BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Occupational
Health
Safety
Asessment
Series
merupakan
standar
internasional untuk penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, (OHSAS 18001:2007) mendefinisikan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja serta orang lain yang berada di tempat kerja. Mathis dan Jackson (2006:412), keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman, terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan dan kontrol terhadap pelaksanaan tugas dari karyawan dan pemberian bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga pemerintah maupun perusahaan dimana mereka bekerja. Menurut I Komang Ardana (2012:208) keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja atau selalu dalam keadaan selamat dan sehat sehingga setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien. Sedangkan Titi Syartini (2010) keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara filosofi adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempatan baik jasmaniah maupun rohaniah karyawan pada khususnya dan manusia pada umumnya. Menurut Ramli (2010) keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatnya intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan secara serius. Menurut Moekijat (2010) keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah keselamatan dan kesehatan yang terjadi dalam perkerjaan. Dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terdapat tiga pokok masalah terjadinya kecelakaan kerja yaitu peristiwa yang terjadi secara kebetulan, kondisi yang mengakibatkan kecelakaan, dan
67
tindakan atau perbuatan yang membahayakan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.
2.1.1.1 Tujuan dan Manfaat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tujuan utama dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah memberikan jaminan kondisi kerja yang aman dan sehat kepada setiap karyawan serta untuk melindungi sumber daya manusianya. Menurut Mangkunegara dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia yang dikutip Indah Puji (2014), tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: a. Agar setiap karyawan dapat menjamin keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, social dan psikologis. b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan secara selektif mungkin. c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja. f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
2.1.1.2 Keselamatan Kerja Perlindungan tenaga kerja meliputi beberapa aspek dan salah satunya yaitu perlindungan keselamatan. Perlindungan tersebut
bermaksud agar tenaga kerja
secara aman melakukan kerjaannya sehari–hari untuk meningkatkan produksi dan produktivitas. Menurut Bangun Wilson (2012:377) Keselamatan Kerja merupakan perlindungan atas keamanan kerja yang dialami pekerja baik fisik maupun mental dalam lingkungan pekerjaan. Menurut Mathis dan Jackson (2006), manajemen yang efektif membutuhkan sebuah komitmen organisasional pada kondisi kerja yang aman. Keselamatan kerja berpengaruh terhadap jam kerja karyawan, dimana akan timbul rasa lelah karena pekerjaan fisik yang dilakukan atau karena rasa bosan yang timbul akibat mengerjakan pekerjaan yang sama pada periode yang lama atau kerja lembur. Jika
timbulnya rasa lelah maka akan mengurangnya motivasi kerja dan memungkinkan untuk timbulnya kecelakaan kerja. Jika keselamatan dan kesehatan kerja yang dirancang dan dikelola dengan baik dapat memberikan keuntungan yaitu mengurangi kecelakaan dan biaya-biaya terkait, seperti kompensasi para pekerja dan denda. Moekijat (2010), berpendapat setidaknya sebagian dari keselamatan kerja dan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja adalah tanggung jawab seorang manajer, karena seorang manajer mempunyai pengaruh dan perhatian yang besar terhadap keselamatan kerja para karyawannya dengan tujuan agar karyawan dapat bekerja secara hati-hati untuk mengurangi berbagai macam risiko dan mengurangi biaya. Karena sebaik apapun tempat atau kondisi lingkungan kerja akan selalu terjadi kecelakaan kerja, oleh karena itu supervisor atau manajer sangat berperan penting dalam hal ini. Akan tetapi jika dengan adanya tanggung jawab oleh semua tingkatan manajemen yang ada pada satu perusahaan untuk mengurangi tindakan yang membahayakan para karyawan. Maka dalam hal ini supervisor sebagai pengawas pada tingkat paling bawah yang mempunyai peranan penting karena sebagai mata rantai yang sangat berpengaruh dalam manajemen.
2.1.1.2.1 Indikator Keselamatan Kerja Menurut Mangkunegara dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia yang dikutip Indah Puji (2014) bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah : 1) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi : •
Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.
