawa nilai-nilai, pendapat dan cara kerja sendiri-sendiri. Konflik sangat jarang terjadi, setiap orang masih sungkan, malu-malu, bahkan seringkali ada anggota yang merasa gugup. Kelompok cenderung belum dapat memilih pemimpin (kecuali tim yang sudah dipilih ketua kelompoknya terlebih dahulu). 2. Storming (merebut hati), adalah tahapan dimana kekacauan mulai timbul di dalam tim. Pemimpin yang telah dipilih seringkali dipertanyakan kemampuannya dan anggota kelompok tidak ragu-ragu untuk mengganti pemimpin yang dinilai tidak mampu. Faksi-faksi mulai terbentuk, terjadi pertentangan karena masalah-masalah pribadi, semua bersikeras dengan pendapat masing-masing. Komunikasi yang
Universitas Sumatera Utara
terjadi sangat sedikit karena masing-masing orang tidak mau lagi menjadi pendengar. 3. Norming (pengaturan norma), adalah tahapan dimana individu-individu dan subgroup yang ada dalam tim mulai merasakan keuntungan bekerja bersama dan berjuang untuk menghindari team tersebut dari kehancuran (bubar). Karena semangat kerjasama sudah mulai timbul, setiap anggota mulai merasa bebas untuk mengungkapkan perasaan dan pendapatnya kepada seluruh anggota tim. 4. Performing (melaksanakan), adalah tahapan merupakan titik kulminasi dimana tim sudah berhasil membangun sistem yang memungkinkannya untuk dapat bekerja secara produktif dan efisien. Pada tahap ini keberhasilan tim akan terlihat dari prestasi yang ditunjukkan. Selain keempat fase di atas, Sopiah (2008) menambahkan satu fase terakhir pembentukan tim yaitu Anjourning (pengakhiran). Fase ini merupakan fase terakhir yang ada pada kelompok yang bersifat temporer, yang di dalamnya tidak lagi berkenaan dengan berakhirnya rangkaian kegiatan. 2.2.1.2. Indikator-indikator Kerja Tim Buchholz (2000) menetapkan ada 8 (delapan) indikasi yang menunjukkan terciptanya kerja tim, yaitu : 1. Kepemimpinan partisipatif (participative leadership), yaitu terciptanya kebebasan dengan mendorong, memberikan kebebasan memimpin dan melayani orang lain.
Universitas Sumatera Utara
2. Tanggung jawab yang dibagikan (shared responsibility), yaitu terciptanya lingkungan yang menjadikan anggota tim merasa bertanggung jawab seperti tanggung jawab seorang manajer dalam pelaksanaan unit kerja. 3. Penyamaan tujuan (aligned on purpose), yaitu memiliki rasa tujuan yang sama sebagaimana dalam tujuan awal dan fungsi pembentukan tim. 4. Komunikasi yang intensif (intensive communication) yaitu terciptanya iklim kepercayaan dan komunikasi yang terbuka serta jujur. 5. Fokus pada masa yang akan datang (future focused), yaitu adanya perubahan sebagai sebuah kesempatan untuk berkembang (tumbuh). 6. Fokus pada pekerjaan (focused on task), yaitu terciptanya fokus perhatian anggota tim pada pekerjaan yang dilaksanakan. 7. Bakat kreatif (creative talents), yaitu adanya perubahan rintangan-rintangan secara kreatif menjadi daya cipta dan penerapan bakat serta kemampuan individu. 8. Tanggapan yang cepat (rapid response), yaitu adanya pengidentifikasian dan pelaksanaan setiap respon secara cepat. 2.2.1.3. Karakteristik Tim yang Sukses Mangkuprawira (2009) menyatakan “Kerja tim terdiri dari sekumpulan karyawan yang dikoordinasi oleh ketua tim dan atau seorang manajer”. Pada umumnya kerja tim dibentuk sebagai suatu kebutuhan organisasi agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Dengan kerja tim diharapkan fungsi kontrol akan berjalan lebih efektif dan efisien. Konflik-konflik atau deviasi kerja bisa ditekan seminim mungkin dengan kepemimpinan yang kuat dari seorang manajer. Mekanisme
Universitas Sumatera Utara
hubungan sesama mitra kerja pun dapat berjalan intensif. Ketangguhan sebuah tim kerja dicirikan oleh orang-orang terpilih yang menduduki posisi tertentu dan mampu menjalankan tugas sesuai dengan kompetensinya. Keberhasilan tim merupakan akumulasi dari proses dan prestasi kerja setiap karyawan. Hal ini merupakan tugas dan hasil kolektif dalam suatu sistem kerja yang sinergis. Semakin tinggi kekuatan sinergitas diantara karyawan dan manajer semakin tinggi kekuatan sebuah tim. Tingkat kesalahan dalam pekerjaan pun dapat ditekan sekecil mungkin. Sopiah (2008) menyatakan bahwa, ”Ada 6 (enam) karakteristik tim yang sukses yaitu 1) mempunyai komitmen terhadap tujuan bersama, 2) menegakkan tujuan spesifik, 3) kepemimpinan dan struktur, 4) menghindari kemalasan sosial dan tanggung jawab, 5) evaluasi kinerja dan sistem ganjaran yang benar, dan 6) mengembangkan kepercayaan timbal balik”. Selain karakteristik di atas, Mangkuprawira (2009) lebih merinci dan menguraikan ciri-ciri yang mencerminkan terdapatnya keberhasilan sebuah kerja tim yang meliputi: 1) Kesamaan visi dan misi kerja, yaitu para karyawan dan manajer memiliki sudut pandang yang relatif sama dalam mengerjakan tugas perusahaan. Orientasi dan fokusnya pada proses dan hasil. Walau debat di antara karyawan tidak bisa dihindarkan namun selalu diarahkan pada bagaimana target hasil bisa dicapai. Perbedaan pendapat dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Karena itu biasanya konflik bisa ditekan dengan cara saling menumbuhkan pengertian yang dipandu manajer. 2) Prioritas perhatian dan tindakan pada sesuatu yang terbaik buat organisasi
Universitas Sumatera Utara
yaitu tim memandang baik buruknya kinerja perusahaan merupakan akumulasi dari kinerja tim. Sementara kalau perusahaan memiliki kinerja (profitability) yang baik maka akan berpengaruh terhadap kompensasi yang diberikan kepada karyawan. Semakin besar kompensasi semakin puas karyawan dalam bekerja. Pada gilirannya kinerja karyawan juga akan meningkat. Untuk itu tim yang baik adalah tim yang mampu mempertahankan bahkan mencapai tujuan organisasi yang lebih besar secara taat asas (konsisten). 3) Karyawan berkomitmen tinggi pada pekerjaan, yaitu pada umumnya tim yang kuat dicerminkan pula oleh kekuatan kepentingan para karyawannya. Tanggung jawab dan hak dibuat sedemikian rupa secara seimbang. Mereka tidak saja bekerja untuk kepentingan memeroleh taraf kehidupan keluarga yang semakin baik tetapi juga buat kesehatan organisasi. Karena itu demi kepentingan seperti itu mereka umumnya sebagai pekerja keras. Energi yang dikeluarkan untuk organisasi cenderung relatif seimbang dengan energi yang dikeluarkan buat keluarganya dan bahkan buat lingkungan sosialnya. Tiap individu tim sadar akan adanya keragaman latar belakang budaya, gender, usia, pendidikan, pengalaman, dan kepribadian di antara mereka. Keragaman tidak dipandang sebagai hambatan, tetapi justru sebagai kekuatan dalam saling memahami dan mengisi kekurangan, dan memperkuat kelebihan masing-masing individu sebagai kekuatan tim. Kekuatan ini tidak dilihat dari sisi fisik tetapi dari karakteristik potensi personal sebagai kekuatan yang sifatnya alami. 4) Tim yang kuat sebagai magnit talenta, yaitu dalam bekerja, setiap anggota tidak lepas dari suasana kompetisi sesama mitra kerja. Idealnya setiap
Universitas Sumatera Utara
orang ingin siap untuk demikian, namun dalam kenyataannya ada saja yang tidak bisa dan tidak biasa bekerja keras. 2.2.2. Teori Tentang Pelatihan dan Pengembangan 2.2.2.1. Pengertian Pelatihan dan Pengembangan Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki kinerja pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya. Istilah pelatihan sering disamakan dengan pengembangan (development) yang merupakan kesempatankesempatan belajar yang didesain untuk meningkatkan kinerja karyawan. Kesempatan yang demikian tidak terbatas pada upaya perbaikan performansi pekerja pada pekerjaannya yang sekarang. Jadi pelatihan memiliki kaitan langsung dengan pekerjaan sedangkan pelatihan memiliki skope yang lebih luas (Gomes, 2003). Menurut Mangkuprawira (2004) bahwa ”Pelatihan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan keterampilan bekerja (vocational) yang dapat digunakan dengan segera. Sedangkan pengembangan memiliki ruang lingkup lebih luas, dapat berupa upaya meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan segera atau sering untuk kepentingan di masa depan”. Selanjutnya Sikula (dalam Mangkunegara, 2006) menyatakan bahwa ”Training is short-terms educational procces utilizing a systematic and organized procedure by which nonmanagerial personnel lear technical knowledge and skills for a definite purpose. Development, in reference to staffing and personnel matters, is along-terms
Universitas Sumatera Utara
