7
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu penelitian Andry Sumarsono mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul “Penerapan Pembelajaran Kontekstual Dalam Materi Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Di SMA Negeri 1 Bantul” . Jenis penelitian ini termasuk jenis PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, angket, dan tes. Untuk menganalisis data dari hasil observasi aktivitas belajar siswa digunakan analisis statistik dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem penilaian pembelajaran kontekstual yang dilakukan guru Pkn dalam dalam mengukur tingkat kemandirian belajar siswa adalah melalui pengamatan aktivitas siswa selama proses pembelajaran siswa berlangsung. Tercatat kategori cukup pada siklus I 28,1% (9 siswa), siklus II 18,7% (6 siswa), dan siklus III 6,2% (2 siswa) dari 32 siswa yang hadir. Kategori baik pada siklus I 31,2% (10 siswa), siklus II 34,3% (11 siswa), dan siklus III 40,7% (13 siswa) dari 32 siswa yang hadir. Kategori sangat baik pada siklus I 40,7% (13 siswa), siklus II 47% (15 siswa), dan siklus III 53,1% (17 siswa) dari 32 siswa yang hadir. Pengaruh penerapan pembelajaran kontekstual dalam mata pelajaran Pkn terhadap kemandirian belajar siswa mempunyai pengaruh yang positif. Terbukti kemandirian belajar siswa terus mengalami peningkatan antar siklus. Kriteria
8
sedang pada siklus I 28,1% (9 siswa), siklus II 18,7% (6 siswa), dan siklus III 6,2 (2 siswa) dari 32 siswa yang hadir. Kriteria tinggi pada siklus I 31,1% (10 siswa), siklus II 34,3% (11 siswa), dan siklus III 40,7% (13 siswa) dari 32 siswa yang hadir. Kriteria sangat tinggi pada siklus I 40,7% (13 siswa), siklus II 47% (15 siswa), dan siklus III 53,1% (17 siswa) dari 32 siswa yang hadir. Berdasarkan
uraian
diatas
disimpulkan
bahwa
penerapan
Pembelajaran Kontekstual dalam mata pelajaran Pkn dapat meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa. Dari penelitian tersebut Pembelajaran Kontekstual bisa meningkatkan kemandirian siswa. Maka dari itu, peneliti ingin melihat apakah dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemandirian siswa atau tidak. 2.2 Hakekat Model Pembelajaran Kontekstual Salah satu unsur terpenting dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi sangat tergantung pada pemahaman guru untuk menerapkan model pembelajaran kontekstual di dalam kelas. Akan tetapi, fenomena yang ada menunjukkan sedikitnya pemahaman guru mengenai model ini. Oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual yang mudah dipahami dan diterapkan di kelas secara sederhana. 2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual Menurut Siburian dan Asrial (2011:50) “model pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
9
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sebagai anggota keluarga dan masyarakat.” Menurut Johnson (dalam Adisusilo, 2012:90) pembelajaran kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari beberapa pengertian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa model pembelajaran kontekstual adalah suatu model pembelajaran yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran dengan mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari agar siswa lebih mudah memahami materi tersebut. 2.2.2
Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kontekstual Menurut Siburian dan Asrial (2011:57), ada beberapa ciri-ciri model
pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut: 1) Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran, 2) Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi, 3) Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan, 4) Perilaku dibangun atas kesadaran sendiri, 5) Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman,
10
6) Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri, 7) Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan
terjadinya
proses
pembelajaran
efektif,
ikut
bertanggung jawab atas terjadinya pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masing-masing kedalam proses pembelajaran. 2.2.3
Karakteristik Model Pembelajaran Kontekstual Menurut Siburian dan Asrial (2011:58), pembelajaran dengan model
kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut. 1) Pembelajaran
dilaksanakan
dalam
konteks
autentik,
yaitu
pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting). 2) Pembelajaran
memberikan
kesempatan
kepada
siswa
untuk
mengerjakan tugas-tugasnya yang bermakna (meaningful learning). 3) Pembelajaran
dilaksanakan
dengan
memberikan
pengalaman
bermakna kepada siswa (learning by doing). 4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman (learning in a group). 5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply). 6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together).
