BAB II
PENERAPAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP WARGA NEGARA ASING PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA
A. Pengaturan Hukum Narkotika Bagi Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika Secara harafiah narkotika berasal dari bahasa Yunani, dari kata narke, yang berarti beku, lumpuh, dan dungu.55 Menurut Farmakologi, narkotika adalah “obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri yang berasal dari daerah visceral dan dapat menimbulkan efek stupor atau efek bingung dalam keadaan masih sadar namun masih harus di gertak, serta juga dapat menimbulkan adiksi.56 Soedjono menyatakan bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah sejenis zat, yang bila dipergunakan atau di masukkan dalam tubuh akan membawa pengaruh terhadap tubuh si pemakai dimana pengaruh tersebut berupa menenangkan, merangsang, dan menimbulkan khayalan atau halusinasi.57 Elijah Adams memberikan definisi narkotika adalah terdiri dari zat sintesis dan semi sintesis yang terkenal adalah heroin yang terbuat dari morfhine yang tidak dipergunakan, tetapi banyak nampak dalam perdagangan-perdagangan gelap, selain juga terkenal istilah dihydo morfhine.58 Pengertian narkotika yaitu “merupakan zat
55
Wison Nadack, Korban Ganja Dan Masalah Narkotika, (Bandung: Indonesia Publishing House, 1983), hlm. 122 56 Wijaya A.W, Masalah Kenakan Remaja Dan Penyalahgunaan Narkotika, (Bandung: Armico, 1985), hlm. 145 57 Soedjono D, Segi Hukum Tentang Narkotika Di Indonesia, (Bandung: Karya Nusantara, 1977), hlm. 5 58 Wison Nadack, Op. Cit., hlm. 124
Universitas Sumatera Utara
atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi, sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.”59 Tindak pidana narkotika diatur dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 UU Narkotika yang merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam UU Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur di dalamnya adalah tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu disanksikan lagi bahwa semua tindak pidana di dalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan, alasannya kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.60 Jenis-jenis narkotika yang disebutkan dalam undang-undang disebutkan bahwa narkotika digolongkan menjadi narkotika golongan I, narkotika golongan II, dan narkotika golongan III. 61 Pada lampiran undang-undang narkotika, yang dimaksud dengan golongan I, antara lain sebagai berikut:62 1.
Papaver adalah tanaman papaver somniferum l, dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya. 59
Sudarsono, Prospek Pengembangan Obat Bahan Alami Bidang Kesehatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 4 60 G. Supramono, Hukum Narkotika Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2001), hlm. 34 61 Pasal 6 Ayat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika 62 Anonim, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 74
Universitas Sumatera Utara
2.
Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman papaver somniferum l yang hanya mengalami pengolahan sekadar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya 3. Opium masak terdiri dari: a. Candu, yakni hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan, khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok utuk pemadatan. b. Jicing, yakni sisa-sisa dari candu setelah diisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain. c. Jicingko, yakni hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing 4. Morfina, adalah alkaloida utama dari opium. 5. Koka, yaitu tanaman dari semua genus erythroxylon dari keluarga erythoroxylaceae termasuk buah dan bijinya. 6. Daun koka, yaitu daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus erythroxylon dari keluarga erythoroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia. 7. Kokain mentah, adalah semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina. 8. Kokaina, adalah metil ester-i-bensoil ekgonia 9. Ekgonina, adalah lekgonina dan ester serta turunan-turunannya yang dapat diubah menjadi ekgonina dan kokain 10. Ganja adalah semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hashis 11. Damar ganja adalah damar yang diambil dari tanaman ganja, termasuk hasil pengolahannya yang menggunakan damar sebagai bahan dasar. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika memuat kebijakan penal mengenai perbuatan-perbuatan yang dikriminalisasikan oleh undang-undang tersebut, meliputi:63 1.
2.
Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman.
63
Penjabaran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Universitas Sumatera Utara
3.
4. 5. 6.
7.
8.
9. 10. 11.
12.
13.
14. 15. 16. 17.
18.
Perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon. Perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 (lima) gram. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I. Perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I. Perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransit Narkotika Golongan I. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II. Perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain. Perbuatan penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen. Perbuatan perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan II beratnya melebihi 5 (lima) gram. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II. Perbuatan perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II beratnya melebihi 5 (lima) gram. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II. Perbuatan perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II beratnya melebihi 5 (lima) gram.
Universitas Sumatera Utara
19. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II. 20. Perbuatan perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II beratnya melebihi 5 (lima) gram. 21. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan II tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain. 22. Perbuatan penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen. 23. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan III. 24. Perbuatan perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan III beratnya melebihi 5 (lima) gram. 25. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III. 26. Perbuatan perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III beratnya melebihi 5 (lima) gram. 27. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III. 28. Perbuatan perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III beratnya melebihi 5 (lima) gram. 29. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III. 30. Perbuatan perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III beratnya melebihi 5 (lima) gram. 31. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan III tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain. 32. Perbuatan penggunaan Narkotika tehadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen. 33. Perbuatan yang dilakukan oleh setiap penyalahguna berupa Narkotika Golongan I bagi diri sendiri; Narkotika Golongan II bagi diri sendiri; dan Narkotika Golongan III bagi diri sendiri 34. Perbuatan yang dilakukan oleh orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, yang sengaja tidak melapor. 35. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika, memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika, menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
Universitas Sumatera Utara
36.
37.
38. 39. 40. 41.
42.
43. 44. 45.
menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika, membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika. Perbuatan yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana. Perbuatan yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk menggunakan narkotika. Perbuatan dimana pecandu narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri. Perbuatan dimana keluarga dari pecandu narkotika yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika. Perbuatan dari pengurus industri farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban. Perbuatan yang menempatkan, membayarkan atau membelanjakan, menitipkan, menukarkan, menyembunyikan atau menyamarkan, menginvestasikan, menyimpan, menghibahkan, mewariskan, dan atau mentransfer uang, harta, dan benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang berasal dari tindak pidana narkotika dan atau tindak pidana prekursor narkotika; menerima penempatan, pembayaran atau pembelanjaan, penitipan, penukaran, penyembunyian atau penyamaran investasi, simpanan atau transfer, hibah, waris, harta atau uang, benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang diketahuinya berasal dari tindak pidana narkotika dan/atau tindak pidana prekursor narkotika. Perbuatan yang menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dan/atau tindak pidana prekursor narkotika di muka sidang pengadilan Perbuatan dari nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan undang-undang.64 Perbuatan dimana penyidik pegawai negeri sipil yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan undang-undang.65 Perbuatan dimana Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 92 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
64 65
Pasal 27, Pasal 28 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 88, Pasal 89 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Universitas Sumatera Utara
46. Perbuatan kepala kejaksaan negeri yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 47. Perbuatan dimana petugas laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atau secara melawan hukum tidak melaksanakan kewajiban melaporkan hasil pengujiannya kepada penyidik atau penuntut umum. 48. Perbuatan berupa saksi yang memberi keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika di sidang pengadilan. 49. Perbuatan dimana pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan, atau menguasai tanaman narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, pimpinan industri farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, atau pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengetahuan. Masalah penyalahgunaan narkotika dewasa ini sudah sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengaruh globalisasi, arus transportasi yang sangat maju dan penggeseran nilai matrialistis dengan dinamika sasaran opini peredaran gelap. Masyarakat dunia pada umumnya saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat maraknya pemakaian secara illegal bermacammacam jenis narkotika. Kekhawatiran ini terjadi akibat maraknya peredaran gelap narkotika yang telah merebak di segala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan generasi muda, dimana hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara pada masa mendatang, sehingga sangat di perlukan aturan hokum yang jelas mengenai penggunaan narkotika ini.66
66
Paragraf I Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1997 Tentang Narkotika
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan hukum pidana merupakan salah satu bidang yang seyogyanya menjadi pusat perhatian kriminologi, karena kriminologi sebagai studi yang bertujuan mencari dan menentukan faktor-faktor yang membawa timbulnya kejahatankejahatan dan penjahat. Kebijakan hukum pidana (penal policy) yang termasuk salah satu bagian dari ilmu hukum pidana, erat kaitannya dengan pembahasan hukum pidana nasional. Kebijakan hukum pidana meliputi perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya diberikan kepada si pelanggar. Secara garis besar, kebijakan legislatif (formulatif) dalam penanggulangan kejahatan meliputi:67 1. 2.
3.
Perencanaan atau kebijakan tentang perbuatan-perbuatan terlarang apa yang akan ditanggulangi karena dipandang membahayakan atau merugikan. Perencanaan atau kebijakan tentang sanksi apa yang dapat dikenakan terhadap pelaku perbuatan terlarang (baik berupa pidana atau tindakan) dan system penerapannya. Perencanaan atau kebijakan tentang prosedur atau mekanisme system peradilan pidana dalam rangka proses penegakan hukum pidana. Usaha untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Ketentuan tersebut pada pokoknya mengatur narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. Pelanggaran terhadap peraturan itu diancam dengan pidana yang tinggi dan berat
67
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008), hlm. 24-23
Universitas Sumatera Utara
dengan dimungkinkannya terdakwa divonis maksimal yakni pidana mati selain pidana penjara dan pidana denda.68 Sistem pemidanaan dalam hukum pidana, secara garis besar mencakup tiga permasalahan pokok, yaitu jenis pidana (strafsoort), lamanya ancaman pidana (strafmaat), dan pelaksanaan pidana (strafmodus). 1.
Jenis pidana (strafsoort) Menurut KUHP, pidana dibedakan dalam pidana pokok dan pidana tambahan,
terutama sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 10 KUHP. Roeslan Saleh menjelaskan bahwa urutan pidana ini dibuat menurut beratnya pidana, dan yang terberat disebut lebih depan. Mengenai pengaturan jenis-jenis pidana dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 10 KUHP yang terdiri dari: a. Pidana pokok berupa: 1) Pidana mati 2) Pidana penjara 3) Pidana kurungan 4) Pidana denda b. Pidana tambahan berupa: 1) Pencabutan beberapa hak tertentu 2) Perampasan barang-barang tertentu 3) Pengumuman putusan hakim Secara rinci dari jenis-jenis pidana yang terdapat dalam Pasal 10 KUHP tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Pidana pokok, meliputi:
a.
Pidana mati
68
Syamsul Hidayat, Pidana Mati Di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Press, 2005), hlm. 1
Universitas Sumatera Utara
Pidana mati diatur dalam Pasal 11 KUHP, yang menyatakan bahwa pidana mati dijalankan algojo di atas tempat gantungan (schavot) dengan cara mengikat leher si terhukum dengan jerat pada tiang gantungan, lalu dijatuhkan papan dari bawah kakinya.69 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969, pidana mati dijalankan dengan menembak mati terpidana. b.
Pidana penjara. Pidana penjara merupakan pidana utama diantara pidana penghilangan
kemerdekaan dan pidana ini dapat dijatuhkan untuk seumur hidup atau sementara waktu. Berbeda dengan jenis lainnya, maka pidana penjara ini adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga permasyarakatan. Andi Hamzah mengemukakan bahwa pidana penjara disebut juga dengan pidana hilang kemerdekaan, tetapi narapidana kehilangan hak-hak tertentu, seperti hak memilih dan dipilih, memangku jabatan publik, dan beberapa hak sipil lain.70 Pidana penjara bervariasi dari penjara sementara minimal 1 (satu) hari sampai pidana penjara seumur hidup, namun pada umumnya pidana penjara maksimum 15 (lima belas) tahun dan dapat dilampaui dengan 20 (dua puluh) tahun. Roeslan Saleh menjelaskan bahwa banyak pakar memiliki keberatan terhadap penjara seumur hidup ini, keberatan ini disebabakan oleh putusan kemudian terhukum tidak akan
69
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2003), hlm. 178 70 Andi Hamzah, Sistem Pidana Dan Pemidanaan Di Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hlm. 28
Universitas Sumatera Utara
mempunyai harapan lagi kembali dalam masyarakat, padahal harapan tersebut dipulihkan oleh lembaga grasi dan lembaga remisi, maka dari itu walaupun pidana penjara sudah menjadi pidana yang sudah umum diterapkan di seluruh dunia namun dalam perkembangan terakhir ini banyak yang mempersoalkan kembali manfaat penggunaan pidana penjara.71 c.
Pidana kurungan. Pidana kurungan ini sama halnya dengan pidana penjara, namun lebih ringan
dibandingkan dengan pidana penjara walaupun kedua pidana ini sama-sama membatasi kemerdekaan bergerak seorang terpidana. Sebagai pembedaan itu dalam ketentuan Pasal 69 KUHP disebutkan, bahwa perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urutan di dalam KUHP. 72 Roeslan Saleh menjelaskan bahwa ”dari urutan dalam Pasal 10 KUHP ternyata pidana kurungan disebutkan sesudah pidana penjara, sedangkan Pasal 69 (1) KUHP menyebutkan bahwa perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urut-urutan dalam Pasal 10, demikian pula jika diperhatikan bahwa pekerjaan yang diwajibkan kepada orang yang dipidana kurungan juga lebih ringan daripada mereka yang menjalani pidana penjara.73 Lamanya pidana kurungan sekurang-kurangnya adalah 1 (satu) hari dan selama-lamanya adalah satu tahun, akan tetapi lamanya pidana tersebut dapat
71
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, (Jakarta: Aksara Baru, 1987), hlm 62 Andi Hamzah, Sistem Pidana Dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hlm. 28 73 Roeslan Saleh, Op. Cit., hlm. 49 72
Universitas Sumatera Utara
diperberat hingga satu tahun empat bulan, yaitu bila terjadi samenloop, recidive dan berdasarkan Pasal 52 KUHP. Jangka waktu pidana kurungan lebih pendek dari pidana penjara, sehingga pembuat undang-undang memandang pidana kurungan lebih ringan dari pidana penjara, oleh karena itu, pidana kurungan diancamkan pada delik-delik yang dipandang ringan seperti delik culpa dan pelanggaran. d.
Pidana denda Pidana denda ini banyak diancamkan pada banyak jenis pelanggaran, baik
sebagai alternatif dari pidana kurungan atau berdiri sendiri. Adapun keistimewaan yang terdapat pada pidana denda adalah pelaksanaan pidana denda bisa dilakukan atau dibayar oleh orang lain, pelaksanaan pidana denda boleh diganti dengan menjalani pidana kurungan dalam hal terpidana tidak membayarkan denda. Hal ini tentu saja diberikan kebebasan kepada terpidana untuk memilih, dimana dalam pidana denda ini tidak terdapat maksimum umum, yang ada hanyalah minimum umum. Sedang maksimum khususnya ditentukan pada masing-masing rumusan tindak pidana yang bersangkutan.74 2.
