BAB II PENYAJIAN DATA
Salah satu kewajiban negara adalah memberikan perlindungan sosial bagi warga negaranya. Hal ini dikarenakan situasi yang tidak selalu bisa diprediksi di dalam masyarakat, baik yang dikarenakan oleh bencana alam, krisis maupun penyakit
dan masyarakat
mempunyai kemampuan
berbeda-beda dalam
menghadapi situasi demikian. Oleh karena itu negara berkewajiban untuk tanggap dan memberikan perlindungan sosial agar masyarakat dapat bangkit dan keluar dari situasi tersebut, maka wajar bila di hampir seluruh negara-negara yang menganut sistem negara kesejahteraan (welfare state), kesadaran untuk memberikan perlindungan sosial justru muncul ketika sebagian besar warga negara tersebut berada pada kondisi yang buruk. Pada dasarnya bentuk dan mekanisme jaminan sosial di berbagai negara berbeda-beda karena adanya penyesuaian dengan kondisi sosial dan politik di negaranya masing-masing. Seperti di Swedia, Norwegia, Denmark maupun Finlandia, jaminan sosial diberikan oleh negara secara merata kepada seluruh penduduknya, baik kaya maupun miskin dan negara sebagai pembayar tunggal (sole payer) berbeda dengan Jerman dan Austria yang memberikan jaminan sosial dengan melibatkan dunia usaha.
Berbeda pula halnya AS, Inggris,
Australia dan Selandia Baru yang memberikan jaminan sosial terutama kepada kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantaged groups). Demikian pula halnya dengan Indonesia, hingga saat ini reformasi sistem jaminan sosial melalui undang-undang SJSN belum juga terlaksana. Jaminan
Universitas Sumatera Utara
sosial yang berlaku di Indonesia sebagian besar masih produk orde baru yang menganut model minimal, dimana program kesejahteraan dan jaminan sosial diberikan secara sporadis, parsial, minimal dan umumnya hanya diberikan kepada pegawai negeri, aparat militer dan pegawai swasta yang mampu membayar premi. Meskipun sejak keruntuhan Orde baru ada beberapa program yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai bentuk perlindungan sosial, namun itu hanya bersifat sementara dan tidak memiliki payung Undang-Undang.
1.
BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN SOSIAL DI INDONESIA Perlindungan sosial bukanlah hal baru bagi Indonesia, sejak pemerintahan
Orde baru hingga diterbitkannya UU SJSN sudah ada 24 Undang-Undang yang terkait dengan perlindungan sosial, 33 dan ada 17 Peraturan Pemerintah yang juga terkait dengan jaminan sosial. 34 Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebutlah yang mendasari berbagai bentuk perlindungan sosial yang ada di Indonesia, berikut ini akan dipaparkan berbagai bentuk perlindungan sosial tersebut berdasarkan bidangnya.
1.1.
JAMINAN KESEHATAN Kondisi Jasa pelayanan kesehatan saat itu yang makin lama makin mahal
dan tingginya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan oleh perseorangan 33
UU No. 33/1964; UU No. 34/1964; UU No. 11/1969; UU No. 6/1974; UU No. 8/1874 Jo UU No. 43/1999; UU No.2/1992; UU No. 3/1992; UU No. 11/1992; UU No. 23/1992; UU No. 4/1997; UU No. 13 1998; UU No. 13/2003; UU No. 34/2004 34
PP No. 17/1965; PP No. 18/1965; PP No.8/1965 yang diubah dengan PP No. 34/1978 Jo PP No. 39/1980; PP No. 25/1981; PP No. 26/1981; PP No. 42/1981; PP No. 67/1991; PP No. 68/1991; PP No. 69/1991; PP No. 6/1992; PP No. 76/1992; PP No. 77/1992; PP No. 14/1993; PP No. 73/1993; PP No. 36/1995; PP No. 28/2003; PP No. 22/2004.
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan tidak semua anggota masyarakat mampu untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Cara yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi tingginya pembiayaan kesehatan adalah memperbaiki pembiayaan kesehatan dengan jaminan kesehatan sosial. 1.1.a. JPK-Gakin Sejak tahun 1998, pemerintah telah membiayai pemeliharaan keluarga miskin (Gakin), melalui program jaminan pemeliharaan kesehatan keluarga miskin (JPK-Gakin) khususnya untuk pelayanan kesehatan dasar yang kemudian diperluas untuk pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (khususnya malaria, diare, dan TB paru).35 Untuk menjamin kesinambungan pembiayaan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin, sistem jaminan kesehatan dalam bentuk jaminan pemeliharaan kesehatan keluarga miskin (JPK Gakin) disubsidi pemerintah untuk keluarga miskin namun tidak langsung disalurkan ke pemberi pelayanan kesehatan (puskesmas, bidan atau rumah sakit), melainkan lewat badan penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan (Bapel JPK). Bapel JPK bertugas mengelola kepesertaan, membayarkan dana ke pemberi pelayanan kesehatan serta menjaga mutu pelayanan kesehatan. Pemerintah daerah/dinas kesehatan bertindak sebagai pembina/pengawas. Dengan sistem ini akan terjadi pemisahan fungsi yang tegas dan saling mengontrol. Keluarga miskin didorong memanfaatkan pelayanan serta dilayani secara terpadu oleh puskesmas dan rumah sakit.
35
Daud Bahransyaf, Pengembangan Ketahanan Sosial Masyarakat Melalui Sistem Jaminan Sosial Berbasis Masyarakat, Jakarta: Departemen Sosial RI, 2004, hal. 37
Universitas Sumatera Utara
Paket pelayanan standar untuk keluarga miskin meliputi rawat jalan di puskesmas, rawat jalan spesialistis di rumah sakit, rawat inap di rumah sakit sesuai kebutuhan medik untuk rata-rata lima hari serta pelayanan gawat darurat di puskesmas maupun rumah sakit. Selain membebani APBN, kelemahan dari sistem asuransi ini adalah sebagian besar dana justru dihabiskan untuk membentuk dan membiayai operasional Bapel JPK, selain itu timbul diskriminasi pada penerapannya di lapangan oleh pihak Pemberi Pelayanan Kesehatan. 1.1.b. JPKM Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) merupakan kelanjutan dari program-program sosial sebelumnya yang dibuat untuk mengatasi krisis multi dimensi yang dialami masyarakat dari tahun 2001-2005. JPKM dirancang untuk memberi manfaat kepada semua pihak yang terkait dengan pemeliharaan kesehatan, baik masyarakat konsumen jasa kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan (PPK). JPKM mengarah kepada penyelenggaraan asuransi kesehatan komersial. JPKM bukan asuransi biasa, melainkan asuransi plus. Dalam arti, mengambil dana masyarakat dalam bentuk premi, kemudian melaksanakan pembiayaan kesehatan secara paripurna dan terkendali lewat pembayaran prospektif kepada penyedia pelayanan kesehatan, disertai sistem kendali mutu dan pemantauan utilisasi. 36 JPKM adalah cikal bakal dibentukinya asuransi sosial kesehatan bersifat wajib bagi seluruh penduduk seperti yang kemudian ditegaskan oleh UU SJSN,
36
Daud Bahransyaf, Ibid., hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
dimana untuk pembayarannya, premi bagi keluarga miskin dibayar oleh pemerintah, sedangkan keluarga mampu diminta membayar sendiri preminya. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM) yang diperkirakan bisa mengurangi beban masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Sampai dengan akhir tahun 2002, cakupan JPKM baru mencapai 20,2 persen (Data Susenas) dengan coverage 6,3 persen keluarga miskin yang memperoleh kartu sehat JPSBK. 37
1.2.
JAMINAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Upaya lain dari pemerintah saat itu dalam menjamin kesejahteraan sosial
adalah dengan Jaminan Kesejahteran Sosial (JKS), Bentuk dari Jaminan Kesejahteraan Sosial ini terbagi dua, yaitu: 1.2.a. BKS Bantuan Kesejahteraan Sosial diberikan kepada individual, keluarga, kelompok, atau komunitas yang tidak mampu. BKS terbagi dalam dua skema, yaitu skema permanen dan skema sementara. BKS Permanen diberikan secara terus menerus pada penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang permanen seperti lansia terlantar, anak terlantar, anak yatim piatu miskin, dan penyandang cacat fisik dan mental (cacat ganda). Adapun BKS Sementara diberikan dalam kurun waktu tertentu kepada PMKS non permanen seperti korban bencana alam dan sosial.