11
7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi
yang menyenangkan
(learning as on enjoy activity). Secara lebih sederhana Nurhadi (dalam Siburian dan Asrial, 2011:59) mendeskripsikan karakteristik pembelajaran kontekstual dengan cara menderetkan sepuluh kata kunci, yaitu: 1) Kerja sama, 2) Saling menunjang, 3) Menyenangkan, tidak membosankan, 4) Belajar dengan gairah, 5) Pembelajaran terintegrasi, 6) Menggunakan berbagai sumber, 7) Siswa aktif, dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain, 8) Sharing dengan teman, 9) Guru kreatif, 10) Laporan kepada orang tua bukan hanya lapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain. 2.2.4
Komponen Model Pembelajaran Kontekstual Menurut Yamin (2013:56) berikut beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual adalah berikut ini : 1) Konstruktivisme (Landasan berpikir (filosofi) kontektual, pengetahuan itu dibangun oleh diri sendiri, dimulai pengetahuan yang sedikit yang diperluaskan lingkungan).
berdasar
pengalaman
dan
interaksi
sosial
serta
12
2) Questioning (Guru bertanya menggali informasi tentang apa yang sudah diketahui dan mengarah pada aspek yang belum diketahui. Bertanya merupakan analisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan). 3) Inquiry (Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan merupakan hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri dengan cara (1) merumuskan masalah, (2) mengumpilkan data melalui observasi, (3) menganalisis dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya, (4) mengomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau audiens yang lain). 4) Learning community (Belajar merupakan sharing dengan teman atau bekerjasama dengan orang lain, saling memberi informasi). 5) Modeling (Guru menciptakan peserta didik untuk meniru dengan mendemonstrasi dan mencontoh suatu pengetahuan dan keterampilan sehingga peserta didik dapat melakukannya). 6) Reflection (Gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima, peserta didik dapat merasakan ide-ide baru tersebut dalam pikirannya). 7) Authentic assessement (Guru mempergunakan assessement sebagai gambaran perkembangan belajar peserta didik melalui proses). Dengan beberapa komponen diatas, maka model kontekstual dapat dipahami sebagai suatu konsep dari proses pembelajaran yang membantu guru mengaitkan atau menghubungkan materi pelajaran dengan dunia nyata. Model kontekstual merupakan strategi yang aktivitas pembelajaran berpusat pada peserta
13
didik dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, kerjasama, saling membantu sesama peserta didik, menggali, menemukan, mencontoh suatu pengetahuan dan keterampilan, menemukan ide-ide, dan perkembangan belajar dinilai melalaui proses. 2.2.5
Proses Pembelajaran Kontekstual Menurut Yamin (2013:50-51) secara sederhana proses pembelajaran
dengan strategi pembelajaran kontekstual adalah : 1. Persiapan/pembukaan
Pembelajar
mengingatkan
kepada
peserta
didik
materi
pelajaran yang lalu dan mengaitkan dengan materi pelajaran yang akan dipelajari terutama tentang tata cara pemecahan masalah.
Pembelajaran menyatakan tujuan pembelajaran.
Peserta didik memperhatikan tujuan belajar tidak hanya untuk menguasai materi pelajaran, tetapi juga untuk mempelajari strategi memahami masalah.
2. Penyajian
Pembelajar
mengemukakan
masalah,
memberi
contoh
bagaimana cara memecahkan masalah, merumuskan masalah, menyelesaikan masalah, menjawab masalah, dan mengaitkan dengan kehidupan dunia nyata.
Peserta didik dan pembelajar membuat generalisasi dan menggunakan alat-alat pemecahan masalah.
Peserta didik mengerjakan tugas.
14
Peserta didik melakukan penguatan internal terhadap materi.
Pembelajar mendorong peserta didik untuk menghasilkan jawaban kritis dan kreatif.
Peserta didik membuatkan kesimpulan terhadap materi yang dipelajarinya.
3. Penutup
Pembelajar memberikan penguatan terhadap kesimpulan yang dibuatkan peserta didik.
Peserta didik meneguhkan kesimpulan sesuai penguatan yang diberikan pembelajar.
Peserta didik mengerjakan tes atau tugas yang diberikan pembelajar.
