BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Hakikat Keterampilan Proses Sains 2.1.1 Pengertian Sains Mendefinisikan sesuatu yang kompleks seperti halnya sains dalam satu kalimat pendek, sederhana, dan berlaku universal sangatlah sulit, namun beberapa ahli telah mencobanya. Definisi sains yang merefleksikan pendekatan yang diterima secara umum dalam pendidikan sains saat ini adalah : “Sains merupakan suatu pembelajaran yang terakumulasi dan sistimatik tentang fenomena alam. Kemajuan sains ditandai bukan hanya oleh suatu akumulasi fakta, tetapi oleh berkembangnya metode ilmiah dan sikap ilmiah.” Jadi sains merupakan proses belajar yang dilakukan manusia untuk mempelajari fenomena-fenomena alam sehingga menghasilkan sekumpulan fakta yang menuntun pada penemuan berbagai konsep, prinsip, generalisasi, teori, dan hukum tentang alam sebagai wujud dari produk sains. Pengumpulan fakta dilakukan melalui proses yaitu metode ilmiah dan sikap ilmiah yang memungkinkan keduanya berkembang seiring dengan perkembangan pemahaman manusia tentang alam. James B. Conant (2004;45), seorang ilmuwan bekebangsaan Amerika mendefinisikan sains sebagai : “serangkaian skema konsep-konsep dan konseptual yang telah dikembangkan sebagai suatu hasil eksperimen dan pengamatan yang mendorong dilakukannya eksperimen dan pengamatan lebih lanjut”. Seperti halnya definisi pertama, definisi kedua pun menekankan bukan hanya pada produk sains tetapi juga pada proses sains yaitu eksperimen dan pengamatan sebagai suatu bentuk metode ilmiah yang juga di dalamnya terkandung sikap ilmiah. Produk sains yang telah ditemukan mendorong untuk dilakukan eksperimen dan pengamatan lebih lanjut sehingga memungkingkan berkembangnya metode ilmiah, sikap ilmiah, dan produk sains itu sendiri.
Istilah proses atau metode, pengamatan (observasi), dan sistematik yang digunakan dalam difinisi sains menunjukkan adanya sifat dinamik dari sains baik dalam prinsip maupun praktik. Implikasi yang penting dari definisi sains ini adalah: (1) Sains merupakan hasil dari aktivitas manusia melalui proses sistematik yang disebut metode ilmiah yang didasari oleh sikap ilmiah; (2) Sains memiliki otoritas yaitu observasi. Oleh karena itu, sains memiliki keterbatasan, segala yang ada di luar jangkauan indra manusia sebagai alat observasi berada di luar batas sains. Berdasarkan kajian terhadap dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sains pada hakikatnya meliputi tiga unsur, yaitu: 1. Sikap : Keyakinan, nilai, pendapat, dan aspek afeksi lainnya yang melekat pada diri individu yang aktualisasinya ditunjukkan oleh caranya dalam berpikir, bersikap, dan bertindak.. Misalnya tidak tergesa-gesa menyimpulkan tanpa didukung oleh data yang cukup dalam memecahkan masalah. 2. Proses atau metode : Proses penyelidikan yang dilakukan untuk memecahkan masalah. Misalnya merumuskan hipotesis, merancang dan melakukan eksperimen, mengevaluasi data, mengukur dan lain sebagainya. 3. Produk : Fakta-fata, prinsip-prinsip, hukum-hukum, teori-teori, dan lain sebagainya sebagai kesimpulan dari serangkaian hasil proses ilmiah. Misalnya prinsip ilmiah : Logam akan memuai jika dipanaskan. Para ilmuwan mempelajari fenomena alam melalui aktivitas pengamatan, eksperimen, dan analisis rasional. Mereka berpegang pada sikap-sikap tertentu, misalnya mencoba untuk objektif selama mengumpulkan dan mengevaluasi data. Mereka juga melakukan berbagai variasi eksperimen dan prosedur-prosedur statistika dalam upayanya mengklarifikasi misterimisteri alam raya. Melalui kegiatan tersebut mereka berhasil membuat berbagai penemuan (discovery), dan penemuan-penemuan tersebut menjadi produk dari sains.