37
Edi Suharto, Kemiskinan & perlindungan sosial di Indonesia, Jakarta: Alfabeta, 2009, hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk dari BKS permanen adalah Jaminan Kesejahteraan Sosial Gotong Royong (JKS-GR). JKS-GR memberikan modal usaha kepada kelompokkelompok penduduk miskin yang tergabung dalam koperasi-koperasi, kelompok usaha bersama (KUBE), dan lain-lain. Hasil usaha dari kelompok-kelompok tersebut kemudian disisihkan sebagian untuk membantu kesejahteraan PMKS permanen tadi. 38 Dengan kata lain, jaminan kesejahteraan sosial tidak diberikan secara langsung pada PMKS, tetapi dengan melalui kelompok-kelompok sosial dan ekonomi yang ada di masyarakat. Sedangkan mekanisme yang digunakan dalam program pengembangan potensi kesejahteraan sosial dana diberikan secara langsung kepada PMKS. Kelemahan dari skema JKS-GR ini adalah bahwa kelompok-kelompok yang menjadi sasaran penerima bantuan modal umumnya adalah kelompok masyarakat yang tergolong miskin dengan penghasilan yang sangat terbatas. Penghasilan dari usaha kelompok bisa diperkirakan hanya akan cukup untuk keperluan mereka sendiri. Dengan mensyaratkan mereka untuk membagikan sebagian dari hasil usaha mereka pada PMKS permanen, tentu akan terasa sangat membebani. 39 Demikian pula halnya dengan BKS sementara, ini sama saja dengan bantuan sosial tanggap darurat yang tercakup dalam program pembangunan bidang kesejahteraan sosial dengan sasaran utama penerima manfaat (target beneficiary) adalah korban bencana alam dan bencana sosial untuk menstimulasi keberdayaan mereka menuju kemandirian. Dalam program pengembangan
38
Daud Bahransyaf, Loc Cit., hal. 43.
39
Daud Bahransyaf, Ibid., hal. 45
Universitas Sumatera Utara
potensi kesejahteraan sosial, pelayanan sosial juga diperuntukkan bagi lanjut usia terlantar dan penyandang cacat. Perbedaan dari kedua upaya tersebut hanya pada mekanismenya. 1.2.b. ASKESOS Bentuk lain dari JKS adalah Asuransi Kesejahteraan Sosial yang keanggotaannya masih bersifat sukarela dan terbatas dengan sasaran utama sebagai klien adalah pencari nafkah utama dalam keluarga miskin dan bekerja di sektor informal seperti pedagang kaki lima, tukang becak, pedagang sayur, dll. ASKESOS bertujuan untuk: 1) memperkuat sistem ketahanan keluarga rentan atau miskin melalui program pemeliharaan
penghasilan; 2) memfasilitasi
jaminan pertanggungan bagi warga negara yang kondisinya diambang batas miskin agar mereka mampu meningkatkan taraf hidupnya; dan 3) menciptakan suatu sistem perlindungan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial
bagi
warga masyarakat pekerja mandiri pada sektor informal. 40 1.3.
PERLINDUNGAN SOSIAL BAGI TENAGA KERJA Pelaksanaan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia secara
umum meliputi penyelengaraan program-program Jamsostek, Taspen, Askes, dan Asabri. Penyelengaraan program Jamsostek didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, program Taspen didasarkan pada PP No 25 Tahun 1981, program Askes didasarkan pada PP No 69 Tahun 1991, program Asabri didasarkan pada PP No 67 Tahun 1991, sedangkan program Pensiun didasarkan pada UU No 6 Tahun 1966. Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia berbasis kepesertaan, yang
40
Daud Bahransyaf, Ibid., hal. 51-52
Universitas Sumatera Utara
dapat dibedakan atas kepesertaan pekerja sektor swasta, pegawai negeri sipil (PNS),dan anggota TNI/Polri. 1.3.a. JAMSOSTEK Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, pada dasarnya bertujuan untuk memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja. Program ini merupakan program perlindungan yang bersifat dasar bagi tenaga kerja yang bertujuan untuk menjamin adanya keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi, dan merupakan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja dan keluarganya apabila terjadi resiko-resiko sosial ekonomi, dengan mekanisme asuransi yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. PT Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan dalam bentuk 4 program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya. 41 Dalam UU No. 3 Tahun 1992, dinyatakan bahwa penyelenggara perlindungan tenaga kerja swasta adalah PT Jamsostek. Setiap perusahaan swasta yang memperkerjakan sekurang-kurangnya 10 orang atau dapat membayarkan upah sekurang-kurangnya Rp 1 juta rupiah per bulan diwajibkan untuk mengikuti sistem jaminan sosial tenaga kerja ini. Namun demikian, belum semua perusahaan dan tenaga kerja yang diwajibkan telah menjadi peserta Jamsostek.
41
Lanny Ramli, Jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia, Jakarta: Airlangga, 1997, hal. 23
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya program Jamsostek merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem pendanaan penuh (fully funded system), yang bersumber dari pemberi kerja dan pekerja. Model fully funded system tersebut secara teori merupakan mekanisme asuransi tetapi dalam hal ini pemerintah tetap diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan penyelengara apabila mengalami defisit. 42 Namun sampai dengan tahun 2002, secara akumulasi JKK telah mencapai 1,07 juta klaim, JHT mencapai 2,85 juta klaim, JK mencapai 140 ribu klaim, dan JPK mencapai 54 ribu klaim. Secara keseluruhan, nilai klaim yang telah diterima oleh peserta Jamsostek adalah sekitar Rp 6,2 trilyun. Namun demikian, posisi PT Jamsostek mengalami surplus sebesar Rp 530 milyar pada Juni 2002. 43 Dengan demikian pemerintah justru ikut mendapatkan keuntungan dari dana yang dikumpulkan pemberi kerja dan pekerja karena di sisi lain, apabila penyelenggara program Jamsostek memperoleh keuntungan, pemerintah akan memperoleh deviden karena bentuk badan hukum Jamsostek adalah Persero, selain itu tanpa deviden pun pemerintah juga mendapat bagian dari pajak yang diwajibkan pada setiap perusahaan persero termasuk jamsostek, karena itu peserta sebenarnya sangat dirugikan. 1.3.b. ASABRI Penyelenggaraan Program asuransi
bagi PNS Dephan dan prajurit
TNI/POLRI (waktu itu ABRI) diselenggarakan terhitung mulai tanggal 1 Agustus
42
Lanny Ramli, Ibid.
43
Edi Suharto, Loc Cit., hal. 35
Universitas Sumatera Utara
1971 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1971 dan diperbarui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991. 44 Sedangkan Pembayaran pensiun diselenggarakan terhitung mulai tanggal 1 April 1989 berdasarkan Kepmenkeu Nomor 13/KMK.013/1989 tanggal 4 Januari 1989 dan Surat Keputusan Menhankam Nomor Skep/140/I/1989 Tanggal 19 Januari 1989 Selain itu program kesejahteraan bagi anggota TNI juga diatur dalam beberapa Undang-undang, seperti: Undang-undang No. 2 Tahun 1959 tentang Pemberian Pensiun Angkatan Perang RI; Undang-undang No. 6 Tahun 1966 tentang Pensiun, Tunjangan bersifat Pensiun dan Tunjangan bagi Mantan prajurut TNI dan Anggota POLRI; Undang-undang No. 75 tahun 1957 tentang Veteran Pejuang Kemerdekaan RI; dan Undang-undang No. 15 Tahun 1965 tentang Veteran RI. Tidak banyak data yang bisa ditemukan mengenai Asabri ini, namun secara teknis Asabri tidak ada bedanya dengan Taspen, hanya cakupan pesertanya saja yang berbeda. 1.3.c. TASPEN Pada tahun 1992 telah ditetapkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun sebagai landasan hukum bagi penyelenggaraan program pensiun. Di samping itu, penyelenggaraan program jaminan kesejahteraan PNS diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1956 tentang Pembelanjaan Pensiun; Undangundang No. 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda; Undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian; dan
44
Alex Arifianto, Ibid., hal. 56
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Berdasarkan PP No. 26 Tahun 1981 (pasal 2), PT. TASPEN (Persero) ditetapkan sebagai penyelenggara program asuransi sosial bagi PNS yang terdiri dari Dana Pensiun dan Tabungan Hari Tua (THT). Disamping itu, pada saat ini PT. TASPEN juga membayarkan beberapa program lainnya seperti Asuransi Kematian; Uang Duka Wafat; Bantuan untuk Veteran; dan Uang TAPERUM dari BAPERTARUM. Pada awalnya pendanaan pension dibebankan kepada APBN, seperti yang tertulis dalam Undang-undang No. 11 Tahun 1969. Sistem ini disebut sebagai pendanaan “pay as you go” (seorang PNS begitu pensiun langsung dibayar) dan telah dilakukan sampai dengan akhir 1993. Namun di tahun 1994 pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menetapkan sistem pendanaan pensiun dengan pola “current cost financing” yaitu suatu metode gabungan pay as you go dengan sistem funded, dengan perbandingan 75 persen berasal dari APBN dan 25 persen dari iuran yang dibebankan pada PNS. 45 Metode current cost financing digunakan sebagai upaya untuk meringankan beban APBN yang semakin besar akibat semakin banyaknya jumlah PNS aktif maupun PNS yang sudah pensiun, namun metode ini belum membawa dampak signifikan terhadap beban APBN, bahkan di tahun-tahun belakangan ini kebijakan itu kembali diperlunak menjadi 79 persen dibebankan pada APBN dan 21 persen dibebankan pada Taspen, meskipun demikian beban yang harus ditanggungnya masih relatif berat. Taspen harus membayar Rp 4,23 triliun (dari total Rp 16,93 triliun), sedangkan sisanya dibayar oleh APBN. 46
45
Alex Arifianto, Ibid., hal. 58.