Pembelajar embuat kesimpulan hasil proses pembelajaran
2.3 Kemandirian Belajar 2.3.1
Pengertian Kemandirian Belajar Menurut Fadillah dan Khorida (2013:195) mandiri adalah sikap dan
perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Menurut Mustari (2014:77) mengatakan mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Menurut Mudjiman (2011:9) mengatakan belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu
15
kompetensi guna mengatasi sesuatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Menurut Yamin (2013:105) mengatakan belajar mandiri adalah cara belajar aktif dan partisipatif untuk mengembangkan diri masing-masing individu yang tidak terikat dengan kehadiran pembelajar, pertemuan tatap muka di kelas, kehadiran teman sekolah. Menurut Yamin (2013:119) mengatakan belajar mandiri melepaskan diri siswa dari dari belenggu keterikatan dengan orang lain, pendapat orang lain, paksaan, keinginan, dan harapan orang lain, akan tetapi menjadi diri sendiri. Menurut Yamin (2013:116) belajar mandiri artinya belajar yang bebas menentukan arah, rencana, sumber, dan keputusan untuk mencapai tujuan akademik bukan bebas dari aturan-aturan keagamaan, aturan-aturan negara, aturan-aturan adat atau masayarakat. Menurut Cruickshank (2014:251) mengatakan belajar mandiri adalah tugas yang dikerjakan pelajar yang kurang lebih dilakukan secara mandiri. Dalam keluarga, menurut Mustari (2012:77) mengatakan kemandirian adalah sifat yang harus dibentuk oleh orang tua dalam membangun kepribadian anak-anak mereka. Anak yang mandiri adalah anak yang aktif, independen, kreatif, kompeten, dan spontan. Menurut Jas (2010:35) mengatakan kemandirian dalam arti luas tidak hanya diwujudkan dengan pola pikir dan pola sikap mandiri, tetapi hasilnya atau wujudnya itu akan ke luar berupa konsep-konsep yang lebih kreatif, dan lebih inovatif, dan lebih agresif dalam merencanakan sesuatu dalam membuat konsep sesuatu.
16
Dari beberapa pengertian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa kemandirian belajar adalah sikap yang harus ada pada diri seseorang dan tidak bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan orang lain kepada diri kita sendiri. 2.3.2
Prinsip Kemandirian Menurut Maksudin (2013:109) prinsip kemandirian dilukiskan kedalam
empat gambaran, yaitu sebagai berikut : 1) Pribadi yang menajalani hidup sebagai bentuk pertumbuhan dan perkembangan. Artinya, pribadi itu memandang hidupnya sebagai suatu proses untuk menjadi sebuah figuran yang diwarnai oleh berbagai pengalaman yang dipilihnya yang mengakibatkan terjadinya pertumbuhan atau perkembangan. 2) Pribadi yang memiliki kesadaran akan jati dirinya dan identitasnya. Jati diri yang ia miliki terbentuk dari proses kesadaran dalam memilih dan keteguhan hatinya. 3) Pribadi yang senantiasa terbuka dan peka terhadap kebutuhan orang lain. Ia tidak memutuskan diri dengan dan menghindarkan diri dari orang-orang disekelilingnya. 4) Pribadi yang menggambarkan suatu kebulatan kesadaran. Ia merasa suatu keseimbangan antara hati dan pikirannya.
17
2.3.3
Manfaat Belajar Mandiri Menurut Yamin (2013:117) belajar mandiri memiliki manfaat yang
banyak terhadap kemampuan kognisi, afeksi, dan psikomotorik siswa, manfaat tersebut seperti dibawah ini: 1) Memupuk tanggung jawab 2) Meningkatkan keterampilan 3) Memecahkan masalah 4) Mengambil keputusan 5) Berpikir kreatif 6) Berpikir kritis 7) Percaya diri yang kuat 8) Menjadi guru bagi dirinya sendiri. Disamping itu juga manfaat belajar mandiri akan semakin terasa bila para siswa dan mahasiswa menelusuri literatur, penelitian, analisis, dan pemecahan masalah. Pengalaman yang mereka peroleh semakin komplek dan wawasan mereka semakin luas, dan menjadi semakin kaya dengan ilmu pengetahuan. Apalagi bila mereka belajar kerjasama, kepemimpinan, dan pengambilan keputusan. 2.3.4
Syarat-syarat Belajar Mandiri Menurut Yamin (2013:119) syarat-syarat belajar mandiri adalah berikut :
1. Adanya masalah Syarat pertama harus adanya masalah yang menarik dan bermakna bagi siswa. Masalah harus riil, aktual dan memiliki kaitan dengan kehidupannya, sehingga menarik bagi siswa untuk mencari jawabannya.
