BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi Kerja a.
Pengertian Motivasi Motivasi dalam bahasa latin “Movere” yang mempunyai arti sebagai dorongan atau daya penggerak. Motivasi menurut (Riggio, 2013) “ motivation is the force that energizes, directs, and sustains behavior” motivasi adalah kekuatan yang memberikan energi, mengarahkan, dan memelihara perilaku. Motivasi merupakan proses psikologis dari interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan pada diri tenaga kerja (Waluyo, 2013). Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang menyebabkan timbulnya dorongan terhadap kegiatan dan mengarah pada tujuan (Kreitner dan Kinicki, 2014). Motivasi adalah suatu keinginan dalam diri tenaga kerja yang menyebabkan orang tersebut melakukan suatu tindakan atau bertindak (Noor, 2013). Definisi lain oleh (Malayu, 2005) motivasi yaitu pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja tenaga kerja, agar mereka mau bekerja sama, kerja efektif dan terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai kepuasan. Motivasi merupakan keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan tertentu dengan 6
7
kata lain, motivasi ialah kesediaan mengerahkan usaha setinggitingginya untuk mencapai tujuan organisasi (Sutrisno, 2009). Selain itu, terdapat pendapat lain tentang motivasi dimana motivasi adalah proses dimana suatu kebutuhan mendorong tenaga kerja untuk melakukan serangkaian kegiatan mengarah pada tercapainya tujuan tertentu (Munandar, 2001). Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka dapat disintesiskan bahwa motivasi adalah dorogan dalam dan luar diri untuk melakukan aktivitas pekerjaan dalam mencapai tujuannya. b.
Pengertian Motivasi Kerja Motivasi kerja adalah keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakkan orang melakukan tugas kerja sehingga dapat mencapai tujuan organisasinya (Noor, 2013). Pendapat lain mengenai motivasi kerja “motivation is a cognitive process and that workers rationally weigh the advantages and disadvantages of expending work energy” dapat diketahui bahwa motivasi kerja proses kognitif pada tenaga kerja secara rasional menimbang keuntungan dan kerugian dari pengeluaran energi pada saat bekerja (Riggio, 2013). Definisi motivasi kerja menurut Newstrom (2011) “Work motivation is the result of a set of internal and eksternal forces that cause an employee to choose an appropriate course of action and engage in certain behavior”. Motivasi kerja adalah hasil dari serangkaian dorongan baik
internal dan eksternal yang menyebabkan seorang
8
tenaga kerja bertindak secara tepat dan terlibat dalam perilaku tertentu. Motivasi kerja tenaga kerja dapat lebih bercorak proaktif atau reaktif. Pada motivasi yang proaktif, orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaan sehingga berusaha untuk mencari, menemukan, dan menciptakan peluang dimana ia dapat menggunakan kemampuannya untuk performance yang tinggi. Sebaliknya, motivasi kerja tenaga kerja yang lebih reaktif, cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya. Tenaga kerja baru akan bekerja jika didorong, dipaksa (dari luar dirinya) untuk bekerja (Waluyo, 2013). Terkait dengan motivasi organisasi kerja, perlu kita pahami, lima fungsi utama manajemen yaitu: planning, organizing, staffing, leading, dan controlling. Memotivasi organisasi kerja
merupakan
kegiatan kepemimpinan yang termasuk di dalam fungsi ini. Kemampuan ketua organisasi kerja untuk memotivasi anggotanya akan sangat menentukan efektivitas ketua. Motivasi organisasi kerja memegang peranan yang tidak bisa diremehkan. Banyak cara yang bisa dilakukan, baik secara formal maupun informal. Baik secara organisatoris maupun pendekatan secara personal. c.
