BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Minat Pembelian Ulang (Repurchase Intention) Minat pembelian ulang (repurchase intention) adalah keputusan terencana seseorang untuk melakukan pembelian kembali atas produk atau jasa tertentu, dengan mempertimbangkan situasi yang terjadi dan tingkat kesukaan (Hellier et al. 2003).Repurchase intention merupakan suatu komitmen konsumen yang terbentuk setelah konsumen melakukan pembelian suatu produk atau jasa. Komitmen ini timbul karena kesan positif konsumen terhadap suatu merek, dan konsumen merasa puas terhadap pembelian tersebut (Hicks et al, 2005). Menurut Sciffman and Kanuk (1991) mendefinisikan minat pembelian sebagai berikut “Repeat purchase is closely related to the concept of brand loyalty, which most firms to encourage because it ensures them stability in the market place. Unlike trial, in which the consumer uses the product on small scale, a repeat purchase usually signifies that the products meets with the consumer’s approval and that the consumer is willing to use it again and in larger quantities” (p.570). Pembelian berulang-ulang berhubungan erat dengan konsep kesetiaan merek dimana banyak perusahaan berusaha memastikan stabilitas di pasar 8 8
itu.Suatu pembelian yang dilakukan berulang-ulang umumnya mengartikan bahwa produk yang dibeli berdasarkan persetujuan konsumen dan konsumen akan menggunakannya kembali dalam jumlah yang lebih besar. Untuk dapat menjadi perusahaan yang berhasil dan mampu bertahan dari para pesaing, perusahaan harus mampu mempertahankan pelanggannya dan kemudian menjadikan mereka loyal. Agar dapat melakukan hal-hal tersebut diatas maka perusahaan harus mampu mengidentifikasi dan mengetahui alasan pelanggan membeli dan apa harapan atau keinginan dari membeli itu. Menurut
Engel,
Blackwell,
dan
Miniard
(2001)repurchase
intentionyaitu “a specific type of purchase intentions is repurchase intentions, which reflect whether we anticipate buying the same product or brand again”. Penjelasan tersebut mengatakan bahwa bentuk spesifik dari niat pembelian adalah niat pembelian ulang, yang mencerminkan harapan untuk membeli ulang produk ataumerek yang sama. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa repurchase intention adalah kecenderungan perilaku membeli dari pelanggan yang dilakukan berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu yang didasarkan dari pengalaman masa lalu ketika kita berbelanja (Kinnear dan Taylor, 1995).
9
2.1.1 Indikator dari Minat Pembelian Ulang Menurut penelitian P.K Hellier, G.M Geursen, R.A Carr & J.A Rickard (2003) menyatakan bahwa indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur variabel nilai pembelian ulang yaitu minat membeli dengan jumlah uang yang sama, minat membeli dengan menambah jumlah, dan minat membeli dengan penambahan frekuensi.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Pembelian Ulang Beberapa penelitian telah mengidentifikasi beragam faktor yang mempengaruhi repurchase intention, baik variabel yang mempengaruhi secara langsung maupun melalui intervening variabel lain. Beberapa diantaranya adalah faktor – faktor pengaruh yang dibahas dalam penelitian ini, antara lain brand preference(Dodds et al, 1991; Andreassen dan Lindestad, 1998; Erdem dan Swait, 1998; Pritchard et al, 1999; dan Roest dan Pieters, 1997), expected switching cost(Fornell, 1992;. Heskett et al, 1990), customer loyalty(Pritchard, 1991), serta customer satisfaction(Anderson dan Sullivan, 1993; Bolton, 1998; Cronin dan Taylor, 1992; Fornell, 1992; Oliver, 1980; Patterson dan Spreng, 1997, Rust dan Zahorik, 1993; Selnes, 1998; Swan dan Trawick, 1981; Taylor dan Baker, 1994;. Woodside et al, 1989).
