BAB II PENGARUH BERNYANYI DALAM MENGURANGI PERILAKU AGRESIF ANAK
A. Bernyanyi Orangtua seringkali beranggapan bahwa bidang musik termasuk salah satu bidang yang bila ditekuni tidak bisa menjamin masa depan. Oleh karena itu, orangtua lebih cenderung mengarahkan anak pada bidang-bidang ilmu kognitif dan beranggapan bahwa dengan menguasai ilmu kognitif seseorang mudah mencapai keberhasilan serta derajat terpandang dalam masyarakat. Padahal sebetulnya dengan musik anak akan dapat mencurahkan pikiran, rasa dan karsa dalam setiap aktivitas. Selain kenyataan di atas, orangtua juga belum memahami cara menumbuhkembangkan kecerdasan emosi anak. Seorang anak yang tidak bisa mengendalikan emosinya dengan baik, disebabkan karena orangtua kurang bisa memahami perasaan dan kehendak si anak. Luapan emosi yang tidak terungkap secara fokus dan jelas dapat mengarah pada perilaku destruktif (merusak). Sebagai contohnya, anak yang tidak bisa mengungkapkan bahwa dirinya sesungguhnya cemburu karena mainan adiknya lebih bagus mungkin akan bertindak agresif dengan merusakkan mainan adiknya atau memukul adiknya. Oleh karena itu, musik harus dikenalkan sedini mungkin pada anakanak agar anak dapat meluapkan emosinya lewat musik tersebut. Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak orangtua yang belum memahami bahwa
14
15
pengenalan musik sejak dini dapat menumbuhkembangkan kecerdasan emosi anak. Musik bisa dikategorikan menjadi dua macam, kategori pertama hanya mendengarkan musik dan kategori kedua mendengarkan sambil menyanyikannya. Dalam penelitian ini, peneliti akan mencoba menerapkan kategori kedua untuk mengurangi perilaku agresif pada anak yaitu dengan cara bernyanyi. 1. Bernyanyi Menurut Jamalus, (1999: 11), bernyanyi adalah “Suatu bentuk kegiatan seni untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan manusia melalui suaranya”. Suara itu adalah bunyi yang dihasilkan suara yang bergetar, yang terletak dalam kotak selaput suara, digetarkan oleh aliran udara pernafasan dari paru-paru. Suara yang digunakan manusia untuk berbicara sehari-hari. Aliran udara yang diperlukan untuk berbicara tidak memerlukan teknik pernafasan yang khusus. Akan tetapi bernyanyi memerlukan udara yang banyak dari jumlah udara untuk berbicara biasanya, karena suara yang dihasilkan harus penuh, pada umumnya lebih panjang serta dengan gema yang indah. Udara yang lebih banyak itu dapat menggetarkan selaput suara dengan teratur tetapi tetap hemat. Untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan bernyanyi diperlukan teknik bernyanyi yang melibatkan peranan bagian-bagian dalam dari badan, pusat, saraf, jaringan otot, paru-paru, selaput suara, ekspresi, wajah, sinar mata, semuanya bekerja dengan refleks. Badan merupakan alat musik bagi seorang penyanyi, sama halnya dengan alat musik seperti biola bagi orang
16
pemain biola.oleh sebab itu seorang penyanyi haruslah selalu menjaga dan merawat alat musiknya ini agar tetap sehat dan kuat. Bernyanyi
ataupun
mendengar
musik
sangat
membantu