Pidana tambahan, meliputi:
a.
Pencabutan hak-hak tertentu. Menurut Pasal 35 ayat 1 KUHP, hak-hak yang dapat dicabut adalah hak
jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu, hak menjalankan jabatan dalam Angkatan Bersenjata atau Tentara Nasional Indonesia, hak memilih dan dipilih dalam
74
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 40
Universitas Sumatera Utara
pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, hak menjadi penasihat hukum, hak menjadi wali, wali pengawas, wali pengampu, hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri, dan hak menjalankan mata pencaharian. b.
Perampasan barang tertentu Barang yang dapat dirampas melalui putusan hakim ada 2 jenis berdasarkan
KUHP,
yaitu
barang-barang
yang
berasal
atau
diperoleh
dari
suatu
kejahatan,misalnya: uang palsu dari kejahatan pemalsuan uang dan barang-barang yang digunakan dalam melakukan kejahatan, misalnya pisau yang digunakan dalam kejahatan pembunuhan atau penganiayaan.75 c.
Pengumuman putusan hakim Pengumuman hakim ini, hakim dibebaskan menentukan perihal cara
melaksanakan pengumuman itu, dapat melalui surat-kabar, ditempelkan di papan pengumuman, atau diumumkan melalui media radio atau televisi. Tujuannya adalah untuk mencegah bagi orang-orang tertentu agar tidak melakukan tindak-pidana yang dilakukan orang tersebut. Menurut Bambang Poernomo, selain putusan-putusan pemidanaan, bebas, dan dilepaskan masih terdapat jenis-jenis lain yaitu:76 1.
2.
Putusan yang bersifat penetapan untuk tidak menjatuhkan pidana akan tetapi berupa tindakan hakim, misalnya memasukkan ke rumah sakit jiwa, menyerahkan kepada lembaga pendidikan khusus anak nakal dan lain-lainnya. Putusan yang bersifat penetapan berupa tidak berwenang untuk mengadili perkara terdakwa, misalnya terdakwa menjadi kewenangan untuk diadili oleh mahkamah militer. 75 76
Pasal 39 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 15
Universitas Sumatera Utara
3.
4.
Putusan yang bersifat penetapan menolak atau tidak menerima tuntutan yang diajukan oleh penuntut umum, misalnya, perkara jelas delik aduan tidak disertai surat pengaduan oleh si korban atau keluarganya. Putusan yang bersifat penetapan berupa pernyataan surat-surat tuduhan batal karena tidak mengandung isi yang diharuskan oleh syarat formal undang-undang. Setelah hakim membacakan putusan yang mengandung pemidanaan maka
hakim wajib memberitahukan kepada terdakwa akan hak-haknya, hak menolak, atau menerima putusan, atau hak mengajukan banding dan lain-lain. Selain jenis sanksi yang berupa pidana, dalam hukum pidana positif dikenal juga jenis sanksi yang berupa tindakan, misalnya: a. b.
c.
2.
Penempatan di rumah sakit jiwa bagi orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu penyakit. 77 Bagi anak yang belum berumur 16 tahun melakukan tindak pidana, hakim dapat mengenakan tindakan berupa mengembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya78 atau memerintahkan agar anak tersebut diserahkan kepada pemerintah, dimana dalam hal ini anak tersebut dimasukkan kedalam rumah pendidikan negara yang penyelenggaraannya diatur dalam peraturan pendidikan paksa. Penempatan di tempat bekerja negara (landswerkinrichting) bagi penganggur yang malas bekerja dan tidak mempunyai mata pencaharian, serta mengganggu ketertiban umum dengan pengemisan, bergelandangan atau perbuatan asosial. Lamanya ancaman pidana (strafmaat) Ada beberapa pidana pokok yang seringkali secara alternatif diancamkan pada
perbuatan pidana yang sama, oleh karena itu, hakim hanya dapat menjatuhkan satu diantara pidana yang diancamkan itu. Hal ini mempunyai arti, bahwa hakim bebas dalam memilih ancaman pidana. Sedangkan mengenai lamanya atau jumlah ancaman, yang ditentukan hanya maksimum dan minimum ancaman, dimana dalam batas-batas
77 78
Pasal 44 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Universitas Sumatera Utara
maksimum dan minimum inilah hakim bebas bergerak untuk menentukan pidana yang tepat untuk suatu perkara. Kebebasan hakim ini tidaklah dimaksudkan untuk membiarkan hakim bertindak sewenang-wenang dalam menentukan pidana dengan sifat yang subyektif. Leo Polak menyatakan bahwa “salah satu syarat dalam pemberian pidana adalah beratnya pidana harus seimbang dengan beratnya delik. Beratnya pidana tidak boleh melebihi beratnya delik, hal ini perlu supaya penjahat tidak dipidana secara tidak adil.”79 Berkaitan dengan tujuan diadakannya batas maksimum dan minimum adalah untuk memberikan kemungkinan pada hakim dalam memperhitungkan bagaimana latar belakang dari kejadian, yaitu dengan berat ringannya delik dan cara delik itu dilakukan, pribadi si pelaku delik, umur, dan keadaan-keadaan serta suasana waktu delik itu dilakukan, disamping tingkat intelektual atau kecerdasannya. KUHP hanya mengenal maksimum umum dan maksimum khusus serta minimum umum. Ketentuan maksimum bagi penjara adalah 15 (lima belas) tahun berturut-turut, bagi pidana kurungan 1 (satu) tahun, dan maksimum khusus dicantumkan dalam tiap-tiap rumusan delik, sedangkan pidana denda tidak ada ketentuan maksimum umumnya. Adapun pidana penjara dan pidana kurungan, ketentuan minimumnya adalah satu hari. Ketentuan undang-undang juga mengatur mengenai keadaan-keadaan yang dapat menambah dan mengurangi pidana. Keadaan yang dapat mengurangi pidana adalah percobaan dan pembantuan, dan terhadap dua
79
Djoko Prakoso & Nurwachid, Studi Tentang Pendapat-Pendapat Mengenai Efektivitas Pidana Mati Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 20
Universitas Sumatera Utara
hal ini, pidana yang diancamkan adalah maksimum pidana atas perbuatan pidana pokoknya dikurangi sepertiga, seperti ketentuan dalam Pasal 53 ayat (2) dan Pasal 57 KUHP. Pasal 53 ayat (2) KUHP berbunyi “maksimum pidana pokok terhadap kejahatan dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.” Pasal 57 ayat (1) KUHP berbunyi “dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.” Ketentuan yang meringankan juga diatur tentang keadaan keadaan yang dapat menambah atau memperberat pidana, yaitu perbarengan, recidive serta pegawai negeri. Pidana penjara dapat ditambah menjadi maksimum 20 tahun, pidana kurungan menjadi maksimum 1 tahun 4 bulan dan pidana kurungan pengganti menjadi 8 bulan.80 3.
Pelaksanaan pidana (strafmodus) KUHP yang berlaku pada saat ini belum mengenal hal yang dinamakan
pedoman pemidanaan, oleh karena itu, hakim dalam memutus suatu perkara diberi kebebasan memilih jenis pidana (strafsoort) yang dikehendaki, sehubungan dengan sistem alternatif dalam pengancaman didalam undang-undang. Selanjutnya hakim juga dapat memilih berat ringannya pidana (strafmaat) yang akan dijatuhkan, sebab yang ditentukan oleh undang-undang hanya maksimum dan minimum pidana. Sehubungan dengan hal tersebut, maka yang sering menimbulkan masalah dalam praktek adalah mengenai kebebasan hakim dalam menentukan berat ringannya pidana yang diberikan. Hal ini disebabkan undang-undang hanya menentukan batas 80
Sudarto, Hukum Dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1977), hlm. 14
Universitas Sumatera Utara
maksimum dan minimum pidananya saja, sebagai konsekuensi dari masalah tersebut, akan terjadi hal yang disebut dengan disparitas pidana. Penggunaan upaya hukum, termasuk hukum pidana, sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum. Disamping itu karena tujuannya adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada umumnya, maka kebijakan penegakan hukum itupun termasuk dalam bidang kebijakan sosial, yaitu segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.81 Amara Raksasataya mengemukakan policy sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, suatu policy memuat 3 (tiga) elemen yaitu identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai, taktik dan strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.82 Indonesia saat ini sedang berlangsung proses pembaharuan hukum pidana. Pembaharuan hukum pidana meliputi pembaharuan terhadap hukum pidana formal, hukum pidana materiil dan hukum pelaksaanaan pidana. Ketiga bidang hukum tersebut bersama-sama atau secara integral diperbaiki agar tidak terdapat kendala dalam pelaksanaannya. 83 Salah satu yang menjadi pemicu terhadap perubahan hukum
81
Muladi & Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Dan Kebijakan hukum pidana, (Bandung: Alumni, 1998), hlm. 148 82 Ali Masyhar, Op. Cit., hlm. 19 83 Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana, Kriminologi Dan Victimologi, (Jakarta: Djambatan, 2007), hlm. 38
Universitas Sumatera Utara
pidana adalah kemajuan teknologi dan informasi.84 Sebagai bagian dari kebijakan hukum pidana, maka pembaharuan hukum pidana hakikatnya bertujuan untuk menjadikan hukum pidana lebih baik sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.85 Hakim sebagai pengambil keputusan dapat mempertimbangkan jenis sanksi pidana apa yang paling sesuai untuk kasus tertentu, dimana untuk memberikan sanksi pemidanaan yang sesuai, masih perlu diketahui lebih banyak mengenai si pembuat. Hal ini memerlukan informasi yang cukup tidak hanya tentang pribadi si pembuat, tetapi juga tentang keadaan-keadaan yang menyertai perbuatan yang dituduhkan. Penggunaan pidana sebagai sarana untuk mempengaruhi tindak laku seseorang tidak akan begitu saja berhasil, apabila sama sekali tidak diketahui tentang orang yang menjadi objeknya. Hal yang paling diinginkan dari pidana tersebut adalah mencegah si pembuat untuk mengulangi perbuatannya.86 Fungsi sanksi pidana dalam hukum pidana, tidaklah semata-mata menakutnakuti atau mengancam para pelanggar, akan tetapi lebih dari itu, keberadaan sanksi tersebut juga harus dapat mendidik dan memperbaiki si pelaku. 87 Pidana itu pada hakikatnya merupakan nestapa, namun pemidanaan tidak dimaksud untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. 88 Landasan
84
Yesmil Anwar & Adang, Pembaharuan Hukum Pidana, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 1 Tongat, Pidana Kerja Sosial Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2002, hlm. 20 86 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 2006), hlm. 86 87 M. Sholehuddin, Op. Cit., hlm. 162 88 Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan, (Jakarta; Sinar Grafika, 1996), hlm. 3 85
Universitas Sumatera Utara
pemikiran
pembaharuan
terhadap
pidana
dan
pemidanaan
bukan
hanya
menitikberatkan terhadap kepentingan masyarakat tetapi juga perlindungan individu dari pelaku tindak pidana. Menurut ketentuan peraturan perundang-undang ditentukan bahwa dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dalam menentukan berat ringannya pidana
yang akan dijatuhkan, hakim wajib
memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan yang dijatuhkan sesuai dan adil dengan kesalahan yang dilakukannya. 89 Menurut hukum acara, ditentukan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Ketentuan tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.90 Perihal penjatuhan pidana, hakim mempunyai kebebasan besar. Kekuasaan
kehakiman
adalah
kekuasaan
negara
yang
merdeka
untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya negara hukum.91
89
Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 91 Menurut Pasal 1 Butir 1 Undang-Undang 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman 90
Universitas Sumatera Utara
Hakim yang secara khusus menjadi aktor utama dalam menjalankan aktivitas peradilan untuk memeriksa, mangadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan. Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, dalam arti bahwa hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga. Dengan demikian hakim dapat memberi keputusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Meskipun pada asasnya hakim itu mandiri atau bebas, tetapi kebebasan hakim itu tidaklah mutlak, karena dalam menjalankan tugasnya hakim secara mikro dibatasi oleh peraturan perundang-undangan, kehendak para pihak, ketertiban umum dan kesusilaan, yang mana hal itu adalah faktor-faktor yang dapat membatasi kebebasan hakim.92
B. Kedudukan Hukum Bagi Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika Kedudukan warga negara asing sebagai pelaku tindak pidana narkotika dapat dilihat dalam kaitan pemberlakuan hukum pidana yang bersumber prinsip-prinsip:93 1.
2.
Prinsip teritorialitas adalah prinsip yang menganggap hukum pidana Indonesia berlaku di dalam wilayah Indonesia, siapapun yang melakukan tindak pidana dimana prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 2 KUHP. Prinsip nasional aktif dimana prinsip ini dianut dalam Pasal 5 KUHP yang mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar wilayah negara Indonesia. Prinsip ini dinamakan nasional aktif karena berhubungan dengan keaktifan berupa kejahatan dari seorang warga negara. 92
Bambang Sutiyoso & Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. 51 93 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2003), hlm. 51-57
Universitas Sumatera Utara
3.
4.
