BAB II LANDASAN TEORI
A. Makna Hidup 1. Definisi Makna Hidup Teori tentang makna hidup dikembangkan oleh Victor Frankl, dimana teori ini dituangkan ke dalam suatu terapi yang dikenal dengan nama logoterapi. Logoterapi memiliki tiga konsep dasar yakni: a. Kebebasan berkehendak ( the freedom to will) Manusia dalam batas-batas tertentu memiliki kemampuan dan kebebasan untuk mengubah kondisi hidupnya guna meraih kehidupan yang lebih berkualitas. Dan yang sangat penting kebebasan ini harus disertai rasa tanggung jawab (responsibility) agar tidak berkembang menjadi kesewenang-wenangan. b. Hasrat untuk hidup bermakna ( the will to meaning) Setiap
orang
mengiinginkan
dirinya
menjadi
orang
yang
bermartabat dan berguna bagi dirinya, keluarga, lingkungan kerja, masyarakat sekitar dan berharga di mata Tuhan. Keinginan untuk hidup bermakna memang benar-benar merupakan motivasi utama pada manusia. Hasrat inilah yang mendorong setiap orang untuk melakukan berbagai kegiatan seperti kegiatan bekerja dan berkarya agar hidupnya dirasakan berarti dan berharga.
Universitas Sumatera Utara
c. Makna hidup ( the meaning of life) Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap penting, dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Makna hidup apabila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini dirasakan demikian berarti dan berharga. Dan makna hidup ternyata ada dalam kehidupan itu sendiri, dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan yang menyenangkan dan tak menyenangkan, keadaan bahagia dan penderitaan. Pengertian mengenai makna hidup menunjukkan bahwa dalam makna hidup terkandung juga tujuan hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi. Mengingat antara makna hidup dan tujuan hidup tidak dapat dipisahkan.
2. Karakteristik Makna Hidup Frankl (1970) menyatakan bahwa kehidupan bukanlah sesuatu yang hampa. Makna hidup bermula dari sebuah visi kehidupan, harapan dan merupakan alasan kenapa individu harus tetap hidup. Makna hidup sebagaimana dikonsepkan oleh Frankl ( dalam Bastaman, 1996) memiliki karakteristik, yaitu : a. Makna hidup itu sifatnya unik, personal dan temporer Apa yang dianggap berarti oleh seseorang belum tentu berarti bagi orang lain. Bahkan mungkin, apa yang dianggap penting dan bermakna
Universitas Sumatera Utara
pada saat ini oleh seseorang belum tentu sama bermaknanya bagi orang itu pada saat lain. Dalam hal ini makna hidup seseorang dan apa yang bermakna baginya biasanya bersifat khusus, berbeda dengan orang lain, dan mungkin dari waktu ke waktu berubah pula. b. Makna hidup itu spesifik dan konkrit Makna hidup dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari dan tidak harus selalu dikaitkan dengan tujuan-tujuan idealistis, prestasi-prestasi akademis yang tinggi, atau hasil-hasil renungan filosofis yang kreatif. c. Makna hidup itu memberi pedoman dan arah terhadap kegiatankegiatan
yang dilakukan sehingga makna hidup seakan-akan
menantang (challenging) dan mengundang (inviting) seseorang untuk memenuhinya. Begitu makna hidup ditemukan dan tujuan hidup ditentukan, melaksanakan
maka dan
seseorang
seakan-akan
memenuhinya.