perkembangan anak, termasuk anak-anak berperilaku agresif. Bernyanyi dan bermusik tidak harus sebagai pelajaran tetapi bisa juga dipakai dalam keseharian mereka diluar jam belajar/sekolah. Kegiatan ini dapat dilakukan di mana saja, di rumah, dalam perjalanan, saat bertamasya. Campbell (2003:4) selanjutnya mengatakan: Bahwa skor IQ meningkat di kalangan anak-anak yang menerima pelatihan musik secara teratur; terapi musik selama setengan jam sehari dapat memperbaiki fungsi kekebalan tubuh anak-anak; juga bahwa musik dapat meredakan ketegangan, mendorong interaksi sosial, merangsang perkembangan bahasa, dan memperbaiki keterampilan motorik di kalangan anak-anak. Terapi bernyanyi ini dapat disetarakan dengan terapi musik atau terapi-terapi lainnya. Sejauh ini bernyanyi hanya diberikan sebagai kegiatan selingan para guru/terapis ketika bersama dengan sang anak. Dengan melakukan kegiatan ini secara intensif dan berkesinambungan, maka kegiatan ini akan menjadi treatment khusus mengacu kepada terapi tersendiri. Terapi bernyanyi adalah kegiatan bernyanyi, baik yang diiringi musik maupun tidak, untuk melatih pemahaman anak terhadap diri dan lingkungannya. Terapi ini akan mengantarkan anak pada kondisi emosi yang positif. Anak dapat berinteraksi verbal maupun non verbal dengan lingkungan atau orang yang berada disekitarnya. Motorik halus dan kasar akan terlatih dengan melakukan gerakan-gerakan yang berpedoman pada lirik lagu yang sedang dinyanyikan. Terapi ini akan menjadi lebih efektif
17
dan produktif karena lebih mengarah ke suatu permainan yang menyenangkan. 2. Manfaat bernyanyi Menurut tim peniliti Harvard yang mengadakan pertemuan American Association For The Advancement Of Science di San Diego, Amerika serikat menyebutkan: Kegiatan bernyanyi mampu menyambungkan kembali bagian otak yang rusak. Dengan bernyanyi bagian otak yang lain yang berkaitan dengan pusat bahasa akan di aktifkan. Akibat dari sakit stroke adalah rusaknya pusat bahasa di otak. Dalam uji yang dilakukan di ketahui bagian otak tersebut merespon terapi intonasi melodi. (http://shvoong.com//menyanyi-dapat-memperbaikiotak//05//03//2010//) Dokter-dokter di Jepang bertahun-tahun lalu membuktikan bahwa terapi menyanyi membuat pasien cepat sembuh dan lebih bersemangat menjalani program penyembuhan. “Dengan menyanyi maka perasaan sedih, depresi, panik dan cemas bisa berkurang sehingga mempercepat proses
penyembuhan,"
ungkapnya.
(http://blogspot.com//sehat-itu-
healthy//28//12//2008//) Menurut
Hermawan,
dr,
“Kegiatan
menyanyi
mengaktifkan
jembatan otak yang sering disebut golden bridge. Jembatan ini menghubungkan otak bagian kiri dan kanan”. (http://blogspot.com//sehatitu-healthy//28//12//2008//) Menurut Alim, MB dalam (Zona Psikologi), menyatakan berikut adalah beberapa manfaat yang bias diambil dari anak bernyanyi: a. Melatih motorik kasar. Dengan melakukan kegiatan bernyanyi anak dapat juga melakukannya dengan menari, bergaya, bejoget dan lainlain. Dan hal ini bisa meningkatkan dan melatih gerakan motorik anak.
18
b. Membentuk rasa percaya diri anak. Bernyanyi merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak. Sehingga dengan meniru dan ikut bernyanyi dapat memberikan rasa percaya diri bahwa ia pandai untuk bernyanyi. Jangan lupa untuk memberikan pujian bagi anak. c. Menemukan bakat anak. Bernyanyi bisa menjadi kegiatan yang sering dilakukan oleh anak. Ia sangat suka dan pandai sekali bernyanyi dengan diiringin musik, dengan gaya bernyanyinya yang khas dapat memberikan ia pemyaluran yang tepat dengan mengikuti lomba anak bernyanyi. d. Melatih kognitif dan perkembangan bahasa anak. Bernyanyi tentu saja tidak bisa lepas dari kata dan kalimat yang harus diucapkan. Dengan bernyanyi dapat melatih peningkatan kosa kata dan juga ingatan memory otak anak.