Prinsip nasional pasif dimana prinsip ini memperluas berlakunya ketentuanletentuan hukum pidana Indonesia di luar wilayah Indonesia berdasar atas kerugian nasional amat besar yang diakibatkan oleh beberapa kejahatan sehingga siapa saja termasuk orang asing yang melakukannya dimana saja pantas dihukum oleh pengadilan negara Indonesia. Prinsip universalitas dimana prinsip ini melihat pada suatu tata hukum internasional, dimana terlibat kepentingan bersama dari semua negara di dunia, maka kalau ada suatu tindak pidana yang merugikan kepentingan bersama dari semua negara ini, adalah layak bahwa tindak pidana dapat dituntut dan dihukum oleh pengadilan setiap negara, dengan tidak dipedulikan, siapa saja yang melakukannya dan di mana saja. Prinsip ini dianut dalam Pasal 4 sub 4 KUHP yang pada intinya menentukan bahwa ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja, termasuk orang-orang asing yang di luar wilayah Indonesia yang melakukan kejahatan yang melibatkan kepentingan bersama negara di dunia. Prinsip yang diterapkan pada perkara tindak pidana narkotika oleh warga
negara asing adalah prinsip teritorialitas. Wirjono menyatakan bahwa “ketentuanketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah negara Indonesia.”94 R. Soesilo menyatakan bahwa tiap orang berarti siapa juga, baik warga negara sendiri, maupun warga negara asing, dengan tidak membedakan kelamin atau agama, kedudukan atau pangkat, yang berbuat peristiwa pidana dalam wilayah hukum Indonesia.95 Ketentuan perundang-undangan yang mengatur masalah narkotika telah disusun dan diberlakukan bahkan disertai dengan ancaman pidana yang serius, namun demikian kejahatan yang menyangkut masalah narkotika ini masih terus berlangsung. Dalam beberapa kasus telah banyak bandar dan pengedar narkotika tertangkap dan mendapatkan sanksi berat berupa pidana mati. Putusan Makamah Konstitusi 94
Ibid., hlm. 51 R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politea, 1976), hlm. 29 95
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa penerapan sanksi pidana mati bagi para pelaku tindak pidana narkotika tidak melanggar hak asasi manusia, akan tetapi justru para pelaku tersebut telah melanggar hak asasi manusia lain, yang memberikan dampak terhadap kehancuran generasi muda di masa yang akan datang. Pasal 136 UU Narkotika memberikan sanksi berupa narkotika dan prekursor narkotika serta hasil-hasil yang diperoleh dari tindak pidana narkotika baik itu aset bergerak atau tidak bergerak maupun berwujud atau tidak berwujud serta barangbarang atau peralatan yang digunakan untuk tindak pidana narkotika dirampas untuk negara. Pasal 146 UU Narkotika juga memberikan sanksi terhadap warga negara asing yang telah melakukan tindak pidana narkotika ataupun menjalani pidana narkotika yakni dilakukan pengusiran wilayah negara dan dilarang masuk kembali ke wilayah negara. Pasal 148 UU Narkotika menyatakan bahwa “bila putusan denda yang diatur dalam undang-undang ini tidak dibayarkan oleh pelaku tindak pidana narkotika maka pelaku dijatuhi penjara paling lama dua tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar.”
C. Penerapan Pemidanaan Bagi Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika Menurut Ketentuan KUHP Dan Undang-Undang Narkotika Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang sangat penting dalam rangka menciptakan tata tertib, ketentraman, dan keamanan dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum pada dasarnya berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan manusia, sehingga hukum harus dijunjung tinggi dalam rangka menciptakan tatanan masyarakat yang tertib dan damai. Demikian halnya bagi warga
Universitas Sumatera Utara
negara asing yang melakukan penyalahgunaan narkotika, hukum juga wajib untuk diberikan dan ditegakkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat menegakkan keadilan bagi tegaknya supremasi hukum. Struktur penegakan hukum mempunyai peranan masing-masing dalam menjalankan fungsi hukum, seperti polisi yang diberi wewenang oleh negara untuk memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada warga negaranya serta penegakan hukum yang tertuju pada terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat. Jaksa yang diberi wewenang oleh negara untuk melakukan penuntutan terhadap seseorang atau badan hukum yang diduga melawan hukum, yang bertujuan agar terciptanya suatu hukum formil, dan hakim yang diberi wewenang oleh negara untuk mengadili suatu perkara yang melawan hukum dan memutus sesuai dengan hak asasi manusia, dan mempuyai tujuan dari putusan tersebut. Pengadilan adalah lembaga yang berwenang untuk memerikasa, mengadili, dan memutus suatu perkara termasuk perkara bagi warga negara asing berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Fungsi hakim dalam mengadili suatu perkara maka hakim mempunyai kedudukan bebas dan bertanggungjawab terhadap segala urusan dalam peradilan oleh pihak-pihak lain dilarang kecuali dalam hal diperkenankan oleh undang-undang. Hakim adalah harapan para justiabelen (pencari keadilan) oleh karena itu mereka harus membaca jiwa yang terkandung di dalam teks-teks hukum.96
96
Satjipto Rahardjo, Dalam Jagat Ketertiban Hukum Progresif, (Jurnal Konstitusi Mahkamah Konstitusi RI Volume 6, 2009), hlm. 12
Universitas Sumatera Utara
Penjatuhan pidana merupakan perwujudan pidana dalam bentuk konkrit dimana penjatuhan pidana hanya dapat dilakukan oleh hakim yang memeriksa perkara pidana yang bersangkutan. Untuk mengambil keputusan, hakim harus mempunyai pertimbangan yang bijak supaya putusan tersebut sesuai dengan azas keadilan.97 Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa “kekuasaan kehakiman identik dengan kekuasaan untuk menegakkan hukum atau kekuasaan penegakan hukum.” 98 Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja, mengemukakan bahwa:99 “Hakim dalam memerikasa dan memutus perkara, bebas dari campur tangan masyarakat, eksekutif, maupun legislatif. Dengan kebebasan yang dimilikinya itu, diharapkan hakim dapat mengambil keputusan berdasarkan hukum yang beralaku dan juga berdasarkan keyakinannya yang seadil-adilnya serta memberikan mamfaat bagi masyarakat.” Mengingat peranan penting pengadilan dalam rangka penegakan hukum dan keadilan maka terciptanya pengadilan yang merdeka, netral (impartial judge), kompeten, dan berwibawa yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayom hukum, kepastian hukum dan keadilan merupakan condition sine qua non atau persyaratan mutlak dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum. Suatu bagian penting dari hukum pidana yang tampaknya masih kurang mendapat perhatian adalah bagian mengenai pemidanaan (sentencing atau straftoemeting). Padahal segala pengaturan mengenai hukum pidana ini pada
97
Masruchin Ruba’i, Mengenal Pidana Dan Pemidanaan Di Indonesia, (Malang: IKIP Malang, 1994), hlm. 63 98 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 27 99 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi Dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, Lembaga Penelitian Hukum Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, (Bandung: Bina Cipta, 1986), hlm. 319-320
Universitas Sumatera Utara
akhirnya akan berpuncak kepada pemidanaan yang dapat merenggut kemerdekaan seseorang, harta bendanya, bahkan jiwanya. Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana, bebas menentukan berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan, akan tetapi kebebasan ini dalam menentukan pidana harus dipahami benar makna kejahatan, penjahat (pembuat kejahatan), dan pidana.100 Upaya mendapatkan suatu keputusan yang adil, majelis hakim melakukan musyawarah, musyawarah tersebut diadakan antara anggota majelis hakim. Para anggota majelis hakim saling bertukar pikiran atas dasar surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang, dan kemudian para anggota majelis hakim masing-masing mengambil kesimpulan atas perkara yang sedang disidangkan tersebut. Dalam prakteknya, musyawarah antara anggota majelis hakim ini tidak selalu alot dan saling mempertahankan argumentasinya, sebab pada saat pemeriksaan di sidang masing-masing anggota majelis hakim sudah memiliki kesimpulan sendiri. Jadi, dalam musyawarah itu sebenarnya saling mendengarkan pendapat dan pada gilirannya saling menyepakati pendapat anggota majelis hakim yang secara materiil dan formil sudah ditemui akurasi kebenaran dan keadilannya. 101 Hal-hal yang sering memberikan indikasi penerapan undang-undang narkotika tidak konsisten oleh majelis hakim adalah apabila putusan yang diambil sanksinya sangat jauh dari apa yang diterapkan dalam undang-undang narkotika. Padahal
100
Eddy Djunaedi Kamasudirdja, Bebarapa Pedoman Pemidanaan Dan Pengamatan Narapidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1996, hlm. 80 101 Feby DP Hutagalung, Efektifitas Upaya Rehabilitasi Terhadap Pengguna Narkotika, Jurnal, (Malang: Universitas Brawijaya, 2013), hlm. 22
Universitas Sumatera Utara
sebenarnya indikasi semacam ini lahir dari suatu proses pemahaman yang kurang menyeluruh atas sistem peradilan yang ada dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam KUHAP. Sebab sangat jelas digariskan bahwa hakim tidak dibenarkan mejatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dan hakim dari alat bukti tersebut memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana narkotika benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Barda Nawawi Arief menyatakan “apabila pengertian pemidanaan diartikan secara luas sebagai suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim, maka dapatlah dikatakan bahwa sistem pemidanaan mencakup keseluruhan ketentuan perundang-undangan yang mengatur bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum pidana).”102 Artinya semua aturan perundang-undangan mengenai hukum pidana substantif, hukum pidana formal dan hukum pelaksanaan pidana dapat dilihat sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan. Penjatuhan pidana merupakan perwujudan pidana dalam bentuk konkrit dimana penjatuhan pidana hanya dapat dilakukan oleh hakim yang memeriksa perkara pidana yang bersangkutan. Untuk mengambil keputusan, hakim harus mempunyai pertimbangan yang bijak supaya putusan tersebut sesuai dengan azas keadilan.103 Ketentuan pidana yang tercantum dalam semua undang-undang khusus di
102 103
Ibid., hlm. 129 Masruchin Ruba’i, Op Cit., hlm. 63
Universitas Sumatera Utara
luar KUHP merupakan bagian khusus (sub sistem) dari keseluruhan sistem pemidanaan, dengan demikian, sistem pemidanaan dalam undang-undang khusus di luar KUHP harus terintegrasi dalam (konsisten dengan) aturan umum (general rules), namun dalam undang-undang khusus di luar KUHP tersebut dapat membuat aturan khusus yang menyimpang atau berbeda dengan aturan umum.104 Penyalahgunaan narkotika dalam hal ini perlu dilakukan upaya pencegahan untuk mengurangi tindak kejahatan penyalahgunaan narkotika tersebut, yang tidak terlepas dari peranan hakim sebagai salah satu aparat penegak hukum yang tugasnya mengadili tersangka atau terdakwa, dimana yang dimaksud dengan mengadili adalah “serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak pada sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana, yaitu memeriksa dengan berdasarkan pada bukti-bukti yang cukup, dimana pada tahap ini tersangka dituntut, diperiksa dan diadili oleh hakim dinamakan terdakwa.” 105 Penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika di lembaga peradilan diputuskan menurut ancaman pidana yang ditentukan didalam UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika sebenarnya sudah cukup memadai untuk melakukan pemberantasan tindak pidana narkotika karena disamping memiliki ancaman pidana
104
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003),
105
Hartono Hadisoeprapto, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1999),
hlm. 136 hlm. 127
Universitas Sumatera Utara
yang lebih besar bila dibandingkan dengan Undang-Uundang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika juga memiliki ancaman pidana minimum sehingga para penegak hukum seperti jaksa dan hakim tidak bisa menuntut dan menjatuhkan pidana kurang dari batas minimum yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Penerapan kebijakan hukum pidana terhadap warga negara asing dapat dilihat dalam kasus bali nine, dimana baru-baru ini pemerintah telah melaksanakan penerapan kebijakan hukum pidana terhadap kasus penyelundupan narkoba oleh sembilan warga asing berkebangsaan Australia. Pada tanggal 17 April 2005 sembilan warga Australia ditangkap di Bandara Ngurah Rai, dengan tuduhan berupaya menyelundupkan lebih dari 8 (delapan) kilogram heroin keluar dari Indonesia. Martin Stephens, Renae Lawrence, Scott Rush, dan Michael Czuga ditangkap di bandara dengan mengikat paket heroin ke tubuh mereka. Sementara itu, tiga lainnya, Si Yi Chen, Tan Duc Thanh Nguyen, dan Matthew Norman ditangkap di Hotel Maslati, Pantai Kuta, dengan kepemilikan 300 gram heroin. Andrew Chan dan Myuran Sukumaran juga ditangkap di bandara karena dianggap terkait dengan tujuh warga negara asing yang ditangkap. 1.
Putusan Nomor 37 PK/Pid. Sus/2011 Penerapan kebijakan hukum pidana terhadap warga negara asing khususnya
terhadap pelaku utama dalam kasus bali nine yang di berikan sanksi pidana berupa pidana mati baik pada tingkat pertama, banding, kasasi sampai dengan peninjauan
Universitas Sumatera Utara
kembali, dapat dilihat dari ulasan Putusan Nomor 37 PK/Pid. Sus/2011, atas nama terdakwa Andrew Chan, yaitu sebagai berikut: A. Posisi Kasus 1) Kronologi Nama
: Andrew Chan
Tempat Lahir : Sydney, Australia Tanggal Lahir : 21 Tahun / 12 Januari 1984 Jenis Kelamin : Laki-Laki Kebangsaan
: Australia
Alamat
: Beanmaris Street Enfield 2136 Sydney, Australia
Agama
: Kristen
Pekerjaan
: Pelayan Logistik (Compass Eurest Catering Company)
Terdakwa Andrew Chan secara terorganisasi bersama-sama dengan terdakwa Myuran Sukumaran, Renae Lawrence, Scoth Anthony Rush, Michael William Czugaj, Matthew James Norman, Martin Eric Stephens, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen (di periksa dalam berkas perkara terpisah), pada hari Minggu tanggal 17 April 2005 atau setidak-tidaknya di satu waktu dalam tahun 2005 bertempat di Terminal Keberangkatan Internasional Bandara Ngurah Rai Tuban, Kabupaten Badung, di Center Stage Hotel Hard Rock Kuta, Hotel Kuta Sea View, Hard Rock Bar Kuta dan Hotel Adi Darma atau setidak-tidaknya di satu tempat yang masih termasuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Denpasar, secara tanpa hak dan melawan hukum mengekspor, menawarkan untuk di jual, menyalurkan, menjual,
Universitas Sumatera Utara
membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menukar narkotika Golongan I berupa heroin seberat kurang lebih 8.202 gram neto, perbuatan mana di lakukan Terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut: 1) Terdakwa sekitar tanggal 30 Maret 2005, bertempat di Rose Land Shopping Center Sidney, Australia telah melakukan pertemuan dengan Renae Lawrence, Martin Eric Stephens, Si Yi Chen, Matthew James Norman untuk merencanakan pengiriman paket heroin dari Bali menuju Australia, pada saat itu terdakwa memberikan Renae Lawrence uang sebesar AUS $2.080 untuk biaya transportasi dan akomodasi selama di Bali. 2) Di tempat terpisah pada tanggal 5 April 2005 bertempat di parkiran mobil di antara KFC dan Formula 1 Hotel, Myuran Sukumuran untuk keperluan pengir iman paket heroin tersebut juga memberikan Renae Lawrence uang sebesar AUS $500, serta Nokia 1100 warna abu-abu kombinasi. 3) Pada tanggal 6 April 2005, bertempat di Spanish In Sidney, Australia untuk keperluan biaya akomodasi dan transportasi di Bali dalam rangka pengiriman paket heroin yang sama seperti tersebut di atas Myuran Sukumuran memberikan uang kepada Tan Duc Tanh Nguyen, Scoth Anthony Rush dan Michael William Czugaj sebesar AUS $3.000. 4) Masih di Spanish In Sidney, Australia pada tanggal 7 April 2005, Myuran Sukumuran untuk keperluan pengiriman heroin yang sama telah memberikan uang kepada Scoth Anthony Rush dan Michael William Czugaj masing-masing sebesar AUS $500, sedangkan pacar terdakwa yang dikenal bernama Grace pada
Universitas Sumatera Utara
tanggal 5 April 2005 bertempat di Hotel Formula 1, memasukkan barang-barang ke dalam koper milik Renae Lawrence dan Martin Eric Stephens berupa celana pendek ketat merek Adidas, plester, stagen sedangkan barang-barang yang ada di koper dikeluarkan. 5) Untuk menjaga kerahasiaan pelaksanaan kegiatan pengiriman heroin terdakwa secara tertib dan rapi telah membagi keberangkatan kelompoknya untuk datang ke Bali, masing-masing Renae Lawrene, Si Yi Chen, Martin Eric Stephens dan Mattew James Norman menggunakan Agent Qantas Holiday, sedangkan Scoth Anthony Rush, Tan Duc Tanh Nguyen, Michael William Czugaj menggunakan Agent Flight Center di Sidney dan mereka mulai melaksanakan kegiatankegiatan kelompoknya. 6) Untuk mengatur keberhasilan dalam pelaksanaan tugas, pada tanggal 3 April 2005, dengan menggunakan pesawat Australian Airlines terdakwa terlebih dahulu datang ke Bali dan kemudian menginap di Hotel Hard Rock Kuta kamar 5314, kemudian mempelajari situasi dan menyiapkan penginapan bagi kelompoknya yaitu masing-masing disiapkan Hotel White Rose kamar 1022 untuk Si Yi Chen dan Mattew James Norman, Hotel Kuta Lagoon kamar 126 untuk Renae Lawrence dan Martin Eric Stephens, Sedangkan Myuran Sukumuran menyiapkan Hotel Aneka Kuta untuk Scoth Anthony Rush, Michael William Czugaj. Hotel Hard Rock Kuta untuk Myuran Sukumuran dan Tanh Duc Thanh Nguyen.