terpanggil
untuk
Kegiatan-kegiatan
yang
dilakukannya pun menjadi lebih terarah. Di samping makna hidup yang sifatnya unik, personal, temporer dan spesifik itu, logoterapi juga mengakui makna hidup yang mutlak (absolut), semesta (universal) dan paripurna (ultimate) sifatnya (Frankl, 1970, dalam Bastaman 1996). Individu yang gagal melakukan penghayatan secara bermakna memiliki karakteristik adanya frustasi eksistensial dan kehampaan eksistensial. Kedua karakteristik ini menggejala berupa penghayatan yang tidak bermakna, hampa,
Universitas Sumatera Utara
gersang, merasa tidak memiliki tujuan, merasa hidup tidak berarti, serta bosan dan apatis (Bastaman, 1996)
3. Sumber Makna Hidup Sumber-sumber makna hidup adalah sebagai berikut (Bastaman, 2007): a. Nilai-nilai kreatif (Creative Values) Kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Melalui karya dan kerja kita dapat menemukan arti hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna. b. Nilai-nilai penghayatan (Eksperiential Values) Keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, dan keagamaan serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya. Cinta kasih dapat menjadikan pula seseorang menghayati perasaan berarti dalam hidupnya. Dengan mencintai dan merasa dicintai, seseorang akan merasakan hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan. c. Nilai-nilai bersikap (Attitudinal Values) Menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tidak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal.
Universitas Sumatera Utara
Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabah hal-hal tragis yang tak mungkin dielakkan lagi dapat mengubah pandangan kita dari yang semula diwarnai penderitaan semata-mata menjadi pandangan yang mampu melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu.
4. Komponen-komponen Makna Hidup Komponen-komponen yang menentukan berhasilnya perubahan dari penghayatan
hidup yang tidak bermakna menjadi bermakna adalah
(Bastaman, 1996) : a. Pemahaman diri (self insight), yakni meningkatnya kesadaran atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik. b. Makna hidup (the meaning of life), yakni nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan pengarah kegiatan-kegiatannya. c. Pengubahan sikap (changing attitude) dari yang semula tidak tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup dan musibah yang tak terelakkan. d. Keikatan diri (self commitment) terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang ditetapkan. e. Kegiatan terarah (directed activities), yakni upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensipotensi pribadi (bakat, kemampuan, keterampilan) yang positif serta
Universitas Sumatera Utara
pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna dan tujuan hidup. f. Dukungan sosial (social support), yakni hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia memberi bantuan pada saat-saat diperlukan. Keenam unsur tersebut merupakan proses integral dan dalam konteks mengubah penghayatan hidup tak bermakna menjadi bermakna antara satu dengan yang lain tak dapat dipisahkan. Berdasarkan sumbernya, komponen-komponen tersebut masih dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : a. Kelompok komponen personal (pemahaman diri, pengubahan sikap) b. Kelompok komponen sosial (dukungan sosial) c.Kelompok komponen nilai (makna hidup, keikatan diri, kegiatan terarah)
5. Proses Pencapaian Makna Hidup Menurut Bastaman (1996), proses keberhasilan mencapai makna hidup adalah urutan pengalaman dan tahap-tahap kegiatan seseorang dalam mengubah penghayatan hidup tak bermakna menjadi bermakna. Tahap-tahap penemuan makna hidup oleh Bastaman (1996) dikategorikan atas lima yaitu: a. Tahap derita (peristiwa tragis, penghayatan tanpa makna) Individu berada dalam kondisi hidup tidak bermakna. Mungkin ada peristiwa tragis atau kondisi hidup yang tidak menyenangkan. b. Tahap penerimaan diri (pemahaman diri, pengubahan sikap)
Universitas Sumatera Utara
Muncul kesadaran diri untuk mengubah kondisi diri menjadi lebih baik lagi. Biasanya muncul kesadaran diri ini disebabkan banyak hal, misalnya perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pandangan dari seseorang, hasil doa dan ibadah, belajar dari pengalaman orang lain atau peritiwa-peristiwa tertentu yang secara dramatis mengubah hidupnya selama ini. c. Tahap penemuan makna hidup (penemuan makna dan penentuan tujuan hidup) Menyadari adanya nilai-nilai berharga atau hal-hal yang sangat penting dalam hidup, yang kemudian ditetapkan sebagai tujuan hidup. Hal-hal yang dianggap penting dan berharga itu mungkin saja berupa nilainilai kreatif, seperti berkarya, nilai-nilai penghayatan seperti penghayatan keindahan, keimanan, keyakinan dan nilai-nilai bersikap yakni menentukan sikap yang tepat dalam menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan tersebut. d. Tahap realisasi makna (keikatan diri, kegiatan terarah dan penemuan makna hidup) Semangat hidup dan gairah hidup kerja meningkat, kemudian secara sadar membuat komitmen diri untuk melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah. Kegiatan ini biasanya berupa pengembangan bakat, kemampuan dan ketrampilan. e. Tahap kehidupan bermakna (penghayatan bermakna, kebahagiaan)
Universitas Sumatera Utara
Pada tahap ini timbul perubahan kondisi hidup yang lebih baik dan mengembangkan penghayatan hidup bermakna dengan kebahagiaan sebagai hasil sampingnya. Bastaman (1996) mengatakan bahwa kenyataannya urutan proses tersebut dapat tidak diikuti secara tepat sesuai dengan konstruksi teori yang ada.