3. Kegiatan Bernyanyi Sebagai seorang pendidik atau orang tua tidak perlu khawatir akan pengaruh dari pelajaran bernyanyi atau mendengarkan bermusik terhadap perkembangan anak. Justru dengan sesering mungkin akan dapat membantu mereka, terutama anak-anak yang berperilaku agresif dalam mengembangkan kemampuan baik kognitif, afektif maupun psikomotor mereka. Menurut Campbell, (2003:139) bahwa: Koneksi perasaan ini, yang saling terjalin begitu erat dengan tubuh dan indera kita, menjadi pegangan untuk segala macam aspek pertumbuhan baik verbal maupun nonverbal yang digerakkan oleh musik pada anak-anak, merangsang keterampilan mendengar yang mengantarkan kemampuan ekspresi lebih baik. Guru/terapis memegang peranan utama bagi pendidikan sang anak saat berada di sekolah. Semua guru/terapis yang ada di sekolah dapat melaksanakan terapi bernyanyi ini, meskipun pada dasarnya mereka telah memiliki keahlian khusus masing-masing. Hal utama yang harus diperhatikan bahwa terapi ini bertujuan untuk mengajak anak bergembira sembari mempersiapkan pencapaian tujuan khusus yaitu menggairahkan
19
kreativitas berbahasa, baik verbal maupun non verbal sang anak. Campbell, (2003:10) menyatakan bahwa: Anak-anak merasakan kebahagian ketika mereka bergoyang, menari, bertepuk, dan beryanyi bersama seseorang yang mereka percayai dan cintai. Bahkan sementara mereka merasa senang dan terhibur, musik membantu pembentukan perkembangan mental, emosi, serta keterampilan sosial dan fisik mereka selain memberi mereka kegairahan dan keterampilan yang mereka perlukan untuk mulai belajar secara mandiri. 4. Kategori Lagu Sebagai pedoman materi lagu yang dipilih adalah lagu-lagu sederhana yang mudah untuk dipahami oleh anak normal. Kemudian dengan menambahkan gerak dan ekspresi lainnya akan digabungkan menjadi satu kemasan yang menarik. Menurut Alhamdi, S dalam (Terapi Bernyanyi I) bahwa: Dalam penerapan terapi bernyanyi, lagu-lagu yang dipakai sebagai lagu terapi dapat dibagi atas tiga kategori lagu; a. Kategori A: Lagu yang menonjolkan aspek kognitif perorangan. Lagu ini lebih fokus untuk melatih pemahaman anak secara individu dibantu oleh guru/terapis pendamping tentang kata-kata yang ada dalam lagu tersebut. Anak diharapkan bisa merespon secara verbal ataupun nonverbal. Lagu ini tidak banyak memberikan dorongan interaksi dengan siswa lainnya( dua mata saya, topi saya budar, satu-satu aku sayang ibu). b. Kategori B: Lagu yang menonjolkan aspek interaksi, kebersamaan. Kata-kata dalam lirik lagu lebih banyak menuntun anak untuk berinteraksi dengan teman di sekitarnya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan satu lagu bisa memenuhi kriteria kedua jenis lagu tesebut. Hal ini tergantung kepada tema lagu yang dipilih pada saat itu (lingkaran kecil, ular naga). c. Kategori C: Lagu yang dipilih karena jenis lagu tersebut dapat menciptakan suasana gembira. Kata-kata dalam lirik lagu tidak lagi menjadi fokus. Anak didampingi guru/terapis bergembira bersama mengikuti irama musik (cantik siapa yang punya, aku punya anjing kecil, becak, cicak, naik delman, burung kakaktua, naik kereta api, naik ke puncak gunung). (http://akudandunia-ku.com//terapi-bernyanyi1//29-07-2009//)
20
Kategori lagu yang digunakan penulis untuk melakukan intervensi terhadap subjek adalah kategori B dan C.
Mengapa penulis memilih
kategori tersebut adalah kembali lagi dari tujuan penulis melakukan intervensi dengan bernyanyi adalah membuat suasana hati subjek menjadi tenang dan senang guna mengurangi frekuensi perilaku agresif anak tersebut. Selanjutnya Putrakembara (2006:23) mengatakan: Mengajari anak menyanyi dapat dimulai dari lagu pendek dan sederhana, yang tentunya sangat disukai oleh anak, misalkan "Topi Saya Bundar", "Kepala Pundak Lutut Kaki", "Balonku Ada Lima", atau "Aku Punya Anjing Kecil". Selain itu, lagu juga dapat memperkaya imajinasi anak, dimana lirik lagu tersebut diubah sesuai dengan karakter lagu. Misalkan, lagu Aku Punya Anjing Kecil dapat diganti liriknya menjadi nama kucing atau hewan peliharaan lainnya. (http://nawala.com//pemerolehan-bahasa-melalui-pelajaranbernyanyi//24//05//2010)
2. Perilaku Agresif a. Agresif Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Saefi, (2008) mendefinisikan agresi bahwa ‘Cenderung (ingin) menyerang kepada sesuatu yang dipandang
sebagai
hal
yang
mengecewakan,
menghalangi
atau
menghambat’. Perilaku ini dapat membahayakan anak atau orang lain misalnya, menusukan pensil yang runcing ke tangan temannya, atau mengayun-ngayunkan tasnya sehingga mengenai orang yang berada di sekitarnya. Menurut Applefield (1987), dalam Sunardi, (1995: 104) menyatakan bahwa: ‘Perilaku agresif didefinisikan sebagai tindakan yang disengaja yang
