BAB II LANDASAN TEORI II. Kerangka Teori dan Literatur II.1
Auditing.
II.1.1 Pengertian Audit Mengacu pada Arens, Elder, dan Beasley (2008:4), auditing didefinisikan sebagai berikut, “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person.” (p.4). Menurut Mulyadi dan Puradiredja (2002:7) dijelaskan bahwa “auditing
adalah
suatu
proses
sistematik
untuk
memperoleh
dan
mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan – pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut dengan criteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil – hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.” Dari kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa auditing adalah suatu proses sistematis yang dilakukan oleh seorang yang berkompeten (disebut sebagai auditor) dan independen untuk mendapatkan serta mengevaluasi bukti – bukti secara objektif yang berhubungan dengan asersi atau perlakuan dan peristiwa ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian antara
asersi–asersi
tersebut
dan
menetapkan
kriteria
serta
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak – pihak yang berkepentingan.
7
II.1.2 Jenis Audit Menurut Boynton, Johnson dan Kell (2003:6) yang diterjemahkan oleh Budi, I.S menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis audit yaitu: 1. Audit Laporan Keuangan. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit) berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti dengan maksud agar dapat memberikan pendapat apakah laporan – laporan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. 2. Audit Kepatuhan. Audit Kepatuhan (Compliance Audit) berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan memeriksa bukti – bukti untuk menetapkan apakah kegiatan keuangan atau operasi suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan, ketentuan, atau peraturan tertentu. 3. Audit Operasional. Audit Operasional (Operational Audit) berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti – bukti tentang efisiensi dan efektivitas kegiatan operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu. II.1.3 Standar Audit Standar audit merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung jawab kerja secara professional. Berdasarkan Pernyataan Standar Auditing (PSA) no. 02 yang dikeluarkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), standar audit adalah : 1. Standar umum yaitu:
8
a.
Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b.
Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi, dan dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c.
Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat.
2. Standar pekerjaan lapangan: a.
Pekerjaan harus direncanakan sebaiknya dan jika menggunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b.
Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang dilakukan.
c.
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
3. Standar pelaporan: a.
Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum di Indonesia.
b.
laporan auditor harus menyatakan, jika ada ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
9
c.
Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
d.
Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
II.2
Audit Operasional.
II.2.1 Pengertian Audit Operasional. Audit operasional adalah bidang studi yang mendalami tentang kegiatan operasional perusahaan untuk menilai efisiensi, efektifitas, dan ekonomis kinerja perusahaan. Mengacu pada Tunggal, A.W. (2012:2), menjelaskan dua pengertian audit operasional menurut para ahli: 1. Andrew Chamber dan Graham Rand (2000): “The audit of operating unit such as factories, subsidiary companies, overseas operations. With this meaning the scope of the audit may be limited to accounting and financial control or it may be given a wider scope.” 2. Rob Reider (1999): “Operational review is a review of operations performed from a management viewpoint to evaluate the economy, efficiency, and effectiveness of any and all operations, limited only by management’s desires.”
10
II.2.2 Perbedaan Antara Audit Operasional dan Audit Keuangan. Mengacu pada Tunggal, A.W.(2012:10), terdapat tiga perbedaan yang paling utama antara audit operasional dan audit keuangan, yaitu tujuan audit, distribusi laporan, dan area non-keuangan yang dimasukan dalam audit operasional. a. Tujuan Audit. Audit keuangan menekankan pada ketetapan pencatatan informasi historis, sedangkan audit operasional menekankan pada efektifitas dan efisiensi. Audit keuangan berorientasi pada masa lampau, sementara audit operasional berfokus pada peningkatan kinerja masa depan. Seorang auditor operasional, misalnya, dapat melakukan evaluasi apakah jenis baru bahan bakudibeli pada harga terendah untuk menghemat uang dalam pembelian bahan baku berikutnya. b. Distribusi Laporan. Laporan audit keuangan dikomunikasikan kepada pengguna laporan keuangan eksternal, misalnya pemegang saham dari pihak bank, sedangkan laporan audit operasional ditujukan terutama kepada manajemen perusahaan. Distribusi laporan audit eksternal yang luas memerlukan struktur dan penyusunan kata-kata yang sangat baik. Distribusi terbatas laporan operasional audit dan perbedaan sifat audit untuk efisiensi dan efektifitas menghasilkan laporan audit yang berbeda antara suatu audit dengan audit lainnya. c. Memasukkan Area Non-Keuangan. Audit keuangan terbatas pada hal-hal yang mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara langsung, sedangkan audit operasional meliputi
11