Universitas Sumatera Utara
7) Pada tanggal 6 April 2005 dengan menggunakan pesawat Australian Airlines dengan nomor penerbangan AO 7829, Renae Lawrence, Mattew James Norman dan Si Yi Chen, Martin Eric Stephens berangkat ke Bali dalam satu pesawat dan meskipun mereka saling kenal untuk menjaga kerahasiaan, terdakwa melarang mereka untuk saling bercakap-cakap dan tiba di Bali pukul 14.30 WITA dan selanjutnya langsung menuju ke hotel yang telah disiapkan sebelumnya. 8) Pada tanggal 8 April 2005, dengan menggunakan pesawat Australian Air Lines Scoth Anthony Rush, bersama dengan Michael William Czugaj berangkat menuju Bali dan di dalam pesawat ternyata telah ada Tan Duc Thanh Nguyen dan Myuran Sukumuran dan setelah mereka tiba di Bali sekitar pukul 14.00 WITA, mereka langsung menuju hotel yang telah disiapkan. 9) Terdakwa untuk mengatur kelompoknya agar dapat bekerja dengan tertib, rapi dan rahasia di Bali, maka mereka mulai melakukan kegiatan sebagai suatu jaringan nasional dengan pertama-tama melakukan pertemuan-pertemuan yaitu: a. Pada tanggal 6 April 2005 bertempat di Center Stage Hotel Hard Rock Kuta terdakwa melakukan pertemuan dengan Renae Lawrence, Martin Eric Stephens, Mattew James Norman dan Si Yi Chen, dimana dalam pertemuan tersebut terdakwa memberi arahan tentang tugas-tugas yang harus di laksanakan selama di Bali. b. Pada tanggal 8 April 2005 bertempat di Hotel Kuta Sea View terdakwa melakukan pertemuan dengan Cerry Likit Bannakorn (belum tertangkap) dan
Universitas Sumatera Utara
kemudian terdakwa kemudian mengambil satu buah koper warna silver berisi heroin. c. Pada tanggal 8 April 2005, terdakwa bertemu dengan Scoth Anthony Rush, Tan Duc Thanh Nguyen, Michael William Czugaj, serta Myuran Sukumuran membicarakan pelaksanaan pengiriman narkotika dari Bali ke Australia. d. Sebagai suatu rangkaian perencanaan yang telah disusun secara tertib rapi dan rahasia pada tanggal 11 April 2005, bertempat di jalan Legian Kuta terdakwa membelikan masing-masing baju biru kombinasi putih motif bunga yang ukurannya agak longgar, kepada Renae Lawrence, Martin Eric Stephens dan Mattew James Norman. e. Pada tanggal 12 April 2005, bertempat di Hard Rock Bar Kuta terdakwa kembali melakukan pertemuan dengan Michael William Czugaj, Scoth Antony Rush, Tan Duc Thanh Nguyen dan Myuran Sukumuran untuk membicarakan pelaksanaan tugas masing-masing, pada saat itu pula Tan Duc Thanh Nguyen memberi tahu Michael William Czugaj dan Scoth Anthony Rush untuk membawa paket heroin ke Australia serta memberikan Sim Card untuk dipasangkan pada HP milik Michael William Czugaj dan Scoth Anthony Rush, oleh karena heroin yang hendak dibawa oleh kelompoknya ternyata kurang kemudian terdakwa mengirimkan SMS kepada Renae Lawrence yang isinya mengenai penundaan keberangkatan tanggal 14 April 2005, sampai menunggu heroin yang dibawa oleh Cerry Likit Bannakorn.
Universitas Sumatera Utara
f. Pada tanggal 15 April 2005, bertempat di Hotel Grand Bali Beach terdakwa memberitahu Scoth Anthony Rush, bersama-sama dengan Tan Duc Thanh Nguyen, Myuran Sukumuran bahwa terjadi penundaan keberangkatan diakibatkan oleh karena heroin yang hendak dibawa masih kurang. g. Pada tanggal 15 April 2005, bertempat di Hotel Kuta Sea View, terdakwa bertemu kembali dengan Cerry Likit Bannakorn yang ketika itu memberikan terdakwa satu koper warna hitam berisi heroin. h. Masih di sekitar bulan April 2005, terdakwa bersama dengan Renae Lawrence, Martin Eric Stephens, Mattew James Norman dan Si Yi Chen membeli dua buah patung kayu dan satu buah kotak perhiasan dari kayu di sekitar jalan Legian Kuta. 10) Terjadinya penundaan keberangkatan, kemudian pada tanggal 16 April 2005 terdakwa memindahkan tempat menginap Si Yi Chen dan Mattew James Norman dari Hotel White Rose ke Hotel Adi Darma kamar nomor 105, sedangkan Renae Lawrence dan Martin Eric Stephen pada tanggal 14 April 2005 dipindahkan dari Hotel Kuta Lagoon ke Hotel Adi Darma kamar nomor 124, selanjutnya terdakwa dan Myuran Sukumuran membayar seluruh biaya hotel. 11) Pagi hari terdakwa pergi ke Yan's Beach Bungalow dengan mengaku bernama David Yu, terdakwa check in dan menempati kamar nomor C 05, dengan membawa koper warna silver dan abu-abu (biru kehitaman). 12) Pada hari yang sama tanggal 17 April 2005 bertempat di Hotel Adi Dharma kamar nomor 124, terdakwa dengan membawa dua buah koper masing-masing
Universitas Sumatera Utara
berwarna abu-abu dan silver berisikan heroin serta satu buah tas jinjing yang berisikan gunting, plester, stagen, merica dan selanjutnya terdakwa serta Myuran Sukumuran mulai menempelkan paket-paket heroin itu masing-masing. 13) Terdakwa dan Myuran Sukumuran menempelkan plastik bening warna putih yang berisi heroin pada anggota tubuh Renae Lawrence masing-masing pada punggung terdakwa menempelkan 1 (satu) bungkus plastik warna bening yang di lilit dengan plester verban warna putih yang di dalamnya berisi heroin seberat 807,27 gram neto, selanjutnya Myuran Sukumuran menempelkan heroin pada paha kanan 2 (dua) bungkus plastik warna bening yang bertuliskan Foodsever Rolls By Tilia yang ditaburi dengan serbuk merica yang dililiti dengan isolasi warna bening yang di dalamnya berisi heroin, kemudian dililit lagi dengan plester verban warna cokelat dengan berat keseluruhan 668,29 gram neto, dilanjutkan ke paha kiri Renae Lawrence di tempelkan 2 (dua) bungkus plastik warna bening yang bertuliskan Foodsever Rolls By Tilia yang di taburi dengan serbuk merica yang dililiti dengan isolasi warna bening yang di dalamnya berisi heroin, kemudian di lilit lagi dengan plester verban warna cokelat dengan berat keseluruhan 693,41 gram neto, yang dilakukan oleh Myuran Sukumuran. 14) Terdakwa dan Myuran Sukumuran menempelkan plastik bening warna putih yang berisi heroin pada anggota tubuh Martin Eric Stephens, pada punggung di tempelkan 1 (satu) bungkus plastic warna bening yang dililit dengan plester verban warna putih yang di dalamnya berisi heroin seberat 890,84 gram neto, pada paha kiri di tempelkan 2 (dua) bungkus plastic warna bening bertuliskan
Universitas Sumatera Utara
Foodsever Rolls By Tilia yang ditaburi dengan serbuk merica yang dililiti dengan isolasi warna bening yang di dalamnya berisi heroin kemudian dililiti lagi dengan plester verban warna cokelat dengan berat keseluruhan 733,28 gram neto, pada paha kanan di tempelkan 2 (dua) bungkus plastic warna bening bertuliskan Foodsever Rolls By Tilia yang di taburi dengan serbuk merica yang dililiti dengan isolasi warna bening yang di dalamnya berisi heroin kemudian dililiti lagi dengan plester verban warna cokelat dengan berat keseluruhan 717,62 gram neto. 15) Bertempat di Hotel Adi Dharma kamar nomor 105, terdakwa dan Myuran Sukumuran menempelkan plastik bening warna putih yang berisi heroin pada anggota tubuh Michael William Czugaj, pada pinggang di tempelkan 1 (satu) bungkus plastic warna bening yang dililit dengan plester verban warna putih di dalamnya berisi heroin seberat atau 956,59 gram neto, pada paha kanan di tempelkan 1 (satu) bungkus plastic warna bening yang dibungkus dengan plastic warna bening bertuliskan Foodsaver Rolls By Tilia di dalamnya berisi heroin seberat 400,97 gram neto, pada paha kiri di tempelkan 1 (satu) bungkus plastik warna bening yang dibungkus dengan plastik warna bening bertuliskan Foodsaver Rolls By Tilia didalamnya berisi heroin seberat 397,12 gram neto. 16) Bertempat di Hotel Adi Dharma kamar Nomor 105, terdakwa dan Myuran Sukumuran menempelkan plastik bening warna putih yang berisi heroin pada anggota tubuh Scoth Anthony Rush, pada pinggang bagian belakang badan di tempelkan plastik bening berisi heroin seberat 888 gram neto yang dililitkan dengan plester warna cokelat dan stagen warna cokelat muda yang berlapiskan
Universitas Sumatera Utara
kain warna biru merek Futoro, paha kaki kanan ditempelkan plastik bening berisi heroin seberat 414,37 gram neto yang dililitkan dengan plester warna cokelat, paha kaki kiri di tempelkan plastik bening berisi heroin seberat 389,90 gram neto yang di lilitkan dengan plester warna cokelat. 17) Sebelum berangkat isi koper yang dibawa oleh Renae Lawrence dikeluarkan dan kemudian diisi dengan dua buah patung kayu dan satu buah kotak perhiasan dari kayu, dengan maksud mengalihkan perhatian petugas, untuk tidak tertuju pada badan mereka akan tetapi beralih untuk memeriksa isi koper yang dibawa. 18) Sisa heroin yang telah dipasang, beserta barang-barang yang dipergunakan untuk menempelkan pada anggota tubuh, dibawa oleh anggota organisasi yang lainnya yaitu Myuran Sukumaran, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen dan Matthew James Norman, sehingga di Hotel Melati kamar nomor 136 telah di temukan barang berupa 1 (satu) tas koper warna cokelat didalamnya berisi 1 (satu) tas gendong warna biru kombinasi hitam di dalamnya berisi satu bungkus kertas koran di dalamnya berisi 2 (dua) buah kantong plastik heroin seberat 334,26 gram neto dan 1 (satu) kantong plastik berisi serbuk merica warna cokelat. 19) Setelah pemasangan paket heroin pada anggota tubuh Renae Lawrence, Scoth Anthony Rush, Michael William Czugaj dan Martin Eric Stephens, kemudian mereka berangkat ke Bandara Ngurah Rai untuk membawa heroin tersebut dengan tujuan Australia dan diinstruksikan terdakwa untuk diberikan kepada orang yang dikenalnya bernama Pinoccio, setibanya di Bandara Ngurah Rai mereka langsung check in dan kemudian membayar airport tax, akan tetapi seti
Universitas Sumatera Utara
banya di ruang tunggu pintu 3-4 Scoth Anthony Rush, Renae Lawrence, Michael William Czugaj dan Martin Eric Stephens di tangkap oleh petugas yang berwajib. 20) Terdakwa yang mengawasi perjalanan mereka kemudian di tangkap petugas di pintu 7 dan dari selanjutnya dari Hotel Yans Beach Bungalow kamar C 05, di temukan 2 (dua) buah koper warna abu-abu dan silver yang diberikan oleh Cerry Likit Bannakorn dan kemudian disita sebagai barang bukti. 21) Sebagai perbuatan terorganisir dan mempunyai jaringan internasional telah pula dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap barang-barang bukti yang telah disita dan di temukan hasil sebagai berikut: a. Ketika barang bukti berupa satu buah koper warna hitam merek Giogracia dalam keadaan retak berisi dua buah pipa aluminium (keadaannya terbuka) diperiksa /di buka oleh petugas Laboratorium Forensik Polri Cabang Denpasar ternya ta di dalamnya terdapat serbuk putih seberat 0,0100 gram neto lalu dilakukan pemeriksaan terhadap serbuk putih tersebut dan berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Nomor Lab: 183/KNF/2005 disimpulkan bahwa serbuk putih positif mengandung sediaan narkotika (heroin ). b. Barang bukti berupa 1 (satu) bungkus plastic warna bening yang dililit dengan plester verban warna putih yang di dalamnya berisi serbuk putih seberat 807,27 gram neto, 668,29 gram neto, 693,41 gram neto yang disita dari Renae Lawrence setelah di lakukan pemeriksaan oleh petugas Laboratorium
Universitas Sumatera Utara
Forensik
Polri
Cabang
Denpasar
berdasarkan
Hasil
Pemeriksaan
Laboratorium Kriminalistik Denpasar Nomor 173/KNF/2005 di simpulkan bahwa serbuk putih positif mengandung sediaan narkotika (heroin). c. Barang bukti berupa 1 (satu) bungkus plastik warna bening yang dililit dengan plester verban warna putih yang di dalamnya berisi serbuk putih seberat 890,84 gram neto, 733,28 gram neto, 717,62 gram neto yang disita dari Martin Eric Stephens setelah dilakukan pemeriksaan oleh petugas Laboratorium Forensik Polri Cabang Denpasar yang hasilnya berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Kriminalistik Nomor Lab: 172/KNF/2005 tanggal 26 April 2005 pada kesimpulannya menyatakan bahwa barang bukti positif mengandung sediaan narkotika (heroin). d. Barang bukti berupa 1 (satu) bungkus plastik warna bening di dalamnya berisi serbuk putih seberat 956,59 gram neto, 1 (satu) bungkus plastik warna bening di dalamnya berisi serbuk putih seberat 400,97 gram neto dan 1 (satu) bungkus plastik warna bening yang dibungkus dengan plastik warna bening di dalamnya berisi serbuk putih seberat 397,12 gram neto yang disita dari Michael William Czugaj setelah di lakukan pemeriksaan oleh petugas Laboratorium Forensi k Polri Cabang Denpasar, yang hasilnya berdasarkan Berita
Acara
Pemeriksaan
Laboratoris
Kriminalistik
Nomor
Lab:
174/KNF/2005 tanggal 26 April 2005 menyatakan bahwa barang bukti positif mengandung sediaan narkotika (heroin).