Teori Motivasi 1) Teori Abraham H. Maslow (Need Theory) Teori yang disampaikan oleh Maslow yaitu teori tata tingkat kebutuhan merupakan teori motivasi yang paling luas
9
dikenal. Dasar dari teori Maslow bahwa manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai keinginan, keinginan ini terus menerus dan baru berakhir pada akhir hayatnya. Suatu kebutuhan telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi tenaga kerja (Malayu, 2005). Maslow mengemukakan motivasi merupakan fungsi dari lima kebutuhan dasar tenaga kerja yang disusun berdasarkan hierarki bertingkat (Kreitner, Kinicki, 2014). “Maslow's need hierarchy model essentially says that people have a variety of need they wish to satisfy, multiple needs operate simultaneously, all need levels are often partially satisfied and that gratified needs are not as strongly motivating as unmet needs.”(Newstrom, 2011). Teori ini mencoba mencari tahu kebutuhan apa yang dapat memuaskan dan mendorong semangat kerja tenaga kerja. Setiap manusia memiliki kebutuhan dalam kehidupannya, yang terdiri dari kebutuhan fisik, kebutuhan psikologis, dan kebutuhan manusia mempunyai tingkatan dari rendah sampai pada kebutuhan prioritas tinggi (Noor, 2013). a) Kebutuhan Fisiologi (Physiological Needs) Kebutuhan untuk bertahan hidup pada tenaga kerja seperti makan, minum, udara, perumahan dan lain-lain (Waluyo,
2013).
Kebutuhan
fisiologikal
merupakan
10
kebutuhan dasar yang apabila tidak terpenuhi, eksistensi tenaga kerja akan berhenti (Munandar, 2001). b) Kebutuhan rasa aman (Safety) Kebutuhan
rasa
aman
adalah
kebutuhan
perlindungan dari gangguan baik yang berasal dari manusia maupun mahkluk lainnya (Noor, 2013). Kebutuhan akan keamanan dari kecelakaan dan keselamatan dalam bekerja (Sutrisno, 2009). Kemanan dari kekerasan fisik dan psikis (Kreitner, dan Kinici, 2014). c) Kebutuhan Sosial (Affiliation) Manusia adalah makhluk sosial sehingga tidak mungkin untuk dapat hidup sendiri melainkan ingin utntuk hidup berkelompok (Malayu, 2005). Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk berinteraksi dengan anggota masyarakat yang lain (Noor, 2013). Kebutuhan ini terdiri dari kebutuhan persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki dalam pekerjaan (Munandar, 2001). d) Kebutuhan penghargaan diri (Esteem or Status or Needs) Esteem or Status or Needs merupakan sebuah kebutuhan akan penghargaan diri serta penghargaan yang diberikan dari tenaga kerja lain di lingkungan kerja (Malayu, 2005). Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain termasuk percaya diri dan kekuatan (Kreitner, dan Kinicki, 2014).
11
Kebutuhan harga diri terdiri dari dua jenis mencakup faktor internal
dan
eksternal
dimana
setiap
tenaga
kerja
berkeinginan untuk diakui akan prestasi kerjanya (Munandar, 2001). e) Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization) Kebutuhan aktualisasi diri adalah suatu kebutuhan untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya (Munandar, 2001).
Kebutuhan untuk
merealisasikan potensi pada diri sendiri untuk pengembangan dan kelanjutan untuk menjadi kreatif (Noor, 2013). Untuk memnuhi kebutuhan ini tenaga kerja bertindak atas kesadaran diri sendiri dan merupakan keinginan dari diri tenaga kerja tersebut (Sutrisno, 2009). 2) Teori Frederick Herzberg (Motivation-Hygene Theory) Teori Herzberg ini mencari sebab kepuasan dan ketidakpuasan dari tenaga kerja terhadap pekerjaan yang terbagi ke
dalam
faktor
hygiene
(faktor
ekstrinsik/maintenance
factor/faktor pemeliharaan) atau faktor yang menimbulkan ketidakpuasan dan faktor motivator (faktor intrinsik/motivation factor) merupakan faktor yang menimbulkan kepuasaan kerja (Noor, 2013). Faktor pemeliharaan berhubungan dengan hakikat manusia untuk memperoleh ketentraman badaniah (Malayu, 2005). Faktor pemeliharaan terdiri dari gaji atau upah (wages or
12
salaries), kondisi kerja (working condition), kebijakan dan administrasi perusahaan, hubungan antar personal, pengawasan atau supervisi.