aspek efektifitas dan efisiensi dalam organisasi.Misalnya, audit operasional dapat dilakukan untuk efektifitas program periklanan atau efisiensi tenaga kerja. II.2.3 Jenis - Jenis Audit Operasional. Menurut Tunggal, A.W.(2012:2), audit operasional terdiri atas tiga kategori utama, yaitu: 1. Audit Fungsional. Yang dimaksud dengan fungsional adalah kategori aktivitas dalam sebuah bisnis, misalnya fungsi penagihan atau fungsi produksi. Fungsi dapat dikategorikan dan dibagi dalam banyak cara. Misalnya, fungsi akuntansi dapat dibagi menjadi fungsi pengeluaran kas, penerimaan kas, dan penggajian. Fungsi penggajian dapat dibagi menjadi fungsi penetapan karyawan, pencatatan waktu, dan pembayaran gaji. Audit operasional mengurusi satu atau lebih fungsi dalam suatu organisasi, misalnya mengenai efektivitas dan efisiensi fungsi penggajian untuk suatu divisi atau organisasi secara keseluruhan. 2. Audit Organisasional. Audit operasional dalam organisasi mengurusi seluruh unit organisasi seperti departemen, cabang, atau anak perusahaan. Audit organisasional menekankan pada efektivitas dan efisiensi dalam interaksi fungsi tersebut. Rencana organisasi dan metode untuk koordinasi aktivitas merupakan hal penting dalam audit ini. 3. Penugasan Khusus. Dalam audit operasional, penugasan khusus muncul atas permintaan dari manajemen dengan bermacam-macam jenis audit, misalnya untuk
12
menentukan penyebab inefisiensi Teknologi Informasi (IT), meneliti kemungkinan kecurangan dalam divisi, dan membuat rekomendasi untuk mengurangi biaya produksi. II.2.4 Tujuan Audit Operasional. Berdasarkan pendapat Agoes (2004:175), “Tujuan umum dari audit manajemen adalah: 1. Untuk menilai kinerja (performance) dari manajemen dan berbagai fungsi dalam perusahaan; 2. Untuk menilai apakah berbagai sumber daya (manusia, mesin, dana, dan harta lainnya) yang dimiliki perusahaan telah digunakan secara efisiensi dan ekonomis; 3. Untuk menilai efektifitas perusahaan untuk mencapai tujuan (objective) yang telah ditetapkan oleh top management. 4. Untuk dapat memberikan rekomendasi kepada top management untuk memperbaiki kelemahan – kelemahan yang terdapat dalam penerapan pengendalian intern, sistem pengendalian manajemen, dan prosedur operasional
perusahaan
dalam
rangka
meningkatkan
efisiensi,
keekonomisan, dan efektifitas dari kegiatan operasi perusahaan.” Singkatnya, dapat disimpuikan bahwa audit operasional dilakukan untuk mengevaluasi tingkat efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan organisasi. Audit operasional mengidentifikasi timbulnya penyimpangan yang terjadi dan kemudian membuat laporan yang berisi rekomendasi tindakan perbaikan selanjutnya. Audit operasional merupakan salah satu alat pengendalian yang membantu dalam mengelola perusahaan dengan
13
penggunaan sumber daya yang ada dalam pencapaian tujuan perusahaan dengan efektif dan efisien. II.2.5 Hubungan Antara Audit Operasional dan Pengendalian Internal. Mengacu
pada
Tunggal,
A.W.(2012:21),
dijelaskan
bahwa
pengendalian internal dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk membantu dalam pencapaian tujuannya. Terdapat tiga hal penting untuk mencapai pengendalian internal yang efektif, yaitu : a. Keandalan pelaporan keuangan b. Efektifitas dan efisiensi operasi c. Kepatuhan atas hukum dan peraturan yang berlaku. Kedua hal di atas berkaitan langsung dengan audit operasional, tetapi dua hal lainnya berkaitan dengan efisiensi dan operasi. Misalnya, manajemen melakukan informasi akuntansi biaya yang andal untuk memutuskan jenis dan harga jual produk yang dilanjutkan produksinya. Sama halnya dengan ketidaktaatan pada hukum yang berlaku, misalnya Sarbanes-Oxley Act, yang berakibat perusahaan dikenakan denda.
II.2.6 Tahapan Dalam Audit Operasional. Mengacu pada Tunggal, A.W. (2012:38), terdapat tiga tahap dalam audit operasional yaitu: 1. Perencanaan. Perencanaan untuk audit operasional sama dengan perencanaan untuk audit atas laporan keuangan historis. Seperti auditor laporan keuangan, auditor operasional harus menentukan ruang lingkup penugasan dan mengkomunikasikannya ke unit organisasi. Hal – hal yang juga perlu
14
diperhatikan adalah: melakukan penugasan dengan benar, mendapatkan informasi
latar
belakang
mengenai
unit
organisasi,
memahami
pengendalian internal, dan memutuskan bukti yang memadai untuk diakumulasi. 2. Akumulasi dan Evaluasi Bukti. Terdapat delapan jenis bukti dalam melakukan audit operasional yaitu: physical examination, confirmation, documentation, analytical procedure, inquiries of the client, reperformance, observation, dan recalculation. Oleh karena pengendalian internal dan prosedur operasi merupakan bagian penting dari audit operasional, maka biasanya dilakukan dokumentasi, penyelidikan, atas klien, prosedur analitis, dan observasi secara ekstensif. Konfirmasi pelaksanaan ulang, dan perhitungan kembali tidak digunakan secara luas dalam audit operasional dibandingkan pada audit keuangan karena tujuan keberadaan dan akurasi tidak relevan dengan kebanyakan audit operasional. 3. Pelaporan dan Tindak Lanjut. Auditor
operasional
sering
menghabiskan
waktu
untuk
mengkomunikasikan temuan dan rekomendasi audit secara jelas. Pada audit kinerja, saat laporan disusun sesuai persyaratan manual audit, maka komponen tertentu harus disertakan, tetapi bentuk laporan harus dibebaskan. Tindak lanjut merupakan hal umum dalam audit operasional ketika
auditor
membuat
rekomendasi
kepada
manajemen
untuk
menentukan apakah terdapat perubahan yang direkomendasikan, dan jika tidak, harus dijelaskan mengapa.
