BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bit (Beta vulgaris L) Spesies liar bit diyakini berasal dari sebagian wilayah Mediterania dan Afrika Utara dengan penyebaran kearah timur hingga wilayah barat India dan ke arah barat sampai Kepulauan Kanari dan pantai barat Eropa yang meliputi Kepulauan Inggris dan Denmark. Teori yang ada sekarang menunjukkan bahwa bit segar mungkin berasal dari persilangan B vurgaris var. maritime (bit laut) dengan B . patula. Spesies liar sekerabatnya adalah B. atriplicifolia dan B.macrocarpa. Awalnya, bit merah mungkin adalah jenis yang terutama digunakan sebagai sayuran daunan, dan ketertarikan menggunakan umbinya terjadi kemudian, mugkin setelah tahun 1500. (Rubatzky,1998). Umbi bit adalah salah satu bahan pangan yang berwarna merah keunguan. Pigmen yang memengaruhi warna merah keungunan pada bit adalah pigmen betalain yang merupakan kombinasi dari pigmen ungu betacyanin dan pigmen kuning betaxanthin. Kandungan pigmen pada bit diyakini sangat bermanfaat mencegah penyakit kanker, terutama kanker kolon. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan membuktikan bahwa bit berpotensi sebagai penghambat mutasi sel pada penderita kanker (Astawan, 2008). Lembar daun bit berbentuk oblong atau segitiga. Kultivar daun dapat memiliki sembir daun bergelombang atau lurus, dan permukaan daun rata atau keriting. Tangkai daun bit ramping dan panjangnya beragam. Sistem perakaran bit
[email protected] Universitas Sumatera Utara
sangat efisien dan menyebabkan tanaman agak toleran terhadap kekeringan (Rubatzky, 1998). Bit hanya dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 1.000 dpl, terutama bit merah. Akan tetapi jenis bit putih dapat ditanam pada daerah dengan ketinggian 500 dpl. Walaupun dapat tumbuh, namun bit yang ditanam di dataran rendah tidak mampu membentuk umbi (Sunarjono, 2004). Tanaman bit dapat dipanen pada umur 2,5-3 bulan. Semakin tua tanaman bit, semakin banyak kandungan gula sehingga rasanya bertambah manis. Begitu pula dengan kadar vitamin C yang semakin tinggi, tetapi jika terlalu tua umbinya menjadi agak keras atau mengayu (Setiawan, 1995). Dalam taksonomi tumbuhan, Beta vulgaris L diklasifikasikan sebagai berikut (Splittstoesser, 1984) Tabel 2.1. Klasifikasi Ilmiah Tanaman Bit Klasifikasi Ilmiah Kingdom Plantae (tumbuhan) Subkingdom Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super Divisi Spermatophyta (mengandung biji) Divisi Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas Magnoliopsida Sub Kelas Hamamelidae Ordo Caryophyllales Famili Chenopodiaceae Genus Beta Spesies Beta vulgaris L Sumber: Splittstoesser, (1984) 2.1.1. Manfaat Bit Menurut (Wirakusumah, 2007) beberapa nutrisi yang terkandung dalam umbi bit yaitu, vitamin A, B, dan C dengan kadar air yang tinggi. Selain vitamin, umbi bit
[email protected] Universitas Sumatera Utara
juga mengandung karbohidrat, protein, dan lemak yang berguna untuk kesehatan tubuh. Disamping itu juga ada beberapa mineral yang terkandung dalam umbi bit seperti zat besi, kalsium dan fosfor. Dalam hal ini, bit bekerja dengan cara yang menakjubkan untuk merangsang sistem peredaran darah dan membantu membangun sel darah merah. Bit juga membersihkan dan memperkuat darah sehingga darah dapat membawa zat gizi ke seluruh tubuh sehingga jumlah sel darah merah tidak akan berkurang. Di Eropa timur bit sudah sangat dikenal sehingga digunakan untuk pengobatan leukemia. Bit merupakan sumber yang potensial akan