2.1.2 Pengertian Keterampilan Proses Sains Menurut Herlen (Indrawati, 1999:3) keterampilan proses ( prosess-skill ) sebagai proses kognitif termasuk di dalamnya juga interaksi dengan isinya (content). Lebih lanjut Indrawati (1999:3) mengemukakan bahwa. "Keterampilan Proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori , untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)". Jadi Keterampilan Proses Sains adalah kemampuan anak untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. Keterampilan Proses Sains sangat penting bagi setiap anak sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam
mengembangkan
sains
serta
diharapkan
memperoleh
pengetahuan
baru/
mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki (Dahar, 1985:11). Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif/ intelektual, manual dan sosial. keterampilan intelektual dan kognitif terlibat karena dengan melibatkan keterampilan proses anak menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusun atau prakitan alat. Dengan keterampilan proses dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan. Dalam beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa ketrampilan proses sains merupakan aspek-aspek kegiatan intelektual yang biasa dilakukan oleh saintis dalam menyelesaikan masalah dan menentukan produk-produk sains. Keterampilan Proses Sains merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada proses Sains . Juga keterampilan proses sains merupakan penjabaran dari metode ilmiah. Serta keterampilan
proses mencakup keterampilan berpikir/ keterampilan intelektual yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh anak melalui proses belajar mengajar dikelas, yang dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang produk sains. Keterampilan proses sains perlu dikembangkan untuk menanamkan sikap ilmiah pada anak. Semiawan (1992:14-15) berpendapat bahwa terdapat empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, yaitu : 1) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada anak, 2) Adanya Kecenderungan bahwa anak lebih memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret, 3) Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 %, tapi bersifat relatif, 4) Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik. Selain itu juga, hasil telaah ahli pendidikan sains menunjukan bahwa perolehan dan pengembangan suatu gagasan tidak dapat berlangsung dari luar anak seperti ceramah guru atau dari paksaan dan tekanan orang tua. Akan tetapi, hanya dapat terjadi dari dalam anak sendiri , yaitu dari pikiran anak. Fungsi guru selama pembelajaran hanya berperan sebagai fasilitator (pemberi kemudahan belajar). Anak sendirilah yang harus membangun gagasan/pengetahuan . Akan tetapi terdapat beberapa hal yang mempengaruhi keterampilan proses sains yang dituntut untuk dimiliki anak. Hal-hal yang berpengaruh terhadap keterampilan proses sains, diantaranya yaitu perbedaan kemampuan anak secara genetik, kualitas guru serta perbedaan strategi guru dalam mengajar. Adapun mengenai Keterampilan Proses Sains dan indikatornya menurut Indrawati (1999) dapat dilihat pada tabel berikut ini :
TABEL 2.1 INDIKATOR KETRAMPILAN PROSES SAINS KETERAMPILAN PROSES SAINS
Indikator
Melakukan
1. Mengidentifikasi ciri-ciri suatu benda
pengamatan
2. Mengidentifikasi persamaan dan perbedaan yang nyata pada objek atau peristiwa 3. Mencocokan gambar dengan uraian tulisan / benda 4. Memberikan uraian mengenai suatu benda atau peristiwa
Mengklasifikasikan/
1. Mengelompokkan benda.
menggolongkan
2. Mengelompokkan berbagai bentuk benda dan sifat benda seperti benda padat, dan cair.
Meramalkan (Memprediksi)
1. Membuat dugaan berdasarkan pola – pola atau hubungan informasi/ukuran hasil observasi 2. Mengantisipasi suatu peristiwa berdasarkan pola atau kecenderungan
2.1.3 Keterampilan Proses Sains Dan Karakteristiknya. Keterampilan proses terdiri atas sejumlah ketrampilan yang satu sama lain, dan tidak dapat di pisahkan, namun ada penekanan khusus dalam masing – masing keterampilan proses tersebut . 2.1.3.1 Melakukan pengamatan (observasi) Menggunakan indra penglihat , pembau, pendengar , pengecap dan peraba pada waktu mengamati ciri-ciri semut, capung, kupu – kupu yang termasuk serangga merupakan kegiatan yang melibatkan seluruh panca indera dalam belajar sains. Menggunakan fakta yang relevan dan memadai dari hasil pengamatan termasuk proses mengamati.