21
mengakibatkan atau mempunyai kemungkinan mengaibatkan penderitaan (fisik atau psikis) pada orang lain atau kerusakan barang-barang’. Agresif menurut Murry dalam Halll dan Lindzey, (1993) didefinisikan ‘Sebagi suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain’. Menurut Encyclopedia Of Special Education dalam Kurniah (2008:18) menyatakan bahwa: Agresif dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang mengakibatkan ketidaknyamanan (secara fisik atau psikologis) pada orang lain, atau kerusakan pada barang. Luka atau kerusakan dianggap sebagai agresi, sedangkan tindakan-tindakan yang ditujukan untuk mengakibatkan kerugian dipandang sebagai perilaku agresi, walaupun tindakan tersebut tidak sampai mengakibatkan luka atau kerusakan. Perilaku-perilaku agresif itu termasuk berteriak, tindakan-tindakan fisik yang kasar (terhadap orang lain), perilaku merusak (barang orang lain) dan menggunakan perintah-perintah negative serta ancaman-ancaman memaksa orang melakukan sesuatu. Sifat agresif (suka menyerang) ialah melakukan suatu tindakan kekerasan untuk melukai orang dalam kemarahannya. Biasa dilakukan dengan menendang atau memukul orang, mengatai atau memaki orang dengan kata-kata kasar, memfitnah, dan menggertak serta mengganggu orang lain. Pada umumnya, seorang anak tidak mungkin dengan sengaja ingin melukai orang lain, kalau bukan karena emosinya. Anak yang melakukan kekerasan seperti ini adalah anak yang mau menang sendiri, karena demi mencapai keinginannya tidak lagi memperhatikan hak orang
22
lain. Kadang mereka bersikap tidak peduli dengan sekolahnya sehingga setiap hari ia bertengkar dan membuat masalah. Suatu penyelidikan membuktikan bahwa anak laki-laki lebih banyak melakukan tindakan agresif ketimbang anak perempuan sejak masa kecilnya. Tindakan agresif tidak sama dengan perasaan agresif. Tindakan agresif lebih bersifat mencari permusuhan, sedangkan perasaan agresif lebih menonjolkan pada sifat marah yang tidak dapat dikendalikan. Mungkin benar bahwa amarah tidak dapat dikendalikan, tetapi tetap harus diupayakan untuk dikendalikan. Menurut
Berkowitz (2003) bahwa “Di dalam kajian psikologi,
perilaku agresif mengacu kepada beberapa jenis perilaku baik secara fisik maupun mental, yang dilakukan dengan tujuan menyakiti seseorang”. Wilson, (2003) mengemukakan bahwa: Jenis perilaku yang tergolong perilaku agresif diantaranya berkelahi (fighting), mengata-ngatai (name-calling), bullying, mempelonco (hazing), mengancam (making threats), dan berbagai perilaku intimidasi lainnya. Sebagian tidak jelas hubungannya antara perilaku yang satu dengan perilaku yang lain, sehingga istilah perilaku agresif sulit untuk didefinisikan secara ringkas. Loeber and Stouthamer-Loeber, dalam Tremblay (2000: 131) mendefinisikan perilaku agresif sebagai berikut: ‘aggression is defined as those acts that inflict bodily or mental harm on others’. Definisi ini lebih menekankan pengertian agresif pada tindakannya, yang selanjutnya mempunyai pengaruh negatif sebagai konsekuensi dari sebuah tindakan agresif terhadap korban, yaitu kerugian jasmani dan mental orang lain, tanpa memandang tujuan dilakukannya tindakan agresif itu sendiri. Sedikit berbeda dengan definisi di atas, Coie and Dodge, dalam Tremblay (2000: 131) mendefinisikan perilaku agresif sebagai berikut:
23
‘Behaviour that is aimed at harming or injuring another person or persons’. Definisi ini tidak menekankan pada kemungkinan konsekuensi negatif yang ditimbulkan oleh perilaku agresif, tetapi lebih menekankan pada tujuan dilakukannya perilaku agresif, yaitu kerugian atau terlukanya orang lain. Pada saat sekarang, rumusan perilaku agresif tidak hanya dilihat dari bentuk perilakunya, melainkan juga dilihat dari aspek tujuan atau maksud dilakukannya suatu perbuatan agresif tersebut. Rumusan demikian sesuai dengan yang dikemukakan oleh Persson (2005: 81) sebagai berikut: In the present study, the definition of aggression was broadly formulated to encompass not only acts specifically intended to hurt another person, but also acts that result in negative consequences for a peer, although their primary aim is to attain a personal goal, rather than to hurt a peer. Maksud kutipan di atas adalah sebuah perbuatan dapat digolongkan sebagai perilaku agresif jika perbuatan tersebut sengaja dilakukan dengan menyakiti atau merugikan orang lain. Dengan demikian, seorang siswa yang karena perbuatannya tidak dengan sengaja menyakiti temannya, tidak digolongkan berperilaku agresif, berbeda dengan perilaku siswa yang dengan sengaja menyerang temannya dengan tujuan menyakiti. Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa perilaku agresif adalah sebuah tindakan kekerasan baik secara verbal maupun secara non-verbal yang disengaja dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap orang lain atau objek-objek lain dengan tujuan untuk melaukai secara fisik maupun psikis. b. Ciri-Ciri Perilaku Agresif