B. Dewasa Awal 1. Definisi Dewasa Awal Istilah adult berasal dari bentuk lampau kata kerja adultus yang berarti telah tumbuh menjadi
kekuatan dan ukuran yang sempurna, atau telah
menjadi dewasa. Oleh karena itu, individu dewasa awal adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan individu dewasa lainnya (Hurlock, 1990). Masa dewasa awal dimulai pada umur 20 sampai 40 tahun (Papalia, 2007) saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif ( Hurlock, 1990). Individu dewasa awal diharapkan memainkan peranan baru seperti peran suami/isteri, orang tua, pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini. 2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal Hurlock (1990) membagi tugas perkembangan pada individu dewasa awal, antara lain: a. Mulai bekerja
Universitas Sumatera Utara
b. Memilih pasangan c. Belajar hidup dengan tunangan d. Mulai membina keluarga e. Mengasuh anak f. Mengelola rumah tangga g. Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara h. Mencari kelompok sosial yang menyenangkan
C. Tuna Netra 1. Definisi Tuna Netra Tunanetra tidak saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam belajar, jadi, individu dengan kondisi penglihatan yang termasuk "setengah melihat", "low vision", atau rabun adalah bagian dari kelompok tunanetra. Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang berpenglihatan normal. Individu dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dalam kondisi berikut: a. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang berpenglihatan normal, b. Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu,
Universitas Sumatera Utara
c. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak, d. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan. Seseorang dikatakan tunanetra bila ketajaman penglihatannya (visusnya) kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes, seseorang hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang berpenglihatan normal dapat dibaca pada jarak 21 meter. Berdasarkan acuan tersebut, tunanetra dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu (Somantri, 2005): a. Buta Dikatakan buta jika sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar (visusnya = 0) b. Low Vision Bila masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika hanya mampu membaca ‘headline’ pada surat kabar.
Klasifikasi tunanetra secara garis besar : a. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan : (1). Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan. (2). Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
Universitas Sumatera Utara
(3). Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi. (4). Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri. (5). Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri. b. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan (1). Defective vision/low vision; yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan. (2). Partially sighted; yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal. (3). Totally blind; yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat. c. Berdasarkan pemeriksaan klinis (1). Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.
Universitas Sumatera Utara
(2). Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan.
2. Faktor-faktor Penyebab Ketunanetraan Ketunanetraan seseorang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, apakah itu faktor dalam diri individu (internal) ataupun faktor dari luar individu (eksternal). Hal-hal yang termasuk faktor internal yaitu faktor-faktor yang erat hubungannya dengan keadaan bayi selama masih dalam kandungan. Kemungkinannya karena faktor gen (sifat pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat, dan sebagainya. Sedangkan hal-hal yang termasuk faktor eksternal diantaranya faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi dilahirkan. Misalnya kecelakaan, terkena penyakit siphilis yang mengenai matanya saat dilahirkan, pengaruh alat bantu medis (tang) saat melahirkan sehingga sistem persyarafannya rusak, kurang gizi atau vitamin, terkena racun, virus trachoma, panas badan yang terlalu tinggi, serta peradangan mata karena penyakit, bakteri, ataupun virus.