2.1.3.2 Menafsirkan pengamatan Mencatat hasil pengamatan tentang fermentasi secara terpisah antara hasil utama dan hasi sampingan termasuk menafsirkan atau interpretasi. 2.1.3.3 Mengelompokkan pengamatan (Klasifikasi) Penggolongan makhluk hidup di lakukan setelah anak mengenali ciri – cirinya. 2.1.3.4 Meramalkan (prediksi) Keterampilan meramalkan atau prediksi mencakup keterampilan mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecenderungan atau pola yang sudah ada. 2.1.4 Tujuan Pembelajaran Sains Setelah kita mengupas tentang hakikat sains sebagaimana dipaparkan di atas, maka jelaslah bahwa sains tidak terbatas hanya pada pengertian sains sebagai produk, melainkan sains juga berkaitan dengan proses dan sikap ilmiah. Sains berkembang karena ditunjang oleh kemajuan para ilmuwan dalam melakukan proses-proses sains serta komitmennya untuk senantiasa mengedepankan sikap ilmiah dalam menyelesaikan tugas-tugas ilmiahnya. Kaitannya dengan proses pembelajaran sains, maka barangkali kita sependapat bahwa pembelajaran sains yang hanya berorientasi pada sains sebagai produk adalah sebuah kekeliruan. Pembelajaran sains dengan kurikulum sains yang berbasis pada isi (content) yang menekankan pada penguasaan berbagai konsep, prinsip, dan teori tentang sains tanpa didukung oleh pengembangan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah, akan menyebabkan penguasaan peserta didik terhadap sains menjadi dangkal. Selain itu, pembelajran sains demikian, tidak akan mampu melahirkan sosok ilmuwan masa depan yang tangguh. Sosok ilmuwan yang memiliki bekal pengetahuan, keterampilan proses, dan sikap ilmiah yang memadai. Pembelajaran sains yang demikian, pada gilirannya akan menyebabkan
perkembangan sains akan mengalami kemandekan (stagnant). Meskipun pendidikan sains tidak bermaksud untuk melahirkan ilmuwan, tetapi akan lebih baik hasilnya apabila sains diajarkan sesuai dengan hakikat sains itu sendiri. Mencermati hal tersebut, maka selayaknya kita perlu secara arif melakukan orientasi tujuan pembelajaran sains selaras dengan hakikat sains itu sendiri. Kesadaran dan keyakinan kita akan hakikat sains harus menjadi dasar pijakan dalam menyelenggarankan pembelajaran sains. Selaras dengan hakikat sains, maka tujuan pembelajaran sains harus secara terintegrasi meliputi ketiga matra sains sebagaimana telah dikupas di atas, yaitu: (1) Sains sebagai produk; Pembelajaran sains harus dilselenggarakan dengan tujuan agar peserta didik memahami dan menguasai secara mendalam konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang essensial sebagai dasar untuk dapat menguasai produk-produk sains yang lebih kompleks. (2) Sains sebagai proses; Pembelajaran sains juga harus beorientasi pada tujuan untuk mengantarkan peserta didik kepada penguasaan keterampilan proses sains, baik keterampilan proses dasar, maupun keterampilan proses