46
Majalah Trust, Tahun-Tahun Terakhir Taspen , Rabu, 18 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
1.3.d. ASKES Penyelenggara Asuransi Kesehatan di Indonesia adalah PT Askes, dimana 100 persen kepemilikannya adalah milik pemerintah RI dibawah Departemen Kesehatan. Tujuan dibentuknya Askes adalah untuk menunjang kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, serta pembangunan di bidang asuransi khususnya asuransi kesehatan bagi PNS, penerima pensiunan, veteran, perintis kemerdekaan berserta keluarganya, dan peserta lainnya serta menjalankan jaminan pemeliharaan kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip perseroan terbatas. Potongan iuran wajib atau premi untuk dana pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negeri sipil (PNS), dan penerima pensiun beserta anggota keluarganya, diatur melalui Keputusan Presiden. Keputusan Presiden yang masih berlaku sampai sekarang adalah Keputusan Presiden No. 8 tahun 1977, menyatakan bahwa 2 persen dari penghasilan pegawai digunakan untuk pemeliharaan kesehatan Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun. Kemudian dengan UU No. 43 tahun 1999, pasal 32, dinyatakan bahwa untuk penyelenggaraan asuransi kesehatan pemerintah menanggung subsidi dan iuran yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 47 Selain menyelenggarakan asuransi kesehatan sosial bagi PNS/ABRI dan pesiunannya, PT Askes juga menyelenggarakan asuransi kesehatan untuk komersil, dengan target masyarakat dengan penghasilan tetap (kelompok menengah keatas). Peserta askes jenis ini adalah peserta PT Askes dalam program Asuransi Kesehatan Sukarela, dimana premi yang dibayarkan lebih 47
Alex Arifianto, Loc. Cit., hal. 59
Universitas Sumatera Utara
besar dari premi yang ditetapkan kepada peserta Askes yang berasal dari PNS/ABRI. Jenis asuransi komersil lainnya yang ditawarkan oleh PT Askes adalah Askes Diamond, Askes Platinum, Askes Gold, Askes Silver, Askes Blue, dan Askes Alba.
1.4.
PERLINDUNGAN BAGI MASYARAKAT RENTAN Sejak Indonesia merdeka telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah
untuk mengangkat kesejahteraan rakyat Indonesia. Namun, kemiskinan masih menjadi masalah utama yang harus ditangani bersama. Sampai dengan tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia yang tergaolong miskin telah mencapai sekitar 37,5 juta jiwa, dan 13,4 juta di antaranya tergolong penduduk yang sangat miskin (crust of the poor). 48 Pemerintah, dalam mengupayakan kesejahteraan sosial rakyat terutama masyarakat yang tergolong rentan seperti penduduk miskin, lanjut usia, anak, penyandang cacat ganda (fisik dan mental), serta penduduk yang tinggal di kawasan terpencil, telah menyelenggarakan beberapa bentuk perlindungan sosial. 1.4.a. Jaring Perlindungan Sosial (JPS) JPS merupakan bagian dari perlindungan sosial yang diberikan oleh pemerintah dalam menghadapi masa krisis ekonomi. Sebagai rescue project, maka JPS tidak direncanakan untuk bertahan dan berlanjut setelah masa krisis berakhir. 49 Sejak tahun 2003 JPS telah memasuki tahap akhir (exit strategy), setelah ditahun 1998 hingga 2002 telah berhasil memberikan perlindungan sosial 48
Edi Suharto, Loc Cit., hal. 41.
49
Julfita Rahardjo, Jaring Pengaman Sosial: Pengembangan, Konsep, dan Aplikasinya, Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1998, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
bagi sebagian penduduk penduduk miskin dan rentan selama masa krisis ekonomi berlangsung. Adapun yang menjadi sasaran sistem perlindungan dan jaminan sosial melalui skema JPS ini adalah keluarga-keluarga miskin, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Mereka adalah keluarga-keluarga yang termasuk kategori Keluarga Pra-Sejahtera, Keluarga Sejahtera I dan keluarga miskin lainnya (karena alasan ekonomi). 50 Ketidak-siapan pemerintah dalam menghadapi kondisi krisis ekonomi, tercermin dalam pelaksanaan proyek JPS yang mengalami berbagai hambatan. Proyek JPS tidak terbentuk melalui sebuah perencanaan yang matang, melainkan melalui pengambilan keputusan darurat (seringkali disebut sebagai crash program). Sebagai akibatnya mekanisme penetapan sasaran penerima manfaat JPS tidak tepat, penyaluran dana tidak lancar, dan cakupan bantuan tidak konsisten, serta terjadi “kebocoran” dana selama masa lima tahun pelaksanaan JPS. Oleh karena itu, sistem perlindungan yang diharapkan di masa mendatang harus mencakup perlindungan secara otomatis dan sistematis dari dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan, terutama bagi kelompok penduduk rentan. JPS - Bidang Pendidikan Dalam rangka mengatasi dampak krisis ekonomi terhadap kelompok penduduk miskin agar dapat tetap bertahan dan atau melanjutkan pendidikannya, pemerintah telah mengembangkan program Jaring Perlindungan Sosial (JPS) bidang pendidikan. 51 Kegiatan utama pada JPS bidang pendidikan diprioritaskan
50
Julfita Rahardjo, Ibid., hal. 22.
51
Julfita Rahardjo, Ibid., hal.27
Universitas Sumatera Utara
pada upaya-upaya seperti mengurangi angka putus sekolah yang cenderung meningkat, khususnya pada tingkat SD dan SLTP yang merupakan paket “Wajib Belajar Sembilan Tahun”, dan untuk mencegah menurunnya kualitas pendidikan dasar. Wajib Belajar Sembilan Tahun dilaksanakan melalui pemberian bantuan beasiswa untuk murid SD/Madrasah Ibtidaiyah (MI)/Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), SLTP/Madrasah Tsanawiyah (MTs.)/SLTP Luar Biasa (SLTPLB), dan SMU/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah (MA)/Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB). Di samping itu, juga diberikan dana bantuan operasional
(DBO)
bagi
SD/MI/SDLB,
SLTP/MTs./SLTPLB,
dan
SMU/SMK/MA/SMLB, yang dimaksudkan untuk mendukung biaya operasional dan pemeliharaan sekolah, agar penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat terlaksana dengan lancar Kegiatan JPS bidang pendidikan didanai dengan APBN dan Pinjaman Luar Negeri (PLN), yang berasal dari World Bank (WB) dan Asian Development Bank (ADB). 52 Pengalokasian pendanaan adalah sebagai berikut: •
ADB : 16 provinsi; DKI, Jateng, Jatim, Bali, NTB, NTT, Kalbar, Kalteng, Kaltim, Kalsel, Sulut, Sulteng, Sulsel, Sultra, Maluku, dan Irian Jaya.