•
Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
•
Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
2) Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi : •
Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak
•
Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik
2.1.1.3 Kesehatan Kerja Menurut Sedarmayanti (2010), menyebutkan bahwa kesehatan merupakan sebuah pemeliharaan dimana suatu kondisi untuk menjaga kesejahteraan fisik dengan
meningkatkan kondisi mental, loyalitas dan kondisi fisik para pegawai agar mereka tetap ingin bekerja sampai mereka pensiun. Mathis dan Jackson (2006) menerangkan bahwa masalah kesehatan kerja pada karyawan yang beraneka jenis sangatlah susah untuk dihindari. Masalahmasalah tersebut dapat berupa maslah kesehatan yang kecil sampai pada keadaan sakit yang parah atau serius yang berhubungan dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Beberapa diantara masalah tersebut seperti masalah pada kesehatan emosional sampai dengan karyawan yang memiliki kecenderungan mengkonsumsi obat-obatan terlarang atau alkohol. Kesehatan kerja itu sendiri berhubungan pada kondisi fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum dengan tujuan memelihara kesejahteraan individu secara menyeluruh.
2.1.1.3.1 Indikator Kesehatan Kerja Perusahaan memperhatikan kesehatan karyawan untuk memberikan kondisi kerja yang lebih sehat, serta menjadi lebih tanggung jawab atas kegiatan– kegiatan tersebut, terutama bagi organisasi–organisasi yang mempunyai tingkat kecelakaan yang tinggi, di bawah ini dikemukakan faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja karyawan menurut Mangkunegara dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia yang dikutip Indah Puji (2014) : 1) Pengaturan udara •
Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik
•
Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
2) Kondisi fisik pegawai •
Kerusakan alat indera, stamina pegawai yang tidak sehat.
•
Emosi pegawai yang tidak stabil.
•
Program jaminan kesehatan.
3) Pengaturan pencahayaan dan penerangan •
Pencahayaan yang cukup dalam ruang yang digunakan untuk bekerja.
•
Pengaturan penerangan
2.1.1.4 Kecelakaan Kerja Menurut Dale S. Beach yang dikutip oleh Mathis dan Jackson (2006) kecelakaan adalah kejadian yang tidak diharapkan yang menggangu jalannya
kegiatan. Menurut Moekijat (2010), beberapa kondisi yang membahayakan atau faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah : 1. Perlengkapan yang perawatannya kurang baik. 2. Perlengkapan kerja yang sudah rusak atau tidak layak pakai. 3. Prosedur yang membahayakan pekerja pada mesin atau perlengkapan kerja lainnya. 4. Tempat penyimpanan yang melebihi muatan. 5. Penerangan yang kurang memadai (terlalu redup atau menyilaukan). 6. Vertilasi atau saluran udara yang tidak baik.
Terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, yakni peristiwaperistiwa yang terjadi secara kebetulan, kondisi yang membahayakan dan tindakan yang membahayakan. Akan tetapi kondisi fisik dan mental seseorang juga turut menimbulkan kecelakaan kerja. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya kecelakaan kerja yaitu dengan menggunakan pendekatan dasar terhadap pencegahaan kecelakaan kerja dimana bergantung pada tiga-E. Enginering dimana suatu pekerjaan harus direncanakan terlebih dahulu. Education karyawan diberikan pendidikan untuk memahami bagaimana pentingnya keselamatan dalam bekerja. Enforcement dimana para karyawan menaati peraturan-peraturan yang ada.
2.1.2 Pengertian Motivasi Kerja Menurut Mc.Donald, dalam Sardiman A.M (2009:73), mengatakan motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Sedangkan Robbins dan Coulter (2010) motivasi mengacu pada proses dimana usaha seseorang diberi energi, diarahkan dan berkelanjutan menuju tercapainya suatu tujuan. Menurut Winardi (2011), peningkatan motivasi pada karyawan akan berdampak positif pada peningkatan produksi pada suatu perusahaan tetapi dengan begitu belum berarti meningkatnya pula efektifitas produksi. Jika meningkatnya produksi diikuti dengan keterampilan yang tepat dan juga sumber daya yang baik maka akan memperbesar produktivitas dan efektivitas produksi. Menurut Colquitt, LePine dan Wesson (2009:178), motivasi suatu kumpulan kekuatan yang energik yang mengkoordinasi di dalam dan di luar diri seorang pekerja, yang mendorong usaha kerja, dalam menentukan arah, intensitas, dan kegigihan.