terintegrasi. (3) Sains sebagai pembentukan dan pengembangan sikap ilmiah; Pembelajaran sains juga harus terarah pada tujuan agar bertumbuh dan berkembangnya sikap ilmiah pada diri peserta didik. Ada beberapa pandangan ilmuwan terhadap pendidikan dan pembelajaran sains menyatakan bahwa tujuan pendidikan sains sejalan dengan kurikulum sekolah, yakni mengembangkan anak secara utuh baik aspek domain kognitif, aspek afektif maupun aspek psikomotor anak, Sedangkan Sumaji mengemukakan bahwa tujuan sains yang mendasar adalah untuk memupuk pemahaman, minat dan penghargaan anak didik terhadap dunia dimana dia hidup. Sedangkan menurut mengemukakan bahwa fokus dan tekanan pendidikan sains terletak pada bagaimana kita membiarkan diri anak dididik oleh alam agar menjadi lebih baik. Maknanya dididik dengan alam, melatih anak untuk jujur dan tak berprasangka. Dari pengalaman bergumul keras untuk memecahkan persoalan dalam sains, kita dilatih untuk gigih
dan tekun dalam menghadapi berbagai kesulitan, meningkatkan kearifan, dan meningkatkan pendewasaan pertimbangan
dalam menempuh jalan kehidupan. Dengan demikian tujuan
pembelajaran sains hendaknya diarahkan pada penguasaan konsep dan dimensi-dimensinya, kemampuan menggunakan metode ilmiah, dalam pemecahan suatu masalah, sehingga terbangun kesadaran akan kebesaran Tuhan Yang Maha Pencipta Alam, yang ciptaan-Nya kita pelajari selama ini. Tujuan pembelajaran sains bagi anak usia dini adalah sebagai berikut : 1) Agar anakanak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui penggunaan metode sains, sehingga anak-anak terbantu dan menjadi terampil dalam menyelesaikan berbagai hal yang dihadapinya, 2) Agar anak memiliki sikap ilmiah. Hal-hal yang mendasar, misalnya : tidak cepat-cepat dalam mengambil keputusan, dapat melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, berhati-hati terhadap informasi yang diterimanya serta bersifat terbuka, 3) Agar anak-anak mendapatkan penngetahuan dan informasi ilmiah yang lebih baik dan dapat dipercaya, artinya informasi yang diperoleh anak berdasarkan pada standar keilmuan yang semestinya, karena informasi yang disajikan merupakan hasil temuan dan rumusan yang obyektif serta sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan yang menaunginya, 4) Agar anak lebih berminat dan tertarik untuk menghayati sains yang berada dan ditemukan di lingkungan dan alam sekitarnya. Berdasarkan tujuan tersebut, jelaslah bahwa pengembangan pembelajaran sains bukan saja membina domain kognitif anak saja, melainkan membina aspek afektif dan psikomotor secara seimbang, bahkan lebih jauh diharapkan dengan mengembangkan pembelajaran sains yang memadai (adequate) akan menumbuhkan kreativitas dan kemampuan berfikir kritis yang semuanya akan sangat bermanfaat bagi aktualisasi dan kesiapan anak untuk menghadapi perannya yang lebih luas dan kompleks pada masa akan datang.