Faktor pemeliharaan dapat menyebabkan
ketidakpuasan dan ketidakhadiran dari tenaga kerja bahkan sampai
menyebabkan
seorang
tenaga
kerja
keluar
dari
pekerjaannya maka penting pimpinan memperhatikan dari adanya faktor ini (Sutrisno, 2009). Faktor motivator merupakan faktor yang mendorong tenaga kerja utnuk mencapai kepuasan kerja didalamnya terdiri atas prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, capaian, dan pengakuan (Noor, 2013). Faktor motivator merupakan faktor yang menimbulkan motivasi kerja bercorak proaktif, sedangkan faktor hygiene menghasilkan motivasi kerja yang reaktif (Munandar, 2001). Dalam penerapan di lingkungan kerja penting adanya kesimbangan antara faktor hygiene dan faktor motivator agar tidak menimbulkan pekerjaan menjadi tidak efesien dan efektif (Noor, 2013). 3) Teori Alderfer (Exixtence, Relatedness, And Growth) Teori Exixtence, Relatedness, And Growth (ERG) adalah modifikasi dari teori kebutuhan Maslow (Munandar, 2001). Teori Alderfer membagi kebutuhan manusia menjadi 3 kebutuhan yaitu: a) Kebutuhan akan keberadaan (Exixtence Needs) Kebutuhan akan pemenuhan kebutuhan fisiologis (Physicological Needs) dan kebutuhan terhadap rasa aman
13
(Safety Needs) yang dikemukakan oleh Maslow (Munandar, 2001). b) Kebutuhan akan Afiliasi (Relatedness Needs) Kebutuhan yang menekankan pada hubungan tenaga kerja dengan lingkungan sosial di lingkungan sekitar dalam teori Maslow kebutuhan ini erat kaitannya dengan kebutuhan sosial (Noor, 2013). c) Kebutuhan akan Kemajuan (Growth Needs) Merupakan suatu kebutuhan pada diri tenaga kerja untuk
maju
dan
mengembangkan
kemampuan
yang
dimilikinya (Waluyo, 2013). Perbedaan teori Alderfer dengan teori Maslow : (1) Dalam teori ERG kebutuhan satu dengan lainnya saling berkaitan. Jadi kebutuhan tidak selalu bertingkat seperti yang diungkapkan oleh Maslow (Kreitner, dan Kinicki, 2014). (2) Teori ERG mengatakan bahwa apabila kebutuhan yang lebih tinggi sulit untuk dipenuhi maka keinginan untuk pemuasan kebutuhan
yang lebih rendah menjadi
meningkat (Malayu, 2005).
14
4) Teori David McClelland (Mc Clelland’s Achievement Motivation Theory) “This theory states that three needs are central to work motivation : the needs for achievement, power, and affiliation”. Teori ini membagi 3 kebutuhan dasar dalam motivasi kerja yaitu kebutuhan untuk berprestasi, kekuasaan, dan berafiliasi (Riggio, 2013). a) Kebutuhan akan prestasi (n-ach) Dorongan kuat untuk berhasil dalam bekerja dimana tenaga kerja melakukan pekerjaannya dengan lebih baik serta efisien jika dibandingkan dengan sebelumnya (Munandar, 2001). Dorongan untuk mengungguli, berprestasi di atas standar untuk sukses (Noor, 2013). Kebutuhan ini berkaitan dengan usaha yang dilakukan untuk mencapai prestasi (Sutrisno, 2009). b) Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow) Kebutuhan untuk mempunyai kekuasaan dimana tenaga kerja ingin untuk menguasai, mempengaruhi serta mengendalikan orang lain (Munandar, 2001; Sutrisno, 2009). Kebutuhan ini merangsang dan memotivasi tenaga kerja dengan mengerahkan seluruh kemampuan demi mencapai kedudukan dalam organisasi (Noor, 2013).
15
c) Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-afill) “The desire to be liked and accepted by others”, keinginan untuk di sukai dan diterima oleh orang lain (Riggio, 2013). Kebutuhan ini didasarkan bahwa sesorang hidup ingin diterima oleh orang lain, dihormati oleh orang lain, serta turut serta/berpartisipasi (Kreitner, dan Kinicki 2014). 5) Teori VH Vroom Teori yang dikemukakan oleh VH Vroom disebut dengan teori harapan (Expectancy Theory), dalam teori ini kekuatan dalam memotivasi tenaga kerja tergantung dari hubungan antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan (Munandar, 2001). Motivasi adalah fungsi dari banyaknya keinginan dan besar kemungkinan dari keinginan tersebut untuk dapat tercapai (Sutrisno, 2009). 6) Teori X dan Y dari Douglas Mc. Gregor Teori ini menurut Malayu (2005) membedakan manusia secara tegas dan jelas kedalam dua kategori yaitu sebagai penganut teori X (Teori Tradisional) dan penganut teori Y (Teori Demokratik). Teori X diasumsikan bahwa tenaga kerja memiliki sifat malas dan tidak suka bekerja, lebih senang diberikan petunjuk praktis, tidak peduli dengan tujuan organisasi, dan tidak berambisi untuk berprestasi optimal (Malayu, 2005; Noor, 2013).