10
Pembahasan mengenai hal-hal yang mempengaruhi Repurchase intention, seperti brand preference, customer loyalty, expected switching cost, dan customer satisfaction akan dibahas pada sub bab berikutnya. 2.2
Preferensi Merek (Brand Preference) Preferensi merek merupakan salah satu bentuk apresiasi konsumen terhadap merek (Kotler dan Keller, 2009: 50).Brand preference dapat diartikan sebagai target konsumen yang biasanya lebih memilih suatu merek dibanding merek yang lain, mungkin diakibatkan karena kebiasaan atau pengalaman masa lalu yang baik dengan merek tersebut (Wijaya, 2001). Kotler dan Armstrong (1996) mengatakan bahwa brand preference adalah “buyers select them over the others” (p. 284), artinya suatu merek yang cenderung dipilih oleh seorang konsumen diantara merek lainnya. Jadi, brand preference adalah sejauh mana pelanggan menikmati layanan yang disediakan oleh perusahaan saat ini, dibandingkan dengan layanan yang disediakan oleh perusahaan lain. Pengertian brand preferencelebih dari sekedar simbol dikarenakan adanya enam level pengertian yang terkandung di dalamnya meliputi: atribut, manfaat, nilai, budaya, kepribadian, dan pemakai (Dharmmesta, 2002). Tantangan dalam brand preference adalah mengembangkan satu pengumpulan makna
yang
lebih
dalam
terhadap
merek
tersebut.Dalam
jangka
11
panjang, brand preference yang paling tahan lama adalah nilai, budaya, dan kepribadian yang tercermin dari merek- merek itu.Hal-hal tersebut menentukan
inti
dari
sebuah brand
preference
sehingga brand
preference menjadi sangat strategis bagi suatu perusahaan dikarenakan adanya manfaat yang diberikan bagi konsumen.Brand preference tidak mengukur loyalitas merek yang menggunakan perilaku nyata (pembelian aktual) sebagai kriteria, tetapi menggunakan komitmen psikologis atau pernyataan preferensi (Dharmmesta, 2002). Brand preference seringkali ditemukan sebagai variabel yang langsung mempengaruhi keinginan konsumen untuk membeli brand. Preferensi merupakan kecenderungan akan sesuatu yang biasanya diperoleh setelah konsumen membandingkan sesuatu tersebut dengan sesuatu yang lainnya. Dengan demikian, brand preference merupakan kecenderungan seorang konsumen untuk menyukai sebuah brand dibandingkan yang lainnya sehingga akan membentuk keinginannya untuk membeli brand tersebut. Salah satu tujuan penting program brand preference adalah untuk meningkatkan repurchase intention. Kemajuan konstruktif juga muncul dalam model struktural preferensi pelanggan dan pembelian kembali olehAndreassen dan Lindestad (1998), Erdem dan Swait (1998), Pritchard et al (1999) dan Roest dan Pieters (1997).
12
Brand preference adalah variabel intervening yang sebelumnya di pengaruhi oleh customer satisfaction.Dalam penelitian ini, pendekatan yang dilakukan adalah evaluasi terpisah dan berbeda dari brand prefenrence yang mendahului
repurchase
intention
(Manrai,
1995;
Storbacka
et
al,
1994).Dengan demikian model konseptual yang dikembangkan adalah sebagai berikut.
Customer satisfactionBrand preferenceRepurchase intention
Gambar 2.1 Model Konseptual
2.2.1 Dimensi Preferensi Merek Dimensi yang digunakan untuk mengukur preferensi merek (Jamal dan Goode, 2007:106) adalah: 1. Lebih menyukai merek tertentu dibandingkan dengan merek-merek lain 2. Cenderung membeli merek tertentu dibandingkan dengan merek lain. Konsumen pada awalnya berada dalam kondisi sadar (aware) dengan suatu merek, setelah itu muncul minat konsumen terhadap merek dan dapat meningkat menjadi suka akan merek. Konsumen yang telah memiliki perasaan suka akan merek tidak serta merta memiliki kecenderungan untuk membeli
13
merek tersebut karena mempertimbangkan faktor lain dalam keputusan pembeliannya.