15
II.2.7 Karakteristik Audit Operasional. Karakteristik dari audit operasional adalah sebagai berikut: 1. Audit operasional adalah prosedur yang bersifat sistematis.. 2. Audit operasional mencakup semua aspek perusahaan, unit, dan fungsi. 3. Ruang lingkup audit adalah kegiatan perusahaan atau salah satu unitnya (bagian penjualan, Sumber Daya Manusia, dan sebagainya), atau suatu fungsi, atau salah satu sub-klasifikasinya (pengendalian persediaan,sistem pencatatan, pelatihan karyawan, dan sebagainya). 4. Audit operasional difokuskan pada keefektifan dari perusahaan atau unit atau fungsi yang diaudit dalam menjalankan misi, tanggung jawab, atau tugasnya yang didasarkan pada bukti atau data dan standar 5. Tujuan utama audit operasional adalah memberikan informasi kepada pimpinan tentang keefetifan, efisiensi, dan ekonomis kegiatan perusahaan dan unit, atau suatu fungsi. Analisis tentang permasalahan dan sebabsebabnya, dan saran atas langkah-langkah perbaikannya merupakan tujuan tambahan. II.2.8 Pengertian dan Jenis Temuan. Mengacu pada Sawyer, et al. yang diterjemahkan oleh Adhariani, D. (2005:239), “Temuan audit (audit findings) adalah penyimpangan – penyimpangan dari norma – norma atau criteria yang dapat diterima.” Selanjutnya, Sawyer, et al. yang diterjemahkan oleh Adhariani, D. (2005:334), menjelaskan, “Temuan - temuan audit dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Temuan yang tidak signifikan.
16
Merupakan semacam kesalahan klerikal yang dialami semua organisasi dan tidak memerlukan tindakan formal. 2. Temuan – temuan kecil. Merupakan temuan yang perlu dilaporkan karena bukan semata – mata kesalahan manusiawi secara yang bersifat acak. Jika tidak diperbaiki, maka akan berlanjut sehingga merugikan dan walaupun tidak mengganggu tujuan operasi organisasi, namun cukup signifikan untuk diperhatikan oleh manajemen. 3. Temuan – temuan besar. Merupakan temuan yang akan menghalangi pencapaian tujuan utama suatu organisasi atau suatu unit dalam organisasi. Temuan audit yang besar harus dilaporkan.” II.3 Pengertian Efisiensi, Efektivitas, dan Ekonomisasi. Mengacu pada Bhayangkara (2008:13), efisiensi merupakan ukuran proses yang menghubungkan antara input dan output dalam operasional perusahaan sedangkan efektivitas sebagai tingkat keberhasilan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan, dan ekonomisasi merupakan ukuran input yang digunakan dalam berbagai program yang dikelola. Ekonomisasi berhubungan dengan bagaimana perusahaan sumber daya yang akan digunakan dalam setiap aktivitas. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah produk akhir suatu aktivitas operasi yang telah mencapai tujuan, baik dilihat dari segi kualitas hasil kerja, kuantitas hasil kerja, maupun batas waktu yang telah ditetapkan. Efisiensi adalah kemampuan untuk meminimalkan kerugian sumber daya dalam melaksanakan atau menghasilkan sesuatu.
17
Ekonomis adalah pemakaian sumber daya secara bijak, agar mendapatkan hasil yang memuaskan. II.4 Manajemen Sumber Daya Manusia. II.4.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. Menurut Susilo (2002:4) menjelaskan, ”Manajemen SDM yaitu proses sistematis untuk mencapai tujuan – tujuan pengelolaan SDM dalam rangka mendukung pencapaian tujuan organisasi.” Menurut Yuniarsih, T. dan Suwatno (2008:3), manajemen sumber daya manusia adalah serangkaian kegiatan pengelolaan sumber daya manusia yang memusatkan kepada praktik dan kebijakan, serta fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu proses yang berkaitan dengan perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian fungsi pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pemanfaatan tenaga kerja sehingga kepentingan perusahaan dan kebutuhan tenaga kerja dapat berjalan secara serasi dan selaras. II.4.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia. Mengacu kepada pendapat Simamora (2004), mengemukakan bahwa fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan Kepegawaian. Perencanaan kepegawaian mencakup prakiraan kebutuhan pegawai di masa depan dari berbagai kategori pekerjaan, dan membandingkan permintaan sumber daya manusia dengan suplai yang ada. 2. Rekruitmen.