•
WB
: 11 provinsi di luar ADB; DI Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi,
Sumsel, Bengkulu, Lampung, Jabar, DI Yogyakarta, dan Timtim. •
APBN :
Beasiswa untuk tingkat SD dan SMU, DBO untuk setingkat
SMU, serta sasaran lainnya di luar ADB dan WB. 52
Julfita Rahardjo, Ibid., hal. 29
Universitas Sumatera Utara
Sasaran dari konsep JPS di bidang pendidikan adalah: 1) anak-anak yang orang tuanya berpenghasilan di bawah UMR per bulan; 2) anak-anak dan satuan pendidikan daerah terpencil, daerah bencana alam, daerah kerusuhan; 3) anakanak yang berasal dari keluarga miskin, anak-anak yatim piatu, anak-anak terlantar; 4) anak-anak cacat; dan 5) anak-anak yang berprestasi. JPS bidang pendidikan telah dilaksanakan sejak tahun 1998-2003 Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, telah melaksanakan program serupa Pada periode Januari – Juni 2003, yaitu melalui program beasiswa/Bantuan Khusus Murid (BKM) dan Bantuan Khusus Sekolah (BKS), sebagaimana JPS dengan pemberian beasiswa dan DBO-nya. JPS – Bidang Kesehatan Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencegah agar masyarakat miskin tidak makin terpuruk , Program tersebut meliputi: peiayanan kesehatan dasar bagi anggota keluarga miskin; pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin, nifas dan balita; perbaikan gizi ibu hamil, menyusui dan balita serta pengembangan model JPKM. Hasil program JPSBK yang dilaksanakan pada periode 1998 s/d Juli 2003 yang meliputi pelayanan kesehatan dan kebidanan dasar serta rujukannya ; intervensi kekurangan gizi (bumil / bufas KEK, anak 12 - 59 bln); pemantapan SKPG; pengembangan JPKM; pencegahan dan penanggulangan (penyakit menular, KLB) juga revitalisasi posyandu tergambar dari pemanfaatan langsung alokasi dana oleh sasaran, yaitu sekitar 85,94% dari dana yang tersedia sebesar Rp.3.017.156.000.53 53
Edi Suharto, Loc. Cit., hal. 46.
Universitas Sumatera Utara
JPS – Bidang Sosial Di samping JPS bidang pendidikan, pada tahun 1998-2002, ADB juga telah memberikan bantuan dalam bentuk JPS bidang sosial (JPS-BS). Bantuan ini berbentuk beasiswa bagi anak jalanan dan anak terlantar, yang diberikan secara block-grant kepada Rumah Singgah dan Panti Asuhan di 8 kota besar. Kedelapan kota besar tersebut adalah DKI, Bandung, Semarang, DI Yogyakarta, Surabaya, Medan, Makassar, dan Palembang. 54 Adapun sasaran bagi JPS-BS adalah anak jalanan dan anak terlantar yang bersekolah, dengan sepengetahuan dari Rumah Singgah/Panti Asuhan yang bersangkutan. Pada awalnya sempat terjadi duplikasi sasaran antara JPS pendidikan dengan JPS-BS, namun sejak diberlakukannya uang registrasi bagi penerima beasiswa JPS-BS, kemungkinan tersebut dapat dikurangi. 1.4.b. Bantuan Sosial Meskipun telah ada perlindungan sosial bagi masyarakat rentan dalam bentuk JPS, namun hingga saat ini skema yang terpisah-pisah tersebut mengakibatkan masih banyak penduduk rentan serta yang bekerja di sektor informal justru belum tersentuh oleh skema yang ada sehingga mereka berada dalam posisi yang sangat rentan terhadap ketidak stabilan perekonomian yang terjadi baik di lingkungannya maupun di Indonesia secara umum. 55 Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan beberapa program lainnya, seperti: Operasi Pasar Khusus 54
Edi Suharto, Ibid. hal. 51.
55
Berbagai skema perlindungan sosial yang disiapkan oleh pemerintah pada umumnya mempunyai target peserta dari golongan tertentu atau mempunyai berbagai persyaratan sendiri-sendiri, sehingga justru mengakibatkan banyaknya masyarakat rentan yang tidak masuk dalam golongan atau menjadi target sasaran suatu program perlindungan sosial, misalnya saja keluarga hampir miskin yang disebabkan oleh PHK.
Universitas Sumatera Utara
Pemberian subsidi beras bagi penduduk miskin saat terjadi paceklik panjang maupun krisis. Selama masa krisis ekonomi, Operasi Pasar Khusus (OPK) beras memungkinkan penduduk miskin untuk membeli beras seharga kurang dari setengah dari harga resmi. Namun, menurut studi dari SMERU, terjadi “kebocoran” dana dan salah target dalam pelaksanaannya, yakni mencapai sekitar 50%.56 Program Pemberantasan Penyakit Menular Pada akhir tahun 2001 disalurkan dana subsidi bahan bakar minyak untuk pelayanan rumah sakit (RS) bagi keluarga miskin. Program ini diselenggarakan untuk mengatasi dampak krisis dengan memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi keluarga miskin melalui subsidi biaya operasional Puskesmas, Bidang di Desa, Gizi, Posyandu, Pemberantasan penyakit menular (P2M) dan rujukan RS. Program ini tidak berlangsung lama karena penerapannya di lapangan dirasa tidak membawa manfaat yang berarti. Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Pemerintah juga telah memberikan perlindungan sosial dalam bentuk Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM), pada periode 2002/2003 sejak dicabutnya subsidi BBM pada tahun 2001. Pada dasarnya mekanisme pelaksanaan program PKPS BBM ini menggunakan sistem yang sama dengan JPS, hanya sumber dananya berasal dari APBN murni. Kompensasi Kenaikan BBM berakhir pada tahun 2004 dan bantuan tersebut
56
Edi Suharto, Loc. Cit., hal. 56.
Universitas Sumatera Utara
masih berlanjut khusus untuk bidang kesehatan, kesejahteraan sosial, keluarga berencana, usaha kecil dan menengah, dan pertanian. 57 Tanggap Darurat Bantuan sosial yang diselenggarakan pemerintah (melalui Departemen Sosial) diberikan pada penduduk miskin, korban bencana alam/konflik, korban tindak kekerasan, dan pekerja migran yang bermasalah. Bentuk bantuan umumnya berupa biaya pangan (permakanan), transport dari tempat asal ke tempat pengungsian dan sebaliknya pada saat pemulangan/relokasi pengungsi, serta biaya perbaikan tempat tinggal. 58 1.4.c. Pemberdayaan Masyarakat Selain program JPS dan bantuan sosial, program lain yang dijalankan pemerintah adalah program penciptaan lapangan pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya pengentasan kemiskinan, 59 antara lain: 1. Program Padat Karya Perkotaan 2. Program Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mengatasi Dampak Krisis 3. Program Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pembangunan Prasarana 4. Program Pengembangan Ekonomi Masyarakat Daerah 5. Program Tabungan Keluarga Sejahtera dan Kredit Usaha Keluarga Sejahtera
57
Edi Suharto, Loc. Cit., hal. 57
58
Edi Suharto, Loc. Cit., hal. 58
59
Penjelasan lebih lanjut, lihat Daud Bahransyaf, Loc. Cit., hal. 70-78
Universitas Sumatera Utara
2.
REFORMASI SISTEM JAMINAN SOSIAL MELALUI UU SJSN Saat ini dengan berbagai bentuk perlindungan dan jaminan sosial yang
diselenggarakan pemerintah seperti yang telah diutarakan sebelumnya, tidak dapat disangkal bahwa dalam penyelenggaraannya, skema-skema tersebut saling tumpang tindih. Bahkan, terjadi keragaman dalam pengertian dan cakupan dari skema-skema tersebut, seperti misalnya: •
Jaminan kesehatan, adalah perlindungan sosial yang paling banyak menjelma menjadi berbagai bentuk atau program yang terdiri atas JPK Gakin, JPKM, ASKES, JPS BK, JPS BKB, PDPSE, PKPS BBM. Hanya ASKES dan JPKM yang mengikutsertakan pendanaan dari masyarakat mampu, selebihnya program-program lainnya pendanaannya bersumber dari negara.
•
Bantuan modal yang diberikan pada keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha juga terdiri dari berbagai macam program seperti BKS permanen, PKPS BBM dan programprogram penciptaan lapangan pekerjaan lainnya dibawah komando Bappenas. Memang ada perbedaan diantaranya, seperti PKPS BBM yang sengaja dibuat sebagai dana talangan karena banyaknya usaha kecil rakyat yang bangkrut karena kenaikan BBM, tetapi sebenarnya dana tersebut bisa saja disalurkan melalui BKS Permanen ataupun melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mengatasi Dampak Krisis.