24
Masing-masing ahli berbeda-beda dalam menggolongkan bentukbentuk perilaku agresif, ada yang menggolongkan bentuk perilaku agresif ke dalam bentuk fisik dan bentuk mental. Wilson (2003), mengemukakan bahwa “Ada yang membaginya ke dalam bentuk perilaku agresif langsung dan perilaku agresif tidak langsung”. Sementara itu, Persson (2005: 84) menggolongkan perilaku agresif ke dalam empat bentuk sebagaimana yang ia nyatakan sebagai berikut: “The form of the aggressive behaviour could be (1) physical; (2) verbal; (3) social/relational; or (4) manifested as grabbing or destruction of peers’ objects”
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif dapat terbagi menjadi 2 bagian yaitu: 1) Perilaku agresif dalam segi fisik seperti: mencubit, menendang, memukul, mendorong, menyerang atau melakukan tindakan yang menyakiti secara fisik. 2) Perilaku agresif dalam segi psikis seperti: berbicara kata-kata kasar atau kotor. c. Faktor Penyebab Perilaku Agresif Menurut Sears, Taylor dan Peplau dalam Elkirany, (2005) mengungkapkan bahwa: Perilaku agresif disebabkab oleh dua faktor utama yaitu adanya serangan serta frustasi. Serangan merupakan salah satu faktor yang
25
paling sering menjadi penyebab agresif dan muncul dalam bentuk serangan verbal atau serangan fisik. Faktor penyebab agresi selanjutnya adalah frustasi. Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh suatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, penghargaan atau tindakan tertentu. Penyebab perilaku agresif digolongkan dalam beberapa faktor yakni: 1) Faktor Biologi a) Sistem Otak Para peneliti yang menyelidiki kaitan antara cedera kepala dan perilaku kekerasan mengidentifikasikan betapa kombinasi pencederaan
fisikal
yang
pernah
dialami.
Cedera
kepala
mungkin ikut melandasi perilaku agresif. Sistem otak yang tidak terlibat
dalam
agresi
ternyata
dapat
memperkuat
atau
memperlambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Prescott dalam Davidoff, (1991) menyatakan bahwa Orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang yang pernah mengalami kesenangan, kegembiraan cenderung untuk melakukan kekejaman atau penghancuran. Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurangnya rangsangan sewaktu bayi. b) Gen Merupakan
faktor
yang
tampaknya
berpengaruh
pada
pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. c) Kimia Darah Rita (2005 : 107), menyatakan bahwa “Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditemukan pada faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresif”.
26
2) Faktor Lingkungan a) Kemiskinan Menurut Byod Mc Cendles dalam Davidoff menyatakan bahwa, ‘Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresif mereka secara alami mengalami perbuatan’. Hal ini dapat dilihat dan dialami dalam kehidupan sehari-hari apalagi di kotakota besar, dalam antrian lampu merah, perempatan jalan. Model agresi modeling sering kali diadopsi anak-anak sebagai model pertahanan diri dan pertahanan hidup.
b) Anonimitas Terlalu banyak rangsangan indra kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal artinya antara satu orang dengan orang yang lain tidak saling mengenal. Setiap individu menjadi anonim tidak mempunyai
identitas.
Bila
seorang
mempunyai
anonim,
ia
cenderung berperilaku menyendiri. c) Suhu Udara Panas Menurut Rita, (2005 : 108) mengungkapkan bahwa “Pengaruh polusi udara, kebisingan dan kesesakan karena kondisi manusia yang terlalu berjejal. Kondisi-kondisi itu bisa melandasi perilaku agresif”. 3) Faktor Psikologis a) Perilaku Naluriah Menurut Sigmund Freud mengungkapkan bahwa:
27
Dalam diri manusia ada naluri kematian yang ia sebut pula thanatos yaitu energi yang tertuju untuk perusakan. Agresi terutama berakar dalam naluri kematian yang diarahkan bukan ke dalam diri sendiri melainkan diarahkan pada orang lain. b) Perilaku Yang Dipelajari. Menurut Albert Bandura dalam Anantasari, (2006 : 64) bahwa ‘Perilaku agresif berakar dalam respons-respons yang dipelajari manusia lewat pengalaman-pengalaman di masa lampau’.