serat pangan serta berbagai vitamin dan mineral yang dapat digunakan sebagai sumber antioksidan yang potensial dan membantu mencegah infeksi. Kandungan pigmen yang terdapat pada bit, diyakini sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit kanker, terutama kanker kolon (usus besar) (Santiago dan Yahlia 2008). Menurut Kelly (2005) bit sangat baik untuk membersihkan darah dan membuang deposit lemak sehingga sangat baik dikonsumsi bagi mereka yang menderita kecanduan obat, penyakit hati, premenopause, dan kanker. Bit sangat berkhasiat membersihkan hati, juga sangat menguntungkan bagi darah dan merupakan obat pencahar yang baik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam bit sangat bermanfaat bagi kesehatan, antara lain: 1. Pembersih darah yang ampuh 2. Melegakan pernafasan
[email protected] Universitas Sumatera Utara
3. Memaksimalkan perkembangan otak bayi 4. Mengatasi anemia 5. Sebagai anti kanker (Astawan, 2008). Menurut Wirakusumah (2007) bit melindungi banyak organ tubuh penting, memperkuat fungsi ginjal, kantung empedu, dan hati, serta bekerja melawan batu ginjal. Bit mengandung zat anti radang sehingga membantu meredakan reaksi alergi. Bit juga sangat membantu mengatur siklus haid dan mengurangi masalah haid, terutama haid yang tidak teratur. 2.1.2. Jenis-Jenis Bit Menurut Setiawan (1995) ada beberapa jenis bit. Jenis itu dikelompokkan menjadi dua sebagai berikut : 1. Bit Putih atau Bit Potong (Beta vulgaris L. Var. cicla L) Tanaman ini ditanam khusus untuk menghasilkan daun besar, berdaging renyah, separuh keriting, dan mengkilat ketimbang umbinya. Tulang daunnya besar dan berwarna. Warna tulang daun biasanya putih, merah atau hijau. Warna lembar daun berkisar dari hijau muda hingga hijau tua. Dimana umbinya berwarna merah keputih-putihan. 2. Bit merah (Beta vulgaris L. Var. Rubra L) Varietas yang warna umbinya merah tua. Jenis bit ini sudah banyak ditanam di beberapa daerah dataran tinggi di Indonesia.
[email protected] Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Komposisi Kimia Buah Bit Secara umum buah bit mempunyai kandungan gizi yang baik. Berikut adalah komposisi kimia rata-rata bit segar. Tabel 2.2. Komposisi Kimia Bit Substansi Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Serat (g) Besi (mg) Vitamin A(mg) Vitamin B (mg) Vitamin C (mg) Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Depkes RI, 2005.
Kandungan 42 1,6 0,1 9,6 27 43 2,5 1,0 20 0,02 43
2.2. Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara umum di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti pada tabel berikut ini:
[email protected] Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 No Kriteria Uji Klasifikasi 1. Air Maksimum 5% 2. Protein Minimum 9% 3. Lemak Minimum 9.5% 4. Karbohidrat Minimum 70% 5. Abu Maksimum 1.6% 6. Logam berbahaya Negatif 7. Serat kasar Maksimum 0,5% 8. Kalori (kal/100 gr) Minimum 400 9. Bau dan rasa Normal 10. Warna Normal Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992). 2.2.1. Klasifikasi Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit diklasifikasikan dalam 4 jenis : 1. Biskuit keras Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. 2. Crackers Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah kerasa asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. 3.
Cookies Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak
tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat.
[email protected] Universitas Sumatera Utara
4.