•
Bantuan darurat, BKS sementara dan bantuan sosial tanggap darurat adalah dua program yang dijalankan oleh Departemen Sosial. Keduanya juga memiliki sasaran utama penerima manfaat (target beneficiary) yang
Universitas Sumatera Utara
sama, yakni korban bencana alam dan bencana sosial untuk menstimulasi keberdayaan mereka menuju kemandirian. Perbedaannya hanya terletak pada sumber pendanaan, dimana BKS sementara dananya bersumber dari BKS permanen. •
Asuransi tenaga kerja, sistem asuransi jaminan sosial bagi tenaga kerja dikelola oleh 4 (empat) BUMN, namun yang mempunyai tingkat kemiripan lebih adalah Taspen dan Asabri dimana keduanya sama-sama mengelola tabungan pensiun pegawai negeri baik sipil maupun militer. Itu artinya iuran yang semestinya dibebankan pada pemberi kerja sama-sama ditanggung oleh Negara, berbeda halnya dengan Jamsostek yang ditujukan bagi pegawai swasta sehingga beban iuran tersebut tetap ditanggung oleh perusahan swasta atau pemberi kerja.
•
Di bidang pendidikan kemiripan justru terjadi dalam satu program Jaring Pengaman Sosial (JPS), yakni antara JPS-BP dan JPS-BS. JPS-BP memberikan bantuan berbentuk beasiswa bagi siswa sekolah yang tidak mampu dalam rangka mensukseskan “program wajib belajar Sembilan tahun” melalui sekolah. Sedangkan JPS-BS hampir sama hanya saja penyaluran dana nya diberikan secara block-grant kepada Rumah Singgah dan Panti Asuhan. Keduanya sama-sama didanai oleh World Bank dan Asian Development Bank. Banyaknya jenis maupun bentuk perlindungan sosial tersebut memang
diharapkan agar tidak ada satu orang pun di negara ini yang tidak mendapatkan perlindungan sosial (universal coverage) tetapi disisi lain berbagai ragam perlindungan sosial tersebut justru membuat masyarakat bingung dan tidak
Universitas Sumatera Utara
memahami sama sekali bahwa ada berbagai perlindungan sosial yang disediakan oleh pemerintah. Belum lagi minimnya sosialisasi dari pemerintah berakibat tidak hanya masyarakat yang minim pemahaman, bahkan pejabat pemerintahan di tingkat kecamatan atau kelurahanlam memiliki pemahaman yang berbeda-beda dalam menafsirkan suatu program. Tumpang-tindih program tersebut tentu saja juga berakibat kepada pemborosan APBN dan menjadi celah dana tersebut untuk diselwengkan atau dikorupsi. Untuk itu diperlukan suatu penyederhanaan mekanisme maupun sistem jaminan sosial atau dalam bahasa politik saat itu sistem jaminan sosial yang ada perlu “disempurnakan”. Penyempurnaan sistem jaminan sosial tersebut mutlak untuk melaksanakan amanat dari UUD 1945 dan bertujuan agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada peserta, dan tentu saja cakupan peserta juga diharapkan tidak lagi hanya sebatas PNS, TNI/POLRI maupun pegawai swasta tetapi dapat mengikutsertakan sektor informal bahkan rakyat miskin dan PMKS sekalipun. Untuk melaksanakan amanat pengembangan (penyempurnaan) jaminan sosial tersebut pada tahun 2001 dibentuk Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional yang diketuai oleh Prof. Yammil Agus Aehir melalui SK Wakil Presiden yang pada waktu itu masih dijabat oleh Megawati Soekarnoputri. Kemudian setelah ia menjabat sebagai presiden, pembentukan Tim SJSN diperbaharui melalui KepPres No. 20 tahun 2002 meskipun demikian formasi anggota Tim SJSN tersebut tidak mengalami perubahan. Hingga di tahun 2003 dikeluarkan KepPres No. 110/2003 untuk menggantikan angota tim yang sudah pension dan meninggal dunia, termasuk ketua Tim SJSN yang digantikan Dr. Sulastomo.
Universitas Sumatera Utara
2.1.
Tiga Pilar dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Di tahun 2004 akhirnya upaya Tim SJSN membuahkan hasil, tepatnya
pada tanggal 19 Oktober 2004 di hari terakhir massa jabatan Presiden Megawati disahkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). 60 Jaminan sosial menurut UU tersebut dbangun diatas tiga pilar, yakni: Pilar pertama, adalah pilar bantuan sosial (social assistance) bagi mereka yang miskin dan tidak mampu atau tidak memiliki penghasilan tetap yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Dalam, prakteknya, bantuan sosial ini diwujudkan dengan bantuan iuran oleh pemerintah agar mereka yang miskin dan tidak mampu dapat tetap menjadi peserta SJSN. Pilar kedua, adalah pilar asuransi sosial yang merupakan suatu sistem asuransi yang wajib diikuti bagi semua penduduk yang mempunyai penghasilan (di atas garis kemiskinan) dengan membayar
iuran
yang proorsional terhadap
penghasilannya/upahnya. Pilar ketiga, adalah pilar tambahan atau suplemen bagi mereka yang mampu dan menginginkan jaminan yang lebih besar dari jaminan kebutuhan standar hidup yang ditawarkan oleh pilar pertama dan kedua. Pilar ini merupakan asuransi komersial yang bisa berupa asuransi kesehatan, tabungan pension, asuransi jiwa, atau program-program lain yang biasa didapatkan dalam asuransi swasta. Melalui pendekatan tiga pilar tersebut maka SJSN dibentuk berdasarkan mekanisme Asuransi sosial yaitu suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas 60
Mengenai kronologis diterbitkannya UU SJSN bisa dilihat pada kerangka dasar pemikiran di bab I
Universitas Sumatera Utara
resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota. Asuransi sosial merupakan perwujudan dari pilar pertama dan kedua dimana sumber pendanaannya berasal dari iuran yang disetorkan oleh peserta yang mampu sedangkan bagi yang miskin dan tidak mampu iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Sistem asuransi sosial ini relatif paling baik, dana yang terkumpul memadai, tahan lama, dan paling banyak digunakan di dunia. Pilar pertama dan kedua merupakan fondasi SJSN untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak yang harus diikuti dan diterima oleh seluruh rakyat lain pula halnya dengan pilar ketiga adalah jaminan sosial tambahan yang bersifat komersil dan sukarela layaknya asuransi swasta. 2.2.
Iuran dan Kepesertaan Mengenai iuran dan kepesertaan sengaja diatur dalam UU SJSN agar
mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat. Hal tersebut bukan karena pemerintah bertindak otoriter dan ingin memaksakan agar produk jaminan sosialnya “dibeli" oleh masyarakat, tetapi semata-mata untuk tercapainya universal coverage dalam pelaksanaannya. Hal tersebut bisa dicermati dalam isi UU SJSN, yakni: 1. Kepesertaan bersifat wajb bagi seluruh warga negara (rakyat) untuk menjadi peserta Jaminan Sosial, (PNS, TNI-Polri, Pejabat Negara, Pekerja Swasta, Pekerja Informal, dan penduduk tidak mampu) 2. Manfaat yang akan diterima adalah untuk pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang layak
untuk
semua
program
(menanggulangi
resiko
ekonomi karena sakit, kecelakaan kerja, menjadi tua, pensiun, atau kematian).