4) Faktor Sosial a) Reaksi Emosi Terhadap Frustasi Tidak diragukan lagi pengaruh frustasi dalam peryakan perilaku agresif. John Dollad berpendapat kalau “frustasi bisa mengakari agresif”. Rosmala, (2005 : 112) mengatakan “Kendati demikian tidak setiap anak yang mengalami frustasi serta merupakan agresi. Agresivitas muncul akibat banyaknya larangan yang diperbuat guru dan orang tua”. b) Provokasi Langsung Pencederaan fisik dan ejekan verbal dari orang-orang lain bisa memicu perilaku agresif. Perilaku ini biasanya dilakukan karena anak kurang mendapatkan perhatian dari orang-orang disekelilingnya, dan anak akan terus mencari perhatian. Orangtua anak yang agresif biasanya mempunyai gejolak emosi yang buruk dan situasi emosional
28
perkawinan sebagai reaksi dari penolakan. Akibatnya anak melakukan agresi sebagai reaksi dari penolakan oleh orang tua. c) Peniruan (Modeling) Semua perilaku tidak terkecuali agresif lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Peniruan tidak dilakukan pada semua orang tetapi terhadap figur tertentu seperti ayah, ibu, kakak, atau teman bermainnya yang memiliki perilaku agresif. Orangtua sering bertengkar menyebabkan anak juga akan sering bertengkar. Terdapat kaitan antara agresi dan paparan tontonan kekerasan
lewat
televisi.
Semakin
banyak
anak
menonton
kekerasan lewat televisi, maka tingkat agresi anak terhadap orang lain bisa meningkat pula. Ternyata pengaruh tontonan kekerasan lewat televisi bersifat kumulatif artinya makin panjang paparan tontonan kekerasan semakin meningkat pula perilaku agresinya. Aletha Stein dalam Davidoff (1991) mengemukakan bahwa ‘Anak yang memiliki kadar agresi di atas normal akan lebih cenderung berlaku agresif’. Selanjutnya Anantasari (2006 : 65) mengemukakan, “Maka setelah menyaksikan adegan kekerasan ia akan bertindak seperti terhadap orang lain”. 5) Faktor Situasional Menurut Anantasari, (2006 : 66) mengemukakan “Termasuk dalam faktor
ini
antara
lain
adalah
rasa
sakit,
terluka
yang dialami anak”. Perasaan anak yang terluka entah karena rasa kesal, marah, kecewa, sedih dan ia tidak tahu bagaimana cara
29
semestinya untuk mengungkapkan perasaan-perasaan itu, maka ia melampiaskan dengan perilaku agresif. d. Kriteria Perilaku Agresif Menurut Bandura dalam Sunardi (104:1995) mengemukakan bahwa:
1) 2)
3) 4) 5)
6)
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan kriteria agresif atau tidak yaitu: Karakteristik perilaku itu sendiri (apakah serangan fisik, membuat malu, merusak barang milik, dsb) apapun pengatuhnya pada korban Intensitas perilaku di sini perilaku dengan intensitas tinggi (bersuara sangat keras pada seseorang) dianggap agresif, sedangkan perilaku dengan intensitas rendah (berbicara pelan-pelan) dianggap tidak agresif. Ekspresi sakit, luka atau perilaku menghindar dari penderita tindakan. Kesengajaan oleh pelaku. Karakteristik pengamat (misalnya jenis kelamin, kondisi sosial, ekonomi, latar belakang etnis, pengalaman dengan perilaku agresif, dsb). Karakteristik perilaku tindakan (misalnya usia, jenis kelamin, pengalaman dengan perilaku agresif, dsb).
3. Pengaruh Bernyanyi Terhadap Perilaku Agresif Pada dasarnya anak berperilaku agresif karena suasana hatinya merasa tidak tenang, tidak senang dan tidak nyaman. Apalagi anak yang konsentrasinya kurang fokus akan merasa gampang jenuh dan rasa jenuh itu akan mengakibatkan munculnya perilaku agresif. Untuk membuat suasana hati menjadi tenang, nyaman dan senang dapat melakukan berbagai macam pendekatan, salah satunya bisa dengan bernyanyi karena menurut Campbell, (2003:10) Anak-anak merasakan kebahagian ketika mereka bergoyang, menari, bertepuk, dan beryanyi bersama seseorang yang mereka percayai dan cintai. Bahkan sementara mereka merasa senang dan terhibur, musik membantu pembentukan perkembangan mental, emosi, serta keterampilan sosial dan fisik mereka selain memberi mereka kegairahan dan keterampilan yang mereka perlukan untuk mulai belajar secara mandiri.