2.2.2 Indikator dari Preferensi Merek Preferensi merek terbaik dapat memberikan jaminan kualitas bagi konsumennya. Adapun preferensi konsumen terhadap suatu merek tertentu dibandingkan merek lainnya dapat diukur dengan pernyataan sebagai berikut: a. Saya lebih menyukai merek tertentu dibandingkan dengan merek lainnya. b. Saya akan menggunakan merek tertentu dibandingkan dengan merek lainnya. c. Saya lebih memilih merek tertentu dibandingkan dengan merek lainnya. d. Saya lebih cenderung membeli merek tertentu dibandingkan dengan merek lainnya. Sumber : Fongana (2009) Brand Preference didalam penelitian ini menjadi variabel penghubung atau intervening variabel antara customer satisfactiondan repurchase intention. Dimana sebelum terciptanya brand preference terlebih dahulu customer satisfaction mempengaruhi customer loyalty dan expected switching
14
cost. Pembahasan expected switching cost, customer loyalty, dan brand preferenceakan dijelaskan pada sub bab berikutnya.
2.2
Perkiraan biaya perpindahan (Expected Switching Cost) Pengertian expected switching cost menurut Farrell and Klemperer (2002), "a consumer faces a switching cost between sellers when an investment specific to his current seller must be duplicated for a new seller".Konsumen menghadapi biaya perpindahan antar penjual ketika nilai investasi yang spesifik untuk penjual saat ini harus digandakan untuk penjual baru.Sebagai definisi ini menunjukkan, switching cost dapat timbul karena beberapa alasan. Menurut Lee, Lee, dan Feick (2001) mendefinisikan switching cost yaitu biaya yang dikeluarkan oleh konsumen karena berpindah ke merek yang lain yang tidak akan di alami jika konsumen tetap setia dengan mereksaat ini. Dengan menciptakan atau memanfaatkan switching cost, perusahaan dapat menurunkan persaingan harga, membangun keunggulan kompetitif dan mendapatkan keuntungan yang luar biasa sebagai sebuah investasi (Klemperer,1995). Switching cost biasanya tidak keluar langsung setelah berpindah merek, tapi biasanya pelanggan merasakannya setelah beberapa lama mereka
15
berpindah merek. Pelanggan menyatakan tidak layak untuk beralih merek, ketika pelanggan mungkin merasakan hambatan dalam berpindah merek seperti munculnya biaya pencarian, biaya transaksi, biaya untuk belajar, kehilangan diskon pelanggan setia, kebiasaan pelanggan, biaya emosional dan upaya kognitif, ditambah dengan resiko keuangan, sosial, psikologis dari pihak pembeli (Fornell, 1992).
2.3.1 Indikator dari Perkiraan Biaya Perpindahan Menurut Burnham, et al. (2003) menyatakan bahwa switching cost didefinisikan sebagai
biaya-biaya
yang dihubungkan dengan proses
perpindahan dari satu merek ke merek lain. Lebih lanjut, Burnham menyatakan bahwa ada tiga tipe switching cost: 1. Procedural switching cost yang meliputi resiko ekonomi dan biaya evaluasi dan melibatkan penggunaan waktu dan usaha. 2. Financial switching cost yang melibatkan hilangnya benefit dan sumber daya keuangan. 3. Relational switching cost yang berhubungan dengan hilangnya hubungan personal dan hubungan dengan merek, yang melibatkan ketidaknyamanan psikologikal dan emosional karena hilangnya identitas dan putusnya hubungan.
16
2.4
Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty) Loyalitas pelanggan (customer loyalty) secara umum dapat diartikan kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik berupa barang maupun jasa.Customer loyalty merupakan manifestasi yang berkelanjutan dari customer satisfaction dalam menggunakan produk maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen dari perusahaan tersebut. Chaudhuri dan Holbrook (2001) mengungkapkan loyalitas pelanggan dibentuk oleh sikap kesetiaan dan loyalitas perilaku.Sikap loyalitas berarti kesetiaan dalam sikap dan toleransi terhadap harga.Loyalitas perilaku berarti pembelian berkelanjutan dan perilaku rekomendasi. Loyalitas adalah sebagai komitmen yang dipegang kuat untuk membeli lagi atau berlangganan lagi produk atau jasa tertentu di masa depan meskipun ada pengaruh situasi dan usaha pemasaran yang berpotensi menyebabkan peralihan perilaku (Kotler dan Keller, 2007:175). Pengertian customer loyalty menurut Dick dan Basu (1994) bahwa: "The strength of the relationship between an individual's relative attitude towards an entity (brand, service, store, or vendor) and repeat patronage". Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (1997,p.554) bahwa loyalitas berasal dari pemenuhan harapan konsumen, sedangkan ekspektasi sendiri berasal dari pengalaman pembelian terdahulu oleh konsumen, opini
17
dari teman dan kerabat, dan janji atau informasi yang didapat dari pemasar ataupun pesaing. Dari berbagai definisidiatas dapat disimpulkan bahwa customer loyalty merupakan sebuah sikap yang menjadi dorongan perilaku untuk melakukan pembelian produk/jasa dari suatu perusahaan yang menyertakan aspek perasaan didalamnya, dan juga mempunya komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan yang menawarkan produk/ jasa tersebut.