Robbin dan Judge (2011), motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas individual, arah, dan ketekunan usaha kearah tujuan. Elemen inti dari motivasi adalah intensitas, arah dan ketekunan. Intensitas menggambarkan bagaimana seseorang berusaha keras, elemen intensitas merupakan titik fokus apabila kita membicarakan motivasi. Namun intensitas tinggi tidak mungkin untuk memimpin hasil prestasi kerja yang menguntungkan kecuali usaha yang disalurkan kearah yang menguntungkan organisasi. Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan kualitas usaha dan intensitasnya. Upaya diarahkan konsisten dengan tujuan organisasi adalah keharusan jenis usaha yang harus kita cari. Akhirnya, motivasi memiliki dimensi ketekunan, ini mengukur seberapa lama seseorang dapat mempertahankan usaha. Karyawan yang termotivasi dapat menyelesaikan tugas mereka untuk mencapai tujuan mereka dan organisasi. Mathis dan Jackson (2006), teori motivasi/Hygiene Herzberg mengasumsikan bahwa sekelompok faktor, motivator menyebabkan tingkat kepuasan dan motivasi kerja yang tinggi. Akan tetapi faktor-faktor Hygiene dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja. Hasil penelitian Herzberg menyatakan tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan yaitu : 1) Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang untuk mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semuanya itu. 2) Hal- hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat pelengkap pekerjaan seperti peraturan pekerjaan, penerangan, cuti, jabatan, hak, gaji, dan tunjangan. 3) Karyawan kecewa, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya dan mulai mencari kesalahan. Teori Herzberg dalam buku Mathis dan Jackson (2006), menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu : 1) Maintenance Factors Faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh kesejahteraan fisik. Kebutuhan kesehatan ini menurut Herzberg merupakan kebutuhan yang berlangsung secara terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali kepada titik nol setelah dipenuhi. Faktor pemeliharaan ini meliputi halhal seperti gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, mobil dinas dan macam-
macam tunjangan lainnya. Hilangnya fakor pemeliharaan dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan karyawan dan meningkatkannya absensi karyawan, bahkan dapat menyebabkan turnover. 2) Motivation Factors Faktor motivasi adalah hal-hal yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yang menyangkut kepuasan psikologis dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan. Misalnya ruangan yang nyaman, penerangan yang baik, dan penempatan yang tepat. Tabel 2.1 menerangkan perbedaan teori motivasi hygiene Herzberg, bahwa terdapat faktor yang dapat meningkatkan motivasi serta faktor yang dapat mengurangi kepuasan.
Tabel 2.1 Teori Motivasi Hygiene Motivator (Satiesfiers)
Faktor-faktor Hygiene (Dissatisfiers)
Prestasi
Hubungan antarpersonal
Pengakuan perusahaan
Administrasi kebijakan
Pekerjaan itu sendiri
Kondisi kerja
Tanggung jawab
Pengawasan
Kemajuan
Gaji
Sumber : Mathis dan Jackson “Human Resources Management”
Implikasi penelitian Herzberg terhadap manajemen dan praktik sumber daya manusia adalah dimana seseorang mungkin tidak termotivasi untuk bekerja lebih giat walaupun manajer mempertimbangkan dan menyampaikan faktor-faktor hygiene dengan
hati-hati
untuk
menghindari
ketidakpuasan
karyawan.
Herzberg
menyarankan bahwa hanya motivator yang membuat karyawan mencurahkan lebih banyak usaha dan dengan demikian meningkatkan kinerja karyawan.
2.1.2.1 Tujuan Motivasi Kerja Motivasi akan tampak sebagai kebutuhan dan juga sekaligus sebagai perangsang untuk dapat mengarahkan dan menggerakkan potensi sumber daya
manusia itu kearah tujuan yang diinginkan. Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2008:146), tujuan pemberian motivasi kerja adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan. b. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan. c. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan. d. Meningkatkan kedisiplinan karyawan. e. Mengefektifkan pengadaan karyawan. f. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik. g. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan. h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan. i. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya. j. Meningkatkan efisiensi pengunaan alat-alat dan bahan baku.