18
Rekruitmen adalah serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang diperlukan untuk menutupi kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian. 3. Seleksi. Seleksi adalah proses pemilihan sekelompok pelamar atau orang-orang yang paling memenuhi kriteria seleksi untuk posisi yang tersedia berdasarkan kondisi yang ada saat ini yang dilakukan oleh perusahaan. 4. Orientasi, Pelatihan, dan Pengembangan. Orientasi adalah proses pengenalan individu terhadap organisasi, penyediaan landasan bagi karyawan baru agar mulai berfungsi secara efektif dan menyenangkan di pekerjaan yang baru. Menurut pasal 1 ayat 9 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memperoleh, memberi, meningkatkan serta, mengembangkan kompentensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan. Menurut penelitian Murni (2007), program pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia mutlak diperlukan, meskipun merupakan investasi yang mahal. Program pengembangan sumber daya manusia merupakan suatu kekuatan yang diharapkan dapat menciptakan nuansa baru dalam upaya mempercepat pembinaan sumber daya manusia dengan kompetensi, kemampuan dan tingkat profesionalisme yang sesuai dengan kebutuhan dunia dan pembangunan menjelang pasar bebas dan dalam abad ke 21.
19
Pengembangan diartikan sebagai penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau lebih tinggi di dalam organisasi. 5. Penilaian Kinerja. Penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan. Dalam penilaian kinerja dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu tertentu. 6. Pemberian Kompensasi. Kompensasi adalah semua bentuk pengembalian finansial, jasa-jasa berwujud, dan tunjangan yang diperoleh karyawan sebagai bagian dari sebuah hubungan kepegawaian. Kompensasi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: a. Kompensasi finansial langsung, b. Kompensasi finansial tidak langsung atau yang disebut juga tunjangan,. c. Kompensasi non finansial. 7. Pemeliharaan Karyawan. Pemeliharaan karyawan harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari perusahaan. Perusahaan harus merancang pengembangan karir bagi karyawan.
Pengembangan
karir
meliputi
manajemen
karir
dan
perencanaan karir. 8. Hubungan Karyawan. Hubungan ketenagakerjaan merupakan hubungan yang berkesinambungan antara sekelompok karyawan dengan pihak manajemen.Hubungan karyawan internal terdiri atas aktivitas-aktivitas manajemen SDM yang berhubungan dengan perpindahan karyawan dalam organisasi.Aktivitas-
20
aktivitas manajemen SDM memasukkan tindakan promosi, transfer, demosi, pengunduran diri, pemecatan, pemberhentian, dan pensiun. a. Pemecatan. Mengacu pada Pasal 1 ayat 25 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. b. Pengunduran Diri. Pengunduran diri adalah pemisahan diri secara sukarela oleh seorang karyawan dari organisasi. c. Demosi. Demosi adalah perpindahan karyawan dari posisi lainnya yang lebih rendah gaji, tanggung jawab, dan/atau jenjang organisasionalnya. d. Pemberhentian Sementara. Bermakna bahwa manajemen menyingkirkan para karyawan dari posisi-posisi mereka, tetapi akan mengangkat mereka kembali manakala kondisi membaik atau pulih. e. Transfer. Transfer adalah perpindahan seorang karyawan dari suatu pekerjaan ke posisi lainnya gaji, tanggung jawab, dan/atau jenjang organisasionalnya relatif sama. f. Promosi. Promosi adalah perpindahan karyawan dari posisi lainnya yang tinggi rendah gaji, tanggung jawab, dan/atau jenjang organisasionalnya. g. Pensiun.
21
Pensiun adalah pemisahan diri oleh karyawan tua dari organisasi. II.5 Deskripsi Pekerjaan dan Spesifikasi Pekerjaan. II.5.1 Deskripsi Pekerjaan (job description). Menurut Dessler, G. (2004:82), sebuah deskripsi pekerjaan adalah pernyataan tertulis tentang apa yang harus dilakukan oleh pekerja, bagaimana orang itu melakukannya, dan bagaimana kondisi kerjanya. Tidak ada format standar untuk menuliskan deskripsi pekerjaan. Namun, sebagian besar deskripsi berisi bagian-bagian yang mencakup: 1. Identifikasi pekerjaan. 2. Ringkasan pekerjaan. 3. Tanggung jawab dan kewajiban. 4. Otoritas dari pemegang jabatan. 5. Standar prestasi. 6. Kondisi kerja. 7. Spesifikasi pekerjaan. II.5.2 Spesifikasi Pekerjaan (job specification/requirement). Menurut Dessler, G. (2004:87), spesifikasi pekerjaan yang berasal dari deskripsi pekerjaan dan jawaban untuk, “Ciri dan pengalaman yang dibutuhkan
untuk
melakukan
pekerjaan
dengan
baik?”
Hal
ini
memperlihatkan orang yang seperti apa yang akan direkrut dan untuk kualitas seperti apa orang itu harus diuji. Spesifikasi pekerjaan bisa merupakan sebuah bagian dari deskripsi pekerjaan atau sebuah dokumen yang sama sekali lain. Dessler, G. (2004:88), membagi spesifikasi pekerjaan menjadi tiga, yaitu: 1. Spesifikasi Untuk Personil Terlatih dan Yang Tidak Terlatih.