18
2. Menghargai pendapat siswa Secara psikologis siswa-siswa membutuhkan penghargaan berupa support dan rewards dari guru tatkala mereka mendapatkan suatu prestasi di kelas, demikian juga mereka diberi penghargaan dalam bentuk lain, seperti mempresentasikan tentang materi dari hasil bacaan mereka atau dari temuan bacaan mereka, hal ini membuat efek psikologis yang sangat besar terhadap teman sekelas, dan masing-masing mereka merasa terpacu untuk dapat tampil seperti teman-teman yang lain. 3. Peran guru Guru merupakan wakil dari orang tua dan wali mempunyai kewajiban mengisikan intelektual, sikap, dan keterampilan anak di sekolah. Guru juga sebagai ibu/bapak tempat anak mengadu, berdiskusi, bertukar fikiran, memecah masalah, disamping itu juga guru memiliki hak untuk menghukum, melarang, menasehati anak tatkala dia salah. Kesuksesan guru sebagai pendidik di sekolah berkat kerja sama dengan orang tua di rumah tangga, sebaliknya guru akan sukar mendidik, membimbing, dan melatih anak di sekolah tanpa kerjasama dengan orang tua di rumah tangga. 4. Menghadapi siswa Guru di sekolah akan selalu berhadapan dengan para siswa/anak didik yang berbeda tingkat umur sesuai dengan jenjang satuan pendidikan dihadapinya. Membimbing, mendidik, melatih pada setiap tingkat tidaklah sama. Jhon Dewey seorang tokoh pendidik sosial dan filsafat Amerika
19
(dalam Yamin, 2013:123) mengatakan “jangan menganggap anak kecil seperti orang dewasa yang bertubuh kecil” dan juga ; 1) Kita harus mengetahui apa yang ada pada si anak untuk dikembangkan 2) Kita harus mengetahui ke mana potensi-potensi itu harus disalurkan 3) Semuanya harus diabadikan kepada kehidupan sosial. Pendidik adalah proses sosial.
2.3.5
Karakter Kemandirian Menurut Jas (2010:36) mengatakan karakter kemandirian yang dapat
terlihat antara lain adalah sebagai berikut. 1. Saat harus melakukan sesuatu, ia tidak terlalu banyak meminta pertimbangan orang lain; 2. Ketika harus mengambil risiko terhadap sesuatu, ia tidak terlalu banyak berpikir; 3. Ia tidak terlalu banyak ragu-ragu dan mengetahui risiko yang akan dihadapi; 4. Ia mengetahui konsekuaensiyang akan muncul dan mengetahui manfaat dari pekerjaan yang akan diambilnya. Karakter kemandirian ini sangat langka ditemukan pada diri siswa kita pada saat ini. Karakter ini perlu dipupuk dan disadari segera oleh siswa sehingga kita dapat bangkit dari keterpurukan.