16
Untuk memotivasi harus dilakukan dengan cara ketat, dipaksa dan diarahkan (Malayu, 2005). Teori Y merupakan kebalikan dari teori X dimana dalam teori ini tenaga kerja diasumsikan memiliki sifat rajin, senang bekerja, berusaha mencapai sasaran organisasi, berambisi untuk maju. Menurut teori ini memotivasi tenaga kerja dilakukan dengan peningkatan partisipasi dari tenaga kerja (Riggio, 2013). 7) Teori Motivasi Proses Teori
motivasi
proses
pada
dasarnya
menjawab
bagimana tenaga kerja bekerja giat sesuai dengan keinginan manajer (Kreitner dan Kinicki, 2014).
Teori motivasi proses
terdiri dari 4 teori yaitu teori pengukuhan (Reinforcement Theory), teori penetapan tujuan (Goal Setting Theory), teori keadilan (Equity Theory) dan teori harapan (Expectacy). a) Teori Pengukuhan Aturan pokok dalam teori ini yaitu berhubungan dengan pemerolehan jawaban yang benar dan penghilangan jawaban salah (Munandar, 2001; Waluyo, 2013). Pengukuhan dapat terjadi positif atau negatif. b) Teori Penetapan Tujuan “Goal setting works as motivational process because it creates a discrepancy between current and expected performance (Newstrom, 2011) yang diartikan
17
sebagai penetapan tujuan sebagai motivasi proses oleh karena terciptanya perbedaan antara kinerja saat ini dengan apa yang diharapkan. c) Teori Keadilan Atasan harus bertidak secara adil pada seluruh tenaga kerja dengan menilai secara objektif bukan atas dasar rasa suka atau tidak suka. Apabila prinsip ini diterapkan maka semangat kerja tenaga kerja dapat meningkat (Riggio, 2013). d) Teori Harapan Kekuatan memotivasi tenaga kerja tergantung dari hubungan antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan (Waluyo, 2013). d.
Jenis-jenis Motivasi Malayu (2005) mengatakan bahwa jenis-jenis motivasi adalah sebagai berikut: 1) Motivasi Positif (Insentif Positif) Motivasi Positif adalah motivasi dengan memberikan hadiah kepada tenaga kerja yang memiliki prestasi lebih dari prestasi pada umumnya. 2) Motivasi Negatif (Insentif Negatif) Motivasi Negatif adalah motivasi dengan memberikan hukuman bagi tenaga kerja. Motivasi negatif ini memberikan
18
semangat kerja pada tenaga kerja dalam waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka panjang dapat berakibat kurang baik. e.
Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Herzberg (1959) faktor yang mempengaruhi motivasi kerja terdiri dari 2 faktor yaitu faktor pemuas (motivation factor) disebut dengan satisfier atau faktor intrinsik dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang disebut Dissatisfier atau faktor ekstrinsik (Munandar, 2001; Malayu, 2005). 1) Faktor Pemuas atau Satisfier teridiri dari : a) Tanggung jawab (Responsibility) b) Kemajuan (Advancement) c) Pekerjaan itu sendiri (The Work it self) d) Capaian (Achievement) e) Pengakuan (Recognition) 2) Faktor pemelihara atau Dissatisfier teridiri dari : a) Administrasi dan kebijakan perusahaan (Company Policy and Administration) b) Penyeliaan (Supervision) c) Gaji (Salary) d) Hubungan antar pribadi (Interpersonal Relationship) e) Kondisi Kerja (Work Condition)
19
2. Produktivitas dan Produktivitas Kerja a.
Pengertian Produktivitas Produktivitas merupakan hubungan antara barang dan jasa yang dihasilkan beserta sumber masukan (input) dinyatakan sebagai rasio besarnya keluaran (output) terhadap masukan (input) (Timpe, 1992). Produktivitas merupakan adalah perbandingan keluaran dan masukan serta cara pemanfaatan dengan baik terhadap sumber dalam kegiatan produksi barang atau jasa (Malayu, 2005). Produktivitas adalah hubungan kualitas yang dihasilkan dengan jumlah kerja untuk mencapai hasil. Secara umum Produktivitas merupakan rasio antara kepuasan atas kebutuhan dengan pengorbanan yang dilakukan (Betanursanti,
dan
Marman,
2013).