Universitas Sumatera Utara
3. Iuran dibayar bersama oleh kontribusi pekerja, pemberi kerja, dan pemerintah. Dana merupakan titipan peserta. Bagi orang miskin/ tidak mampu mempunyai hak mendapatkan bantuan untuk membayar iuran/premi dan iuran/premi asuransi yang terkumpul merupakan dana bersama bukan lagi milik perseorangan. Jadi tidak bisa diambil kembali meskipun yang bersangkutan belum pernah memanfaatkan. Besarnya
iuran
ditetapkan
berdasarkan
presentase
tertentu
dari
pendapatan seperti yang tertulis dalam pasal 17 UU SJSN dan mengenai ketentuannya akan dibahas lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Tahapan sebaiknya dimulai dari pengikutsertaan kelompok yang mampu membayar iuran yakni pekerja di sektor formal karena lebih mudah dari aspek pendataan baru kemudian diperluas untuk pekerja di sektor informal, untuk kemudian diupayakan menjangkau sampai pada kelompok masyarakat yang rentan dan tidak mampu, dimana iuran sebagian atau sepenuhnya dibayarkan oleh pemerintah. Selain bertujuan untuk mencapai universal coverage, SJSN juga mempunyai tujuan lain yakni equality. Karena kesenjangan dalam pelayanan, ketidakadilan dan ketidak-setaraan dalam mekanisme jaminan sosial yang ada saat ini hanya dapat diperkecil melalui sistem jaminan sosial yang seragam dan setara bagi seluruh rakyat, tanpa membedakan status pekerjaan penduduk. 61 Untuk itu badan penyelenggara yang telah berdiri saat ini, yakni PT ASKES, PT JAMSOSTEK, PT ASABRI dan PT TASPEN dimana didalam pelayanannya tersegmentasi berdasarkan jenis pekerjaan harus disesuaikan dengan UU SJSN 61
Sulastomo, Sistem jaminan sosial nasional sebuah introduksi, Jakarta: Rajawali Press, 2008, hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
dan mengubah status perusahaanya dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Penyesuaian tersebut harus dilakukan 5 (lima) tahun sejak UU SJSN diterbitkan yang berarti 19 Oktober 2009 BPJS sudah harus terbentuk dengan tidak menutup kemungkinan untuk membentuk badan penyelenggara baru yang dibentuk dengan undangundang. Proses sinkronisasi dan harmonisasi seluruh sistem jaminan sosial yang ada termasuk penyesuaian BUMN menjadi BPJS akan diatur oleh suatu lembaga tripartit yang disebut Dewan Jaminan Sosial
nasional (DJSN). DJSN
beranggotakan 15 (lima belas) orang yang terdiri dari unsure pemerintah, tokoh dan/atau ahli yang memahami bidang jaminan sosial, organisasi pemberi kerja dan organisasi pekerja, massa jabatan anggota DJSN adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan. 62 Selain itu DJSN juga berkewajiban melakukan kajian, penelitian, pengusulan kebijakan investasi dan anggaran bagi penerima bantuan, dan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program jaminan sosial nasional. Dalam struktur DJSN berada satu tingkat dibawah presiden, yang artinya DJSN tidak berada dibawah kementrian masingmasing bidang melainkan bekerjasama dengan kementrian terkait dan memberikan laporan langsung kepada presiden. 2.3.
Prinsip-Prinsip dalam SJSN Mengenai perubahan bentuk dari BUMN menjadi BPJS adalah untuk
menerapkan prinsip nirlaba dalam pengelolaan dana SJSN yang diatur oleh UU SJSN. Prinsip nirlaba bukan berarti dana yang terkumpul tidak boleh 62
Sulastomo, Ibid., hal.10
Universitas Sumatera Utara
dikembangkan atau diinvestasikan dalam rangka memperoleh keuntungan, tetapi pengelolan dana harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dan hasil yang diperoleh nantinya akan dikembalikan atau dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta sesuai dengan prinsip dana amanat. Selain itu demi penyesuaian terhadap prinsip hasil pengelolaan dana perubahan bentuk menjadi BPJS diperlukan agar dana yang di-iurkan oleh peserta tidak dipotong oleh pemerintah karena bila masih berbentuk perseroan maka BUMN tersebut akan dikenakan pajak dan berkewajiban memberikan deviden pada pemerintah seperti yang selama ini terjadi. Berbagai prinsip dalam mekanisme SJSN yang telah dijabarkan sebelunya adalah merupakan bagian dari 9 (Sembilan) prinsip dalam penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional, yakni: 1. Prinsip Kegotong-royongan, Prinsip
ini
diwujudkan
dalam
mekanisme gotong royong dari peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi
seluruh
rakyat: peserta yang beresiko rendah membantu yang beresiko tinggi dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotongroyongan ini, jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 2. Prinsip Nirlaba, Pengelolaan dana tidak dimaksudkan untuk mencari laba (nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, akan tetapi tujuan utama penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Hasil
pengembangannya
dan
Universitas Sumatera Utara
surplus dana akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. 3. Prinsip Keterbukaan, Merupakan suatu keharusan dalam jaminan sosial karena dana yang dikelola merupakan dana milik peserta oleh karenanya akses informasi yang lengkap, benar dan jelas bagi setiap peserta harus dipermudah. 4. Prinsip Kehati-hatian, Pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman dan tertib. 5. Prinsip Akuntabilitas, Pelaksanaan
program
dan
pengelolaan
keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. 6. Prinsip Portabilitas, Jaminan Sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau
tempat
tinggal
dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. 7. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib, Kepesertaan wajib dimaksudkan agar
seluruh
Meskipun
rakyat menjadi
kepesertaan
peserta
bersifat
wajib
hingga dapat bagi
terlindungi.
seluruh
rakyat,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan Pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara sukarela sehingga dapat mencakup petani, nelayan dan mereka yang bekerja secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh Rakyat.
Universitas Sumatera Utara
8. Prinsip Dana Amanat, Dana yang
terkumpul dari
iuran peserta
merupakan titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam
rangka mengoptimalkan dana
tersebut untuk
kesejahteraan peserta. 9. Prinsip Hasil Pengelolaan Dana
Jaminan Sosial Nasional, Hasil
berupa deviden dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial. 2.4.
Program dan Cakupan SJSN Selain memiliki 9 (Sembilan) prinsip dalam penyelenggaraannya SJSN
sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, merupakan sebuah asuransi sosial yang menganut pendekatan tiga pilar. Pilar pertama dan kedua merupakan bersifat wajib yang pendanaannya berasal dari pemerintah, pengusaha dan pekerja ataupun orang-orang yang mampu membayar iuran. Pilar tersebut menjamin kebutuhan dasar untuk hidup yang layak meliputi Jaminan Kesehatan, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, sedangkan pilar ketiga merupakan asuransi komersil yang bersifat sukarela yang meliputi Jaminan Pensiun dan hanya bisa diikuti setelah terdaftar sebagai peserta asuransi sosial wajib. 63 Tetapi sebagaimana yang tertulis pada pasal 17 ayat 4 dan ayat 5, pada tahap pertama pemerintah hanya akan membayar iuran (bagi yang tidak mampu membayar iuran) untuk program jaminan kesehatan, sedangkan Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian pada tahap pertama hanya mencakup setiap orang yang telah membayar iurannya sendiri, dibayarkan oleh orang lain atau dibayarkan oleh pemberi kerja di tempat ia bekerja. Adapun 63
Sulastomo, Ibid., hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
ke-5 (lima)
program jaminan sosial substansi jaminan sosial yang disetujui
dalam UU SJSN tersebut meliputi: 1.