educational procces utilizing a systematic and organized procedure by which managerial personnel learn conceptual and theoretical knowledge for general purpose”. “Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam tujuan yang terbatas . Pengembangan merupakan suatu proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi yang pegawai manajerialnya mempelajari pengetahuan konseptual dan teoretis untuk mencapai tujuan yang umum”. Pelatihan merupakan istilah ditujukan pada pegawai pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan ditujukan pada pegawai tingkat manajerial untuk meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas human relation. Lebih spesifik Wexley dan Yukl (dalam As’ad, 2003) menyatakan “Training and development are terms referring to planned efforts designed to facilitate the acquisition of relevant skills, knowledge, and attitudes by organizational members”. Pelatihan dan pengembangan adalah istilah-istilah yang menyangkut usahausaha yang berencana yang diselenggarakan agar tercapai penguasaan akan keterampilan, pengetahuan dan sikap-sikap yang relevan dari anggota-anggota organisasi.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2.2. Tujuan Pelatihan dan Pengembangan Secara umum tujuan diadakannya pelatihan dan pengembangan terhadap karyawan disebabkan perusahaan menginginkan adanya perubahan dalam prestasi kerja karyawan sehingga dapat sesuai dengan tujuan perusahaan (Sofyandi, 2008). Setiap kegiatan pelatihan dan pengembangan yang dilakukan harus terintegrasi dengan strategi sumber daya manusia dalam perusahaan jika ingin hal itu terlaksana secara efektif. Simamora (2004) menyatakan tujuan pelatihan dan pengembangan dapat dikelompokkan ke dalam lima bidang, yaitu a) Memperbaiki kinerja, b) Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi, c) Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan agar kompeten dalam pekerjaannya, d) Membantu
memecahkan
masalah
operasional, dan
e) Mempersiapkan karyawan untuk promosi. Menurut Mangkunegara (2006) tujuan pelatihan dan pengembangan adalah a) Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi, b) Meningkatkan produktivitas kerja, c) Meningkatkan kualitas kerja, d) Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia, e) Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja, f) Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal, g) Meningkatkan kesehatan
dan
keselamatan
kerja,
h)
Menghindarkan keusangan, i) Meningkatkan perkembangan pribadi pegawai. Selanjutnya Achmad (2009) menyatakan bahwa ”Penentuan tujuan pelatihan dan pengembangan harus memperhatikan 3 (tiga) hal yaitu untuk apa
Universitas Sumatera Utara
pelatihan dan pengembangan tersebut dilakukan, obyek pelatihan dan pengembangan (karyawan), dan faktor pelatihan dan pengembangan seperti dana, fasilitas, kesiapan manajemen, waktu, dan pengganti karyawan yang melakukan pelatihan dan pengembangan tersebut”. Dilihat dari tujuannya, Achmad (2009) membagi 3 (tiga) kelompok besar pelatihan dan pengembangan ini, yaitu: 1) Pelatihan dan pengembangan pengetahuan, 2) Pelatihan dan pengembangan keterampilan, dan 3) Pelatihan dan pengembangan sikap. 1.
Pelatihan dan pengembangan pengetahuan Karyawan sangat memerlukan pengetahuan yang luas karena proses manajemen yang paling banyak diperlukan adalah membuat keputusan. Oleh sebab itu karyawan perlu memiliki pengetahuan luas agar dapat memilih secara tepat berdasarkan alternatif-alternatif yang telah ada. Metode yang dipergunakan adalah sekolah, kuliah, atau ceramah dan bantuan audio visual.
2. Pelatihan dan pengembangan keterampilan Tujuan pelatihan dan pengembangan keterampilan adalah agar karyawan mampu dan lebih terampil menjalankan peralatan atau prosedur organisasi. Pelatihan dan pengembangan dilakukan lebih menekankan latihan-latihan atau praktik-praktik. Metode-metode yang dipergunakan dalam jenis ini adalah diskusi, studi kasus, games bisnis, studi proyek, proyek konsultasi dan bermain peran.
Universitas Sumatera Utara
3. Pelatihan dan pengembangan sikap Pelatihan dan pengembangan sikap tepat diterapkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan (public service), yang menitikberatkan pada pengembangan sikap atau sifat serta penguasaan emosi. Penguasaan emosi sangat penting di sini karena pekerjaan tersebut menghadapi orang banyak. Pelatihan dan pengembangan sikap dilakukan dengan cara permainan sensivitas rasa pelaku dan pelatihan-pelatihan sensivitas seperti bahasa tubuh (body language), teknik presentasi, negosiasi dan melayani konsumen. Tujuan pelatihan dan pengembangan karyawan sangat bermanfaat bagi peningkatan prestasi kerja. Tanjung (2003) menyatakan bahwa, ”Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan keterampilan bekerja yang dapat digunakan segera. Sedangkan pengembangan
sering
dikategorikan
secara
eksplisit
dalam
pengembangan
manajemen, organisasi, dan pengembangan individu karyawan. Pengembangan lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan perusahaan jangka panjang. Tujuan pelatihan dan pengembangan yang telah diuraikan di atas dipertegas dengan pendapat Sedarmayanti (2009) yang menyatakan bahwa, ”Tujuan pelatihan dan pengembangan adalah memperbaiki tingkat efektifitas kinerja karyawan dalam mencapai hasil yang telah ditetapkan perusahaan”.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian secara umum tujuan pelatihan dan pengembangan karyawan adalah menambah pengetahuan, menambah keterampilan dan adanya perubahan sikap. Oleh karena itu manajemen perusahaan harus memenuhi tujuan tersebut dengan penyelenggaraan metode pelatihan dan pengembangan yang baik. 2.2.2.3. Metode Pelatihan dan Pengembangan Sikula (dalam Mangkunegara, 2006) merinci metode-metode dalam pelatihan dan pengembangan. Pelatihan meliputi on the job, demonstration and examples, simulation, apprenticeship, classroom methods (lecture, conference, case study, role playing and programmed instruction) and other training methods. Metode pengembangan hal-hal yang umum dilakukan dalam metode pengembangan manajemen seperti training methods, job rotation and planned progression, coaching counseling, junior boards of executives or multiple management, bussiness games, sensitivity training and other development methods”. Secara rinci dapat diuraikan beberapa metode pelatihan dan pengembangan di bawah ini : 1. On the Job Training. On the job training atau disebut juga dengan pelatihan dengan instruksi pekerjaan sebagai suatu metode pelatihan dengan cara para pekerja atau calon pekerja ditempatkan dalam kondisi pekerjaan yang riil, di bawah bimbingan dan supervisi dari pegawai yang telah berpengalaman atau seorang supervisor. Walaupun metode ini tampaknya sederhana, apabila tidak ditangani dengan tepat, beberapa permasalahan mungkin timbul, seperti kerusakan mesin produksi, ketidakpuasan
Universitas Sumatera Utara
konsumen, kesalahan dalam melakukan filing dokumen, dan lain-lain. Untuk mencegah masalah ini, instruktur harus dipilih secara selektif. 2. Rotasi. Untuk pelatihan silang (cross-train) bagi karyawan agar mendapatkan variasi kerja, para pengajar memindahkan para peserta pelatihan dari tempat kerja yang satu ke tempat kerja yang lainnya. Setiap perpindahan umumnya didahului dengan pelatihan pemberian instruksi kerja. Di samping memberikan variasi kerja bagi karyawan, pelatihan silang (crossing training) turut membantu perusahaan ketika ada karyawan yang cuti, tidak hadir, perampingan atau terjadi pengunduran diri. 3. Magang. Magang melibatkan pembelajaran dari pekerja yang lebih berpengalaman, dan dapat ditambah pada teknik off the job training. Banyak pekerja keterampilan tangan, seperti tukang pipa dan kayu, dilatih melalui program magang resmi. Asistensi dan kerja sambilan disamakan dengan magang karena menggunakan partisipasi tingkat tinggi dari peserta dan memiliki tingkat transfer tinggi kepada pekerjaan. 4. Ceramah Kelas dan Presentasi Video (Classroom Methods and Video Presentation). Ceramah dan teknik lain dalam off the job training tampaknya mengandalkan komunikasi daripada memberi model. Ceramah adalah pendekatan terkenal karena menawarkan sisi ekonomis dan material organisasi, tetapi partisipasi,
Universitas Sumatera Utara
umpan balik, transfer dan repetisi sangat rendah. Umpan balik dan partisipasi dapat meningkat dengan adanya diskusi selama ceramah. 5. Pelatihan Vestibule. Agar pembelajaran tidak mengganggu operasional rutin, beberapa perusahaan menggunakan pelatihan vestibule. Wilayah atau vestibule terpisah dibuat dengan peralatan yang sama dengan yang digunakan dalam pekerjaan. Cara ini memungkinkan adanya transfer, repetisi, dan partisipasi serta material perusahaan bermakna dan umpan balik. 6. Permainan Peran (Role Playing). Permainan peran adalah alat yang mendorong peserta untuk membayangkan identitas lain. Misalnya, pekerja pria dapat membayangkan peran supervisor wanita dan sebaliknya. Kemudian keduanya ditempatkan dalam situasi kerja tertentu dan diminta memberikan respon sebagaimana harapan mereka terhadap lainnya. 7. Studi Kasus (Case Study). Metode kasus adalah metode pelatihan yang menggunakan deskripsi tertulis dari suatu permasalahan riil yang dihadapi oleh perusahaan atau perusahaan lain. 8. Simulasi (Simulation). Permainan simulasi dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, simulasi yang melibatkan simulator yang bersifat mekanik (mesin) yang mengandalkan aspekaspek utama dalam suatu situasi kerja. Kedua, simulasi komputer. Untuk tujuan pelatihan dan pengembangan, metode ini sering berupa games atau permainan.