3. Dampak Ketunanetraan bagi Masyarakat. Mengenai bagaimana dampak ketunanetraan terhadap masyarakat, dalam buku Somantri yang berjudul Psikologi Anak Luar biasa (2005) dikatakan bahwa terdapat beberapa hasil penelitian dari para ahli yang cukup menarik.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian para ahli itu mengenai pandangan dan sikap orang berpenglihatan normal terhadap penyandang tunanetra. Dari beberapa hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan, antara lain bahwa dalam pandangan orang berpenglihatan normal, penyandang tunanetra memiliki beberapa karakteristik, baik yang sifatnya positif maupun negatif. Beberapa penilaian yang termasuk negatif menyatakan bahwa penyandang tunanetra pada umumnya memiliki sikap tidak berdaya, sifat ketergantungan, memiliki tingkat kemampuan rendah dalam orientasi waktu, tak suka berenang, menikmati suara dari televisi, tidak pernah merasakan kebahagiaan, memiliki sifat kepribadian yang penuh dengan frustrasi-frustrasi, kaku, resisten terhadap perubahanperubahan, cenderung kaku dan cepat menarik tangan dari lawannya pada saat bersalaman,
serta
mudah
mengalami kebingungan
ketika memasuki
lingkungan yang tidak familiar yang ditunjukkan dengan perilaku-perilaku yang tidak tepat. Dalam hal faktor penyebab, sebagian besar orang awam percaya bahwa ketunanetraan disebabkan oleh hukuman atas dosa-dosa orang tuanya, namun kalangan yang lebih profesional memandang bahwa hal tersebut disebabkan oleh faktor keturunan atau terjadinya infeksi beberapa penyakit tertentu. Pada umumnya orang berpenglihatan normal juga berpendapat bahwa kelompok penyandang tunanetra merupakan suatu kelompok minoritas, seperti halnya kelompok orang negro dengan kulit putih. Pada kalangan penyandang tunanetra yang baru ditemukan, mereka cenderung menunjukkan perilakuperilaku yang tidak sesuai atau selaras dalam menghadapi berbagai situasi dan
Universitas Sumatera Utara
seringkali menunjukkan reaksi-reaksi yang tidak masuk akal. Mereka yang memiliki penglihatan tak sempurna cenderung patuh atau tunduk dalam hubungan intrapersonal dengan orang berpenglihatan normal. Namun demikian dalam pandangan orang berpenglihatan normal, orang tunanetra juga sering memiliki kelebihan yang sifatnya positif seperti kepekaan terhadap suara, perabaan, ingatan, keterampilan dalam memainkan alat musik, serta ketertarikan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral dan agama. Penyandang tunanetra seringkali dipandang sebagai individu yang memiliki ciri khas, diantaranya secara fisik penyandang tunanetra dapat dicirikan dengan tongkat, dog guide (anjing penuntun), menggunakan kacamata gelap, dan ekspresi wajah tertentu yang datar. Secara sosiologis penyandang tunanetra juga sering dicirikan dengan mengikuti sekolah-sekolah khusus, jarang bekerja di lingkungan industri, dan secara ekonomis memiliki sifat ketergantungan yang tinggi. Sedangkan secara psikologis mereka sering dicirikan dengan pemilikan indera yang superior terutama dalam hal perabaan, pendengaran, dan daya ingatannya. Secara umum orang berpenglihatan normal juga berpendapat bahwa penyandang tunanetra memiliki masalahmasalah pribadi dan sosial yang lebih besar dibandingkan dengan orang berpenglihatan normal.
Universitas Sumatera Utara