Wafer Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar,
renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga. 2.2.2. Jenis-Jenis Biskuit Berbagai penelitian mengenai pengaruh penambahan berbagai jenis tepung dalam pembuatan biskuit telah banyak dilakukan antara lain: : Penelitian Suryani Utami (2012) yang berjudul pengaruh penambahan tepung pisang kepok terhadap daya terima biskuit sebagai alternatif makanan tambahan anak sekolah, pada pembuatan biskuit, kandungan kalsium dan tiamin meningkat setelah dilakukan penambahan tepung pisang kapok. Tabel 2.4 Kandungan Gizi Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Pisang Kepok per 100 gram Kandungan Gizi
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Zat Gizi
Kalori (kkal) Karbohidrat(gr) Protein (gr) Lemak (gr) Serat (gr) Kalsium (mg) Tiamin (mg)
Biskuit dengan Tepung Terigu
Biskuit dengan Penambahan Tepung Pisang Kepok 25%
484,90 73,34 7,41 19,36 1,44 54,07 0,08
482,30 75,00 6,64 19,34 1,35 56,31 0,09
Biskuit dengan Penambahan Tepung Pisang Kepok 45%
Biskuit dengan Penambahan Tepung Pisang Kepok 65%
480,20 478,10 76,30 77,61 6,02 5,40 19,32 19,30 1,27 1,20 58,11 58,89 0,10 0,11
Selain itu, penelitian Sadar Ginting (2009), yang berjudul pemanfaatan ubi jalar orange sebagai bahan pembuat biskuit untuk alternatif makanan tambahan anak
[email protected] Universitas Sumatera Utara
sekolah dasar di Desa Ujung Bawang Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun. Zat gizi biskuit dapat dilihat pada tabel 2.5 Tabel 2.5 Komposisi Gizi Biskuit Ubi Jalar Orange dalam 100 gram No. Zat Gizi 1. Energi (kal) 2. Protein (g) 3. Lemak (g) 4. Karbohidrat (g) 5. Serat (g) 6. Fosfor (mg) 7. Natrium (mg) 8. Calsium (gr) 9. Vitamin A(mgc) 10. Vitamin B1 (mg) 11. Vitamin B2 (mg) 12. Vitamin C (mg)
Kadar 320,0 5,0 7,0 50,1 6,0 47,6 550,0 198,0 6.350,0 0,08 0,06 25,0
Selanjutnya penelitian Yusi Febrina (2012), yang berjudul pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada biskuit. Berdasarkan penambahan tepung wortel terlihat peningkatan kandungan vitamin A. Tabel 2.6. Kandungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan Berbagai Variasi Tepung Wortel per 100 gr Kandungan Gizi Biskuit Biskuit Biskuit Biskuit No Zat Gizi dgn Penambahan Penambahan Penambahan Tepung Tepung Tepung Tepung Terigu Wortel 5% Wortel 15% Wortel 25% 1 Energi (kkal) 505,9 498,6 498,6 469,1 2 Karbohidrat (gr) 71,5 69,6 66,2 62,7 3 Protein (gr) 7,20 7,15 7,11 7,04 4 Lemak (gr) 21,6 21,5 21,5 21,5 5 Serat (gr) 6,93 7,54 8,78 10,1 6 Vitamin A (RE) 900,8 909,2 925,9 942,7
[email protected] Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Bahan-Bahan Pembuat Biskuit Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih telur, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning telur (Faridah, 2008). 1.
Tepung terigu Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan
memengaruhi proses pembuatan adonan. Fungsi tepung adalah sebagai struktur biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata. 2.
Air Biskuit keras memerlukan air sekitar 20% dari berat tepung. Air dalam
pembuatan biskuit berfungsi sebagai pelarut bahan secara merata, memperkuat gluten, mengatur kekenyalan adonan dan mengatur suhu adonan. 3.
Gula Dalam pembuatan biskuit gula yang digunakan sebaiknya menggunakan gula
halus atau tepung gula. Di dalam pembuatan biskuit, gula berfungsi sebagai pemberi rasa dan berperan dalam menentukan penyebaran dan struktur rekahan kue.
[email protected] Universitas Sumatera Utara
4.
Susu Bubuk Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam pembuatan
biskuit susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk. 5.
Telur Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari fungsi
emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna. Telur juga membuat produk lebih mengembang karena menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk. 6.
Lemak Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang berasal
dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit menjadi lebih lembut. Selain itu,lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor. 7.
Garam Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang
digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein.
[email protected] Universitas Sumatera Utara
8.
Bahan Pengembang Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok
senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu leavening agents yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan. Fungsi bahan pengembang adalah untuk meng“aerasi” adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya (Faridah, 2008).