2.4.1 Indikator Loyalitas Pelanggan Menurut Kotler & Keller (2006 ; 57) indikator dari loyalitas pelanggan adalah repeat purchase (kesetiaan terhadap pembelian produk); retention (ketahanan terhadap pengaruh yang negatif mengenai perusahaan); referalls (mereferensikan secara total esistensi perusahaan)
2.4.2 Elemen - ElemenLoyalitas Pelanggan Timm (2001; 93) menjelaskan 5 elemen dari loyalitas pelanggan sebagai berikut: 1. Keseluruhan kepuasan pelanggan. Tingkat rendah atau tidak menentu kepuasan mendiskualifikasi perusahaan untuk mendapatkan loyalitas pelanggan. 2. Komitmen pelanggan untuk melakukan investasi berkelanjutan dalam hubungan yang berkelanjutan dengan perusahaan. 18
3. Tujuannya pelanggan untuk menjadi pembeli ulang. 4. Kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan perusahaan kepada orang lain. 5. Resistensi pelanggan untuk beralih ke pesaing.
2.4.3 Memelihara dan Meningkatkan Loyalitas Pelanggan Bentuk kegiatan pemasaran yang digunakan perusahaan untuk meningkatkan loyalitas dan retensi (Kotler dan Keller, 2009:153-155). 1. Berinteraksi dengan pelanggan Mendengarkan pelanggan merupakan hal penting dalam customer relationship management.Tetapi mendengarkan hanyalah sebagian dari cerita.Penting untuk menjadi advokat pelanggan dan sebisa mungkin memandang masalah dari sisi pelanggan, memahami sudut pandang mereka. 2. Mengembangkan program loyalitas Program loyalitas dapat ditawarkan perusahaan adalah program frekuensi dan program keanggotaan di dalam sebuah klub.Program frekuensi dirancang untuk memberikan penghargaan kepada pelanggan yang sering membeli dan dalam jumlah besar.Sedangkan program keanggotaan klub bisa terbuka bagi semua orang atau terbatas bagi konsumen yang berminat atau yang bersedia membayar sejumlah iuran keanggotaan.
19
3. Mempersonalisasikan pemasaran Personel perusahaan dapat menciptakan ikatan yang kuat dengan pelanggan melalui pengindividuan dan personalisasi hubungan.Intinya, perusahaan yang cerdas mengubah pelanggan mereka menjadi klien.
2.5
Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) Menurut Kotler dan Keller (2007:238)kepuasan pelanggan (customer satisfaction) merupakan fungsi dari seberapa sesuainya harapan pembeli produk dengan kinerja yang dipikirkan pembeli atas produk tersebut. Sedangkan menurut Schiffman, G.L. and L.L. Kanuk (2005) memberikan definisi kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan mengatakan sebagai berikut “Customer satisfaction is the individual’s perception of the performance of the product or service in relation to his or her expectations. The concept of customer satisfaction is a function of customer expectations. A customer whose experience falls below expectations will be dissatisfied. And customers whose expectations are exceeded will be very satisfied or delighted”. Kepuasan pelanggan adalah persepsi individu dari kinerja produk atau jasa yang berkaitan dengan harapan.Konsep kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari harapan pelanggan. Seorang pelanggan yang memiliki pengalaman turun di bawah ekspektasi akan merasa tidak puas. Dan pelanggan yang melebihi harapan akan sangat puas atau senang .