20
2.3.6
Indikator Kemandirian Menurut Nurul Khasanah (2014) indikator kemandirian ada dua yaitu:
1. Mengajukan pertanyaan atau gagasan sendiri Siswa
berani
mengajukan
pertanyaan
sesuai
dengan
apa
yang
dipikirkannya tanpa bantuan teman. Siswa juga memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapatnya sendiri. 2. Menyelesaikan tugas secara mandiri Siswa mampu menyelesaikan tugasnya sendiri tanpa bantuan teman dan mengerjakan sendiri dengan hasil pemikirannya atau dengan bantuan buku atau internet dengan syarat tanpa bantuan teman atau tanpa pemikiran temannya. Menurut Hidayati dan Listyani (2010) indikator kemandirian ada enam, yaitu: 1) Ketidak ketergantungan terhadap oarang lain 2) Memiliki kepercayaan diri 3) Berprilaku disiplin 4) Memiliki rasa tanggung jawab 5) Berprilaku berdasarkan inisiatif sendiri 6) Melakukan kontrol diri. Dari beberapa indikator kemandirian di atas, penulis menyimpulkan bahwa ada beberapa indikator yang cocok untuk ditanamkan kepada anak SD: 1) Mengajukan pertanyaan atau gagasan sendiri 2) Menyelesaikan tugas secara mandiri 3) Ketidak ketergantungan terhadap orang lain
21
4) Memiliki kepercayaan diri 5) Berprilaku disiplin 6) Memiliki rasa tanggung jawab
2.4
Mata Pelajaran IPA di SD Menurut Siburian dan Asrial (2011:154) Ilmu Pengetahuan Alam
didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga kemampuan dalam IPA yaitu: 1. Kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, 2. Kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati, 3. Dikembangkannya sikap ilmiah. Menurut Carin dan Sund (dalam Siburian dan Asrial,2011:153) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Merujuk pada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu: 1. Sikap : rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended; 2. Proses : prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan;
22
3. Produk : berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; 4. Aplikasi : penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru. Kecenderungan pembelajaran IPA pada masa kini adalah peserta didik hanya mempelajari IPA sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum. Keadaan ini diperparah oleh pembelajaran yang berorientasi pada tes/ujian. Akibatnya IPA sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi peserta didik dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, yang didasarkan pada metode ilmiah. Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses mencari tahu dan berbuat, hal ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Oleh karena itu pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya:
23
1. Memberikan pengalaman pada peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran berbagai besaran fisis, 2. Menanamkan pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini dapat berasal dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian secara ilmiah, 3. Latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar matematika, yaitu sebagai penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa alam, 4. Memperkenalkan dunia teknologi melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan dan pembuatan alat-alat sederhana maupun penjelasan berbagai gejala dan keampuhan IPA dalam menjawab berbagai masalah.
2.5
Tinjauan Materi A. Wujud Benda Benda dapat dikelompokkan berdasarkan wujudnya, yaitu benda padat, benda cair, dan benda gas. 1. Sifat Benda Padar Suatu benda padat dikatakan benda padat jika mempunyai sifat sebagai berikut. a. Benda padat memiliki bentuk dan volume yang tetap Ketika benda padat ditempatkan pada suatu wadah, bentuknya tetap. Bentuk benda padat tidak mengikuti wadahnya
24
walaupun dipindahkan ke tempat yang berbeda-beda. Bentuk benda padat tetap. Begitu juga volume benda padat selalu tetap. b. Benda padat dapat diubah bentuknya dengan cara tertentu Mengubah bentuk benda dapat dilakukan dengan cara menekan, memotong, memukul, atau menarik benda tersebut. Ada benda padat yang mudah diubah. Misalnya tanah liat dan plastisin. Ada juga benda padat yang sulit diubah seperti batu. 2. Sifat Benda Cair Benda cair banyak terdapat di sekitar kita. Misalnya, air, kecap, minyak goreng, dll. Berikut sifat-sifat dari benda cair a. Benda cair memiliki bentuk yang berubah-ubah dan volume tetap Air yang diletakkan dalam masing-masing gelas memiliki bentuk yang berubah-ubah. Bentuknya selalu mengikuti bentuk wadah yang ditempatinya. Meskipun demikian, volumenya tetap tidak berubah ataupun berkurang. b. Banda cair mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah Jika kamu menumpahkan air di atas meja, maka air akan mengalir menuju tempat yang lebih rendah. Seperti halnya air sungai mengalir dari hulu di pegunungan menuju laut yang letaknya lebih rendah. c. Benda cair meresap melalui celah-celah kecil Sifat zat cair lainnya adalah dapat masuk ke dalam poripori kecil suatu bahan tertentu. Kemampuan ini disebut daya kapilaritas. Sifat benda cair yang memiliki daya kapilaritas dapat
25
diamati pada kompor atau lampu minyak tanah. Minyak tanah meresap ke sumbu kompor atau lampu yang membuatnya menyala dalam waktu yang cukup lama. d. Benda cair tertentu dapat melarutkan benda tertentu Ketika membuat teh manis, kamu menambahkan gula pasir ke dalam air teh kemudian mengaduknya. Apa yang terjadi? Lama kelamaan gula tidak terlihat lagi. Gula telah larut dalam air teh dan air teh menjadi manis. Peristiwa tercampurnya gula dengan air teh disebut melarut. Peristiwa melarutnya benda menghasilkan suatu larutan. Jadi air teh manis merupakan contoh larutan. Larutan terdiri atas dua zat berikut. 1). Zat pelarut adalah zat yang dapat melarutkan benda, misalnya air. 2). Zat terlarut adalah zat yang melarut dalam zat pelarut, misalnya gula, garam, dan sirup.