2.2 Hakikat Metode Eksperimen 2.2.1 Pengertian Metode Mukhtar (2007:101) mengemukakan bahwa metode merupakan cara melakukan, menyajikan, menguraikan, memberi contoh dan memberi latihan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Diakui oleh beberapa para ahli pendidikan bahwa tidak semua metode pembelajaran cocok untuk digunakan pada setiap mata pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Karena itu dalam pengembangan pembelajaran kita harus menentukan metode yang paling tepat diterapkan sesuai latar belakang siswa dan bentuk materi yang akan disampaikan. Pengertian metode tercantum di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Menurut Mahfudh (2005:38), metode adalah suatu cara yang paling tepat digunakan untuk menyampaikan bahan pelajaran, sehingga tujuan dapat dicapai. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah cara atau jalan yang dilakukan oleh guru dalam menyajikan, menguraikan materi pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode mengajar sebagai upaya mencapai tujuan, dengan demikian diperlukan pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Perumusan tujuan yang sejelas-jelasnya merupakan persyaratan terpenting sebelum seorang guru menentukan dan memilih metode mengajar yang tepat, karena kekaburan dalam tujuan yang hendak dicapai akan menyebabkan kesulitan dalam menentukan dan memilih metode yang tepat. Apa yang ingin dituju oleh suatu program bidang studi melalui unit pengajaran, semua termasuk dalam ruang lingkup dari metodologi. Berbagai metode dapat dikembangkan dan digunakan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Metode pembelajaran adalah cara dalam menyajikan (menguraikan materi, memberi contoh dan memberi latihan) isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan
tertentu. Tidak setiap metode sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran tertentu. Seperti dalam pembelajaran sains di taman kanak-kanak guru dapat menggunakan metode eksperimen karena metode ini menggunakan benda-benda kongkrit dalam mengungkapkan suatu kejadian. 2.2.2 Pengertian Metode Eksperimen Menurut Kamus besar bahasa Indonesia edisi tiga (2000 ; 290), Metode Eksperimen adalah : percobaan yang bersisten dan berencana untuk membuktikan kebenaran suatu teori dan sebagainya. Secara umum Metode eksperimen dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan–keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri anak. Metode ekperimen pada pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya. Mukminan (2003:2) menyatakan bahwa metode eksperimen yang lebih dikenal sekarang dengan pendekatan proses dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh individu anak. Dimyati dan Mudjiono (2002:138) memuat ulasan pendekatan keterampilan proses yang diambil dari pendapat Funk (1985) sebagai berikut: (1) Pendekatan keterampilan proses dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan anak. Anak terdorong untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan; (2) Pembelajaran melalui keterampilan proses akan memberikan kesempatan kepada anak untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan; (3) Keterampilan proses dapat digunakan oleh anak untuk belajar proses dan sekaligus produk ilmu pengetahuan. Pendekatan Keterampilan Proses sains memberikan kesempatan kepada anak untuk secara nyata bertindak sebagai seorang ilmuwan . Dari uraian di atas dapat diutarakan bahwa dengan penerapan metode eksperimen menuntut adanya keterlibatan fisik dan mental-intelektual anak. Hal ini dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir anak. Selain itu juga
mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan anak untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan. Selanjutnya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari secara obyektif dan rasional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses sains merupakan kegiatan intelektual yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan dalam menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk-produk sains. Keterampilan proses dalam pengajaran sains merupakan suatu model atau alternatif pembelajaran sains yang dapat melibatkan anak dalam tingkah laku dan proses mental, seperti ilmuwan. Sehingga dari semua kegiatan-kegiatan tersebut dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak. Hakikat belajar sains tentu saja tidak cukup sekadar mengingat dan memahami konsep yang ditemukan oleh ilmuwan. Akan tetapi, yang sangat penting adalah pembiasaan perilaku ilmuwan dalam menemukan konsep yang dilakukan melalui percobaan dan penelitian ilmiah. 2.3 Hakikat Anak Usia Dini Menurut Sujiono, (2009:7), Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak . Usia dini merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Yang dimaksud dengan anak usia dini atau anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara 0 sampai 6 tahun. Mereka biasanya mengikuti program prasekolah atau kindergarten. Sedangkan di Indonesia umumnya mereka mengikuti program tempat penitipan anak dan kelompok bermain (play group). Sementara
itu,
menurut
direktorat
pendidikan
anak
usia
dini,
pengertian anak usia dini adalah anak usia 0 – 6 tahun, baik yang terlayani maupun
yang
tidak
terlayani
di
lembaga
pendidikan
anak
usia
dini.Hal
ini
sesuai
tentang usia lahir
dengan
Sistem
dini
rangsangan jasmani
Pendidikan
adalah
sampai
ketentuan
suatu
dengan
Undang-Undang
Nasional
menyatakan
upaya usia
pendidikan dan
umum
rohani
pembinaan
enam
untuk agar
tahun
ditujukan
yang
dilakukan
pertumbuhan
memiliki
20
bahwa
yang
membantu anak
Nomor
tahun
2003
pendidikan
anak
kepada melalui dan
kesiapan
anak
sejak
pemberian
perkembangan
dalam
memasuki
pendidikan lebih lanjut. Dari
pengertian
tersebut
disimpulan
bahwa
anak
usia
dini
adalah
anak yang berada pada rentang usia 0 – 6 tahun. Hal ini sejalan dengan Undang-undang
sistem
sisdiknas
28
pasal
ayat
pendidikan 1
yaitu
nasional pendidikan
no. anak
20 usia
tahun dini
2003
tentang
diselenggarakan
sebelum jenjang pendidikan dasar. 2.3.1 Metode Eksperimen Bagi Anak Usia Dini Untuk mengajarkan sesuatu materi pelajaran seringkali tidak cukup kalau guru TK hanya menjelaskan secara lisan saja. Terutama dalam mengajarkan penguasaan keterampilan anak TK lebih mudah mempelajarinya dengan cara menirukan seperti apa yang dilakukan. Metode eksperimen sering dipadukan dengan metode lain misalnya guru TK akan megajarkan tanah liat itu mempunyai ciri bentuknya sesuai dengan wadahnya tau cetakannya. Seringkali metode eksperimen digunakan guru dengan memadukan metode penemuan, guru tidak boleh menunjukkan, mengerjakan, dan menjelaskan, melainkan guru memberikan pertanyaan yang mengarahkan misalnya : “bila ibu guru memasukkan tanh liat pada cetakan bulan sabit apa yang akan terjadi?
Metode eksperimen yang dipadukan dengan metode penemuan memungkinkan guru untuk membimbing anak untuk menemukan hal-hal berdasarkan praduga atau hipotesis yang disusun anak. Dari hasil pembuktian tersebut anak akan dapat menarik kesimpulan yang berlaku secara umum. Menurut Moeslichatoen (2004:113), dengan kegiatan eksperimen guru dapt meningkatkan pemahaman anak melalui penglihatan dan pendengaran. Anak diminta untuk memperhatikan dan mendengarka baik-baik semua ketrerangan guru sehingga ia lebih paham tentang cara mengerjakan sesuatu. Dengan demikian selanjutnya anak dapat meniru bagaimana caranya melakukan hal tersebut seperti yang dicontohkan guru. Misalnya mengamati bagaimana caranya guru membentuk model – model dengan plastisin atau tanah liat. Metode eksperimen dapat membantu meningkatkan daya pikir anak TK untuk memperkitrakan apa yang akan terjadi, bagimana hal itu bias terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Menurut Oerclich bahwa : “salah satu ciri pendidikan sains adalah sains lebih sekedar dari kumpulan yang dinamai fakta” (Dalam Samatowa, 2010:8). Sedangkan menurut Sund (dalam Samatowa, 2010:8) bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan juga kumpulan proses”. Bagaimanapun juga, kebanyakan anak tidak berkembang dalam hal pemahaman konsep – konsep ilmiah dan prosesnya secara terintegrasi dan fleksibel. Menurut Alverman (Dalam samatowa, 2010;9), Pembelajaran Sains menjadi berarti bila sains diajarkan sedemikian, sehingga anak menjalani suatu proses perubahan konsepsi. Air dapat mengalir dari tempat yang tinggi ketempat yang rendah, dan air akan berubah konsepsi karena air dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi. Lebih lanjut Sant, (dalam Samatowa, 2010;9) menyatakan : “Anak buruh mengakui konsep atau kejelasan keilmuwan yang bertentangan dengan teori yang mereka miliki”. Anak butuh pengulangan kesempatan dalam hal bergulat dengan ketidak konsisten antara ide yang dimiliki dengan memodifikasi berbagai ide yang yang