20
Dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan (customer satisfaction) adalah tingkat kesenangan keseluruhan atau kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan, yang dihasilkan dari kemampuan produk atau jasa untuk memenuhi keinginan pelanggan, harapan dan kebutuhan yang berkaitan dengan produk atau jasa.Penilaian kepuasan pelanggan berdasarkan penilaian pelanggan tentang apa yang diterima (manfaat yang diberikan oleh produk dan jasa), dan apa yang diberikan (biaya atau pengorbanan yang dikeluarkanuntuk memperoleh dan memanfaatkan produk dan jasa). Menjaga
kepuasan
konsumen
adalah
kunci
untuk
dapat
mempertahankan mereka dan meningkatkan profitabilitas.Untuk memuaskan pelanggan, hampir semua perusahaan menggunakan pendekatan multi atribut untuk memisahkan faktor penentu dari kepuasan secara keseluruhan (Oliver, 1993).
2.5.1 Indikator Kepuasan Pelanggan Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur variabel kepuasan pelanggan ini berdasarkan penelitian Selnes (1993 dalam Saha dan Zhao, 2005).Indikator–indikator tersebut adalah rasa senang, kepuasan terhadap layanan, kepuasan terhadap system, dan kepuasan finansial.
21
2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Menurut Zheithaml dan Bitner (2003: 87) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, antara lain: 1. Fitur produk dan jasa Kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa secara signifikan dipengaruhi oleh evaluasi pelanggan terhadap fitur produk atau jasa. 2. Emosi pelanggan Emosi juga dapat mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa.Emosi ini dapat stabil, seperti keadaan pikiran, perasaan atau kepuasan hidup.Pikiran atau perasaan pelanggan dapat mempengaruhi respon pelanggan terhadap produk. 3. Atribusi untuk keberhasilan atau kegagalan Atribusi-penyebab yang dirasakan dari suatu peristiwa yang mempengaruhi persepsi dan kepuasan.Ketika pelanggan dikejutkan dengan hasil (produk lebih baik atau lebih buruk dari yang diharapkan), pelanggan cenderung untuk melihat alasan, dan penilaian mereka terhadap alasan yang dapat mempengaruhi kepuasan. 4. Persepsi terhadap kewajaran dan keadilan Kepuasan pelanggan juga dipengaruhi oleh persepsi pelanggan terhadap kewajaran dan keadilan.
22
5. Pelanggan lain, keluarga, dan rekan kerja. Kepuasan pelanggan juga dipengaruhi oleh orang lain. Ekspresi kepuasan atau ketidakpuasan dari pelanggan, keluarga, maupun rekan kerja mempengaruhi persepsi kepuasan pelanggan.
2.5.3 Metode Mengukur Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler (1994) dalam Nasution (2005 : 66 ), ada 4 metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu : 1. Sistem Keluhan dan Saran Perusahaan
yang
berorientasi
pada
pelanggan(Customer
–
Oriented) menyediakan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untukmenyampaikan saran, kritik, dan keluhan mereka. 2. Ghost Shopping Mempekerjakan beberapa orang yang berperan sebagai pelanggan atau pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. Kemudian melaporkan halhal yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan produk, mengamati dan menilai cara penanganan yang lebih baik.
23
3. Lost Customer Analysis Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau beralih ke perusahaan. Perusahaan berusaha untuk mengamati apa yang menyebakan pelanggan bisa berpindah ke produk atau jasa lain. 4. Survei Kepuasan Pelanggan Survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Pengukuran kepuasan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, sebagai berikut : a. Directly reported satisfaction Melakukan pengukuran secara langsung melalui pertanyaan tentang tingkat kepuasan pelanggan. b. Derived dissatisfaction Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan. c. Problem anlaysis Pelanggan diminta untuk menungkapkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan produk atau jasa dan memberikan saran-saran perbaikan. d. Importance-performance Analysis Responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/atribut tersebut. 24
2.6
Pengaruh Customer Satisfaction Terhadap Customer Loyalty Pada saat persaingan semakin ketat dan harapan pelanggan semakin meningkat, perusahaan sangat tertarik untuk menjaga loyalitas pelanggan yang sudah ada.Karena hampir semua perusahaan bergantung pada bisnis yang berulang dan guna menghadapi persaingan dengan pesaing.Biasanya, customer satisfaction dianggap sebagai pendahulu langsung terhadap customer
loyalty(EW
gilirannya,customer
Anderson
loyalty
harus
&
Sullivan,
mengarah
1993,
pada
hal.125).Pada
peningkatan
nilai
shareholder dan efisiensi aset (Reichheld, 1996).Dengan demikian, mencapai tingkat tinggi kepuasan pelanggan telah menjadi tujuan utama bagi banyak perusahaan. Menurut Gustafson, Johnson, dan Ross (2005) menyatakan bahwa kepuasan memberikan pengaruh positif pada loyalitas. Dalam konteks jasa terungkap bahwa loyalitas juga dipengaruhi langsung oleh kepuasan.Bukti empiris tambahan untuk hubungan positif antara dua konstruksi disediakan oleh EW Anderson et al. (1994); Hallowell (1996).Sedangkan, dalam konteks saluran pemasaran, penelitian oleh Ping (1993) mendukung adanya hubungan kepuasan-loyalitas positif. Bloemer dan de Ruyter (1998) telah menetapkan bahwa hubungan positif antara kepuasan dan loyalitas di moderatori oleh sejauh mana pelanggan melakukan perbandingan antara harapan terhadap merek dan kinerja.Meskipun demikian, hubungan antara kepuasan dan loyalitas 25
pelanggan sekarang diakui lebih kompleks daripada sebelumnya (Garbarino dan Johnson, 1999).