[email protected] Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Resep dan Cara Pembuatan Biskuit Salah satu resep dalam membuat biskuit adalah: 1. Tepung terigu
250 gram
2. Gula halus
125 gram
3. Mentega
100 gram
4. Tepung Meizena
10 gram
5. Susu bubuk
25 gram
6. Baking Powder
½ sdt
7. Garam
½ sdt
8. Kuning telur ayam
2 butir
9. Air
50 ml
Cara membuat biskuit meliputi beberapa proses, yaitu: 1. Campur mentega, kuning telur, garam, gula lalu mixer sampai rata. 2. Campur tepung terigu, baking powder, susu bubuk, dan tepung meizena lalu diayak. 3. Campuran 1 dan campuran 2 dicampur lalu tambahkan air dan diadoni selama 15 menit. 4. Adonan dipipihkan dan dicetak sesuai selera. 5. Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang yang sudah diolesi mentega. 6. Panggang adonan hingga matang.
[email protected] Universitas Sumatera Utara
2.3. Cita Rasa Makanan Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktorfaktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau kebersihan makanan tersebut. 1. Penampilan dan Cita Rasa Makanan Menurut Moehji (1992) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk diperhatikan agar benar-benar dapat menghasilkan makanan yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pencecap. Walaupun demikian faktor utama yang akhirnya memengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen. Menurut Winarno (1997) rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.
[email protected] Universitas Sumatera Utara
Warna makanan juga memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa. 2. Konsistensi atau Tekstur Makanan Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita. Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa. Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.
[email protected] Universitas Sumatera Utara
2.4. Uji Organoleptik Menurut Soekarto (2002) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif. Menurut Rahayu (1998), sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisa data. Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan. Panel diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagi instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Uji organoleptik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala
[email protected] Universitas Sumatera Utara
hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. 2.5. Panelis Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih,panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik. 1.
Panel Perseorangan Penel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien.
2.
Panel Terbatas Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.
[email protected] Universitas Sumatera Utara
3.
Panel Terlatih Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.
4.
Panel Agak Terlatih Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu.
5.
Panel Tidak Terlatih Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan.
6.
Panel Konsumen Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.
7.
Panel Anak-anak Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya.
[email protected] Universitas Sumatera Utara
2.6. DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) adalah suatu daftar yang memuat angka-angka kandungan zat gizi berbagai jenis makanan, baik mentah maupun masak atau hasil olahan yang ada di Indonesia. Daftar Komposisi Bahan Makanan memuat sepuluh jenis zat gizi dan energi. Zat gizi tersebut meliputi protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, dan air. 1. Penggunaan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) Untuk
memudahkan
penggunaannya,
bahan
makanan
dalam
Daftar
Komposisi Bahan Makanan dikelompokkan menjadi sepuluh golongan, yaitu : a. Serealia (padi-padian), umbi, dan hasil olahannya b. Kacang-kacangan, biji-bijian, dan hasil olahannya c. Daging dan hasil olahannya d. Telur dan hasil olahannya e. Ikan, kerang, udang, dan hasil olahannya f. Sayuran dan hasil olahannya g. Buah-buahan h. Susu dan hasilnya i. Lemak dan minyak j. Serba-serbi
[email protected] Universitas Sumatera Utara
2.7.
Kerangka Konsep Penelitian
Biskuit (Tepung Terigu + Tepung Bit) dan (Tepung Terigu + Hasil Parutan Bit Merah)
Cita Rasa Biskuit (Aroma, Warna, Rasa, Tekstur)
Kandungan Zat Gizi Biskuit
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Dalam pembuatan biskuit ini terdiri dari tepung terigu tepung, bit merah dan hasil parutan bit merah, dengan perbandingan penambahan pada masing-masing biskuit pada sebesar 20%. 2.8. Hipotesis Penelitian 1. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator aroma. Ha : Ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator aroma. 2. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan bit merah dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator warna. Ha : Ada pengaruh penambahan bit merah dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator warna. 3. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator rasa.
[email protected] Universitas Sumatera Utara
Ha : Ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator rasa. 4. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator tekstur. Ha: Ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator tekstur.
[email protected] Universitas Sumatera Utara