22
2. Spesifikasi Berdasarkan Pada Penilaian. 3. Spesifikasi Berdasarkan Pada Analisis Statistik. II.6 Audit Sumber Daya Manusia. Audit SDM merupakan pemeriksaan terhadap fungsi-fungsi sumber daya manusia di perusahaan, dimulai dari penerimaan pegawai baru sampai dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja dengan perusahaan. Menurut Kumaat, V.G. (2011:107), Pengelolaan Sumber Daya Manusia yang tidak tepat berpotensi menimbulkan masalah-masalah setidaknya dalam beberapa hal berikut ini : a. Tidak berjalannya merit system dalam penyediaan, penempatan, dan pengembangan Sumber Daya Manusia. b. Biaya SDM yang tidak sepadan atau berlebihan menurut aturan bisnis. c. Produktivitas kerja yang rendah karena jumlah tenaga kerja yang berlebihan atau sebaliknya, dan karena kompetensi yang tidak sesuai kebutuhan. d. Turnover karyawan yang tinggi, terutama Sumber Daya Manusia dengan kategori star employee. II.6.1 Pengertian Audit Sumber Daya Manusia. Mengacu kepada Susilo, W. (2002:63), mendefinisikan audit sumber daya manusia sebagai pemeriksaan dan penilaian secara sistematis, objektif, dan terdokumentasi terhadap fungsi-fungsi organisasi yang terpengaruh oleh manajemen SDM dengan tujuan memastikan dipenuhinya azas kesesuaian, efektifitas, dan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk mendukung tercapainya sasaran-sasaran fungsional maupun tujuan organisasi
23
secara keseluruhan baik untuk jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.
II.6.2 Tujuan dan Manfaat Audit Sumber Daya Manusia. Menurut Bhayangkara (2008:61), tujuan dilakukannya audit SDM adalah sebagai berikut: 1. Menilai efektifitas dari fungsi SDM 2. Menilai apakah program/aktivitas SDM telah berjalan secara ekonomis, efektif, dan efisien. 3. Memastikan ketaatan berbagai program/aktivitas SDM terhadap ketentuan hukum, peraturan, dan kebijakan yang berlaku di perusahaan. 4. Mengidentifikasi berbagai hal yang masih dapat ditingkatkan terhadap aktivitas SDM dalam menunjang kontribusinya terhadap perusahaan. 5. Merumuskan beberapa langkah perbaikan yang tepat untuk meningkatkan ekonomisasi, efisiensi, dan efektivitas berbagai program/aktivitas SDM. Menurut Wertther, W.B. dan Davis, K. dalam Bhayangkara (2008:61), beberapa manfaat dari audit SDM antara lain: 1. Mengidentifikasi kontribusi dari Departemen SDM terhadap organisasi. 2. Meningkatkan citra professional Departemen SDM. 3. Mendorong tanggung jawab dan profesionalisme yang lebih tinggi karyawan Departemen SDM. 4. Memperjelas tugas-tugas dan tanggung jawab Departemen SDM. 5. Mendorong terjadinya keragaman kebijakan dan praktik-praktik SDM. 6. Menemukan masalah-masalah kritis dalam bidang SDM. 7. Memastikan ketaatan terhadap hukum dan peraturan dalam praktik SDM.
24
8. Menurunkan biaya SDM melalui prosedur SDM yang lebih efektif. 9. Meningkatkan keinginan untuk berubah dalam Departemen SDM. 10. Memberikan evaluasi yang cermat terhadap sistem informasi SDM.
II.6.3 Pendekatan Audit Sumber Daya Manusia. Mengacu pada Bhayangkara (2008:62), terdapat tiga pendekatan utama yang umum digunakan, yaitu: 1. Menentukan Ketaatan Pada Hukum dan Berbagai Peraturan yang Berlaku. Audit menekankan penilaian bagaimana perusahaan menetapkan berbagai aturan dan kebijakan yang secara internal berlaku di perusahaan, apakah telah sesuai dengan aturan dan hukum yang ditetapkan pemerintah sebagai pemegang otoritas dan apakah setiap komponen dalam organisasi menjelaskan
aktivitasnya
sesuai
dengan
aturan
dan
kebijakan
tersebut.Manajemen puncak harus menyadari bahwa manajer di setiap tingkat berkewajiban untuk mentaati peraturan dan ketentuan hokum yang berlaku. 2. Mengukur Kesesuaian Program dengan Tujuan Organisasi. Semakin pentingnya arti produktivitas karyawan bagi perusahaan, menjadikan manajemen puncak memberikan perhatian yang lebih baik kepada Departemen SDM. Produktivitas berasal dari kelompok karyawan yang tertantang diberdayakan, mempunyai semangat dan dihargai. Membuat setiap orang sebagai bagian dari setiap langkah yang diambil dan memperbolehkannya berpendapat dalam keberhasilan perusahaan, merupakan sumber peningkatan produktivitas yang sangat berarti bagi perusahaan. Manajer SDM sebagai pengendali fungsi ini, dituntut untuk mampu
25
mengarahkan program-programnya pada berbagai aktivitas yang dapat meningkatkan produktivitas karyawan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. 3. Mengukur Kinerja Program. Mengukur kinerja program berarti menghubungkan aktivitas aktual program Sumber Daya Manusia yang diaudit dengan ukuran-ukuran keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya. Di samping ukuran-ukuran keberhasilan, penilaian kinerja program juga dihubungkan dengan strategi dan rencana yang telah ditetapkan.