Produktivitas
adalah
menghasilkan sesuatu lebih banyak dan berkualitas dengan usaha sama (Anoraga, 2014). Secara teknis produktivitas merupakan perbandingan antara keluaran (output) terhadap masukan (input). Idealnya penilaian produktivitas dilakukan terhadap keluaran total dan masukan total, tetapi tidak selalu mudah dilaksanakan sehingga dipakai penilaian parsial misalnya keluaran dalam bentuk hasil pelaksanaan
kerja
per
unit
waktu
terhadap
masukan
yang
diperuntukkan bagi intervensi kesehatan (Suma’mur, 2009). b.
Pengertian Produktivitas Kerja Produktivitas kerja adalah rasio hasil kerja dengan kebutuhan waktu untuk menghasilkan barang produk dari tenaga kerja (Sutrisno,
20
2009). Produktivitas tenaga kerja merupakan efisiensi proses produksi dari sumber daya yang digunakan (Anoraga, 2014). c.
Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas 1) Pekerjaan yang menarik Pekerjaan yang menarik dapat membuat tenaga kerja senang dengan pekerjaannya. Perasaan senang terhadap pekerjaan inilah yang dapat meningkatkan mutu dari hasil produksi (Anoraga, 2014). 2) Sikap mental, motivasi, disiplin dan etos kerja Seorang tenaga kerja dengan sikap mental, motivasi yang tinggi serta disiplin dan etos kerja yang tinggi akan selalu memacu dirinya untuk bekerja lebih produktif (Boediono, 2003). 3) Kesehatan dan gizi kerja Terjaganya kesehatan dan status gizi dari tenaga kerja akan berdampak pada daya tahan tubuh tenaga kerja yang baik sehingga tidak mudah untuk terserang penyakit. Ketahanan tubuh yang baik membantu tenaga kerja untuk tetap dapat bekerja dengan baik dan tercapai produktivitas kerja (Boediono, 2003). 4) Keterampilan. Keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja membuat tenaga kerja lebih terampil sehingga lebih cekatan dalam menyelesaikan pekerjaan dan mampu mencapai target sehingga produktivitas kerja dapat tercapai (Boediono, 2003).
21
5) Pendidikan Dengan adanya pendidikan membuat tenaga kerja tahu dan mengerti cara-cara bekerja yang lebih efisien dan efektif (Boediono, 2003). 6) Lingkungan kerja yang baik Bila lingkungan kerja telah baik maka akan menciptakan kenyamanan bagi pekerja sehingga pekerja dapat bekerja tanpa ada gangguan dari lingkungan kerja sehingga tenaga kerja dapat produktif (Anoraga, 2014). 7) Usia Usia mempengaruhi produktivitas pada usia 25-55 merupakan usia dengan tingkat produktivitas kerja relatif lebih besar. Pada usia diatas 55 tahun sudah mengalami penurunan kemampuan untuk bekerja dan tingkat produktivitas kerja mulai mengalami penurunan (Andrianto, 2014). 8) Masa Kerja Semakin lama bekerja dibidang yang ditekuni maka keterampilan dan keahlian yang dimiliki akan meningkat. Peningkatan keterampilan dan keahlian disebabkan oleh karena pengalaman kerja yang cukup. Dengan pengalaman kerja yang dimiliki maka produktivitas akan mudah untuk dicapai (Andrianto, 2014). Menurut Handoko (2007) masa kerja terbagi ke dalam 2 kategori yaitu :
22
1) Masa kerja kategori baru 3 tahun 2) Masa kerja kategori lama > 3 tahun d.