Universitas Sumatera Utara
e. Barang bukti berupa 3 (tiga) bungkus plastik serbuk putih masing-masing seberat 888 gram neto, 414,37 gram neto, 389,90 gram neto yang disita dari Scoth
Anthony Rush
Laboratorium
Forensik
setelah Polri
dilakukan Cabang
pemeriksaan oleh petugas
Denpasar
berdasarkan
Hasil
Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Nomor Lab: 171/KNF/2005 tanggal 26 April 2005 pada pokoknya menyatakan bahwa barang bukti positif mengandung sediaan narkotika (heroin ). f. Barang bukti berupa 1 (satu) tas gendong warna biru kombinasi hitam di dalamnya berisi satu bungkus kertas koran di dalamnya berisi 2 (dua) buah kantong plastic serbuk put ih seberat 334,26 gram neto yang disita dari mereka yang di tangkap di Hotel Melasti yakni Myuran Sukumaran, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen dan Matthew James Norman setelah di lakukan pemeriksaan oleh petugas Laboratorium Forensik Polri Cabang Denpasar, berdasarkan
Hasil
Pemeriksaan
Laboratorium
Kriminalistik
Nomor
170/KNF/2005 tanggal 26 April 2005 menyatakan bahwa barang bukti positif mengandung sediaan narkotika (heroin). 22) Berdasarkan hasil pemeriksaan dari petugas Laboratorium Forensik PoIri Cabang Denpasar Nomor 178/KNF/2005 tanggal 23 Mei 2005 pada pokoknya menyimpulkan: a. Sarung tangan yang ditemukan didalam barang bukti berupa satu buah koper plastik warna cokelat motif kembang yang disita di Hotel Melasti dengan
Universitas Sumatera Utara
sarung tangan yang berada dalam tas punggung warna hitam merek Nike yang disita di Hotel Melasti memiliki keidentikan ciri fisik. b. Verban cokelat muda merek Leukoplast dalam tas warna hitam merek Country Road yang disita di Hotel Melasti Kuta, memiliki keidentik an ciri fisik dengan barang bukti verban yang disita dari Scoth Anthony Rush maupun Michael William Czugaj. c. Kantong plastik yang disita di Hotel Melasti Kuta memiliki keidentikan ciri fisik dengan barang bukti berupa kantong plastik yang ada di dalam tas punggung kombinasi putih, biru hitam dan biru muda merek Rusty yang disita di Hotel Melasti. d. Stagen yang disita di Hotel Melasti memiliki keidentikan ciri fisik dengan stagen yang disita dari Martin Eric Stephens dan barang bukti stagen yang disita dari Scoth Anthony Rush dengan barang bukti stagen yang disita dari Michael William Czugaj juga memiliki keidentikan ciri fisik. 23) Berdasarkan hasil pemeriksaan dari petugas Laboratorium Forensik Polri Cabang Denpasar dengan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. Lab: 220/KNF/200s tanggal 15 Juni 2005 menyimpulkan: a. Barang bukti berupa heroin yang disita dari Renae Lawrence, Martin Eric Stephens, Michael William Czugaj, Scoth Anthony Rush, Myuran Sukumaran, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen dan Matthew James Norman adalah identik dengan serbuk heroin yang milik terdakwa Andrew Chan.
Universitas Sumatera Utara
b. Barang bukti serbuk merica yang disita dari Renae Lawrence, Martin Eric Stephens, Michael Willi am Czugaj, Scoth Anthony Rush adalah identik dengan serbuk merica yang disita di Hotel Melasti Kuta yang disita dari Myuran Sukumaran, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen dan Matthew James Norman. 24) Sebagai suatu kegiatan yang terorganisasi maka terdapat suatu jalinan kerja sama yang begitu erat, tertib, tersusun dengan rencana yang rapi sehingga dapat disita barang bukti berupa satu buah tas punggung merek Rusty yang ada di dalam tas koper merek Polo Classic yang disita di dalam kamar Hotel Melasti adalah milik Renae Lawrence yang sebelumnya diambil oleh terdakwa Andrew Chan di Hotel Kuta Lagoon ketika Renae Lawrence menginap di hotel tersebut. 25) Demikian pula barang bukti berupa tas hitam merek Country Road di dalamnya berisi 2 pasang sarung tangan karet warna pink, 1 set obeng, 7 plester plastic warna kuning, 5 plester plastik warna putih, 3 plester kain warna cokelat muda, 7 plester kain warna cokelat, 1 plester kain warna putih yang ada di dalam 1 (satu) tas koper warna cokelat yang di temukan dan disita di Hotel Melasti adalah tas yang dibawa oleh terdakwa Andrew Chan ke dalam kamar nomor 124 Hotel Adhi Dharma sesaat sebelum pemasangan heroin pada diri Renae Lawrence dan Martin Eric Stephens tanggal 17 April 2005. 26) Terdakwa Andrew Chan maupun Myuran Sukumaran, Renae Lawrence, Scoth Anthony Rush, Michael William Cuzgaj, Mathew James Norman, Martin Eric Stephens, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen, secara terorganisasi tidak
Universitas Sumatera Utara
memiliki izin dari yang berwajib untuk melakukan ekspor narkotika Golongan I berupa heroin seberat kurang lebih 7.904,80 gram neto. 2) Dakwaan Jaksa penuntut umum mendakwa terdakwa dengan dakwaan primair dimana perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 82 Ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Jaksa penuntut umum juga mendakwa terdakwa dengan dakwaan subsidair dimana perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 82 Ayat (2) huruf a juncto Pasal 83 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika juncto Pasal 53 Ayat (1) KUHP. Kedua perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 78 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. 3) Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tanggal 26 Januari 2006 menuntut terdakwa yang isinya adalah sebagai berikut: 1.
Menyatakan Terdakwa Andrew Chan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika yaitu “tanpa hak dan melawan hukum mengekspor narkotika golongan I yang dilakukan secara terorganisir” sebagaimana dakwaan kesatu primair melanggar Pasal 82 Ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika dan “secara tanpa hak memiliki narkotika golongan I bukan tanaman” sebagaimana dakwaan
Universitas Sumatera Utara
kedua melanggar Pasal 78 Ayat (1) huru f b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. 2.
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Andrew Chan dengan pidana Mati.
3.
Menyatakan sebanyak 31 (tiga puluh satu) jenis barang bukti dirampas untuk negara.
4.
Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000, (seribu rupiah). 4) Fakta Hukum Berdasarkan hasil pemeriksaan dari petugas Laboratorium Forensik PoIri
Cabang Denpasar Nomor 178/KNF/2005 tanggal 23 Mei 2005 pada pokoknya menyimpulkan: 1.
Sarung tangan yang ditemukan didalam barang bukti berupa satu buah koper plastik warna cokelat motif kembang yang disita di Hotel Melasti dengan sarung tangan yang berada dalam tas punggung warna hitam merek Nike yang disita di Hotel Melasti memiliki keidentikan ciri fisik.
2.
Verban cokelat muda merek Leukoplast dalam tas warna hitam merek Country Road yang disita di Hotel Melasti Kuta, memiliki keidentik an ciri fisik dengan barang bukti verban yang disita dari Scoth Anthony Rush maupun Michael William Czugaj.
3.
Kantong plastik yang disita di Hotel Melasti Kuta memiliki keidentikan ciri fisik dengan barang bukti berupa kantong plastik yang ada di dalam tas punggung
Universitas Sumatera Utara
kombinasi putih, biru hitam dan biru muda merek Rusty yang disita di Hotel Melasti. 4.
Stagen yang disita di Hotel Melasti memiliki keidentikan ciri fisik dengan stagen yang disita dari Martin Eric Stephens dan barang bukti stagen yang disita dari Scoth Anthony Rush dengan barang bukti stagen yang disita dari Michael William Czugaj juga memiliki keidentikan ciri fisik. Berdasarkan hasil pemeriksaan dari petugas Laboratorium Forensik Polri
Cabang Denpasar dengan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. Lab: 220/KNF/200s tanggal 15 Juni 2005 menyimpulkan: a)
Barang bukti berupa heroin yang disita dari Renae Lawrence, Martin Eric Stephens, Michael William Czugaj, Scoth Anthony Rush, Myuran Sukumaran, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen dan Matthew James Norman adalah identik dengan serbuk heroin yang milik terdakwa Andrew Chan.
b) Barang bukti serbuk merica yang disita dari Renae Lawrence, Martin Eric Stephens, Michael Willi am Czugaj, Scoth Anthony Rush adalah identik dengan serbuk merica yang disita di Hotel Melasti Kuta yang disita dari Myuran Sukumaran, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen dan Matthew James Norman. 5) Pertimbangan Hakim Hakim menyatakan bahwa atas alasan-alasan peninjauan kembali tersebut mahkamah agung berpendapat bahwa alasan-alasan peninjauan kembali yang diajukan oleh pemohon peninjauan kembali tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena:
Universitas Sumatera Utara
1) Hakim menyatakan bahwa tidak ternyata ada kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dari hakim dalam putusan yang dimohonkan peninjauan kembali, in casu putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1690 K/Pid /2006, tanggal 16 Agustus 2006 jo putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 18/Pid. B/2006/PT.Dps, tanggal 20 April 2006 jo putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 624/Pid. B/2005/PN.Dps, tanggal 14 Februari 2006, seperti yang dimaksud dalam Pasal 263 Ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana), lagi pula hal-hal yang relevan secara yuridis dalam perkara a quo telah dipertimbangkan dengan benar oleh judex juris dan judex facti dan dalam perkara a quo terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana tersebut dalam dakwaan kesatu primair dan dakwaan kedua. 2) Hakim menyatakan bahwa walaupun Pasal 28I Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan, hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang paling mendasar yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, dan TAP MPR No. XVI I /MPR/1998 menyatakan, bahwa hak asasi meliputi hak untuk hidup, serta berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik), bahwa Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dimana pada Bagian III Pasal 6 Ayat (1) ICCPR menyatakan, setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya, hak ini wajib dilindungi oleh hukum, tidak seorang pun dapat di rampas hak hidupnya secara
Universitas Sumatera Utara
sewenang- wenang, akan tetapi ayat (2) ICCPR menyatakan, di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusan hukuman mati hanya dapat dijatuhkan terhadap kejahatan-kejahatan yang paling serius sesuai dengan hukum yang berlaku pada saat di lakukannya kejahatan tersebut. 3) Hakim menyatakan bahwa hingga saat ini penerapan pidana mati dalam hukum positif Indonesia masih tetap dipertahankan, dimana dalam hubungannya dengan perkara a quo bahwa Pasal 82 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika menentukan, “barang siapa tanpa hak dan melawan hukum mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000, 00 (satu miliar rupiah). 4) Hakim menyatakan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa adalah kejahatan yang serius yang merupakan kejahatan yang terorganisir dan bersifat internasional, sehingga terhadap pelakunya dapat dijatuhi pidana mati. 5) Hakim menyatakan bahwa tentang kesaksian dari terdakwa lain dapat dibenarkan sepanjang terdakwa lain tersebut diajukan dalam berkas perkara lain secara terpisah. 6) Hakim menyatakan bahwa dengan demikian berdasarkan Pasal 266 Ayat (2) a Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 (Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Universitas Sumatera Utara
Pidana) permohonan peninjauan kembali harus ditolak dan putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut dinyatakan tetap berlaku. 7) Hakim menyatakan bahwa meskipun pemohon peninjauan kembali terpidana dipidana dan menurut hukum harus dibebani untuk membayar biaya perkara, namun oleh karena pemohon peninjauan kembali atau terpidana di jatuhi pidana mati, maka ia tidak layak dibebani untuk membayar ongkos perkara, sehingga biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini dibebankan kepada negara. 6) Putusan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 624/Pid. B/2005/PN. Dps, tanggal 14 Februari 2006 yang amar lengkapnya sebagai berikut: 1.
Menyatakan terdakwa Andrew Chan tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “tanpa hak dan melawan hukum mengekspor narkotika Golongan I yang dilakukan secara terorganisir” dan “secara tanpa hak memiliki narkotika Golongan I bukan tanaman.”
2.
Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Andrew Chan dengan pidana mati.
3.
Menyatakan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan sampai dengan putusan dalam perkara ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
4.
Menyatakan sebanyak 31 (tiga puluh satu) jenis barang bukti dirampas untuk negara.
5.
Menghukum terdakwa agar membayar biaya perkara sejumlah Rp. 1.000 (seribu rupiah).