Universitas Sumatera Utara
Teknik ini umumnya digunakan untuk melatih para manajer, yang mungkin tidak boleh menggunakan metode trial and error untuk mempelajari pembuatan keputusan. 9. Belajar Mandiri dan Proses Belajar Terprogram. Materi instruksional yang direncanakan secara tepat dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan para karyawan. Materi-materi ini sangat membantu apabila para karyawan itu tersebar secara geografis (berjauhan jaraknya) atau ketika proses belajar hanya memerlukan interaksi secara singkat saja. 10. Praktik Laboratorium Pelatihan di laboratorium
dirancang
untuk
meningkatkan
keterampilan
interpersonal. Juga dapat digunakan untuk membangun perilaku yang diinginkan untuk tanggung jawab pekerjaan di masa depan. Peserta mencoba untuk meningkatkan keterampilan hubungan manusia dengan lebih memahami diri sendiri dan orang lain. 11. Pelatihan Tindakan (Action Learning) Pelatihan ini terjadi dalam kelompok kecil yang berusaha mencari solusi masalah nyata yang dihadapi oleh perusahaan, dibantu oleh fasilitator (dari luar atau dalam perusahaan). 12. Teknik Basket (In-Basket Technique) Melalui metode in-basket technique, para peserta diberikan materi yang berisikan berbagai informasi, seperti e-mail khusus dari manajer, dan daftar telepon. Halhal penting dan mendesak, seperti posisi persediaan yang menipis, komplain dari
Universitas Sumatera Utara
pelanggan, permintaan laporan dari atasan, digabungkan dengan kegiatan bisnis rutin. Peserta pelatihan kemudian mengambil keputusan dan tindakan. 13. Permainan Manajemen (Management Games) Management games menekankan pada pengembangan kemampuan problem solving. Keuntungan dari simulasi ini adalah timbulnya integrasi atas berbagai interaksi keputusan, kemampuan bereksperimen melalui keputusan yang diambil, umpan balik dari keputusan, dan persyaratan-persyaratan bahwa keputusan dibuat dengan data yang tidak cukup. 14. Model Tingkah laku (Behavior Modeling) Behavior modeling adalah suatu metode pelatihan dalam rangka meningkatkan keahlian interpersonal. Kunci dari behavior modeling
adalah belajar melalui
observasi atau imajinasi. 15. Program Berorientasi Alam Terbuka (Outdoor Oriented Programs) Program ini biasanya dilakukan di suatu wilayah yang terpencil dengan melakukan kombinasi antara kemampuan di luar kantor dengan kemampuan di ruang kelas. Program ini dikenal dengan istilah outing, seperti arung jeram, mendaki gunung, kompetisi tim, panjat tebing dan lain-lain (Sofyandi, 2008). 2.2.2.4. Indikator-indikator Pelatihan dan Pengembangan Mangkunegara (2006) mengindikasikan pelatihan dan pengembangan dengan mengukur beberapa hal berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Kesesuaian materi pelatihan dan pengembangan, yaitu materi pelatihan dan pengembangan yang diberikan relevan dan mendukung dengan kebutuhan kerja. b. Kesesuaian metode pelatihan dan pengembangan, yaitu metode pelatihan dan pengembangan yang diberikan sesuai untuk subjek dan mendukung kebutuhan kerja. c. Tingkat perubahan keterampilan karyawan, yaitu keterampilan karyawan memiliki perubahan lebih baik dengan dilaksanakannya pelatihan dan pengembangan. d. Tingkat perubahan pengetahuan karyawan, yaitu pengetahuan kerja karyawan lebih baik dan meningkat sesuai dengan kebutuhan kerja. 2.2.2.5. Faktor-faktor yang Berperan Dalam Pelatihan dan Pengembangan Perusahaan melaksanakan pelatihan dan pengembangan ada beberapa faktor yang berperan, yaitu instruktur, peserta, materi (bahan), metode, tujuan pelatihan, dan lingkungan yang menunjang. Dalam menentukan teknik-teknik pelatihan dan pengembangan, timbul masalah mengenai trade-off. Oleh karena itu, tidak ada teknik tunggal yang terbaik. Metode pelatihan dan pengembangan terbaik tergantung dari faktor-faktor yang mendukungnya. Rivai (2006) merinci beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dan berperan dalam pelatihan dan pengembangan, yaitu : a. Efektivitas biaya b. Materi program yang dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
c. Prinsip-prinsip pembelajaran. d. Ketepatan dan kesesuaian fasilitas. e. Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan. f. Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan. 2.2.3. Teori Tentang Fasilitas 2.2.3.1. Pengertian Fasilitas Untuk meningkatkan disiplin kerja pegawai, perlu adanya fasilitas kerja yang baik. Tjiptono (2004) menyatakan bahwa fasilitas adalah fasilitas kerja merupakan suatu bentuk pelayanan bagi instansi terhadap pegawai agar menunjang kinerja dalam memenuhi kebutuhan pegawai, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja pegawai. Adanya fasilitas kerja yang disediakan oleh instansi sangat mendukung pegawai dalam bekerja. Fasilitas kerja tersebut sebagai alat atau sarana dan prasarana untuk membantu pegawai agar lebih mudah menyelesaikan pekerjaannya dan pegawai akan bekerja lebih produktif. Persepsi yang diperoleh dari interaksi pegawai dengan adanya fasilitas kerja pegawai akan merasa nyaman dalam bekerja dan menimbulkan semangat kerja untuk mendapatkan hasil yang diharapkan oleh instansi universitas.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Tjiptono (2004) unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam menetukan fasilitas pegawai yaitu: 1.
Pertimbangan/perencanaan spesial Aspek-aspek seperti simetri, proporsi, tekstur, warna, dan lain-lain yang dipertimbangkan, dikombinasikan, dan dikembangkan untuk memancing respon intelektual maupun emosional dari pemakai atau orang yang melihatnya.
2.
Perencanaan ruangan Unsur ini mencakup perancangan interior dan arsitektur, seperti penempatan perabotan dan perlengkapan dalam ruangan, desain aliran sirkulasi dan lain-lain.
3.
Perlengkapan/perabotan Perlengkapan memiliki berbagai fungsi, diantaranya sebagai sarana pelindung barang-barang berharga berukuran kecil, sebagai barang pajangan, sebagai tanda penyambutan bagi para pelanggan, dan sebagai sesuatu yang menunjukkan status pemilik atau penggunannya.