30
Pada dasarnya bernyanyi dapat membuat suasana yang sepi menjadi ramai, ditambah apa bila nyanyian tersebut adalah nyanyian yang riang dan disertai dengan tepukan tangan atau pun gerakan-gerakan ringan. Selain untuk menghangatkan suasana, bernyanyi juga berfungsi untuk melatih artikulasi juga meningkatkan perbendaharaan kata. Bernyanyi dapat membantu dan merangsang serta memancing respon anak normal atau anak-anak agresif . Kata-kata dalam lagu tersebut akan dapat membantu mereka untuk melatih alat ucapnya sehingga mereka menghasilkan bunyi yang berupa kata-kata atau bahkan kalimat. Menurut Bintang Bangsaku manfaat bernyanyi adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e.
Memberikan suasana tenang, Mengasah emosi, Membantu menguatkan daya ingat, Mengasah kemampuan apresiasi, improvisasi, imajinasi dan kreasi Sebagai alat bantu belajar. (http://bintangbangsaku.com//bernyanyi//29//03//2010) Dan agar mencapai manfaat tersebut, sebaiknya :
a. b. c. d. e.
Usahakan untuk menciptakan suasana yang menyenangkan saat bernyanyi Usahakan untuk memilih lagu yang sesuai dengan kondisi anak pada saat itu Usahakan untuk mengulang-ulang lagu dengan menggunakan berbagai gaya Usahakan untuk selalu memuji apapun pencapaian anak Usahakan untuk mengajak anak menggubah syair lagu atau bahkan merubah iramanya f. Usahakan untuk memilih lagu yang liriknya berguna dalam proses belajar. (http://bintangbangsaku.com//bernyanyi//29//03//2010) Bernyanyi ataupun mendengar musik sangat membantu perkembangan
anak, termasuk anak perilaku agresif. Bernyanyi dan bermusik tidak harus sebagai pelajaran tetapi bisa juga dipakai dalam keseharian mereka diluar jam belajar/sekolah. Kegiatan ini dapat dilakukan di mana saja, di rumah, dalam
31
perjalanan, saat bertamasya. Campbell (2003:4) selanjutnya mengatakan bahwa: Skor IQ meningkat di kalangan anak-anak yang menerima pelatihan musik secara teratur; terapi musik selama setengan jam sehari dapat memperbaiki fungsi kekebalan tubuh anak-anak; juga bahwa musik dapat meredakan ketegangan, mendorong interaksi sosial, merangsang perkembangan bahasa, dan memperbaiki keterampilan motorik di kalangan anak-anak. Karena sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Astati (1995) yang diungkapkan dalam bukunya tentang terapi okupasi, musik, dan bermain untuk anak tunagrahita yang menjelaskan bahwa “Terapi okupasi, musik, dan bermain sangat cocok untuk meningkatkan kognisi, motorik, ADL, emosi dan sosial anak”. Serta penelitian dari Sonny Sonata (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Musik Klasik Terhadap Perilaku Agresif Siswa, penelitian ini adalah bukti nyata bahwa ternyata hanya dengan mendengarkan musik klasik, frekuensi perilaku agresif siswa dapat berkurang. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang peneliti lakukan hanya saja penelitian yang peneliti lakukan bersifat aktif yaitu subjek di tuntut untuk tidak mendengarkan saja melainkan subjek di tuntut untuk ikut bernyanyi. Pelayanan atau cara penanganan Terapi bernyanyi dilakukan dengan cara individu atau kelompok dengan memperhatikan permasalahan atau hambatan yang dimiliki oleh individu. Adapun tahapan proses pelayanan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Observasi, yaitu mengamati keadaan penderita sebelum menjalani kegiatan bernyanyi. Hal-hal yang di observasi meliputi: 1) Bagaimana keadaan/kondisi dari individu 2) Bagaimana keadaan motorik individu
32