Universitas Sumatera Utara
Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 18/Pid. B/2006/PT. Dps, tanggal 20 April 2006 yang amar lengkapnya sebagai berikut: 1.
Menerima permintaan banding dari terdakwa tersebut.
2.
Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 14 Februari 2006 Nomor 624/Pid. B/2005/PN. Dps, sekedar mengenai kualifikasi tindak pidana sehingga berbunyi sebagai berikut: 1) Menyatakan terdakwa Andrew Chan tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “tanpa hak dan melawan hukum mengekspor narkotika Golongan I yang dilakukan secara terorganisasi dan secara tanpa hak memiliki narkotika Golongan I bukan tanaman.” 2) Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar tersebut untuk selebihnya. 3) Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan rumah tahanan negara. 4) Membebankan biaya perkara kepada terdakwa dalam dua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding sebesar Rp. 1.000 (seribu rupiah). Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1690 K/Pid /2006, tanggal 16 Agustus
2006 yang amar lengkapnya sebagai berikut: 1.
Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi atau terdakwa Andrew Chan tersebut.
2.
Membebankan terdakwa tersebut membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 2.500 (dua ribu lima ratus rupiah).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan surat permohonan peninjauan kembali tertanggal 13 Agustus 2010 yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Denpasar pada tanggal 13 Agustus 2010 dari Dr. Todung Mulia Lubis, S.H, LL. M dan Arin Tjahjadi Muljana, S.H, masing-masing Advokat pada Lubis, Sentosa & Maulana Law Office serta Nyoman Gede Sudiantara, S.H, Advokat pada Yudistira Association, yang diajukan untuk dan atas nama Andrew Chan sebagai Terpidana berdasarkan surat kuasa khusus bertanggal 12 Agustus 2010, yang memohon agar putusan Mahkamah Agung tersebut dapat ditinjau kembali. Adapun amar putusan peninjauan kembali tersebut yaitu: 1.
Menolak permohonan peninjauan kembali dari pemohon peninjauan kembali atau terpidana Andrew Chan tersebut.
2.
Menetapkan bahwa putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut tetap berlaku.
3.
Membebankan biaya perkara dalam peninjauan kembali ini kepada negara.
B. Analisis Putusan Bentuk putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan tergantung dari hasil mufakat musyawarah hakim berdasarkan pada penilaian yang mereka peroleh dari surat dakwaan dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di persidangan pengadilan. Dakwaan yang didakwa oleh jaksa penuntut umum dalam surat dakwaan menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dengan mempertimbangkan apakah unsur-unsur dari perbuatan yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum terhadap terdakwa terbukti atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
Tindak pidana yang bisa dijatuhi hukuman harus memenuhi syarat-syarat pokok yaitu: a.
b.
c.
d.
Harus ada suatu perbuatan manusia, yaitu terdakwa Andrew Chan telah melakukan perbuatan tindak pidana penyalahgunaan narkotika yaitu “tanpa hak dan melawan hukum mengekspor narkotika golongan I yang dilakukan secara terorganisir.” Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam ketentuan hukum, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas penyalahgunaan narkotika. Harus terbukti melakukan tindak pidana, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya. Terdakwa telah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika yaitu “tanpa hak dan melawan hukum mengekspor narkotika golongan I yang dilakukan secara terorganisir.” Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum, bahwa perbuatan Andrew Chan tidak mempunyai ijin dari pihak yang berwenang untuk menyimpan dan mengekspor narkotika golongan I. Mengenai hukuman yang dijatuhkan seharusnya ketika jaksa menuntut terdakwa
dengan tuntutannya yaitu hukuman mati, maka hakim dalam memberi hukuman harus lebih berat atau paling tidak sama dengan tuntutan jaksa. Dalam kasus ini hakim menjatuhkan putusan sama dengan tuntutan jaksa yang memberikan hukuman mati kepada terdakwa, dimana pemberian hukuman mati ini mengingat peranan terdakwa sebagai otak yang merencanakan pengeksporan narkotika dari bali menuju negara Australia. Ada beberapa macam pendapat mengenai teori-teori pemidanaan, yaitu sebagai berikut:106 1.
Teori absolut atau teori pemidanaan dimana negara berhak menjatuhkan pidana ialah karena penjahat tersebut telah melakukan kejahatan pada kepentingan hukum (pribadi, masyarakat atau negara) yang telah dilindungi, maka karena itu penjahat
106
Adami, Chazawi, Op. Cit., hlm. 153-162
Universitas Sumatera Utara
harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan (berupa kejahatan) yang melakukannya. 2.
Teori relative atau teori tujuan, dimana tujuan pidana adalah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakkan tata tertib itu diperlukan pidana dan alat untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan, dengan tujuan agar tata tertib masyarakat tetap terpelihara.
3.
Teori gabungan, teori gabungan ini mendasarkan pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat, alasan kedua itu dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu pertama teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup untuk dapat dipertahankannya tata tertib masyarakat. Kedua teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat dari pada perbuatan yang dilakukan terpidana. Dari apa yang telah dikemukakan di atas mengenai hakekat dan tujuan
pemidanaan, maka hakim harus mendapatkannya sendiri pendapat mana yang ia yakini, yang paling penting adalah bahwa dalam menghukum yang berupa penjatuhan pidana, hakim harus menyadari makna dari keputusan-keputusannya itu apakah yang hendak dicapai dengan pidana yang dijatuhkan, sehingga pertimbangan-pertimbangan yang diambil dalam sebuah keputusan dengan alasan-alasan tertentu atau yang ada dapat mendatangkan ketentraman tidak hanya bagi bersangkutan saja, akan tetapi masyarakat
Universitas Sumatera Utara
banyak juga merasakannya, dengan adanya pemidanaan disini dikehendaki agar terpidana tidak melakukan tindak pidana lagi.
Salah satu pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana adalah hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa, dimana alam persidangan, hakim sebelum menjatuhkan pidana terhadap terdakwa untuk melakukan berat atau ringannya pidana akan dijatuhkan harus mendasarkan diri dengan melihat dan menilai keadaan-keadaan yang terdapat dalam diri terdakwa, apakah terdakwa pernah dihukum sebelumnya atau tidak, sopan atau tidaknya terdakwa dalam persidangan, mengakui dan menyesali perbuatannya atau tidak. Pertimbangan juga dilakukan terhadap apa dan peranan dan posisi terdakwa serta jumlah barang bukti yang diajukan ke persidangan yang turut mempengaruhi berat atau ringannya hukuman yang dijatuhkan kepada seorang terdakwa. Terjadinya perbedaan penjatuhan pidana disebabkan oleh persepsi hakim terhadap filsafat pemidanaan dan tujuan pemidanaan sangat memegang peranan penting didalam penjatuhan pidana. Seorang hakim mungkin berpikir bahwa tujuan serupa pencegahan hanya bisa dicapai dengan pidana penjara, namun di lain pihak dengan tujuan yang sama, hakim lain akan berpendapat bahwa pengenaan denda akan lebih efektif. Seorang hakim yang memandang aliran klasik lebih baik daripada aliran modern akan menjatuhkan pidana lebih berat, sebab perundangannya adalah pidana harus sesuai dengan perbuatannya dan sebaliknya yang berpandangan modern akan memidana lebih ringan sebab ia berpendirian, bahwa pidana harus sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
orangnya, apalagi dari segi teoritis, mengenai tujuan pemidanaan ini belum tercapai kesepakatan diantara para sarjana.107 Terjadinya perbedaan penjatuhan pidana bersifat kasuistis, dimana terjadinya perbedaan itu disebabkan oleh keadaan-keadaan seperti:108 a. b. c. d. e. f.
Apakah terdakwa sebelumnya sudah pernah dihukum atau tidak. Faktor-faktor yang mendorong terdakwa melakukan tindak pidana narkoba, misalnya keadaan ekonomi, dll. Tingkat pengetahuan ataua pemahaman terdakwa, misalnya perbedaan tingkat pendidikan atau profesi pelaku. Apa peranan terdakwa. Cara melakukan tindak pidana antara terdakwa yang satu dengan terdakwa yang lain berbeda Jumlah barang bukti. Hakim dalam menjatuhkan pidananya, sedapat mungkin menghindari diri dari
putusan yang timbul dari kehendak yang sifatnya subjektif. Walaupun hakim mempunyai kebebasan untuk itu, akan tetapi hakim tidak boleh bertindak sewenangwenang karena adanya kontrol dari masyarakat yang menjadi kendali terhadap setiap putusan hakim apabila putusan tersebut tidak menunjukkan rasa keadilan masyarakat atau menjunjung perasaan keadilan masyarakat, dimana dalam kenyataannya sering dijumpai putusan hakim yang sangat kontradiktif dengan rasa keadilan masyarakat sehingga kewibawaan hukum itu sendiri sudah hilang di mata masyarakat. Pada putusan ini terjadi disparitas pemidanaan, dimana Andrew Chan mulai pada pengadilan tingkat pertama sampai dengan peninjauan kembali tetap dijatuhi
107
Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, (Bandung: Alumni, 1992), hlm. 123 Agustina Wati Nainggolan, Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan), (Medan: Universitas Sumatera, 2009), hlm. 131 108
Universitas Sumatera Utara
hukuman pidana mati, hal ini dikarenakan hakim memandang bahwa Andrew Chan merupakan otak yang merencanakan pengeksporan narkotika ke Australia, dengan merencanakan pengeksporan narkotika tersebut dengan teliti. Pemberian hukuman berupa pidana mati, menurut hemat penulis sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan rasa keadilan dimasyarakat, mengingat dampat narkotika begitu besar sehingga pengedar narkotika pantas di berikan hukuman mati. Hukuman bagi pengedar seharusnya lebih berat, karena barang-barang (narkotika) yang diekspornya menimbulkan berbagai dampak negatif bagi penggunanya. Pengedar secara sadar mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain yang mengalami kecanduan akibat mengkonsumsi barang-barang yang dijual pengedar. Indonesia kini bukan saja sebagai daerah transit, tetapi telah menjadi daerah pemasaran dan produsen, dan harus dikukuhkan lagi sistem penegakan hukum yang benar-benar terintegrasi dalam menghadapi kejahatan narkotika terhadap masa depan bangsa.
2.
Putusan Nomor 28 PK/Pid. Sus/2011 Penerapan kebijakan hukum pidana terhadap warga negara asing khususnya
terhadap kurir dalam kasus bali nine yang diberikan sanksi pidana berupa pidana penjara seumur hidup baik pada tingkat pertama, banding, pada kasasi diberikan sanksi pidana mati dan pada peninjauan kembali diberikan sanksi berupa pidana penjara semur hidup, dapat dilihat dari ulasan Putusan Nomor 28 PK/Pid. Sus/2011, atas nama terdakwa Scoth Anthony Rush, yaitu sebagai berikut: A. Posisi Kasus 1) Kronologi
Universitas Sumatera Utara
Nama
: Scott Anthony Rush
Tempat Lahir : Brisbane, Australia Tanggal Lahir : 19 Tahun / 03 Desember 1985 Jenis Kelamin : Laki-Laki Kebangsaan
: Australia
Alamat
: 42 Glenwood St. Chelmer Brisbane Australia
Agama
: Kristen Katholik
Pekerjaan
: Buruh
Terdakwa Scoth Anthony Rush bersama-sama dengan Myuran Sukumaran, Renae Lawrence, Michael William Czugaj, Matthew James Norman, Martin Erick Sthepens, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen, Andrew Chan (di periksa dalam berkas perkara terpisah) dan Cerry Likit Bannakorn alias Pina (belum tertangkap) pada hari Rabu tanggal 6 April 2005, pada hari Jum’at tanggal 8 April 2005, pada hari Senin tanggal 11 April 2005, pada hari Jum’at tanggal 15 April 2005 dan atau pada hari Minggu tanggal 17 April 2005, atau setidak-tidaknya di satu waktu dalam tahun 2005 bertempat di Center Stage Hotel Hard Rock Kuta, di Hotel Kuta Sea View Kuta, di sebuah kedai makanan siap saji di Kuta, di Jalan Legian Kuta dan atau di Areal Terminal Keberangkatan Internasional Bandar Udara Ngurah Rai Tuban Kecamatan Kuta Kabupaten Badung atau setidak-tidaknya di satu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Denpasar, secara tanpa hak dan melawan hukum mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk di jual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau
Universitas Sumatera Utara
menukar Narkotika golongan I berupa Heroin dengan berat keseluruhan 8.202,11 gram atau setidak-tidaknya seberat 1.692,27 gram yang dilakukan secara terorganisasi. 2) Dakwaan Jaksa mendakwa terdakwa dengan dakwaan bertingkat dimana pada dakwaan primair perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 82 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Pada dakwaan subsidair perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 82 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Pada dakwaan lebih subsidair perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 82 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Pada dakwaan lebih subsidair lagi perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 82 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika jo Pasal 53 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo Pasal 83 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Pada dakwaan lebih-lebih subsidair lagi perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 78 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Universitas Sumatera Utara
3) Tuntutan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tanggal 23 Januari 2006 yang isinya adalah sebagai berikut: 1.
Menyatakan terdakwa Scott Anthony Rush telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika yaitu “tanpa hak dan melawan hukum mengekspor narkotika Golongan I yang dilakukan secara terorganisir” sebagaimana dakwaan Primair melanggar Pasal 82 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
2.
Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Scott Anthony Rush dengan pidana penjara selama seumur hidup.
3.
Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan.
4.
Menyatakan sebanyak 31 (tiga puluh satu) jenis barang bukti dirampas untuk negara.
5.
Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada terdakwa sebesar Rp. 1.000 (seribu rupiah) 4) Fakta Hukum Berdasarkan hasil pemeriksaan dari petugas Laboratorium Forensik PoIri
Cabang Denpasar Nomor 178/KNF/2005 tanggal 23 Mei 2005 pada pokoknya menyimpulkan: 1.
Sarung tangan yang ditemukan didalam barang bukti berupa satu buah koper plastik warna cokelat motif kembang yang disita di Hotel Melasti dengan sarung
Universitas Sumatera Utara
tangan yang berada dalam tas punggung warna hitam merek Nike yang disita di Hotel Melasti memiliki keidentikan ciri fisik. 2.
Verban cokelat muda merek Leukoplast dalam tas warna hitam merek Country Road yang disita di Hotel Melasti Kuta, memiliki keidentik an ciri fisik dengan barang bukti verban yang disita dari Scoth Anthony Rush maupun Michael William Czugaj.
3.