telah memberikan bantuan dalam kehidupan mereka selama ini dan membuat hubungan yang cocok antara berbagai ide yang mereka miliki dengan berbagai konsep ilmiah. Mengingat pentingnya pembelajaran sains bagi anak usia dini maka perlu memilih metode pembelajaran yang paling tepat sesuai dengan tingkat perkembangan anak yang sesuai dengan penyajian materi pembelajaran yang diajarkan. Seperti yang telah disampaikan oleh Schoenheer (Palendeng 2003:81) bahwa : “Metode Eksperimen mampu memberikan kondisi belajar yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan kreativitas secara optimal bagi anak maka, metode ini dirasa sangat sesuai digunakan pada anak usia dini, karena pola belajar yang diterapkan pada anak usia dini tidaklah sama dengan pola belajar pada anak usia sekolah dasar keatas”. Mengingat hal tersebut diatas perlu adanya suatu metode pembelajaran yang sesuai seperti metode eksperimen karena metode ini dapat membawa anak untuk dapat mengamati secara langsung apa yang terjadi dilingkungannya. 2.4
Peningkatan keterampilan Proses sains Melalui metode eksperimen Untuk memperoleh suatu perencanaan pembelajaran saing baik (efektif), guru harus
mengikuti langkah-langkah pengembangan perencanaan yang selayaknya diikuti. Terdapat dua tahapan utama dalam ketrampilan proses sains perta tahap pra perencanaan, yaitu tahapan yang ditempuh oleh guru sebelum merumuskan perencanaan yang sesungguhnya, dan tahap ini berada paling awal dalam proses perencanaan. Sedangkan kedua adalah tahap pengembangan perencanaan, yaitu tahap melakukan kegiatan nyata dalam pembuatan perencanaan Menurut Ahmad (2009:110) Aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada tahap pra perencanaan pengembangan ketrampilan proses sains diantaranya adalah berpikir. Hal-hal yang harus dipikirkan oleh guru adalah : a) mau dibawa kemana anak-anak dalam pengembangan ketrampilan proses sains, hal ini terkait dengan memikirkan tujun atau kemampuan apa saja yang akan dicapai dalam pengalaman pembelajaran ketrampilan proses sains, b) berfikir tentang bagaimana cara mencapai tujuan atau kemampuan sains yang telah
dirumuskan, hal ini berkaitan dengan upaya yang akan ditempuh guna merealisasikan semua tujuan dan kemampuan sains agar mengindividualisasi pada diri setiap anak. Semua pekerjaan diatas, hendaklah disesuaikan dengan karateristik anak. Jika kegiatan diatas sudah dilakukan secara baik, maka dapat dilanjutkan pada langkah kedua yaitu tahap pengembangan perencanaan yang meliputi tahapan pemilihan dan penentua format perencanaan dan dilanjutkan dengan pengisian format yang telah dipilih dan dianggap baik. Format yang digunakan oleh guru didasarkan pada kurikulum yang digunakan di Taman kanak-kanak yang komponennya mengakomodasi kepentingan ketrampilan proses sains yang akan dilaksanakan. Komponen perencanaan yang sering duginakan dalam pengembangan ketrampilan proses sains meliputi : 1) rumusan tujuan, 2)material yang dibutuhkan, 3) penyiapan anak dan setting lingkungan, 4) pengembangan kegiatan eksperimaen, 5) penguatan dan penghargaan, 6) tindakan perbaikan (remedial), 7) lembar kerja anak. Contoh kegiatan guru dalam pembelajan ketrampilan proses sains dengan metode eksperimen Tema
:
Tanaman
Sub Tema
:
Pertumbuhan tanaman
Tujuan
: a. Anak dapat menceritakan proses pertumbuhan kecambah hingga menjadi tanaman secara sederhana. b. Anak dapat menunjukkan bagian-bagian dari kecambah yang sudah cukup lengkap pertumbuhannya, misalkan yang sudah jelas akar, batang dan daunnya.