II.6.4 Lingkup Audit Sumber Daya Manusia. Menurut Bhayangkara (2008:67), pengelompokan ruang lingkup audit SDM dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut: 1. Rekruitmen atau perolehan SDM, mulai dari awal proses perencanaan kebutuhan SDM hingga proses seleksi dan penempatan. 2. Pengelolaan (pemberdayaan) SDM, meliputi semua aktivitas pengelolaan SDM setelah ada di perusahaan, mulai dari pelatihan dan pengembangan sampai dengan penilaian kinerja perusahaan. 3. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena mengundurkan diri maupun pemecatan akibat pelanggaran peraturan perusahaan.
26
Pengelompokan ruang lingkup audit SDM dan sumber informasinya menurut Bhayangkara (2008:69) digambarkan sebagai berikut : Ruang Lingkup Audit
Sumber Informasi Rekrutmen SDM
1.
Perencanaan SDM
Anggaran SDM
2.
Rekrutmen
Data biaya rekrutmen
3.
Seleksi dan penempatan
Uraian dan spesifikasi pekerjaan Tingkat penerimaan karyawan Catatan wawancara karyawan Catatan lamaran yang ditolak Permintaan transfer
a. Perencanaan SDM. Tahapan
dalam
proses
perencanaan
SDM
diawali
dengan
mempertimbangkan tujuan dan strategi perusahaan. Menanggapi hal ini, analisis pekerjaan harus dilakukan untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang isi pekerjaan dan kebutuhan SDM serta di mana pekerjaan dilaksanakan. Hasil dari analisis pekerjaan ini adalah perusahaan memiliki uraian pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, dan standar kinerja yang baru, yang sesuai dengan strategi pencapaian tujuan perusahaan. Setelah perusahaan memiliki uraian, spesifikasi pekerjaan, dan standar kinerja yang baru, penilaian terhadap kondisi SDM internal harus dilakukan. Tujuannya untuk menilai ketersediaan dan kemampuan SDM untuk melaksanakan pekerjaan yang ada dalam operasional perusahaan. 27
b. Rekrutmen. Rekrutmen meliputi upaya pencarian sejumlah calon karyawan yang memenuhi syarat dalam jumlah tertentu sehingga dari mereka perusahaan dapat menyeleksi orang-orang yang paling tepat untuk mengisi lowongan pekerjaan yang ada. Pelaksanaan rekrutmen harus mampu mendapatkan SDM dengan cara yang paling ekonomis, efektif, dan efisien. Pertimbangan pemilihan sumber tenaga kerja harus didasarkan pada kebutuhan SDM sesuai dengan kualifikasinya, tidak semata-mata memanfaatkan sumber tenaga kerja yang paling murah, tetapi harus diperhatikan juga kredibilitas dari sumber tersebut. Rekrutmen juga harus memberikan kesempatan yang sama untuk setiap calon tenaga kerja untuk masuk ke dalam perusahaan. c. Seleksi dan Penempatan. Seleksi dan penempatan berarti mengukur kesesuaian antara keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan seseorang dengan tuntutan pekerjaan dan juga kecocokan antara kepribadian, minat, kesukaan, serta kesempatan dan budaya yang terkait dengan perusahaan secara keseluruhan. Pelaksanaan seleksi yang berjalan dengan baik dapat menjamin bahwa perusahaan mempunyai karyawan yang dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Proses seleksi melibatkan beberapa tahapan sesuai dengan kebutuhan perusahaan, untuk meyakinkan bahwa tenaga kerja yang diterima adalah yang paling sesuai dengan kebutuhan kinerja pekerjaan yang akan menjadi tanggung jawabnya. Keseluruhan tahap ini merupakan usaha untuk mendapatkan informasi
28
yang akurat tentang kesesuaian peserta seleksi dengan kriteria yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, penelusuran ini melibatkan beberapa pengujian dan wawancara untuk mendapatkan informasi tersebut.
II.6.4.1 Tahapan Proses SDM. Mengacu pada Bhayangkara (2008:72), tahapan proses perencanaan Sumber Daya Manusia digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Tahap Proses Perencanaan SDM
29
Mengacu pada Bhayangkara (2008:76), tahapan proses rekrutmen Sumber Daya Manusia digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2
Tahapan Proses Rekrutmen SDM
30
Mengacu pada Bhayangkara (2008:79), tahapan proses seleksi dan penempatan Sumber Daya Manusia digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.3
Proses Seleksi dan Penempatan
II.6.5 Objek Audit Sumber Daya Manusia. Mengacu kepada pendapat Susilo, W. (2002), auditor harus menentukan objek audit yang akan dijadikan target audit sebelum audit itu dijalankan. Penekanan terhadap objek audit semata-mata berdasarkan
31
pertimbangan objektif dan pemikiran logis agar prinsip efisiensi dan efektifitas dapat diutamakan dalam proses audit. II.6.5.1 Perencanaan Tenaga Kerja Sebagai Sasaran Audit. Menurut Siagian, P. (2004:75), fungsi manajemen sumber daya manusia yang sangat penting dan bahkan mendasar ialah melakukan perencanaan tenaga kerja. Manfaat dari perencanaan tenaga kerja antara lain, ialah: 1. Peningkatan penggunaan Sumber Daya Manusia, 2. Menyelaraskan dengan tepat kegiatan para karyawan dengan berbagai sasaran organisasi. 3.