2.1.3 Kinerja Karyawan Menurut Rivai (2008) kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Mathis dan Jackson (2006) berpendapat bahwa kinerja (performance) pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi. Edy Sutrisno (2010: 172) menyimpulkan kinerja sebagai hasil kerja karyawan dilihat dari aspek kualitas, kuantitas, waktu kerja, dan kerja sama untuk mencai tujuan yang sudah di tetapkan oleh organisasi. Menurut Wibowo (2008:67), kinerja merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja. Namun, hasil pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan kinerja. Sedangkan menurut Bernardin dan Russel dalam Sulistiyani (2009:223-224) menyatakan bahwa kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi karyawan tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu.
2.1.3.1 Indikator Kinerja Menurut Mathis dan Jackson (2006:378), indikator kinerja adalah :
a. Kuantitas, dapat diukur dari persepsi karyawan terhadap jumlah aktivitas yang ditugaskan beserta hasilnya. b. Kualitas, dapat diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas keterampilan dan kemampuan karyawan. Hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati sempurna atau memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut. c. Ketepatan waktu, diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang diselesaikan dari awal waktu sampai menjadi output. Dapat menyelesaikan pada waktu yang telah ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain. d. Kehadiran, dapat dukur melalui kedisiplinan dalam kehadiran, jarang tidak hadir, dan tepat waktu dalam kehadiran serta tingkat kehadiran karyawan dalam perusahaan dapat menentukan kinerja karyawan. e. Kemampuan bekerjasama, kemampuan karyawan dalam bersosialisasi dan membangun hubungan interpersonal untuk menyelesaikan pekerjaan.
2.2
Penelitian Terdahulu Skripsi oleh Arithalia, “Analisis Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3), serta Asuransi terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Juhdi Sakti Engineering Serang”, Universitas Bina Nusantara 2013. Penelitian dilakukan menggunakan metode asosiatif dan teknik analisis yang digunakan adalah regresi sederhana dan regresi linear berganda. Teknik pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 75 responden yang merupakan karyawan PT. Juhdi Sakti Engineering. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta asuransi secara simultan berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan. Skripsi oleh Ryska Rahman, “Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Ceria Utama Abadi Cabang Palembang”, Universitas Sriwijaya 2013. Penelitian dilakukan menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear sederhana. Teknik pengambilan data dilakukan dengan menggunakan simple random sampling kepada 75 responden yang merupakan karyawan PT.Ceria Utama Abadi Cabang Palembang. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa keselamatan dan
kesehatan kerja berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan PT. Ceria Utama Abadi Cabang Palembang.
2.3
Kerangka Pemikiran (X1) Keselamatan dan Kesehatan (Y)
Kerja (K3)
Kinerja Kerja (X2) Motivasi Kerja
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti, 2014
2.4
Hipotesis Dalam penelitian ini, dirumuskan hipotesis sebagai dasar dari dugaan
sementara terhadap variabel-variabel yang dirancang sebagai berikut: T-1 untuk mengetahui pengaruh keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (X1) terhadap kinerja karyawan (Y) pada PT. Aqua Golden Mississippi? H0 = Tidak ada pengaruh antara keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (X1) terhadap kinerja karyawan (Y) pada PT. Aqua Golden Mississippi. H1 = Ada pengaruh keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (X1) terhadap kinerja karyawan (Y) pada PT. Aqua Golden Mississippi. T-2 untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja (X2) terhadap kinerja karyawan (Y) pada PT. Aqua Golden Mississippi? H0 = Tidak ada pengaruh antara motivasi kerja (X2) terhadap kinerja karyawan (Y) pada PT. Aqua Golden Mississippi. H1 = Ada pengaruh antara motivasi kerja (X2) terhadap kinerja karyawan (Y) pada PT. Aqua Golden Mississippi. T-3 untuk mengetahui keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (X1) serta motivasi kerja (X2) terhadap kinerja karyawan (Y) pada PT. Aqua Golden Mississippi, Tbk ?
H0 = Tidak ada pengaruh antara keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (X1) serta motivasi kerja (X2) terhadap kinerja karyawan (Y) pada PT. Aqua Golden Mississippi. H1 = Ada pengaruh antara keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (X1) serta motivasi kerja (X2) terhadap kinerja karyawan (Y) pada PT. Aqua Golden Mississippi.