Ketrampilan proses yang ditekankan : a. Kemampuan mengobservasi b. Kemampuan berkomunikasi c. Kemampuan memprediksi
d. Kemampuan menggunakan alat pengukuran Material yang dibutuhkan : a. Sejumlah biji-bijian atau kacang-kacangan yang cepat pertumbuhannya. Misal biji kacang panjang atau kacang tanah. b. SAtu gelas untuk setiap anak c. Kapas atau media tanam secukupnya d. Air secukupnya untuk membasahi media tanam e. Penggaris ukuran 30 cm f. Alat pencatat Kegiatan : 1. Lakukan eksperimen kepada anak cara melakukan pembenihan atau penanaman biji kacang secara perlahan, sehingga anak dpat menangkap urutan dan caranya secara baik. 2. Ceklah semua kesiapan anak untuk mengikuti kegiatan tersebut. Jika semua anak dirasa sudah siap maka berilah mereka kesempatan untuk bereksperimen dan melakukannya. Kegiatan dapat dilakukan secara sendiri-sendiri atau berkelompok, hendaklah kelompok jangan terlalu besar cukup 3 atau 4 orang saja. 3. Perintahkan anak untuk mencatat identitas benih dan hal-hal yang terkait, misalkan: nam biji kacangnya, tanggal dan jam mulai disemai. Ukuran biji: besar, bulatnya dan sebgainya. Dan berilah label atau nama kelompok dari setiap pot atau medium, dengan cara menempelkannyadan menngantungnya dipinggir pot tersebut. 4. Ingatkan bahwa anak/kelompok, harusmencatat perkembangannya setiap hari atau beberapa hari sesuai dengan kesepakatn guru dan anak 5. Lakukan hal tersebut secara terus menerus. Sebaiknya setelah pengamatan anak setiap harinya diminta melaporkan dan diadakan diskusi-diskusi
2.5
Kajian Penelitian Yang Relevan Penelitian tentang meningkatkan keterampilan proses sains pada anak Taman kanak –
kanak sebelumnya telah dilakukan oleh peneliti terdahulu diantaranya : Penelitian dari Hamida Huda, Tahun 2012 dalam Skripsi berjudul Meningkatkan Kecerdasan naturalis melalui metode eksperimen sains sederhana pada anak Kelompok B di Raudhatul Athfal Assyarif Desa Bunggalo Kecamatan. Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode eksperimen sains sederhana dapat meningkatkan Kecerdasan naturalis pada anak Kelompok B di Raudhatul Athfal Assyarif Desa Bunggalo Kecamatan. Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo. Berdasarkan lembar observasi pada siklus I kemampuan naturalis anak mencapai 40%, siklus II meningkat menjadi 80%, dengan demikian jika dalam proses pembelajaran guru menggunakan metode eksperimen sains sederhana maka kecerdasan naturalis dapat ditingkatkan pada anak kelompok B di Raudhatul Athfal Assyarif Desa Bunggalo Kecamatan. Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo. Setelah melihat hasil yang dicapai maka dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode eksperimen sains sederhana maka Kecerdasan naturalis pada anak Kelompok B di Raudhatul Athfal Assyarif Desa Bunggalo Kecamatan. Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo dapat ditingkatkan . Sehingga disarankan pelaksanaan penelitian tindakan kelas dapat dilaksanakan pada semua bidang pengembangan di TK, karena dengan selalu melakukan penelitian tindakan kelas, proses belajar mengajar di TK akan meningkat. 2.6
Hipotesis Tindakan Dengan memperhatikan kajian teori kaitannya dengan permasalahan yang ada maka
hipotesis tindakan yang diajukan adalah “jika melalui metode eksperimen dalam pembelajaran maka keterampilan proses sains pada anak kelompok B TK Kuntum Mekar Kelurahan Padengo Kecamatan. Kabila Kabupaten Bone Bolango” akan meningkat.
2.7
Indikator Kinerja Pada bagian ini tolak ukur keberhasilan tindakan perbaikan ditetapkan secara eksplisit
bahwa keterampilan proses sains anak kelompok B TK Kuntum Mekar mengalami peningkatan dari 6 orang anak atau 30% menjadi 15 orang anak atau 75% dari jumlah keseluruhan 20 orang.