4.
Tata cahaya Beberapa yang perlu diperhatikan dalam mendesain tata cahaya adalah warna, jenis dan sifat aktivitas yang dilakukan di dalam ruangan, dan suasana yang diinginkan.
5.
Warna Warna dapat menggerakkan perasaan dan emosi. Warna dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dalam ruangan, menimbulkan kesan rileks, mengurangi tingkat kecelakaan.
Universitas Sumatera Utara
6.
Pesan-pesan yang disampaikan secara grafis Aspek yang penting dan saling terkait dalam unsur ini adalah penampilan visual, penempatan, pemilihan bentuk fisik, pemilihan warna, dan pemilihan bentuk perwajahan lambang atau tanda untuk maksud tertentu
2.2.3.2. Berbagai Perangkat Fasilitas Menurut Moenir (2000) fasilitas dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu fasilitas fisik dan fasilitas non fisik, sedangkan dalam penelitian ini yang dimaksud fasilitas fisik dan non fisik adalah: 1. Fasilitas fisik yaitu segala sesuatu yang berupa benda atau yang dibendakan yang mempunyai peranan untuk memudahkan kinerja pegawai. Dalam penelitian ini yang dimaksud fasilitas fisik adalah ruang kerja, peralatan, sarana transportasi dan kesehatan yang tersedia bagi pegawai administrasi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. 2. Fasilitas non fisik adalah segala sesuatu yang tidak berwujud kebendaan, seperti kenyamanan, keamanan dan ketentraman serta kesejahteraan yang dirasakan oleh pegawai dalam upaya untuk meningkatkan kinerja mereka. 2.2.4. Teori Tentang Kinerja 2.2.4.1. Pengertian Kinerja Sumber Daya Manusia Pengertian kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi (Moeheriono, 2009:60). Kinerja dapat diketahui dan diukur
Universitas Sumatera Utara
jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolok ukur yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Menurut Gomes (1995) dalam Mangkunegara (2009:9) menyatakan kinerja karyawan sebagai ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas yang sering dihubungkan dengan produktivitas. Selanjutnya Mangkunegara (2009:9) menyatakan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepada karyawan tersebut. Kinerja individual merupakan hubungan dari ketiga faktor antara lain kemampuan (ability), usaha (effort), dan dukungan (support). Kinerja individual ditingkatkan sampai tingkat di mana ketiga komponen tersebut ada di dalam diri karyawan. Akan tetapi, kinerja berkurang apabila salah satu faktor ini dikurang atau tidak ada (Mathis dan Jackson, 2006:114). Sedangkan Robbins (2003) dalam Moeheriono (2009:61) menyatakan bahwa kinerja merupakan fungsi interaksi antara kemampuan (ability), motivasi (motivation), dan kesempatan (opportunity). Artinya bahwa kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi, dan kesempatan. Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri,
Universitas Sumatera Utara
melainkan selalu berhubungan dengan nilai-nilai inti yang dianut di dalam organisasi, kepuasan kerja karyawan dan tingkat besaran imbalan yang diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu. 2.2.4.2. Unsur yang Dinilai Untuk Penetapan Kinerja Secara garis besar kinerja diketahui melalui apa yang perlu dan harus diukur dari perilaku kerja yang mencerminkan unsur-unsur penilaian pelaksanaan kerja, yaitu aspek kondisi lingkungan kerja fisik dan sosial, dan aspek kepribadian tenaga kerja. Terdapat beberapa unsur yang dinilai untuk menetapkan kinerja kerja karyawan baik dari sisi masukan, maupun dari sisi proses dan keluaran. Asnawi (2004) dalam Umar (2008:212) menetapkan enam belas faktor yaitu: a. Pengetahuan karyawan terhadap tugas yang dibebankan. b. Inisiatif karyawan terhadap penyelesaian tugas. c. Ketajaman persepsi karyawan terhadap bobot pekerjaan. d. Kemampuan pengambilan keputusan. e. Kualitas kerja yang mampu diselesaikan. f. Jumlah pekerjaan yang mampu diselesaikan sesuai jadwal. g. Kesehatan fisik untuk menyelesaikan kewajiban kerja. h. Kesadaran akan tugas yang dibebankan. i. Rasa percaya diri karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. j. Rasa bahwa karyawan dapat dipercaya oleh orang lain. k. Persahabatan karyawan dengan kolega kerja. l. Sikap terhadap pengawasan atasan dan rekan sekerja.
Universitas Sumatera Utara
m. Stabilitas emosi karyawan dalam bekerja. n. Kemampuan karyawan dalam menyesuaikan diri. o. Kemampuan karyawan bekerja sama menyelesaikan masalah. p. Kepuasan atasan atas sikap dan hasil kerja karyawan. 2.2.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai individual ataupun kemampuan dan usaha yang dicurahkan juga dukungan yang diterima pegawai. Tiga faktor utama yang memengaruhi bagaimana individu yang ada bekerja antara lain (Mathis dan Jackson, 2006:115): a. Kemampuan individual, komponen kemampuan individual terdiri dari bakat, minat, dan faktor kepribadian individu. b. Usaha yang dicurahkan, komponen usaha yang dicurahkan terdiri dari motivasi, etika kerja, kehadiran dan rancangan tugas. c. Dukungan organisasional, komponen dukungan organisasional terdiri dari pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi, standar kinerja, dan manajemen dan rekan kerja. Kinerja individual ditingkatkan sampai tingkat di mana ketiga komponen tersebut ada di dalam diri karyawan. Akan tetapi kinerja akan berkurang apabila salah satu faktor tersebut dikurangi atau tidak ada.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4.4. Penilaian Kinerja Kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi. Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha organisasi untuk mencapai tujuannya,
sehingga
berbagai
kegiatan
harus
dilakukan
organisasi
untuk
meningkatkannya. Salah satu di antaranya adalah melalui penilaian kinerja. Penilaian kinerja merupakan suatu proses organisasi dalam menilai kinerja para pegawai. Tujuan dilakukannya penilaian kinerja secara umum adalah untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada pegawai dalam upaya memperbaiki tampilan kerjanya dan upaya meningkatkan produktivitas organisasi, dan secara khusus dilakukan dalam kaitannya dengan berbagai kebijaksanaan untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, serta pendidikan dan latihan. Menurut Mangkunegara (2009:10), penilaian kinerja merupakan suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari obyek orang ataupun sesuatu (barang). Penilaian kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih
Universitas Sumatera Utara
baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan ataupun penentuan imbalan. 2.2.4.5. Manfaat Penilaian Kinerja Hariandja (2002:195) mengemukakan arti pentingnya penilaian kinerja secara lebih rinci sebagai berikut: a.
Perbaikan kinerja memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui umpan balik (feedback) yang diberikan oleh organisasi.
b.
Penyesuaian gaji yang dapat dipakai sebagai informasi untuk mengkompensasi pegawai secara layak sehingga dapat memotivasi mereka.
c.
Keputusan untuk penempatan, yaitu dapat dilakukannya penempatan pegawai sesuai dengan keahliannya.
d.
Pelatihan dan pengembangan, yaitu melalui penilaian akan diketahui kelemahan-kelemahan dari pegawai sehingga dapat dilakukan program pengembangan dan pelatihan secara lebih efektif.
e.
Perencanaan karier, yaitu organisasi dapat memberikan bantuan perencanaan karier bagi pegawai dan menyelaraskannya dengan kepentingan organisasi.
f.
Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan, yaitu kinerja yang tidak baik menunjukkan adanya kelemahan dalam penempatan sehingga dapat dilakukan perbaikan.
Universitas Sumatera Utara
g.
Meningkatkan adanya perlakuan kesempatan yang sama pada pegawai, yaitu dengan dilakukannya penilaian yang objektif berarti meningkatkan perlakuan yang adil bagi pegawai.
h.
Dapat mengidentifikasi adanya kekurangan dalam desain pekerjaan, yaitu kekurangan kinerja akan menunjukkan adanya kekurangan dalam perancangan jabatan.
i.
Dapat membantu pegawai mengatasi masalah yang bersifat eksternal, yaitu dengan penilaian kinerja atasan akan mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya kinerja yang tidak baik, sehingga atasan dapat membantu menyelesaikannya.
j.
Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya manusia, yaitu dengan diketahuinya kinerja pegawai secara keseluruhan, ini akan menjadi informasi sejauh mana fungsi sumber daya manusia berjalan dengan baik atau tidak.
2.2.4.6. Penilaian Kinerja Sebagai Peningkatan Kinerja Penilaian kinerja tidak sekadar menilai, yaitu mencari pada aspek-aspek apa pegawai kurang atau lebih, tetapi lebih luas lagi yaitu membantu pegawai untuk mencapai kinerja yang diharapkan oleh organisasi dan berorientasi pada pengembangan pegawai ataupun organisasi. Untuk itu ada beberapa kegiatan yang merupakan bagian integral dengan penilaian kinerja yang harus dilakukan (Mangkunegara, 2009:13) dan dalam hal ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
a.
Penetapan sasaran kinerja yang spesifik, terukur, memiliki tingkat kemudahan yang sedang dan berbatas waktu.
b.
Pengarahan dan dukungan oleh atasan.
c.
Melakukan penilaian kinerja. Sasaran yang tidak jelas, disamping tidak menunjukkan bagaimana
mencapainya, tidak akan memotivasi pegawai untuk mencapainya dan yang jelas akan mempersulit kegiatan penilaian. Oleh karena itu sasaran harus dibuat dengan jelas dan terukur. 2.2.4.7. Elemen dan Proses Penilaian Kinerja Bilamana penilaian kinerja harus dikaitkan dengan usaha pencapaian kinerja yang diharapkan, maka sebelumnya harus ditentukan tujuan-tujuan setiap pekerjaan, kemudian penentuan standar atau dimensi-dimensi kinerja serta ukurannya, diikuti dengan penentuan metode penilaian, pelaksanaan, dan evaluasi (Hariandja, 2002:198), proses penilaian kinerja tersebut antara lain: a.
Penentuan sasaran Penentuan sasaran sebagaimana telah disebutkan harus spesifik, terukur, menantang dan didasarkan pada waktu tertentu. Di samping itu perlu pula diperhatikan proses penentuan sasaran tersebut, yaitu diharapkan sasaran tugas individu dirumuskan bersama-sama antara atasan dan bawahan.
b.
Penentuan standar kinerja Pentingnya penilaian kinerja menghendaki penilaian tersebut harus benar-benar objektif, yaitu mengukur kinerja karyawan sesungguhnya yang disebut dengan
Universitas Sumatera Utara
job related. Sistem penilaian kinerja harus mempunyai standar, memiliki ukuran yang dapat dipercaya dan mudah digunakan. c.
Penentuan metode dan pelaksanaan penilaian. Metode yang dimaksud adalah pendekatan atau cara serta perlengkapan yang digunakan seperti formulir dan pelaksanaannya. Metode-metode itu seperti metode perbandingan, tes, dan lain-lain.
d.
Evaluasi penilaian. Evaluasi penilaian merupakan pemberian umpan balik kapada pegawai mengenai aspek-aspek kinerja yang harus diubah dan dipertahankan serta berbagai tindakan yang harus diambil, baik oleh organisasi maupun pegawai dalam upaya perbaikan kinerja pada masa yang akan datang.
2.2.4.8. Langkah-Langkah Peningkatan Kinerja Sumber Daya Manusia Mangkunegara (2009:22) menyatakan bahwa dalam rangka peningkatan kinerja, paling tidak terdapat tujuh langkah yang dapat dilakukan, yaitu: a. Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja Dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu: (1) Mengidentifikasi masalah melalui data dan informasi yang dikumpulkan terus menerus mengenai fungsi-fungsi bisnis. (2) Mengidentifikasi masalah melalui karyawan. (3)
Memperhatikan masalah yang ada.
Universitas Sumatera Utara
b.
Mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan. Untuk memperbaiki keadaan tersebut, diperlukan beberapa informasi, antara lain: (1)
Mengidentifikasi masalah setepat mungkin.
(2) Menentukan tingkat keseriusan masalah dengan mempertimbangkan harga yang harus dibayar bila tidak ada kegiatan dan harga yang harus dibayar bila ada campur tangan dan penghematan yang diperoleh apabila ada penutupan kekurangan kinerja. c.
Mengidentifikasi hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik yang berhubungan dengan sistim maupun yang berhubungan dengan pegawai itu sendiri.
d.
Mengembangkan
rencana
tindakan
untuk
menanggulangi
penyebab
kekurangan tersebut. e.
Melakukan rencana tindakan tersebut.
f.
Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum.
g.
Mulai dari awal, apabila perlu. Bacal (2004) dalam Mangkunegara (2009:23), menerangkan dalam bukunya
How to Manage Performance bahwa terdapat dua puluh empat langkah point praktis untuk meningkatkan kinerja karyawan sebagai berikut: a.
Membuat pola pikir yang modern Pimpinan harus meninggalkan cara dan gagasan lama tentang cara menyelesaikan pekerjaan seperti mengancam, membujuk, mengintimidasi,
Universitas Sumatera Utara
menyalahkan, menyerang kepribadian dan sikap karyawan. Pimpinan menggunakan pola pikir yang modern dengan tujuan mengoptimalkan keberhasilan karyawan atau kelompok kerja dengan memberikan panutan dalam hal waktu dan usaha, membagi tanggung jawab dengan komunikasi dua arah dan menemukan kebijaksanaan karyawan dengan memanfaatkan keahlian dan pengalamannya. b.
Kenali manfaat. Para manajer biasanya cenderung melompati proses manajemen kinerja, karena belum mengerti manfaatnya padahal manajemen kinerja dapat digunakan untuk memastikan bahwa setiap pekerjaan karyawan berkontribusi bagi sasaran kelompok kerja, sehingga dapat mengurangi pengawasan, meningkatkan produktivitas,
dan
tindakan
mendokumentasikan
masalah
maupun
penyelesaiannya. c.
Kelola kinerja Penilaian atau evaluasi kinerja karyawan merupakan bagian kecil dari manajemen kinerja. Yang paling penting adalah merencanakan kinerja dan mengkomunikasikannya berdasarkan pengamatan dan pengumpulan data yang dimiliki termasuk rintangan-rintangan atau hambatan yang telah dan akan dihadapi.
d.
Bekerja bersama karyawan Karyawan merupakan kontributor sejajar dalam proses manajemen kinerja, karena karyawan harus menjadi peserta aktif dan antusias dalam menjalankan
Universitas Sumatera Utara
setiap proses kerja sesuai dengan ketentuan yang telah diinformasikan sehingga keterlibatannya akan membangun rasa memiliki dan tanggung jawab. Dalam hal ini, karyawan tidak merasa diperintah sehingga konfrontasi ataupun konflik akan berkurang. e.
Rencanakan secara tepat serta sasaran yang jelas Perencanaan kinerja yang tepat dan sasaran yang jelas sehingga dapat diukur dalam hasil pencapaiannya sehingga karyawan memiliki skala prioritas bagi setiap pekerjaan yang dilakukan.
f.
Satukan sasaran karyawan. Semua karyawan harus terlibat, termotivasi dan memperoleh lebih banyak kepuasan dalam melakukan pekerjaannya.
g.
Tentukan insentif kinerja Insentif dapat berupa bonus, kesempatan mendapatkan pelatihan, pertimbangan promosi, sedikit kenaikan upah yang diberikan kepada karyawan dengan kinerja yang luar biasa.
h.
Menjadi orang yang mudah ditemui. Yaitu dengan selalu melakukan komunikasi dua arah yang sasarannya adalah untuk pemecahan masalah.
i.
Berfokus pada komunikasi. Komunikasi merupakan bagian penting untuk membangun relasi dan menumbuhkan motivasi antar karyawan sehingga terbina suatu kerjasama yang harmonis.
Universitas Sumatera Utara
j.
Melakukan tatap muka. Menggunakan dan memanfaatkan teknologi yang tidak mengurangi intensitas tatap muka bagi antar karyawan.
k.
Menghindari resiko pemeringkatan Menjelaskan arti dari setiap peringkat sebelum pemeringkatan dilakukan dan didiskusikan maknanya.
l.
Tidak melakukan penggolongan. Sistem penggolongan dalam jangka pendek akan mendorong sebagian karyawan untuk bekerja lebih keras, aktif, tetapi sebaliknya akan mengganggu kerja karyawan lain.
m.
Persiapkan penilaian. Peninjauan kinerja harus dipersiapkan secara detail dari sistem manajemen kinerja, seperti deskripsi kerja, tanggung jawab kerja, rencana kinerja yang dapat meningkatkan motivasi dan semangat karyawan.
n.