Kantong plastik yang disita di Hotel Melasti Kuta memiliki keidentikan ciri fisik dengan barang bukti berupa kantong plastik yang ada di dalam tas punggung kombinasi putih, biru hitam dan biru muda merek Rusty yang disita di Hotel Melasti.
4.
Stagen yang disita di Hotel Melasti memiliki keidentikan ciri fisik dengan stagen yang disita dari Martin Eric Stephens dan barang bukti stagen yang disita dari Scoth Anthony Rush dengan barang bukti stagen yang disita dari Michael William Czugaj juga memiliki keidentikan ciri fisik. Berdasarkan hasil pemeriksaan dari petugas Laboratorium Forensik Polri
Cabang Denpasar dengan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. Lab: 220/KNF/200s tanggal 15 Juni 2005 menyimpulkan: 1) Barang bukti berupa heroin yang disita dari Renae Lawrence, Martin Eric Stephens, Michael William Czugaj, Scoth Anthony Rush, Myuran Sukumaran, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen dan Matthew James Norman adalah identik dengan serbuk heroin yang milik terdakwa Andrew Chan.
Universitas Sumatera Utara
2) Barang bukti serbuk merica yang disita dari Renae Lawrence, Martin Eric Stephens, Michael Willi am Czugaj, Scoth Anthony Rush adalah identik dengan serbuk merica yang disita di Hotel Melasti Kuta yang disita dari Myuran Sukumaran, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen dan Matthew James Norman. 5) Pertimbangan Hakim Hakim menyatakan bahwa atas alasan-alasan tersebut mahkamah agung berpendapat, bahwa mengenai alasan-alasan pemohon peninjauan kembali atau terpidana tersebut dapat dibenarkan, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1.
Hakim menyatakan bahwa terhadap isi Memori Peninjauan Kembali yang didasarkan atas alasan adanya keadaan baru (Novum) berupa Surat dari Australian Federal Police (AFP) kepada Polda Bali tangga l8 April 2005 dan tanggal 12 April 2005 tidak dapat di terima sebagai bukti atau keadaan baru (Novum) karena kedua surat tersebut meskipun berupa foto copy sudah pernah dikemukakan oleh Tim Penasihat Hukum Pemohon Peninjauan Kembali atau Terpidana dalam Nota Pembelaan maupun dalam Memori Banding dan Memori Kasasi sehingga bukan merupakan keadaan baru karena sudah diketahui sebelumnya.
2.
Hakim menyatakan bahwa permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata yaitu tidak mempertimbangkan fakta tentang peran Pemohon Peninjauan Kembali atau Terpidana dalam tindak pidana secara terorganisir tanpa hak mengekspor
Universitas Sumatera Utara
narkotika Golongan I dapat dibenarkan, karena judex juris mempertimbangkan bahwa sifat perbuatan Pemohon Peninjauan Kembali atau Terpidana dan kawankawan berupa penyalahgunaan narkotika sangat merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia bangsa Indonesia dan negara lain, di samping itu jumlah heroin yang diekspor secara terorganisir dan dibawa Pemohon Peninjauan Kembali atau Terpidana cukup besar yaitu 888,90 gram414,37 gram dan 389,90 gram, namun judex juris tidak mempertimbangkan fakta bahwa Pemohon Peninjauan Kembali atau Terpidana adalah merupakan orang yang dipergunakan sebagai media untuk mengekspor heroin tersebut dari Bandara Ngurah Rai Bali ke Australia oleh Myuran Sukumaran, Tan Duc Thanh Nguyen dan Andrew Chan, hal ini terbukti bahwa ketika masih berada di Australia Pemohon Peninjauan Kembali atau Terpidana diajak untuk berlibur ke Bali dan mengatakan kepada Pemohon Peninjauan Kembali atau Terpidana harus tahu Bali untuk itu baik tiket, akomodasi di Bali ditanggung oleh Myuran Sukumaran, di samping itu dalam perjalanan pulang bertempat di Hotel Adi Darma kamar 104 dan 105 Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yang menempelkan plastik bening warna putih yang berisi heroin pada anggota tubuh Pemohon Peninjauan Kembali atau Terpidana dan kawan-kawannya yaitu Michael William Czugaj, Renae Lawrence dan Martin Eric Sthephens meskipun Pemohon Peninjauan Kembali atau Terpidana harus tetap bertanggung jawab atas perbuatannya namun penjatuhan pidana mati terhadap Pemohon Peninjauan Kembali atau Terpidana tersebut yang masih berus ia muda ketika tertangkap
Universitas Sumatera Utara
yaitu 19 tahun dan kini sudah berusia 26 tahun dengan perannya sebagai orang yang digunakan sebagai media oleh sindikat kejahatan narkotika yang bersifat transnasional dengan iming-iming berwisata ke Bali, dipandang kurang atau tidak memenuhi rasa keadilan sehingga tentang penjatuhan pidana terhadap Pemohon Peninjauan Kembali atau Terpidana dapat dipertimbangkan aspek perbuatan dan perannya maupun pelaku daader yang bersangkutan. 3.
Hakim menyatakan bahwa terdapat kekeliruan yang nyata dalam putusan judex juris Nomor 1782 K/Pid/2006 karena hal-hal yang relevan secara yuridis tidak dipertimbangkan dengan benar yaitu Universal Declaration of Human Rights, tidak bias dipisahkan dengan Convensi-Convensi PBB lainnya yang telah diratifikasi oleh Indonesia antara lain adalah ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 yang mensyaratkan penjatuhan hukuman mati dengan sangat selektif jika negara tersebut memberlakukannya.
4.
Hakim menyatakan bahwa dalam perkara a quo Pemohon Peninjauan Kembali atau Terpidana berposisi sebagai kurir dan yang berperan sebagai kurir lainnya yaitu kawan Pemohon Peninjauan Kembali bernama Renae Lawrence telah dijatuhi pidana selama 20 (dua puluh) tahun.
5.
Hakim menyatakan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali terbilang masih muda usianya yaitu 19 tahun secara yuridis dapat menjadi keadaan-keadaan yang meringankan sebagaimana di tentukan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP.
Universitas Sumatera Utara
6.
Hakim menyatakan bahwa demikian pula orang yang bersama-sama dengan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Michael William Czugaj yang sama-sama sebagai kurir dijatuhi pidana seumur hidup.
7.
Hakim menyatakan bahwa terdapat pertentangan antara pelbagai putusan yaitu antara putusan Kasasi Nomor 1782 K/Pid /2006 dalam perkara atas nama terpidana Scott Anthony Rush dengan putusan Kasasi Nomor 1785 K/Pid/2006 dalam perkara atas nama terpidana Michael William Czugaj dapat dibenarkan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: a. Hakim menyatakan bahwa putusan Kasasi Nomor 1785 K/Pid /2006 atas nama Michael William Czugaj tanggal 6 September 2006 Majelis Hakim Mahkamah Agung telah menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara seumur hidup, sedangkan putusan Kasasi Nomor 1782 K/Pid/2006 atas nama Scott Anthony Rush tanggal 31 Agustus 2006 telah menjatuhkan pidana mati. b. Hakim menyatakan bahwa perbuatan yang dinyatakan terbukti antara kedua putusan tersebut adalah sama yaitu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara terorganisir tanpa hak mengekspor Narkotika Golongan I. c. Hakim menyatakan bahwa peran yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan Michael William Czugaj sesuai fakta sebagaimana termuat dalam putusan Pengadilan Negeri Nomor 622/2005 atas nama Michael William Czugaj.
Universitas Sumatera Utara
8.
Hakim menyatakan bahwa dari fakta tersebut juga nampak jelas peran terdakwa Michael William Czugaj, Scott Anthony Rush, Renae Lawrence dan Martin Eric Stephenss adalah sebagai kurir yang dipakai oleh kelompok tersebut untuk meloloskan paket-paket heroin tersebut ke tempat tujuan yaitu Australia sedang dalam putusan Pengadilan Negeri Nomor 628/Pid. B/2005/PN. Dps. atas nama Scott Anthony Rush dinyatakan telah diperoleh fakta-fakta antara lain bahwa modus operandi dari penyalahgunaan narkotika tersebut adalah dilakukan secara tertib, rapi dan rahasia di mana Andrew Chan, Myuran Sukumaran dan Tan Duc Thanh sebagai pihak yang mengatur dan menyalurkan dana, jadwal keberangkatan di mana sebelumnya telah dilakukan perekrutan yaitu dengan adanya ajakan kepada Scott Anthony Rush demikian Michael William Czugaj untuk berlibur ke Bali, sehingga melihat fakta-fakta tersebut maka peran Pemohon Peninjauan Kembali dan kawannya yaitu Michael William Czugaj sebagai kurir atau media.
9.
Hakim menyatakan bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka perbuatan Pemohon Peninjauan Kembali terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Primair, oleh karena itu cukup alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali dengan mempertimbangkan perbuatan dan perannya sebagai orang yang digunakan sebagai media oleh sindikat kejahatan narkotika, dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali harus dijatuhi hukuman yang memenuhi rasa keadilan dan setimpal dengan perbuatannya.
Universitas Sumatera Utara
6) Putusan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 628/Pid. B/2005/PN. Dps, tanggal 13 Februari 2006 yang amar lengkapnya sebagai berikut: 1.
Menyatakan terdakwa Scott Anthony Rush telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana narkotika “tanpa hak mengekspor narkotika golongan I yang dilakukan secara terorganisasi.”
2.
Menjatuhkan pidana atas diri terdakwa Scott Anthony Rush oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup.
3.
Menetapkan terdakwa Scott Anthony Rush tetap berada dalam tahanan.
4.
Menyatakan sebanyak 31 (tiga puluh satu) jenis barang bukti dirampas untuk negara.
5.
Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada terdakwa sebesar Rp. 1.000 (seribu rupiah) Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 20/Pid. B/2006 /PT. Dps.
Tanggal 26 April 2006 yang amar lengkapnya sebagai berikut: 1.
Menerima permintaan banding dari penasihat hukum terdakwa atas Putusan Sela Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 10 November 2005 Nomor 628/Pid. B/2005 /PN. Dps dan permintaan banding dari penasihat hukum terdakwa atas putusan akhir tanggal 13 Februari 2006 Nomor 628/Pid. B/2005/PN. Dps,
2.
Menguatkan Putusan Sela Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 10 November 2005 Nomor 628/Pid. B/2005/PN. Dps dan Putusan Akhir Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 13 Februari 2006 Nomor 628/Pid. B/2005/PN. Dps.
Universitas Sumatera Utara
3.
Menyatakan sebanyak 31 (tiga puluh satu) jenis barang bukti dirampas untuk negara.
4.
Menetapkan agar terdakwa tetap dalam tahanan.
5.
Membebankan biaya perkara kepada terdakwa dalam dua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding sebesar Rp. 2.500 (dua ribu lima ratus rupiah). Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1782 K/Pid/2006 tanggal 31 Agustus
2006 yang amar lengkapnya sebagai berikut: 1.
Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi Scott Anthony Rush tersebut.
2.
Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 20/Pid. B/2006/PT. Dps, tanggal 26 April 2006 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 628/Pid. B/2005/PN. Dps, tanggal 13 Februari 2006, kemudian mengadili sendiri: 1) Menyatakan terdakwa scott anthony rush tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “secara terorganisir tanpa hak mengekspor narkotika golongan I.” 2) Menjatuhkan pidana oleh karena itu terdakwa Scott Anthony Rush tersebut dengan pidana mati. 3) Memerintahkan agar barang bukti tetap terlampir dalam berkas perkara untuk digunakan dalam perkara lain. 4) Membebankan terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 2.500 (dua ribu lima ratus rupiah).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan surat permohonan peninjauan kembali bertanggal 16 Juli 2010 yang di terima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Denpasar pada tanggal 16 Juli 2010 dari Pemohon Peninjauan Kembali, yang memohon agar putusan Mahkamah Agung tersebut dapat di tinjau kembali, dimana amar dari putusan peninjauan kembali tersebut yaitu: 1.
Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali Scott Anthony Rush tersebut.
2.
Membatalkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1782 K/Pid/2006 tanggal 31 Agustus 2006 yang telah membatalkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 628/Pid. B/2005/PN. Dps tanggal 13 Februari 2006 yang telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 20/Pid. B/2006/PT. Dps. tanggal 26 April 2006, dan mengadili kembali: 1) Menyatakan terdakwa Scott Anthony Rush telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana narkotika “tanpa hak mengekspor narkotika golongan I yang dilakukan secara terorganisasi.” 2) Menghukum terpidana oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup. 3) Menyatakan sebanyak 31 (tiga puluh satu) jenis barang bukti dirampas untuk negara. 4) Membebankan terpidana untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini ditetapkan sebesar Rp. 2.500 (dua ribu lima ratus rupiah).