Menghemat biaya dalam pengadaan tenaga kerja baru.
4. Meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi terciptanya pangkalan informasi dalam menyelenggarakan berbagai fungsi manajemen Sumber Daya Manusia lain yang mengikutinya dan sekaligus dapat dimanfaatkan oleh satuan-satuan kerja lainnya dalam organisasi. 5. Pengenalan yang tepat tentang kondisi pasaran tenaga kerja yang dapat digarap. 6. Peningkatan koordinasi pelaksanaan berbagai kebijaksanaan perusahaan dalam bidang sumber daya manusia. II.6.5.2 Penyelenggaraan Fungsi Rekrutmen Sebagai Sasaran Audit. Mengacu pada Siagian, P. (2004:83), dalam proses manajemen sumber daya manusia, rencana yang telah disusun dan ditetapkan segera diikuti penyelenggaraan fungsi berikutnya, yaitu rekrutmen. Terdapat paling sedikit empat alasan mengapa penyelenggaraan fungsi rekrutmen dijadikan sebagai objek audit, yaitu:
32
a. Adanya berbagai faktor pembatas yang dihadapi oleh para pencari tenaga kerja baru. Berbagai faktor pembatas itu adalah: a. Kebijaksanaan perusahaan yang menyangkut promosi, sistem imbalan, dan status kepegawaian para calon pegawai, yang bersifat permanen atau hanya bersifat sementara. b.
Kondisi eksternal baik yang bersifat politik, ekonomi, dan hikum.
c. Kemampuan pasaran kerja menyediakan tenaga kerja yang kualitatif dan kuantitatif memenuhi kebutuhan perusahaan. d.
Keterbatasan anggaran melakukan rekrutmen.
b. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan rekrutmen tidak sedikit. Perihal biaya rekrutmen, biaya per kapita yang harus dikeluarkan dalam seluruh proses rekrutmen tidak kecil. Oleh karena itu, para pencari tenaga kerja harus berupaya menekan biaya itu. Misalnya, apabila para pencari tenaga kerja tidak mampu mengidentifikasikan dengan tepat sumbersumber yang layak digarap, akan terjadi pemborosan biaya, di samping pemborosan tenaga dan waktu. Para pencari kerja dituntut untuk mampu merekrut calon tenaga kerja baru dalam batas-batas anggaran yang disediakan perusahaan untuk itu. c. Terdapat berbagai sumber tenaga kerja yang dapat digarap. Salah satu kunci keberhasilan para pencari tenaga kerja baru terletak pada kemampuan mereka untuk mengidentifikasikan dan menggarap sumbersumber yang paling tepat. Misalnya, kualifikasi manajerial menuntut penggarapan sumber-sumber tertentu yang tidak perlu digarap dalam upaya
33
mencari tenaga kerja yang nantinya bekerja sebagai karyawan teknis operasional. d. Rekrutmen merupakan kegiatan yang tidak sederhana sehingga perlu penanganan yang cermat. Pencari tenaga kerja sebagai spesialis. Dewasa ini berbagai fungsi manajemen sumber daya manusia sudah harus ditangani oleh tenaga kerja yang memenuhi kualifikasi spesialis. Dengan predikat sebagai spesialis, para pencari tenaga kerja baru diharapkan mampu memahami rencana tenaga kerja perusahaan secara mendalam, mengenali berbagai faktor pembatas dan atau kendala yang dihadapi, menggarap berbagai sumber tenaga kerja dengan tepat, dan menekan biaya rekrutmen. II.6.5.3 Penyelenggaraan Fungsi Seleksi Sebagai Sasaran Audit. Mengacu pada Siagian, P. (2004:85), ada tiga sasaran utama yang ingin dicapai melalui proses seleksi, yaitu: a. Terpenuhinya persyaratan kualifikasi oleh para pelamar. b. Perolehan gambaran tentang kemampuan dan kemauan calon pegawai untuk melakukan berbagai penyesuaian perilakunya sehingga sesuai dengan kultur organisasi. c. Tersedianya informasi yang mungkin hanya bersifat indikatif tentang ketangguhan calon pegawai menghadapi stress dalam menjalankan tugas yang akan dipercayakan kepadanya. II.6.5.4 Penyelenggaraan Fungsi Penempatan Sebagai Sasaran Audit. Mengacu pada Siagian, P. (2004:89), penempatan berarti penugasan seseorang pada jabatan tertentu dalam perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa penempatan berlaku baik bagi karyawan baru maupun bagi karyawan lama.