2.7
Pengaruh Customer Satisfaction Terhadap Expected Switching Cost Peluang analisis biaya menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan memiliki efek positif pada perkiraan kerugian atau biaya perpindahan pemasok produk.Artinya, semakin tinggi tingkat kepuasan keseluruhan pelanggan dengan layanan, maka semakin besar biaya peluang yang harus dikeluarkan untuk dapat mengharapkan kepuasan pelanggan. Menurut Fornell(1992) Ketika perusahaan mengadopsi strategi pemasaran defensif yang memanfaatkan switching costs sebagai sarana mempertahankan pelanggan yang tidak puas, hubungan positif antara kepuasan dan biaya peralihan menjadi tidak efektif jika dilakukan dalam jangka pendek. Sedangkan dalam jangka panjang sekalipun, kemampuan beralih hambatan biaya untuk mempertahankan dukungan pelanggan yang tidak puas mungkin cukup terbatas (Jones et al, 2000). Ketika merek sangat banyak, sedangkan switching cost rendah maka pelanggan yang tidak puas cenderung untuk beralih ke merek lain, sedangkan jika switching cost tinggi, maka pelanggan cenderung untuk tetap setia (Lee, Lee dan Feick, 2001). Pelanggan juga akan tetap setia kepada suatu merek
26
jika pelanggan merasa menerima nilai yang lebih besar ketimbang merek yang lain.
2.8
Pengaruh Customer Satisfaction Terhadap Brand Preference Menurut Stauss dan Neuhaus (1997) bahwakepuasan pelanggan dapat mempengaruhi perubahan sikap (preferensi merek) yang pada gilirannya mempengaruhi niat pembelian kembali. Tingkat kepuasan yang tinggi cenderung meningkatkan kemungkinan bahwa merek tersebut akan disimpan dalam himpunan pertimbangan pelanggan dan akan meningkatkan preferensi pelanggan terhadap merek (Westbrook dan Oliver, 1981).
2.9
Pengaruh Customer Loyalty Terhadap Brand Preference Pelanggan mencoba untuk mengurangi risiko yang dirasakan dalam pembelian layanan (Murray, 1991) dengan membeli merek terkenal, mencari informasi tambahan dan mengulang pembelian merek yang telah memberikan kepuasan (Perry dan Hamm, 1969; Roselius, 1971).Penggunaan segmentasi loyalitas pelanggan dalam strategi pemasaran perusahaan juga meningkatkan kemungkinan hubungan positif antara dukungan masa lalu dan preferensi merek saat ini (Pritchard, 1991).Hubungan kausal antara pembelian ulang masa lalu dan preferensi merek saat ini mungkin juga hasil dari kelemahan pelanggan (Roy et al, 1996).Misalnya, keinginan oleh pelanggan untuk menghindari rutinitas belajar dan praktek layanan baru atau untuk 27
menghindari membuat perbandingan harga antar merek (Krishnamurthi et al, 1992).