B. Perubahan Wujud Benda Jika kita telah mengenal benda padat, benda cair, dan benda gas. Bendabenda tersebut dapat mengalami perubahan wujud. Beberapa peristiwa perubahan wujud benda adalah sebagai berikut. a. Mencair (Melebur) Pernahkah kamu minum es? Coba perhatikan baik-baik! Mengapa es lama-kelamaan akan berubah menjadi air? Es berubah wujud menjadi air
26
karena adanya suhu yang panas. Perubahan peristiwa zat padat (es) menjadi zat cair (air) dinamakan mencair atau melebur. b. Membeku Perubahan wujud benda dari air (zat cair) menjadi es (zat padat) disebut membeku. Es adalah wujud air dalam bentuk padat. Air dapat membeku jika mengalami perubahan suhu yang sangat dingin. Puncak gunung yang sangat tinggi selalu diselimuti oleh salju. Salju tersebut adalah uap air yang membeku. c. Menguap Pernahkah kamu merebus air di dalam cerek ? jika pernah, bagaimanakah jika air dalam cerek tersebut dipanaskan terus? Air dalam cerek lamakelamaan akan habis. Ke manakah uap air panas yang keluar dari mulut cerek tersebut? Uap air panas yang keluar dari mulut cerek tersebut berada di udara. Hanya saja matamu tidak mampu untuk melihat titik-titik uap air yang berada di udara. Peristiwa itu menunjukkan bahwa air mengalami perubahan wujud. Perubahan wujud air menjadi uap air disebut menguap. d. Mengembun Mengembun adalah peristiwa perubahan wujud benda gas menjadi cair. Benda gas akan mengembun jika mengalami pendinginan. Di manakah kamu dapat melihat peristiwa pengembunan? Cobalah masukkan air panas ke dalam gelas kemudian tutup dengan penutup gelas! Beberapa saat kemudian bukalah penutup gelas. Apa yang kamu lihat? Kamu akan melihat butiran air pada bagian bawah penutup gelas. Butiran air tersbut berasal dari uap air panas yang mengalami pendinginan.
27
e. Menyublim Pernahkah kamu membeli kamper (kapur barus)? Jika pernah, untuk apakah kamper itu? Kamper dimanfaatkan untuk pengharum pada lemari pakaian atau toilet. Kamper termasuk benda padat. Setelah digunakan, kamper tersebut akan mengecil dan akhirnya habis. Kamper mengalami perubahan wujud. Perubahan wujud kamper (zat padat) menjadi gas itu disebut menyublim.
2.6
Kerangka Berpikir Model pembelajaran kontekstual dirasa sangat cocok digunakan pada
mata pelajaran IPA. Dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual guru bisa membawa siswa langsung kedalam proses pembelajaran dan mengaitkan pembelajaran pada kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual diharapkan bisa lebih membangun rasa kemandirian pada diri siswa. Dalam penelitian ini, kerangka berpikir yang dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan penelitian yaitu:
28
Kemandirian siswa dalam belajar masih rendah
Kondisi awal
Perbaikan siklus 1 Tindakan
Perbaikan siklus 2
Kondisi akhir Gambar 2.1
2.7
Penggunaan model pembelajaran kontekstual dalam mata pelajaran IPA materi perubahan wujud benda secara berulang - ulang
Kemandirian belajar pada siswa pada mata pelajaran IPA materi perubahan wujud benda meningkat.
Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan merupakan dugaan sementara atau perbaikan
yang akan terjadi dengan dilakukannya suatu tindakan. Hipotesis tindakan merupakan percaya akan tindakan yang akan dilakukan itu adalah sebuah solusi untuk memecahkan masalah penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah : “penerapan model kontekstual dapat meningkatkan kemandirian siswa pada mata pelajaran ipa di kelas IV SDN NO.187/1 Teratai.