Jaminan Hari Tua Merupakan
jaminan
yang
diselenggarakan dengan tujuan untuk
memberikan bekal kepada peserta ketika memasuki masa purna tugas/pensiun. Tetapi apabila peserta mengalami cacat tetap sehingga tidak mampu bekerja atau meninggal dunia sebelum masa pensiun maka peserta atau ahli warisnya berhak menerima jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus. 2. Jaminan Kecelakaan kerja Suatu program Jaminan Sosial dengan tujuan memberikan kepastian Jaminan pelayanaan dan santunan apabila
tenaga kerja mengalami
kecelakaan saat menuju, menunaikan dan selesai menunaikan tugas pekerjaan dan berbagai penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. 3. Jaminan Pensiun Merupakan program jaminan yang diselenggarakan berdasarkan sistem asuransi dan tabungan dengan tujuan untuk menjamin kebutuhan hidup minimum yang layak ketika peserta menjalani pensiun atau mengalami cacat tetap sehingga tidak dapat bekerja yang dibayarkan secara berkala. 4. Jaminan Kematian Merupakan
program
jaminan/santunan
kematian
berdasarkan
mekanisme asuransi sosial yang dibayarkan kepada keluarga ahli waris yang meninggal dunia. 5. Jaminan Kesehatan
Universitas Sumatera Utara
Suatu program Jaminan Sosial dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh (komprehensif) bagi setiap peserta/ rakyat Indonesia agar dapat hidup sehat, produktif, atau sejahtera. Diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis. Jaminan Kesehatan menjadi prioritas segera untuk dilaksanakan karena pada hakekatnya Jaminan Kesehatan merupakan kebutuhan jangka pendek yang mendesak dan menjadi tahapan pertama untuk dilaksanakan sesuai dengan amanat yang tertuang di dalam undang undang. Bangsa yang rakyatnya sakitsakitan tidak akan bisa menjadi bangsa yang pintar dan produktif. Jadi, suatu bangsa yang sehat dan kuat fisiknya merupakan fondasi dasar agar bangsa tersebut dapat berproduksi tinggi, pandai, dan mampu bersaing dengan bangsabangsa lain. Untuk itulah, negara harus menjamin agar semua penduduknya dapat hidup sehat dan produktif. 64 Selain pertimbangan bahwa Jaminan Kesehatan lebih mendesak dan harus mendapat prioritas, Jaminan kesehatan juga diniali paling rasional untuk diterapkan saat ini. Karena dana yang telah tersedia cukup besar meskipun masih terbagi-bagi dalam berbagai bentuk jaminan sosial. Apalagi di tahun 2008 hampir 100 juta orang telah mendapatkan jaminan kesehatan melalui berbagai skema perlindungan yang ada seperti Askes, Taspen dan Asabri yang telah menjamin sekitar 45 juta PNS dan TNI/POLRI, Jamsostek yang melindungi sedikitnya 8 juta pekerja, dan 36 juta rakyat miskin yang telah dijamin oleh Askeskin. 65 64
Sulastomo dan Son H. Adami, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN): Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia, 2005., hal. 25 65
Kompas, Sistem Jaminan Sosial: Peluang dan Tantangan, 22 Desember 2008
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan biaya kesehatan di Negara-negara yang tidak memiliki sistem jaminan sosial termasuk Indonesia juga lebih tinggi dibanding inflasi yang rata-rata mengalami kenaikan 5,8 persen. Sehingga lama-kelamaan biaya pemeliharaan kesehatan semakin tidak terjangkau oleh sebagian besar orang. 66 Akibatnya, pelayanan kesehatan yang awalnya mengacu pada pelayanan sosial kemanusian berubah menjadi suatu industry yang berbasis pada prinsip-prinsip ekonomi, salah satu ciri yang menonjol adalah sifat kompetitif yang menjadi basis pengembangan mutu pelayanan kesehatan. Maka tidak heran dalam tujuan pembangunan millennium (millennium development goals), yang disepakati oleh 189 negara di dunia, memuat delapan target yang menjadi tujuan utama pembangunan dan salah satunya adalah kesehatan. Penyempurnaan
sistem
jaminan
sosial
memang
membutuhkan
pengorbanan banyak pihak pada awalnya, baik pemerintah yang harus menyediakan APBN sedikitnya 37 triliun rupiah, kesadaran peserta mampu untuk membayar premi, maupun penyesuaian dari keempat BUMN yang mengelola jaminan sosial saat ini. Apabila sistem jaminan sosial nasional diselenggarakan dengan adekuat, sistem proteksi sosial ini akan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat yang berdampak pada pembangunan ekonomi dan mampu mencegah terjadinya ledakan
sosial yang diakibatkan oleh ledakan jumlah
penduduk lanjut usia berumur 60 tahun keatas sekitar 11% penduduk atau 24,5 juta pada tahun 2015. 67
66
Sulastomo dan Son H. Adami, Ibid., hal. 29.
67
Edi Suharto, Loc. Cit., hal. 81
Universitas Sumatera Utara
Antara sistem jaminan sosial dan pembangunan ekonomi sebenarnya merupakan dua hal yang harus dilihat sebagai satu kesatuan. Kesalahan yang sering terjadi selama ini adalah memandangnya sebagai program yang berdiri sendiri, bahkan terpisah. Seolah-olah hanya pembangunan ekonomi yang akan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Meskipun seringkali sistem jaminan sosial dihadapkan pada masalah yang dilematis karena semuanya akan tergantung pada kemampuan dana yang tersedia namun komitmen pemerintah yang kuat akan mampu mengatasinya, hal ini terbukti pada Negara yang memulai SJSN ketika keadaan ekonomi dan jumlah angkatan kerja yang jauh dibawah apa yang dimiliki Indonesia saat ini. Sejarah telah membuktikan tidak ada negara maju atau kuat yang memulai sistem jaminan sosialnya setelah mereka kuat. Suatu negara yang kuat memiliki jaminan sosial yang kuat dan mencakup seluruh rakyat.
3.
IMPLEMENTASI SJSN DAN PERUBAHAN YANG TERJADI Pada pemilihan umum tahun 2004 Megawati gagal untuk terpilih sebagai
presiden RI periode 2004-2009, sebaliknya Soesilo Bambang Yudhoyono yang terpilih untuk menduduki kursi kepresidenan dengan Jusuf Kalla sebagai wakilnya. Dengan demikian tugas untuk membentuk Undang-Undang Badang Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) dan 11 (sebelas) Peraturan Pemerintah serta 10 (sepuluh) Peraturan Presiden terkait dengan implementasi UU SJSN berada pada tangan pemerintahan yang baru. Bukannya fokus untuk melengkapi persyaratan UU SJSN tersebut, pemerintah malah membentuk program-program kesejahteraan tandingan, memang UU SJSN mengamanatkan untuk memberikan
Universitas Sumatera Utara
jaminan kesehatan pada tahap pertama dan program Askeskin juga ditujukan untuk memberikan jaminan kesehatan sebagai kompensasi kenaikan BBM, dan bila diakumulasi, biaya yang dikeluarkan program Askeskin ini tidak lebih sedikit bila dibandingkan pemerintah melaksanakan SJSN. Pemerintah beralasan bahwa mengimplementasikan UU SJSN tidak bisa dalam waktu singkat, sementara urusan kesehatan orang miskin tidak bisa ditunda-tunda, selain itu Askeskin juga terbilang sukses dalam hal kuantitas, di tahun pertamanya saja program tersebut sudah mampu mencapai 36,4 juta rakyat miskin, tetapi memang membagikan sesuatu dengan gratis itu jauh lebih mudah daripada mengimplementasikan UU SJSN yang membutuhkan keterlibatan dan tanggung jawab semua pihak. 3.1.
Program Asuransi Sosial Di tahun 2009, Askeskin telah berubah menjadi Jamkesmas sejak 1
oktober 2008, tidak hanya itu ada pula beberapa program-program kesejahteraan lainnya seperti bantuan sosial, program keluarga harapan, bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan beras bersubsidi, pemberdayaan masyarakat mandiri, serta penyaluran kredit usaha rakyat (KUR). Program-program instan tersebut telah sukses merebut simpati rakyat, dan hasilnya pada pemilu tahun 2009, SBY kembali terpilih menjadi presiden periode 2009-2014, dan Boediono diangkat sebagai wakilnya. Berbagai bentuk perlindungan sosial yang dirancang SBY dalam dua periode jabatannya sebagai presiden akan diuraikan berikut ini, 3.1.a. ASKESKIN Di dalam program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu, Menteri Kesehatan telah mengeluarkan SK Menkes 1241 bulan Desember 2004 yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat miskin.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menyediakan program jaminan kesehatan bagi 36,4 juta rakyat miskin maka PT.ASKES ditunjuk sebagai penyelenggara. Besar dana yang dikucurkan Departemen Kesehatan sebesar 2,3 triliun yakni Rp. 5000 per orang per bulan. Tetapi dana tersebut belum sepenuhnya diserap dan menyisakan 1,12 triliun yang kemudian digunakan dalam dana anggaran tahun 2006. 68 Pada bulan Maret 2006 menunjukkan 54 juta kartu Askeskin telah didistribusikan, yang bernilai sekitar 4 juta perbulan. Kemajuan tersebut mengharuskan depkes menambahkan dana 2,6 triliun lagi, sehingga keseluruhan dana tahun 2006 berjumlah Rp. 3,7 triliun. Di tahun 2007 dianggarkan dana sebesar 4,5 triliun untuk menutupi biaya pemeliharaan kesehatan bagi 76,4 juta orang, namun demikian Askes masih tetap mengalami defisit di tahun tersebut dan apabila terjadi surplus dana pada tahun-tahun berikutnya maka surplus tersebut tidak boleh dibukukan sebagai laba PT ASKES tetapi harus diakumulasi untuk pendanaan program berikutnya. Secara rinci penggunaan dana diatur dalam pedoman menurut SK menkes no 56/2005.69 Untuk melayani masyarakat miskin tersebut ASKES telah melakukan kontrak pelayanan dengan 7.651 puskesmas, 446 rumah sakit pemerintah, 130 rumah sakit swasta, dan 615 apotek. Menurut laporan Menteri kesehatan program Askeskin sudah cukup sukses terbukti dari pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat miskin baik di puskemas maupun rumah sakit sangat meningkat. Di tahun 2005 jumlah pasien rawat jalan berkisar 1,4 juta kunjungan dan meningkat 392 persen di tahun 2006 mencapai 6,9 juta kunjungan kemudian