3) Bagaimana keadaan tingkat sosial emosional individu 4) Bagaimana tingkat daya pikir serta daya tangkap individu. b. Pelaksanaan Kegiatan 1) Kegiatan Terapi Musik diberikan dalam keadaan pasif. Contoh individu duduk dengan tenang sambil mendengarkan lagu musik klasik baik dari radio, tape recorder atau komputer jinjing (laptop). 2) Kegiatan Terapi Musik diberikan dalam keadaan Aktif Contoh Anak berlatih tepuk paha, tepuk lantai, dengan hitungan tu, wa, ga, diteruskan dengan nyanyi bersama. Latihan ritmis dengan memukul alat musik drum, simbal, ring bel, dengan irama sederhana. Latihan Notasi, yaitu pengenalan solmisasi (do, re, mi fa, sol la, si do) kemudian ditingkatkan menjadi olah vokal serta latihan memainkan alat musik yang bernada, seperti : orjen, piano, belira, angklung, gamelan, dan seruling. Latihan gerak seperti : senam, tangkap bola, dan menari. Tanya jawab menangani anggota badan, nama-nama buah, binatang, warna, angka. Pasang puzzle donat, angka, bola, rumah. Terapi musik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah terapi musik aktif secara individu. Hal ini dikarenakan siswa yang memiliki masalah dengan perilaku agresif membutuhkan pelayanan yang bersifat individu agar tujuan intervensi lebih optimal. Dan mengapa peneliti memilih terapi musik aktif atau pendekatan bernyanyi, karena subjek yang diteliti memiliki sikap yang aktif dan cenderung gampang bosan jadi peneliti mencoba untuk melakukan pendekatan bernyanyi sambil bermain karena pada dasarnya anak-anak suka bermain.
33
D. KERANGKA BERFIKIR Pengaruh Bernyanyi Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Pada Anak Definisi agresif menurut Encyclopedia Of Special Education dalam Kurniah (2008:18) menyatakan bahwa: ‘Agresif dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang mengakibatkan ketidaknyamanan (secara fisik atau psikologis) pada orang lain, atau kerusakan pada barang. Faktor Penyebab: Menurut Sigmund Freud, dalam diri manusia ada naluri kematian yang ia sebut pula thanatos yaitu energi yang tertuju untuk perusakan.
34
Tindakan Dengan cara perlakuan atau pendekatan bernyanyi
Pengaruh Bernyanyi Campbell, (2003:10) Anak-anak merasakan kebahagian ketika mereka bergoyang, menari, bertepuk, dan beryanyi bersama seseorang yang mereka percayai dan cintai.
• •
Jenis Lagu Anak-Anak Akibat Atau Permasalahan Kepala Pundak Lutut Kaki siswadari lainfilm I Love •YouMerugikan (lagu penutup Barney)• Mengganggu ketentraman aktivitas belajar di kelas • Kurang dapat diterima di lingkungan sosialnya
Hasil
Keterangan: Perilaku agresif adalah suatu tindakan yang mengakibatkan ketidaknyamanan (secara fisik atau psikologis) pada orang lain,
Dapat berpengaruh positif dalam mengurangi perilaku agresif anak
atau kerusakan pada barang. Luka atau kerusakan dianggap sebagai agresi, sedangkan tindakan-tindakan yang ditujukan untuk mengakibatkan kerugian dipandang sebagai perilaku agresi, walaupun tindakan tersebut tidak sampai mengakibatkan luka atau kerusakan. Faktor penyebab dari perilaku agresif adalah setiap manusia mempunyai naluri untuk berperilaku agresif tetapi kembali lagi kepada diri manusia itu sendiri bagaimana mengontrol dirinya untuk tidak berperilaku agresif apalagi ketika suasana hati sedang tidak tenang. Di lingkungan
35
sekolah, jika perilaku agresif dibiarkan tanpa adanya penanganan yang serius maka hal tersebut dapat merugikan siswa lain, mengganggu ketentraman aktivitas belajar di kelas dan siswa kurang mampu diterima di lingkungan sosialnya (sekolah). Sehingga diperlukan sebuah cara/metode/pendekatan yang dapat membantu anak tersebut dalam mengurangi perilaku agresif. Dalam memberikan suatu pendekatan atau metode, para pendidik dan peneliti perlu mengetahui faktor penyebab dari perilaku agresif tersebut agar penanganan yang dilakukan tepat. Bernyanyi adalah salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam mengurangi perilaku agresif karena dengan bernyanyi dapat membuat suasana hati menjadi senang. Lagu yang dapat digunakan adalah lagu-lagu yang ringan tetapi dapat memberikan dampak yang baik seperti lagu: “Kepala Pundak Lutut Kaki” dan lagu “I Love You” (lagu penutup dari film Barney).