34
Para karyawan baru yang berhasil mengikuti program orientasi berubah statusnya dari calon pegawai atau pegawai sementara menjadi pegawai tetap dengan segala hak dan kewajibannya. Bagi karyawan lama terjadinya promosi, alih tugas, alih wilayah, demosi, dan mutasi lainnya menurut teori manajemen Sumber Daya Manusia mutakhir merupakan penempatan juga. II.6.6 Alokasi Waktu Audit Sumber Daya Manusia. Menurut Susilo, W. (2002), keterbatasan waktu adalah kendala tersendiri dalam audit SDM. Auditor harus memanfaatkan waktunya sebaik mungkin untuk menyelesaikan tugasnya sehingga kegiatan operasional rutin auditee tidak terganggu. Semakin panjang waktu audit berarti semakin mahal biaya yang terserap untuk kegiatan audit serta cukup banyak juga waktu auditee yang tersita selama proses interaksi dengan auditor. Karena audit adalah kegiatan yang mahal, maka auditor harus mengatur waktu sebaik mungkin. II.6.7 Tahapan Audit Sumber Daya Manusia. Menurut Bhayangkara (2008:64), ketika melaksanakan audit sumber daya manusia, beberapa tahap yang perlu dilakukan yaitu: 1. Audit Pendahuluan. Pada tahap ini auditor menekankan auditnya pada pencarian informasi latar belakang dan gambaran umum terhadap program/aktivitas SDM yang diaudit. Informasi yang didapat pada tahap ini akan mengantarkan auditor pada perumusan tujuan sementara. Tujuan audit dalam audit SDM harus dirumuskan terlebih dahulu dan memerlukan suatu survei awal untuk memahami kondisi yang terjadi berkaitan dengan program/aktivitas yang diaudit dan masih memerlukan perbaikan untuk
35
mendukung keberhasilan perusahaan di masa depan. Tujuan audit terdiri atas tiga elemen, yaitu: a. Kriteria. Kriteria merupakan standar yang menjadi pedoman bertindak bagi setiap individu dan kelompok dalam organisasi. Berbagai peraturan, kebijakan, dan ketentuan lain yang ditetapkan perusahaan sebagai pedoman dalam beraktivitas adalah kriteria. Kriteria dapat berupa rencana SDM, berbagai kebijakan dan peraturan tentang SDM, tujuan setiap program SDM, Standard Operational Procedure yang dimiliki perusahaan, peraturan pemerintah, kriteria lain yang mungkin untuk ditetapkan. b. Penyebab. Penyebab merupakan pelaksanaan program-program SDM dalam organisasi yang menyebabkan terjadinya kondisi SDM yang ada saat ini. c. Akibat. Akibat merupakan sesuatu yang harus ditanggung atau dinikmati perusahaan karena terjadinya perbedaan aktivitas yang seharusnya dilakukan (berdasarkan kriteria) dengan aktivitas actual yang terjadi di lapangan (dilakukan oleh setiap komponen dalam organisasi). 2. Review dan Pengujian Pengendalian Manajemen atas Program-Program SDM. Informasi yang diperoleh auditor pada tahap ini akan membantu auditor untuk memahami lebih dalam kondisi yang terjadi, sehingga dapat
36
memutuskan apakah tujuan audit sementara yang ditetapkan pada audit pendahuluan sesungguhnya.
dapat
ditingkatkan
Sistem
menjadi
pengendalian
tujuan
manajemen
audit yang
yang dimiliki
perusahaan menjadi pedoman yang digunakan oleh para manajer dan supervisor dalam mengendalikan proses yang berjalan agar tidak keluar dari ketentuan yang telah ditetapkan. Di samping itu, sistem pengendalian ini juga mengendalikan proses agar berjalan secara ekonomis, efisien, dan efektif dalam mencapai tujuan perusahaan. Dalam audit SDM, auditor harus memahami hal ini terutama yang berkaitan dengan pengelolaan SDM. 3. Audit Lanjutan. Dari
temuan
audit
yang
diperoleh,
auditor
meringkas
dan
mengelompokkan temuan tersebut ke dalam kelompok kondisi, kriteria, penyebab, dan akibat. Berbagai kelompok temuan tersebut kemudian dianalisis untuk memahami apakah permasalahan yang terjadi merupakan permasalahan yang berdiri sendiri atau saling terkait. Dari berbagai kekurangan yang ditemukan, kemudian auditor menyusun suatu rekomendasi untuk memperbaiki penyimpangan yang terjadi agar tidak terulang lagi di masa yang akan datang. 4. Pelaporan. Laporan harus disajikan dalam bahasa yang mudah dipahami. Laporan audit harus memuat informasi tentang latar belakang, kesimpulan audit, dan disertai temuan-temuan audit sebagai bukti pendukung kesimpulan tersebut. Dalam laporan juga harus disajikan rekomendasi yang diusulkan
37
auditor sebagai alternatif perbaikan terhadap penyimpangan yang masih terjadi. 5. Tindak Lanjut. Tindak lanjut merupakan implementasi dari rekomendasi yang diajukan auditor. Manajemen dan auditor harus sepakat dan secara bersama-sama dalam melaksanakan tindak lanjut perbaikan tersebut. Pada dasarnya, keputusan untuk melakukan perbaikan sepenuhnya ada di tangan manajemen, tetapi dalam pelaksanaannya, auditor mendampingi agar tindak lanjut tersebut berjalan sesuai rekomendasi yang diajukan dan dapat mencapai tujuannya.
38