68
Sulastomo, Loc. Cit. hal. 37
69
Sulastomo, Loc. Cit. hal. 39
Universitas Sumatera Utara
menurun 13,83 persen menjadi 5.961.712 kunjungan di tahun 2007. Sama halnya dengan pasien rawat inap yang berjumlah 562.167 di tahun 2005 dan meningkat 184 persen di tahun 2006 menjadi 1,6 juta pasien kemudian di tahun 2007 meningkat sebesar 21,27 persen menjadi 1.916.198. 70 Meskipun tergolong sukses namun pemerintah menggantikan program Askeskin dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tepatnya pada tangga 1 Januari 2008. Dalam pelaksanaan program JAMKESMAS tersebut masih dijumpai beberapa kendala, dengan berbagai penyebabnya dan telah diupayakan pemecahannya. 71 Selain itu yang menjadi permasalahan mendasar adalah sistem asuransi kesehatan yang ditawarkan oleh pemerintah tidak mencakup keseluruhan, bersifat temporer dan karena hanya ditujukan pada masyarakat ekonomi lemah dengan maka dari tahun ke tahun pembiayaan asuransi semacam ini semakin membebani APBN 3.1.b. ASKESOS Bila Menteri Kesehatan mengembangkan Jaminan Kesehatan, maka Menteri Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat melalui Departemen Sosial telah mengembangkan ujicoba atau
rintisan asuransi
kesejahteraan sosial
(ASKESOS) kepada pekerja mandiri pada sektor informal. Program ini dimulai 70
Sulastomo, Loc. Cit. hal. 41
71
Berbagai permasialahan tersebut antara lain: 1) data sasaran JAMKESMAS belum valid dan banyak yang tak memiliki Kartu Sehat (KS), penyebabnya adalah validasi data kurang cermat, dan stok kartu terbatas karena tidak tersedianya dana untuk mencetak kartu. 2) Ada keraguan masyarakat menggunakan JAMKESMAS, oleh karena kurangnya sosialisasi penggunaan KS oleh puskesmas. 3)Meskipun memiliki KS namun belum semua keluarga miskin yang sakit memperoleh pelayanan kesehatan. Banyak faktor penyebab diantaranya karena jarak puskesmas dari pemukiman penduduk jauh dengan geografis relatif sulit. Pusling yang ada kurang berperan karena sarana kurang memadai. Disamping itu penyebaran tenaga kurang merata, sehingga tidak semua desa mempunyai tenaga kesehatan. 4) Kendala keterbatasan dana dan kebutuhan dana disetiap daerah berbeda-beda, mengakibatkan terjadinya pembatasan kasus rujukan yang dikeluarkan Rumah Sakit. 5) Selain itu karena masih kurang tertibnya pencatatan dan pelaporan pengelolaan obat bersumber JAMKESMAS, bisa menjadi celah untuk diperjual belikannya obat-obatan gratis tersebut.
Universitas Sumatera Utara
di 23 propinsi dengan jumlah peserta 10.400 KK (2003), 19.400 KK (2004), 13.400 KK (2005) dan 28.000 KK (2006). 72 Skema asuransi ini hampir sama atau bahkan sama dengan ujicoba yang dilakukan oleh Jamsostek dalam upayanya meningkatkan cakupan kepesertaan ke sektor informal. Pemerintah dalam hal ini Departemen Sosial berharap dapat kelak mengembangkan Askesos dalam skala nasional dan dengan keanggotaan yang bersifat wajib, berlaku bagi semua orang. Walaupun demikian, tantangan yang dihadapi untuk menyukseskan skema ini sangat besar, dengan berbagai kelemahannya yang harus diatasi terlebih dahulu. Kelemahan-kelemahan skema Askesos adalah: 1) rancangan struktur organisasi yang kurang mencerminkan fungsi instansi pemerintah sebagai fasilitator dan regulator serta terlalu panjang berjenjang; 2) penetapan besaran premi/iuran yang menggunakan nilai nominal, sehingga kurang mencerminkan kondisi dan kemampuan penduduk miskin di daerah yang tentu saja berbeda; 3) penetapan besaran klaim yang menggunakan nilai nominal, sehingga kurang mencerminkan kondisi, kebutuhan dan kemampuan penduduk miskin di daerah yang tentu saja berbeda; 4) penetapan jenis pertanggungan yaitu persyaratan yang cukup berat bagi peserta untuk mendapatkan klaim. 73 Selain kelemahan tersebut, skema Askesos juga akan sangat memberatkan pemerintah, sebab sharing premi-nya sangat timpang. Pemerintah harus
72
Daud Bahransyaf, Op. Cit.
73
Berbagai persyaratan tersebut seperti keterangan dokter yang ditunjuk, keterangan kepala sektor kepolisian setempat, keterangan ketua RT dan RW, keterangan dari kelurahan dan berita acara yang dibuat oleh petugas Askesos. Persyaratan klaim tersebut masih belum pro-poor, sebab penduduk miskin tidak mempunyai cukup uang untuk transpor harus ke sana ke mari untuk mengurus semua dokumen-dokumen tersebut, belum lagi beban administrasi yang harus mereka tanggung.
Universitas Sumatera Utara
menanggung sebagaian besar dari beban premi sebab pesertanya adalah penduduk yang tidak mampu, yang berpenghasilan sangat minim. Selain itu, seluruh atau sebagian besar biaya administrasi juga harus ditanggung pemerintah. Bila skema ini diperluas hingga tingkat nasional, kemungkinannya adalah pemerintah harus menanggung sebagian besar premi dari sekitar 37,5 juta orang atau paling tidak 13,4 juta orang yang sangat miskin, padahal kemampuan keuangan negara sangat terbatas, dan pemerintah telah pula menanggung sebagian dari beban asuransi yang telah lebih dulu berjalan seperti Jamsostek, Askes, Taspen, Jasa Raharja, dan Asabri. 3.2.
Program Bantuan Sosial Askeskin ataupun Jamkesmas hanyalah ditujukan untuk menjamin
kesehatan setiap warga miskin, sementara skema untuk mencegah ataupun mengurangi kemiskinan belum tersedia, karena itu pemerintah mengupayakan untuk memberikan bantuan, yang pada umumnya berupa bantuan modal usaha ataupun biaya pendidikan, selain itu dalam ketidak stabilan ekonomi pemerintah juga menyiapkan beberapa program yang sifatnya meningkatkan daya beli. Adapun program-program tersebut, seperti: a. Bantuan Langsung Tunai b. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) c. Bantuan Beras Bersubsidi (Raskin) d. Program keluarga Harapan e. Pemberdayaan Masyarakat Mandiri f. Kredit Usaha Rakyat
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwa, baik pemerintahan Megawati maupun SBY-JK yang kemudian diteruskan oleh SBY-Boediono, ketiganya sama-sama melakukan reformasi sistem jaminan sosial. Meskipun bukan berarti reformasi tersebut selalu merupakan upaya implementasi dari UU SJSN. Karena seperti apa yang dipaparkan sebelumnya bahwasannya di era pemerintahan SBY-JK dan Sby-Boediono sistem perlindungan sosial yang ada belum mengikuti kaidah dalam membentuk SJSN, meskipun bukan berarti lebih buruk dengan apa yang ditawarkan oleh UU SJSN. Ada beberapa perbedaan mendasar dalam reformasi sistem jaminan sosial yang dilakukan dalam ketiga periode pemerintahan tersebut, selain berbeda bentuk juga terdapat perbedaan fungsi dan tujuan, yakni bila UU SJSN berupaya meyedehanakan sistem jaminan sosial yang ada, pada era pemerintahan SBY sistem perlindungan sosial justru dibuat beragam jenis. Selain itu UU SJSN bertujuan untuk mengurangi beban negara (APBN) dan melibatkan pekerja serta pemberi kerja dalam mendanai sistem jaminan sosial melalui mekanisme asuransi sosial, namun program-program yang dibuat oleh SBY justru dibiayai sepenuhnya oleh negara dan hanya ditujukan bagi orang miskin dan tidak mampu, berbeda halnya dengan SJSN yang dilandasi oleh upaya untuk memperluas cakupan hingga tercipta Universal Coverage.
Universitas Sumatera Utara