Cara Pengukuran Produktivitas Pengukuran produktivas kerja menurut Boediono (2003) dinyatakan sebagai rasio output dan input. Pengukuran produktivitas dapat diformulasikan sebagai : P= dimana :
P
= Produktivitas
O
= Keluaran (output)
I
= Masukan (input)
Pengukuran produktivitas paling sedikit ada 2 jenis tingkat perbandingan yang berbeda menurut Sinungan (2009), yakni produktivitas total dan produktivitas parsial. Total produktivitas
=
Produktivitas perusahaan dapat dinyatakan sebagai berikut : Pt = Pt = Produktivitas total (total productivity) L = Faktor masukan tenaga kerja (labour input factor) C = Faktor masukan modal (capital input factor) R = Masukan bahan mentah dan baang-barang yang dibeli (raw material and purchased parts input) Q = Faktor masukan barang-barang dan jasa-jasa yang beraneka macam (other miscellaneous goods and service input factor) Ot = Hasil total (total output) Menurut Boediono (2003), setiap sumber daya mempunyai produktivitas sendiri (produktivitas parsial). Produktivitas parsial
=
23
Produktivitas parsial dari masing-masing sumber daya dihitung sebagai berikut : a. Produktivitas tenaga kerja
=
b. Produktivitas modal
=
c. Produktivitas bahan
=
d. Produktivitas teknologi
=
3. Hubungan Faktor Motivasi Kerja Dengan Produktivitas Kerja Motivasi merupakan faktor pendorong tenaga kerja untuk melakukan suatu aktivitas atau bekerja. Faktor motivasi berasal dari dalam/intrinsik (satisfier factor) dan luar/ekstrinsik (dissatisfier factor) dari tenaga kerja. Semakin termotivasi tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan maka peroduktivitas kerja tenaga kerja tersebut tinggi. Sebaliknya jika tenaga kerja tidak termotivasi dalam suatu pekerjaan maka produktivitas kerja dari tenaga kerja rendah. (Sutrisno, 2009 ; Umaternate, 2015). Motivasi merupakan upaya untuk meningkatkan produktivitas. Peningkatan produktivitas ini diperoleh dari cara menyentuh sisi psikologis tenaga kerja dengan memberikan motivasi akan memacu semangat dalam bekerja. Semangat kerja ini mendorong tenaga kerja untuk bekerja secara lebih efisien dan efektif. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas dapat terwujud dengan adanya motivasi melalui bentuk perilaku produktif (Sutrisno, 2010). Semangat kerja dapat timbul baik dari dalam maupun dari luar diri tenaga kerja. Semangat kerja ini memacu tenaga kerja untuk selalu
24
memperbaiki cara dalam bekerja. Perbaikan cara dalam bekerja ini ditunjukkan dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam bekerja. Perilaku efektif menghasilkan kinerja yang sesuai dengan rencana. Perilaku efektif dapat terwujud apabila tenaga kerja memiliki semanagat untuk mencapai tujuan, disiplin dan mempunyai daya juang yang baik. Perilaku efisien merupakan tindakan-tindakan untuk mengupayakan penghematan penggunaan sumber daya dan mengusahakan untuk hasil keluaran (output) lebih banyak daripada penggunaan sumber daya. Perilaku efisien ini muncul ketika tenaga kerja mampu menjaga kedisiplinan dalam bekerja. Perilaku efektif dan efisien ini terbentuk dari adanya motivasi yang mendorong tenaga kerja memiliki semangat untuk melaksanakan pekerjaan dengan sungguh-sungguh dalam mencapai produktivitas kerja. (Boediono, 2003; Sinungan, 2009)
25
B. Kerangka Pemikiran
Faktor Satisfier 1. Tanggung jawab 2. Kemajuan 3. Pekerjaan itu sendiri 4. Capaian 5. Pengakuan
MOTIVASI KERJA
Faktor Dissatisfier 1. Administrasi dan kebijakan perusahaan 2. Penyeliaan 3. Gaji 4. Hubungan antar pribadi 5. Kondisi Kerja
PERILAKU PRODUKTIF
PRODUKTIVITAS KERJA
KETERAMPILAN
PEKERJAAN YANG MENARIK
PENDIDIKAN LINGKUNGAN KERJA USIA KESEHATAN DAN GIZI KERJA
MASA KERJA
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis Ada Hubungan Faktor Motivasi Kerja dengan Produktivitas Kerja Tenaga Kerja Bagian Sewing di CV S Sukoharjo.