Awali tinjauan secara benar. Menciptakan iklim dimana karyawan merasa nyaman, aman dan mau mengerti tentang pentingnya penilaian kinerja.
o.
Kenali sebab. Analisis penyebab kinerja tidak maksimal sehingga diketahui dengan cepat masalah untuk diperbaiki atau dioptimalkan secara akurat.
Universitas Sumatera Utara
p.
Mengakui keberhasilan. Karyawan yang berhasil harus diperhatikan, diakui dan dihargai sehingga akan terus berkontribusi untuk bekerja secara optimal.
q.
Menggunakan komunikasi yang kooperatif. Komunikasi dengan menggunakan bahasa yang kooperatif akan mengurangi konflik dan karyawan tidak merasa bersalah sehingga dapat bekerja dengan rasa aman, nyaman dan tenang.
r.
Berfokus pada perilaku dan hasil Perhatian utama harus ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja yang merupakan hasil dari perilaku karyawan.
s.
Perjelas kinerja. Karyawan memerlukan umpan balik yang tetap dan spesifik seputar kinerja, sehingga dapat diketahui saat mana kinerjanya sangat baik dan dapat ditingkatkan.
t.
Perlakukan konflik dengan baik. Mengidentifikasi masalah lebih awal untuk dapat mempercepat proses pemecahan masalah dan menemukan jalan keluar terbaik.
u.
Menggunakan disiplin bertahap. Yaitu proses untuk menjaga karyawan tetap bertanggung jawab terhadap tindakannya dengan menerapkan konsekuensi.
v.
Kinerja dokumen.
Universitas Sumatera Utara
Mendokumentasikan setiap informasi tentang kinerja karyawan yang dapat digunakan untuk bahan kajian dan perbaikan bagi karyawan maupun atasan. w.
Mengembangkan karyawan. Mengembangkan karyawan yang sesuai dengan keahlian yang cocok dengan jenis pekerjaan dan jabatan.
x.
Meningkatkan sistem kerja. Sistem kerja ditingkatkan untuk tidak merusak kredibilitas manajemen dengan memodifikasinya sesuai dengan hambatan-hambatan yang ditemui selama perencanaan kinerja dilaksanakan.
2.2.4.9. Karakter-karakter Individu dengan Kinerja Tinggi Berdasarkan hasil penelitian Mc. Clelland (Mangkunegara, 2009:28) tentang pencapaian kinerja, dapat disimpulkan bahwa individu-individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi untuk mencapai kinerja dapat dibedakan dengan yang lainnya yang dibagi kedalam beberapa ciri yaitu: a.
Individu yang senang bekerja dan menghadapi tantangan yang moderat.
b.
Individu yang memperoleh sedikit kepuasan jika pekerjaannya sangat mudah dan jika terlalu sulit cenderung kecewa.
c.
Individu yang senang memperoleh umpan balik yang kongkret mengenai keberhasilan pekerjaannya.
d.
Individu yang cenderung tidak menyenangi tugas tersebut jika tidak mencapai prestasi sesuai dengan yang diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
e.
Individu yang lebih senang bertanggung jawab secara personal atas tugas yang dikerjakan.
f.
Individu yang puas dengan hasil bila pekerjaan dilakukan sendiri.
g.
Individu yang kurang istirahat, cenderung inovatif dan banyak bepergian.
h.
Individu yang selalu mencari kemungkinan pekerjaan yang lebih menantang, meninggalkan sesuatu yang lama dan menjadi rutinitas serta berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru.
2.2.5. Teori Tentang Kerja sama 2.2.5.1. Pengertian Kerja sama Kerja sama dalam tim kerja menjadi sebuah kebutuhan dalam mewujudkan keberhasilan kinerja dan prestasi kerja. Kerja sama dalam tim kerja akan menjadi suatu daya dorong yang memiliki energi dan sinergisitas bagi individu-individu yang tergabung dalam kerja tim. Tanpa kerja sama yang baik tidak akan memunculkan ide-ide cemerlang. Sebagaimana yang dinyatakan Bachtiar (2004) bahwa ”Kerja sama merupakan sinergisitas kekuatan dari beberapa orang dalam mencapai satu tujuan yang diinginkan. Kerja sama akan menyatukan kekuatan ide-ide yang akan mengantarkan pada kesuksesan”. Kerja sama dilakukan oleh sebuah tim lebih efektif daripada kerja secara individual. Menurut West (2002) ”Telah banyak riset membuktikan bahwa kerja sama secara berkelompok mengarah pada efisiensi dan efektivitas yang lebih baik. Hal ini sangat berbeda dengan kerja yang dilaksanakan oleh perorangan”.
Universitas Sumatera Utara
Setiap tim maupun individu sangat berhubungan erat dengan kerja sama yang dibangun dengan kesadaran pencapaian prestasi dan kinerja. Dalam kerja sama akan muncul berbagai penyelesaian yang secara individu tidak terselesaikan. Keunggulan yang dapat diandalkan dalam kerja sama pada kerja tim adalah munculnya berbagai penyelesaian secara sinergi dari berbagai individu yang tergabung dalam kerja tim. Selain keunggulan di atas kerja sama juga dapat menstimulasi seseorang berkontribusi dalam kelompoknya, sebagaimana yang dinyatakan Davis (dalam Dewi, 2006) bahwa, ”Kerja sama adalah keterlibatan mental dan emosional orangorang di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok atau berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan”. Kontribusi tiap-tiap individu dapat menjadi sebuah kekuatan yang terintegrasi. Individu dikatakan bekerja sama jika upaya-upaya dari setiap individu tersebut secara sistematis terintegrasi untuk mencapai tujuan bersama. Semakin besar integrasinya semakin besar tingkat kerja samanya. 2.2.5.2. Indikator-indikator Kerja Sama West (2002) menetapkan indikator-indikator kerja sama sebagai alat ukurnya sebagai berikut : a.
Tanggung jawab secara bersama-sama menyelesaikan pekerjaan, yaitu dengan pemberian tanggung jawab dapat tercipta kerja sama yang baik.
b. Saling berkontribusi, yaitu
dengan saling berkontribusi baik tenaga maupun
pikiran akan terciptanya kerja sama.
Universitas Sumatera Utara
c. Pengerahan
kemampuan
secara
maksimal,
yaitu
dengan
mengerahkan
kemampuan masing-masing anggota tim secara maksimal, kerja sama akan lebih kuat dan berkualitas. 2.2.6. Teori Tentang Kepercayaan 2.2.6.1. Pengertian Kepercayaan Maxwell (2002) menyatakan bahwa ”Kepercayaan (trust) adalah keyakinan bahwa seseorang sungguh-sungguh dengan apa yang dikatakan dan dilakukannya. Kepercayaan lahir dari sikap yang dimunculkannya ketika berinteraksi dengan orang lain, misalnya pemimpin dengan bawahan, bawahan dengan pemimpin atau antarkaryawan di sebuah perusahaan. Kepercayaan adalah bentuk perlakuan diri kita kepada orang lain secara tulus. Kepemimpinan akan sukses bila dilandasi adanya kepercayaan satu sama lain”. Selanjutnya Sopiah (2008) memberikan definisi bahwa ”Kepercayaan adalah suatu harapan positif bahwa orang tidak akan bertindak secara oportunistik. Bila pengikut mempercayai pemimpinnya, mereka bersedia berkorban bagi tindakan pimpinan, demikian pula sebaliknya pemimpin harus memberikan kepercayaan atas kemampuan pengikutnya”. Kerja tim yang berkinerja tinggi dicirikan oleh kepercayaan (trust) timbal balik yang tinggi di antara anggota-anggotanya. Artinya para anggota meyakini akan integritas, karakter dan kemampuan setiap anggotanya. Kepercayaan sangat kuat di dalam sebuah perusahaan, orang-orang tidak akan berbuat terbaik jika mereka tidak percaya bahwa mereka akan diperlakukan
Universitas Sumatera Utara
secara adil, tak ada kronisme dan setiap orang memiliki sasaran yang nyata. Satusatunya cara yang diketahui untuk menciptakan kepercayaan semacam itu adalah dengan menyusun nilai-nilai dan kemudian melakukan apa yang telah dibicarakan. Artinya seseorang harus mengerjakan apa yang dikatakan akan dilakukan, secara konsisten, sepanjang waktu. Kecenderungan untuk percaya, sebuah sifat kepribadian yang melibatkan keinginan umum seseorang untuk mempercayai orang lain. Kecenderungan akan mempengaruhi seberapa banyak kepercayaan yang dimiliki seseorang untuk orang yang dipercayai sebelum data pada orang tersebut tersedia. Orang-orang dengan pengalaman berkembang yang berbeda sangat berbeda dalam kecenderungan mereka untuk memberikan kepercayaan. Dalam membangun kepercayaan dalam sebuah tim, Sopiah (2008) menyatakan ada 8 (delapan) cara yaitu : 1.