Universitas Sumatera Utara
B. Analisis Putusan Hakim dalam hal menjatuhkan putusan, terhadap pelaku tindak pidana narkotika, akan mempunyai konsekuensi yang luas, baik yang menyangkut langsung kepada pelaku tindak pidana maupun masyarakat secara luas, terlebih-lebih apabila putusan itu dianggap tidak tepat atau adanya disparitas penjatuhan pidana antara pelaku tindak pidana yang satu dengan pelaku tindak pidana yang lain, padahal pasal yang dilanggar adalah sama, apabila perbedaan putusannya mencolok, maka akan menimbulkan reaksi yang controversial dari berbagai pihak, baik itu datangnya dari pelaku tindak pidana atau terdakwa itu sendiri maupun yang datangnya dari masyarakat, sebab kebenaran dalam hal itu sifatnya adalah relatif tergantung dari mana sudut pandangnya.109 Pada putusan ini, terdakwa Scott Anthony Rush mendapat hukuman yang berbeda dengan terdakwa Michael William Czugaj yang sama-sama bertugas sebagai kurir atau media penyelundupan narkotika, dimana terdakwa Scott Anthony Rush mendapat hukuman mati, sedangkan terdakwa Michael William Czugaj mendapat hukuman seumur hidup, sehingga terdakwa Scott Anthony Rush mengajukan peninjauan kembali atas perkaranya Adanya disparitas penjatuhan pidana akan berdampak negatif terhadap terpidana yang merasa dirugikan terhadap putusan hakim tersebut. Apabila terpidana itu membandingkannya dengan terpidana lain yang dijatuhi hukuman lebih ringan padahal tindak pidana yang dilakukan adalah sama, maka terpidana yang dijatuhi 109
Ibid., hlm. 109
Universitas Sumatera Utara
hukuman lebih berat akan menjadi korban ketidakadilan hukum sehingga terpidana tersebut tidak percaya dan tidak menghargai hukum, sedangkan terpidana yang diputus lebih ringan akan ada anggapan bahwa melanggar hukum bukanlah hal yang menakutkan karena hukumannya ringan yang berakibat bisa saja kelak sesudah selesai menjalani pidana ia berbuat kejahatan lagi sehingga tujuan pemidanaan yang menimbulkan efek jera tidak tercapai.110 Sesuatu yang tidak diharapkan bisa terjadi apabila disparitas penjatuhan pidana tersebut tidak dapat diatasi, dimana akan timbul demoralisasi dan sikap antirehabilitasi di kalangan terpidana yang dijatuhi pidana yang lebih berat dalam kasus yang sebanding. Sebenarnya masalah ini tidak dapat dipandang sederhana, sebab justru persoalannya sangat kompleks dan mengandung makna yang sangat mendalam, baik dari segi yuridis, sosiologis, maupun filosofis.111 Bila dicermati secara seksama, hukum yang mengatur tentang narkotika, tidak diatur secara tegas ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana narkoba. Adanya batas maksimal dan batas minimum member keleluasaan kepada hakim untuk menjatuhkan pidana. Hal inilah yang menimbulkan perbedaan hukuman atau yang menyebabkan terjadinya disparitas penjatuhan pidana. Salah satu penyebab terjadinya disparitas penjatuhan pidana pada dasarnya dimulai dari hukum itu sendiri, di mana hukum tersebut membuka peluang terjadinya pidana karena adanya batas minimum 110
Agustina Wati Nainggolan, Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan), Tesis, (Medan: Pascasarjana Ilmu Hukum USU, 2009), hlm. 108 111 Muladi, Barda Nawawi Arief, Teori-teori Dan Kebijakan hukum pidana, (Bandung: Alumni, 1998), hlm. 52
Universitas Sumatera Utara
dan maksimum pemberian hukuman, sehingga hakim bebas bergerak untuk mendapatkan pidana yang menurutnya tepat.112 Bila dikaji lebih dalam kedua putusan di atas, tentang pertimbangan hakim terhadap hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan pada kedua putusan tersebut tidak jauh berbeda. Pada kasus pertama hal-hal yang memberatkan bahwa perbuatan terdakwa sangat meresahkan masyarakat serta dapat member contoh yang tidak baik bagi generasi muda. Pada kasus kedua hal-hal yang memberatkan bahwa perbuatan terdakwa menghambat program pemerintah yang sedang giatgiatnya memberantas penyalahgunaan narkotika, dan hal-hal yang meringankan pada putusan pertama sama dengan hal-hal yang meringankan pada putusan yang kedua. Adanya disparitas penjatuhan pidana bukan hanya tampak pada tingkat putusan hakim yang satu dengan hakim yang lain. Disparitas pidana itu bisa saja muncul pada tingkat penuntutan oleh jaksa penuntut umum, sering dijumpai di lapangan antara jaksa penuntut umum yang satu dengan yang lain tuntutan pidananya berbeda-beda terhadap terdakwa terhadap yang satu dengan terdakwa yang lain dalam tindak pidana yang sama, di samping disparitas pidana pada tingkat penuntutan, pada penjatuhan putusannya terjadi disparitas majelis hakim yang satu berbeda pendapat dengan majelis hakim yang lain dalam penjatuhan putusan. Berdasarkan putusan di atas dapat dilihat bahwa untuk kasus dan pasal yang dilanggar sama, hakim menjatuhkan putusan yang berbeda, ada yang memutus hukuman mati dan ada yang memutus penjara seumur hidup. Terjadinya putusan 112
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, (Jakarta: Aksara Baru, 1978), hlm. 4
Universitas Sumatera Utara
yang berbeda dalam kasus yang sama merupakan hal yang kasuistis sesuai dengan kasus itu sendiri, dimana ada pertimbangan memberatkan dan ada pertimbangan yang meringankan sehingga terhadap kasus yang sama hukumannya tidak sama, itulah sebabnya masih dijumpai penjatuhan pidana bagi pelaku tindak pidana narkotika yang satu lebih berat dibandingkan dengan pelaku tindak pidana narkotika lainnya.113 Pada putusan ini terjadi disparitas pemidanaan, dimana Scott Anthony Rush mulai pada pengadilan tingkat pertama sampai dengan peninjauan kembali tetap dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, hal ini dikarenakan hakim memandang bahwa Scott Anthony Rush hanya merupakan kurir atau media yang di manfaatkan oleh Andreaw Chan untuk menyelundupkan atau pengeksporan narkotika ke Australia. Pemberian hukuman berupa penjara seumur hidup, menurut hemat penulis sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan rasa keadilan dimasyarakat, mengingat dampat narkotika begitu besar sehingga pengedar narkotika pantas di berikan penjara seumur hidup, selain itu jika diberikan hukuman mati, menurut hemat penulis tidak sesuai dikarenakan Scott Anthony Rush juga merupakan korban yang dimanfaatkan sebagai media untuk melakukan penyelundupkan atau pengeksporan narkotika ke Australia. Pemberian hukuman ini tentunya akan memberikan kepastian hukum bagi semua kalangan maupun terdakwa, dimana bagi setiap orang yang melakukan peredaran, menggunakan, membeli, menjual, maupun menyelundupkan narkotika 113
Agustina Wati Nainggolan, Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan), Tesis, (Medan: Pascasarjana Ilmu Hukum USU, 2009), hlm. 124
Universitas Sumatera Utara
pasti akan dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberian hukuman ini juga tentunya akan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat yang terkena dampak atas peredaran narkotika yang dapat merusak generasi muda bangsa. Pada praktiknya masih sering dijumpai aparat penegak hukum yang salah menggunakan norma-norma hukum yang sudah ada baik itu yang disengaja maupun tidak. Bagi hakim sebagai pengambil keputusan akan sangat mungkin baginya untuk memanfaatkan peluang yang diberikan oleh undang-undang, sehingga hakim akan sangat mudah untuk mempermainkan hukum, tetapi mungkin juga disebabkan oleh kurangnya sumber daya hakim dalam memahami dan mengerti maksud dari kandungan hukum yang terdapat dalam undang-undang. Untuk terciptanya kemandirian penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, Mahkamah Agung dalam instruksinya Nomor KMA/015/INST/VI/1998 tanggal 01 Juni 1998 menginstruksikan agar para hakim memantapkan profesionalisme dalam mewujudkan peradilan yang berkualitas dengan menghasilkan putusan hakim yang eksekutabel, berisikan ethos (integritas), pathos (pertimbangan yuridis yang utama), filosofis (berintikan rasa keadilan dan kebenaran), sosiologis (sesuai dengan tata nilai yang berlaku dalam masyarakat), serta logos (dapat diterima akal sehat), demi terciptanya kemandirian para penyelenggara kekuasaan kehakiman.114 Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi kemandirian hakim dalam melaksanakan tugas dan kewenangan, namun demikian pada prinsipnya faktor-faktor 114
Bambang Sutiyoso, Loc. Cit., hlm. 14
Universitas Sumatera Utara
yang mempengaruhi tersebut dapat datangnya dari diri hakim itu sendiri maupun dari luar diri hakim tersebut yang disebut juga dengan faktor internal dan faktor eksternal, jadi faktor internal berkaitan dengan kualitas sumber daya hakim itu sendiri, yang dapat bermula dari cara rekruitmennya yang tidak objektif, integritas moral kurang dan tingkat pendidikan atau keahlian. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang datangnya dari luar diri hakim, terutama yang berkaitan dengan sistem peradilan atau sistem penegakan hukum yang kurang mendorong kinerja hakim, dimana dalam hal ini dapat disebabkan karena masalah instumen hukumnya (perundang-undangan), adanya intervensi dan tekanan dari pihak luar, tingkat kesadaran hukum, sarana dan prasarana sistem birokrasi atau pemerintahannya, dengan demikian kemandirian hakim berkorelasi positif dengan penegakan supremasi hukum itu sendiri.115 Penerapan kebijakan hukum pidana bagi masing-masing terpidana bali nine telah dimulai sejak tahun 2005 sampai dengan tahap pelaksanaan eksekusi mati di tahun 2015, berikut ringkasan hasil dari proses peradilan yang diterima para terpidana: 1.
Si Yi Chen, warga asing berkebangsaan Australia, pada tanggal 15 Februari 2006 mendapat putusan hukuman seumur hidup dari Pengadilan Negeri Denpasar. Kemudian pada tanggal 26 April 2006 melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Bali, hukuman menjadi 20 tahun penjara. Kemudian melakukan kasasi ke
115
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 8
Universitas Sumatera Utara
Mahkamah Agung, hukuman berubah menjadi hukuman mati pada tanggal 6 September 2006, Kemudian kembali melakukan kasasi ke Mahkamah Agung hukuman diturunkan menjadi hukuman seumur hidup pada tanggal 6 Maret 2008, dan pada saat ini menjalani hukuman di penjara kerobokan Bali. 2.
Renae Lawrence, warga asing berkebangsaan Australia, pada tanggal 13 Februari 2006 mendapat hukuman seumur hidup dari Pengadilan Negeri Denpasar. Kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bali, hukuman berubah menjadi 20 tahun penjara pada tanggal 26 April 2006. Kemudian mendapat remisi lima bulan pada hari kemerdekaan di tahun 2009. Kemudian kipindahkan ke LP Negara pada tahun 2013 karena dituduh ikut berkomplot untuk membunuh sipir penjara, pada tahun 2014 kembali dipindahkan ke LP Bangli, dan diperkirakan bebas pada tahun 2026.
3.
Michael Czugaj, warga asing berkebangsaan Australia, pada tanggal 14 Februari 2006 mendapat hukuman seumur hidup dari Pengadilan Negeri Denpasar. Kemudian melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Bali, hukuman menjadi 20 tahun penjara pada tanggal 26 April 2006. Kemudian melakukan kasasi ke Mahkamah Agung namun putusan kembali menjadi hukuman seumur hidup pada tanggal 6 September 2006, dan saat ini menjalani hukuman di penjara kerobokan Bali.
4.
Tan Duc Thanh Nguyen, warga asing berkebangsaan Australia, pada tanggal 15 Februari 2015 mendapat hukuman seumur hidup dari Pengadilan Negeri Denpasar. Kemudian melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Bali dan
Universitas Sumatera Utara
mendapat hukuman 20 tahun penjara pada tanggal 26 April 2006. Kemudian melakukan kasasi ke Mahkamah Agung, dan malah mendapat hukuman mati pada 6 September 2006. Kemudian kembali melakukan kasasi ke, hukuman berubah menjadi seumur hidup pada tanggal 6 Maret 2008. Pada tahun 2014 dipindahkan ke penjara Malang, Jawa Timur karena melakukan pelanggaran aturan penjara kerobokan Bali. 5.
Matthew Norman, warga asing berkebangsaan Australia, pada 15 Februari 2006 mendapat hukuman seumur hidup dari Pengadilan Negeri Denpasar. Kemudian melakukan banding ke Pengadilan Tinggi bali dan mendapat hukuman 20 tahun penjara pada tanggal 26 April 2006. Kemudian melakukan kasasi ke Mahkamah Agung, dan malah mendapat hukuman mati pada tanggal 6 September 2006. Kemudian kembali mengajukan kasasi, hukuman berubah menjadi penjara seumur hidup pada tanggal 6 maret 2008, dan saat ini menjalani hukuman di penjara kerobokan Bali.
6.
Scott Rush, warga asing berkebangsaan Australia, pada tanggal 13 Februari 2006 mendapat hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Denpasar. Kemudian melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Bali, hukuman berubah menjadi hukuman mati pada tanggal 6 September 2006. Kemudian melakukan kasasi ke Mahkamah Agung, hukuman dikurangi menjadi hukuman seumur hidup pada tanggal 10 Mei 2011. Kemudian kembali melakukan kasasi, Pengadilan Tinggi Bali mengurangi hukuman hingga 18 tahun penjara pada 15 Juli 2011. Kemudian
Universitas Sumatera Utara
di pindahkan dari penjara kerobokan ke penjara karangasem, dan di jadwalkan bebas pada tahun 2029. 7.
Martin Stephens, warga asing berkebangsaan Australia, pada tanggal 14 Februari 2006 mendapat hukuman seumur hidup dari Pengadilan Negeri Denpasar. Kemudian melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Bali, hukuman tidak berubah pada tanggal 26 April 2006. Kemudian melakukan kasasi ke Mahkamah Agung, hukuman tetap tidak berubah pada tanggal 14 Januari 2011, dan pada saat ini sedang menjalani hukuman di kerobokan Bali.
8.
Myuran Sukumaran, warga asing berkebangsaan Australia, dijatuhi hukuman mati pada tanggal 14 Februari 2006 oleh Pengadilan Negeri Denpasar. Kemudian melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Bali pada tanggal 26 April 2006 hukuman tidak berubah. Kemudian melakukan kasasi ke Mahkamah Agung pada tanggal 6 Juli 2011, hukuman tetap tidak berubah. Kemudian melakukan permohonan grasi kepada presiden namun ditolak.116
9.
Andrew Chan, warga asing berkebangsaan Australia, pada tanggal 14 Februari 2006 menerima putusan hukuman mati dari Pengadilan Negeri Denpasar. Kemudian melakukan banding kepada Pengadilan Tinggi Bali pada tanggal 26 April 2006, dan hukuman tidak berubah. Kemudian melakukan judicial review dilakukan di Pengadilan Negeri Denpasar pada tanggal 13 Agustus 2010. Kemudian melakukan kasasi ke Mahkamah Agung pada tanggal 10 Mei 2011, 116
Kompasiana, Mengungkap Kembali Kasus Bali Nine, http://www.kompasiana.com/rushanovaly/mengungkap-ulang-kasusbalinine/html, (di akses terakhir tanggal 21 Agustus 2015).
Universitas Sumatera Utara
hukuman tetap tidak berubah. Kemudian meminta grasi kepada Presiden Joko Widodo pada tanggal 17 Januari 2015, dan permohonan grasi di tolak. Sembilan anggota bali nine ini mendapatkan putusan hukum bervariasi, dua orang mendapatkan hukuman mati dan tujuh lainnya mendapat hukuman penjara seumur hidup hingga 18 tahun. Keputusan Pemerintah Indonesia untuk menjalankan kebijakan hukum pidana terpidana warga negara asing kasus narkotika tentu bisa menjadi pelajaran berharga bahwa narkotika adalah kejahatan luar biasa yang merusak generasi muda dalam jangkauan luas lintas negara.
Universitas Sumatera Utara