2.10
Pengaruh Expected Switching Cost Terhadap Brand Preference Analisa switching costakan menyediakan pandangan perusahaan memilih switching cost yang tepat, guna meningkatkan basis brand preference. Salah satu jenis switching cost yaitu resiko adanya perubahan. Menurut Gronhaug dan Gilly (1991), mengungkapkan switching cost membuat perubahan pada perusahaan menjadi lebih mahal terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang di tanggung. Inilah sebabnya mengapa beberapa perusahaan mengeluarkan usaha yang cukup besar dalam membangun biaya peralihan ke strategi pemasaran mereka (Fornell, 1992;. Heskett et al, 1990), semakin besar switching cost yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menanggung biaya peralihan yang seharusnya dialami konsumen, maka akan semakin kuat preferensi pelanggan merek tersebut dibandingkan denganmerek yang lain.
2.11
Pengaruh Brand Preference Terhadap Repurchase Intention Preferensi
merek
merupakan
tingkatan
dimana
konsumen
menghendaki produk yang diberikan oleh perusahaannya sekarang ini sebagain perbandingan pada produk yang disediakan oleh perusahaan lain 28
dengan rangkaian pertimbangannya (Ardhanari, 2008). Konsumen yang mempunya brand preference yang tinggi, maka akan menimbulkan repurchase intention. Jadi terlihat bahwa preferensi merek mendahului niat pembelian ulang terjadi.Hal ini di dukung oleh Mantel dan Kardes yang menyatakan bahwa perefrensi merek anteseden utama dari pembelian ulang konsumen (dalam Fongana, 2009). Menurut Dodds et al, (1991) bahwapengaruh preferensi merek pada kesediaan untuk membeli jarang dilakukan adanya pemeriksaan. Pendekatan mendorong spesifikasi yang lebih tepat pada perilaku pilihan pelanggan yang disediakan oleh penyedia dalam teori pertimbangan yang ditetapkan oleh Robert dan Lattin (1997).Kemajuan konstruktif juga muncul dalam model struktural preferensi pelanggan dan pembelian kembali olehErdem dan Swait (1998) dan Pritchard et al (1999).
2.12
Pengaruh Customer Satisfaction Terhadap Repurchase Intention Sebuah hubungan positif langsung antara kepuasan pelanggan dan niat beli kembali didukung oleh berbagai penelitian produk dan layanan (Anderson dan Sullivan, 1993; Bolton, 1998). Studi ini menetapkan bahwa kepuasan pelanggan secara keseluruhan dengan suatu merek sangat terkait dengan niat perilaku untuk kembali ke merek yang sama. Namun, harus diingat bahwa hubungan positif langsung kepuasan terhadap niat pembelian kembali adalah penyederhanaan masalah.Sedangkan kepuasan pelanggan merupakan salah 29
satu faktor utama dari banyak variabel yang dapat berdampak pada niat pembelian kembali pelanggan (Sharma dan Patterson, 2000).
2.13
Model Penelitian Berdasarkan landasan teori yang telah dibahas sebelumnya yang menyangkut repurchase intention, brand preference, expected switching cost, customer loyalty, dan customer satisfaction. Maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran teoritis yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Customer loyalty
H1
H4 H3H6
Customer satisfaction
H2
Brand preference
Repurchase intention
H5 Excpected switching cost
H7 Sumber : Customer Repurchase Intention - European Journal Of Marketing.2003
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis
30
2.14
Hipotesis Hipotesis
adalah
merupakan
jawaban
sementara
terhadap
permasalahan yang diteliti dan kebenarannya perlu diuji secara empiris. Dari penelitian ini penulis mengambil suatu perumusan masalah, tinjauan pustaka dan tinjauan penelitian, maka dapat ditarik hipotesis sementara dari penelitian ini yaitu : H1: Kepuasan pelanggan memiliki efek positif langsung pada loyalitas pelanggan pada perusahaan. H2: Kepuasan pelanggan memiliki efek positif langsung pada biaya perpindahan yang diharapkan. H3:Kepuasan pelanggan memiliki efek positif langsung pada preferensi merek. H4: Loyalitas pelanggan memiliki efek positif langsung pada preferensi merek. H5: Biaya perpindahan yang diharapkan memiliki efek positif langsung pada preferensi merek. H6: Kekuatan preferensi merek memiliki efek langsung yang positif terhadap niat pembelian kembali. H7: Kepuasan pelanggan memiliki efek positif langsung terhadap niat pembelian kembali.
31