Menunjukkan cara bekerja, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk orang lain.
2.
Menjadi pemain dalam tim.
3.
Mempraktikkan keterbukaan.
4.
Berlaku adil.
5.
Mengutarakan perasaan pada tim.
6.
Menunjukkan konsistensi dalam nilai-nilai dasar yang memandu pengambilan keputusan.
7.
Memelihara keyakinan orang pada diri kita.
Universitas Sumatera Utara
8.
Menunjukkan kompetensi yang kita miliki.
2.2.6.2. Indikator-indikator Kepercayaan Maxwell (2002) mengindikasikan Kepercayaan, meliputi; a.
Kejujuran, yaitu dengan adanya kejujuran anggota tim akan menciptakan rasa saling percaya.
b.
Pemberian tugas, yaitu dengan pemberian tugas pada anggota tim berarti telah memberikan kepercayaan bahwa anggota tim mampu melaksanakannya.
c.
Integritas, yaitu setiap anggota dianggap memiliki integritas atau bersikap sebenarnya (truthfulness) dalam bekerja.
2.2.7. Teori Tentang Kekompakan 2.2.7.1 Pengertian Kekompakan Dewi (2007) memberikan defenisi bahwa kekompakan adalah bekerja sama secara teratur dan rapi, bersatu padu dalam menghadapi suatu pekerjaan yang biasanya ditandai adanya saling ketergantungan. Menurut West (2002), “Ada 5 (lima) hal yang bisa menjadi bahan latihan kekompakan dalam sebuah tim, yaitu: 1) Komunikasi, meliputi kelancaran komunikasi, tepat dan akurat menyampaikan informasi, dan saling terbuka, 2) Respek satu sama lain, meliputi memahami kebutuhan dan mendengarkan pendapat pihak lain, memberikan feedback konstruktif, serta memberi apresiasi, 3) Kesiapan menerima tantangan, juga kegigihan dan ketekunan dalam bekerja, 4) Kerja sama, meliputi kemampuan memahami pentingnya komitmen, kepercayaan, penyelesaian masalah bersama, kejelasan tujuan,
Universitas Sumatera Utara
memberi dukungan dan motivasi, serta mengakui kesuksesan, dan 5) Kepemimpinan, baik memimpin orang lain, tim, maupun memimpin diri sendiri”. Selanjutnya Mangkuprawira (2009) menyatakan bahwa “Kekompakan (cohesiveness) adalah tingkat solidaritas dan perasaan positif yang ada dalam diri seseorang terhadap kelompoknya”. Kekompakan kelompok bukanlah senjata rahasia dalam pencarian untuk peningkatan kinerja kelompok atau tim. Caranya agar berhasil adalah dengan menjaga agar ukuran kelompok-kelompok tugas tetap kecil, menyakinkan standarstandar kinerja dan sasaran-sasaran harus jelas dan dapat diterima, mencapai beberapa keberhasilan awal dan mengikuti petunjuk-petunjuk praktis. Tim kerja yang dipilih sendiri dimana orang-orang mengangkat teman satu timnya sendiri dan cara-cara sosial selepas kerja dapat merangsang kekompakan sosio-emosional. Membantu perkembangan
kekompakan
sosio-emosional
perlu
diseimbangkan
dengan
kekompakan tim. Jika sosio-emosional tidak disesuaikan dengan kekompakan tim, hal ini dapat mengganggu kinerja dan prestasi tim, yang pada akhirnya mengganggu prestasi-prestasi individu. Pada dunia usaha, penggunaan team work seringkali merupakan solusi terbaik untuk mencapai suatu kesuksesan. Team work yang solid akan memudahkan manajemen dalam mendelegasikan tugas-tugas organisasi. Namun demikian untuk membentuk sebuah tim yang solid dibutuhkan komitmen yang tinggi dari manajemen. Hal terpenting adalah bahwa team work harus dilihat sebagai suatu sumber daya yang
Universitas Sumatera Utara
harus dikembangkan dan dibina sama seperti sumber daya lain yang ada dalam perusahaan. Proses pembentukan, pemeliharaan dan pembinaan team work harus dilakukan atas dasar kesadaran penuh dari tim tersebut sehingga segala sesuatu berjalan secara normal sebagai suatu aktivitas sebuah team work, meskipun pada kondisi tertentu manajemen dapat melakukan intervensi (Mangkuprawira, 2009). 2.2.7.2. Indikator-indikator Kekompakan Dalam melihat sejauhmana hubungan kekompakan terhadap kerja tim, Dewi (2007) menetapkan indikator-indikator sebagai berikut : a.
Saling
ketergantungan
tugas,
yaitu
saling
ketergantungan
pada
tugas
menciptakan kekompakan. b.
Saling ketergantungan hasil, yaitu anggota tim merasa hasil yang dicapai bukanlah hasil secara individu, tetapi hasil kekompakan bersama dalam bekerja.
c.
Komitmen yang tinggi, yaitu anggota tim dianggap memiliki komitmen yang tinggi pada tujuan yang akan dicapai tim.
2.3. Kerangka Konseptual Kerja tim
pegawai sangat diperlukan dalam suatu perusahaan. Menurut
Williams (2008) “Kerja tim adalah kemampuan untuk bekerjasama menuju suatu visi yang sama, kemampuan mengarahkan pencapaian individu ke arah sasaran organisasi”. Setiap anggota tim berkontribusi mengerahkan kemampuannya dalam mencapai visi yang telah ditetapkan, sehingga prestasi kerja individual dan kelompok dapat terwujud.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya dalam melihat terciptanya kerja tim yang baik, Buhler (2006) menyatakan, ”Kerja tim bergantung pada prestasi kerja sama dan juga prestasi individu. Anggota tim bekerja sama untuk mengumpulkan sumber daya mereka, biasanya dalam hal ini kecakapan untuk mencapai sasaran-sasarannya”. Kerja sama dalam tim kerja menjadi sebuah kebutuhan dalam mewujudkan keberhasilan kinerja dan prestasi kerja. Kerja sama dalam tim kerja akan menjadi suatu daya dorong yang memiliki energi dan sinergisitas bagi individu-individu yang tergabung dalam kerja tim. Tanpa kerja sama yang baik tidak akan memunculkan ide-ide cemerlang. Keberhasilan suatu tim maupun individu sangat berhubungan erat dengan kerja sama tim yang dibangun dengan kesadaran pencapaian prestasi dan kinerja. Dalam kerja sama akan muncul berbagai penyelesaian yang secara individu tidak terselesaikan. Keunggulan yang dapat diandalkan dalam kerja sama pada kerja tim adalah munculnya berbagai penyelesaian secara sinergi dari berbagai individu yang tergabung dalam kerja tim. Menurut Kreitner dan Kinicki (2005), ”Kerja sama memiliki 3 (tiga) keunggulan, yaitu: 1) Kerja sama lebih unggul dibandingkan dengan kompetisi dalam meningkatkan prestasi dan produktivitas, 2) Kerja sama lebih unggul dibandingkan upaya-upaya individualistis dalam meningkatkan prestasi dan produktivitas, 3) Kerja sama tanpa kompetisi antar kelompok dapat meningkatkan prestasi dan produktivitas lebih tinggi daripada kerjasama dengan kompetisi antar kelompok”.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya kepercayaan sangat kuat di dalam sebuah perusahaan, orangorang tidak akan berbuat terbaik jika mereka tidak percaya bahwa mereka akan diperlakukan secara adil, bahwa tak ada kronisme dan setiap orang memiliki sasaran yang nyata. Satu-satunya cara yang diketahui untuk menciptakan kepercayaan semacam itu adalah dengan menyusun nilai-nilai dan kemudian melakukan apa yang telah dibicarakan. Kreitner dan Kinicki (2005) menyatakan bahwa, ”Ada beberapa cara untuk membangun dan menjaga kepercayaan, yaitu: 1) Komunikasi, menjaga agar anggota tim dan para karyawan mendapatkan informasi dengan menjelaskan kebijakan-kebijakan dan keputusan-keputusan serta memberikan umpan balik yang akurat, 2) Dukungan, selalu bersedia dan mau didekati, 3) Rasa hormat, delegasi, dalam bentuk kewenangan pembuatan keputusan yang sebenarnya, merupakan ekspresi terpenting dari penghormatan manajerial, 4) Keadilan, cepatlah dalam memberikan pujian dan pengakuan kepada individu yang berhak mendapatkannya, 5) Dapat diprediksi, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jadilah konsisten dan dapat diramalkan dalam masalah sehari-hari, 6) Kompetensi, singkatkan kredibilitas dengan memperlihatkan pemahaman bisnis yang baik, kemampuan teknis, dan profesionalisme”. Menurut Williams (2008) ”Kepercayaan adalah keyakinan timbal balik pada niat dan perilaku orang lain. Ketika kita melihat orang lain bertindak dengan cara-cara yang menyatakan bahwa mereka mempercayai kita, kita menjadi
Universitas Sumatera Utara
lebih cenderung ingin bertimbal-balik dengan lebih mempercayai mereka. Sebaliknya, kita menjadi tidak mempercayai mereka yang tindakantindakannya tampak melanggar kepercayaan kita atau tidak mempercayai kita. Sehingga kita lebih memiliki prestasi dalam bekerja”. Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwa ”Dalam kerja tim, para anggota yang efektif harus saling mempercayai. Kepercayaan antar personal di antara para anggota tim memudahkan kerja sama, mengurangi kebutuhan untuk mengawasi perilaku satu sama lain. Kepercayaan adalah penting karena memungkinkan tim tersebut untuk bersedia menerima dan berkomitmen terhadap berbagai tujuan dan keputusan pemimpin mereka”. Selain kerja sama yang baik dalam tim, memiliki kepercayaan yang kuat di antara pimpinan dan anggota tim, juga antara sesama anggota tim itu sendiri. Kekompakan merupakan unsur yang tak kalah penting dalam membangun tim. Kekompakan (cohesiveness) merupakan
sebuah
proses
dimana
rasa
kebersamaan muncul untuk mengatasi perbedaan-perbedaan dan motif-motif individual. Anggota-anggota dari kelompok yang kompak saling mendukung satu sama lain. Kekompakan antar anggota menimbulkan kekuatan dalam sebuah tim (West, 2002). Selanjutnya Kreitner dan Kinicki (2005) menyatakan bahwa ”Terdapat hubungan antara kekompakan kelompok dengan kinerja dan prestasi kerja, yaitu : 1) Terdapat sebuah dampak kekompakan sehingga kinerja yang kecil, namun secara statistik signifikan, 2) Dampak kekompakan kepada kinerja
Universitas Sumatera Utara
lebih kuat bagi kelompok-kelompok yang lebih kecil dan kelompok pada dunia nyata (dibandingkan dengan kelompok-kelompok yang tersusun didalam penelitian), 3) Komitmen terhadap tugas yang dihadapi memiliki dampak paling kuat atas hubungan kekompakan dan kinerja, 4) Hubungan kinerja dengan kekompakan lebih kuat dari pada hubungan kekompakan dengan kinerja”. Hubungan kerja tim terhadap prestasi kerja diperkuat dengan pendapat Robbins dan Judge (2008) menyatakan, “Kerja tim menghasilkan sinergi yang positif melalui usaha yang terkoordinasi. Usaha-usaha individual mereka menghasilkan satu tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada jumlah masukan individual.” Tingkat kinerja yang lebih tinggi dapat diartikan bahwa pegawai yang bekerja dengan kerja tim yang terkoordinasi akan menciptakan prestasi kerja melalui kualitas dan kuantitas hasil kerjanya. Selain kerja tim, pelatihan dan pengembangan juga sangat penting dalam meningkatkan prestasi kerja pegawai. Pelatihan dan pengembangan merupakan bagian dari tahapan pengelolaan sumber daya manusia. Dalam sebuah organisasi, walaupun pegawai telah direkrut melalui seleksi yang baik, namun dalam melaksanakan tugasnya masih selalu menghadapi persoalan seperti terdapat kekurangan kemampuan dan keterampilan pegawai dalam melakukan pekerjaan sesuai yang diinginkan perusahaan. Oleh sebab itu, perusahaan perlu memberikan pelatihan dan pengembangan bagi pegawainya untuk meningkatkan prestasi kerjanya.
Universitas Sumatera Utara
Dessler (2006) menyatakan bahwa, “Pelatihan adalah proses terintegrasi yang digunakan oleh pengusaha untuk memastikan agar para
pegawai bekerja untuk
mencapai tujuan organisasi”. Selanjutnya Sulistiyani dan Rosidah (2009) menyatakan bahwa “Pelatihan adalah proses sistemik pengubahan perilaku para pegawai dalam suatu arah guna meningkatkan tujuan-tujuan organisasi. Pengembangan didasarkan pada kenyataan bahwa
seorang
pegawai
akan
membutuhkan
serangkaian
pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang baik dan suksesi posisi yang ditemuinya selama karirnya. Pelatihan dan pengembangan penting karena keduanya
merupakan
cara
yang
digunakan
oleh
organisasi
untuk
mempertahankan, menjaga, dan memelihara pegawai untuk kemudian meningkatkan produktivitasnya”. Pelatihan dan pengembangan pada gilirannya dapat meningkatkan prestasi kerja. Hal ini diperkuat pendapat Harianja (2009) yang menyatakan bahwa, “Pelatihan dan pengembangan adalah usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pegawai. Pelatihan dan pengembangan merupakan dua konsep yang sama dapat meningkatkan produktivitas dan prestasi kerja pegawai. Demikian pula Rachmawati (2008) memandang hubungan yang positif pelatihan dan pengembangan terhadap prestasi kerja dengan menyatakan, “Pelatihan dan pengembangan ditujukan untuk meningkatkan prestasi kerja para pegawai. Pelatihan ditujukan untuk meningkatkan prestasi kerja saat ini,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan pengembangan ditujukan untuk meningkatkan prestasi kerja saat ini dan masa yang akan datang”. Pengertian
pelatihan
dapat
diartikan
sebagai
suatu
kegiatan
untuk
meningkatkan prestasi kerja pegawai pada saat ini dan prestasi kerja pegawai di masa mendatang. Sedangkan pengembangan adalah suatu proses bagaimana pegawai mendapatkan pengalaman, keahlian dan sikap yang dapat membantu pegawai untuk memegang tanggung jawab di masa yang akan datang. Kegiatan pelatihan dan pengembangan memberikan keuntungan kepada pegawai dan perusahaan, berupa keahlian dan keterampilan yang selanjutnya akan meningkatkan prestasi kerja pegawai. Selain pelatihan dan pengembangan, terdapat faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kinerja pegawai, yaitu fasilitas yang tersedia. Fasilitas ini dapat berbentuk fisik seperti ruangan kerja, peralatan administrasi, dan sarana transportasi. Selain berbentuk fisik, fasilitas juga dapat berbentuk non fisik seperti kenyamanan, keamanan, ketentraman dan kesejahteraan. Menurut Mangkunegara (2007) bahwa, “Prestasi kerja pegawai adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Seseorang akan dinyatakan berprestasi bila memiliki pencapaian atau hasil yang lebih baik dari biasanya. Pencapaian ini biasanya diukur dari kualitas dan kuantitas hasil yang diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
Selain kerja tim, pelatihan dan pengembangan, terdapat faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kinerja pegawai, yaitu fasilitas yang tersedia. Fasilitas ini dapat berbentuk fisik seperti ruangan kerja, peralatan administrasi, dan sarana transportasi. Selain berbentuk fisik, fasilitas juga dapat berbentuk non fisik seperti kenyamanan, keamanan, ketentraman dan kesejahteraan. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kerja tim, pelatihan dan pengembangan serta fasilitas sangat mendukung kinerja pegawai, sehingga kerangka berpikir hipotesis dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Kerjasama
Pelatihan dan Pengembangan
Kepercayaan
Kerja Tim
Kekompakan
Fasilitas
Kinerja Pegawai
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir, maka dihipotesiskan sebagai berikut : 1. Kerja sama, kepercayaan dan kekompakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kerja tim pegawai administrasi di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
2. Kerja tim, pelatihan dan pengembangan serta fasilitas berpengaruh positif dan signifikan
terhadap
kinerja
pegawai
administrasi
di
Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara